KARAKTERISTIK in vitro DAN PRODUKSI GAS TEST SERAT KELAPA SAWIT YANG DIFERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus UNTUK PAKAN HIJAUAN ALTERNATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK in vitro DAN PRODUKSI GAS TEST SERAT KELAPA SAWIT YANG DIFERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus UNTUK PAKAN HIJAUAN ALTERNATIF"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK in vitro DAN PRODUKSI GAS TEST SERAT KELAPA SAWIT YANG DIFERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus UNTUK PAKAN HIJAUAN ALTERNATIF SKRIPSI DWI FITRIANI CITRA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN Dwi Fitriani Citra. D Karakteristik in vitro dan Produksi Gas Test Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus untuk Pakan Hijauan Alternatif. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A, MS., MSc. Pembimbing Anggota : Dr. Despal, S.Pt, MSc. Agr. Serat kelapa sawit (SKS) merupakan limbah industri pengolahan kelapa sawit yang berasal dari ampas perasan minyak kelapa sawit yang dapat dijadikan sebagai pakan hijauan alternatif. Namun, terdapat kendala pada kandungan serat kelapa sawit yaitu memiliki serat kasar dan lignin yang tinggi, sehingga SKS perlu mendapatkan perlakuan khusus. Salah satu bentuk perlakuan tersebut adalah memfermentasi SKS dengan jamur. Jamur ini selain mampu mendegradasi lignin juga mengandung senyawa aktif yang dapat meningkatkan kesehatan ternak. Dalam penelitian ini SKS difermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana keunggulan kualitas nutrisi pakan tunggal dan ransum yang mengandung serat kelapa sawit yang telah difermentasi dengan Pleurotus ostreatus sebagai pengganti rumput gajah yang diobservasi dari fermentabilitas didalam rumen dan kecernaan yang menggunakan metode in vitro dan gas test. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan pakan tunggal untuk mengetahui kualitas nutrisi serat kelapa sawit hasil fermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus, 5 perlakuan ransum untuk mengetahui dampak fermentasi terhadap kualitas serat kelapa sawit, dan 3 kelompok periode pengambilan cairan rumen. Perlakuan berupa pakan tunggal yang terdiri dari Serat kelapa sawit asli, Serat kelapa sawit yang difermentasi oleh Pleurotus ostreatus, tubuh buah jamur Pleurotus ostreatus, dan ransum yang terdiri dari R0 (kontrol) = 30% RG + 70% Konsentrat (K), R1 = 22,5% RG + 7,5% SKSf + 70% K, R2 = 15% RG + 15% SKSf + 70% K, R3 = 7,5% RG + 22,5% SKSf + 70% K, R4 = 30% SKSf + 70% K. Parameter yang diamati adalah analisis in vitro (Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO), VFA dan NH 3 ) dan analisis uji gas tes (Kecernaan Bahan Organik (KBO) dan Energi metabolisme (ME)). Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika hasil berbeda nyata diuji lanjut dengan uji kontras ortogonal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SKSf mempunyai konsentrasi NH 3 sebesar 68% yang lebih tinggi dari SKS asli. Pada ransum yang mengadung SKSf sampai taraf 15% dapat memberikan hasil kecernaan dan konsentrasi yang sama dengan kontrol. Dari metode gas test dihasilkan gas yang setara dengan kontrol sebesar 47,06% oleh 15% SKSf didalam ransum. Nilai kecernaan bahan organik (KCBO) yang dihasilkan metode Tilley and Terry lebih tinggi 5-10% dari pada nilai kecernaan bahan organik (KBO) pada metode gas test. Kesimpulan dari penelitian in vitro ini yaitu SKS dapat menggantikan 50% peran rumput gajah sebagai hijauan pakan didalam ransum domba setelah SKS difermentasi dengan Pleurotus ostreatus. Kata kunci: serat kelapa sawit, Pleurotus ostreatus, in vitro, gas test

3 ABSTRACT Characteristics in vitro and Gas Test Production of Oil Palm Fiber fermented with Pleurotus ostreatus for Feed Alternative Forage Citra, D.F, Dwierra E.A, and Despal Palm fiber is to instance oil palm industry from lemon pulp palm oil can be used as feed alternative forage. However, there are constraints of oil palm for feed is high content of lignocellulose and crude so that SKS should get special treatment. One form of treatment is to fermented palm fiber by Pleurotus ostreatus. The purpose of this study was to determine the extent excellence of nutritional quality of single feed and ration containing fermented palm fiber by Pleurotus ostreatus as a substitute for elephant grass to observed fermentability and digestibility through in vitro and analysis and gas test. Randomized block design was used in this experiment with three groups of rumen fluid collection period and five treatments of rations as follows: R0 (control) = 30% elephant grass (RG) + 70% concentrate (K), R1 = 22.5% RG + 7.5% palm press fiber fermentation (SKSf) + 70% K, R2 = 15% RG + 15% SKSf + 70% K, R3 = 7.5% RG % SKSf + 70% K, R4 = 30% SKSf + 70% K. Parameters observed were analysis in vitro (dry matter and organic matter digestibilities, VFA and NH 3 concentration) and gas test analysis (organic matter digestibility (KBO) and Energy metabolism (ME)). Data were analyzed by analysis of variance (ANOVA), if significantly different results were tested further by orthogonal contrast test. The results of this study indicate that the concentrations of NH 3 SKSf was 68% higher than SKSa. The ration containing SKSf until to level 15% could give the result of digestibility and concentrations similar to controls. From the method of gas test produced equivalent to 47.06% of control by 15% in the ration SKSf. Value of organic matter digestibility (KCBO) produced Tilley and Terry method is higher than the value of 5%-10% organic matter digestibility (KBO) from the gas test method. The result showed that treatments of this in vitro study that could replace 50% of the role of elephant grass as forage in the ration of sheep after SKS fermented with Pleurotus ostreatus. Key words: palm press fiber, Pleurotus ostreatus, in vitro, gas test

4 KARAKTERISTIK in vitro DAN PRODUKSI GAS TEST SERAT KELAPA SAWIT YANG DIFERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus UNTUK PAKAN HIJAUAN ALTERNATIF DWI FITRIANI CITRA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Nama NIM : Karakteristik in vitro dan Produksi Gas Test Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus untuk Pakan Hijauan Alternatif : Dwi Fitriani Citra : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Dr.Ir. Dwierra Evvyernie A., MS., MSc Dr. Despal, S. Pt, M.Sc. Agr NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. NIP : Tanggal Ujian : 8 Agustus 2012 Tanggal Lulus : 19 September 2012

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilegon pada tanggal 27 April Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Joko Agussema dan Ibu Tati Istiowati. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Taman Kanakkanak Islam Ar-Rahman pada tahun 1994 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar Islam Ar-Rahman pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan pertama dimulai oleh penulis pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 9 Bekasi. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Angkasa 2 Halim Perdana Kusuma pada tahun 2005 sampai 2006 dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 6 Bekasi pada tahun 2006 dan lulus pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2009 penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di BEM D Fakultas Peternakan IPB periode sebagai anggota Divisi Infokom (Informasi dan Komunikasi). Pada tahun 2012 penulis telah menjadi ketua PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) pada bidang pengabdian masyarakat dengan judul THE BASOKA (Bank Sampah Olahan Kreatif) sebagai Alternatif Penyelesaian Masalah Sampah yang Memberikan Nilai Ekonomi bagi Masyarakat RW 04, Kelurahan Warakas, Jakarta Utara.

7 KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahirabbil alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Namun, ketersediaan bahan pakan ternak akhir-akhir ini mulai terasa kesulitannya sehingga menyebabkan meningkatnya harga pakan ternak dan perlu dicari sumberdaya pakan baru untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang mampu menggantikan hijauan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Melihat ketersediaanya yang melimpah, limbah tanaman perkebunan seperti serat kelapa sawit dapat dijadikan pakan alternatif. Serat kelapa sawit (SKS) merupakan limbah industri pengolahan kelapa sawit yang mempunyai kandungan energi (TDN) sekitar 56%, serat kasar 40,80% dan lignin 21,18% (Sutardi, 1982). Tingginya kandungan serat kasar dan lignin ini menyebabkan SKS perlu mendapatkan perlakuan khusus. Salah satu bentuk perlakuan tersebut adalah memfermentasi SKS dengan jamur Pleurotus ostreatus. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan yang optimal dari serat kelapa sawit yang difermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus sebagai pakan hijauan alternatif pengganti rumput gajah. Penyusunan Skripsi yang berjudul Karakteristik in vitro dan Produksi Gas Test Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus untuk Pakan Hijauan Alternatif merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan pada program mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan tulisan penulis berikutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Serat Kelapa Sawit... 3 Rumput Gajah... 4 Pleurotus ostreatus... 5 Metode in vitro... 6 Volatile Fatty Acid (VFA)... 8 Amonia (NH 3 )... 8 Kecernaan Bahan Organik dan Bahan Kering... 9 Metode Gas Test MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Pembuatan Media Tumbuh Jamur Alat dan Bahan Analisis in vitro Alat dan Bahan Analisis Gas Test Ransum Prosedur Pengambilan Serat Kelapa Sawit Pembuatan Media Tumbuh dan Baglog Jamur Pleurotus ostreatus Persiapan Sampel Pengambilan Cairan Rumen Fermentabilitas in vitro i ii iii iv vi vii viii x xi xii

9 Prosedur Pengukuran Konsentrasi VFA Prosedur PengukuranKonsentrasi NH Prosedur Pengukuran KCBK dan KCBO Prosedur Pengukuran Gas Test Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Analisis Data Peubah yang diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian in vitro Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi sebagai Bahan Baku Pakan Fermentabilitas in vitro Kecernaan in vitro Pengujian in vitro Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Jamur Pleurotus ostreatus di dalam Ransum Fermentabilitas in vitro Kecernaan in vitro Produksi Gas pada Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Jamur Pleurotus ostreatus Produksi Gas yang dihasilkan Bersama dengan Komposisi Proksimat yang digunakan untuk Menduga Kecernaan Bahan Organik (BO) dan Metabolisme Energi (ME) Ransum KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

10 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. a. Buah kelapa sawit, b. Serat kelapa sawit Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Jamur Pleurotus ostreatus Kurva Produksi Gas Pakan Tunggal dan Ransum dengan Penggunaan Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi oleh Jamur Pleurotus ostreatus... 25

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Serat Kelapa Sawit Komposisi Larutan Buffer untuk Fermentasi Anaerob in vitro Komposisi Ransum Penelitian (%) Fermentabilitas In vitro Pakan Tunggal Serat Kelapa Sawit (mm) Kecernaan In vitro dari Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus (%) Kandungan Nutrien Serat Kelapa Sawit Fermentabilitas Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi oleh Jamur Pleurotus ostreatus dalam Bentuk Ransum (mm) Kecernaan Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi oleh Jamur Pleurotus ostreatus dalam Bentuk Ransum Kecernaan Bahan Organik Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi oleh Jamur Pleurotus ostreatus dalam Bentuk Ransum maupun Pakan dengan Metode Gas Test... 27

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Dokumentasi Penelitian Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Volatile Fatty Acid (VFA) Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Amonia (NH 3 ) Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Volatile Fatty Acid (VFA) Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus dalam Bentuk Ransum Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Amonia (NH 3 ) dalam Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus dalam Bentuk Ransum Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus dalam bentuk Ransum Hasil Sidik Ragam Uji Kontras Ortogonal Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Serat Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus dalam bentuk Ransum... 38

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Namun, ketersediaan bahan pakan ternak akhir-akhir ini mulai terasa kesulitannya sehingga menyebabkan meningkatnya harga pakan ternak. Dilain pihak pengembangan produksi hijauan terbentur pada masalah lahan yang semakin menyempit karena penggunaannya yang semakin meningkat untuk keperluan pangan dan pemukiman. Begitu juga pada musim kemarau menyebabkan produksi hijauan menjadi terbatas. Berdasarkan kenyataan itu, perlu dicari sumberdaya pakan baru untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang mampu menggantikan hijauan dan konsentrat konvensional untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Melihat ketersediaannya yang melimpah, limbah tanaman perkebunan seperti serat kelapa sawit dapat dijadikan pakan alternatif karena produksinya terkonsentrasi dalam wilayah tertentu dan dalam jumlah yang besar dan berkelanjutan sepanjang tahun. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia sampai tahun 2012 telah mencapai 8,9 juta hektar (Deptan RI, 2012). Setiap hektarnya akan menghasilkan ton tandan buah segar pertahun, yang setelah diolah di pabrik untuk diambil minyaknya akan menghasilkan 4,4 juta ton serat kelapa sawit pertahun. Serat kelapa sawit (SKS) merupakan limbah industri pengolahan kelapa sawit yang mempunyai kandungan energi (TDN) sekitar 56%, serat kasar 40,80% dan lignin 21,18% (Sutardi, 1982). Tingginya kandungan serat kasar dan lignin ini menyebabkan SKS perlu mendapatkan perlakuan khusus agar dapat meningkatkan nutrisinya sebagai pengganti pakan konvensional. Salah satu bentuk perlakuan tersebut adalah memfermentasi SKS dengan jamur Pleurotus ostreatus. Jamur ini merupakan salah satu jenis jamur yang dikonsumsi oleh masyarakat (edible mushroom). Jamur ini selain mampu mendegradasi lignin juga mengandung senyawa aktif yang dapat meningkatkan kesehatan seperti meningkatkan imunitas tubuh bahkan berkhasiat sebagai antiviral, antikanker, dan menurunkan kolesterol (Yuniarti, 2007). Dalam penelitian ini akan dipelajari manfaat SKS yang telah difermentasi sebagai pengganti hijauan. Metode evaluasi yang digunakan dengan cara mengukur kemampuannya dalam menghasilkan energi dan nitrogen serta kecernaannya di dalam rumen secara in vitro menurut Tilley and Terry (1966) dan 13

14 juga mengukur gas total yang dihasilkan selama masa fermentasi di dalam rumen menurut Menke et al. (1986). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana keunggulan kualitas nutrisi pakan tunggal dan ransum yang mengandung serat kelapa sawit yang telah difermentasi dengan Pleurotus ostreatus sebagai pengganti rumput gajah yang diobservasi dari fermentabilitas didalam rumen dan kecernaan yang menggunakan metode in vitro dan gas test. 14

15 TINJAUAN PUSTAKA Serat Kelapa Sawit (a) (b) Gambar 1.a. Buah Kelapa Sawit, b. Serat Kelapa Sawit Sumber : Gambar 1.a. Kelapa Sawit (Anonim, 2012) Gambar 1.b. Dokumentasi Penelitian (2012) Serat kelapa sawit adalah hasil ikutan pengolahan sawit yang dipisahkan dari buah setelah pengambilan minyak dan biji dalam proses pemerasan. Sekitar 12-13% dari sawit segar merupakan serat kelapa sawit (Devandra, 1977). Serat kelapa sawit mengandung serat kasar, lemak, dan magnesium yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan sumber serat kasar dalam pakan ternak ruminansia. Tingkat penggunaan serat kelapa sawit dalam ransum sapi dan kerbau adalah 10-20%, dan untuk domba dan kambing sebesar 10-15% (Hutagalung dan Jalaludin, 1982). Penggunaan serat sawit yang lebih tinggi akan menurunkan kecernaan, protein dan serat kasar, serta meningkatkan kecernaan lemak. Devendra (1977) menyatakan bahwa penggunaan serat sawit pada level 10-60% dalam ransum domba dapat meningkatkan kecernaan lemak dengan meningkatnya penggunaan serat sawit tersebut tetapi kecernaan protein kasar dan serat kasar menurun, sedangkan pada penggunaan 10% kecernaan bahan kering yang didapat paling tinggi. Serat kelapa sawit merupakan sisa pengolahan kelapa sawit yang termasukdalam kelompok media tumbuh jamur tiram karena komponen nutrisi dan seratyang masih terdapat dalam serat kelapa sawit. Kandungan nutrien serat kelapa sawit terdapat NDF, ADF (selulosa, lignin dan silika) merupakan komponen terbesar dari serat kelapa sawit. Selulosa, hemiselulosa dan lignin adalah sumber karbon dan 15

16 energi utama bagi pertumbuhan jamur tiram, sementara protein digunakan sebagai sumber nitrogen bagi tubuh buah (Li, 2000). Komposisi nutrien serat kelapa sawit disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Serat Kelapa Sawit Kandungan Nutrisi Serat Kelapa Sawit (%) Bahan Kering 93,21 Abu 6,46 Protein Kasar 5,93 Lemak 5,19 Serat Kasar 40,80 TDN 56,00 Selulosa 54,89 Lignin 21,18 ADF 78,11 NDF 84,67 Sumber : Sutardi, Rumput Gajah Berdasarkan taksonominya, rumput gajah digolongkan ke dalam divisi Spermatophita, subdivisio Angiospermae, kelas Monocotyledonea, ordo Glumifora, famili Gramineae, subfamili Panicodea, genus Pennisetum dan species Pennisetum purpureum. Gambar 2. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Sumber : Rumput Gajah (Anonim, 2011) Menurut Sofyan et al. (2000), rumput gajah umumnya mengandung bahan kering (BK) yang rendah yaitu 12-18%. Serat kasar berkisar dari 26-40,5%, bahan 16

17 ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sekitar 30,4-49,8 % dengan kandungan lemak kasar 1,0-3,6%. Kandungan total digestible nutrient (TDN) berkisar antara 40-67% dengan kecernaan BK sekitar 48-71%. Pleurotus ostreatus Jamur tiram (Pleurotus spp) tergolong ke dalam famili Agaricaceae ordo Agaricales, kelas Basidiomycetes, subfamili Homobasidiomycetes. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang enak dimakan dan diterima masyarakat membantu untuk sumber makanan tambahan. Morfologi, terutama warna tubuh buah dapat membantu membedakan jenis-jenis dengan yang lainnya, misalnya P. flabellatus berwarna kemerah-merahan (pinkish oyster mushroom) (Suprapti, 1987). Gambar 3. Jamur Pleurotus ostreatus Sumber : Jamur Tiram (Anonim, 2011) Pleurotus spp termasuk jenis jamur dengan pertumbuhan miselium yang cepat dan kemampuan berkoloninya tinggi. Sifat ini memudahkan miselium jamur dapat cepat merambat pada permukaan merambat pada permukaan dan masuk ke dalam substrat. Pleurotus spp memiliki sistem kerja lignolitik yaitu mampu mendegradasi lignin secara efektif. Selama degradasi bahan lignoselulosa, Pleurotus spp mampu menurunkan kadar lignin 10%-40% dan kadar selulosa 15%-40%. Laju pertumbuhan Pleurotus spp dipengaruhi oleh besarnya temperatur lingkungan tempat tumbuhnya. Pleurotus spp mencapai pertumbuhan miselium yang optimum pada temperatur sekitar 28ºC dengan kelembaban 75%-85% dan ph antara 5,5-6,5 (Cooke, 1979). Adanya gas CO 2 di dalam substrat sangat diperlukan bagi pertumbuhan miselium Pleurotus spp. 17

18 Jamur tiram putih mensekresikan enzim-enzim ekstraseluler dan intraseluler yang berperan dalam degradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa, terutama enzimenzim endoglukonase, silanase, fenoloksidase yang terdiri ataslakase dan peroksidase, enzim aril alkohol oksidase, Mn-oksidase, aril alkoholdehidrogenase yang sebelumnya dikenal sebagai aril aldehida reduktase, danveratril alkohol oksidase (Sannia et al. 1991; Kerem et al. 1992). Pleurotus ostreatus atau jamur tiram putih umumnya tumbuh dan berkembang pada media kayu yang sudah lapuk dengan kandungan nutrisi dan mineral yang rendah. Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini adalah tongkol jagung, jerami, merang, serbuk gergaji, kayu dan sisa pemintalan kapas (Lukitasari, 2003). Metode In Vitro In vitro adalah proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh ternak dimana prinsipnya menyerupai kondisi rumen, seperti yang dikemukakan oleh Johnson (1966). Kondisi yang dapat dimodifikasi dalam hal ini antara lain penggunaan larutan penyangga dan media nutrisi, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, ph optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode waktu fermentasi serta akhir proses fermentasi. Teknik kecernaan in vitro memiliki keuntungan yaitu cepat, murah, dan prediksi tepat dibandingkan in vivo yang biasanya untuk kecernaan ruminansia. Metode in vitro merupakan metode pengukuran kecernaan dan evaluasi pakan dengan menggunakan mikroorganisme rumen seperti yang dilakukan Tilley dan Terry pada tahun 1966 atau menggunakan metode gas test oleh Menke pada tahun Tilley and Terry (1966) mengembangkan suatu prosedur pengukuran kecernaan in vitro yang banyak digunakan hingga sekarang. Pengukuran nilai kecernaan bahan makanan secara in vitro menggunakan cairan rumen, saliva buatan dan bahan pakan yang dicampur ke dalam tabung pencerna. Keasaman dipertahankan pada ph 6,7-6,9. Selain itu, untuk menciptakan kondisi anaerob ditambahkan gas CO 2 dan difermentasikan selama 24 jam pada suhu 39 o C. Pada ternak ruminansia, kemampuan untuk memanfaatkan zat-zat makanan dari pakan yang dikonsumsi sangat bergantung pada kondisi ekologis rumen. Rumen merupakan habitat istimewa sebagai alat pencernaan fermentatif mikroorganisme, didalamnya terdapat kondisi yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme dengan 18

19 didukung suhu, ph, dan kelembaban yang relatif konstan. Suhu rumen berkisar antara o C dengan ph 6-7 (Atlas dan Bartha, 1987). Larutan McDougall dibutuhkan sebagai larutan penyangga agar ph tetap stabil akibat fermentasi yang terjadi dalam tabung. Pemberian gas CO 2 secepatnya bersamaan pengadukan secara mekanik dilakukan dalam fermentasi in vitro dengan meniru prinsip pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak beraturan. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan bejana fermentasi dalam shaker waterbath. Tabel 2. Komposisi Larutan Buffer untuk Fermentasi Anaerob in vitro Bahan g/l NaHCO 3 4,90 KHCO 3 5,85 NaH 2 PO 4.H 2 O 1,80 KH 2 PO 4 2,04 NaCl 0,47 MgCl 2.6H 2 O 0,13 CaCl 2.2H 2 O 0,0001 Aquadest Sumber : Tilley and Terry (1966) Tabung fermentor yang diisi dengan 1 gram sampel yang akan diuji, kemudian ditambahkan 8 ml cairan rumen dan 12 ml larutan McDougall. Setelah itu tabung dimasukkan ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 o C, tabung dikocok dengan dialiri CO 2 selama 30 detik, dengan ph 6,5-6,9 dan kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi selama 24 jam. Setelah 24 jam, tutup karet fermentor dibuka, ditetesi 2-3 tetes HgCl 2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor di sentrifuse dengan kecepatan rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan dibagian bawah dan supernatan yang bening berada dibagian atas. Supernatan diambil untuk berbagai analisis kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO). Metode in vitro harus menyerupai sistem in vivo agar dapat menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang di dapat juga mendekati nilai in vivo (Arora, 1989). Kecernaan pakan pada ruminan dapat diukur secara akurat di laboratorium dengan menggunakan metode two stage in vitro dengan cara menginkubasikan q.s. 19

20 sampel selama 48 jam dengan larutan buffer cairan rumen dalam tabung dengan kondisi anaerob. Pada periode kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan HCl pada ph 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini terjadi di dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dengan oven 105 o C dan terakhir dilakukan pengabuan dengan tanur 600 o C hingga didapatkan bahan anorganik. Bahan anorganik tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah bahan organik yang kemudian dapat menentukan kecernaan bahan organik (McDonald et al., 2002). Volatile Fatty Acid (VFA) Volatile Fatty Acid (VFA) berperan dalam metabolisme energi dalam ternak ruminansia (Tillman et al, 1986). Hasil pencernaan karbohidrat dalam rumen adalah asam lemak terbang (VFA), yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat dan asam - asam lemak rantai cabang seperti asam iso butirat, 2-metil butirat dan iso valerat. Banyaknya VFA yang ada dalam rumen dicirikan oleh aktivitas mikroba (Church, 1971). Sebagian besar ransum ternak ruminansia mengandung polisakarida atau karbohidrat struktural seperti selulosa, hemiselulosa dan karbohidrat lain yang tidak dapat dihidrolisa oleh enzim yang dihasilkan oleh alat pencernaan (Ranjhan, 1980). Polisakarida akan dihidrolisa menjadi monosakarida terutama glukosa oleh enzim yang dihasilkan mikroba. Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi VFA, terutama Asetat (C 2 ), Propionat (C 3 ), dan Butirat (C 4 ), disamping itu dihasilkan juga Isobutirat (ic 4 ), Isovalerat (ic 5 ), Valerat (C 5 ), serta gas CH 4 dan CO 2 (Sutardi, 1977). Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (McDonald et al., 1988). Konsentrasi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup ternak adalah mm dengan titik optimumnya adalah 110 mm (Suryapratama, 1999). Amonia (NH 3 ) Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002). Produksi NH 3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik.di dalam 20

21 rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisis protein bergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar NH 3 (Arora, 1989). Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 2002). Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba, oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perludiperhatikan. Menurut McDonald et al. (2002), kisaran konsentrasi NH 3 yang optimal untuk sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 6-21 mm. Konsentrasi nitrogen amonia sebesar 5% sudah mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba. Amonia di dalam rumen akan diproduksi terus-menerus walaupun sudah terjadi akumulasi (Sutardi,1977). Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH 3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pembentukan protein mikroba. Menurut Sutardi (1977) agar NH 3 dapat dimanfaatkan oleh mikroba penggunaannya perlu disertai dengan sumber energi yang mudah difermentasi, misalnya dedak padi. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan.perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan nutrien yang terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (Sutardi, 1977). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas 21

22 bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya KCBO ransum. Semakin tinggi KCBK maka semakin tinggi pula peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Kecernaan bahan organik (KCBO) menggambarkan senyawa protein, karbohidrat, lemak yang dapat dicerna oleh ternak. Metode Gas Test Selain menggunakan metode Tilley and Terry (1966), KCBO juga dapat diukur dengan metode produksi gas test (Menke et al., 1986). Metode ini merupakan hubungan kecernaan in vivo dengan produksi gas (CO 2 dan CH 4 ) yang diproduksi dari inkubasi in vitro pakan dengan cairan rumen selama 24 jam. Metode ini mencoba menyempurnakan sistem kerja dari metode in vitro sebelumnya, dengan mengukur volume gas yang dihasilkan sebagai parameter untuk menilai kecernaan bahan organik dan energi metabolis dalam bahan makanan dan ransum (Menke et al., 1986). Kelebihan metode ini selain dapat menghitung kecernaan bahan, juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya energi yang termetabolis (EM) serta dapat pula untuk menghitung produksi asam lemak atsiri (volatile) atau VFA yang merupakan asam lemak penentu produksi dan kualitas susu dan daging. Kelebihan lain dari metode ini adalah dapat mengetahui aktivitas zat antinutrien yang dapat menghambat proses pencernaan zat makanan. Seperti halnya pengujian bahan pakan hijauan dari legum (kacang-kacangan) yang memiliki kadar tanin yang relatif tinggi. Dalam proses pencernaan, tanin menghambat proses penguraian bahan-bahan yang mengandung protein tinggi. Melalui pemakaian gas test ini, aktivitas tannin dapat diketahui pengujian menggunakan penambahan PEG (polyethylene glycol) sebagai determinannya (Jayanegara dan Sofyan, 2008). PEG merupakan suatu zat yang sengaja ditambahkan untuk menekan aktivitas tanin. Indikasi tanin dapat menghambat kecernaan dapat dilihat dari penurunan produksi gas jika bahan pakan (seperti legum) tidak ditambahkan PEG. Manfaat tambahan dari gas test, metode ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam formulasi pakan ternak sehingga lebih efisien, yang artinya meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, uji ini dapat digunakan untuk mengatur produksi gas metan (CH 4 ) dalam rumen. Menurunkan produksi gas metan dapat ditempuh dengan mengatur rasio produksi asam-asam lemak atisiri atau Volatile Fatty Acid (VFA). 22

23 Dengan mengatur nilai NGR (Non Glucogenic Ratio) yang merupakan perbandingan 1C 2 (asetat) + 2C 4 (butirat) terhadap C 3 (propionat), maka produksi gas metan dapat dikendalikan. Untuk mencapai kecernaan yang optimal dan produksi gas metan yang rendah, nilai NGR disarankan pada kisaran

24 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor selama 5 bulan, mulai dari bulan November 2011 sampai dengan bulan Maret Materi Alat dan Bahan Pembuatan Media Tumbuh Jamur Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan pembuatan jamur yaitu alat kukus, oven 60 o C, cawan petri, autoclave, mesin penggiling, thermohydro, plastik ukuran 1 kg, bambu berdiameter 3 cm, kapuk, timbangan, bambu, sprayer, spatula, kipas angin, karung, alat tulis, tali dan paranet. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat kelapa sawit dan jamur Pleurotus ostreatus. Alat dan Bahan Analisis in vitro Alat-alat analisa in vitro seperti termos untuk mengambil cairan rumen domba, kain penyaring, tabung (tube) sentrifuse polypropylene 50 ml, tutup karet berventilasi, pompa vakum, shaker waterbath (suhu air pemanas o C), cawan porselen, sentrifuse, oven 105 o C, tanur listrik 600 o C, eksikator, mikroburet 0,001 ml, erlenmeyer, alat destilasi, kompor, kertas saring Whatman No. 41, timbangan digital, tabung fermentor, alat-alat destilasi, cawan Conway, dan alat-alat titrasi. Bahan yang digunakan pada analisa in vitro ini adalah serat kelapa sawit asli, serat kelapa sawit yang difermentasi oleh jamur tiram Pleurotus ostreatus, tubuh buah jamur tiram Pleurotus ostreatus dan beberapa jenis ransum. Bahan yang digunakan dilaboratorium yaitu label, larutan McDougall temperatur 39 o C ph 6,5-6,9 dan sumber inokulum diambil dari cairan rumen domba. Alat dan Bahan Analisis Gas Test Alat-alat analisa gas test seperti termos untuk mengambil cairan rumen domba, kain penyaring, syringe 100 ml, shaker waterbath di set pada suhu 39 o C sesuai dengan suhu rumen, magnetic stirrer untuk mengaduk campuran cairan 24

25 rumen, spoit 30 ml, gas CO 2 untuk menjaga kondisi anaerob, 230 mg bahan makanan yang akan diuji, dan cairan rumen domba sebagai sumber inokulum. Bahan yang digunakan pada analisa gas test ini adalah serat sawit asli dan fermentasi, tubuh buah jamur Pleurotus ostreatus, serta beberapa jenis ransum. Bahan yang digunakan dilaboratorium yaitu label, 400 ml aquadest, 0,1 ml larutan mineral mikro, 200 ml larutan buffer rumen, 200 ml larutan mineral makro, 1 ml larutan resazurin 0,1% (w/v), dan 40 ml larutan pereduksi. Ransum Ransum yang diujicobakan merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Perlakuan tersebut meliputi bahan tunggal yaitu tubuh buah jamur Pleurotus ostreatus, serat kelapa sawit asli, dan serat kelapa sawit yang difermentasi, serta beberapa jenis ransum yang berbahan hijauan rumput gajah dan subtitusinya berupa serat kelapa sawit fermentasi (Tabel 3). Bahan konsentrat berupa dedak padi, onggok, bungkil kedelai, bungkil kelapa, molasses, CPO dan CaCO 3. Ransum disusun untuk domba berbobot badan 20 kg dengan pertambahan bobot badan 275 g/h, TDN 73%, dan PK 16% (NRC, 1985). Tabel 3. Komposisi Ransum Penelitian (% BK) Bahan Pakan R0 R1 R2 R3 R4 Rumput Gajah Serat sawit fermentasi Dedak Onggok Bungkil kedelai Bungkil kelapa Molases CPO CaCO Premix Komposisi Nutrien (%) TDN 73,07 73,10 73,60 73,58 73,85 Protein kasar 16,09 16,10 16,05 16,01 16,07 25

26 Prosedur Pengambilan Serat Kelapa Sawit Serat kelapa sawit didapatkan dari pabrik minyak kelapa sawit yang berada di PT. Kertajaya, Kecamatan Malimping, Banten. Pembuatan Media Tumbuh dan Baglog Jamur Pleurotus ostreatus Pembuatan jamur menggunakan media yaitu kapur sebanyak 2% sebagai mineral untuk pertumbuhan dan dedak sebanyak 15% sebagai sumber makanan yang mudah dimanfaatkan jamur untuk pertumbuhan. Lalu dicampurkan dengan serat kelapa sawit yang telah dikukus untuk meluruhkan lemak yang menempel setelah buahnya di press agar jamur mudah tumbuh dan dikeringkan. Kemudian diinokulasi dengan bibit jamur Pleurotus ostreatus serta diinkubasi didalam ruangan bersuhu o C selama 5-8 minggu. Panen miselium dilakukan sebelum munculnya tubuh buah. Setelah itu serat kelapa sawit fermentasi dapat dicampurkan didalam ransum sebagai subtitusi rumput gajah. Persiapan Sampel Persiapan sampel dilakukan setelah dilakukan fermentasi tubuh buah jamur Pleurotus ostreatus hasil panen ditimbang berat segarnya, kemudian dikeringkan dan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui produksi keringnya. Serat kelapa sawit yang telah kering udara diambil sampelnya sekitar 1000 gram, lalu dikeringkan dengan oven pada suhu o C sampai beratnya tetap. Kemudian serat kelapa sawit fermentasi yang telah dikeringkan digiling dan dicampurkan dengan konsentrat beserta sampel hijauan yang telah dikeringkan pada oven, kemudian digiling dan digunakan untuk analisis kecernaan in vitro, VFA, NH 3 dan gas test. Pengambilan Cairan Rumen Tahap pengambilan rumen yaitutermos yang telah diisi dengan air panas disiapkan (suhu ± 39 o C). Lalu, termos diisi dengan rumen domba yang diambil di Tempat Pemotongan Hewan Empang dan dimasukkan ke dalam termos yang baru saja dikeluarkan air panasnya. Isi rumen domba diperas dengan menggunakan kain. 26

27 Fermentabilitas In vitro Fermentasi Tahap I. Sebanyak 500 mg sampel diisi pada tabung fermentor, kemudian ditambahkan dengan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougall. Lalu tabung fermentor dimasukkan ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 C, tabung dikocok dengan dialiri CO 2 selama 30 detik, cek ph (6,5-6,9) kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 4 jam. Setelah 4 jam, tutup karet fermentor dibuka lalu diteteskan 2-3 tetes HgCl 2 untuk membunuh mikroba. Selanjutnya tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Lalu substrat akan mengendap dibagian bawah dan supernatan yang bening ada dibagian atas. Supernatan diambil untuk analisis VFA dan NH 3. Substrat yang tersisa digunakan untuk analisa kecernaan BK dan BO pada tahap berikutnya. Prosedur Pengukuran Konsentrasi VFA (Steam Distilation Method) Pada pengukuran VFA alat destilasi dipersiapkan sebelumnya yaitu dengan mendidihkan air dan mengalirkan air ke pendingin. Sebanyak 5 ml sampel dan 1 ml H 2 SO 4 15% dimasukan ke dalam alat destilasi. Tabung elenmeyer yang sudah diisi dengan 5 ml NaOH 0,5 N ditempatkan pada ujung alat guna menampung hasil VFA. Cairan ditampung hingga mencapai 250 ml, setelah itu HCl 0,5 N ditetesi sebanyak 2-3 tetes sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Produksi VFA dihitung dengan rumus : VFA (mm) = (a b) x N HCL x 1000/5 Berat sampel x BK sampel a : volume titran blanko b : volume titran contoh Prosedur Pengukuran konsentrasi NH 3 (Conway Micro Diffussion Method) Bibir cawan Conway yang digunakan terlebih dahulu diolesi vaselin. Sebanyak 1 ml supernatan hasil proses fermentasi pada 4 jam inkubasi diambil dan ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Sebanyak 1 ml larutan Na 2 CO 3 jenuh ditempatkan pada ujung alur lainnya pada cawan conway yang sama. Supernatan dan Na 2 CO 3 tidak boleh bercampur. Pada cawan kecil yang terletak ditengah cawan conway ditempatkan sebanyak 1 ml Larutan asam borat berindikator. Cawan Conway ditutup rapat sampai hingga kedap udara dan digoyang-goyangkan 27

28 dengan memiringkan cawan. Setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi dengan H 2 SO 4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi biru. Produksi NH 3 dihitung dengan rumus : NH 3 (mm) = Volume H 2 SO 4 x N H 2 SO 4 x 1000 Pengukuran Gas Test Berat sampel x BK sampel Prosedur Pengukuran KCBK dan KCBO Tabung fermentor berisi sampel yang telah diikubasi selama 48 jam dan telah ditetesi HgCl 2 kemudian disentrifuge yang berkecepatan 2500 rpm selama 15 menit, sehingga dari sampel didapatkan bagian terpisah berupa supernatan dan endapan. Endapan diambil untuk kemudian ditambahkan dengan 50 ml larutan pepsin-hcl 0,2%. Campuran tersebut diinkubasi kembali tanpa menggunakan penutup karet selama 48 jam. Dari inkubasi tersebut didapatkan endapan campuran pepsin yang kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman No.41 menggunakan pompa vacum. Hasil saringan berupa residu dimasukan kedalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya terlebih dahulu. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dengan menggunakan oven 105 o C selama 24 jam untuk mendapatkan nilai bahan kering, dilanjutkan dengan proses pengabuan selama 6 jam dengan tanur listrik pada suhu o C. Blanko yang digunakan adalah residu fermentasi tanpa sampel ransum perlakuan. Koefisien cerna bahan kering dan koefisien cerna bahan organik dihitung dengan rumus : % KCBK = BKsample(gr) [(BKresidu (gr) BKblanko(gr))]x 100% BKsample (gr) % KCBO = BOsample(gr) [(BOresidu (gr) BOblanko(gr))] x 100% BOsample (gr) Prosedur Pengukuran Gas Test Piston syringe diberi vaselin. Kemudian 230 mg bahan pakan ditimbang dan dimasukkan ke dalam syringe, lalu piston dipasang. Media yang sudah diaduk dan dialiri gas CO 2 ditempatkan dalam waterbath 39 o C, cairan rumen sebagai inokulum diambil dan disaring. Setelah itu, satu bagian cairan rumen dicampur dengan dua bagian media, lalu diaduk dengan magnetic stirrer. Campuran tersebut kemudian 28

29 disimpan didalam waterbath dan dialiri CO 2 sebanyak 30 ml campuran media cairan rumen dimasukkan ke masing-masing syringe menggunakan spoit, udara yang ada dalam syringe dikeluarkan dan klep syringe ditutup. Posisi piston dibaca pada waktu sebelum inkubasi (Gb 0 ), lalu inkubasi dalam oven 39 C selama 24 jam, Posisi piston dibaca dalam jarak dua jam selama 12 jam dan yang terakhir 48 jam (Gb 48 ). Cara Perhitungan : Gb (ml/200 mg BK, 24 jam) = [(Gb 24 - Gb 0 )*200*((FH + FC)/2)] BK bahan Formula yang digunakan untuk mengestimasi KCBO (%) dan ME (MJ/kg BK) adalah : KCBO (%) = Gb PK Abu ME (MJ/kg DM) = Gb PK Lemak Dimana Gb dinyatakan dalam ml, sedangkan PK, Abu dan Lemak dalam g/kg BK. FH = produksi gas standar dibagi dengan produksi sebenarnya dari hijauan FC = produksi gas standar dibagi dengan produksi sebenarnya dari konsentrat. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan pakan tunggal untuk mengetahui kualitas nutrisi serat kelapa sawit hasil fermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus, 5 perlakuan ransum untuk mengetahui dampak fermentasi terhadap kualitas serat kelapa sawit, dan 3 kelompok periode pengambilan cairan rumen. Model matematik yang digunakan adalah (Steel dan Torrie, 1993). Yij = µ + i + β j + ij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rataan umum i = Pengaruh perlakuan ransum ke-i β j = Pengaruh kelompok ke-j 29

30 ij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal. Peubah yang diamati Peubah yang diukur dan diamati dalam penelitian ini meliputi peubah fermentabilitas, kecernaan secara in vitro, kecernaan bahan organik (KBO) dan energi metabolis dengan gas test. Peubah fermentabilitas terdiri dari pengukuran VFA dengan Steam Distilation Method dan pengukuran NH 3 dengan Conway Micro Diffussion Method. Peubah kecernaan in vitro terdiri dari pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO). Peubah KBO dan metabolisme energi yaitu pengukuran estimate metabolisme energi pada gas test. 30

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian In Vitro Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi Sebagai Bahan Baku Pakan Fermentabilitas In vitro Pada Tabel 4 dicantumkan Hasil pengujian fermentabilitas in vitro dari beberapa bahan pakan. Konsentrasi VFA bahan pakan tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Serat kelapa sawit fermentasi menghasilkan VFA tertinggi dibandingkan dengan kedua bahan lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan energinya lebih tinggi yaitu sekitar 73% dibandingkan dengan serat kelapa sawit asli yang hanya sekitar 56% (Sutardi, 1977). Dari Tabel 4 diperoleh bahwa produksi VFA total berkisar dari 182,95-260,56 mm. Menurut Sutardi (1977) kadar VFA yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan mikroba yang maksimal adalah mm. Hasil percobaan pertama memperlihatkan perlakuan fermentasi menurunkan komponen serat, dengan demikian karbohidrat terlarut meningkat. Hal ini berarti perlakuan yang mengandung serat kelapa sawit yang difermentasi oleh Pleurotus ostreatus akan lebih mudah didegradasi oleh mikroba rumen sehingga produksi VFA total lebih tinggi. Tabel 4. Fermentabilitas In vitro Pakan Tunggal Serat Kelapa Sawit (mm) Bahan pakan VFA NH 3 SKSa 248,81 ± 17,80 B 8,28 ± 1,90 C SKSf 260,56 ± 23,17 A 14,90 ± 3,03 B Jt 182,95 ± 1,79 C 24,84 ± 1,39 A Keterangan : *SKSa = Serat Sawit Asli, SKSf = Serat Kelapa Sawit yang difermentasi oleh jamur Pleurotus ostreatus, Jt = tubuh buah jamur Pleurotus ostreatus. *superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan respon yang berbeda sangat nyata pada P<0,01. Produksi amonia (NH 3 ) serat kelapa sawit asli denganserat kelapa sawit difermentasi oleh jamur Pleurotus ostreatus tidak berbeda nyata (P>0,01). Peningkatan produksi NH 3 serat kelapa sawit ini seiring dengan kadar protein kasar serat kelapa sawit. Kadar protein tertinggi adalah pada perlakuan Jt (29,17%) kemudian diikuti oleh SKSa (11,42%), dan SKSf (10,63%). 31

32 Peningkatan protein disebabkan karena jamur tiram dapat mengambil nitrogen dari udara. Miselium juga akan menghasilkan enzim yang berfungsi untuk mendegradasi substrat dan meningkatkan nitrogen (Chang dan Miles, 1989). Setelah pertumbuhan miselium selesai maka protein akan dimanfaatkan untuk pembentukan tubuh buah, sehingga kadar protein substrat yang semakin lama terfermentasi semakin berkurang (Tabel 4). Dengan demikian dapat dipahami bahwa kenaikan protein pada substrat yang menggunakan Pleurotus ostreatus dalam proses fermentasi tidak akan terlalu tinggi. Kenaikan protein pada penelitian ini tidak terlalu banyak, karena serat kelapa sawit mengandung pati dalam jumlah yang kecil dan tidak ada sumber nitrogen lain yang ditambahkan, sehingga kenaikan protein yang terjadi hanya berasal dari sumbangan mikroba. Pada produksi amonia (NH 3 ) didapatkan hasil yaitu 8,28 24,84 mm. Kisaran konsentrasi NH 3 yang optimal untuk sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 6-21 mm sehingga dapat memenuhi kebutuhan sumber nitrogen bagi mikroorganisme di dalam rumen (McDonald et al., 2002). Kecernaan In vitro Rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO) in vitro dari serat kelapa sawit yang difermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan bahan pakan pembanding berupa serat kelapa sawit asli dan tubuh buah jamur tiram Pleurotus ostreatus diperlihatkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kecernaan In vitro dari Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus (%) Bahan Pakan KCBK KCBO SKSa 47,98 ± 1,13 B 47,97 ± 1,42 B SKSf 34,56 ± 2,61 C 29,79 ± 2,96 C Jt 88,59 ± 2,36 A 88,75 ± 2,20 A Keterangan : *SKSa = Serat Sawit Asli, SKSf = Serat Kelapa Sawit yang difermentasi oleh jamur Pleurotus ostreatus, Jt = tubuh buah jamur Pleurotus ostreatus. *superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan respon yang berbeda sangat nyata pada P<0,01. Pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik tubuh buah jamur tiram sangat nyata lebih tinggi (P>0,01) dibandingkan dengan bahan pakan lainnya. Tubuh buah jamur didominasi oleh komponen yang 32

33 fermentable seperti protein, sementara kandungan seratnya hanya sekitar 7,4%. Protein digunakan sebagai sumber nitrogen bagi tubuh buah (Li, 2000). Komposisi tubuh buah jamur yang demikian, akan mengakibatkan tingginya kecernaan di dalam rumen. Menurut Tillman et al.(1986) bahwa serat kasar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan. Oleh karena itu, KCBK dan KCBO-nya mencapai 88% dibandingkan dengan serat kelapa sawit (<50%) karena serat kasar yang tinggi. Ranjhan (1980) menyatakan bahwa peningkatan serat kasar mengakibatkan menurunnya koefisien cerna. Kecernaan serat kelapa sawit asli lebih tinggi dibandingkan dengan yang difermentasi. Hasil fermentasi serat kelapa sawit dengan jamur Pleurotus ostreatus menurunkan KCBK dan KCBO. Artinya proses fermentasi in vitro kurang berhasil. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya waktu fermentasi perombakan bahan kering terus berlangsung, sehingga terdapat kecenderungan bahan kering substrat semakin berkurang dan kadar air bertambah. Pada proses fermentasi selalu terbentuk karbon dioksida dan air. Semakin banyak substrat yang dirombak maka akan semakin banyak air yang terbentuk dan sebagai akibatnya bahan kering berkurang. Tingginya bahan kering pada tubuh buah jamur Plerotus ostreatus disebabkan karena jamur tersebut mendegradasi substrat untuk pertumbuhan tubuh buah jamur tiram (Jt) bukan untuk pertumbuhan miselium. Tabel 6. Kandungan Nutrien Serat Kelapa Sawit Nutrien (SKSa) (%) (SKSf) (%) Bahan Kering 90,20 88,60 Bahan Organik 88,50 85,10 Protein Kasar 11,42 10,63 NDF 84,67 78,33 ADF 78,11 58,61 Selulosa 54,89 38,60 Lignin 21,18 21,12 Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (2012). Bahan organik antar perlakuan berbeda nyata dan terjadi penurunan akibat fermentasi yang semakin lama, yang ditandai dengan persentase bahan organik 33

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Alat. Rancangan

METODE. Materi. Alat. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 5 bulan (November 2011-Maret 2012). Lokasi pengamatan dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen INTP, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai kecernanan dan fermentabilitas tanaman orok-orok secara in vitro sebagai bahan pakan yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Teknik Pemanenan Singkong

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Teknik Pemanenan Singkong MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Singkong Villa Indah Mustika Ratu Ciawi-Bogor untuk penanaman tanaman singkong, sedangkan pembuatan silase dan pengujian kualitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2011 di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung. Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper.

Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung. Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper. Lampiran 1 : Proses Amoniasi Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung Bahan Penelitian (Daun Sawit, Pucuk Tebu dan Jerami Jagung) Dicoper Ditimbang Dikeringkan dengan sinar matahari/dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL. Tujuan Praktikum Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis.

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL. Tujuan Praktikum Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL Untuk pengambilan sampel yang akan digunakan untuk analisis. - Sampel harus representatif atau mewakili data - Sampel harus segera diproses agar tidak terjadi kerusakan - Timbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi Jul Andayani 1 Intisari Telah dilakukan penelitian guna mengevaluasi

Lebih terperinci

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI Oleh : ATTRIA THANESYA 23010110110027 FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian (1) Kulit Pisang Nangka Matang Kulit pisang Nangka matang diperoleh dari tiga tempat yang berbeda, yaitu Pasar Tanjungsari Sumedang, Pasar Gede Bage

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan pada enam kawasan yaitu Nagerawe, Ndora, Lambo, Ratedao, Rendu dan Munde, yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Dhereisa, Bidoa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan Protein Total Fodder Jagung Hidroponik pada Umur Panen Berbeda Secara In Vitro telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea terhadap ketersediaan NH3, volatile fatty acids dan protein total secara in vitro dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 di 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 di Laboratorium Teknologi Pakan serta Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum 9 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Materi Penelitian.. Bahan Penelitian a. Biji Sorgum (Sorghum bicolor) Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian adalah biji sorgum sebanyak 5 kg dengan umur panen yang

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder jagung hidroponik dengan media perendaman dan penggunaan dosis pupuk yang berbeda dilakukan pada tanggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT SKRIPSI DIETA PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat Bahan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat Bahan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 13 BAB III MATERI DAN METODE Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman di rumah kaca (green house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 2014. Penanaman kedelai dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 23 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Bahan Pembuatan Media Agar 1. Lactobacillus plantarum a. 7 g nutrien agar sebagai media tumbuhnya mikroba b. 2,5 g KH2PO4 c. Aquades sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang (Kandang) B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB, BPPT), Tangerang;

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Rumput gajah diperoleh berasal dari kebun rumput di sekitar kandang sapi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Rumput gajah diperoleh berasal dari kebun rumput di sekitar kandang sapi 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.3.1 Bahan Pakan Bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum penelitian sebagai berikut : 1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan Penelitian.. Bahan Pakan Biji Sorgum Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum (Sorghum bicolor) dengan tipe grain sorghum sebanyak 5 kg

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian Pengaruh Penambahan Urease pada Inkubasi Zeolit dan Urea serta Potensinya sebagai Sumber Nitrogen Lepas Lambat secara In Vitro dilaksanakan pada 14 Desember 2015-9

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN SKRIPSI HERDI ARIESTANIA PUTRI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

U. Hidayat Tanuwiria, Budi Ayuningsih, dan Mansyur Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600

U. Hidayat Tanuwiria, Budi Ayuningsih, dan Mansyur Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung 40600 JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (64 69) Fermentabilitas Dan Kecernaan Ransum Lengkap Sapi Perah Berbasis Jerami Padi Dan Pucuk Tebu Teramoniasi (In Vitro) Fermentability and Digestibility

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Penelitian ini menggunakan ransum perlakuan yang terdiri dari Indigofera sp., limbah tauge, onggok, jagung, bungkil kelapa, CaCO 3, molases, bungkil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda 23 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang kandungan gula pereduksi dan total asam pada silase complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci