BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Ari Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusaka Kawasan pusaka dalam suatu kota adalah bukti perkembangan kota tersebut. Bagaimana dimulainya kota, potensi awal kota, kawasan strategis pada kota tersebut serta kehidupan sosial maupun budaya masyarakatnya. Kawasan pusaka merupakan cikal bakal kehidupan kota yang seiring waktu semakin meluas dan terus tumbuh. Kawasan ini menjadi saksi berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Selain itu juga menjadi bukti perkembangan arsitektur kota tersebut. Kawasan pusaka merupakan aset kota yang menunjukan kekayaan arsitektur kota. Kawasan pusaka menunjukan keindahan visual dan keanekaragaman langgam dalam kota yang cenderung di dominasi bangunan berlantai banyak dan bangunan minimalis. Dengan kata lain, kawasan pusaka memberikan warna pada kota selain bernilai sejarah tinggi (Kamil, 2013). Rapoport (1983) dalam Juliarso (2001) menerangkan bahwa kawasan pusaka dapat mencerminkan karakteristik suatu setting kota budaya, memiliki karakteristik lokal yang unik ditandai dengan ditemukan bukti-bukti inskripsi yang mencatat peristiwa dan terdapatnya situs, artefak, bangunan-bangunan bersejarah, istana, keraton, gereja, masjid, candi, klenteng, tugu, benteng-gerbang kota, dalem pangeran, pasar dan lapangan (square, alun-alun, taman) ataupun tempat yang memiliki karakter dengan suasana lingkungan yang bermakna dan bernilai positif bagi masyarakat. Seringkali pertumbuhan kota, dengan adanya kemajuan teknologi, bergeser dari kawasan awal mulanya. Faktor usia bangunan, kebutuhan ruang, tingkat kenyamanan yang semakin tinggi menyebabkan bangunan dan lingkungan di kawasan pusaka dianggap tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan manusia dan cenderung ditinggalkan. Terlebih dengan adanya keinginan untuk modernisasi oleh pemerintah dan pejabat pengambil keputusan di negara-negara berkembang. Keinginan untuk modernisasi membuat mereka percaya bahwa hanya 1
2 yang modern yang berharga atau layak untuk kota (Steinberg, 1996). Akibatnya, kawasan pusaka diletakan bersebrangan dengan pembangunan kota dan akhirnya kurang dikenali dan semakin ditinggalkan. Rypkema (2009) dalam laporannya untuk Inter-American Development Bank menyatakan, ada dual hal yang menjadi ancaman besar bagi kawasan pusaka; pembangunan baru dan rusaknya aset karena minimnya pemeliharaan. Pembangunan baru menjadi ancaman ketika pusat kota sudah tidak mempunyai ruang lagi untuk bangunan baru, akan tetapi kebutuhan masyarakat sangat tinggi. Sehingga bangunan-bangunan pada kawasan pusaka yang dalam kondisi mangkrak dihancurkan untuk digantikan dengan bangunan baru. Hal ini bukan hal yang baru dan sudah sangat sering terjadi dengan dalih bahwa bangunan yang di hancurkan tidak memiliki nilai yang sangat penting bagi kota atau bukan monumen bagi kota. Padahal bangunan pusaka yang ada masih bisa dimanfaatkan apabila perbaikan dilakukan. Ancaman yang kedua adalah minimnya pemeliharaan pada bangunan-bangunan dalam kawasan pusaka. Tidak dipungkiri bahwa pemeliharaan bangunan pusaka memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sehingga ketika dana yang dimiliki terbatas, hal pertama yang dilakukan adalah mengurangi biaya pemeliharaan. Akibatnya nilai bangunan turun, kondisi bangunan rusak, ditinggalkan penghuninya dan akhirnya mangkrak dan terancam di hancurkan oleh pembangunan baru. Untuk tetap dapat bertahan ditengah tuntutan modernisasi, pembangunan baru dan minimnya pemeliharaan, kawasan pusaka harus masuk dalam rencana pengembangan kota, bukannya diletakan bersebrangan dengan pembangunan dan ekonomi kota. Karena kawasan pusaka sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika dimanfaatkan dengan baik. Kawasan pusaka dapat menjadi katalis atau pemacu untuk pengembangan sosio-ekonomi kota melalui pariwisata, fungsi-fungsi komersial, serta nilai properti yang tinggi karena lokasinya strategis. Dengan pemanfaatan yang baik, kawasan pusaka akan mendatangkan keuntungan yang dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan, restorasi maupun rehabilitasi bangunan dan lingkungan. 2
3 Pemanfaatan kawasan pusaka akan menjadi maksimal dengan upaya revitalisasi. Secara umum, revitalisasi memiliki pengertian upaya pengembalian vitalitas kawasan dengan memasukan fungsi atau kegiatan baru. Revitalisasi akan menghidupkan kembali kawasan dengan memasukan fungsi-fungsi baru pada bangunan yang lebih menarik dan lebih modern. Selain itu juga merangsang kegiatan-kegiatan baru dalam kawasan sehingga kawasan menjadi lebih aktif. Revitalisasi dipercaya merupakan salah satu bentuk pengembangan pusaka berkelanjutan, melalui tindakan pemanfaatan kembali bangunan dan lingkungan serta kegiatan baru yang dimasukan dalam kawasan yang akan merangsang kawasan tetap hidup Kota Lama Semarang sebagai Kawasan Pusaka Indonesia merupakan negara yang memiliki warisan arsitektur dan budaya yang sangat beragam. Warisan arsitektur berupa bangunan, candi, dan kawasan pusaka yang tersebar di beberapa kota. Kota atau kabupaten yang memiliki aset pusaka yang unggul, berupa pusaka alam dan budaya, disebut sebagai kota pusaka (BPPI dkk., 2013). Pada tahun 2012, Ditjen Penataan Ruang Kementrian PU bekerjasama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) menetapkan 10 kota sebagai pilot project kota pusaka. Kesepuluh kota yang ditetapkan sebagai pilot project kota pusaka memiliki karakteristik unik, kearifan lokal dan kekayaan budaya yang dapat menjadi cikal bakal sebagai kota pusaka warisan dunia. Kota yang memenuhi deskripsi sebagai kota pusaka dunia merupakan kota yang penting dan istemewa sehingga melampaui batas-batas nasional dan memiliki nilai penting bagi umat manusia di masa kini maupun mendatang. Kesepuluh kota tersebut adalah Banda Aceh, Bau-Bau, Banjarmasin, Bogor, Palembang, Karangasem, Denpasar, Sawah Lunto, Yogyakarta dan Semarang. Kota Semarang, yang menjadi lokus penelitian ini, merupakan kota yang memiliki aset pusaka arsitektur yang cukup banyak. Menurut data Inventarisasi dan Pengklasifikasian Bangunan dan Kawasan Konservasi Kota Semarang Tahun 2011, Kota Semarang memiliki 314 bangunan pusaka dan 12 kawasan pusaka. Dengan banyaknya cagar budaya berupa bangunan dan kawasan pusaka ini, maka tepat jika Kota 3
4 Semarang menjadi salah satu Kota Pusaka di Indonesia. Akan tetapi, dengan segala kekayaan aset pusaka yang dimiliki Kota Semarang, hambatan dan tantangan dalam pelestarian juga semakin besar. Salah satu kawasan pusaka yang sering menjadi sorotan di Kota Semarang adalah kawasan Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang merupakan kawasan cikal bakal perkembangan Kota Semarang yang dibangun pada tahun 1742 dan memiliki luas ± 31,4 ha. Kota Lama pada awal masa berdirinya merupakan kawasan pusat pemerintahan, perkantoran dan perdagangan yang paling hidup di Jawa Tengah. Hingga saat ini, kawasan Kota Lama masih didominasi bangunan perkantoran dan perdagangan. Fungsi pemerintahan dipindahkan ke kawasan Jalan Pemuda yang menjadi pusat Kota Semarang sekarang. Saat ini kawasan Kota Lama mengalami kematian kawasan. Yang dimaksud dengan kematian adalah mulai ditinggalkanya kawasan oleh penghuninya sehingga kawasan menjadi sepi tanpa kegiatan dan bangunan-bangunan menjadi kosong. Herbasuki, dalam penelitianya di tahun 2004, menyebutkan bahwa hanya sekitar 34% dari kawasan yang masih aktif digunakan. Sedangkan sisanya dibiarkan terbengkalai tanpa fungsi. Selain itu, kawasan Kota Lama juga terancam dengan tuntutan pembangunan yang terjadi di Kota Semarang. Bangunan-bangunan pusaka yang terbengkalai dirubuhkan berganti dengan bangunanbangunan baru. Hal ini terjadi karena, pemilik bangunan maupun pengembang properti beranggapan bahwa bangunan pusaka tidak memberikan nilai ekonomi. Belum lagi peraturan terkait dengan bangunan dan kawasan pusaka yang ada tidak memberikan ruang untuk pengembangan dalam upaya peningkatan nilai. Sedangkan biaya pemeliharaan asset pusaka tinggi dan tidak mudah dilakukan. Akibatnya, pemilik bangunan pusaka memilih mengabaikan bangunan atau merubah, merubuhkan bangunan pusaka digantikan dengan bangunan baru yang lebih tinggi nilai ekonominya. Kawasan Kota Lama yang memiliki kekayaan urban desain berupa bangunan dengan arsitektur unik, infrastruktur yang terencana dengan 4
5 baik, ruang terbuka, serta konfigurasi bangunan yang unik, tentu tidak mungkin dibiarkan mati tanpa kegiatan atau digantikan dengan pembangunan baru. Belum lagi nilai sosial budaya yang dimiliki Kota Lama telah melekat dalam kehidupan masyarakat Kota Semarang. Keberadaan Kota Lama telah menjadi landmark kota, tujuan wisata di Kota Semarang, serta merupakan ruang publik bagi masyarakat. Dengan masuknya Kota Semarang sebagai kota pusaka Indonesia berarti pemerintah kota berkomitmen untuk mengatasi masalah kawasan pusaka di Kota Semarang termasuk permasalahan kawasan Kota Lama Upaya Revitalisasi Kota Lama Semarang Sebenarnya pemerintah Kota Semarang tidak menutup mata mengenai yang terjadi di kawasan Kota Lama Semarang. Pemerintah menyadari bahwa Kota Lama memiliki potensi yang besar yang apabila dikelola dan dimanfaatkan secara tepat dapat memberi pemasukan untuk kota. Untuk itu, dilakukan upaya-upaya untuk merevitalisasi kawasan oleh pemerintah. Upaya revitalisasi dilakukan pemerintah Kota Semarang melalui disusunya Rencana Tata Luar Bangunan Kota Lama (RTBL Kota Lama). Pada tahun 1996/1997 proyek pavement jalan utama, Jalan Letdjen Suprapto, dan taman dilakukan sebagai perwujudan RTBL dan dilanjutkan dengan proyek pavement jalan-jalan lain dalam kawasan pada tahun berikutnya. RTBL yang berlaku hingga saat ini adalah Perda No. 8 tahun RTBL ini dianggap sudah tidak relevan dengan permasalahan kawasan karena disusun 8 tahun sebelum disahkan. Sedangkan kawasan setiap tahun mengalami perubahan dan perkembangan. Selain melalui peraturan daerah, pemerintah Kota Semarang secara berkala terus melakukan inventarisasi bangunan dan kawasan. Inventarisasi ini berguna untuk mengetahui kondisi bangunan secara berkala sekaligus untuk mencegah perubahan fisik bangunan dan lingkungan cagar budaya yang dimiliki perseorangan maupun perusahaan. Inventarisasi ini sudah dilakukan sejak tahun 1970-an dan terakhir tahun Hasil dari inventarisasi bangunan dan kawasan pusaka ini juga belum dimanfaatkan maksimal. Karena hasilnya hanya 5
6 menujukan berapa banyak bangunan dan kawasan pusaka yang dimiliki Kota Semarang dan bagaimana kondisinya, tetapi belum ada upaya atau arahan apa yang harus dilakukan dengan bangunan atau kawasan pusaka tersebut. Keseriusan pemerintah dalam menghidupkan kawasan Kota Lama juga diwujudkan dengan dibentuknya Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) melalui perda No. 12 Tahun BPK2L adalah lembaga non struktural yang tidak termasuk dalam Perangkat Daerah Kota Semarang, mempunyai tugas mengelola, mengembangkan dan mengoptimalisasikan potensi kawasan Kota Lama yang meliputi perencanaan, pengawasan dan pengendalian kawasan. BP2KL ini berisi oleh pakar-pakar konservasi cagar budaya, akademisi dan praktisi yang ada di Kota Semarang. Akan tetapi, kinerja BP2KL juga dianggap belum maksimal dalam pengelolaan Kota Lama. Dalam dua tahun terakhir, sejak ditetapkan sebagai kota pusaka, upaya revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang semakin gencar dilakukan. Upaya-upaya ini berupa aneka kegiatan yang mengangkat citra kawasan Kota Lama seperti Car Free Night and Day, Symphonie Kota Lama, serta even nasional maupun internasional. Sebenarnya dilihat dari antusiasme masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan di Kota Lama, upaya ini cukup berhasil. Akan tetapi, setelah kegiatan berakhir maka Kota Lama kembali menjadi kawasan yang sepi dan mati. Dari berbagai upaya revitalisasi yang telah dilakukan belum ada yang benar-benar mampu mengatasi permasalahan utamanya yaitu kematian aktivitas dan kurangnya pemanfaatan kembali ruang di kawasan pusaka Rumusan Masalah Dari penjelasan sebelumnya maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: a. Kawasan pusaka keberadaanya terancam oleh beberapa faktor. Antara lain; pembangunan kota yang mengedepankan modernisasi, urbanisasi dan kebutuhan ruang yang tidak seimbang, perubahan iklim yang dapat merusak bangunan dan lingkungan, serta minimnya perhatian yang 6
7 diberikan untuk kawasan pusaka sehingga bangunan dan lingkungan tidak terawat, rusak, dan ditinggalkan. b. Kota Semarang yang dinobatkan sebagai kota pusaka memiliki aset kawasan pusaka, yaitu Kota Lama, yang memiliki potensi untuk dikembangankan akan tetapi saat ini kawasan mati, ditinggalkan penghuninya, tanpa aktivitas, dan dipenuhi bangunan yang terbengkalai. c. Berbagai upaya revitalisasi telah dilakukan oleh pemerintah Kota Semarang, mulai dari inventarisasi bangunan dan kawasan, penetapan rencana tata bangunan luar khusus kawasan Kota Lama, pendirian BP2KL, hingga mengadakan kegiatan untuk menggiatkan Kota Lama. Akan tetapi upaya belum dapat dikatakan berhasil karena Kota Lama masih mengalami kematian aktivitas dan tingkat pemanfaatan kembali bangunan masih rendah Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, muncul beberapa pertanyaan penelitian, antara lain: a. Apa yang menyebabkan upaya revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas Kota Lama belum berhasil? b. Bagaimanakah revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas yang tepat untuk Kota Lama Semarang? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui dan mengkaji penyebab kurang berhasilnya upaya revitalisasi Kota Lama terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas b. Mengetahui dan mengkaji potensi aktivitas dan tata ruang kawasan Kota Lama Semarang c. Menyusun arahan penataan ruang dan pengembangan aktivitas kawasan pusaka Kota Lama Semarang yang mampu meningkatkan vitalitas kawasan 7
8 1.5. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah: a. Informasi yang terkait perencanaan, perancangan dan implementasinya terkait revitalisasi kawasan Kota Lama b. Upaya-upaya revitalisasi kawasan Kota Lama yang terkait dengan penataan ruang dan pengembangan aktivitas c. Informasi mengenai faktor-faktor penyebab kurang berhasilnya upaya revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas d. Dokumentasi potensi aktivitas dan tata ruang kawasan 1.6. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan : a. Dapat mengetahui kekurangan dari rencana-rencana revitaliasasi sebelumnya terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas b. Dapat mengetahui potensi aktivitas dan tata ruang kawasan Kota Lama Semarang c. Dapat memberikan arahan program revitalisasi terkait penataan ruang dan pengembangan aktivitas kawasan pusaka Kota Lama Semarang 1.7. Keaslian Penelitian Penelitian terkait revitalisasi dan Kota lama Semarang telah banyak dilakukan. Tabel 1.1 Tinjauan Hasil Riset Terkait No Judul dan Penulis Fokus Lokus Pembahasan 1 Tesis: Revitalisasi Kawasan Pecinan Sebagai Pusaka Kota Makasar (Khilda Wildana Nur, 2010) Arahan revitalisasi kawasan pecinan Kawasan Pecinan Makasar 2 Tesis: Prioritas Strategi Konservasi Kawasan Kauman Surakarta dengan Pendekatan Konsep Revitalisasi (Wiwit Wijayanti, 2010) 3 Tesis: Studi Pengembangan Aktivitas Penggerak Kehidupan Kawasan Kota Lama Strategi Konservasi dan revitalisasi Pendukung Aktivitas Kawasan Kauman Surakarta Kawasan Kota Lama Semarang Arahan revitalisasi dengan kajian karakter kawasan pecinan secara umum untuk meningkatkan vitalitas kawasan sebagai pusaka Konservasi kawasan melalui revitalisasi memiliki kefektifan yang tinggi Mengetahui pendukung aktivitas yang mampu menghidupkan kawasan dengan membandingkan keberhasilan Kota Tua 8
9 (Mohamad Irwansyah, 2002) 4 Penelitian: Model Revitalisasi Kawasan Kota Lama Ditinjau dari Aspek kepariwisataan (Suyatmin & Lukman, 2011) 5 Tesis: Arahan Revitalisasi Kawasan Pusaka Kota Lama Semarang (Ristya A.S, 2014) Model revitalisasi pariwisata Penataan ruang dan pengembang an aktivitas Kawasan Kota Lama Semarang Kawasan Kota Lama Semarang Jakarta, dilakukan secara tidak menyeluruh dan tidak spesifik Mengidentifikasi persoalan terkait Kota Lama dengan fokus pada pariwisata Arahan penataan ruang dan pengembangan aktivitas dengan instrumen penataan dan pelestarian kawasan pusaka Dari tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini memfokuskan pada mengatasi permasalahan kematian kawasan secara menyeluruh dengan revitalisasi fisik (penataan ruang) dan revitalisasi kegiatan. 9
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kawasan Pusaka Pusaka menurut Convention Concerning The Protection Of The World Cultural And Natural Heritage, adalah aset yang menunjukan evolusi kehidupan manusia dan permukiman dari waktu ke waktu, dipengaruhi hambatan dan potensi fisik dari lingkungan alam mereka dan ditunjukan melalui kekuatan sosial ekonomi dan budaya baik eksternal maupun internal. Dalam pengertian tersebut pusaka mengandung beberapa nilai penting yaitu evolusi kehidupan manusia, pemukiman, potensi fisik dan lingkungan, sosial ekonomi dan budaya. Maksudnya adalah pusaka tidak hanya berkaitan dengan fisik atau yang berwujud, akan tetapi yang tidak berwujud berupa budaya, dan kehidupan sosial ekonomi. Menurut Piagam Pusaka Tahun 2003, Pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa dan karya yang istemewa oleh suku bangsa di Indonesia. Pusaka budaya bisa berwujud adan tidak berwujud. Yang berwujud misalnya hasil kerajinan tangan, makanan, dll. Sedangkan yang tidak berwujud bisa berupa tarian, adat istidat, dsb. Sedangkan pusaka saujana merupakan gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. Papageorgiou (1971) mengungkapkan bahwa ada empat kawasan pusaka, sebagai berikut; bangunan-bangunan sendiri dan kelompok bangunan; desa kecil sebagai pusat sejarah; kota-kota pusaka; dan kawasan pusaka pada kota besar. Sedangkan kawasan pusaka menurut Piagam Kota Pusaka (2013) mengandung pengertian kawasan yang mempunyai aset pusaka yang unggul berupa rajutan pusaka alam dan pusaka budaya yang lestari yang mencakup unsur ragawi (artefak, bangunan, dankawasan dengan ruang terbukanya) dan 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciUpaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN
BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN 6.1. Kesimpulan Dalam tahap kesimpulan ini, dijabarkan jawaban dari tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Jawaban ini merupakan hasil temuan dan analisis penelitian
Lebih terperinciGambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah
4 Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dan keberadaannya dinikmati oleh panca indera manusia (Simonds dan Starke
Lebih terperinciGambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) commit to user. revitalisasi kawasan Braga BAB I - 1
Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) BAB I - 1 Gambar 1.2Pub Scorpio, Buka Pada Malam Hari dan Kurang Terawat Secara Fisik Bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciPEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011
SOSIALISASI MAKASSAR, 10-12 MEI 2011 PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 1. Landasan Hukum dan Teori 2. Peraturan Menteri PU 3. Kegiatan Revitalisasi Kawasan
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR
STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciAGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA Tema "Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat"
AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA 2014-2023 Tema "Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat" 1 AGENDA AKSI DEKADE KETIGA GERAKAN PUSAKA INDONESIA DASA WARSA 2014-2023 Tema "Pusaka untuk
Lebih terperinci8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta.
8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta Yogyakarta Tipe kegiatan: Konservasi kawasan warisan budaya kota Inisiatip dalam
Lebih terperinciKONFERENSI PERPUSTAKAAN DIGITAL INDONESIA 2008 BERBAGI PENGALAMAN DALAM PEMBANGUNAN MUATAN LOKAL TENTANG PUSAKA BALI
KONFERENSI PERPUSTAKAAN DIGITAL INDONESIA 2008 BERBAGI PENGALAMAN DALAM PEMBANGUNAN MUATAN LOKAL TENTANG PUSAKA BALI PENGEMBANGAN INVENTORI PUSAKA BALI BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA NYUH KUNING
Lebih terperinciPELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali)
PELESTARIAN KAWASAN PUSAKA BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Kawasan Taman Ayun, Kabupaten Badung, Provinsi Bali) Dr. Taufan Madiasworo, ST., MT. Kepala Sub Direktorat Kawasan Permukiman Perdesaan Disampaikan
Lebih terperinci2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH
2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta
Lebih terperinciKAJIAN KEAKTIFAN KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG BERDASARKAN AKTIFITAS PENGGUNA
ISSN : 0853-2877 Kajian Kearifan Kawasan Kota Lama Semarang MODUL Berdasarkan Vol.15 No.2 Juli Aktifitas Desember Pengguna 2015 KAJIAN KEAKTIFAN KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG BERDASARKAN AKTIFITAS PENGGUNA
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni arsitektur, pada dasarnya harus dilihat sebagai obyek cagar budaya. Obyek cagar
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya
BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Kota Lama merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan berkembangnya suatu kota karena di dalamnya terdapat hal-hal yang selalu menarik untuk diamati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat besar, baik dari sisi jumlah penduduk, luas wilayah, sumber daya alam (SDA), hingga seni budaya dan adat istiadatnya. 1 Seiring
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu diatas pertumbuhan ekonomi nasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Industri pariwisata terbukti kebal dari krisis global. Saat perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI
BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Proyek Sesuai dengan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bahwa Pemerintah telah menetapkan Kawasan Candi
Lebih terperinciSTUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR
STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi
Lebih terperinciARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR
ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sesuai dengan PP No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasioanl (RTRWN) bahwa pemerintah telah menetapkan Kawasan Candi Prambanan sebagai Kawasan Strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Indonesia sebagai negara berkembang terus menerus berusaha untuk meningkatkan hasil yang maksimal di segala bidang pembangunan, salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam UU tersebut, dikatakan
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan
BAB 6 PENUTUP Pada bab ini disampaikan kesimpulan hasil studi pengembangan konsep revitalisasi tata lingkungan tradisional Baluwarti, saran untuk kepentingan program revitalisasi kawasan Baluwarti, dan
Lebih terperinciWarisan Alam (Natural Heritage) menurut Konvensi UNESCO adalah:
Dari Istilah menuju Praktek: Konsep-konsep dalam Konvensi Internasional UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia dan Warisan Budaya Takbenda 1 Diane Butler 2 Seperti diketahui bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Deskripsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai
Lebih terperinciPusaka Kota dan Kota Pusaka
Pusaka Kota dan Kota Pusaka 1. Pemahaman terhadap Pusaka 2. Pusaka Indonesia - Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 3. Tingkat Pusaka dan Pengelolaannya 4. Pemahaman terhadap kegiatan Pelestarian (Conservation)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian. Keberagaman budaya inilah yang membuat Indonesia dikenal oleh negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciKONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI
KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa
PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1-1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan
Lebih terperinciBAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran
BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Rancangan Perkuliahan PELESTARIAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Oleh: Jonny Wongso, ST, MT Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini membahas berbagai pengertian, konsep, prinsip dan metode pelestarian bangunan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan didapatkan hasil kesimpulan sebagai berikut: a. Kesimpulan Bentuk Implementasi Fisik Program Pengembangan Wisata Ziarah di
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan
Lebih terperinciAbito Bamban Yuuwono. Abstrak
PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi
Lebih terperincilib.archiplan.ugm.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan
Lebih terperinciPRESERVASI DAN KONSERVASI (Pelestarian Bangunan dan Lingkungan) Oleh: Jonny Wongso, ST, MT
Mata Kuliah MKKK-5111225213 PRESERVASI DAN KONSERVASI (Pelestarian Bangunan dan Lingkungan) Oleh: Jonny Wongso, ST, MT M-2: PUSAKA (Heritage): Terminologi, kriteria, signifikansi dan keragamannya Cagar
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN P3KP & P2KH KOORDINASI AWAL TAHUN 2016
KEBIJAKAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN P3KP & P2KH KOORDINASI AWAL TAHUN 2016 TUJUAN KOORDINASI AWAL P2KH DAN P3KP 1. Menyampaikan informasi mengenai pelaksanaan kegiatan P3KP dan P2KH TA 2016 agar terlaksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terbuka Hijau ( RTH ) publik. Kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai masalah lingkungan hidup makin menjadi bahasan yang sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepatutnyalah potensi Sumberdaya Budaya (Culture Resources) tersebut. perlu kita lestarikan, kembangkan dan manfaatkan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki paling banyak warisan budaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga atau setidaknya di kawasan Asia Tenggara. Jawa Barat sendiri memiliki
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Proyek Kawasan Candi Prambanan dan sekitarnya adalah salah satu cagar budaya di Indonesia yang merupakan situs warisan budaya dunia yang telah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA
BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA Dalam pembahasan bab ini akan menjelaskan persepsi dan preferensi masyarakat, analisis gap dan analisis kuadran. Dari hasil
Lebih terperinciTUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN LANSKAP MUKA BUMI Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang
Lebih terperinci- 458 - 2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang kebudayaan.
- 458 - Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan 1. Kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan
Lebih terperinciPOTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR
POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KAWASAN SURYAKENCANA SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTA BOGOR Putri Ariyani, Ichwan Arif *), Janthy Trilusianthy Hidayat **) e-mail: putrypaanda@gmail.com ABSTRAK Perkembangan
Lebih terperinciRully. Abstrak. Kata kunci: peran pendampingan masyarakat, degradasi kualitas kawasan
PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON SURAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Rully Abstrak
Lebih terperinciArah dan Kebijakan Penataan Ruang Perkotaan
Arah dan Kebijakan Penataan Ruang Perkotaan Balikpapan, 19 Mei 2014 Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang OUTLINE 1. Isu Aktual Perkotaan di Indonesia 2. Kebijakan dan Strategi
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I - 1
Bab I Pendahuluan I.1 LATAR BELAKANG Upaya revitalisasi pusat kota seringkali menjadi permasalahan apabila kawasan revitalisasi tersebut memiliki bangunan cagar budaya, khususnya pada negara berkembang
Lebih terperinciPENGURANGAN RISIKO BENCANA DALAM PROGRAM PENATAAN DAN PELESTARIAN KOTA PUSAKA
PENGURANGAN RISIKO BENCANA DALAM PROGRAM PENATAAN DAN PELESTARIAN KOTA PUSAKA Bengkulu, 14 Oktober 2014 DR Dadang Rukmana Direktur Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Workshop Pengurangan Risiko Bencana dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan
Lebih terperinciPenataan dan Pelestarian Kawasan Bersejarah Kota Palopo sebagai Kota Pusaka Indonesia
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Penataan dan Pelestarian Kawasan Bersejarah Kota Palopo sebagai Kota Pusaka Indonesia Fadhil Surur Program Studi Magister Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR Oleh: RIYANTO L2D000451 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN & SARAN. Jawa Barat. Kampung Adat Pulo memilki karakteristik yang unik yang
BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada bab empat, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, sebagai berikut : Kampung Adat Pulo merupakan salah satu kampung budaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota Semarang sebelah utara, berbatasan
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NO.8/2003 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN KOTA LAMA
EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NO.8/2003 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN KOTA LAMA Harditya Bayu Kusuma Pusat Promosi Inovasi dan Pengembangan Kapasitas LAN Jl.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas
Lebih terperinciPemerintah gelar aksi pelestarian pusaka Indonesia Ayu Rachmaningtyas Selasa, 24 Desember :53 WIB
MEDIA MONITORING PELUNCURAN AGENDA AKSI DEKADE III GERAKAN PUSAKA INDONESIA KANTOR MENKO KESRA RI JAKARTA, 23 DESEMBER 2013 (1) Sosial & Budaya Pemerintah gelar aksi pelestarian pusaka Indonesia Ayu Rachmaningtyas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. sebelumnya, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan Bertitik tolak pada permasalahan dan hasil analisis yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : Pertama, partisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinci