: Chanie W. S. Siregar Tempat & Tangal Lahir : Palangkaraya, 01 Juni 1990 NIM :
|
|
- Suryadi Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Nama : Chanie W. S. Siregar Tempat & Tangal Lahir : Palangkaraya, 01 Juni 1990 NIM : Program Studi : Psikologi Jenjang : S1 Nama : Febri Zulhenda Tempat & Tangal Lahir : Bukittinggi, 23 Februari 1991 NIM : Program Studi : Psikologi Jenjang : S1
2 ABSTRAK Universitas Paramadina Program Studi Psikologi 2013 Chanie W. S. Siregar / Febri Zulhenda / Peran Faktor-faktor Protektif Eksternal dalam Pembentukan Resiliensi Siswa Boarding School 9 halaman Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran faktor-faktor protektif eksternal dalam membentuk resiliensi siswa boarding school. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian dan beberapa sumber, diketahui bahwa faktor protektif eksternal memiliki peran dalam membentuk resiliensi individu. Faktor protektif eksternal yang paling berperan dalam membentuk resiliensi siswa boarding school adalah faktor protektif orangtua (keluarga), sekolah, dan teman sebaya. Sementara itu, faktor protektif masyarakat kurang memiliki peran dalam membentuk resiliensi siswa boarding school. Kata Kunci: Siswa, siswa boarding school, faktor protektif eksternal, faktor protektif keluarga, faktor protektif sekolah, faktor protektif teman sebaya, faktor protektif masyarakat, sekolah asrama. Daftar Pustaka : 10, 1995 s.d
3 ABSTRACT Paramadina University Psychology Major 2013 Chanie W. S. Siregar / Febri Zulhenda / The Influential of External Protective Factors in Developing Boarding School Students Resilience 9 pages This research is aimed to find out the roles of the external protective factors towards the development of resilience of boarding school s students. The research method used here is literature study. After observing some other studies and some literatures, the researcher conclude that the external protective factors have important role in developing some one s resilience. The most influential factor in developing boarding school student s resilience is parents (home) protective factors, school and peer. Meanwhile, community protective factor doesn t have any significant factor. Keyword: Students, students resilience, external protective factors, home protective factor, school protective factor, peers protective factor, community protective factor, boarding school Source : 10, 1995 until
4 Judul : Peran Faktor-faktor Protektif Eksternal dalam Pembentukan Resiliensi Siswa Boarding School Nama Penulis : Chanie W. S. Siregar dan Febri Zulhenda Pendahuluan Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hakikat dari konsep pendidikan adalah membentuk pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Proses pembentukan meliputi aspek sikap, intelektual dan keterampilan. Seiring dengan perkembangan sistem pendidikan serta lingkungan sosial, di Indonesia mulai banyak terdapat sekolah yang menerapkan pola boarding school atau sekolah asrama. Boarding school merupakan sistem pendidikan asrama, dimana para peserta didik, guru-guru, pengasuh, dan pengelola sekolah tinggal di dalam satu lingkungan yang sama. Boarding school melakukan penggabungan metoda pesantren dan sekolah umum. Hal ini berdasarkan penjelasan oleh Sutrisno (2008): Ketika dipertengahan tahun 1990-an masyarakat Indonesia mulai gelisah dengan kondisi kualitas generasi bangsa yang cenderung terdikotomi secara ekstrim yang pesantren terlalu keagama dan yang sekolah umum terlalu keduniawian ada upaya untuk mengawinkan pendidikan umum dan pesantren dengan melahirkan term baru yang disebut boarding school atau internat yang bertujuan untuk melaksanakan pendidikan yang lebih komprehensif-holistik, ilmu dunia (umum) dapat capai dan ilmu agama juga dikuasai (disadur dari pada 2 Juli 2013). Pola pendidikan yang diterapkan oleh boarding school pada umumnya merupakan pembinaan disiplin yang tinggi serta terkadang cenderung keras. Sebagai contoh, salah satu boarding school yang ada di Indonesia adalah SMA Taruna Nusantara Magelang. Berdasarkan referensi yang didapatkan dari buku SMA Taruna Nusantara Sekolah Terbaik Di Indonesia (Komite Sekolah SMA TN, 2009), di sekolah tersebut, segala bentuk tingkah dan laku akan terikat pada peraturan siswa yang diterapkan sedemikian rupa. Bagi beberapa siswa, mereka harus berusaha keras untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Bukan hanya karena para 3
5 siswa tersebut harus terpisah dengan lingkungan yang selama ini relatif nyaman bagi mereka, yaitu seperti berada di tengah-tengah keluarga, teman dekat, dan sebagainya. Selain itu mereka juga harus mandiri mulai dari hal-hal yang kecil seperti membereskan tempat tidur, mencuci dan menyetrika sampai dengan menjaga agar sepatu mereka tetap bersih dan bersinar selama belajar. Hal-hal seperti ini bukanlah merupakan hal yang mudah, terutama bagi para siswa yang berasal dari kota besar dan sebelumnya telah terbiasa hidup dengan fasilitas yang serba ada dari orang tuanya. Banyaknya aturan dan ketentuan yang harus mereka patuhi mungkin membuat mereka merasa terpenjarakan oleh dunia luar. Hal tersebut seringkali membuat beberapa siswa yang tidak terbiasa sebelumnya kurang dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan yang baru pada masa awal pendidikan. Kondisi itu pula yang dapat menyebabkan tidak sedikit siswa yang berkeinginan untuk keluar dari pendidikan yang baru saja ditempuh. Meski demikian, seiring berjalannya waktu para siswa secara perlahan-lahan mampu mengatasi masalah dan tantangan yang muncul selama tahap awal pendidikan. Siswa mulai mampu merasakan ketenangan menjalani proses akademik dan bisa beradaptasi dengan lingkungan. Kesanggupan para siswa beradaptasi secara positif dalam kondisi adanya hambatan ini menunjukkan adanya resiliensi. Kalil (2003) menyebutkan, resiliensi adalah sebuah proses dinamis yang mengarah pada adaptasi positif dalam menghadapi situasi yang sulit. Orang yang dikatakan resilien dapat mengatasi dan beradaptasi secara efektif terhadap tekanan dan tantangan yang dihadapi serta belajar dari pengalamannya agar dapat mengelola sebuah situasi secara efektif dan mampu mengatasi tekanan dan tantangan di masa yang akan datang. Constantine dan Benard (2001) menjelaskan dua faktor dalam resiliensi, yakni faktor protektif (protective factors) dan faktor resiko (risk factors). Faktor protektif merupakan faktor yang bersifat menunda, meminimalisir bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif. Sementara itu, Alimi (2005) mengatakan, faktor resiko adalah variabel- variabel yang secara langsung bisa memperbesar dosis potensi resiko bagi individu dan sekaligus meningkatkan kemungkinan berkembangnya perilaku dan gaya hidup yang mal-adaptif. Constantine dan Benard (2007) membagi faktor-faktor protektif menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Faktor-faktor protektif internal adalah traits yang pasti dimiliki oleh individu resilien, sedangkan faktor-faktor protektif eksternal berasal dari 4
6 lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan bermasyarakat, dan lingkungan teman sebaya. Benard (2004, dalam Williams 2011) mengemukakan dalam kaitannya dengan keluarga, beberapa faktor protektif berhubungan dengan adanya hubungan dengan setidaknya satu sosok orang dewasa yang kuat dan suportif, bimbingan orang tua dan penegakan aturan dalam rumah tangga, dan adanya ekspektasi yang tinggi, penuh makna namun tetap realistis. Selanjutnya, Benard juga menjelaskan dalam kaitannya dengan sekolah, guru-guru yang suportif, kurikulum yang sesuai, dan kesempatan untuk melakukan partisipasi sosial dianggap bisa mengurangi resiko-resiko tertentu. Hal tersebut juga berlaku untuk lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat. Lebih lanjut Benard menjelaskan, bahwa di dalam faktor protektif eksternal tersebut, terdapat masing-masing dimensi di dalamnya yang turut mendukung terbentuknya resiliensi individu, yaitu hubungan yang saling peduli satu sama lain (caring relationship), harapan yang tinggi (high expectations), dan partisipasi yang bermakna (meaningful participation). Hubungan yang saling peduli satu sama lain (caring relationship) diartikan sebagai hubungan yang saling mendukung dalam kehidupan individu. Hubungan semacam ini menyatakan bahwa individu akan memiliki seseorang yang selalu ada untuknya. Seseorang itu dapat orang dewasa ataupun teman sebaya yang dapat sangat memahami tentang diri individu tersebut. Selain itu, mereka juga akan selalu siap untuk mendengarkan maupun diajak berbicara. Harapan yang tinggi (high expectations) didefinisikan sebagai komunikasi yang konsisten. Maksudnya adalah harapan yang tinggi dapat menciptakan rasa aman dan penuh kepastian. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kebebasan dan pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan otonomi, identitas, dan kontrol diri. Partisipasi yang bermakna (meaningful participation) diartikan sebagai keterlibatan individu dalam kegiatan yang sesuai, menarik, menyenangkan, namun sekaligus memberikan kesempatan agar mereka bisa bertanggung jawab dan memberikan kontribusi. Dari keempat faktor protektif eksternal di atas, Octyavera, dkk. (tt) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas kehidupan sekolah dengan penyesuaian sosial siswa SMA International Islamic Boarding School. Semakin baik kualitas kehidupan sekolah maka akan semakin tinggi kemampuan penyesuaian sosial. Dalam pelitiannya tidak dijelaskan secara ekspilisit 5
7 adanya peran faktor protektif terhadap resiliensi siswa, namun dikatakan bahwa teman sebaya berperan dalam menekan fenomena siswa sekolah asrama yang merasa terasing, tertekan dan tidak puas dengan sekolahnya. Sementara itu, Maslihah (2011) menjelaskan terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi akademik, dimana semakin besar dukungan sosial orang tua yang dipersepsi siswa, semakin baik prestasi akademik siswa. Penelitian yang dilakukan di SMPIT Assyfa Boarding School tersebut menunjukkan bahwa peran dukungan orangtua tidak semata-mata hanya dibutuhkan dalam bentuk emotional support, melainkan juga instrumental support. Artinya, dukungan orangtua tidak hanya dibutuhkan sebatas dalam bentuk kasih sayang, namun juga hadir dalam kesulitan yang berkaitan dengan pendidikan. Kesimpulan dari penelitian ini juga tidak secara langsung menjelaskan pengaruh faktor protektif terhadap resiliensi siswa boarding school. Meski demikian, dapat terlihat bahwa faktor orangtua berperan dalam meminimalisir kesulitan siswa boarding school. Hal di atas tersebut sejalan dengan yang telah diungkapkan oleh Williams (2011) bahwa faktor utama penentu keberhasilan seseorang dalam menangkal dampak negatif lingkungan adalah adanya faktor-faktor protektif. Artinya, faktor protektif memberikan peran dalam membentuk resiliensi individu. Berdasarkan semua uraian yang telah dipaparkan di atas tersebut, maka dalam penulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor protektif eksternal yang berperan dalam membentuk resiliensi siswa boarding school. Pembahasan Resiliensi adalah sebuah proses dinamis yang mengarah pada adaptasi positif dalam menghadapi situasi yang sulit (Kalil, 2003). Terdapat dua substansi dalam definisi tersebut, yakni adaptasi positif dan situasi sulit. Merujuk pada Williams (2011) bahwa faktor utama penentu keberhasilan seseorang dalam menangkal dampak negatif lingkungan adalah adanya faktor-faktor protektif. Artinya, faktor protektif memberikan peran dalam membentuk resiliensi individu. Berhasilnya adaptasi dengan baik terhadap suatu permasalahan mengindikasikan kuatnya pengaruh faktor protektif yang dimiliki. Setiap individu unik dengan kondisi, karakter, dan kebiasaan hidup yang berlainan. Hal tersebut akan membuat faktor-faktor protektif eksternal mana yang berperan dalam membentuk resiliensi masing-masing individu pun berbeda. Dalam 6
8 kontekts pendidikan dengan sistem boarding school misalnya, pola kehidupan yang serba disiplin dan kegiatan yang begitu pada pun akan menjadi sebuah tantangan sendiri bagi masing-masing individu. Ketatnya penegakan disiplin yang terkadang cenderung keras tak bisa dipungkiri dapat menjadi permasalahan, seperti halnya para siswa boarding school. Agar penegakan disiplin tersebut tidak berbalik memberikan dampak negatif bagi para siswa, maka diperlukan faktor-faktor protektif eksternal di dalamnya untuk membentuk resiliensi siswa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Constantine dan Benard (2007) membagi faktor-faktor protektif eksternal menjadi beberapa kategori, yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan bermasyarakat, dan lingkungan teman sebaya. Dua penelitian yang pernah dilakukan pada dua boarding school yang berbeda, seperti yang dipaparkan dalam pendahuluan memberikan dua penjelasan. Pertama, adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas kehidupan sekolah dengan penyesuaian sosial siswa boarding school. Kedua, terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi akademik, dimana semakin besar dukungan sosial orang tua, semakin baik prestasi akademik siswa. Meski tidak menggambarkan secara langsung, namun kesimpulan tersebut cukup merepresentasikan peran orangtua serta teman sebaya sebagai faktor protektif eksternal yang berperan dalam membentuk resiliensi siswa. Kuatnya penerapan disiplin dan ketatnya kehidupan di boarding school telah dijelaskan sebelumnya sebagai salah satu bentuk kesulitan yang mungkin dialami pada masa awal penyesuaian siswa. Keberhasilan siswa dalam melakukan penyesuaian dengan pola yang ditentukan dapat dikatakan ada kaitannya dengan resiliensi. Maslihah (2011) mengatakan bahwa orangtua signifikan berperan dalam penyesuaian siswa. Orangtua berperan dalam menghadirkan dukungan sosial dalam aspek instrumental support, dimana salah satunya dibuktikan dengan kehadiran peran orangtua ketika siswa berada dalam kesulitan akademik. Selain itu, orangtua juga menghadirkan fungsi emotional support yang diimplementasikan dengan apresiasi dan kasih sayang. Jika dikaitakan dengan teori Constantine dan Benard (2007) yang telah dipaparkan pada bab pendahuluan, maka hal tersebut memiliki kesamaan dengan adanya caring relationship dari lingkungan keluarga. Selanjutnya, teman sebaya adalah figur yang berpengaruh dalam perkembangan remaja. Hurlock (1995) mengatakan, individu dengan teman yang sesuai taraf perkembangan dan usianya cenderung melakukan penyesuaian sosial yang baik 7
9 karena memiliki peluang yang sama untuk mempelajari berbagai keterampilan sosial. Octyavera,dkk. (tt) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya ditemukan kemampuan siswa-siswi boarding school bertahan dengan sekolah yang serba disiplin, teratur dan mengikat adalah karena adanya peran teman. Jalinan persahabatan yang harmonis dengan teman yang menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan yang membuat siswa-siswa tersebut mampu bertahan dan saling mendukung satu sama lain. Perilaku saling mendukung dan saling menguatkan diri atas nama persahabatan dilakukan agar setiap beban yang diterima oleh para siswa dapat dibagi dan ditanggung oleh temanteman yang lain. Hal tersebut ada kaitannya dengan caring relationship dan meaningful participation yang berasal dari lingkungan teman sebaya. Kemudian, faktor berikutnya yang berperan adalah faktor protektif lingkungan sekolah. Dalam sekolah, guru adalah figur yang tidak dapat dipisahkan dari para siswa. Oleh karena itu pola asuh yang diberikan oleh guru tentu akan berdampak pada pembentukan sikap dan perilaku siswa yang nantinya akan membentuk siswa menjadi individu yang resilien. Guru juga memberikan pengaruh yang cukup besar, karena selain memegang peranan dalam membimbing dan mengarahkan, guru juga merupakan orang terdekat yang selalu ada pada siswa boarding school. Faktor terakhir yang berperan dalam membentuk resiliensi siswa boarding school berasal dari lingkungan masyarakat, namun kurang memiliki peran dalam membentuk resiliensi siswa boarding school. Hal ini disebabkan karena lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang paling jarang berinteraksi dengan para siswa boarding school. Dengan adanya sistem pendidikan asrama, maka secara tidak langsung kehidupan para siswa tersebut lebih banyak dihabiskan dalam lingkungan sekolah saja. Hal tersebut yang menyebabkan faktor protektif masyarakat tidak terlalu memiliki peran dalam membentuk resiliensi siswa boarding school. Kesimpulan Boarding school memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan sekolah biasa pada umumnya. Pola pengajaran yang diterapkan pada boarding school biasanya memiliki disiplin yang kuat dan kegiatan belajar yang padat. Hal ini akan terasa berat bagi beberapa siswa yang tidak terbiasa dengan kondisi tersebut. Oleh karena itu, ada siswa yang tidak mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi tersebut. Akan tetapi ada pula siswa yang mampu beradaptasi dengan situasi dan 8
10 kondisi tersebut, bahkan dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal inilah yang disebut dengan resiliensi. Resiliensi dapat terbentuk karena adanya peran faktor-faktor protektif eksternal di dalamnya. Salah satu faktor yang membuat siswa boarding school menjadi resilien adalah faktor protektif keluarga, faktor protektif sekolah dan faktor protektif teman sebaya. Ketiga faktor tersebut sangat penting dalam membentuk resiliensi siswa boarding school. Bentuk dari faktor-faktor protektif tersebut dapat berupa caring relationship, high expectation, dan meaningful participation. Dengan adanya kepedulian, harapan yang tinggi, dan kerjasama baik dari pihak sekolah maupun teman sebaya, maka siswa yang beresiko tidak resilien dapat menjadi siswa yang resilien. Daftar Pustaka Alimi, R.M. (2005). Resiliensi remaja high risk ditinjau dari faktor protektif (Studi di Kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat). Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Constantine N, Benard B. (2001). California Healthy Kids Survey Resilience Assessment Module Technical Report. Public Health Institute, Berkeley, CA (2007). Resilience and Youth Development Required Questions Core Module A. Public Health Institute, Berkeley, CA. Hurlock, E.B. (1995). Perkembangan Anak (Jilid 1). Tjandrasa & Zarkasih (terj.). Jakarta: Erlangga. Kalil A. (2003). Family Resilience and Good Child Outcomes. A Review of a Literature. Wellington: Centre for Social Research and Evaluation. Komite Sekolah SMA Taruna Nusantara. (2009). SMA Taruna Nusantara Magelang Sekolah Terbaik di Indonesia. Bandung: BukuMO. 9
11 Maslihah, S. (2011). Studi tentang Hubungan Dukungan Sosial, Penyesuaian Sosial di Lingkungan Sekolah dan Prestasi Akademik Siswa SMPIT Assyifa Boarding School. Jurnal Psikologi Undip Vol. 10, No.2. Semarang. Octyavera, R.M., Siswati., Sawitri, D.R. (tt). Hubungan Kualitas Kehidupan Sekolah dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa SMA International Islamic Boarding School Republic of Indonesia. Jurnal. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Williams, J.M. (2011). Home, School, and Community Factors that Contribute To The Educational Resilience Of Urban, African American High School Graduates From Low-Income, Single Parent Families. University of Iowa. Sumber Elektronik Sutrisno. (2008). Problem dan Solusi Pendidikan Sekolah Berasrama (Boarding School). Di akses dari 10
BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Begitu pula dengan mahasiswa yang baru menjalani proses pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka mencapai pendidikan yang bermutu banyak komponen yang berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut berdampak pada rendahnya angka partisipasi pendidikan (APK)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting bagi para penerus bangsa tanpa terkecuali. Baik itu dari kalangan miskin maupun kaya, namun salah satu persoalan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ann I. Alriksson-Schmidt, MA, MSPH, Jan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Pada masa ini, individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang
LAMPIRAN KATA PENGANTAR Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang kami lakukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai resiliency pada remaja yang
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP MINAT BACA SISWA-SISWA BERPRESTASI SMK SAKTI GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN. Oleh :
HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP MINAT BACA SISWA-SISWA BERPRESTASI SMK SAKTI GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN Oleh : Suci Wendi Astini (A2D008050), Pembimbing: Ellen CH Nugroho, SH,M.Hum Jurusan Ilmu Perpustakaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat serta pembangunan bangsa. Remaja agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga mencakup seorang ayah, ibu, dan anak, mereka saling berkaitan dekat sekali dan menyusun satu sub pembagian atau peran tertentu. Peran ayah di dalam
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Contoh dan Cara Pengambilan Contoh
35 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor untuk mewakili wilayah perkotaan dan Kabupaten Bogor untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bukanlah hal yang baru lagi, khususnya bagi masyarakat. Kualitas pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembahasan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi, khususnya bagi masyarakat. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak peristiwa kekerasan seksual hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan kelompok individu yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, baik dalam hal fisik, mental, intelektual maupun sosial emosional (Hurlock 1991,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS DIKELAS VII 1 SMP PERTIWI SITEBA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014
1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS DIKELAS VII 1 SMP PERTIWI SITEBA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014 Eli Puteri Wati 1 Ranti Nazmi 2 Meldawati 3 Program Studi
Lebih terperinciSchool Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan
School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Evi Ema Victoria Polii Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract This research aims to find the description and
Lebih terperinciHUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR the correlation of family social support with learning achievement Isabella Rahmawati 1, Bhisma Murti 2, Nunuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia sekitar 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di pondok pesantren berbeda dengan kehidupan anak pada umumnya. Di pondok pesantren, santri atau peserta didik dituntut untuk dapat beradaptasi dengan
Lebih terperincijuga kelebihan yang dimiliki
47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan semakin kompetitifnya persaingan dalam dunia kerja. Hal ini membuat setiap individu dituntut
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah bagi setiap remaja. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja yang paling sulit berhubungan
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kontribusi family protective factors terhadap resiliency ibu yang memiliki anak retardasi mental. Rancangan penelitian ini menggunakan metode
Lebih terperinciBAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan orang lain untuk melengkapi hidupnya yang tidak dapat terpenuhi oleh dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus
Lebih terperinciAbstrak. iii Universitas Kristen Maranatha
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat resiliensi ibu dengan anak cerebral palsy di SLB X Bandung. Responden yang dijaring datanya adalah ibu yang memiliki anak cerebral palsy di SLB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan seperti ekonomi, teknologi, pendidikan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari suami, istri, anak-anak, juga termasuk kakek dan nenek serta cucu-cucu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga menurut para psikolog adalah sebuah ikatan sosial yang terdiri dari suami, istri, anak-anak, juga termasuk kakek dan nenek serta cucu-cucu dan beberapa kerabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi kehidupan abad 21 yang penuh dengan
Lebih terperinciDUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
DUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Dian Lati Utami, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi,
Lebih terperinciHubungan Antara Faktor Risiko Eksternal Dengan Resiliensi Pada Siswa SMK Negeri 1 Jakarta
JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan http://doi.org/10.21009/jkkp DOI: doi.org/10.21009/jkkp.031.03 E-ISSN: 2597-4521 Hubungan Antara Faktor Risiko Eksternal Dengan Resiliensi Pada Siswa
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga, seiring bertambahnya usia. Saat masa kanak-kanak, individu menghabiskan sebagian besar
Lebih terperinci2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN SIKAP SOSIAL SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini berangkat dari permasalahan yang menandakan rendahnya sikap sosial siswa selama pembelajaran IPS saat pra penelitian berlangsung. Rendahnya sikap
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur
Lebih terperinciHUBUNGAN PARENTAL DISCIPLINE
HUBUNGAN PARENTAL DISCIPLINE, INTENSITAS KOMUNIKASI DALAM PEER GROUP, DAN KESESUAIAN PEMILIHAN JURUSAN, TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA FISIP UNDIP SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi
Lebih terperinciPENGAMBILAN KEPUTUSAN MAHASISWA NON MUSLIM UNTUK STUDI DI PERGURUAN TINGGI ISLAM NASKAH PUBLIKASI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAHASISWA NON MUSLIM UNTUK STUDI DI PERGURUAN TINGGI ISLAM NASKAH PUBLIKASI Oleh : Hadi Kurnianto F.100 110 108 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 PENGAMBILAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perguruan tinggi saat ini menjadi incaran para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Indonesia menjadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciKONSEP DIRI DITINJAU DARI DUKUNGAN TEMAN SEBAYA PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN QOSIM AL-HADI SEMARANG
KONSEP DIRI DITINJAU DARI DUKUNGAN TEMAN SEBAYA PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN QOSIM AL-HADI SEMARANG Dika Resty Tri Ananda, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA BIMBINGAN SOSIAL DENGAN PERGAULAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA PESERTA DIDIK KELAS XI SMAK
HUBUNGAN ANTARA BIMBINGAN SOSIAL DENGAN PERGAULAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA PESERTA DIDIK KELAS XI SMAK Pebriani Dinata Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling FKIP Untan Pontianak Email: pebriani_dinata@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar
Lebih terperinciHUBUNGAN KUALITAS KEHIDUPAN SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA SMA INTERNATIONAL ISLAMIC BOARDING SCHOOL REPUBLIC OF INDONESIA
HUBUNGAN KUALITAS KEHIDUPAN SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA SMA INTERNATIONAL ISLAMIC BOARDING SCHOOL REPUBLIC OF INDONESIA Ruri Mega Octyavera Siswati Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi
Lebih terperinciMANAJEMEN PENDIDIKAN AKHLAK MULIA SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) AL-MADINAH KEBUMEN (TAHUN ) TESIS
MANAJEMEN PENDIDIKAN AKHLAK MULIA SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) AL-MADINAH KEBUMEN (TAHUN 2004-2005) TESIS Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat serta pembangunan bangsa. Remaja agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan tuntutan kepada setiap orang untuk dapat meningkatkan dirinya. Salah satu modal untuk membentuk sumber daya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciKUESIONER DATA PRIBADI DAN DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR. adalah menyusun skripsi. Adapun judul skripsi ini adalah Studi Deskriptif tentang
LAMPIRAN 1 KUESIONER DATA PRIBADI DAN DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR Kepada responden yang terhormat, Dalam rangka memenuhi syarat kelulusan dari program sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah
Lebih terperinciMANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu
Lebih terperincibelajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, simbol maupun kalimat yang berlangsung dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia pendidikan sangat penting, karena pendidikan merupakan dasar dalam pembentukan karakter, mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk Indonesia cukup pesat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja (SKRRI, 2010).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di era jaman sekarang pendidikan sangatlah penting. Bukan hanya untuk mendapatkan ijasah namun juga mendapat pengetahuan, pengalaman, serta mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa dan negara. Karena hal yang paling mendasar yang harus dihadapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal fundamental yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Dengan pendidikan, manusia akan terangkat derajat dan martabatnya. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang keberadaannya sangat penting dalam sejarah perkembangan agama Islam dan juga perkembangan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperhatikan saat ini adalah pembangunan dibidang pendidikan, menyadari. kalangan pendidikan itu sendiri termasuk para guru.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang giat-giatnya dilakukan oleh bangsa saat ini adalah upaya membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya, baik mental, spiritual dan fisik material. Salah
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA
HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA Dwini Aisha Royyana, Nailul Fauziah Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terkait fisik tetapi juga masalah kesehatan jiwa masyarakat. Sesuai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang masih menghadapi masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dialami tidak saja masalah kesehatan terkait fisik tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas X. Hal ini terlihat dari jumlah pendaftar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan mempertahankan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu individu yang telah memasuki masa dewasa muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 tahun (Hurlock
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun, ketika dilahirkan di dunia, manusia tidak dapat menentukan ataupun memilih di tengah-tengah
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar
Lebih terperinci