BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan yaitu suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya hak-hak dasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan yaitu suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya hak-hak dasar"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yaitu suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya hak-hak dasar seperti kebutuhan dasar akan sandang, pangan, dan papan. Selain itu kemungkinan juga bisa diartikan sebagai rendahnya akses daalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup antara lain ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal. Saat ini, kemiskinan menjadi perhatian yang sangat besar dan pemecahan masalahnya menjadi agenda utama dalam pembangunan di Indonesia. Kemiskinan dapat diakibatkan oleh kondisi nasional negara dan situasi global. Kemiskinan sekarang masih menjadi masalah global dan nasional, hal ini mengandung pengertian kemiskinan tidak saja masalah pokok di negara dunia ketiga, tetapi juga masih menjadi persoalan di Negara-negara maju. Hampir disemua negara berkembang 10, 20 atau paling banyak 30 persen penduduk dapat menikmati hasil pembangunan, sisanya mayoritas penduduk masih dibawah garis kemiskinan Dollan (2010). Garis kemiskinan ini nampak jelas dalam kehidupan masyarakat desa, realitas kemiskinan sampai saat ini masih terlihat nampak pada kehidupan masyarakat yang bermata pencarian di sektor pertanian. Dilihat dari data survey tren penduduk miskin di dunia dengan menurunnya jumlah penduduk dengan kategori sangat miskin di seluruh dunia hingga sebanyak 375 juta jiwa. Selain itu ternyata hasil survey yang menunjukkan 1

2 berkurangnya penduduk miskin ini hanya terjadi di sebagian wilayah Asia Selatan, Asia Timur dan Asia-Pasifik. Data sebaliknya justru terjadi di wilayah Afrika yang mana data dari tahun 1981 sampai 2001 menunjukkan jumlah orang miskin disana justru meningkat dari yang sebelumnya 41,6% menjadi 46,9%. Hal ini menunjukkan bahwa memang tidak semua negara berkembang mengalami pertumbuhan yang merata di era globalisasi ini. Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi masalah nasional akan tetapi menjadi masalah global yang terjadi diberbagai negara dibelahan dunia. Masalah kemiskinan juga terjadi di Negara berkembang khususnya terjadi di Indonesia, jumlah penduduk miskin di Indonesia bisa dilihat dari tren yang ada, jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 1996 adalah sebesar 34 juta atau sekitar 17,5 persen penduduk di Indonesia tercatat sebagai penduduk miskin. Bahkan pada 1998 jumlahnya meningkat pesat menjadi 49,5 juta atau 24 persen, yang merupakan dampak dari krisis. Tren jumlah penduduk miskin mulai turun dan jumlahnya terus menurun sampai pada tahun Kemiskinan kembali meningkat pada tahun 2006 dari 35,1 juta (16 persen) menjadi 39,3 juta jiwa (17,8 persen). Tingkat kemiskinan di Indonesia akhirnya menunjukkan tren yang mulai turun setelah tahun 2006 sebesar 37,2 juta, Pada tahun 2007 sebesar 35 juta, dan pada tahun 2008 sebesar 32,5 juta pada tahun 2009 sebanyak 31 juta, pada tahun 2010 sebesar 30 juta, pada tahun 2011 sebesar 28,7 juta dan pada tahun 2012 sebesar 28,07 juta dan terakhir pada tahun 2013 sebesar 28,6 juta. 2

3 Grafik 1.1. Tren Penduduk Miskin di Indonesia. Tahun Jika dilihat dari tren diatas maka jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia terus mengalami penurunan, walaupun mengalami penurunan setiap tahun tetapi kenyataanya sekarang masalah kemiskinan belum bisa diatasi dan masih menjadi masalah nasional. Tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia terjadi di wilayah perkotaan dan daerah pedesaan. Kemiskinan yang terjadi di daerah pedesaan diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu (1).Karena kepemilikan lahan yang rendah, (2).Mata pencarian masyarakat pedesaan hanya di sektor pertanian dan (3).Akses yang terbatas. Sahdan (2005). Sedangkan untuk wilayah perkotaan kemiskinan terjadi karena jumlah penduduk yang tinggi dan lapangan pekerjaan yang rendah. Kemiskinan petani bukan semata-mata karena SDM rendah atau kemalasan. Demikian halnya bukan disebabkan teknologi yang kurang memadai serta akses sarana input dan akses pasar yang kurang memadai. Akan tetapi, faktor utamanya adalah luas lahan garapan petani yang tidak mencapai ukuran ekonomi 3

4 sehingga dengan inovasi dan effort apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Berdasarkan data BPS luas rata-rata kepemilikan lahan sawah hanya 0,05 ha per rumah tangga petani, tentunya keterbatasan lahan inilah menjadi faktor penghasilan petani rendah sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Petani dapat dikatakan sejahtera atau keluar dari kemiskinan atau dengan kata lain pendapatan mereka setara atau diatas Garis Batas Kemiskinan menurut BPS, maka luas lahan yang dibutuhkan per rumahtangga petani minimal seluas 0,65 hektar BPS (2013). Kemiskinan pada rumahtangga petani dapat menimbulkan masalah makro ekonomi yang serius. Kelangkaan komoditas primer pertanian dapat mendorong perekonomian untuk mengimpor kekurangan pasokan domestik, baik untuk kepentingan produksi sektor manufaktur, maupun untuk ketahanan pangan. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi kemiskinan di pedesaan yang hampir semua penduduknya adalah petani yang memiliki penghasilan rendah dan kepemilikan lahan yang rendah membuat mereka berada dalam kondisi kemiskinan. Di wilayah Makarti Jaya terdiri dari 12 desa dengan ibu kota kecamatan terletak di Kelurahan Makarti Jaya. Jumlah penduduk Kecamatan Makarti Jaya sebanyak 32,819 jiwa, dengan tingkat kepadatan rata-rata 66,23 jiwa/km2. Penduduk terpadat terletak pada desa-desa yang merupakan daerah eks transmigrasi seperti Kelurahan Makarti Jaya, Tirta Kencana dan Tirta Mulya. Menurut klasifikasi pedesaan atau perkotaan (rural atau urban) semua desa atau 4

5 kelurahan di Kecamatan Makarti Jaya termasuk dalam kategori perdesaan. Keadaan topografi wilayah Kecamatan Makarti Jaya sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dan berada di aliran sungai. Tipologi lahannya adalah lahan gambut yang mengalami pelapukan dan di samping itu ada sebagian tanah mineral yeng terbentuk dari hasil endapan air sungai dari pasang air laut. Kecamatan Makartijaya beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun yaitu berkisar 1,000-2,000 mm per tahun setiap bulan dengan variasi cukup merata di setiap bulan. Vegetasi yang tumbuh di wilayah Kecamatan Makarti Jaya sangat beragam berbagai tanaman pertanian seperti padi dan palawija serta tanaman perkebunan seperti kelapa tumbuh subur didaerah ini. Hasil pertanian padi di Kecamatan Makarti Jaya sangat tinggi sebesar 66,259 ton per tahun dan untuk perkebunan kelapa 552 ton per tahun penyumbang terbesar untuk Kabupaten Banyuasin akan tetapi jika dilihat dari kondisi masyarakat masih banyak penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan terjadi di Kecamatan Makarti Jaya yaitu disebabkan karena hasil pertanian yang di hasilkan oleh kepala rumah tangga petani sulit untuk di distribukan ke kota disebabkan karena jarak untuk keperkotaan sangat jauh dan bisa ditempuh dalam waktu 2-3 jam dengan jalur perairan mengunakan alat transportasi berupa Speed boad, untuk transpotasi speed itu tidak setiap jam ada Speed Boad bisa digunakan di waktu pagi saja, untuk pendistribusian hasil pertanian juga membutuhkan biaya yang sangat mahal sehingga bagi petani yang miskin tidak mampu untuk mendistribusikan hasil pertanian, seperti hasil pertanian padi hanya disimpan 5

6 untuk kebutuhan sehari-hari, walaupun dijual dengan pengepul dengan harga yang sangat murah sehingga keadaan seperti ini membuat masyarakat di daerah Makarti Jaya berada dalam lingkaran kemiskinan. Masalah kemiskinan di Kecamatan Makarti Jaya meningkat setiap tahunnya dari data penduduk miskin di daerah Kecamatan Makartijaya Kabupaten Banyuasin yaitu jumlah penduduk petani miskin sebanyak 1,722 KK pada tahun 2012, pada tahun ,701 KK, pada 2014 sebanyak 1,746 dan 1,861 KK pada Setiap tahunnya mengalami peningkatan sehingga masalah kemiskinan petani sangat penting untuk di teliti. Dari persoalan diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui tingginya kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Makarti Jaya. Pada Tabel 1.5. data penduduk miskin perdesa di kecamatan Makarti Jaya tahun 2015 dibawah ini. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Miskin Di Kecamatan Makarti Jaya Tahun No Nama Desa KK miskin 1. Kelurahan Makartijaya Pendowo Tirta kencana Delta Upang Pangestu 87 6 Purwosari Upang Makmur Upang Mulia 58 9 Sungai Semut Muara Baru Tanjung baru Tanjung mas 91 Jumlah Sumber : PPLS (Pengelolaan Pendataan Perlindungan Sosial) Tahun

7 Berdasarkan data diatas bisa kita lihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Makarti Jaya ini berjumlah sebesar 1,861 Kepala keluarga miskin, tingginya angka kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Makarti Jaya ini di akibatkan karena jumlah penduduk yang tinggi, kondisi alam dan akses terbatas menjadi salah satu penyebab kemiskinan di daerah ini serta mata pencarian mereka hanya di sektor pertanian saja. Dengan permasalahan tingkat kemiskinan yang tinggi di Kecamatan ini peneliti tertarik untuk mengkaji tingkat kemiskinan rumah tangga petani di Kecamatan Makarti Jaya dan melihat perbedaan kemiskinan rumah tangga petani di wilayah Kota (Urban) dan Desa (Rural) di Kecamatan Makarti Jaya ini. Maka di tentukan judul penelitian Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Rumusan Masalah Permasalahan yang ada di Kecamatan Makarti Jaya adalah tingginya angka kemiskinan rumah tangga petani miskin dilihat dari tingginya angka kemiskinan sebanyak KK pada 2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Permasalah kemiskinan terjadi karena beberapa faktor yaitu faktor akses jalan yang terbatas untuk pendistribusian hasil pertanian serta biaya pendistribusian yang mahal serta harga jual hasil pertanian yang murah membuat banyaknya penduduk miskin di Kecamatan Makarti Jaya. Permasalahan yang ada di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti kemiskinan rumahtangga petani di Kecamatan Makarti Jaya. 7

8 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Mengapa terjadi kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan? 2. Apakah ada perbedaan kemiskinan rumah tangga menurut lokasi desa (rural ) dan kota (urban)? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui mengapa terjadi kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. 2. Untuk mengetahui perbedaan kemiskinan rumah tangga menurut lokasi desa (rural ) dan kota (urban) Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bisa bermanfaat sebagai salah satu referensi/acuan terkait dengan masalah kemiskinan perdesaan dan pengelolaan sumberdaya manusia. 2. Manfaat bagi pemerintah daerah 8

9 Penelitin ini juga di harapkan dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi implementasi program pengembangan wilayah perdesaan di Indonesia dalam penciptaan pembangunan yang berkelanjutan dengan melihat masalah dan kondisi penduduk didalamnya 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan kemiskinan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Berikut adalah uraian tentang hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dan berkaitan dengan penelitian ini 1. Basri Laode (2005) profil kemiskinan rumah tangga dan penanggulangan kemiskinan di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara hasil dari penelitiannya yaitu profil kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara dicirikan oleh tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengeluaran rata-rata per kapita per bulan yang rendah, jumlah anggota rumah tangga yang menjadi beban tanggungan responden cukup besar, mata pencaharian yang tidak memadai dan kesehatan yang rendah 2. Ermasari (2009) Dinamika Kemiskinan di Jawa-Madura Menurut Kabupaten/Kota Tahun Hasil penelitianya adalah Bahwa mayoritas kabupaten di Jawa Madura pada periode memiliki angka kemiskinan yang berfluktuasi naik turun terutama di wilayah Jawa 9

10 bagian tengah dan timur hal ini menandakan bahwa pada periode Kondisi kemiskinan di jawa madura mengalami perbaikan. 3. Sinaga ( 2010) memetakan kemiskinan di Kota Batam pada periode tahun dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Kesimpulan penelitiannya adalah pemerintah Kota Batam mengalami kesulitan dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, yang meliputi dalam hal distribusi, monitoring, dan evaluasi program bantuan. Permasalahan ini terjadi karena belum adanya pendataan khusus mengenai siapa yang miskin dan di daerah mana penduduk miskin mengelompok secara spesifik. Terdapat 4 kecamatan di Kota Batam yang belum tersentuh sama sekali oleh program penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, sistem informasi geografis akan sangat membantu pemerintah kota Batam dalam memetakan penduduk secara demografi khusunya persebaran penduduk miskin dan rumah tangga miskin sampai pada lokasi yang spesifik. 4. Magdalena ( 2011) melakukan penelitian menggunakan aplikasi AdePT untuk melihat profil kemiskinan di Kota Dumai hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemiskinan di Kota Dumai terkonsentrasi di wilayah perkota, dan tingginya jumlah penduduk miskin berkorelasi positif terhadap tingkat kesenjangan kemiskinan, tingkat keparahan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan pada wilayah tersebut. Sebagian besar kemiskinan terjadi karena disebabkan oleh banyaknya penduduk usia 10

11 prodiktif yang tidak bekerja. Kemiskinan bila dihubungkan dengan tingkat inflasi, respon terhadap inflasi lebih tinggi terjadi pada kemiskinan di perkotaan di bandingkan kemiskinan di perdesaan. 5. Hasil penelitian oleh Annim et al.,(2012) menjelaskan bahwa ketimpangan yang terjadi di level kabupaten berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga dan berkontribusi relatif besar terhadap meningkatnya ketimpangan di tingkat nasional (Ghana) antara tahun Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah harus memperhatikan pola dan kecenderungan ketimpangan yang terjadi pada level kabupaten dan nasional. Tujuanya adalah agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam upaya mengurangi kemiskinan. 6. Penelitian mengenai analisis tingkat kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo yang dilakukan oleh Puspitasari (2012), ketimpangan kemiskinan antar kecamatan di Kabupaten Kulon Progo cenderung menurun. Selain itu, hasil analisi regresi menunjukkan bahwa dana PNPM mandiri, belanja kebutuhan dasar, belanja publik infrastruktur, dan PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. 7. Zaman dan Khilji (2012) menyimpulkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi, dan ketimpangan terhadap kemiskinan adalah meningkatnya pendapatan sebesar 1 persen akan mengurangi kemiskinan sebesar 0,162 persen di pedesaan, 0,256 persen di perkotaan, dan 0,471 persen secara nasional. Pemerintah harus lebih berfokus pada laju pertumbunhan yang 11

12 efektif dan pro-poor serta kebijakan penanggulangan kemiskinan yang di lakukan harus dilaksanakan bersama-sama dengan distribusi pendapatan yang semakin merata. 8. Adebayo, Oyefunke Olayemi (2013) melakukan penelitian tentang kondisi kemiskinan di wilayah Ireole, Nergeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil kemiskinan di wilayah tersebut adalah sebagai berikut : indeks kemiskinan head count P0 adalah sebesar 36,36 persen dari responden berada dibawah garis kemiskinan, indeks P1 (poverty gap index) menunjukkan angka 0,072 dan indeks P2 adalah sebesar 2, Backiny Yetna, prosepere et al. (2013) melakukan identifikasi profil kemiskinan di Liberia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 63,8 persen dari populasi penduduk berada di bawah garis kemiskinan dengan komposisi tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan lebih tinggi di bandingkan dengan kemiskinan di wilayah perkotaan. Rumah tangga yang memiliki kepala rumah tangga atau pasangan yang berpendidikan cenderung tidak termasuk dalam kelompok miskin, sedangkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga tidak berpengaruh terhadap konsumsi dan terhadap tingkat kemiskinan, semakin besar jumlah jiwa dalam rumah tangga cenderung menjadi miskin. 12

13 Tabel 1.2 Keaslian Penelitian Terdahulu. No Judul,Tahun Peneliti 1 Profil kemiskinan rumah tangga dan penanggulangan kemiskinan di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Basri, Laode (2005) 2 Dinamika Kemiskinan Di Jawa-Madura Menurut Kabupaten/Kota Tahun Ermasari (2009) Tujuan Untuk mengindentifikasi kondisi profil rumah tangga msikin di Kecamatan Pargi Kabupaten Muna provinsi Sulawesi tenggara. Mengkaji dinamika kemiskinan di Jawa Madura menurut kabupaten/kota tahun yang meliputi variasi dan perkembangan kemiskninan Teknik Analisis data wawancara mendalam dan kuesioner wawancara mendalam dan kuesioner Hasil Penelitian Profil kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Parigi kabupaten Muna Provinsi Sulawesi tenggara dicirikan oleh tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengeluaran rata-rata per kapita per bulan yang rendah,jumlah anggota rumah tangga yang menjadi beban tanggungan responden cukup besar,mata pencaharian yang tidak memadai dan kesehatan yang rendah. Bahwa mayoritas kabupaten di Jawa Madura pada periode memiliki angka kemiskinan yang berfluktuasi naik turun terutama di wilayah jawa bagian tengah dan timur hal ini menandakan bahwa pada periode Kondisi kemiskinan di jawa madura mengalami perbaikan. 3 Penduduk miskin kota yang berdaya Di daerah istimewa Yogyakarta. Umi Listyaningsih (2010) 1. Untuk mengetahui penduduk miskin di Yogyakarta. wawancara mendalam dan kuesioner Hasil penelitian menunjukkan beberapa keluarga miskin bukan penduduk kelahiran Kota Yogyakarta. Keberadaan mereka di wilayah Kota Yogyakarta ini merupakan respons mereka terhadap status wilayah kota ini sebagai pusat pendidikan yang memiliki peluang sektor jasa yang cukup menjanjikan. 4 Analisis Profil kemiskinan di daerah Irewole Nigeria Adebayo ( Menganalisis Profil kemiskinan di daerah Irewole Nigeria Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT) Profil kemiskinan di daerah Irewole Nigeria menunjukan hasil 36,36 persen dari jumlah responden berada di bawah garis kemiskina, indeks kedalaman kemiskinan adalah sebesar 0,072 dan indeks keparahan kemiskinan adalah sebesar 2,79. 13

14 Tabel 1.2. lanjutan No Judul,Tahun Peneliti 5 Analisis Tingkat Kemiskinan di Provinsi Banten Tahun 2009 Amrullah (2013) Tujuan Mengetahui Provinsi kemiskinan keluarga di Provinsi Banten lebih banyak terjadi di perkotaan dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Teknik Analisis data Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT) Hasil Penelitian Profil kemiskinan keluarga di Provinsi Banten lebih banyak terjadi di perkotaan dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Kondisi kemiskinan di Provinsi Banten terkait dengan posisinya sebagai daerah satelit Jakarta. 6 Analisis tingkat Kemiskinan di provinsi Nusa Tenggara Barat Abdul Mufid (2014) 7 Perspektif spasial penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bantul Yogyakarta Umi Listyaningsih (2015) 1.Mengidentifikasi dan menganalisis Profil kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 1. Mengetahui tingkat kemiskinan dan faktor yang menyebabkan kemiskinan menurut kondisi geografi daerah penelitian yaitu tofografi datar dan bergelombang. Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT) Wawancara terstruktur dan kajian kualitatif Tingkat kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat menurun sebesar 0,9 persen dari semula 18,7 persen pada tahun 2007 menjadi 17,8 persen pada tahun 2012 yg diukur mengunakan Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT) Tingkat kemiskinan keluarga di kedua dusun ini tidak menunjukkan perbedaan,namun demikian jika dilihat dari kondisi tempat tinggal menunjukkan perbedaan yang cukup nyata. Dari keaslian penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa ada perbedaan dan kesamaan diantara penelitian tersebut yaitu terkait dengan tujuan penelitian, lokasi penelitian, metode penelitian dan teknik analisis data. Persamaanya terletak pada penelitian mengenai kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemiskinan rumah tangga petani di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini menggunakan data primer analisisnya mengunakan kuantitatif dan kualitatif dan analisis data nya mengunakan analisis frekuensi dan tabulasi silang dan uji T-test. 14

KEMISKINAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN MAKARTI JAYA KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEMISKINAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN MAKARTI JAYA KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN MAKARTI JAYA KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Mita Baiti 1,M. Baiquni 2, Umi Listyaningsih 3 1,2,3 Program Studi Kependudukan Sekolah Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu terjadi dalam proses pembangunan di negara berkembang. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman karet merupakan salah satu komoditi yang menduduki posisi cukup penting sebagai devisa non-migas dan menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, sehingga memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. No. 32/07/14/Th. XVIII, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2017 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan kemiskinan (United Nations Millenium Declaration (2000) seperti dikutip dalam Todaro

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis karena letak geografisnya diantara 6 o LU 11 o LS dan 95 o BT 141 o BT. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

KEMISKINAN DI KAWASAN PINGGIRAN HUTAN : Studi Kasus di Kawasan Pinggiran Hutan Pakuncen Banyumas ABSTRAK

KEMISKINAN DI KAWASAN PINGGIRAN HUTAN : Studi Kasus di Kawasan Pinggiran Hutan Pakuncen Banyumas ABSTRAK 7 KEMISKINAN DI KAWASAN PINGGIRAN HUTAN : Studi Kasus di Kawasan Pinggiran Hutan Pakuncen Banyumas Watemin dan Sulistyani Budiningsih Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebahagian besar mata pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga pertanian merupakan

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN...I.

BAB I PENDAHULUAN...I. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... I. 1 1.1 Latar Belakang... I. 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I. 9 1.3 Hubungan RKPD dan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2013 No. 39/07/15/Th.VII, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2013 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jambi pada bulan Maret 2013 sebesar 266,15

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beras sebagai salah satu bahan pangan pokok memiliki nilai strategis dan mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial politik.

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat Indonesia merupakan suatu cita-cita dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila dapat menyelesaikan masalah-masalah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/11/33.08/Th.I, 08 November 2016 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 2015 MENCAPAI 13,07 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN 05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/10/1204/Th. XIX, 12 Oktober 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah sektor yang mempunyai peranan penting dalam memproduksi pangan demi memenuhi kebutuhan manusia untuk melangsungkan hidupnya. Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v vii viii x I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 6 1.3.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 02/06/3505/Th.I, 13 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah ditemukan dimanamana. Fakta kemiskinan baik menyangkut individu maupun masyarakat akan mudah dilihat,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan juga hasil hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai unit kelompok terkecil dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan cukup sentral dan penting dalam pembentukan struktural sosial kemasyarakatan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai. 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1. Keadaan Geografis 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Sungai Jalau merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Kampar Utara, Kecamatan Kampar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional senantiasa dilakukan untuk mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional senantiasa dilakukan untuk mencapai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional senantiasa dilakukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih tetap diperlukan untuk menggerakkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kemiskinan perdesaan telah menjadi isu utama dari sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi masalah bagi setiap negara, terutama negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pembangunan dikatakan berhasil jika terjadi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci