ANALISIS EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KEBERATAN SESUAI DENGAN PROGRAM LAYANAN UNGGULAN (STUDI KASUS KANWIL DJP JAKARTA PUSAT) Ririn Avriyani, Adang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KEBERATAN SESUAI DENGAN PROGRAM LAYANAN UNGGULAN (STUDI KASUS KANWIL DJP JAKARTA PUSAT) Ririn Avriyani, Adang"

Transkripsi

1 ANALISIS EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KEBERATAN SESUAI DENGAN PROGRAM LAYANAN UNGGULAN (STUDI KASUS KANWIL DJP JAKARTA PUSAT) Ririn Avriyani, Adang Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Abstrak Penelitian ini membahas tentang efektifitas penyelesaian keberatan sesuai dengan program layanan unggulan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana efektifitas dalam penyelesaian keberatan dengan mengambil studi kasus pada Kanwil DJP Jakarta Pusat, serta permasalahan yang dihadapi dalam penyelesaian keberatan dari pihak wajib pajak maupun dari pihak penelaah keberatan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan studi pustaka. Analisa dilakukan dengan menggunakan indikator efektifitas organisasi yang menyelenggarakan pelayanan publik. analisa yang dilakukan mengacu pada tema penelitian ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyelesaian keberatan sesuai dengan program layanan unggulan di kanwil DJP Jakarta Pusat belum efektif karena berdasarkan hasil penelitian masih terdapat kendala-kendala dalam proses penyelesaian keberatan. Saran yang diberikan oleh peneliti untuk mengatasi kendala dalam proses penyelesaian keberatan adalah dilakukan penyuluhan dan bimbingan secara intensif dengan cara mengundang wajib pajak kedalam forum terbuka tentang keberatan pajak serta membentuk aparat pajak yang akuntable dengan cara pemberian sanksi. Kata Kunci : Efektifitas. Keberatan Pajak Abstract This study discusses the effectiveness of the program in accordance with the settlement of objections superior service. The purpose of this study to determine how the effectiveness of the settlement of objections by taking case study at the Regional Office of the DGT Central Jakarta, as well as the problems faced in resolving the objections of the taxpayer or of the reviewers' objections. The approach used in this study is a qualitative descriptive research. Data collection techniques are in-depth interviews and literature. The analysis is done using organizational effectiveness indicators organizing public services. analysis conducted referring to the theme of this study. The research concludes that the resolution of the objection in accordance with the superior service programs in local offices of DGT Central Jakarta has not been effective because based on the research results, there are still obstacles in the process of resolving the objection. Keywords: Effectiveness. Tax objection

2 1. PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah maka pemerintah selalu dituntut mampu mewujudkan nilai-nilai keadilan. Fungsi pajak juga mengakomodasi peran serta masyarakat dan negara sebagai motor penggerak kehidupan masyarakat baik bernegara maupun berbangsa. Direktorat Jenderal Pajak dalam pelaksananaan tugasnya selalu berupaya untuk dapat meningkatkan kinerjanya, dengan selalu mengedepankan visi dan misinya sehingga mampu memberikan optimalisasi pembiayaan pemerintah dalam kemandirian pembiayaan. Salah satu visinya adalah menjadi pelayanan kelas dunia yang dapat dibanggakan oleh masyarakat. Salah satu jenis layanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah memproses permohonan keberatan Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang diterbitkan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan fiskus. Wajib Pajak yang merasa keberatan terhadap ketetapan yang diterbitkan oleh fiskus, diberi hak untuk mengajukan keberatannya kepada Direktur Jenderal Pajak. Ketetapan yang diterbitkan dari pihak fiskus inilah yang menjadi dasar sengketa antara Wajib Pajak dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak yang memerlukan penyelesaian secara adil dengan prosedur dan proses cepat, murah dan sederhana. Berikut ini gambaran permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak yang diperoleh dari Kanwil DJP Jakarta Pusat : Tabel 1.2 Permohonan Keberatan tahun 2009 tahun 2010 tahun 2011 Permohonan Keberatan Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Peneliti Jika dilihat dari grafik diatas, terlihat adanya trend penurunan jumlah permohonan keberatan yang diterima oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat selama tiga tahun terakhir ini.

3 Dimana pada tahun 2009 Kanwil DJP Jakarta Pusat tercatat menerima permohonan keberatan sebanyak 684 berkas pengajuan keberatan, sedikit mengalami penurunan pada tahun 2010 yang tercatat sebanyak 669 berkas keberatan. Akhir tahun 2011 Kanwil DJP Jakarta Pusat mencatat telah menerima permohonan keberatan dengan total 546 berkas keberatan. Berkas keberatan yang diterima oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat meliputi jenis pajak PPN, PPnBm, PPh, PBB dan BPHTB. Salah satu hal yang menjadi masalah pokok dalam proses penyelesaian keberatan Wajib Pajak, yaitu banyaknya Wajib Pajak beranggapan bahwa penyelesaian keberatan yang selama ini diterapkan kurang mementingkan hak-hak Wajib Pajak untuk mendapatkan keadilan. Hal ini banyak disebabkan karena layanan yang ada masih dianggap terlalu birokratis, tidak transparan, terlalu panjang, tidak jelas bahkan sering dirasakan berbelit-belit adalah diantara yang mengemuka sebagai gambarannya (Pandiangan, 2008 : 95) sehingga Wajib Pajak melanjutkan upaya hukumnya melalui upaya banding ke Pengadilan Pajak. Reformasi birokrasi yang diarahkan untuk memberikan peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada publik dapat dilakukan melalui berbagai langkah prioritas. Sehingga peningkatan ini dapat diwujudkan dalam jangka menengah dan jangka panjang, namun dengan memperhatikan layanan yang lebih baik (best services). (Pandiangan, 2008 : 95) Terkait dengan pelayanan dalam penyelesaian proses keberatan, reformasi dimulai dengan diimplementasikannya Sistem Administrasi Perpajakan Modern (SAPM) pada akhir 2004 dan secara bertahap mulai diterapkan tahun 2005 hingga saat ini. Penerapan SAPM ini memberikan perubahan mendasar dalam pelayanan kepada Wajib Pajak yang mengajukan keberatan pajak. Hal ini ditandai dengan diberlakukannya peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-165/PJ/2005 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Jenderal Pajak Nomor KEP-297/PJ/2002, dimana proses keberatan yang sebelumnya menjadi wewenang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan ada sebagian yang menjadi wewenang Kantor Wilayah (Kanwil), kini wewenang atas penyelesaian keberatan oleh KPP sepenuhnya telah menjadi wewenang Kanwil. Hal ini bertujuan untuk menjamin terwujudnya profesionalisme dan objektifitas kinerja dalam menyelesaikan proses keberatan. Semenjak itu, reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus dilakukan untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Pembenahan dalam segala segi dan aspek di Direktorat ini semakin disempurnakan, termasuk pelayanan terhadap penyelesaian permohonan keberatan Wajib Pajak. Salah satunya dengan adanya 8 (delapan) layanan

4 unggulan perpajakan sesuai dengan Surat Edaran NOMOR SE-37/PJ/2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang Percepatan Jangka Waktu Penyelesaian Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang telah diubah dengan diterbitkannya Surat Edaran NOMOR : SE-79/PJ/2010 tanggal 15 Juli 2010 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Keuangan NOMOR : 187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 mengenai Standard Prosedur Operasi (SOP) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan Kementrian Keuangan dimana terdapat 16 (enam belas) jenis layanan unggulan bidang perpajakan yang salah satunya mempercepat proses penyelesaian keberatan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan prima bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat 1 UU KUP permohonan keberatan wajib pajak paling lambat harus diputus dalam jangka waktu 12 bulan. Dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan mengenai Layanan Unggulan ini, proses penyelesaian keberatan dapat dipercepat menjadi 9 bulan semenjak permohonan diterima. Di pihak fiskus yang menangani keberatan, kebijakan percepatan jangka waktu penyelesaian keberatan ini harus dapat ditunjang dengan kinerja yang lebih optimal sesuai dengan prinsip pelayanan prima agar sasaran dari program Layanan Unggulan ini dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Di sisi wajib pajak, apakah dengan adanya Layanan Unggulan khususnya dalam penyelesaian keberatan ini benar dapat memberikan kepastian serta kepuasaan hukum bagi para wajib pajak tanpa mengesampingkan proses dan pemberian bukti-bukti yang ada, ataukah wajib pajak merasa kebijakan ini akan membatasi hak wajib pajak dalam memberikan bukti-bukti selama proses keberatan yang akan menjadi dasar keputusan keberatan. Terkait hal-hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui seberapa berhasil implementasi penyelesaian keberatan pajak sesuai dengan Program Layanan Unggulan yang diberikan oleh Departemen Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak beserta permasalahan yang dihadapi. 1.1 Perumusan Masalah Masih banyaknya Wajib Pajak yang beranggapan penyelesaian keberatan selama ini yang diterapkan kurang mementingkan hak-hak Wajib Pajak untuk mendapatkan keadilan. Hal ini banyak disebabkan karena layanan yang ada masih dianggap terlalu birokratis, tidak transparan, terlalu panjang, tidak jelas bahkan sering dirasakan berbelit-belit. Seiring dengan perubahan atau modifikasi yang diterapkan DJP untuk memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, saat ini mulai diterapkan Program Layanan Unggulan, khususnya dalam

5 penyelesaian keberatan, diharapkan dengan adanya layanan yang diberikan fiskus kepada para wajib pajak yang mengajukan permohonan keberatan dapat berjalan dengan efektif tanpa menghilangkan atau mengurangi hak wajib pajak dalam proses penyelesaiannya. Terkait dengan percepatan keputusan, percepatannya harus ditunjang dengan prosedur kerja yang jelas dan transparan, serta memperhatikan mengenai sumber daya manusia yang dimiliki oleh Kanwil apakah dalam penyelesaian keberatan sudah memadai baik dari kualitas maupun kuantitas sehingga percepatan jangka waktu penyelesaian keberatan pajak dapat berjalan efektif dan sesuai dengan prosedur yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun pertanyaan yang timbul adalah: 1. Bagaimana efektifitas Program Layanan Unggulan dalam penyelesaian keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat? 2. Apa saja permasalahan yang dihadapi dalam proses penyelesaian keberatan pajak yang timbul dari pihak penelaah keberatan maupun dari wajib pajak? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas Program Layanan Unggulan khususnya dalam penyelesaian keberatan yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jakarta Pusat. 2. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh penelaah keberatan maupun wajib pajak dalam proses penyelesaian keberatan. 2. TINJAUAN TEORITIS Penelitian pertama yang berjudul Kualitas layanan kantor pelayanan pajak dalam penyelesaian keberatan wajib pajak (studi kasus pada kantor pelayanan pajak jakarta senen) ditulis oleh Marsidi Saragih, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi UI tahun 2003 membahas mengenai seberapa jauh kualitas layanan aparat pajak terhadap pengajuan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen. Tujuan dari penelitin ini adalah Untuk mengetahui kualitas layanan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen terhadap Wajib Pajak dan Untuk menganalisis dan mengetahui peta posisi masing-masing dimensi pada diagram Kartesius, pelayanan mana yang kritis yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen kepada

6 Wajib Pajak, sehingga dapat dijadikan pedoman utuk memperbaiki pelayanan kepada Wajib Pajak. Penelitian ini didasarkan pada pendekatan Analisis Deskriptif terhadap data yang diperoleh selama melakukan penelitian. pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik dan pengumpulan data menggunakan studi literatur mengenai aturan perpajakan serta kuisioner yang disebar kepada responden (Wajib Pajak). Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Kualitas layanan petugas pajak KPP Jakarta Senen adalah bahwa peugas pajak relatif cukup diandalkan dalam menyelesaikan proses keberatan, cukup tanggap terhadap permasalahan Wajib Pajak, cukup meyakinkan Wajib Pajak dalam menyelesaikan proses keberatan, cukup menunjukkan rasa empati terhadap Wajib Pajak, dan relatif baik dalam tampilan fisik. Dengan demikian secara keseluruhan kualitas layanan KPP Jakarta Senen dalam menyelesaikan keberatan Wajib Pajak dinilai cukup baik. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rosita Saleh dengan judul Analisis Proses Keberatan dalam Upaya Pemenuhan Hak Wajib Pajak. Studi Kasus Pada Kanwil DJP Jakarta Selatan. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui keberatan di Kanwil DJP Jakarta Selatan telah dilaksanakan dengan melakukan penelitian formal dan material, faktor-faktor apakah yang menyebabkan penolakan suatu keberatan dan mengetahui permasalahan-permasalahan yang akan timbul akibat penolakan dalam keputusan keberatan tersebut. Jenis penelitian ini termasuk kedalam deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Teknik dan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, wawancara mendalam serta pengamatan langsung. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Dalam proses keberatan yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jakarta Selatan telah dilakukan penelitian formal dan penelitian material, Dalam penyelesaian keberatan yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jakarta Selatan sebagian besar keberatan ditolak. Adapun faktor-faktor penyebab penolakan adalah surat kebertan telah melampaui jangka waktu 3(tiga) bulan setelah penerbitan ketetapan pajak, Wajib Pajak tidak dapat menghadiri undangan fiskus untuk menyampaikan alasan-alasan keberatan dan tidak mampu memberikan data-data sebagai bukti pendukung alasan keberatannya, data dan bukti dokumen pembukuan wajib pajak yang tidak dapat memberikan keyakinan fiskus karena menurut pendapat peneliti keberatan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, keterbatasan wewenang peneliti keberatan, yang dibatasi oleh administrasi pajak dan hierarki jabatan dari pengambil keputusan. Adanya keputusan penolakan keberatan yang diterbitkan di Kanwil DJP Jakarta Selatan, berakibat sebagian besar Wajib Pajak tersebut melanjutkan upaya pencarian keadilan ke tingkat yang lebih tiggi yakni banding di pengadilan pajak.

7 3. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. pendekatan ini dipilih dengan tujuan penulis ingin mendapatkan gambaran mengenai implementasi penyelesaian keberatan sehubungan dengan adanya Program Layanan Unggulan yang memberikan janji pelayanan untuk dapat menghasilkan keputusan dalam jangka waktu 9 bulan semenjak permohonan diterima, yang diperoleh berdasarkan analisis data dan kata-kata dari para informan setelah penulis melakukan studi lapangan. Berdasarkan jenis penelitiannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pemilihan jenis penelitian deskriptif, dikarenakan penulis akan membahas mengenai gambaran implementasi penyelesaian keberatan di Kanwil Jakarta Pusat, yang kemudian akan dikaitkan dengan kebijakan program layanan unggulan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Selain itu, peneliti juga akan menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam proses penyelesaian keberatan dari sisi wajib pajak maupun fiskus. Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian murni. Hal ini karena peneliti sendiri yang menentukan tema, objek serta subjek penelitiannya. Pihak ketiga tidak berperan dalam penentuan tema, objek dan subjek penelitian. Keinginan peneliti untuk mengetahui seberapa efektif penyelesaian keberatan yang dilakukan di Kanwil DJP Jakarta Pusat sesuai dengan adanya Program Layanan Unggulan ini beserta permasalahannya. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk ke dalam pengertian cross sectional, Karena penelitian ini hanya mengambil satu bahan dari fenomena tertentu pada satu waktu tertentu dan tidak untuk diperbandingkan. Dimensi waktu yang menjadi fokus peneliti adalah kondisi dimana adanya Program Layanan Unggulan dalam bidang perpajakan khususnya dalam penyelesaian keberatan sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak dimana permohonan keberatan harus dapat diputus 9 bulan semenjak permohonan diterima. Dalam mencari informasi untuk menjawab permasalahan penelitian, maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Studi Literatur (Literatury Research) dan Studi Lapangan (Field Research) dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.

8 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Untuk melihat seberapa efektif atau sejauh mana kinerja Kanwil DJP Jakarta Pusat menjalankan Program Layanan Unggulan khususnya dalam penyelesaian keberatan, digunakan beberapa indikator/ kriteria untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Sondang P. Siagian, yaitu faktor waktu, faktor kecermatan dan faktor gaya pemberian pelayanan yang akan dianalisis lebih mendalam secara parsial berikut ini : 1. Analisis Faktor Waktu Faktor waktu disini menurut Siagian (1996:60) adalah ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Seperti yang diketahui bahwa terhadap surat keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan wajib pajak ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 26 ayat 1 UU KUP. Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi pajak. Selanjutnya kita akan melihat lebih rinci mengenai tingkat penyelesaian keberatan yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan, sebagai berikut : Tabel 5.2 Penyelesaian Keberatan PPN jenis pajak Berkas Keberatan sisa berkas berkas masuk total PPN jumlah yang diselesaikan bulan > 9 bulan Presentase (%) 91% 57% 49% 67% Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Peneliti Tabel diatas memberikan gambaran seberapa efektif kinerja Kanwil DJP Jakarta Pusat dalam dalam menghasilkan keputusan keberatan sesuai dengan Program Layanan Unggulan untuk jenis pajak PPN. Bisa dilihat dari jumlah 22 berkas yang berhasil diselesaikan pada tahun 2009, tercatat sebanyak 20 berkas atau sekitar 90% berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan. Akan tetapi kinerja penyelesaian dalam jangka waktu 9 bulan terlihat menurun untuk

9 tahun-tahun berikutnya. Di tahun 2011 dari 295 berkas yang diselesaikan, hanya 49% yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan atau sebanyak 149 berkas. Trend yang hampir serupa juga dapat terlihat untuk jenis pajak lainnya yaitu PPh Badan dimana tingkat ketepatan waktu penyelesaian dalam jangka waktu 9 bulan sesuai dengan Layanan Unggulan terlihat sangat fluktuatif. Berikut tabel penyelesaian keberatan untuk jenis pajak PPh Badan. Tabel 5.3 Penyelesaian Keberatan PPh Badan jenis pajak Berkas Keberatan sisa berkas berkas masuk total PPh Badan jumlah yang diselesaikan bulan > 9 bulan Presentase (%) 100% 79% 25% 90% Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Penelliti Dari data yang disajikan diatas, dapat terlihat bahwa pada tahun 2009 jumlah pengajuan keberatan untuk jenis pajak PPh Badan sebanyak 58 berkas dengan jumlah berkas yang berhasil diselesaikan pada tahun yang sama sebanyak 28 berkas. Dimana dari 28 berkas tersebut, tingkat ketepatan waktu yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan adalah sebesar 100% atau dengan kata lain, 28 berkas yang selesai pada tahun 2009 dapat diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 9 bulan. Berbeda pada tahun 2011 yang mengalami penurunan signifikan dalam hal ketepatan waktu penyelesaian 9 bulan. Terlihat dari sisa berkas yang belum selesai pada tahun sebelumnya ditambah berkas yang masuk pada tahun 2011 menghasilkan total volume kerjaan sebanyak 132 berkas keberatan. berkas yang berhasil diselesaikan pada tahun 2011 sebanyak 79 berkas dimana hanya sekitar 20 berkas dari jumlah tersebut yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan. Berarti tingkat penyelesaian tepat waktu hanya berhasil 25%,sisanya yaitu 59 berkas diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari 12 bulan sesuai dengan ketentuan UU KUP. Mengenai tingkat ketepatan waktu penyelesaian yang mampu dicapai para Peneliti Keberatan, mereka mengatakan selalu berupaya untuk meningkatkan kinerja mereka agar para wajib paajk senantiasa diberikan kepastian dengan lebih cepat, tapi hal itu tidak bisa

10 dilepaskan dengan bobot masalah keberatan yang diajukan oleh para wajib pajak yang beragam, dari menyangkut masalah formal hingga material yang membutuhkan analisa kasus yang lebih mendalam. Dilihat dari hasil temuan data yang menggambarkan bahwa tingkat ketepatan waktu dari penyelesaian keberatan sesuai dengan Layanan Unggulan di Kanwil DJP Jakarta Pusat menunjukkan hasil yang belum begitu memuaskan, seorang Penelaah Keberatan menjelaskan ada kalanya suatu berkas keberatan baru menghasilkan keputusan keberatan setelah lebih dari 9 bulan tetapi tetap tidak melebihi jangka waktu yang ditetapkan Undang-Undang yaitu 12 bulan. Kanwil DJP Jakarta Pusat khususnya di Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding memang sudah mulai memberikan batasan waktu bahwa peneliti keberatan harus mengupayakan proses pengelolaan berkas keberatan sampai tingkat usulan keputusan dalam jangka waktu maksimal 9 bulan untuk kasus-kasus yang biasa dalam arti tidak banyak hal yang dapat mempengaruhi usulan dan keputusan tersebut dan 11 bulan bagi kasus-kasus yang membutuhkan perhatian khusus. Dalam arti banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti adanya multitafsir terhadap ketentuan yang mengaturnya, bukti pendukung yang terkait dengan instansi lain yang masih ditunggu jawaban atau respon ataupun kasus-kasus yang dalam Undang-Undang belum ada ketentuan yang mengaturnya, hal ini diperkuat dari pernyataan seorang Peneliti Keberatan yang bertugas di Kanwil Jakarta Pusat: karena bebannya banyak dan harus melalui tahapan-tahapan itu ya, terus case dari masalah, pokok atau bobot masalah itu juga harus menjadi suatu pertimbangan, kenapa atas keberatan ini diputusnya lebih dari 9 bulan,, ooh karena memang case masalahnya berat, memang membutuhkan suatu pendalaman materi, harus melakukan diskusi, analisa, sehingga jangka waktu 9 bulan itu bisa lewat (wawancara dengan PK AW, 12 Juni 2012) Jadi, dari pernyataan diatas-diatas dapat disimpulkan bahwa Layanan Unggulan ini tetap diterapkan di Kanwil DJP Jakarta Pusat sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak akan tetapi dalam perjalanannya tidak bisa mengabaikan beban kerja yang harus ditanggung setiap penelaah keberatan untuk memproses penyelesaian tersebut secara benar dan seksama sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Menurut penulis, dari ukuran ketepatan waktu ini, Kanwil DJP Jakarta Pusat dinilai belum memberikan hasil maksimal dilihat dari data jumlah penyelesaian keberatan yang berhasil diselesaikan sesuai dengan Layanan Unggulan masih berkisar pada rata-rata presentase 60%.

11 2. Analisis Faktor Kecermatan Ukuran kedua untuk menilai tingkat efektivitas kerja organisasi yang memberikan pelayanan adalah faktor kecermatan. Menurut Siagian Faktor kecermatan disini adalah faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan. Dalam hal keberatan pajak berarti ketelitian dari para Penelaah Keberatan dalam memproses pengajuan keberatan dari wajib pajak. Peneliti pun akan mulai meneliti dari format surat. Dalam hal ini penggunaan bahasa, penyampaian alasan-alasan permohonan keberatan, tenggang waktu yang ditetapkan yakni tidak melampaui 3 bulan sejak ketetapan pajak diterbitkan. Begitupun dengan jumlah perhitungan pajak yang terhutang menurut wajib pajak sampai kesahihan surat keberatan tersebut. Apakah oleh orang yang berwenang dan berkedudukan sebagai penanggungjawab wajib pajak, seperti Direktur atau Pengurus. Seperti yang tertera dalam Akte pendirian perusahaan tersebut, yang didukung oleh bukti-bukti otentik. Sedangkan bagi kuasa yang diberikan oleh direktur atau pengurus harus disertakan surat kuasa khususnya. Hal ini pun diperiksa kelengkapan, apakah disertai surat kuasa untuk itu. Karena terkadang proses awal ini suka luput dari petugas di KPP. Menurut penulis penolakan formal menjadi salah satu tanda wajib pajak tidak dapat meneruskan upaya hukumnya melalui lembaga keberatan sehingga kepastian untuk memberitahukan penolakan formal dapat digunakan wajib pajak untuk menggunakan upaya lain seperti pengajuan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar seperti yang diatur dalam pasal 36 ayat 1(b) misalnya. Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya kekurangan atau penolakan persyaratan formal, setiap wajib pajak dihimbau untuk dapat memahami dengan jelas persyaratan formal mengenai pengajuan keberatan. penelitian formal yang dilakukan di tingkat kantor wilayah seperti ini menurut penulis sangat penting karena ketentuan formal merupakan gerbang utama layak uji suatu permohonan keberatan untuk dapat diproses selanjutnya sehingga hak wajib pajak untuk mencari keadilan berawal dari lulusnya persyaratan formal. Setelah dilakukan penelitian formal tersebut dan telah memenuhi persyaratan formal maka akan dilanjutkan pada tahap berikutnya. Tahap berikutnya dilakukan penelitian material. Proses penelitian materi pajak diawali dengan melakukan permintaan data sebagai bukti pendukung keberatan. Peneliti mengundang wajib pajak untuk menyampaikan alasan-alasan permohonan keberatannya. Pada hari yang ditentukan itu wajib pajak juga diberi kesempatan untuk menyampaikan alasan-alasan dan data-data

12 pendukung keberatannya. Dalam proses ini tidak sedikit wajib pajak yang tidak mengkonfirmasi kepada peneliti bahwa dirinya dapat hadir. kita lihat komposisi keputusan dilihat dari jumlah pengajuan keberatan wajib pajak pada 3 tahun ke belakang untuk jenis pajak PPN dan PPh Badan dalam tabel berikut ini: tahun pengajuan keberatan jenis pajak total keberatan Tabel 5.4 Hasil Keputusan Keberatan amar putusan tolak formal dikabulkan ditolak diteruskan kekantor pusat PPN PPh Badan PPN PPh Badan PPN PPh Badan Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Peneliti Dari hasil data diatas, diketahui pada tahun 2009 untuk jenis pajak PPN sebanyak 104 berkas dari 134 berkas keberatan yang masuk pada tahun yang sama diputuskan dengan putusan menolak. Demikian pula untuk PPh Badan dimana keputusan yang menolak lebih mendominasi daripada keputusan yang lain, yaitu 24 berkas dari 58 berkas yang masuk di 2009 diputuskan dengan putusan menolak. Di tahun-tahun berikutnya pula trend melihatkan hal yang sama, yaitu keputusan menolak lebih banyak daripada keputusan yang lain dengan rata-rata keputusan menolak kurang lebih 50% di setiap tahun. Akan tetapi, pada tahun 2011 kita dapat melihat untuk pengajuan keberatan jenis pajak PPN, bahwa dari 349 berkas yang masuk di tahun 2011 sebanyak 70 berkas pengajuan keberatan dari wajib pajak ditolak formal oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat. Jumlah tersebut terbilang cukup besar yang menandakan bahwa proses penelitian persyaratan formal pengajuan berkas keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat itu sangat penting dilakukan. Karena terkadang surat keberatan sudah terlanjur dikirim ke Kanwil, tetapi surat tersebut ternyata luput dari penelitian menyeluruh. Maka pada tahap ini penolakan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak dapat terjadi 3. Analisis Faktor Pemberian Pelayanan Menurut Siagian Gaya pemberian pelayanan merupakan salah satu ukuran lain yang dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektivitas kerja. Yang dimaksud dengan gaya disini adalah cara dan kebiasaan pemberi pelayanan dalam memberikan jasa kepada

13 pelanggan. Bisa saja si pelanggan merasa tidak sesuai dengan gaya pelanggan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Dengan adanya program Layanan Unggulan khususnya dalam memproses pengajuan keberatan oleh wajib pajak ini, mengharuskan para Peneliti Keberatan untuk dapat meningkatkan kinerja atau performa mereka agar apa yang menjadi tujuan dari program Layanan Unggulan ini dapat mencapai hasil yang baik dan dapat memberikan kepastian hukum. Hal ini didukung pernyataan Peneliti Keberatan bahwa : Kedepannya, fokus dari Kakanwil Jakarta Pusat untuk semua jenis pajak yang diajukan keberatan kepada kantor kami, Konsep Laporan penyelesaian keberatan sudah harus diserahkan ke kepala seksi minimal 2 bulan sebelum tanggal jatuh tempo layanan unggulan. (wawancara dengan PK AW,12 Juni 2012) Dalam proses penyelesaian keberatan di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat yang tidak terlepas dari kekurangan yang dirasakan oleh para wajib pajak yang mencari keadilan melalui upaya pengajuan keberatan. salah satunya adalah proes penyelesaian keberatan dimana terdapat hak untuk hadir, fiskus meminta keterangan wajib pajak untuk memberikan keterangan, bukti dan alasan pendukung yang diharapkan oleh banyak wajib pajak sebagai sarana memperkecil selisih argumen antara fiskus dan wajib pajak dinilai belum dapat terlaksana dengan maksimal. Terjadinya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Kemampuan penelaah di bidang keberatan banding sangat dinilai oleh kualitas penyelesaian yang dihasilkan oleh mereka. Sejauh ini, kemampuan yang dimiliki belum diikuti oleh semangat untuk memberikan apa yang menjadi hak wajib pajak. Hal ini diutarakan oleh seorang konsultan pajak :..jangan sampai para penelaah, kasie ataupun kabid menyalahgunakan wewenang, yang haknya wp berikan kalo bukan haknya wp jangan diberikan, butuh para petugas dari atas sampai bawah yang memilki kemampuan hukum pajak materil yang baik agar tidak ada kebijakan menolak saja (wawancara Bp. Edi, tanggal 11 Juni 2012) Dari pernyataan tersebut dapat dinilai bahwa untuk menghasilkan kualitas penyelesaian keberatan yang baik, dibutuhkan semangat dari para atasan sampai bawahan untuk memberikan apa yang menjadi hak wajib pajak. Bukan sekedar kebijakan menolak dari atasan tertinggi untuk dapat mempertahankan hasil pemeriksaan. Seperti yang dinyatakan oleh seorang informan berikut : bukan salah proseduralnya, sistem proseduralnya sudah betul, yang salah adalah semangatnya terlalu tinggi untuk mempertahankan ketetapan pajaknya atau hasil pemeriksaannya (wawancara Bp. Edi, tanggal 11 Juni 2012)

14 Jadi, kemampuan yang baik dari para penelaah di bidang keberatan banding belum dapat memberikan kualitas keputusan yang baik pula. Wajib pajak merasa masih adanya intervensi jika dalam pengambilan keputusan diserahkan sepenuhnya oleh jabatan tertinggi untuk menentukan apakah surat keberatan ini ditolak atau dikabulkan dan tidak melihat bukti-bukti yang sudah wajib pajak berikan. Kendala-Kendala yang Timbul Dalam Penyelesaian Keberatan B.1. Kendala Yang Timbul Dari Wajib Pajak 1. Kekurangpahaman Wajib Pajak terhadap Peraturan Perpajakan yang berlaku. 2. Kurang kooperatifnya Wajib Pajak dalam meminjamkan berkas/dokumen sebagai pihak yang berkepentingan dalam penyelesaian keberatan. 3. (Ada) Wajib Pajak yang meminta Penelaah Keberatan menyelesaikan proses keberatan tetap 12 bulan. B.2. Kendala Yang Timbul Dari Pihak Fiskus 1. Kurangnya koordinasi dengan pemeriksa di KPP dalam hal peminjaman berkas dan meminta tanggapan atas surat keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 2. Kuantitas/jumlah personil penelaah keberatan serta kendala teknis dengan wajib pajak. 5. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pembahasan mengenai efektifitas penyelesaian keberatan Kanwil DJP Jakarta Pusat menunjukkan bahwa : a. Dari segi waktu dalam menyelesaikan keberatan wajib pajak, ukuran ketepatan waktu di Kanwil DJP Jakarta Pusat dinilai belum efektif, karena belum memberikan hasil yang optimal dilihat dari data jumlah penyelesaian keberatan yang berhasil diselesaikan sesuai dengan Layanan Unggulan masih berkisar pada rata-rata presentase 60%. b. Dari segi kecermatan dalam proses penyelesaian keberatan,terbagi atas: Pelaksanaan proses penelitian formal dan material telah dilkukan dengan baik oleh para penelaah keberatan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan. Hasil keputusan yang dihasilkan dinilai wajib pajak belum memberikan nilai yang baik atas ketelitian para penelaah keberatan tersebut karena mereka masih merasa bahwa tingkat ketelitian dari para penelaah keberatan belum diimbangi dengan hasil yang objektif.

15 c. Dari segi pemberian pelayanan dalam proses penyelesaian keberatan dapat terlihat dari beberapa unsur, diantaranya : tindakan atau responsivitas penyelesaian keberatan pajak di Kanwil DJP Jakarta Pusat belum efektif dan masih perlu ditingkatkan. Sudah ada respon positif terhadap keluhan dan pengaduan yang disampaikan wajib pajak terkait pelayanan. Hanya saja pengaduan tersebut belum dapat ditindaklanjuti sepenuhnya sehingga wajib pajak merasa bahwa Kanwil DJP Jakarta Pusat tidak merespon keluhan mereka. Tanggung jawab terhadap sikap Kanwil DJP Jakarta Pusat dalam proses penyelesaian keberatan dapat dikatakan baik. Hal ini terlihat dari prosedur penyelesaian keberatan yang diberikan oleh para peneliti keberatan sudah tertuang dalam SOP (Standard Operation Procedure). Kemampuan para peneliti keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat yang baik belum diimbangi dengan kualitas hasil putusan yang didominasi oleh keputusan menolak yang mencapai 70%, sehingga nilai keadilan dalam proses keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat belum dapat dikatakan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya wajib pajak yang masih merasa bahwa penyelesaian keberatan belum dapat memenuhi asas keadilan dan belum sepenuhnya transparan. 2. Kendala-kendala yang timbul dalam penyelesaian keberatan: a. Dari pihak wajib pajak adalah kurangnya pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan khususnya dalam ketentuan pengajuan keberatan, kurang kooperatifnya wajib pajak dalam meminjamkan dokumen-dokumen. b. Dari pihak petugas keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat adalah terbatasnya kuantitas penelaah keberatan yang tidak seimbang dengan volume keberatan yang harus diselesaikan, kurangnya koordinasi dengan pemeriksa di KPP dalam hal permintaan tanggapan atas surat keberatan wajib pajak dan dalam hal peminjaman berkas-berkas pemeriksaan wajib pajak. 6. SARAN 1. Untuk dapat meningkatkan kualitas hasil keputusan yang lebih baik, perlu dikembangkan sikap meneliti dan memperhatikan keberatan pajak dan tidak mengalihkan tanggung jawab kepada Pengadilan Pajak agar terbentuk aparat

16 pajak yang akuntabel dimana aparat pajak harus bertanggung jawab dan bersedia untuk diperiksa oleh pihak yang berwenang atas setiap keputusan atau tindakan yang diambil dalam rangka pelaksanaan tugas. 2. Untuk meningkatkan pemahaman wajib pajak terhadap ketentuan mengenai pengajuan keberatan maka sebaiknya penyuluhan dilakukan secara intensif dan dengan cara-cara yang efektif seperti dengan mengundang wajib pajak untuk datang pada suatu forum yang membahas mengenai keberatan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keberatan. serta menerbitkan buku pedoman yang diperuntukkan bagi para wajib pajak sebagai bentuk pelayanan kepada wajib pajak.

17 7. KEPUSTAKAAN Buku: Atmosoeprapto, Krisdarto (2002). Menuju SDM Berdaya Dengan Kepemimpinan Efektif dan Manajemen Efisien. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Barata, Atep Adya. (2003). Memahami Pengadilan Pajak (Meminimalisasi dan Menghindari Sengketa Pajak dan Bea Cukai). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Bird, Richard M and Milka Casanegra de Jantscher. (1992). Imrproving Tax Administration In Developing Countries. USA: International Monetary Fund. Boediono, B. (2003). Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Brata. (2004). Budiardjo, Miriam. (2006). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design:Choosing AmongFive Traditions. New Delhi: Sage Publications India. Dwiyanto, Agus. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Huseini, Martani, dan S.B. Hari Lubis,. (2000). Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Terpadu). Jakarta: PAU UI. Komariah, Rukiah, dan Ali Purwito. (2006). Pengadilan Pajak: Proses Banding, Sengketa Pajak, Pabean dan Cukai. Depok: Fakultas Hukum Universitas. Kurniawan, Agung. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Pembaruan. Kurniawan, dan Mokh Najih. (2008). Paradigma kebijakan pelayanan publik: rekonstruksi pelayanan publik menuju pelayanan yang adil, berkualitas, demokratis, dan berbasis hak rakyat. Jakarta: In-trans Pub. Lyons, Susan M. (1996). International Tax Glossary. International Buerau of Fiscal Documentation. Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik (Edisi Revisi). UPP STIM YKPN. Mansury. (1996). Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: IN-HILL-CO. Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasucha, Chaizi. (2004). Reformasi Administrasi Publik: Teori & Praktek. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Neuman, William Lawrence. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Needham Heights: A Pearson Education Company.

18 Nurmantu, Safri, dan Azhari A. Samudra. (2003). Dasar-dasar Perpajakan: edisi kedua. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.. (2005). Pengantar Perpajakan: edisi 3. Jakarta: Granit. Pandiangan, Liberti. (2008). Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. R. Dye, Thomas. (2002). Understanding Public Policy: Tenth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Rosdiana, Haula dan R. Tarigan. (2005). Perpajakan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.Raja Gaarfindo Persada. Santosa, Pandji. (2008). Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT. Rafika Aditama. Siagian, Sondang P. (2001). Kerangka dasar ilmu administrasi. Jakarta: Rineka Cipta.. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Soemitro, Rochmat. (1990). Azas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: Eresco. Suandy, Erly. (2002). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar. (2000). Kamus Akuntansi. Jakarta: Citra Harta Prima. Waluyo, dan Wirawan B. Ilyas. (1999). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia: edisi 10 buku 1. Jakarta: Salemba. Peraturan Perundang-Undangan: Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010, Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan/ Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Surat Edaran Nomor SE- 122/PJ./2010, Tentang Pengantar Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan/ Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN DI KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

ANALISIS PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN DI KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS ANALISIS PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN DI KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS Rendy Arvianto, Sudarmo Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan kemakmuran yang berasaskan

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA HENDRY ALDARYANTO Jalan Kenangan 3 No. 85 Jakasampurna Bekasi Barat, 081297250365,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebegai berikut: 1. Pelaksanaan reformasi administrasi perpajakan di Kantor Wilayah Direktorat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003. DAFTAR PUSTAKA Asmara, Galang, Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta : Lask bang Presindo, 2006. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peranan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase terhadap seluruh pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan yang tinggi dan realisasinya

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan yang tinggi dan realisasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan yang tinggi dan realisasinya yang selalu

Lebih terperinci

1.4. Jenis Pemeriksaan

1.4. Jenis Pemeriksaan 1.2. Pengertian, Dasar Hukum, dan Tujuan Pemeriksaan Pajak Definisi pemeriksaan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimanan telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1983 telah terjadi momentum penting dalam sistem perpajakan yang dirombak dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment. Kedua

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jateng II Kota

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jateng II Kota digilib.uns.ac.id BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jateng II Kota Surakarta 1. Sejarah Berdirinya Kanwil DJP Jateng II Kota Surakarta Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Self Assessment System yang diterapkan di Indonesia menempatkan administrasi perpajakan sebagai agen pemerintah yang menjalankan fungsi pembinaan, pelayanan, dan pengawasan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-40/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91/PMK.03/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung kepada Kantor Wilayah. KPP Sumedang merupakan salah satu Kantor

BAB I PENDAHULUAN. langsung kepada Kantor Wilayah. KPP Sumedang merupakan salah satu Kantor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah unsur pelaksanaan Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Bastian, 2008 : 1 pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK PENELITIAN. III.1.1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres

BAB III OBYEK PENELITIAN. III.1.1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres BAB III OBYEK PENELITIAN III.1. Latar Belakang Obyek Penelitian III.1.1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres adalah instansi vertikal Direktorat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN. akan masuk ke kas negara, komponen utama penerimaan dalam APBN.

BAB III PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN. akan masuk ke kas negara, komponen utama penerimaan dalam APBN. BAB III PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN A. Pengertian Pajak Pusat Pajak pusat atau Pajak Negara adalah semua jenis pajak yang lembaga pemungutnya adalah pemerintah

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENGUMPULAN DATA

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENGUMPULAN DATA BAB 3 OBJEK DAN METODE PENGUMPULAN DATA 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Kosambi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kosambi dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Gambaran Umum Tentang Perpajakan 1. Definisi Pajak Ada beberapa definisi pajak menurut beberapa para ahli dari dalam maupun luar negeri, diantaranya : Pajak menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yaitu dapat melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi

I. PENDAHULUAN. pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma kepegawaian di Departemen Keuangan dimulai pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi Biro Kepegawaian sebagai unit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan pembangunan, baik pembangunan ditingkat pusat maupun daerah. Pembangunan yang merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan nasional secara terus menerus. Untuk melakukan pembangunan nasional ini, pemerintah memerlukan dana

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Duren Sawit Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Pratama Jakarta Duren Sawit yang dibentuk sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik meteril

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menjalankan program pemerintahan dan pembangunan Negara Indonesia sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak Pratama masih disebut Kantor Inpeksi Pajak, pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara dimana dana tersebut digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan melaksanakan pembangunan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan di Indonesia. Peran pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ/2007 tanggal 9 Agustus 2007 tentang Penerapan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ/2007 tanggal 9 Agustus 2007 tentang Penerapan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Sukabumi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi terbentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ/2007 tanggal 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak sebagai sumber penerimaan Negara digunakan untuk mebiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masalah pembiayaan pembangunan. perpajakan yang memberikan jaminan kepastian hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masalah pembiayaan pembangunan. perpajakan yang memberikan jaminan kepastian hukum dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis regresi dan uji hipotesis serta pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan nasional serta reformasi di berbagai bidang menempatkan sektor pajak sebagai sektor yang

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan 1 Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Tunggakan Pajak Dengan Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jember) Effectiveness and Contribution

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan menurut arah dan sasaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada mulanya pajak merupakan suatu pemberian secara cuma-cuma (upeti) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z Oleh: Lilis Saryani ) Abstract The objective of this research was to provide a general overview

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainnya. Dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainnya. Dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Perpajakan Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela dalam memelihara kepentingan negara, seperti menyediakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran umum objek penelitian KPP Jakarta Kebayoran Lama, yang kini berubah menjadi KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah. Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai

BAB III PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah. Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai 44 44 BAB III PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP). Pihak-pihak atau objek yang dibina oleh DJP adalah kelompok

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 44 /PJ/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 44 /PJ/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 44 /PJ/2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Membangun perekonomian yang lebih baik tidak terlepas dari rakyat yang ikut serta berperan aktif dalam membangun perekonomian. Untuk membangun perekonomian

Lebih terperinci

Analisis Efektifitas Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok

Analisis Efektifitas Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok Analisis Efektifitas Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok Andhira Mawi Putriana Tunas Hariyulianto Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemeriksaan menurut UU KUP Pasal 1 angka 24 adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengeluaran rutin pemerintah dibiayai oleh sumber utama penerimaan pemerintah yaitu pajak. Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK -1- JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK Kebijakan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adriani Penagihan Pajak: Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Bogor: Ghalia

DAFTAR PUSTAKA. Adriani Penagihan Pajak: Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Bogor: Ghalia DAFTAR PUSTAKA Adriani.2011. Penagihan Pajak: Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Bogor: Ghalia Indonesia. Ajijah.2013.Warga Kabupaten Bandung Keluhkan Kantor Pelayanan Pajak. URL http://bandung.bisnis.com/read/20140424/61817/507310/warga-kab.-bandungkeluhkan-kantor-pelayanan-pajak.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan keadilan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakartaa 12190 Kotak Pos 124 Telepon 5250208, 5251609 Faksimili 5203184 Website www.pajak.go.id Yth.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang membutuhkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya untuk melaksanakan berbagai macam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak 8 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak saja, tetapi sudah menjadi masalah penting dalam hidup bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak saja, tetapi sudah menjadi masalah penting dalam hidup bernegara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masalah perpajakan tidak semata-mata masalah Direktorat Jenderal Pajak saja, tetapi sudah menjadi masalah penting dalam hidup bernegara. Keberhasilan pemungutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai terobosan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai terobosan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai terobosan yang sangat membanggakan. Mulai dari restrukturisasi organisasi sampai

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan menurut arah

Lebih terperinci

KAJIAN EMPIRIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN PENYEBABNYA. Abstraksi

KAJIAN EMPIRIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN PENYEBABNYA. Abstraksi KAJIAN EMPIRIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN PENYEBABNYA Oleh : SYAFI I Universitas Bhayangkara Surabaya Abstraksi Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang utama. Dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN TATA CARA PENERBITAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur memerlukan dana yang besar. Kebutuhan yang besar itu harus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan kebijakan tentang perpajakan agar mendapatkan hasil yang diinginkan,

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan kebijakan tentang perpajakan agar mendapatkan hasil yang diinginkan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah selalu berusaha dalam peningkatan kualitas perpajakan, pemerintah terus mengeluarkan kebijakan tentang perpajakan agar mendapatkan hasil yang diinginkan,

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara, karena itulah pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK EVALUASI PENERAPAN e-spt TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada KPP Pratama Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003.

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. DAFTAR REFERENSI BUKU Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, PT RajaGrafindo Persada, edisi revisi 2006, Jakarta. Brotodihardjo,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara yang diatur berdasarkan undangundang yang bersifat memaksa, tanpa imbalan atau balas

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN BANDING, PUTUSAN GUGATAN, DAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI A Umum DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut sistem Self

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut sistem Self 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut sistem Self Assessment, suatu sistem dimana Wajib Pajak diharuskan menghitung, memperhitungkan, membayar,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA

BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA A. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Sawah Besar Dua dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem perpajakan (Hutagaol, 2007). Kepatuhan Wajib Pajak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Dalam suatu pemerintahan di setiap Negara, tentu mempunyai tujuan yang sama salah satunya yaitu untuk mensejahterakan masyarakatnya. Demi mensejahterakan masyarakatnya,

Lebih terperinci

BAB II PROFIL KPP PRATAMA LUBUK PAKAM. Direktorat Jenderal Pajak perlu diubah, baik dilevel kantor pusat sebagai pembuat

BAB II PROFIL KPP PRATAMA LUBUK PAKAM. Direktorat Jenderal Pajak perlu diubah, baik dilevel kantor pusat sebagai pembuat BAB II PROFIL KPP PRATAMA LUBUK PAKAM A. Sejarah Instansi Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang beriorentasi pada pelayanan dan pengawasan, maka stuktur organisasi Direktorat

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor

Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 78/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) Tata Cara Pelaksanaan Tindak

Lebih terperinci

BAB VII PERANCANGAN PROGRAM

BAB VII PERANCANGAN PROGRAM BAB VII PERANCANGAN PROGRAM Mardiasmo dan Makhfatih (2000) mengatakan bahwa potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ilmiah, metodologi penelitian merupakan tata cara untuk memahami objek yang dibahas dimana metode penelitian didefinisikan sebagai cara ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci