Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP Terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Konvensional Setelah Perendaman dalam Coca Cola

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP Terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Konvensional Setelah Perendaman dalam Coca Cola"

Transkripsi

1 Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP Terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Konvensional Setelah Perendaman dalam Puti Bianca Sari 1, Ellyza Herda 2, Mia Damiyanti 3 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia 2 Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia 3 Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia ABSTRAK Skripsi ini membahas pengaruh aplikasi pasta CPP-ACP terhadap kekasaran permukaan semen ionomer kaca (SIK) konvensional setelah perendaman dengan cara merendam dalam akuabides (kontrol),, serta pengaplikasian pasta CPP-ACP yang didiamkan 30 menit atau langsung direndam. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kekasaran permukaan yang signifikan pada kelompok rendaman Coca Cola, penurunan kekasaran permukaan yang tidak signifikan pada SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP langsung direndam dan penurunan kekasaran permukaan yang signifikan pada SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan didiamkan 30 menit sebelum direndam. Kesimpulan dari penelitian ini pengaplikasian pasta CPP-ACP baik didiamkan selama 30 menit ataupun langsung direndam tidak menunjukkan perbedaan penurunan kekasaran permukaan yang signifikan. Kata kunci: Casein Phospho Peptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP); kekasaran permukaan; minuman ph rendah ( ); semen ionomer kaca konvensional ABSTRACT This research discusses about the efficacy of application CPP-ACP paste toward surface roughness of conventional glass ionomer cement (GIC) after immersion in by immersing the specimens in aquabides (control group),, applying CPP-ACP paste then immersed in directly or in the next 30 minutes. This research showed that the surface roughness of conventional GIC increased significantly after immersing in, while after applying CPP-ACP paste then immersed in, surface roughness of conventional GIC decreased. Furthermore, there were significant decreasing of surface roughness of conventional GIC after applying CPP-ACP paste then immersed in in the next 30 minutes. The conclusion is the decreasing surface roughness of conventional GIC between after applying CPP-ACP paste then immersed in directly and in the next 30 minutes are not significantly different. Keywords: Casein Phospho Peptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP); conventional glass ionomer cement; low ph beverages ( ); surface roughness PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, konsumsi minuman berkarbonasi semakin populer di kalangan masyarakat. Salah satu minuman berkarbonasi yang populer saat ini adalah. Tingkat produksi di Indonesia selalu mengalami peningkatan

2 dari tahun ke tahun. Saat ini, pertumbuhan penjualan di Indonesia rata-rata 7-8 persen per tahun. 1 Menurut penelitian terdahulu, memiliki ph 2,37 dan merupakan minuman berkarbonasi dengan ph paling rendah dibandingkan dengan minuman berkarbonasi lainnya. 2 Minuman dengan ph rendah, termasuk, tidak baik bagi gigi karena ph rendah dapat melarutkan mineral gigi. Larutnya mineral gigi dapat meningkatkan kekasaran permukaan gigi. Kekasaran permukaan di atas 0,2 µm secara signifikan meningkatkan perlekatan bakteri, maturasi dan keasaman plak sehingga meningkatkan risiko karies gigi. 3 Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan disolusi gigi oleh asam yang diproduksi dari hasil metabolisme karbohidrat makanan oleh bakteri mulut. 4 Berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi beriringan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya masyarakat yang memeriksakan kondisi gigi dan mulutnya ke dokter gigi salah satunya untuk menambal gigi kariesnya. Semen ionomer kaca (SIK) konvensional merupakan bahan tumpat yang sering digunakan saat ini karena sifatnya yang unggul dibanding bahan lainnya seperti komposit dan amalgam. Semen ionomer kaca (SIK) konvensional merupakan bahan restorasi sewarna gigi dan memiliki adaptasi yang baik terhadap dentin dibandingkan dengan komposit dan amalgam karena SIK konvensional dan dentin berikatan secara kimia. 5 Selain itu, SIK konvensional juga memiliki kemampuan antikaries yang membuatnya menjadi bahan tumpat populer. Bahan tumpat ini mampu mencegah demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi dan dentin serta menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies gigi. Hal tersebut disebabkan sifat SIK konvensional sebagai pelepas fluoride yang didepositkan dalam jaringan gigi yang mengelilingi SIK dan membuatnya lebih tahan terhadap asam. 6 Selama ini Casein Phospho Peptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) telah terbukti dapat memberikan perlindungan pada gigi terhadap asam. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengikatan CPP dengan ACP berperan sebagai reservoir ion CaHPO40 yang dibentuk ketika adanya asam. Asam dapat dibentuk oleh bakteri plak gigi dan pada kondisi tersebut CPP mengikat ACP akan berperan sebagai buffer (penyangga) ph plak dan memproduksi ion kalsium dan fosfat, khususnya CaHPO40. Peningkatan CaHPO40 akan mengimbangi turunnya ph sehingga mencegah demineralisasi . 7 Dalam penelitian sebelumnya dilakukan pengukuran microtensile bond strength dan compressive strength pada SIK konvensional yang telah diberikan CPP-ACP. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan SIK konvensional yang telah diberikan CPP-ACP mengalami peningkatan nilai microtensile

3 bond strength sebesar 33% dan compressive strength sebesar 23%. Namun belum banyak penelitian yang menunjukkan tentang perlindungan CPP-ACP pada bahan tumpat khususnya SIK konvensional terhadap asam. 7 Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh aplikasi pasta CPP-ACP terhadap kekasaran permukaan SIK konvensional sebagai efek perlindungan terhadap asam mengingat pentingnya menjaga struktur permukaan suatu bahan tumpat karena permukaan yang kasar cenderung dapat mempercepat pembentukan kolonisasi bakteri, sehingga meningkatkan risiko karies. 3 TINJAUAN PUSTAKA Minuman Berkarbonasi ( ) Minuman berkarbonasi adalah minuman mengandung karbon dioksida yang terlarut dalam air. Adanya gas membuat minuman tersebut berbuih. Minuman terkarbonasi ketika karbon dioksida terlarut dalam cairan dibawah tekanan tinggi. Ketika tekanan dilepaskan, gelembung gas kecil terbentuk. 8 reguler digolongkan dalam minuman berkarbonasi soda. Coca-Cola memiliki kandungan berupa air, gula, asam karbonat, pewarna, asam phosphoric, perasa dan kafein. 9 Coca-Cola merupakan minuman asam dengan ph Minuman berkarbonasi ini dapat menyebabkan erosi. Menurut Kelleher dan Bishop dalam Narsimha (2011), erosi tersebut terkait dengan asupan tinggi, frekuensi dan metode konsumsi minuman asam. Kontak berlebihan dari struktur gigi dengan minuman asam menyebabkan hilangnya jaringan keras gigi. 11 Semen Ionomer Kaca (SIK) Konvensional Semen ionomer kaca (SIK) konvensional banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi karena sifat adesifnya terhadap dan dentin serta kemampuannya dalam meremineralisasi affected dentine. 12 Semen ionomer kaca (SIK) disuplai dalam bentuk bubuk dan cairan. Cairan SIK terdiri atas asam poliakrilat atau kopolimernya sedangkan bubuk SIK terdiri atas kaca kalsium floroaluminosilikat. 13 Reaksi pengerasan pada SIK Konvensional merupakan reaksi asam basa antara asam poliakrilat dan kaca aluminosilikat. Pada pencampuran bubuk dengan cairan, asam menyebabkan degradasi permukaan pada kaca dan melepaskan ion metal seperti strontium, kalsium, alumunium, ion fluoride dan asam silikat. Ion metal bereaksi dengan karboksil (COO-) untuk membentuk garam polyacid yang membentuk matriks semen dan pada perbatasan antara partikel kaca dan matriks semen terbentuk hidrogel silika. Partikel kaca yang tidak bereaksi tetap sebagai filler. 12

4 Semen ionomer kaca (SIK) konvensional digunakan sebagai bahan filling gigi posterior permanen dan sulung. Selain itu, SIK konvensional tepat digunakan pada pasien anak-anak maupun dewasa dan sebagai tambahan dalam membuat core, liner atau basis pada teknik sandwich. 12 Kekasaran permukaaan dari bahan tumpat dapat mengalami perubahan topografi permukaan. Kekasaran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik matriks bahan tumpat, rasio dan ukuran partikel inorganik kaca, terlihat partikel inorganik pada permukaan dan pembentukan gelembung udara. Peningkatan kekasaran dapat menjadi faktor predisposisi kolonisasi mikroba yang selanjutnya berpotensi meningkatkan risiko penyakit mulut. 3 Casein Phospho Peptide Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Pasta CPP-ACP telah terbukti dapat meremineralisai lesi di bawah permukaan in vitro dan in situ. Mekanisme anti kariogenik CPP-ACP adalah melokalisasi ACP pada permukaan gigi sebagai buffer kalsium dan aktivitas ion fosfat, dengan demikian membantu untuk pengendapan pada gigi serta menurunkan demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi. Pasta CPP-ACP berpotensi digunakan dalam produk perawatan mulut dan makanan untuk membantu mencegah karies gigi dan memperbaiki penyakit tahap awal. 7 Mekanisme remineralisasi CPP-ACP berupa pengikatan CPP terhadap ACP yang berperan sebagai reservoir pada ion netral CaHPO 0 4 yang dibentuk ketika adanya asam. Asam dapat dibentuk oleh bakteri plak gigi dan di bawah kondisi tersebut CPP mengikat ACP akan berperan sebagai buffer (penyangga) ph plak dan memproduksi ion kalsium dan fosfat, khususnya CaHPO 0 4. Peningkatan plak CaHPO 0 4 akan mengimbangi turunnya ph sehingga mencegah demineralisasi Menurut penelitian Mazzaoui dkk. (2003), penggabungan 1,56% w/w CPP-ACP dalam SIK konvensional secara signifikan meningkatkan microtensile bond strength sebesar 33% dan compresive strength sebesar 23% dan secara signifikan meningkatkan pelepasan kalsium, fosfat dan ion fluoride pada ph netral dan asam. 15 METODE PENELITIAN Persiapan Spesimen SIK Konvensional. Semen ionomer kaca (SIK) konvensional (FUJI IX) diaduk di atas paper pad dan ditempatkan dalam cetakan berbahan stainless steel berdiameter 6 mm dan tinggi 3 mm menggunakan plastic filling. Sebelum SIK mengalami pengerasan, permukaan SIK dilapisi dengan mylar strip dan kaca objek di atas permukaan semen ionomer kaca kemudian diberikan beban seberat 500 gram untuk mendapatlan

5 permukaan yang halus. Seluruh spesimen semen ionomer kaca konvensional yang berjumlah 24 spesimen, direndam dalam akuabides dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 o C. Pengukuran Nilai Kekasaran Permukaan Awal. Kekasaran permukaan awal diukur di tiga lokasi berbeda dengan menggunakan Surface Rougness Tester merek Mitutoyo SJ301, Japan. Pengaplikasian Pasta CPP-ACP. Semen ionomer kaca dibagi menjadi 4 kelompok. Enam spesimen pertama dan kedua tidak diberi perlakuan berupa pengaplikasian CPP-ACP. Enam spesimen ketiga dan keempat, dioleskan selapis tipis pasta CPP-ACP pada permukaannya yang telah distandardisasi dengan ditimbang seberat 8,3 mg pasta untuk tiap spesimen. Enam spesimen keempat didiamkan selama 30 menit sebelum menuju tahap selanjutnya. Perendaman SIK Konvensional dalam Minuman Berkarbonasi ( ). Keempat kelompok semen ionomer kaca direndam dalam pada temperatur lemari pendingin 9 o C selama 30 menit. Perendaman 30 menit diasumsikan sebanding dengan konsumsi selama 6 hari karena waktu yang dihabiskan untuk minum satu kali umumnya 5 menit. Diasumsikan selama satu hari, mengkonsumsi 1 kali. Pada penelitian ini perendaman dilakukan selama 30 menit sebanyak 3 kali. Jadi total lama perendaman adalah 30 menit x 3 = 90 menit, sehingga penelitian ini menggambarkan konsumsi selama 18 hari (90 menit/5 menit= 18 hari). Sebelum dan setelah dilakukan perendaman, dilakukan pengukuran ph dengan indikator ph. Pengukuran dilakukan dengan mencocokkan warna dengan indikator ph. Pengukuran Nilai Kekasaran Permukaan Akhir. Kekasaran permukaan akhir diukur di tiga lokasi berbeda dengan menggunakan Surface Rougness Tester merek Mitutoyo SJ301, Japan. Pengulangan Perlakuan. Pengaplikasian pasta CPP-ACP, perendaman serta pengukuran kekasaran permukaan pada setiap kelompok perlakuan dilakukan tiga kali. Analisis Data. Analisis data menggunakan statistik repeated ANOVA dan One Way ANOVA.

6 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 1 menunjukkan terdapat perbedaan nilai kekasaran SIK konvensional setelah diberi perlakuan berbeda yaitu perendaman dalam akuabides, perendaman dalam, pengaplikasian pasta CPP-ACP lalu perendaman dalam dan pengaplikasian pasta CPP-ACP yang didiamkan selama 30 menit lalu dilanjutkan dengan perendaman dalam. Tabel 1. Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan ( Ra) SIK Konvensional Kelompok Kekasaran Permukaan/Ra ± SD (µm) Awal 30 menit pertama 30 menit kedua 30 menit ketiga Akuabides ± ± ± ± ± ± ± ± CPP-ACP + Coca ± ± ± ± Cola CPP-ACP (30 menit) + Coca Cola ± ± ± ± Nilai kekasaran permukaan SIK konvensional yang direndam dalam akuabides menunjukkan adanya perubahan nilai kekasaran permukaan yang berbeda namun tidak bermakna secara keseluruhan (p>0,05). Perbedaan bermakna terlihat secara statistik (p<0,05) antara kekasaran permukaan awal dengan kekasaran permukaan 30 menit ketiga dan antara kekasaran permukaan 30 menit kedua dengan kekasaran permukaan 30 menit ketiga. Nilai kekasaran permukaan SIK konvensional yang direndam dalam menunjukkan adanya perubahan nilai kekasaran permukaan yang berbeda namun tidak bermakna secara keseluruhan (p>0,05). Perbedaan bermakna terlihat secara statisik (p<0,05) antara kekasaran permukaan awal dengan kekasaran permukaan 30 menit kedua dan 30 menit ketiga, kekasaran permukaan 30 menit pertama dengan kekasaran permukaan 30 menit kedua dan 30 menit ketiga serta kekasaran permukaan 30 menit kedua dengan 30 menit ketiga. Nilai kekasaran permukaan SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam menunjukkan adanya perubahan nilai kekasaran permukaan yang berbeda namun tidak bermakna secara keseluruhan (p>0,05). Hasil uji statistik menunjukkan adanya perubahan nilai kekasaran permukaan yang berbeda bermakna pada pengukuran kekasaran permukaan awal dengan kekasaran permukaan 30 menit kedua dan 30 menit ketiga (p<0,05).

7 Nilai kekasaran permukaan SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan didiamkan selama 30 menit lalu direndam dalam menunjukkan adanya perubahan nilai kekasaran permukaan yang berbeda bermakna secara keseluruhan (p<0,05). Perbedaan bermakna terlihat secara statistik (p<0,05) antara kekasaran permukaan awal dengan kekasaran permukaan 30 menit kedua dan 30 menit ketiga serta nilai kekasaran permukaan 30 menit pertama dengan kekasaran permukaan 30 menit kedua dan 30 menit ketiga. Grafik perubahan nilai kekasaran permukaan SIK konvensional dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Grafik Nilai Kekasaran Permukaan ( Ra) SIK Konvensional Nilai Ra (µm) 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Awal 30 menit pertama 30 menit 30 menit kedua ketiga Waktu Pengukuran Akuabides Coca Cola CPP ACP + Coca Cola CPP ACP (30 menit) + Coca Cola Tabel 2 Perbedaan Rerata Kekasaran Permukaan Antar Kelompok pada Pengukuran 30 Menit Pertama Akuabides CPP-ACP+ CPP-ACP (30 menit) + Akuabides - 0,118 0,097 0,150 0,118-0,215* 0,268* CPP-ACP + Coca 0,097 0,215* - 0,053 Cola CPP-ACP (30 0,150 0,268* 0,053 - menit) + Coca Cola (*) Nilai berbeda bermakna secara statistik. Hasil dari uji One Way ANOVA (p<0.05) Hasil uji statistik pada tabel 2 menunjukan adanya perbedaan nilai kekasaran permukaan yang bermakna antara kelompok SIK konvensional yang direndam dalam Coca Cola dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan dengan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam dan antara kelompok SIK konvensional yang direndam dalam

8 dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan dengan pasta CPP-ACP lalu didiamkan selama 30 menit dan dilanjutkan dengan perendaman dalam pada pengukuran 30 menit pertama. Akuabides CPP-ACP + Coca Cola CPP-ACP (30 menit) + Coca Cola Tabel 3 Perbedaan Rerata Kekasaran Permukaan Antar Kelompok pada Pengukuran 30 Menit Kedua Akuabides CPP-ACP + CPP-ACP (30 menit) + Coca Cola - -0,298* 0,255* 0,312* 0,298* - 0,553* 0,610* 0,255* 0,553* - 0,057 0,312* 0,610* 0,057 - (*) Nilai berbeda bermakna secara statistik. Hasil dari uji One Way ANOVA (p<0.05) Hasil uji statistik pada tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan nilai kekasaran permukaan yang bermakna antara kelompok SIK konvensional yang direndam dalam akuabides dengan kelompok SIK konvensional yang direndam dalam, diaplikasikan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam dan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan didiamkan selama 30 menit lalu dilanjutkan dengan perendaman dalam pada pengukuran 30 menit kedua. Selain itu, perbedaan nilai kekasaran permukaan yang bermakna juga terjadi pada kelompok SIK konvensional yang direndam dalam dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan dengan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam dan antara kelompok SIK konvensional yang direndam dalam dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan dengan pasta CPP-ACP lalu didiamkan selama 30 menit dan dilanjutkan dengan perendaman dalam pada pengukuran 30 menit kedua

9 Tabel 4 Perbedaan Rerata Kekasaran Permukaan Antar Kelompok pada Pengukuran 30 Menit Ketiga Akuabides CPP-ACP+ CPP-ACP (30 menit) + Akuabides - 0,180* 0,297* 0,403* 0,180* - 0,477* 0,583* CPP-ACP + 0,297* 0,477* - 0,106 Ra (µm) CPP-ACP (30 menit) + Coca Cola 0,403* 0,583* 0,106 - (*) Nilai berbeda bermakna secara statistik. Hasil dari uji One Way ANOVA (p<0.05) Hasil uji statistik pada tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan nilai kekasaran permukaan yang bermakna antara kelompok SIK konvensional yang direndam dalam akuabides dengan kelompok SIK konvensional yang direndam dalam, diaplikasikan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam dan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan didiamkan selama 30 menit lalu dilanjutkan dengan perendaman dalam pada pengukuran 30 menit ketiga. Selain itu, perbedaan nilai kekasaran permukaan yang bermakna juga terjadi pada kelompok SIK konvensional yang direndam dalam dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan dengan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam dan antara kelompok SIK konvensional yang direndam dalam dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan dengan pasta CPP-ACP lalu didiamkan selama 30 menit dan dilanjutkan dengan perendaman dalam pada pengukuran 30 menit ketiga. PEMBAHASAN Peningkatan nilai kekasaran permukaan SIK konvensional yang direndam dalam akuabides disebabkan adanya difusi air ke dalam matriks SIK konvensional. Proses difusi terjadi melalui celah-celah mikro dan berikatan dengan ion hidrofilik yang terkandung dalam SIK konvensional. Proses difusi air tersebut menyebabkan terjadinya disolusi matriks dan degradasi permukaan SIK konvensional. Proses disolusi dan degradasi tersebut menyebabkan terbentuknya porus-porus pada permukaan SIK konvensional sehingga meningkatkan kekasaran permukaan SIK konvensional. 16

10 Peningkatan nilai kekasaran permukaan SIK konvensional yang direndam dalam Coca Cola tersebut disebabkan adanya kandungan asam sitrat dan asam fosfor dalam. Asam sitrat dapat mendisolusi ion kalsium dari dalam matriks. Proses disolusi tersebut disebabkan adanya ion H + dari minuman asam. Semakin asam minuman, maka semakin banyak ion H + dan semakin besar pula derajat disolusi materialnya. Terlepasnya ion-ion tersebut dari matriks menyebabkan permukaan SIK konvensional menjadi kasar. Hal ini disebabkan partikel kaca terekspos ke permukaan semen. Asam sitrat membentuk komplek stabil dengan ion Al 3+ dan Ca 2+ (atau Sr 2+ ). (17) Menurut Fukuzawa dalam Zaki (2012), selama perendaman dalam larutan asam, larutan berpenetrasi ke semen dan matriks gel mengalami pertambahan ukuran. Ion hidrogen (H + ) berdifusi ke dalam semen dan bertukar tempat dengan kation metal. Kation metal akan berdifusi ke larutan berdasarkan penurunan gradien konsentrasi. Lepasnya kation metal menyebabkan meningkatnya oksigen tidak berikatan di jaringan kaca dekat permukaan. Permukaan partikel kaca akan terkandung banyak silanol dan terpaparnya permukaan semen secara simultan oleh ion H + akan mendisolusi terus menerus ikatan kaca Si-O-Si. Proses disolusi yang sempurna dari partikel kaca menyebabkan banyak porus di permukaan. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya peningkatan kekasaran permukaan SIK konvensional. 18 Penurunan nilai kekasaran permukaan dari SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan dilanjutkan dengan perendaman dalam Coca Cola disebabkan adanya pelepasan kalsium dan fosfat dari CPP-ACP pada ph asam. 15 CPP mengikat ACP berperan sebagai reservoir ion netral CaHPO 0 4 yang dibentuk ketika adanya asam. Di bawah kondisi tersebut CPP mengikat ACP akan berperan sebagai buffer (penyangga) ph dan memproduksi ion kalsium dan fosfat, khususnya CaHPO 0 4. Peningkatan CaHPO 0 4 akan mengimbangi turunnya ph Oleh sebab CaHPO 4 mengimbangi turunnya ph maka ph larutan tidak akan terlampau rendah dan proses degradasi material menjadi berkurang. Pada SIK konvensional juga terjadi deposit ion kalsium dan fosfat dari CPP-ACP namun diperkirakan belum memadai mengisi porus-porus permukaan SIK konvensional yang telah terdisolusi. 19 Hal tersebut yang menyebabkan penurunan kekasaran permukaan yang terjadi tidak signifikan. Selain itu, pada penelitian Moezizadeh (2009) dijelaskan bahwa penggabungan CPP-ACP dengan SIK konvensional dapat meningkatkan pelepasan ion kalsium, fosfat dan fluoride dari SIK konvensional pada ph netral maupun asam. 7 Penurunan kekasaran yang bermakna pada kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan CPP-ACP lalu ditunggu 30 menit dan dilanjutkan dengan perendaman dalam disebabkan adanya peran dari CPP-ACP sebagai penyangga asam dengan

11 melepaskan ion kalsium fosfat dan mengikat ion H+ dari asam dan membentuk ion netral sehingga dapat meningkatkan ph larutan. 20 Proses ini sama seperti yang terjadi pada kelompok spesimen SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan dilanjutkan dengan perendaman dalam tanpa ditunggu 30 menit namun yang membedakan adalah pada kelompok ini terdapat deposit ion kalsium dan fosfat dari CPP-ACP yang telah memadai mengisi porus-porus permukaan SIK konvensional yang telah terdisolusi sebelumnya sehingga kekasaran permukaan menjadi menurun secara signifikan. 19 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa nilai kekasaran permukaan semen ionomer kaca (SIK) konvensional setelah perendaman dalam mengalami peningkatan yang signifikan, sementara itu pada SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP lalu direndam dalam menunjukkan penurunan kekasaran permukaan yang tidak signifikan. Berbeda dengan kelompok SIK konvensional yang diaplikasikan pasta CPP-ACP dan didiamkan dahulu selama 30 menit sebelum direndam dalam menunjukkan penurunan kekasaran permukaan yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa pengaplikasian pasta CPP-ACP baik didiamkan selama 30 menit sebelum direndam dalam ataupun langsung direndam, tidak menunjukkan perbedaan penurunan kekasaran yang bermakna. SARAN Beberapa saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat perbedaan morfologi permukaan bahan sebelum dan sesudah perendaman dalam Coca Cola dan pengaplikasian pasta CPP-ACP. Selain itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat seberapa banyak material SIK konvensional yang terdisolusi dalam larutan ph rendah dalam hal ini.

12 KEPUSTAKAAN 1. Aprilia EU. Penjualan Coca Cola Amatil Ditargetkan Tumbuh 10 Persen. [Online].; 2010 [cited 2012 September 20. Available from: Ditargetkan-Tumbuh-10-Persen El Zainy MA, Halawa AM, Rabea AA. The Effect of SomeCarbonated Beverages on Enamel of Human Premolars (Scanning snd Light Microscopic Study). Journal of American Science. 2012; 8(3): p Preto R. Surface Roughness of Glass Ionomer Cement Indicated for Atraumatic Restorative Treatment (ART). Brazil Dental Journal. 2006; 17(2): p Decker RT, Loveren Cv. Sugars and Dental Caries. The American Journal of Clinical Nutrition. 2003: p Hidayat I. Material Restorasi Direk yang Sering Dipakai pada Bidang Kedokteran Gigi [Skripsi]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; Zraikata HA, Palamarab JEA, Messerb HH, Burrowb MF, Reynoldsb EC. The Incorporation of Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate Into A Glass Ionomer Cement. Dent Mater. 2011; 27(3): p Moezizadeh M, Moayedi S. Anticariogenic Effect of Amorphous Calcium Phosphate Stabilized by Casein Phosphopeptid. Research Journal of Biological Sciences. 2009; 4(1): p Cyprus, Sheri. What Is a Carbonated Beverage? [Online] [cited 2012 Desember 18. Available from: 9. Attin T, Weiss K, Becker K, Buchalla W, Wiegand A. Impact of Modified Acidic Soft Drinks on Enamel Erosion. Gottingen: Gottingen University, Department of Operative Dentistry; Peeples. Why is Coca Cola Corrosive?, Environmental Program Management; Narsimha VV. Effect of Cola on Surface Microhardness and Marginal Integrity of Resin Modified Glass Ionomer and Compomer Restoration. People's Journal of Scientific Research Juli; 4(2): p Burrow MF, Tyas MJ. Adhesive Restorative Materials. Australian Dental Journal. 2004; 49(3): p

13 13. Craig RG. Restorative Dental Materials. 11th ed. Missouri: Mosby; 2002: p Mount GJ, Hume W. Preservation and Restoration of Tooth Structure. In. Queensland: Knowledge Book and Software; p , Mazzaoui SA. Incorporation of Casein Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphate into a Glass Ionomer Cement. J Dent. Rest. 2003; 82(11): p Hadi MR, Rahmatallah SS, Alameer SS. Water Sorption of Newly Formulated Resin- Modified and Conventional Glass Ionomer Cements. J Bagh College Dentistry. 2010; 22(4): p Gao F, Matsuya S, Ohta M, Zhang J. Erosion Process of Light-cured and Conventional Glass Ionomer Cement in Citrate Buffer Solution. Dental Materials Journal September; 16(2): p Zaki DYI, Hamzawy EMA, Halim SAE, Amer MA. Effect of Simulated Gastric Juice on Surface Characteristics of Direct Esthetic. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 2012; 6(3): p Prabhakar AR, Mahantesh T, Vishwas TD. Effect of Surface Treatment with Remineralizing on The Color Stability and Roughness of Esthetic Restorative Materials. Revista de Clínica e Pesquisa Odontológica Journal Januari; 5(1): p Elsayad I, Sakr A, Badr Y. Combining casein phosphopeptide-amorphous calcium phosphate with fluoride: synergistic remineralization potential of artificially demineralized enamel or not? Journal of Biomedical Optics July; 14(4): p. 1-6.

Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Setelah Perendaman dalam Coca Cola

Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Setelah Perendaman dalam Coca Cola Pengaruh Aplikasi Pasta CPP-ACP terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Setelah Perendaman dalam Coca Cola Almasulah Al-Akmaliyah 1, Ellyza Herda 2, Mia Damiyanti 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Pengaruh Aplikasi CPP ACP terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Pit dan Fissure sealant setelah Perendaman Coca Cola

Pengaruh Aplikasi CPP ACP terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Pit dan Fissure sealant setelah Perendaman Coca Cola Pengaruh Aplikasi CPP ACP terhadap Kekasaran Permukaan Semen Ionomer Kaca Pit dan Fissure sealant setelah Perendaman Coca Cola Putri Fatimatus Zahro, Ellyza Herda, Mia Damiyanti Abstrak Skripsi ini membahas

Lebih terperinci

The Effect of Turmeric Tamarind Solution on Surface Roughness of Conventional

The Effect of Turmeric Tamarind Solution on Surface Roughness of Conventional The Effect of Turmeric Tamarind Solution on Surface Roughness of Conventional Glass Ionomer Cement Ratih Astiningsih, Bambang Irawan, Ali Noerdin Corresponding address : Department of Dental Material,

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI TOOTH MOUSSE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFIL YANG DIRENDAM DALAM MINUMAN BERKARBONASI

PENGARUH APLIKASI TOOTH MOUSSE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFIL YANG DIRENDAM DALAM MINUMAN BERKARBONASI PENGARUH APLIKASI TOOTH MOUSSE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFIL YANG DIRENDAM DALAM MINUMAN BERKARBONASI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies atau gigi berlubang merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi baik pada email maupun dentin yang disebabkan oleh metabolisme mikroorganisme dalam plak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Estetik gigi geligi dewasa ini sangat diperhatikan dalam menunjang penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek yang diperhatikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories 3.2 Desain Penelitian Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah Posttest design 3.3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam ekstrinsik maupun intrinsik yang tidak diproduksi oleh bakteri (Balogh dan Fehrenbach,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki berbagai macam masalah kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T Indonesia pada Riset

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

3 Universitas Indonesia

3 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Ionomer Kaca (SIK) Semen Ionomer Kaca (SIK) pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971, yang terdiri dari bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan larutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktifitas berbagai mikroorganisme yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif dikarenakan latar belakangnya yang berdimensi

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk 18 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak produk-produk yang menawarkan makanan dan minuman secara instant. Promosi dari masing-masing produk tersebut telah menarik pembeli terutama

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan  pada spesimen adalah sebagai berikut: 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil rata rata pengukuran kekerasan email pada spesimen adalah sebagai berikut: Tabel 5.1. Kekerasan Email Rata-rata Microhardness Kontrol Perlakuan p Konsentrasi xylitol 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat merupakan protesa permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa untuk menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi (Shilingburg dkk., 1997).

Lebih terperinci

EVALUASI KEKASARAN PERMUKAAN GLASS IONOMER CEMENT (GIC) KONVENSIONAL SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN BERKARBONASI

EVALUASI KEKASARAN PERMUKAAN GLASS IONOMER CEMENT (GIC) KONVENSIONAL SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN BERKARBONASI EVALUASI KEKASARAN PERMUKAAN GLASS IONOMER CEMENT (GIC) KONVENSIONAL SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN BERKARBONASI EVALUATION OF SURFACE ROUGHNESS GLASS IONOMER CEMENT CONVENTIONAL AFTER IMMERSION IN CARBONATED

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi yang diperkenalkan oleh Bowen pada awal tahun 1960-an. 2,3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan melarutnya bahan anorganik, dan diikuti kerusakan pada matriks organik pada gigi. Penyebab karies adalah

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. KOMPOSISI KALSIUM Hasil rata rata pengukuran komposisi kalsium pada sampel adalah sebagai berikut: Tabel 5. 1. Rata rata komposisi kalsium email Kontrol Perlakuan p Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan masalah di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri, jaringan host, substrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI II.1 Tinjauan Pustaka Bahan tumpat gigi merupakan material kedokteran gigi yang digunakan untuk menumpat gigi yang telah berlubang. Bahan tumpat gigi yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang banyak digunakan saat ini karena memiliki nilai estetis yang tinggi dibandingkan dengan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi terjadinya karies di Indonesia masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia sebesar 4,6, yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan merestorasi gigi tidak hanya untuk menghilangkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya (Ford, 1993).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi minuman maupun makanan asam secara global oleh masyarakat seluruh dunia telah banyak menimbulkan kasus erosi serta kerusakan lain pada gigi. 1 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senyawa kimia yang bermanfaat seperti asam amino (triptofan dan lisin),

BAB I PENDAHULUAN. senyawa kimia yang bermanfaat seperti asam amino (triptofan dan lisin), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk nipis merupakan buah-buahan yang banyak digemari oleh masyarakat di Indonesia. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) adalah sejenis tanaman perdu yang banyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien dan dokter gigi mempunyai berbagai pilihan dalam memilih bahan material dan prosedur dalam merawat lesi karies atau gigi yang hilang.perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang sering dialami oleh masyarakat adalah gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi karies di Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi. Indeks DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang memiliki arti bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black extention

bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Ini berarti bahwa prinsip GV black extention Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkota gigi tiruan cekat merupakan suatu restorasi tetap yang menutupi permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, kontur, serta melindungi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit gigi dan mulut yang masih menjadi masalah utama di bidang kedokteran gigi adalah karies. 1 Karies merupakan penyakit multifaktorial dan kronis yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restorasi gigi adalah hasil prosedur kedokteran gigi yang memiliki tujuan mengembalikan bentuk, fungsi, dan penampilan gigi (Harty dan Ogston, 1995). Restorasi

Lebih terperinci

UJI KEKERASAN KOMPOSIT TERHADAP RENDAMAN BUAH JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA)

UJI KEKERASAN KOMPOSIT TERHADAP RENDAMAN BUAH JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA) Jurnal e-gigi (eg), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015 UJI KEKERASAN KOMPOSIT TERHADAP RENDAMAN BUAH JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA) 1 Patar Sitanggang 2 Elita Tambunan 3 Jane Wuisan 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

Soraya D.P. Rezky dkk.: Perendaman semen ionomer kaca konvensional dalam kefir 55

Soraya D.P. Rezky dkk.: Perendaman semen ionomer kaca konvensional dalam kefir 55 Soraya D.P. Rezky dkk.: Perendaman semen ionomer kaca konvensional dalam kefir 55 Perendaman semen ionomer kaca kekerasan permukaan konvensional dalam kefir terhadap *Soraya Dian Permata Rezky, **Titien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Semen Ionomer Kaca (SIK) dikembangkan oleh Wilson dan McLean pada Laboratorium Kimia Pemerintah di Inggris pada tahun 1972. Semen Ionomer Kaca merupakan kelompok semen gigi berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

4.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Identifikasi variabel Variabel bebas : - Varnis - Bonding agent Variabel terikat :

4.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Identifikasi variabel Variabel bebas : - Varnis - Bonding agent Variabel terikat : BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Uji eksperimental laboratorik 4.2 Subjek Penelitian SIK Tipe 2 4.3 Tempat Penelitian Klinik Konservasi Gigi FKG UI Laboratorium Material Gigi FKG UI 4.4 Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna yang terjadi pada gigi sering menimbulkan masalah estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan karena banyak orang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 14 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Kriteria Spesimen a. Bentuk dan ukuran spesimen - Resin komposit berbentuk tabung berdiameter 6 mm dan tinggi 3 mm yang ditanam dalam resin. b. Jumlah spesimen Keseluruhan

Lebih terperinci

Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit. Nevi Yanti. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit. Nevi Yanti. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit Nevi Yanti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini, penggunaan resin komposit telah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L)

KARAKTERISTIK  GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) KARAKTERISTIK EMAIL GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) Latar Belakang Provinsi Aceh merupakan penghasil asam sunti yang merupakan bumbu masakan seperti kuah asam keueng, tumeh eungkot sure,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK 4.2. SPESIMEN DAN SAMPEL Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri

Lebih terperinci

The Hardness Difference of Deciduous Tooth Enamel Between Before and After Soaking with Milk, Tea, and Soda

The Hardness Difference of Deciduous Tooth Enamel Between Before and After Soaking with Milk, Tea, and Soda The Hardness Difference of Deciduous Tooth Enamel Between Before and After Soaking with Milk, Tea, and Soda Perbedaan Kekerasan Email Gigi Desidui Antara Sebelum dan Sesudah Perendaman dengan Susu, Teh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II (Revisi)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II (Revisi) LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II (Revisi) Topik : Semen Glass Ionomer Grup : C6 Tgl.Praktikum : 5 Desember 2013 Pembimbing : Titien Hary Agustantina, drg., M.Kes NAMA : 1. Reno Andrey S. 021211133052

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK. Kontrol. Perlakuan larutan remineralisasi + Xylitol 20%

BAB 4 METODE PENELITIAN JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK. Kontrol.  Perlakuan larutan remineralisasi + Xylitol 20% 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK 4.2. SPESIMEN Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Alur Pikir

LAMPIRAN 1. Alur Pikir LAMPIRAN 1 Alur Pikir - Masa sekarang estetika menjadi pertimbangan utama dalam segala aspek kehidupan. Salah satu aplikasi estetika di kedokteran gigi adalah dental bleaching. (Subhaini, 2009). - Dental

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan di dalam rongga mulut merupakan faktor penting yang mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam mengontrol ph plak gigi. Komposisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia adalah cabang dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia adalah cabang dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ortodonsia adalah cabang dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari tentang cara mencegah, melindungi, dan merawat maloklusi yang melibatkan gigi geligi, skeletal, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah proses penghancuran atau perlunakan dari email maupun dentin. Proses tersebut terjadi karena demineralisasi yang progresif pada jaringan keras dan

Lebih terperinci

Pengaruh Pasta Gigi Nano Kalsium Karbonat dan Siwak terhadap Kekasaran Permukaan yang Mengalami Demineralisasi

Pengaruh Pasta Gigi Nano Kalsium Karbonat dan Siwak terhadap Kekasaran Permukaan  yang Mengalami Demineralisasi Pengaruh Pasta Gigi Nano Kalsium Karbonat dan Siwak terhadap Kekasaran Permukaan Email yang Mengalami Demineralisasi Meirdina Detara*, Siti Triaminingsih, Bambang Irawan Departement of Dental Materials,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II REVISI LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II Topik : SEMEN SENG FOSFAT Kelompok : B10 Tgl. Praktikum : 12 November 2014 Pembimbing : Titien Hary Agustantina, drg., M.Kes No. Nama NIM 1 ZULFA F PRANADWISTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan zaman, keinginan pasien untuk meningkatkan estetika semakin tinggi. Bagi kebanyakan orang, gigi yang putih dan bersih menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan penampilan terus meningkat saat ini, tuntutan pasien akan penampilan gigi yang baik juga sangat tinggi. Salah satu perawatan gigi yang

Lebih terperinci

Tingkat keasaman minuman ringan mempengaruhi kelarutan mineral gigi

Tingkat keasaman minuman ringan mempengaruhi kelarutan mineral gigi Nurlindah Hamrun, Dewi Kartika: Tingkat keasaman minuman ringan 9 Tingkat keasaman minuman ringan mempengaruhi kelarutan mineral gigi 1 Nurlindah Hamrun, 2 Dewi Kartika 1 Bagian Oral Biologi 2 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Struktur Gigi Desidui Gigi desidui atau lebih dikenal dengan gigi susu adalah gigi yang pertama kali muncul di rongga mulut. Gigi desidui sudah mulai berkembang

Lebih terperinci

Nadia Fitri Hapsari*, Ade Ismail**, Oedijono Santoso***

Nadia Fitri Hapsari*, Ade Ismail**, Oedijono Santoso*** RESEARCH Hapsari / Ismail / Santoso 34 PENGARUH KONSUMSI KEJU CHEDDAR 10 GRAM TERHADAP ph SALIVA - Studi terhadap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung Semarang Nadia Fitri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Senyum yang sehat adalah senyum yang terbentuk dari jaringan mulut yang sehat. Setiap orang mendambakan memiliki gigi yang sehat dan putih berseri karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estetika dalam bidang kedokteran gigi tidak dapat dilepaskan dari estetika secara universal. Samra dkk. (2007) mengatakan bahwa warna, bentuk dan tekstur permukaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kedokteran gigi restoratif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan dan mempertahankan kesehatan gigi melalui perawatan restoratif yang adekuat guna melindungi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Gambar 5.1. Elektromikrograf Permukaan Email Gigi Kontrol Negatif dari Sampel Email Gigi Premolar (Spesimen yang sama digunakan pada Gambar 5.2.) dengan identifikasi SEM pada perbesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words : composite micrihybrid, composite nanofilled, coffee

ABSTRACT. Key words : composite micrihybrid, composite nanofilled, coffee ABSTRAK Komposit dental merupakan bahan kedokteran gigi estetik yang digunakan untuk merestorasi struktur gigi dan fungsinya. Berdasarkan ukuran partikel bahan pengisinya komposit yang banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi indirect veneer resin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek

Lebih terperinci

PENGARUH KONSUMSI COKELAT DAN KEJU TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM

PENGARUH KONSUMSI COKELAT DAN KEJU TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM PENGARUH KONSUMSI COKELAT DAN KEJU TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM (Ca) PADA SALIVA SKRIPSI Oleh: DIAN NIRMALA SARI NIM. 031610101017 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2008 PENGARUH KONSUMSI COKELAT

Lebih terperinci

ABSTRAK. Identitas penyusun : Vania Christiani Wiryadi Nama Pembimbing : Angela Evelyna, drg., M.Kes. Prof. Dr. Ir. Bambang Sunendar P., M. Eng.

ABSTRAK. Identitas penyusun : Vania Christiani Wiryadi Nama Pembimbing : Angela Evelyna, drg., M.Kes. Prof. Dr. Ir. Bambang Sunendar P., M. Eng. ABSTRAK SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOKOMPOSIT DENGAN VARIASI PERBANDINGAN FILLER Ca-PSZ, SILIKA NANOROD, DAN METAKAOLIN UNTUK APLIKASI GIGI ARTIFISIAL PEMBELAJARAN Identitas penyusun : Vania Christiani

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1 BAB V HASIL PENELITIAN Survei ini berlangsung selama periode bulan April hingga Juli 2008. Keseluruhan pengambilan data sekunder dari kartu status pasien dilakukan di RSGMP FKG UI dengan subyek survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur email dan dentin pada gigi merupakan faktor penting terjadinya karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi (Samaranayake,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluhan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut yang sering diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey kesehatan rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronis paling umum di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk., 2002). Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satu hal paling penting bagi kesehatan setiap masyarakat. Pada era modern seperti saat ini, masyarakat memiliki gaya hidup yang

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGGUNAAN SEMEN IONOMER KACA SEBAGAI BAHAN TUMPATAN DI RUMAH SAKIT ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO TAHUN

GAMBARAN PENGGUNAAN SEMEN IONOMER KACA SEBAGAI BAHAN TUMPATAN DI RUMAH SAKIT ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO TAHUN Jurnal e-gigi (eg), Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 214 GAMBARAN PENGGUNAAN SEMEN IONOMER KACA SEBAGAI BAHAN TUMPATAN DI RUMAH SAKIT ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO TAHUN 211-213 1 Bonie Tulaka 2 Dinar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan baru diberbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan

Lebih terperinci

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA 04111004066 Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Veneer a. Definisi Veneer adalah material lapisan sewarna gigi yang diaplikasikan untuk gigi yang berubah warna dengan cara restorasi lokal maupun restorasi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah estetik pada gigi banyak ditemukan saat ini. Diskolorasi gigi merupakan salah satu masalah estetik yang membuat pasien terdorong untuk memutihkan gigi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan material restorasi sewarna gigi yang pada awalnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Sampai saat ini resin komposit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ultrasonik digunakan sebagai dasar ultrasonic scaler (Newman dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. ultrasonik digunakan sebagai dasar ultrasonic scaler (Newman dkk., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia yaitu di atas 20.000 Hz (Sujono, 1985). Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan gigi (Scheid & Weiss, 2013). Daerah ini merupakan tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan gigi (Scheid & Weiss, 2013). Daerah ini merupakan tempat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Fissure Sealant Pit dan fissure adalah celah yang sangat sempit pada kedalaman setiap alur yang disebabkan oleh penyatuan yang tidak sempurna dari email selama

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 23 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gigi premolar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronik yang sering terjadi di dalam rongga mulut yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, usia, ras, ataupun

Lebih terperinci