II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem tambak Tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang laut dan hewan air lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang. Kebutuhan air tawar dipenuhi dari sungai yang bermuara di laut (Sudarmo dan Ranoemihardjo, 1992). Menurut BBPBAP (2007) manajemen yang baik akan berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha tambak, pengertian sistem tambak dan fungsinya berdasarkan pengelolaan tambak yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) mendapatkan air pasok yang bebas hama penular dan logam berat yang berbahaya; b) tambak dapat menampung air dan mempertahankan kedalaman sesuai yang diinginkan (tidak rembes); c) mengeluarkan limbah dengan tingkat sedimen dan bahan organik terlarut yang rendah; d) dapat menjaga keseimbangan proses mikrobiologis; e) menggunakan bahan kimiawi/obat-obatan yang aman bagi manusia dan lingkungan dan f) menebar benih yang sehat. Untuk memenuhi persyaratan di atas maka unit tambak terdiri dari : 1) Saluran pengairan (sumber air pasok), 2) Unit tandon (terdiri dari petak karantina, petak pengendapan, petak biofilter), 3) Petak pemeliharaan dan 4) Petak pengolahan.

2 Lokasi tambak umumnya terletak di salah satu ekosistem pesisir yakni hutan mangrove karena itu dalam pembangunan tambak yang berkelanjutan maka lingkungan alami hutan mangrove tidak terlalu banyak dirubah/dirusak sehingga peran penting mangrove sebagai jalur hijau dapat dipertahankan. Pemilihan lokasi tambak yang berwawasan lingkungan harus mengetahui tipe kawasan pantai tempat tambak akan dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi tambak seperti: a) sumber air (suplai air laut dan tawar harus tercukupi, kesempurnaan pengeluaran air buangan dan pengeringan dasar tambak secara sempurna); b) amplitudo pasang surut dan ketinggian elevasi; c) topografi; d) kualitas tanah; e) vegetasi, jalur hijau dan kawasan penyangga (harus mempertahankan jalur hijau berupa bentangan mangrove selebar m disepanjang pantai dan sekitar 10 m disepanjang sungai); f) kondisi iklim; g) ketersediaan sarana penunjang; h) ketersediaan sarana produksi dan kemudahan pemasaran dan i) tata guna lahan dan kebijakan pemerintah (Purnamawati dan Dewantoro, 2007). Widigdo (2000) menambahkan bahwa lokasi tambak yang dipilih juga harus memperhatikan 2 faktor lain seperti a) pola arus dan pasang surut; b) tipe dasar pantai. Pola arus pasang surut yang tinggi memungkinkan air yang berlalu lalang di kawasan pesisir kuantitasnya semakin banyak begitu juga gelombang yang tinggi menyebabkan difusi udara lebih cepat ke perairan sehingga pengaruh limbah tambak dapat diminimalisasikan.

3 Primavera (2006) menyatakan pemilihan lokasi budidaya harus memperhatikan beberapa faktor agar budidaya ramah lingkungan dan usaha budidaya berkelanjutan. Kriteria lokasi budidaya meliputi faktor-faktor fisik standart seperti pasokan air, rezim pasang surut, topografi, kualitas tanah dan iklim serta kemampuan lingkungan untuk menyerap limbah. Kerapatan dari ikan/udang yang dibudiyakan di tambak, hal ini berhubungan dengan limbah yang dihasilkan dari usaha budidaya sehingga limbah yang dibuang tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan. Menurut Boone (1931), udang vanamei diklasifikasikan ke dalam Filum Arthropoda; Subfilum Crustacea; Kelas Malacostraca; Subkelas Eumalacostraca; Super ordo Eucarida; Ordo Decapoda; Sub ordo Dendrobrachiata; Famili Penaeidae; Genus Litopenaeus; Species Litopenaeus vannamei. Secara morfologi udang vanamei memiliki tubuh yang dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Udang vanamei memiliki tubuh yang berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksosekeleton secara periodik/molting (Haliman dan Adijaya 2004). Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu udang introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati karena memiliki banyak keunggulan antara lain tahan terhadap penyakit, pertumbuhan cepat, sintasan selama pemeliharaan tinggi dan FCR rendah (Hendrajat et al, 2007). Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan lokasi tambak udang vannamei harus memenuhi persyaratan tambak secara teknis maupun non teknis. Secara teknis lokasi tambak udang terletak di daerah pantai dengan fluktuasi air pasang dan surut 2-3 m, jenis tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari kebocoran air, mempunyai

4 sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar. Sedangkan secara non teknis lokasi tambak udang dekat dengan produsen benih udang vannamei, sumber tenaga kerja, sentra perekonomian sehingga mudah mendapatkan berbagai bahan pokok untuk produksi udang serta lokasi bisa dijangkau oleh saluran penerangan dan alat komunikasi Ekosistem wilayah pesisir Wilayah pesisir merupakan wilayah berbatasan (peralihan) antara daratan dengan laut. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air, wilayah ini masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut, intrusi garam. Batas di laut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan proses mengalirnya air tawar ke laut serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Dilihat dari segi ekologi, wilayah pesisir merupakan lokasi dari beberapa ekosistem yang unik, saling terkait, dinamis dan produktif. Ekosistem tersebut adalah 1) estuaria; 2) mangrove; 3) padang lamun dan 4) terumbu karang (Bengen, 2000). Menurut Dahuri (1998) ekosistem pesisir dan lautan memberikan 4 fungsi utama yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup umat manusia yaitu: 1) sebagai penyedia sumberdaya alam dapat pulih dan sumberdaya alam tak dapat pulih, 2) sebagai penyedia ruang untuk tempat tinggal, kegiatan budidaya pertanian (perikanan dan peternakan), industri, rekreasi dan parawisata serta perlindungan

5 alam, 3) sebagai penampung atau penyerap limbah (residu) sebagai hasil samping dari kegiatan konsumsi, produksi dan transportasi yang dilakukan manusai dan 4) sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan dan jasa-jasa pendukung kehidupan seperti udara bersih, siklus hidrologi, siklus hara, keanekaragaman hayati dan sebagainya. Ditinjau dari perspektif ekologi, terdapat 4 pedoman pembangunan pesisir secara berkelanjutan yaitu (1) keharmonisan spasial; (2) pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan; (3) membuang limbah sesuai dengan kapasitas asimilasinya dan (4) mendesign dan membangun prasarana dan sarana sesuai dengan karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan. Pembangunan perikanan secara berkelanjutan hanya dilakukan pada zona konservasi dan bila pesisir dijadikan tempat untuk membuang limbah dari perikanan maka harus ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas asimilasi perairan tersebut (Dahuri, 1998). Wilayah pesisir merupakan pusat dari kegiatan manusia, hal ini dimungkinkan karena wilayah ini memiliki produktivitas yang tinggi. Banyaknya barang dan jasa yang disajikan pesisir sehingga wilayah ini dimanfaatkan manusia untuk berbagai kegiatan seperti perikanan, budidaya, pertanian, pemukiman manusia, pelabuhan, pariwisata dan industri. Agar kondisi lingkungan pesisir mendukung untuk keberlanjutan kegiatan manusia maka pengelolaan wilayah ini harus dilakukan secara terpadu, berkoordinasi dengan berbagai sektor perekonomian serta perikanan, budidaya perikanan, kehutanan, pemukiman dan industri (Primavera, 1998; 2006).

6 Mangrove berfungsi secara fisik, biologis dan ekonomis di wilayah pesisir. Secara ekologis mangrove berfungsi menjaga kondisi pantai agar stabil, melindungi tebing pantai dan sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut serta sebagai perangkap zat pencemar. Secara biologis mangrove berperan sebagai habitat benih ikan, udang dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai tempat keanekaragaman biotik akuatik dan non akuatik seperti burung, ular, kera, kalelawar dan tanaman anggrek, sumber plasma nuftah. Secara ekonomi mangrove berfungsi sebagai bahan bakar, bahan tektil, makanan dan obat-obatan (Gunarto, 2004). Pemanfaatan zona pesisir untuk perikanan berdampak negatif terhadap lingkungan karena pembukaan lokasi pertambakan di wilayah mangrove menyebabkan kerusakan mangrove. Kehilangan mangrove menyebabkan fungsi mangrove sebagai ekosistem hilang seperti nursery ikan dan udang, habitat satwa liar, perlindungan pantai, pengendali banjir, perangkap sedimen dan pengolahan air (Primavera, 2006). Pa Ez-Osuna (2001) menambahkan bahwa peranan mangrove lainnya adalah sebagai filter di daerah pertambakan. Untuk dapat menghilangkan padatan dan nutrisi dari limbah budidaya tambak maka diperkirakan luasan mangrove sebesar 2 3 ha pada tambak dengan luas 1 ha. Sementara kolam intensif memerlukan luasan hutan mangrove 22 ha agar dapat memproses nitrogen dan posfor yang terkandung dalam limbah, sementara diperkirakan 0,04 0,12 ha hutan mangrove untuk menghapus beban nitrogen anorganik terlarut dari limbah yang dihasilkan tambak semiintensif

7 dengan luasan 1 ha. Dengan demikian, kerusakan mangrove menurunkan peranan mangrove sebagan tanaman filter sehingga pencemaran di pesisir akan sulit dihindari Pencemaran perairan pesisir Undang-undang Republik Indonesia No 32 tahun 2009 menyatakan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran pesisir dan lautan terjadi karena kegiatan manusia yang ada di daratan. Sumber pencemaran pesisir dan lautan berasal dari kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian( termasuk pertanian dalam arti luas seperti perikanan dan peternakan), bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketiga sumber tersebut berupa sedimen, unsur hara, pestisida, organisme patogen dan sampah (Dahuri, 1998). Pencemaran di wilayah pesisir terjadi karena limbah yang masuk melebihi kemampuan asimilasi wilayah pesisir dan karena adanya kerusakan ekosistem mangrove yang dikonversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman dan lainlain sehingga kemampuan substrat mangrove untuk mengikat bahan pencemar berkurang (Bengen, 2000). Pengaruh polusi terhadap badan air tergantung pada polutan dan kapasitas perairan untuk mengencerkan dan mengasimilasi polutan. Perairan yang luas dan adanya tiupan angin serta terjadinya pergantian air karena pengaruh pasang surut dan

8 arus berpotensi mengurangi pencemaran air. Dengan demikian, agar limbah udang tidak menyebabkan penurunan kualitas air maka harus diketahui masukan limbah dari berbagai aktivitas manusia (Boyd dan Green, 2002). Dari penelitian yang dilakukan ada sekitar 120 kg/ha BOD 5 dan 2400 kg/ha TSS yang dikeluarkan dari kolam melalui pergantian air selama pemeliharaan karena itu BOD 5 dan TSS adalah variabel kualitas air yang penting dalam pengendalian pencemaran. Untuk menghilangkan tingginya TSS dan BOD 5 di perairan sekitar tambak perlu adanya kolam penampungan di lokasi pertambakan sebelum air di buang ke perairan sekitar, dari penelitian kasar diperoleh bahwa kadar TSS menurun 60-80% dan BOD 5 sekitar 15-30% dapat hilang dalam kolam penampungan dengan hanya menahan air selama 6 8 jam (Boyd, 2001). Pakan, kotoran dan limbah metabolik meningkatkan konsentrasi nutrisi terutama nitrogen dan fosfor dalam air kolam, keberadaan nutrisi ini dalam kolam merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pada usaha budidaya intensif dan semi intensif dilakukan pergantian air untuk mengurangi konsentrasi nutrisi, fitoplankton, amonia dan metabolit serta bahan organik yang berpotensi racun di kolam selanjutnya di buang ke perairan sekitar tambak. Buangan air dari kolam intensif dan semi intensif secara langsung ke ekosistem perairan tanpa dilalui dengan perlakuan terhadap buangan limbah tambak menyebabkan eutrofikasi, kekeruhan berlebihan, sedimentasi, toksisitas dan salinisasi habitat perairan (Boyd dan Green, 2002).

9 Dampak negatif dari buangan tambak mengurangi nilai dari ekosistem pesisir untuk keperluan lain dan dapat mempengaruhi flora dan fauna asli perairan, karena itu penting mengurangi volume dan meningkatkan kualitas limbah tambak udang serta meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan yang merugikan dengan cara memperbaiki manajemen dalam usaha budidaya seperti penggunaan pupuk dan pakan yang efisien, pengurangan pertukaran air, kontrol erosi, membatasi penggunaan bahan kimia dan mengurangi sedimentasi (Boyd dan Green, 2002). Boyd dan Weddig (1997) mengatakan permasalahan yang dihadapi lingkungan perairan pesisir akibat kegiatan budidaya tambak adalah terjadinya eutrofikasi dan sedimentasi di perairan alami di sekitar pertambakan akibat limbah tambak yang dibuang. Pencemaran perairan pesisir terjadi karena buangan air dari kolam budidaya mengandung 3 jenis bahan kontaminan utama seperti nutrisi, obat-obatan dan antibiotik serta bahan kimia. Peningkatan jumlah total kontaminan di perairan sejalan dengan pembuangan air budidaya ke perairan terdekat yang menyebabkan penurunan kualitas air dan penyebaran penyakit. Nutrisi dari tambak berupa sisa pakan menyebabkan hypernutrisi di perairan dekat tambak. Bahan kontaminan dari nutrisi terakumulasi didalam sedimen perairan yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen, hidrogen sulpida, penipisan oksigen dan meningkatkan populasi bakteri ( Tobey et al, 1988). Dalam usaha budidaya antibiotik dan bahan kimia digunakan untuk mengontrol penyakit, pencegahan penyakit, pengendali hama, diseinfektan, anestesi namun penyalahgunaan bahan ini menyebabkan kekuatiran pada lingkungan di dekat

10 tambak. Penggunaan antibiotik yang berlebihan menyebabkan patogen resisten terhadap antibiotik. Antibiotik yang terdapat dalam pakan tertransfer ke ikan liar dan kerang disekitar pertambakan dan terakumulasi dalam jaringan ikan dan kerang, selain itu kehadiran antibiotik dalam sedimen perairan akan mempengaruhi dekomposisi bakteri alami sehingga mempengaruhi ekologi mikroba bentik. Bahan kimia yang terbuang ke perairan mungkin memiliki efek mematikan atau sub lethal pada organisme di lingkungan sekitar pertambakan selain itu bahan kimia dapat menimbulkan bahaya kesehatan terhadap pekerja, penduduk di dekatnya dan konsumen. Kekuatiran timbul karena ditemukan udang yang terkontaminasi dengan merkuri, kadmium organochloride, dan organo-fosfat pestisida, dioxin dan antibiotik (Tobey et al, 1988). Efek limbah domestik, limbah pengolahan ikan lebih kecil dari efek yang ditimbulkan oleh limbah tambak. Walaupun limbah tambak kurang berbahaya dibandingkan dengan limbah lain yang masuk ke perairan pesisir namun volume limbah yang dibuang dalam jumlah yang besar pada area yang kecil dimana pasokan air terbatas menimbulkan polusi di daerah budidaya udang (Lacerda, 2006). Pakan yang tinggi di dalam kolam meningkatkan konsentrasi nutrisi dan fitoplankton. Limbah tambak memiliki karakteristik dimana ph, amoniak, fosfor, BOD 5 dan TSS lebih tinggi dari perairan sekitar sementara konsentrasi DO rendah dari perairan sekitar. Limbah tambak ini merupakan beban polutan di perairan umum (Boyd, 2011).

11 2.4. Beban limbah budidaya dan dampaknya terhadap perairan pesisir Pakan dipergunakan udang untuk pertumbuhannya tetapi tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan udang sebagian berupa limbah organik dalam bentuk hasil metabolisme dan sisa pakan yang tidak termanfaatkan. Budidaya udang intensif menghasilkan limbah organik terutama yang berasal dari pakan, feses dan bahanbahan terlarut, yang terbuang ke perairan dan akan mempengaruhi kualitas lingkungan pesisir. Pakan buatan menyediakan sebagian besar nitrogen (92%); fosfor (51%) dan bahan organik (40%) dalam tambak intensif. Dari total pakan udang hanya 16,7% yang dirubah menjadi biomassa, sisanya adalah sisa pakan yang tidak dikonsumsi, kotoran dan dieleminasi menjadi metabolit (Primavera, 1998) selanjutanya Primavera dan Apud (1994) menambahkan kira-kira 35% merupakan limbah organik berupa sisa pakan (15%) dan sisa metabolisme udang (20%). Menurut Boyd dan Weddig (1997), pupuk dan pakan yang diaplikasikan kedalam kolam mengandung nitrogen dan posfor digunakan untuk meningkatkan produksi kolam tambak, kedua senyawa ini dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pakan diberikan di kolam tidak semuanya dimakan udang tetapi ada sisa yang tidak termakan udang, sisa pakan yang tidak dimakan mengendap di dasar kolam dan diuraikan mikroorganisme menjadi bahan anorganik seperti amonia, fosfat, dan karbon dioksida sedangkan pakan yang dimanfaatkan udang sebagian dirubah untuk penambahan bobot tubuhnya dan dikeluarkan atau diekresikan ke air dalam bentuk karbon dioksida, amonia, dan metabolit lainnya. Bahan anorganik di dalam kolam ini selanjutnya dimanfaatkan fitoplankton melalui proses asimilasi

12 sehingga menambah kesuburan (eutrofikasi) di kolam. Peningkatan pemberian pupuk dan pakan dalam kolam akan meningkatkan pertumbuhan fitoplankton di kolam. Dengan demikiaan tidak mungkin untuk meningkatkan produksi dengan pupuk dan pakan tanpa tidak menyebabkan eutrofikasi di kolam. Boyd dan Weddig (1997) menambahkan air buangan dari limbah tambak kaya akan nutrisi dan mengandung bahan organik yang terlarut dan tersuspensi, bahanbahan ini keluar pada saat pertukaran air selanjutnya masuk ke perairan alami di dekat pertambakan. Buangan limbah dari pertambakan ini akan mengalami pengenceran dan diasimilasi di perairan pesisir, apabila buangan dari tambak tidak melampaui kapasitas asimilasi perairan maka eutrofikasi perairan tidak akan terjadi sebaliknya perairan pesisir akan mengalami eutrofikasi apabila buangan limbah melebihi kapasitas asimilasinya. Rönnbäck (2001), dampak lingkungan dari budidaya udang timbul dari pemanfaatan sumberdaya seperti tanah, air, benih dan pakan. Efek yang ditimbulkan usaha budidaya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Efek budidaya secara langsung berupa pelepasan zat eutrofikasi, bahan kimia beracun dan transfer penyakit dan parasit sedangkan efek secara tidak langsung berupa hilangnya habitat dan ruang niche serta perubahan dalam jaring-jaring makanan. Budidaya udang secara intensif menghasilkan rata-rata buangan nitrogen berkisar kg/km 2 /tahun dan menghasilkan buangan pertahunnya sebesar ton/tahun, sedangkan buangan fosfor berkisar antara 0,4 77 kg/km 2 /tahun dan buangan tahunan sebesar 0,7 35 ton/tahun. Untuk mengurangi dampak dari

13 buangan limbah tambak diajurkan dibuat kolam pengendapan yang diisi ikan, moluska dan ganggang laut (Lacerda, 2006). Hitungan besar limbah tambak dalam bentuk Nitrogen (N) dan Pospor (P) yang lebih sederhana sebagai berikut, apabila pakan yang diberikan bermutu tinggi yaitu dengan kadar protein pakan 35% (kandungan N dan P masing-masing 84 g dan 18 g) akan dapat menghasilkan FCR 1,5 (Food Corversion Ratio) yang artinya untuk menghasilkan 1 kg berat udang dibutuhkan 1,5 kg pakan. Dalam kondisi tersebut hanya 27,5 g N dan 3 g P yang dikonversi menjadi daging dan 56,6 g N dan 15 g P yang terbuang ke perairan. Limbah yang terbuang dalam bentuk N dan P sangat ditentukan oleh kapasitas produksi tambak, sehingga semakin tinggi produksi tambak persatuan luas (kg/ha) maka semakin besar limbah N dan P yang terbuang ke perairan (Boyd, 2001). Konsentrasi BOD 5 dan TSS terus meningkat selama masa pemeliharaan, mendekati panen konsentrasi BOD 5 meningkat menjadi 10mg/L sementara TSS meningkat menjadi 150 mg/l. Beban limbah yang diterima perairan dari 20% limbah yang dibuang pada saat pengeringan adalah BOD 5 33% dan limbah TSS 35% yang dilepaskan selama panen, dengan demikian ada sekitar 180 kg/ha beban BOD 5 dan 3200 kg/ha beban TSS yang dikeluarkan pada saat pengosongan kolam (Boyd, 2001). Nyanti et al (2011), konsentrasi TSS, COD, BOD 5, total nitrat, total fosfat dan Clorophil-a tinggi di perairan pesisir. Besarnya beban dari masing-masing parameter ini yang dibuang ke perairan dari lokasi pertambakan secara berurut adalah: 3.533,3 kg/ha (TSS) ; 7.824,4 kg/ha (COD); 735,6 kg/ha (BOD 5 ); 167,8 kg/ha (Total nitrat); 3,0 kg/ha (total fosfat) dan 0,52 kg/ha (Clorophil-a).

14 Kandungan protein pellet (pakan udang buatan) cukup tinggi yaitu sekitar 40%, sehingga pelet yang mengalami pembusukan (perombakan) menghasilkan senyawa + nitrogen anorganik berupa N-NH 3 /N-NH 4 (amonia/amonium) yang merupakan salah satu senyawa toksid bagi udang (Boyd, 1990). Tingginya kandungan limbah organik menyebabkan bakteri di perairan meningkat sehingga menyebabkan timbulnya penyakit pada udang dan menyebabkan kematian udang. Limbah organik di dalam tambak berupa sisa pakan akan mengalami dekomposisi menjadi CO 2, amoniak, fosfat dan mikro nutrien lain yang hadir di dalam kolam dan menambah kesuburan tambak, namun keberadaan amoniak dan nitrat menyebabkan media pemeliharaan tidak nyaman bagi kehidupan udang dan mengakibatkan udang stress sehingga berpeluang menimbulkan serangan penyakit. Dengan meningkatnya kesuburan tambak, kelimpahan fitoplankton dalam air akan meningkat hal ini berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen (Maarif dan Somamiharja, 2000). Manajemen limbah diperlukan untuk keberlanjutan usaha budidaya ikan/udang di tambak. Jumlah limbah yang dibuang ke perairan dapat diminimalkan dengan sistem air tertutup dan semi tertutup, sistem ini dilakukan dengan cara mendaur ulang air melalui serangkaian waduk, kolam treatment (dengan menempatkan ikan, bivalva dan ganggang) dan kanal selanjutnya air kembali ke kolam produksi. Sistem air tertutup dan semi tertutup juga dapat meminimalkan masuknya organisme penyakit dari perairan alami dan menciptakan kualitas air masuk yang cocok untuk keberlanjutan usaha budidaya (Primavera, 2006).

15 2.5. Daya dukung lingkungan perairan pesisir Undang-Undang Republik Indonesia No 32 tahun 2009 menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Menurut Purnomo (1992), daya dukung lingkungan merupakan nilai mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam satu kesatuan ekosistem. Daya dukung lingkungan erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan. Kapasitas asimilasi adalah kemampuan ekosistem untuk menyerap atau mengubah beberapa atau semua kontaminan melalui proses secara alami atau buatan manusia menjadi bentuk yang memiliki dampak minimal terhadap proses biologis ekosistem (UNEP, 2007). Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk menampung limbah dari berbagai aktivitas atau tingkat dari aktivitas tanpa menimbulkan dampak terhadap perubahan lingkungan (GESAMP, 1986; 1996). Menurut FAO (2010), daya dukung lingkungan dalam konteks budidaya di suatu area tertentu dan badan air dinyatakan dengan penambahan nutrisi ke lingkungan tanpa menyebabkan eutrofikasi, tingkat aliran organik ke organisme bentos tanpa menyebabkan gangguan besar untuk proses bentik alami dan penurunan oksigen terlarut yang dapat ditampung perairan tanpa menyebabkan kematian biota alami. Usaha budidaya harus menyesuaikan produksinya dengan daya dukung lingkungan lokal atau konteks sosial setempat, karena masing-masing ekosistem

16 memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menyerap dan mengasimilasi senyawa organik dan nutrisi. Daya dukung untuk keberlanjutan usaha budidaya berupa a) daya dukung fisik: total areal budidaya dan pengguna lain di perairan yang dapat ditampung ruang fisik perairan; b) daya dukung produksi: kepadatan stock yang dapat dipanen secara berkelanjutan; c) daya dukung ekologi: jumlah budidaya tidak menimbulkan dampak ekologi dan d) daya dukung sosial: pengembangan tingkat budidaya yang menyebabkan dampak sosial tidak diterima (FAO, 2010). Kelestarian lingkungan dapat tercapai apabila limbah dari suatu kegiatan masih sesuai dengan kapasitas lingkungan. Ada empat komponen kapasitas lingkungan yang relevan untuk usaha budidaya yaitu: 1) penyebaran dan pengenceran nutrisi dalam air penerima; 2) asimilasi nutrisi dalam kolom air atau sedimen; 3) efek konsentrasi dan asimilasi nutrisi terhadap fungsi dan integritas ekosistem; 4) standar kualitas lingkungan berdasarkan konsentrasi nutrisi atau dampak fisik dan ekologis yang lebih luas dari konsentrasi. Berdasarkan hal tersebut, pengertian kapasitas lingkungan (daya dukung lingkungan) adalah loading total nutrisi (atau penghapusan) yang dapat dipertahankan dalam suatu area tertentu tanpa menyebabkan pelanggaran standart kualitas lingkungan (Hambrey et al, 1999). Menurut Sutrisno dan Ambarwulan (2003), kapasitas daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan yang sebanding dengan pemanfaatannya. Ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan udang yang berbasis lingkungan yaitu 1) tanah; 2) ekologis; 3) luas lahan dan 4) sosial ekonomi. Aspek tanah mengkaji kemampuan

17 dan kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya udang. Aspek ekologis mengkaji kualitas air berkaitan dengan aktivitas budidaya tambak udang terutama sedimentasi dan kandungan bahan organik, keragaman hayati, keberadaan spesiesspesies endemik serta spesies lain yang menunjang kehidupan penduduk setempat. Aspek luas lahan mengkaji luas lahan yang diperuntukan bagi udang berdasarkan analisis zonasi yang ditetapkan perundang-undangan, ekosistem dan ekologi. Aspek sosial ekonomi mengkaji daya dukung maksimum lingkungan terhadap populasi manusia dan aktivitas tambak udang, nilai ekonomi lingkungan tambak udang. Menurut Widigdo (2000), untuk menjaga kelestarian usaha tambak dan meminimalisasi penurunan kualitas lingkungan akibat limbah tambak maka luasan/jumlah tambak yang dibuka di suatu kawasan harus sesuai dengan kemampuan alam setempat (daya dukungnya). Daya dukung tambak ditentukan oleh beberapa faktor seperti faktor geo-oceanografi, hidrologis, sifat-sifat fisika tanah dan air, pola arus pantai, pasang surut serta tipe dasar pantai Daya tampung perairan pesisir dari kegiatan pertambakan KEPMENLH No 110 (2003) menyatakan bahwa daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Daya tampung pakan maksimum untuk 1 ha tambak yang dikelola secara intensif yaitu kg/hari, lebih dari itu perairan tidak mampu lagi mempertahankan kualitasnya (Boyd, 1992). Limbah buangan tambak yang masuk ke perairan

18 berdampak potensial menyebabkan penurunan kualitas air. Agar kualitas perairan tidak menurun maka ada 3 faktor yang diperhatikan yaitu: 1) besarnya debit limbah, 2) komposisi kimia limbah tambak udang (padatan tersuspensi, nutrisi dan bahan organik, 3) karakteristik perairan penerima seperti tingkat pengenceran limbah, waktu tinggal limbah dan kualitas air penerima (Pa Ez-Osuna, 2001). Aktivitas pertambakan berpotensi memberikan kontribusi dalam meningkatkan jumlah bahan pencemar kedalam perairan. Bahan pencemaran diindiksikan dari BOD 5, TSS, NO 2 dan NH 3 -N, adanya masukan bahan pencemar ini mempengaruhi kualitas perairan. Bahan pencemar ini akan mengalami degradasi (asimilasi) dimana kemampuan asimilasi tergantung kepada proses hidrodinamika perairan termasuk proses pencampuran dan waktu pembilasan yang dipengaruhi periode pasang surut dan arah arus (Sanusi et al., 2005). Limbah tambak yang masuk ke perairan akan mengalami pencampuran dan pengenceran. Kemampuan pengenceran perairan dipengaruhi oleh kapasitas dan daya tampung perairan sebagai penerima limbah yang berbanding lurus dengan kualitas dan kuantitas perairan. Dengan demikian, kemampuan pengenceran perairan dipengaruhi oleh volume air yang tersedia di pantai. Volume air yang tersedia pantai ditentukan dengan pendekatan rumus Widigdo dan Pariwono (2003) sebagai berikut: Vo = 0,5 h.y Vs = 0,5 h.y h 2 x... (1) tgθ ( 2h 1) 2 x... (2) tgθ

19 Dimana : y = panjang garis pantai kawasan; h = kisaran pasang surut; tg θ = Kemiringan dasar laut/pantai dan x = Jarak dari garis pada air pasang kearah laut sampai mencapai titik dimana kedalaman air pada saat surut adalah satu meter dan tidak terpengaruh gerakan turbelen air pasang Proses pencampuran limbah di perairan dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamika seperti pasang surut. Pasang surut (Pasut) merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya sentrifugal dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomis terutama oleh matahari, bumi dan bulan (Triatmodjo, 2007; Wibisono, 2005). Menurut Wibisono (2005), Tipe pasang surut dapat ditentukan dari hasil pembagian jumlah amplitudo komponen K1 dan O1 serta jumlah amplitudo komponen M2 dan S2 dengan rumus: F = A ( K1 + 01) (3) A ( M 2 + S2) Dimana: K1 adalah konstanta diurnal yang diakibatkan oleh deklinasi bulan-matahari O1 adalah konstanta diurnal yang diakibatkan oleh deklinasi bulan M2 adalah konstanta semidiurnal yang diakibatkan oleh bulan S2 adalah konstanta semidiurnal yang diakibatkan oleh matahari

20 Bila harga F memenuhi salah satu perjanjian seperti dibawah ini: 0 < F < 0,25 : tipe pasang surut sebagai harian ganda (semi diurnal) 0,25 < F < 1,50 : tipe pasang surut sebagai campuran (mixed type) condong ke harian ganda 1,50 < F < 3,00 : tipe pasang surut sebagai campuran (mixed type) condong ke harian tunggal F > 3,00 : tipe pasang surut sebagai harian tunggal murni (diurnal type) Menurut Triatmodjo (2007), tipe pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 tipe pasang surut yaitu: 1) pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) adalah pasang surut dimana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara teratur; 2) pasang surut harian tunggal (diurnal tide) adalah pasang surut dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali air surut; 3) pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal) adalah pasang surut dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi dan periodenya berbeda dan 4) pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) adalah tipe pasang surut dimana satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda Kelayakan kualitas perairan untuk kegiatan pertambakan Kualitas air merupakan faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dari suatu kegiatan budidaya ikan. Dengan demikian, kualitas air yang masih layak untuk usaha budidaya apabila air penerima limbah (perairan) dari budidaya memiliki

21 volume 100 kali lebih banyak dari volume limbah yang masuk ke perairan. Volume air laut yang masuk ke perairan pantai dihitung berdasarkan panjang pantai, jangkauan pasang, frekunsi pasang, kemiringan (kelandaian pantai), dan jarak dari garis pantai pada air pasang ke arah laut sampai mencapai titik kedalaman air pada saat surut dan tidak terpengaruh terhadap turbelen air dasar (Alison, (1991) dalam Rustam (2005)). Pasokan kualitas air yang baik merupakan faktor yang penting bagi budidaya perairan karena berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme aquatik (Chien, 1992). Beberapa nilai optimum parameter kualitas air yang mendukung budidaya udang antara lain oksigen terlarut > 4 mg/l, ph 7,5 8,5 (Chien, 1992); suhu C, kecerahan cm (Hirono, 1992); Salinitas / 00, H 2 S < 0,005 mg/l (Boyd, 1991). Apabila sumber air untuk tambak udang mengalami penurunan kualitas karena polusi maka kualitas air pada kolam akan terganggu dalam memproduksi udang seperti lingkungan kurang efisien dalam mendukung udang, kerentanan terhadap penyakit lebih besar dan tingkat kematian lebih tinggi. Dengan demikian, penting untuk diketahui informasi tentang status kualitas air dalam usaha budidaya udang (Boyd dan Green, 2002). Metode yang digunakan untuk memperbaiki dampak limbah tambak udang kepada kualitas air penerima antara lain: a) desain kolam diperbaiki; b) pembangunan kolam oksidasi air limbah-sedimentasi; c) pengurangan pergantian air; d) pengurangan masukan nitrogen dan fosfor dalam pakan; e) penghapusan

22 kolam berlumpur dan f) sistem budidaya menggunakan sistem tertutup dan didalam kolam pengolahan dilakukan pemeliharaan secara polikultur serta penggunaan mangrove sebagai biofilter air dikeluarkan (Rönnbäck, 2001). Buangan limbah dari tambak dapat diminimalkan dengan pola sistem tertutup atau sistem semi-tertutup. Pergantian air dengan sistem tertutup dan semi tertutup dilakukan cara mendaur ulang kembali air buangan melalui serangkaian proses perjalanan air di mulai dari waduk, kolam treatment (dimasukkan ikan, bivalva dan ganggang) dan kanal lalu air dimasukkan kembali kedalam kolam produksi. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi limbah yang keluar dari kolam ke perairan sekitar dan meminimalkan masuknya organisme penyakit dari perairan alami (Tobey et al, 1998). Menurut Boyd (2001), merumuskan standart kualitas air buangan limbah tidak mudah karena penetapan standart kualitas untuk buangan limbah belum pernah ada sebelumnya selain itu penetapan standart tidak boleh terlalu ketat karena peraturan yang ketat akan membuat petani tambak tidak melakukannya. Adapun tujuan dari penetapan standart kualitas air buangan adalah untuk melindungi lingkungan. Penetapan standart kualitas air buangan untuk budidaya udang dapat dilihat dari Tabel 1.

23 Tabel 1. Standart kualitas air limbah dari kegiatan budidaya udang untuk kualitas air awal dan target (Boyd, 2001) Variabel Satuan awal target ph - 6,9 9,5 6,0 9,0 TSS (Total Suspended Solid) mg/l < 100 < 50 Total posfor mg/l < 0,5 < 0,3 Total amonia Nitrogen mg/l < 5,0 < 3,0 BOD5 mg/l < 50 < 30 Oksigen terlarut mg/l > 4,0 > 5,0 Sumber air untuk budidaya yang berasal dari air sungai dan air laut harus memenuhi persyaratan fisik dan kimiawi, bebas bahan polutan serta tidak keruh. Air harus memenuhi baku mutu untuk mendukung kehidupan organisme air. Baku mutu air laut adalah kadar ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut (KEPMEN LH No 51, 2004). Air yang akan ditebari udang harus mempunyai kualitas sifat fisika-kimia. Udang Vannamei dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas yang lebar (20-35 ppt), oksigen terlarut antara 4,99 mg/l dan 10,03 mg/l dan ph diantara 7,83 dan 8,89 sedangkan suhu tidak berpengaruh terhadap udang vannamei (Mustafa et al., 2007). Utojo dan Tangko (2008) menambahkan persyaratan kualitas air lainnya yang diperhatikan untuk budidaya udang vannamei antara lain suhu air 26 0 C 32 0 C; alkalinitas total mg/l; bikarbonat >80 mg/l; kesadahan total > mg/l; H 2 S <0,1 mg/l; PO 4 0,5-1 mg/l; transparansi cm; plankton dominan alga hijau dan diatom; oksigen > 4 mg/l dan kedalaman air tambak minimal 1 meter.

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung V.1. Kajian keberlanjutan dengan Metode Ecological Footprint Seperti telah disebutkan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Diperoleh model dalam pengelolaan lahan mangrove dengan tambak dalam silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat bermanfaat bagi pengguna

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat pesat saat ini. Perkembangan pariwisata dunia telah melahirkan bentuk pariwisata baru pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia SUMBER DAYA ALAM (SDA) Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kemaslahatan manusia SUMBER DAYA ALAM TIM ILMU LINGKUNGAN FMIPA UNSYIAH JENIS-JENIS SDA Sumber daya alam yang dapat diperbaharui

Lebih terperinci

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net)

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lokasi Secara administratif Teluk Benoa terletak di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Teluk Benoa termasuk dalam teluk semi tertutup yang memiliki fase pasang dan surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi

BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi BAB I PENDAHULAUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci