ISBN LAPORAN EKSEKUTIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISBN LAPORAN EKSEKUTIF"

Transkripsi

1 ISBN LAPORAN EKSEKUTIF PENGKAJIAN PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI, DAN DAYA SAING PENDIDIKAN SECARA KOMPREHENSIF: PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM PENYIAPAN TENAGA KERJA PUSAT PENELITIAN, KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA, 2009

2

3 i KATA PENGANTAR Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 pasal 18 ayat (1) dan (2). Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja. Untuk mewujudkan fungsi pendidikan menengah kejuruan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas SMK secara proporsional termasuk penataan bidang keahlian dan program studi di SMK serta fasilitas magang agar relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Penataan ini dilakukan agar lulusan SMK mampu bersaing dengan lulusan pendidikan lain yang setara untuk dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja. Dalam konteks tersebut Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan pada tahun 2009 menyelenggarakan kegiatan mengkaji permasalahan yang terkait dengan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan kejuruan dalam menyiapkan lulusan SMK agar dapat memasuki dunia kerja. Hasil studi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam pembuatan bahan kebijakan oleh berbagai pihak yang relevan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan kami mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan studi ini. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Dr.Burhanuddin Tola, M.A. NIP

4 ii Pengantar Daftar Isi A. PENDAHULUAN 1 B. METODE PENELITIAN 3 C. TEMUAN 4 1. Pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh SMK 4 a. Kesesuaian Struktur Kurikulum yang Digunakan di SMK 4 dengan Struktur Kurikulum di Standar Isi 1) Pengalokasian Jam Pelajaran 4 2) Pengelompokan Mata Pelajaran 4 3) Pengelompokan dan Materi Mata Pelajaran 5 Kewirausahaan b. Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan 6 c. Pencapaian Standar Proses 6 1) Jumlah Rombel dan Jumlah Siswa Per Rombel 6 2) Pelaksanaan Praktik 7 3) Sarana Pembelajaran 8 4) Penilaian Hasil Belajar 9 5) Beban Kerja Guru 10 d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Relevansi Kompetensi yang Dibutuhkan DU/DI dengan 11 Kompetensi yang Dihasilkan SMK 3. Tingkat Daya Saing Lulusan Sebagaimana Diindikasikan 11 oleh Cara Memperoleh Pekerjaan D. SARAN 13 DAFTAR PUSTAKA 16

5 1 A. PENDAHULUAN Berbagai kebijakan strategis telah ditetapkan pemerintah, di antaranya terkait dengan mutu, peningkatan relevansi, dan daya saing berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan acuan dalam mengembangkan mutu dan relevansi serta telah dijabarkan ke dalam delapan standar, empat diantaranya terkait dengan studi ini yaitu Standar Isi (S1), Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Fokus studi ini adalah pada pendidikan menengah kejuruan. Terkait dengan SNP, sampai saat ini pencapaian mutu SMK berdasarkan SNP belum banyak diketahui, padahal pendidikan kejuruan berperan penting dalam mempersiapkan siswanya untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dalam mempersiapkan lulusannya, SMK kerap menemui masalah. Permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan serta kesenjangan antara kompetensi yang dihasilkan SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha/dunia industri (DU/DI). Salah satu indikasi kesenjangan adalah rendahnya daya serap tenaga kerja lulusan SMK oleh DU/DI. Selain keterbatasan lapangan pekerjaan, kondisi tersebut cenderung mengakibatkan terjadinya pengangguran terbuka. Berbagai permasalahan terkait mutu, relevansi dan daya saing pendidikan yang dihadapi SMK perlu dicarikan alternatif pemecahannya agar para pemangku kepentingan yang terkait dan berwenang dapat melaksanakan perannya masing-masing.

6 2 Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan SMK dalam rangka penyiapan tenaga kerja. Secara lebih operasional penelitian ini bertujuan untuk, pertama, memperoleh informasi tentang pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh SMK terkait dengan (i) kesesuaian struktur kurikulum yang diterapkan di SMK dengan struktur kurikulum di Standar Isi, (ii) tingkat pencapaian SKL, (iii) kesesuaian pelaksanaan pembelajaran (yang mencakup perencanaan, proses pembelajaran, dan penilaian) dengan Standar Proses, (iv) pencapaian kualifikasi akademik pendidik dan tenaga kependidikan. Kedua, relevansi kompetensi yang dibutuhkan DU/ DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK yang diindikasikan oleh daya serap, kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan. Ketiga, tingkat daya saing lulusan yang diindikasikan oleh cara memperoleh pekerjaan. B. METODE PENELITIAN Lingkup penelitian ini adalah mata pelajaran produktif, terutama dalam menganalisis kesesuaian struktur kurikulum dan pencapaian SKL. Penelitian ini mengambil delapan provinsi sebagai sampel dan pada setiap provinsi diambil satu kabupaten dan satu kota. Pada setiap kabupaten/kota dipilih tiga SMK yang memiliki program keahlian Teknik Mekanik Otomotif (TMO). Jumlah sekolah sampel terpilih adalah 48 SMKN dan SMKS terbaik menurut Dinas Pendidikan setempat kecuali 2 SMK di Kabupaten Agam dan Kota Samarinda. Penentuan sampel provinsi dan kabupaten/kota dilakukan dengan mempertimbangkan keberadaan program keahlian TMO. Provinsi dan kabupaten/kota terpilih adalah Sumatera Utara (Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang), Sumatera Barat (Kota Padang, Kabupaten Agam), Jawa Barat

7 3 (Kota dan Kabupaten Bandung), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten Jombang), Bali (Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan), Kalimantan Timur (Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara), Sulawesi Selatan (Kota Makassar, Kabupaten Gowa), dan Sulawesi Tenggara (Kota Kendari, Kabupaten Kolaka). Data penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 48 Wakil Kepala SMK Bidang Humas yang menangani Bursa Kerja Khusus (BKK) dan kepala SMK. Wawancara dilakukan terhadap 48 kepala SMK dan ketua program keahlian TMO serta satu orang pengawas SMK dari setiap kabupaten/kota. Adapun data sekunder diperoleh melalui pengkajian dokumen sekolah antara lain silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), prestasi siswa dan profil sekolah. C. TEMUAN Temuan Studi ini secara garis besar terdiri atas 3 bagian yaitu pencapaian SNP oleh SMK, relevansi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK, dan tingkat daya saing lulusan sebagai mana diindikasikan oleh cara memperoleh pekerjaan. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini. 1. Pencapaian SNP oleh SMK a. Kesesuaian Struktur Kurikulum yang digunakan di SMK dengan Struktur Kurikulum di SI Dalam hubungannya dengan kesesuaian struktur kurikulum yang digunakan di SMK dengan struktur Kurikulum di SI, ada 3 hal yang didiskusikan yaitu pengalokasian jam pelajaran, pengelompokan mata pelajaran, serta pengelompokan dan materi Kewirausahaan. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini. 1) Pengalokasian Jam Pelajaran

8 4 Masih terdapat sekolah yang memiliki alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan lebih rendah dibandingkan dengan alokasi waktu yang terdapat pada struktur kurikulum SMK pada SI. Namun untuk mata pelajaran Kompetensi Kejuruan, semua SMK telah mengalokasikan waktunya sesuai SI. Di sebagian besar SMK, jumlah alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan sama dengan atau lebih besar dari 140 jam pelajaran sesuai dengan SI. Namun demikian masih terdapat 7,14% SMK yang kurang dari 140 jam, berarti lebih rendah dari SI. Ada kemungkinan hal ini disebabkan rendahnya tingkat pemahaman pihak SMK terhadap SI. 2) Pengelompokan Mata Pelajaran Masih terdapat SMK di Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Tabanan, yang belum mengelompokkan mata pelajaran produktif ke dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan. Hal ini juga terjadi di SMK yang berkategori baik dan RSBI. Kenyataan bahwa di sekolah dengan kategori baik pun masih belum mengikuti pengelompokan tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat pemahaman pihak sekolah terhadap SI. Rendahnya tingkat pemahaman SMK yang berkategori RSBI mengindikasikan penerapan kriteria pemilihan RSBI yang tidak secara murni dan konsekuen. 3) Pengelompokan dan Materi Kewirausahaan. Semua sekolah menggolongkan mata pelajaran Kewirausahaan ke dalam kelompok adaptif, kecuali 2 sekolah di Kabupaten Bandung yang mengelompokkan ke dalam kelompok mata pelajaran produktif dan muatan lokal. Kesalahan konseptual dalam memasukkan mata pelajaran Kewirausahaan ke dalam muatan lokal mengindikasikan kekurangpahaman pihak sekolah

9 5 terhadap SI. Sementara itu memasukkan Kewirausahaan ke kelompok produktif dapat dimaklumi karena kurang jelasnya pengelompokan di tabel struktur kurikulum dan belum adanya definisi di penjelasan sebelum tabel struktur kurikulum. Belum terdapat keterkaitan materi Kewirausahaan dengan program keahlian TMO, kecuali di 4 SMK di 3 kabupaten kota. Materi Kewirausahaan yang tidak terkait tersebut misalnya membuat telur asin, menjual sampo dan deterjen, menjual oli, mencuci sepeda motor. Materi Kewirausahaan yang terkait misalnya membuka usaha bengkel perbaikan dan pemeliharaan sepeda motor dan mobil serta unit produksi komponen sepeda motor. Belum terkaitnya materi Kewirausahaan dengan materi program keahlian mengindikasikan rendahnya pemahaman pihak sekolah terhadap konsep Kewirausahaan. b. Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan Pada pengukuran pencapaian SKL, indikator yang digunakan adalah hasil uji kompetensi yang digunakan sebagai syarat kelulusan, artinya walaupun nilai Ujian Nasional (UN) bagus, namun kalau tidak lulus uji kompetensi siswa dinyatakan tidak lulus ujian. Akibatnya, kelulusan pada uji kompetensi terkesan dipaksakan, artinya, hasil uji kompetensi dari sekolah dibuat sedemikian rupa sehingga apabila diratarata dengan nilai UN akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari syarat minimal kelulusan. Sebagai contoh di Kabupaten Kolaka, rata-rata nilai uji kompetensi pada tahun 2006/2007 adalah 7,32, sedangkan rata-rata nilai UN adalah 5,24, atau selisih sebesar 37,36 persen. Dengan demikian nilai gabungan UN dan uji kompetensi adalah 6,34 yang berarti lulus. c. Pencapaian Standar Proses Pencapaian standar proses diindikasikan oleh 5 hal berikut yaitu: (i) jumlah rombongan belajar (rombel) dan jumlah

10 6 siswa per rombel, (ii) pelaksanaan praktik, (iii) sarana pembelajaran, (iv) penilaian hasil belajar, dan (v) beban kerja guru. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini. 1) Jumlah Rombel dan Jumlah Siswa per Rombel Jumlah rombel untuk kelas I, II dan III yang terbanyak ada pada SMK di kota Bandung, yaitu 6 rombel di setiap tingkat. Sementara untuk jumlah rombel yang paling sedikit ada pada SMK di Kota Kendari (semua SMK sampel memiliki 1 rombel pada setiap tingkat) dan Kabupaten Kolaka yang kebanyakan memiliki 1 rombel pada masing-masing tingkat. Mengacu pada Permendiknas no. 41 tahun 2007 yang menyatakan bahwa jumlah maksimal peserta didik pada setiap rombongan belajar adalah 32 orang, ditemukan bahwa 79 persen SMK memiliki jumlah peserta didik per rombel kelas I melebihi ketentuan Permendiknas tersebut, untuk kelas II dan kelas III masing-masing 73 persen. Sebanyak 81 persen kabupaten/kota yang jumlah murid SMK per rombelnya lebih tinggi dari ketentuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kebijakan Mendiknas yang dijabarkan dalam surat edaran Dirjen Mandikdasmen no.2669/c.c5/mn/2009 yang diantaranya menyatakan bahwa dinas pendidikan kabupaten/kota tidak diperkenankan membatasi jumlah lulusan SMP/MTs dan yang sederajat yang akan melanjutkan studi ke SMK baik negeri maupun swasta, yang berkategori RSBI maupun SMK yang belum RSBI. 2) Pelaksanaan Praktik Jumlah peserta didik terbanyak mencapai 43 orang (34 persen lebih tinggi dari SNP) per rombel ada pada SMK sampel di Kabupaten Jombang, dan jumlah peserta didik paling sedikit yaitu 19 orang (Lebih rendah 41 persen

11 7 dari SNP) ada di Kota Kendari. Untuk pelaksanaan praktik peserta didik dalam satu rombel dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing jumlahnya berkisar antara 5 sampai 20 orang. Pengelompokan ini disesuaikan dengan ketersediaan peralatan praktik yang dimiliki sekolah. Dengan demikian, kurangnya peralatan praktik terkesan sudah dapat diatasi oleh semua SMK dengan cara membagi peserta didik menjadi kelompok yang lebih kecil. Ketika kelompok pertama sedang melaksanakan praktik, maka kelompok lainnya melaksanakan praktik lain atau mengikuti pembelajaran tatap muka. 3) Sarana Pembelajaran Sarana pembelajaran yang dibahas di sini meliputi buku dan peralatan praktik. Buku terdiri dari buku teks dan modul. Rasio buku per peserta didik di lebih dari 50 persen kabupaten/kota sampel mencapai 1:1. Walaupun demikian kepemilikan buku oleh peserta didik sebagian besar berupa fotokopi, bukan buku atau modul asli karena jumlah yang dimiliki oleh sekolah umumnya sangat terbatas. Rasio yang paling rendah ada pada Kabupaten Agam yaitu mencapai 1:10 untuk buku-buku yang bukan buku teks. Di luar itu koleksi buku atau modul di perpustakaan yang berkaitan dengan Otomotif di SMK sampel juga sangat terbatas. Pada sekolahsekolah yang memiliki koleksi buku dalam jumlah besarpun, koleksi buku otomotifnya sangat sedikit. Peralatan praktik di bengkel terdiri dari berbagai macam alat dan mesin, dari obeng dan alat-alat kecil lainnya sampai mesin yang sangat kompleks seperti katrol digital untuk mengangkat mobil atau melepas bodi dari chasisnya. Jumlah peralatan tersebut di masing-masing SMK sangat beragam. Rasio peralatan praktik atau peralatan bengkel dihitung dengan membagi jumlah alat

12 8 dengan jumlah siswa per rombongan praktik. Satu rombongan belajar bisa dibagi menjadi 2 sampai 6 rombongan praktik. Rasio peralatan per rombongan praktik yang tertinggi mencapai 1:1 dan terendah mencapai 1:18. Untuk peralatan kecil, seperti obeng, gunting dan lain-lain, rasionya berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Untuk peralatan besar rasionya berkisar antara 1:4 sampai 1:18. Dengan demikian ketika praktik, hanya sebagian siswa yang benar-benar melaksanakan praktik menggunakan alat atau mengoperasikan peralatan/mesin. 4) Penilaian Hasil Belajar Penilaian pembelajaran mata pelajaran teori dan praktik dilaksanakan dengan cara yang berbeda Untuk pembelajaran teori, penilaian dilaksanakan melalui ulangan harian, tengah semester dan akhir semester. Ada beberapa daerah yang melaksanakan penilaian hanya melalui ulangan harian dan akhir semester, namun ada pula yang melaksanakan ulangan harian dan ulangan tengah semester saja. Ulangan harian dilakukan secara periodik setelah peserta didik menyelesaikan 1 Kompetensi Dasar (KD) atau lebih. Pada beberapa daerah ulangan harian disebut dengan ulangan mingguan atau reviu. Di beberapa daerah reviu lisan atau tertulis tetap dilakukan setiap minggu walaupun satu kompetensi dasar belum selesai dibahas. Namun demikian ditemukan pula penyelenggaraan penilaian yang dilakukan satu bulan sekali, setelah lebih dari satu KD selesai. Nampaknya penggunaan sistem ulangan harian, tengah semester dan akhir semester ini tidak sesuai dengan sistem kompetensi. Pada sistem kompetensi siswa tidak boleh mempelajari kompetensi berikutnya sebelum kompetensi sebelumnya dikuasai. Artinya pada akhir

13 9 semester ketika KD terakhir dipelajari maka kompetensi siswa sudah diukur dan ternyata menguasai semua kompetensi yang mendahuluinya. Jadi pada akhir semester penilaian yang dilakukan hanya untuk mengukur KD terakhir saja. Penilaian praktik dilakukan melalui penilaian unjuk kerja (performance test). Di beberapa daerah untuk mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan tidak dilakukan tes praktik. Sedangkan untuk mata pelajaran Kompetensi Kejuruan ada tes praktiknya. Tes dilakukan untuk beberapa KD dengan menggunakan lembar kerja. Biasanya sebelumnya siswa diminta menggambarkan apa yang akan dipraktikkan terlebih dahulu. 5) Beban Kerja Guru Beberapa SMK di Kota Surabaya, Kabupaten Jombang, dan Kabupaten Kutai Kartanegara belum memenuhi ketentuan Permendiknas nomor 39 tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Namun beban kerja ini belum memperhitungkan beban kerja guru tersebut pada SMK lain. Sementara itu di SMK di kabupaten dan kota sampel lainnya sudah mencapai ketentuan tersebut, bahkan ada yang melebihi ketentuan maksimal 44 jam per minggu yaitu pada SMK di Kota Kendari. d. Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan Para guru TMO baik yang PNS, honorer maupun pegawai tetap yayasan sudah memenuhi standar kualifikasi akademik sesuai PP No.19/2005 pasal 29 ayat 6. PP tersebut menyatakan antara lain pendidikan minimum guru SMK adalah diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan tenaga laboratorium /bengkel TMO

14 10 umumnya masih berpendidikan tertinggi sekolah menengah. Sebagian besar SMK menyatakan jumlah guru mata pelajaran produktif masih belum memadai. Rata-rata jumlah guru TMO yang dimiliki oleh satu SMK sampel yaitu 11 orang dan menurut kepala sekolah, rata-rata masih membutuhkan 9 orang. 2. Relevansi Kompetensi yang Dibutuhkan DU/DI dengan Kompetensi yang Dihasilkan SMK. Relevansi kompetensi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK diindikasikan oleh waktu tunggu dan kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan. Responden adalah ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) atau wakil kepala sekolah bidang Humas. Tentang waktu tunggu lulusan, hanya 52,5 persen responden yang menyatakan bahwa waktu tunggu lulusan untuk memperoleh pekerjaan adalah 5 bulan atau lebih pendek. Dengan demikian hampir separuh (47,5 persen) responden yang menyatakan bahwa waktu tunggululusannya adalah 6 bulan atau lebih lama. Mengenai kesesuaian,hanya 5 persen responden menyatakan bahwa semua lulusannya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa tingkat relevansi SMK dengan DU/DI masih relatif rendah. 3. Tingkat Daya Saing Lulusan Sebagaimana Diindikasikan oleh Cara Memperoleh Pekerjaan Responden untuk mendapatkan data tingkat daya saing adalah ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) atau wakil kepala sekolah bidang Humas. Data ini diperoleh responden dari hasil penelusuran lulusan dan informasi dari lulusan yang sudah bekerja. Persentase cara lulusan SMK memperoleh pekerjaan untuk 3 tahun berturut turut (2005/ /2008) yaitu sebagai berikut: (i) melamar sendiri (39,28% ; 35,11%; dan

15 11 36,06%), (ii) disalurkan oleh BKK (18,88% ; 22,91% ; dan 22,11%), (iii) dipesan oleh DU/DI saat praktik kerja industri atau prakerin (11,06% ; 12,61% ; dan 14,49%), (iv) sudah dipesan sebelum lulus (12,5% ; 12,86% ; dan 12,76%), dan (v) lainnya, misalnya melalui saudara atau alumni yang sudah bekerja (21,92% ; 26,01%; dan 23,31%). Secara umum data memperlihatkan bahwa persentase tertinggi adalah melamar sendiri diikuti oleh cara lain dan disalurkan oleh BKK. Sementara persentase lulusan yang dipesan pada saat prakerin paling rendah. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya sekolah untuk membangun jejaring dengan DU/DI yang antara lain disebabkan kurangnya kepercayaan DU/DI terhadap sekolah. Salah satu indikatornya adalah tidak adanya tanggapan terhadap proposal yang diajukan sekolah dalam rangka menjalin kerjasama. SMK yang mempunyai daya saing tinggi lulusannya cenderung sudah banyak dipesan oleh DU/ DI pada saat prakerin dan/atau sebelum lulus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daya saing lulusan SMK masih kurang. Temuan memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah perusahaan yang meminta lulusan selama 3 tahun berturut-turut (2005/ /2008) yaitu 13, 13, dan 14 perusahaan. Rata-rata jumlah lulusan yang diminta perusahaan untuk bekerja selama 3 tahun berturut-turut (2005/ /2008) sebanyak 66, 68, dan 64 orang. Persentase lulusan yang dapat dipenuhi oleh SMK berturut turut sebanyak 84,85%, 64,71%, dan 64,06%. Belum dapat dipenuhinya permintaan DU/DI salah satunya disebabkan oleh kurangnya kualifikasi lulusan sesuai yang dibutuhkan DU/DI. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingkat daya saing lulusan masih kurang. D. SARAN Berdasarkan temuan tersebut secara umum disarankan agar SMK meningkatkan kualitasnya secara menyeluruh baik dari segi input, proses, output, dan kerjasama dengan DU/DI agar DU/ DI percaya

16 12 dan selalu tertarik untuk merekrut lulusan mereka menjadi tenaga kerja. Secara khusus disarankan kepada berbagai pihak yang relevan untuk melakukan berbagai hal berikut. 1. Untuk meningkatkan pemahaman pihak SMK terhadap struktur kurikulum dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pelatihan dan workshop tentang KTSP baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, MGMP maupun sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini disarankan pula agar Pemerintah dan Pemerintah Daerah meningkatkan kepeduliannya terhadap kegiatan KTSP, antara lain dengan mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan sosialisasi dan pelatihan tentang KTSP. 2. SMK perlu meningkatkan kerja sama dengan DU/DI dengan fasilitasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, khususnya dalam mengembangkan KTSP sampai dengan penempatan lulusan. 3. BSNP disarankan untuk memberikan pengertian atau batasan tentang normatif, adaptif, dan produktif. Tabel struktur kurikulum juga perlu diperjelas dalam pengelompokan mata pelajarannya, apakah masuk ke dalam normatif, adaptif, atau produktif agar lebih mudah dibaca dan dipahami. 4. SMK perlu membentuk tim pengajar Kewirausahaan yang berlatar belakang pendidikan relatif sesuai dan membekali mereka dengan kompetensi serta materi yang dibutuhkan. Selain itu, di antara tim pengajar minimal satu orang gurunya berpengalaman mengelola usaha. 5. SMK diharapkan memfasilitasi siswa yang memiliki bakat dan kompetensi berwirausaha dengan cara antara lain memberi pelatihan kewirausahaan dan mencarikan bantuan biaya agar mereka dapat belajar untuk mandiri. 6. Pihak DU/DI disarankan untuk menjalin kerjasama yang positif demi kepentingan DU/DI dan SMK antara lain dengan memberi

17 13 kan penilaian yang objektif dalam penyelenggaraan uji kompetensi. 7. Pemerintah, pemerintah daerah, dan SMK disarankan meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana (buku-buku teks, modul, dan alat praktik) dan prasarana. Dalam hal kuantitas terutama sebagai upaya agar minimal siswa memperoleh kesempatan yang sesuai dengan standar alokasi waktu dalam menggunakan alat praktik. Dalam hal kualitas sebagai upaya agar sarana di SMK tidak terlalu jauh ketinggalan dengan peralatan yang ada di DU/DI. Prasarana, terutama ruang kelas disarankan untuk ditingkatkan jumlahya terutama pada SMK yang jumlah siswa/rombelnya melebihi standar. 8. Bagi KD yang disyaratkan penguasaannya untuk KD berikutnya, sistem ulangan harian, tengah semester, dan akhir semester kurang tepat. Sebelum membuat silabus, disarankan guru memetakan KD yang berurutan dan tidak berurutan. Untuk yang berurutan disarankan menerapkan sistem penilaian per kompetensi. 9. Menambah jumlah guru dengan latar belakang pendidikan yang sesuai kebutuhan, baik guru PNS, honorer maupun guru tetap yayasan. 10. SMK mempersiapkan mental dan kompetensi siswa yang akan praktik di DU/DI agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan lingkungan kerja di tempat prakerin. Di sisi lain agar tempat prakerin memberikan apresiasi kepada siswa terutama yang memiliki potensi untuk bekerja di perusahaan tersebut. 11. SMK disarankan meningkatkan komunikasi secara intensif dengan para alumni baik yang sudah maupun yang belum bekerja, dengan melakukan pendataan/penelusuran secara berkala.

18 14 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tentang Standar Kompetendi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Peraturan Menteri Pendidikan Nassional No. 24 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sugiono Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dr.Burhanuddin Tola, M.A. NIP i

Dr.Burhanuddin Tola, M.A. NIP i KATA PENGANTAR Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Astrada, 2014 Studi pelaksanaan standar proses di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 terpadu Ngabang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Astrada, 2014 Studi pelaksanaan standar proses di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 terpadu Ngabang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar proses adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan. Standar proses bertujuan untuk

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KURIKULUM Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) I. STANDAR ISI 1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) A. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP B. Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) 1 1. Pengertian KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan 2 2. Landasan Pengembangan KTSP

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 44 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP.

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK UU SISDIKNAS NO 20 TH 2003 BAB IX STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Pasal 35 (1) dan (2): (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 34 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas Sosialisasi KTSP

Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas Sosialisasi KTSP Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan salam sejahtera untuk kita semua Semoga Apa yang kita lakukan hari ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2004-2009, salah satu target yang ingin dicapai dalam jenjang pendidikan menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Scoreboard (2009), dituntut untuk memiliki daya saing dalam dunia usaha internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Scoreboard (2009), dituntut untuk memiliki daya saing dalam dunia usaha internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada abad 21, perekonomian ditandai dengan globalisasi ekonomi dimana negaranegara didunia menjadi satu kekuatan pasar. Indonesia sebagai negara yang menempati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 44 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

PROPOSAL SUBSIDI PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 SAMARINDA

PROPOSAL SUBSIDI PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 SAMARINDA PROPOSAL SUBSIDI PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 SAMARINDA PEMERINTAH KOTA SAMARINDA DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 SAMARINDA HomePage: www.smkn1samarinda.com E-mail : smkn1samarinda@plasa.com

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni telah membawa perubahan hampir disemua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Perubahan pada bidang

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH STANDAR SARANA DAN PRASARANA. ruang belajar

RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH STANDAR SARANA DAN PRASARANA. ruang belajar RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH Sekolah kami belum memiliki semua sarana dan alat-alat yang dibutuhkan untuk memenuhi ketetapan dalam standar STANDAR SARANA DAN PRASARANA TINGKATAN MASALAH

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP.

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan

Lebih terperinci

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pendampingan Implementasi KTSP di SD Wedomartani Oleh Dr. Jumadi A. Pendahuluan Menurut ketentuan dalam Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP.

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan)

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 34 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG KRITERIA DAN PERANGKAT AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem pendidikan nasional yang diatur dengan undang-undang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem pendidikan nasional yang diatur dengan undang-undang, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR TAHUN 009 TENTANG KRITERIA DAN PERANGKAT AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMK/MAK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki A. Pendahuluan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PROGRAM PAKET B, DAN PROGRAM PAKET C DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BERDASARKAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BERDASARKAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BERDASARKAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN Susiwi S Pengantar Kurikulum nasional perlu terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian internal dalam pembangunan. Proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian internal dalam pembangunan. Proses pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian internal dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Berbicara tentang proses

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34 HALAMAN 1 / 34 1 2 3 4 5 Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit Waktu Pengembangan g Silabus 6 7 8 9 Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah Pengembangan Silabus Contoh Model HALAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 Tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; dan Permendiknas No. 23 Tahun

Lebih terperinci

KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Pengertian kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pengangguran di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah yang bertujuan menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan dan keahlian agar dapat langsung bekerja sesuai dengan minat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Semoga Apa yang kita lakukan hari ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Semoga Apa yang kita lakukan hari ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Semoga Apa yang kita lakukan hari ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin Bab I. Pendahuluan Rasional Disvaritas kondisi persekolahan di Indonesia sangat tinggi.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional PENDAHULUAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi MERENCANAKAN PROGRAM PEMBELAJARAN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KTSP Pertemuan XI Desain Pembelajaran STAI SMQ Bangko Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami perencanaan program pembelajaran dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008) INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008) KABUPATEN / KOTA OPD : CILEGON : DINAS PENDIDIKAN TUGAS DAN FUNGSI

Lebih terperinci

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA OLEH : PASKALIS K. SAN DEY NIM. 1407046007 PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

1. Responden : Stakeholder inti Program Studi 2. Hari/ Tanggal/ Waktu : 3. Tempat : 4. Proses Wawancara :

1. Responden : Stakeholder inti Program Studi 2. Hari/ Tanggal/ Waktu : 3. Tempat : 4. Proses Wawancara : LAMPIRAN INSTRUMEN WAWANCARA 1. Responden : Stakeholder inti Program Studi 2. Hari/ Tanggal/ Waktu : 3. Tempat : 4. Proses Wawancara : I. STANDAR ISI PENDIDIKAN PROGRAM KEAHLIAN TEHNIK KENDARAAN RINGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pendidikan merupakan salah satu sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pendidikan merupakan salah satu sasaran pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pendidikan merupakan salah satu sasaran pembangunan pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerataan ini meliputi kualitas, efisiensi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama dalam membantu siswa untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Hand out Seminar Pengembangan KTSP bagi Pengawas, Kepala Sekolah, Guru Kabupaten Donggala, Sulawesi Selatan 1 Desember 2007 Oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 LANDASAN KONSEPTUAL Definisi Umum: SBI adalah sekolah/madrasah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 19/2005 Ps 26 (3). Isinya meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana Ujian nasional merupakan bentuk evaluasi yang dilaksanakan pemerintah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimana Ujian nasional merupakan bentuk evaluasi yang dilaksanakan pemerintah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ujian Nasional (UN) merupakan kebijakan pemerintah yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1950 dengan istilah Ujian Penghabisan sampai sekarang dengan istilah

Lebih terperinci

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. adalah

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan 7 muatan KTSP Melaksanakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut adanya upaya peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan terus dikembangkannya kurikulum pendidikan di Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, seperti yang tercantum pada penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 15,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat untuk menghadapi era globalisasi, bukan hanya masyarakat terpencil saja bahkan seluruh

Lebih terperinci

Hasil Perhitungan SPM

Hasil Perhitungan SPM THE WORLD BANK Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Utara Juli 2012 Buku Laporan Hasil Perhitungan SPM Menggunakan Aplikasi TRIMS (Tool for Reporting and Information Management by Schools)

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DI KABUPATEN ALOR BUPATI ALOR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Desain kurikulum program produktif bidang pertanian agribisnis di ketiga

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Desain kurikulum program produktif bidang pertanian agribisnis di ketiga BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Desain kurikulum program produktif bidang pertanian agribisnis di ketiga SMK mengacu pada pedoman penyusunan KTSP dari BSNP untuk tingkat SMK dan

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2012 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2012 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA Buku Laporan Hasil Perhitungan SPM Pendidikan Dasar Dengan Menggunakan TRIMS KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 212 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA 2 Laporan Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum pendidikan di negara kita mengalami beberapa kali perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 sampai dengan tahun

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional a Pendidikan d Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA. Makalah

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA. Makalah KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA Makalah Disajikan pada kegiatan Workshop Monev Pelaksanaan KTSP MI, MTs, dan MA Angkatan I Tingkat Propinsi Jawa Barat pada

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). A.

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). A. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Departemen Pendidikan Nasional Materi 2 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sosialisasi KTSP LINGKUP SNP 1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN 5.1 Kesimpulan dan Implikasi Penelitian Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan metode non parametrik (DEA) dapat dilihat secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mendapat bonus demografi berupa populasi usia produktif yang paling besar sepanjang sejarah berdirinya negara ini. Bonus demografi ini adalah masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkualitas diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjadi ahli serta dapat bekerja dalam bidang tertentu. Salah satu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. gambaran mengenai Implementasi Muatan Lokal Kurikulum Tingkat Satuan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. gambaran mengenai Implementasi Muatan Lokal Kurikulum Tingkat Satuan BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian deskripsi, analisis dan pembahasan telah di paparkan gambaran mengenai Implementasi Muatan Lokal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Mewujudkan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DALAM PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMA, SMK, MA, DAN MAK DI WILAYAH KOTA KEBUMEN

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DALAM PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMA, SMK, MA, DAN MAK DI WILAYAH KOTA KEBUMEN IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DALAM PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMA, SMK, MA, DAN MAK DI WILAYAH KOTA KEBUMEN Akhmad Khawasi&Liana Aisyah Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari

Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari Lampiran 1. Instrumen ini digunakan sebagai penggalian data pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan menurut pedoman penyusunan KTSP dari BSNP, dalam menyusun tesis. Data selanjutnya digunakan

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). A.

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). A. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik, tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. baik, tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi manusia lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini semakin berkembang, berbagai macam pembaharuan dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pemerintah

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK By: Estuhono, S.Pd, M.Pd PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM Estuhono, S.Pd, M.Pd I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah, sentralisasi ke desentralisasi, multikultural,

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR: 16 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR: 16 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR: 16 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci