BAB IV MINANGKABAU PADA MASA DUA KEKUASAAN : KOTO PILIANG DAN BODI CANIAGO. Bab ini merupakan kajian terhadap hasil penelitian penulis dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV MINANGKABAU PADA MASA DUA KEKUASAAN : KOTO PILIANG DAN BODI CANIAGO. Bab ini merupakan kajian terhadap hasil penelitian penulis dalam"

Transkripsi

1 46 BAB IV MINANGKABAU PADA MASA DUA KEKUASAAN : KOTO PILIANG DAN BODI CANIAGO Bab ini merupakan kajian terhadap hasil penelitian penulis dalam menjawab permasalahan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana latar belakang terbentuknya dua kekuasaan dalam pemerintahan di Minangkabau. Bagian pertama yang dibahas adalah mengenai gambaran umum kondisi geografis Minangkabau dan Sumatera Barat sebagai daerah administratif. Pada bahasan ini akan dikemukan mengenai sejarah singkat terbentuknya provinsi Sumatera Barat dan sejarah Minangkabau. Selanjutnya dibahas mengenai kondisi masyarakat secara umum yang datang ke Minangkabau yang digolongkan sebagai asal usul dari masyarakat Minangkabau. Pada pembahasan ini juga dikemukakan mengenai latar belakang terjadinya dua kekuasaan di Minangkabau setelah wafatnya Sultan Sri Maharajo Dirajo. Pembahasan kedua adalah berkenaan dengan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Koto Piliang dan Bodi Caniago. Dalam sub bab ini penulis mengungkapkan mengenai susunan dan struktur pemerintahan yang berlaku di Minangkabau dan dijalankan oleh kedua Keselarasan tersebut. Struktur pemerintahan akan dibahas dari bentuk pemerintahan terkecil seperti pemerintahan paruik, kemudian pemerintahan suku, pemerintahan adat nagari dan pemerintahan adat tertinggi yaitu Keselarasan Bodi Caniago dan Keselarasan Koto Piliang. Pembahasan terakhir yang berkaitan dengan skripsi penulis adalah apakah perkembangan dari penerapan sistem pemerintahan Koto Piliang dan Bodi Caniago

2 47 di Minangkabau. Dalam pembahasan ini perbedaan dilihat dari berbagai aspek, seperti memutuskan perkara, mengambil keputusan, penggantian gelar penghulu, kedudukan penghulu dan balai adat. 4.1 Latar Belakang Terbentuknya Dua Kekuasaan dalam Pemerintahan di Minangkabau Asal Usul Bangsa Minangkabau Suku Minangkabau merupakan suku bangsa yang merupakan salah satu rumpun Melayu. Bangsa Melayu merupakan rumpun bangsa Austronesia yang termasuk golongan ras Malayan Mongoloid. Bangsa ini melakukan perpindahan ke Indonesia melalui dua gelombang yaitu : 1. Gelombang pertama tahun 2000 SM, menyebar dari daratan Asia ke Semenanjung Melayu, Indonesia, Philipina, dan Formosa serta Kepulauan Pasifik sampai Madagaskar yang disebut dengan Proto Melayu. ( ) 2. Gelombang kedua tahun 500 SM, disebut dengan Deutro Melayu. Bangsa ini berkembang menjadi suku Aceh, Minangkabau (Sumatera Barat), suku Jawa, suku Bali, suku Bugis, dan Makasar. ( )

3 48 Berdasarkan hasil penelitian H.J Koern dalam buku Sejarah dan Budaya Sumatera Barat (1998) mengatakan bahwa bahasa Minang adalah serumpun dengan bahasa Melayu Austronesia dan bangsa Minangkabau merupakan bangsa yang termasuk ke dalam bangsa Deutro Melayu. Menurut Tambo Alam Minangkabau, bangsa Minangkabau adalah keturunan Iskandar Zulkarnain (Iskandar the Great) yang pernah berkuasa di India pada abad ke-3 (Arifin, Bustanul, 1994: 6). Iskandar Zulkarnain beserta pengikutnya datang dengan kapal dan kapal tersebut mengalami kecelakaan. Kemudian mereka menyebar ke sekitar daerah Gunung Merapi. Para rombongan inilah yang kemudian menyebar dan membuka daerah-daerah awal Minangkabau yang dikenal dengan Luhak Nan Tigo. Yunizar Cobra (1989: 40) juga mengungkapkan mengenai kedatangan Iskandar Zulkarnain yang dikutip dari Tambo Minangkabau. Dalam Tambo diceritakan kedatangan nenek Moyang Miangkabau sebagai berikut: Manuruik warih nan dijawek, pusako nan ditolong, kok gunuang sabingkah tanah, bumiko sapahimbauan, lawik sacampak jalo, nan timbua gunuang Marapi. Lorong niniek moyang kito, asa usuanyo kalau di kaji, iyo di dalam tambo lamo, sapiah balahan tigo jurai. (Menurut waris yang dijawab, pusaka yang ditolong, kalau gunung sebongkah tanah, bumi ini berhimbauan, laut selebar jala, yang muncul Gunung Marapi. Lorong nenek moyang kita, asal usulnya kalau dikaji, iya di dalam tambo lama, terdiri dar tiga jurai) Maksud ungkapan di atas adalah bahwa yang dimaksud dengan tigo jurai dalam Tambo dijelaskan bahwa Iskandar Zulkarnain raja Macedonia mempunyai tiga orang anak. Anak tertua bernama Maharaja Alif yang tinggal di Banua Ruhum atau Romawi. Anak kedua bernama Maharaja Dipang yang berangkat menuju Banua Cino (daratan Cina) dan anak ketiga bernama

4 49 Maharaja Dirajo berangkat ke Pulau Ameh atau dikenal dengan Sumatera (Cobra,Yunizar, 1989: 41). Yunizar Cobra (1989: 44) mengungkapkan saat Marahajo Dirajo melakukan perjalanan laut dia melihat Gunung Merapi dan kemudian berlabuh karena kebetulan kapal miliknya mengalami kerusakan. Maharo dirajo memutuskan untuk tinggal di lereng Gunung Merapi yang dilihatnya saat di lautan. Daerah pertama yang didirikannya adalah bernama Pariangan dan setelah itu Padangpanjang. Dari penjelasan yang dikemukakan oleh Yunizar Cobra tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang disebutkan oleh Bustanul Arifin (1994: 6) bahwa Minangkabau berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain yang juga di paparkan oleh Yunizar Cobra (1994: 40) di atas adalah bangsa Minangkabau berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain dari anak ketiganya yang bernama Maharajo Dirajo. Kemudian mendirikan daerah-daerah yang menjadi daerah inti Alam Minangkanau yang bernama Luhak Nan Tigo. Luhak dalam bahasa Minangkabau berarti kurang. Luhak yang tertua adalah Luhak Tanah Datar karena daerah ini lah yang awalnya ditempati oleh bangsa awal yang datang ke Minangkabau. Karena penduduk awal yang datang ke Minangkabau menyebar, mereka menemukan daerah lain yang dikenal dengan nama Luhak Agam. Tambo Alam Minangkabau (1997: 19) mengisahkan bahwa perpindahan atau kedatangan penduduk pertama kali menuju daerah yang bernama Luhak Agam. Daerah tersebut disebut Luhak Agam karena disana banyak tumbuh tanaman bernama agam sebangsa

5 50 mansiang (bahan untuk membuat karung)(yunizar Cobra, 1989: 8). Lokasi tersebut sekarang berada disekitar daerah Biaro dan Sungai Jernih. Luhak terakhir yang merupakan daerah inti dari daerah Minangkabau adalah Luhak 50 Koto. Menurut Tambo Alam Minangkabau (1997: 23) sejarah dari Luhak 50 Koto ini mengatakan bahwa : dari Pariangan (Luhak Tanah Datar sekitar Gunung Merapi) berangkatlah 50 orang untuk mencari pemukiman baru. Mereka menuju Timur ke daerah kumbuh nan bapayo. Disebuah padang dekat Piladang mereka berhenti karena hari telah malam. Keesokan harinya diketahuilah bahwa rombongan mereka telah berkurang (luhak) 5 orang. Mereka saling bertanya kemanakah yang 5 orang tersebut, namun tak seorangpun yang dapat menjelaskan kecuali dengan jawaban antah (tidak tahu). Maka daerah tempat mereka beristirahat tersebut disebut dengan Luhak 50 Koto atau Padang Siantah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya pembukaan lahan baru oleh para pendatang yang termasuk ke dalam bangsa Deutro Melayu ke Minangkabau. Daerah-daerah tersebut adalah Luhak Tanah Datar (wilayah perbukitan), Luhak Agam, dan Luhak 50 Koto. Daerah-daerah tersebut merupakan wilayah awal tempat berkembangnya adat istiadat Minangkabau. Mengenai asal-usul nama Minangkabau banyak sekali pendapat para ahli maupun dari tambo Minangkabau yang mengungkapkannya. Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan pendapat mengenai asal usul nama Minangkabau. Pertama, pendapat Prof. Poerbacaraka. Menurut pendapatnya, asal nama Minangkabau berasal dari kata Minanga Tamwan yang artinya pertemuan dua sungai. Pendapatnya dikemukakan dalam sebuah karangan yang berjudul Riwayat Indonesia dalam tulisannya mengenai nama

6 51 Minangkabau dikaitkan dengan prasasti yang terdapat di Palembang yaitu Prasasti Kedukan Bukit. Prasasti ini memuat sepuluh baris kalimat yang berangka tahun 605 (saka) atau 683 masehi. Batu bertulis ini telah diterjemahkannya ke dalam bahasa indonesia sebagai berikut: Selamat tahun saka telah berjalan 605 tanggal ii Paro terang bulan waisyakka yang dipertuan yang naik di Perahu mengambil perjalanan suci. Pada tanggal 7 paro terang, Bulan jyestha Yang Dipertuan Hyang berangkat dari Minanga Tamwan membawa bala (tentara) dua puluh ribu dengan peti. Dua ratus sepuluh dua banyaknya tulisan. Dua ratus berjalan diperahu dengan jalan (darat) seribu. Tiga ratus sepuluh dua banyaknya. Datang di Matayap. Bersuka cita pada tanggal lima bulan Dengan mudah dan senang membuat kota Syri-wijaya (dari sebab dapat) menang (karena) perjalanan suci, (yang menyebabkan kemakmuran). Kesimpulan dari isi prasasti ini adalah Yang Dipertuan Hyang berangkat kari Minanga Tamwan naik perahu membawa bala tentara. Sebagian melalui jalan darat. Menurut Poerbacaraka kata tamwan pada prasasti itu sama dengan bahasa jawa kuno yaitu temwan, bahasa jawa sekarang temon, bahasa Indonesianya pertemuan. Pertemuan disini yaitu pertemuan dua buah sungai yang sama besarnya. Sungai yang dimaksud itu ialah sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Besar kemungkinan kemudian dinamakan Minanga Kamwar yaitu Minanga Kembar ( ). Bagi orang Sumatera Barat disebut Minanga Kanwa, yang lama kelamaan diucapkan Minangkabau. Juga dikemukakannya, bahwa dengan pertemuan kampar kiri dan kampar kanan disinilah terletak pusat agama Budha Mahayana, yaitu Muara Takus (Cobra, Yunizar, 1989: 41).

7 52 Kedua, pendapat yang diungkapkan Vander Tuuk. Minangkabau berasal dari kata pinang khabu yang artinya tanah asal. Pada masa dahulu rombongan penduduk datang kesebuah daerah. Mereka mengatur kehidupan dan pemerintahan sebagaimana di daerah asalnya atau yang disebut juga Phinang Khabu. Phinang Khabu pada akhirnya menjadi Minangkabau(Cobra,Yunizar. 1989: 42). Pendapat ketiga diungkapkan Sutan Muhammad Zain. M. Zain mengungkapkan bahwa Minangkabau berasal dari kata minanga kanvar yang berarti muara Kampar. Muara Kampar ini merupakan pelabuhan besar dahulunya yang terdapat di Sumatera ( ). Menurut legenda yang dipercaya oleh masyarakat di Minangkabau, minangkabau berarti tanduk kerbau yang diberi minang, yaitu sejenis timah yang runcing, yang diletakkan di ujung tanduk kerbau. Hal ini merupakan hasi musyawarah saat penjajah mendatangi daerah mereka. Para penghulu, Cerdik pandai, dan alim ulama memikirkan suatu cara untuk mengusir penjajah tanpa harus melakukan peperangan. Maka diputuskanlah untuk mengadakan adu kerbau. Saat itu perjanjiannya, apabila kerbau penjajah kalah, maka orang Minangkabau dipersilahkan mengambil semua isi kapal mereka, namun apabila mereka yang menang, daerah orang pribumi menjadi milik mereka. Penjajah tersebut akan memakai seekor kerbau yang sangat bersar. Untuk melawan kerbau bersar tersebut maka orang pribumi mencari seekor anak kerbau yang sedang kuat menyusui pada induknya. Selama beberapa

8 53 hari kerbau ini dipisahkan dari induknya agar induknya tidak dapat menyusui sang anak kerbau. Pada kepala anak kerbau ini dipasang tanduk bersi yang runcing yang disebut Minang. Pada hari yang ditentukan, dibawalah kerbau itu ke tanah yang lapang untuk bertarung. Maka ramailah orang menyaksikan pertarungan kerbau ini. Karena anak kerbau yang haus tadi menyangka induknya maka anak kerbau tersebut menyeruduk ke bawah perut kerbau yang besar tersebut sambil menanduk-nandukkan kepalanya. Akhirnya perut kerbau besar yang merupakan kerbau penjajah tersebut sobek akibat minang dari kerbau kecil yang merupakan kerbau bangsa pribumi. Pihak penjajah yang ingin berkuasa mengalami kekalahan. Sejak peristiwa tersebut lahirlah nama Manangkabau yang kemudian terkenal dengan nama Minangkabau karena kemenangan itu disebabkan oleh tanduk besi yang disebut minang tersebut (Cobra,Yunizar. 1989: 42). Asal nama Minangkabau karena menang kerbau juga ditemui dalam Hikayat Raja Raja Pasai seperti yang dikemukakan oleh Drs. Zuber Usman dalam bukunya Kesusasteraan Lama Indonesia. Dalam buku hikayat raja-raja Pasai itu dikemukakan Raja Majapahit telah menyuruh Patih Gajah Mada pergi menaklukkan Pulau Perca dengan membawa seekor kerbau keramat yang akan diadu dengan kerbau Patih Sewatang. Dalam pertarungan ini Patih Sewatang mencari anak kerbau yang sedang kuat menyusu. Setelah sekian lama tidak menyusu kepada induknya baru dibawa ke arena pertarungan. Karena haus dan kepalanya diberi minang (taji yang

9 54 tajam), ketika pertarungan terjadi anak kerbau tersebut menyeruduk kerbau Majapahit tadi. Dalam pertarungan ini kerbau Patih Sewatang yang menang. Berdasarkan kepada Tambo mungkin ada yang bertanya mengapa tidak disebut manang kabau tetapi Minangkabau. Jawabnya karena kemenangan itu lantaran anak kerbau tadi memakai minang yaitu taji yang tajam dan runcing sehingga merobek perut lawannya ( Akhirnya dapat disimpulkan bahwa nama Minangkabau yang bersumber dari kemenangan kerbau tidak diragukan lagi kebenarannya. Disamping itu juga dapat disimpulkan bahwa pemakaian nama Minangkabau dipergunakan untuk nama sebuah nagari dekat kota Batusangkar, untuk suku bangsa Minangkabau dan wilayah kebudayaan Minangkabau, nama Minangkabau yang berasal dari cerita adu kerbau inilah yang diyakini kebenarannya. Sedangkan nama-nama yang dikemukakan oleh para ahli sejarah lainnya, diterima juga sebagai pelengkap perbendaharaan kita dalam menggali sejarah Minangkabau selanjutnya Sejarah Singkat Provinsi Sumatera Barat Secara geografis propinsi Sumatera Barat terletak di bagian barat pulau Sumatera. Wilayah Sumatera Barat juga dilalui jalur khatulistiwa melalui daerah Bonjol. Secara administratif Sumatera Barat sebelah utara berbatas dengan propinsi Sumatera Utara, sebelah selatan dengan propinsi

10 55 Jambi dan Bengkulu, sebelah timur dengan propinsi Riau, dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia. Sumatera Barat dilihat dari segi lingkungan alam terbagi atas tiga daerah, yakni: 1. Darek, dataran tinggi dan pegunungan sekitar Merapi dan Singgalang, dikenal sebagai Luhak Nan Tigo (Agam, Tanah Datar, dan 50 Kota) termasuk ke dalam daerah ini Pasaman, Solok, dan Sawahlunto Sijunjung. 2. Daerah pesisir sepanjang 358 km di pantai Barat, daerah perdagangan dan perikanan. Daerah yang termasuk wilayah pesisir ini adalah Padang, Padang Pariaman, dan Pesisir Selatan 3. Gugusan Kepulauan Mentawai yang mempunyai corak kebudayaan tersendiri. Pada tahun 1999 secara administratif, Kepulauan Mentawai sudah berdiri sendiri sebagai daerah tingkat II yang otonom ( Bentuk permukaan tanah (morfologi) Sumatera Barat sebagian besar terjadi dari bukit barisan yang membujur dari barat laut ke tenggara. Daerah pegunungan terdiri dari rimba tropis yang terdiri dari gunung Merapi, Singgalang, Tandikat, Sago. Penduduk Sumatera Barat terpusat di daerah dataran tinggi ini dan di sinilah daerah asal Minangkabau yang disebut Luhak nan Tigo. Minangkabau merupakan suku terbesar di Sumatera Barat. Masyarakat Sumatera Barat menyebut diri mereka dengan sebutan urang

11 56 minang. Wilayah yang di diami mereka sebut dengan Alam Minangkabau. Alam Minangkabau berarti daerah Minangkabau. Batas batas wilayah Minangkabau menurut tambo adalah sebagai berikut: Dari riak nan ba dabua, tarakak aia hitam, sikilang aia bangih, sampai ka Rokan Pandalian. Dari Durian ditakuak Rajo sampai ka rantau kurang aso duopuluah (Cobra, Yunizar. 1989: 7) Maksud ungkapan di atas menjelaskan bahwa daerah Minangkabau di sebelah utara berbatas dengan Sikilang Air Bangis, sebelah selatan dengan Taratak Aia Hitam, dan Muko-Muko, kemudian di sebelah barat dengan Samudera Hindia (dalam ungkapan riak nan ba dabua), serta sebelah timur berbatas dengan Durian di Takuak Rajo. Batas-batas wilayah Minangkabau yang dikemukakan tersebut merupakan nama-nama daerah yang sampai saat ini daerah tersebut masih ada. Batas-batas wilayah Minangkabau jika di bandingkan dengan peta Sumatera Barat sekarang tidak jauh berbeda, malahan Sumatera Barat lebih kecil dari batas-batas yang dikemukakan oleh tambo, karena ada beberapa wilayah seperti daerah Rokan Pandalian merupakan wilayah propinsi Riau. Daerah pusat Minangkabau seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bernama Luhak Nan Tigo yang terdiri atas Luhak Tanah datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Koto.

12 57 Gambar 4.1 Wilayah awal Minangkabau (Sumber: Badan Perpustakaan Propinsi Sumatera Barat ) Keterangan Gambar: Mn = Lokasi keberadaan minang, sumber aie nan janieh (mata air hexagonal). Empat nagari binary yang bertetangga dengan kerajaan/nagari Pagarruyuan. 1: Nagari Tanjuang-Sungayan. 2 : Nagari Talago-Sungai patai. 3 : Nagari Andaleh-Baruahbukik. 4 : Nagari Sawahliek-Singkayan, nagari inilah kemudian yang berganti nama menjadi Minangkabau. 5:Nagari Pagarruyuang. 6: Nagari Suruaso. 7 : Nagari Kototangah. 8 : Nagari Tanjuangbarulak Sejak tahun 1958, Sumatera Barat resmi sebagai provinsi. Sebelumnya, sejak proklamasi Sumatera Barat berstatus sebagai salah satu keresidenan di provinsi Sumatera. Gubernur pertama provinsi Sumatera Barat

13 58 adalah Kaharuddin Datuk Rangkayo Baso. Nenek moyang orang Minangkabau, sama dengan nenek moyang orang Indonesia lainnya, berasal dari daratan Asia. Mereka mengarungi Laut Cina Selatan, menyebrangi Selat Malaka, dan kemudian sampai dan menetap di wilayah Sumatera Barat. Alam Minangkabau pernah menjadi daerah penyebaran agama Budha, yaitu, pada masa pemerintahan Raja Adityawarman. Pemerintahan Adityawarman ketika itu terletak di Pagaruyung. Sepeninggal Adityawarman, Pagaruyung banyak menjalin hubungan dengan dunia luar, terutama dengan Aceh. Implikasi dari terjalinnya hubungan dengan Aceh, terjadi penyerapan budaya dan penyebaran agama Islam. Islam kemudian mewarnai budaya Minangkabau secara kental. Tokoh yang dipercaya sebagai penyebar agama Islam pertama di Minangkabau adalah Syekh Burhanuddin. Sejak tahun 1595, armada dagang Belanda sudah mulai terlihat di pantai barat Minangkabau. Hegemoni politik Belanda di Alam Minangkabau dimulai tahun 1666 ketika dilakukan pembangunan loji dagang mereka di Pulau Cingkuk dan diiringi pembangunan benteng di Padang. Seiring dengan semakin kukuhnya kekuasaan Belanda, pengaruh Aceh dan bangsa Eropa selain Belanda semakin berkurang. Kekuasaan Belanda di Minangkabau sempat terputus pada bulan November 1795, digantikan oleh pemerintah Inggris. Inggris berkuasa selama 23 tahun. Sebagai realisasi dari konvensi London tahun 1814, Inggris harus menyerahkan Minangkabau kembali ke tangan Belanda. Setelah itu, Belanda

14 59 berkuasa untuk kedua kalinya sampai balatentara Jepang milai menduduki wilayah tersebut tahun Pada masa penjajahan Inggris adalah era dimulainya gerakan Paderi. Gerakan ini bertujuan untuk memurnikan praktek ajaran Islam dari berbagai penyimpangan. Paderi akhirnya memiliki pengaruh yang besar di Minangkabau. Belanda yang berniat menguasai Minangkabau secara utuh merasa gerah dengan pengaruh Paderi ini. Akhirnya pada tahun 1821, Belanda mulai melakukan konfrontasi dengan kelompok agama tersebut. Pertentangan Belanda dengan kaum Paderi akhirnya meluas ke seluruh rakyat Sumatera Barat. Pada masa berikutnya muncul seorang pemimpin bernama Tuanku Imam Bonjol. Dengan dibantu oleh seluruh masyarakat, Tuanku Imam Bonjol berupaya untuk mempertahankan wilayah Bonjol sebagai benteng terakhir Paderi. Namun akhirnya pada tahun 1837, Belanda dapat mengalahkan perlawanan rakyat tersebut dan berhasil menduduki nagari Bonjol. Tuanku Imam Bonjol ditawan dan diasingkan ke Lotak (Manado). Kekuasaan Belanda di Minangkabau betul-betul mantap pada awal abad 20. Sebagai kompensasi dari berakhirnya praktek tanam paksa kopi, Belanda memungut pajak dari rakyat. Pajak yang begitu tinggi ditambah dengan kekangan yang diterapkan pemerintah kolonial, menimbulkan perlawanan rakyat Sumatera Barat, misalnya perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Kamang dan Manggopoh. Semua perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh Belanda.

15 60 Dapat ditumpasnya berbagai perlawanan lokal tidak berarti terhentinya perjuangan menentang kolonialisme. Gerakan kebangsaan kemudian muncul menggantikan perlawanan local. Dimulai oleh masuknya Serikat Islam, kemudian bermunculan organisasi-organisasi seperti Jong Sumatranen Bond, Partai Nasional Indonesia, dan Muhammadiyah. Pada tanggal 17 Maret 1942, Jepang mulai menduduki Bukittinggi dan Padang. Akhirnya Jepang menguasai wilayah Sumatera Barat sebagai bagian dari penguasaannya atas wilayah Indonesia. Jepang berkuasa di Sumatera Barat sampai kekalahan yang dideritanya dalam Perang Pasifik yang kemudian direspons oleh para pejuang kemerdekaan di Jakarta dengan memproklamasikan kemerdekaan ( minangkabau/sejarah-sumatera-barat-dari-masa-ke-masa.html#toppage ). Proklamasi Kemerdekaan RI diterima oleh para pejuang Sumatera Barat secara tidak langsung. Mereka menerima berita tersebut secara samarsamar dari opsir Jepang di Padang., kemudian melalui berita radio yang diterima kantor berita Jepang, Domei, yang berhasil dimonitor oleh aktivis pergerakan di Padang. Setelah yakin akan isi berita tersebut, para pemuda langsung menyeberluaskan berita kemerdekaan tersebut ke seluruh nagari. Para pemuka Sumatera Barat kemudian membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) yang diketuai oleh Mohammad Syafei. Pembentukan KNID ini disusul dengan pembentukan organisasi lain, yaitu, Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berubah nama menjadi

16 61 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tanggal 13 Oktober 1945, sekutu mendarat di Teluk Bayur. Seperti di daerah-daerah lain, NICA ternyata membonceng kedatangan Sekutu dengan maksud yang jelas, yaitu, ingin berkuasa lagi di Indonesia, ternasuk di Sumatera Barat. Perlawanan pun pecah diseluruh wilayah Sumatera Barat. Pada tahun 1948, provinsi Sumatera pecah menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Dalam struktur baru tersebut, Sumatera Barat, bersama Riau dan Jambi, menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Bukittinggi ditetapkan sebagai ibukota provinsi Sumatera Tengah dan Mr. M. Nasrun ditetapkan sebagai gubernurnya ( Sumatera-Barat.html4-Feruari-2009). Pada waktu Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda dalam agresi militer Belanda II tahun 1948, Sumatera Barat ditetapkan sebagai pusat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang diketuai oleh Syafruddin Prawiranegara. PDRI berakhir pada bulan Juli 1949, ditandai dengan kembalinya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Yogyakarta tanggal 6 Juli Setelah keadaan kembali normal, ibukota negara RI kembali ke Yogyakarta. Pada tanggal 15 Februari 1958, di Padang lahir gerakan separatis bernama Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Untuk menghadapi pemberontakan tersebut, pemerintah pusat melancarkan operasi 17 Agustus yang dipimpin Kolonel Achmad Yani.

17 62 Sebelum akhir tahun, seluruh wilayah Sumatera Barat telah terbebas dari pengaruh gerakan pemberontakan tersebut. Setelah keadaan membaik, pemerintah menetapkan Sumatera Barat sebagai provinsi. Pembentukan provinsi tersebut berlandaskan UU No. 61 tahun 1958 ( Wafatnya Sultan Sri Maharajo Dirajo Sultan Sri Maharajo Dirajo merupakan anak ketiga dari Iskandar The Great menurut Tambo Alam Minangkabau. Sultan Sri Maharajo Dirajo melakukan pelayaran ke daerah Nusantara dan kapalnya mengalami kerusakan di daerah Sumatera. Akhirnya Maharajo Dirajo mendirikan pemukiman di daerah lereng Gunung Merapi yang diberi nama Pariangan Padangpanjang. Sampai sekarang orang Minangkabau beranggapan bahwa negeri tertua di Minangkabau adalah Pariangan Padangpanjang di lereng sebelah timur Gunung Merapi. Di negeri inilah disusun adat Minangkabau yang sampai sekarang masih berlaku dan diwarisi oleh masyarakat Minangkabau (Rais, Kamardi. 2000: 128). Sultan Maharajo Dirajo dalam pelayarannya ke Pulau Ameh atau Sumatera membawa serta tiga orang istrinya. Istri pertamanya bernama Puti Cinto Dunie, istri kedua bernama Puti Indo Jalito dan istri ketiga bernama Puti Sedayu. Hasil pernikahan Sultan Maharajo Dirajo dengan Puti Cinto Dunie memperoleh seorang anak bernama Dt. Bandaro Kayo. Sementara dari Puti Indo Jalito melahirkan Sutan Paduko Basa, dan hasil pernikahan dari

18 63 istri ketiga Puti Sedayu melahirkan Dt. Maha Rajo Basa (Salim, Ampera. 2005: 8) Bagan 4.1 Silsilah Sultan Sri Maharajo Dirajo Sumber: Ampera Salim, Minangkabau: Dalam Catatan Sejarah Yang Tercecer. Padang, Citra Budaya. 4.2 Asal Usul Kelompok Masyarakat Koto Piliang dan Bodi Caniago Suku adalah suatu organisasi massa di dalam masyarakat Minangkabau yang disusun dan dibentuk setelah berlakunya Adat Nan Ampek, secara bertahan dalam waktu yang panjang, selangkah demi selangkah. Dengan menggali dan mambangkik batang tarandam (membangkitkan batang terendam) di dalam Tambo ditemukan suatu bentuk atau sktruktur suku yang menyeruapi satu pukon dengan cabang, dahan dan ranting. H. J. Dt. Malako Nan Putiah mengutip dari Tambo Minangkabau mengatakan bahwa struktur yang telah dijelaskan di atas untuk pertama kalinya dibuat oleh nenek moyang orang Minangkabau Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan, kemudian dimusyawarahkan dengan para sesepuh dan

19 64 tokoh-tokoh masyarakat yang berbentuk pyramid dengan dasar yang paling bawah adalah rakyat banyak, simpul pertama adalah satu keluarga dinamakan Paruik, dari beberapa paruik ditemukan simpul kedua diatasnya dinamakan jurai, selanjutnya ditemukan simpulkan ketiga di atasnya diberinama indu, dan dari beberapa indu itulah ditemukan simpul tertinggi nama seorang nenek perempuan sebagai cikal bakal dari ikatan warga yang banyak disebut suku itu (Alma,Buchari. 2004: 298). Pada masa Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang, jumlah penduduk yang sudah begitu besar pada masa itu dan tersebar di wilayah yang luas, dipilah-pilah ke dalam kelompok-kelompok dari terendah ditelusuri ke atas menurut garis keturunan ibu, menggunakan pola seperti di atas, sehingga lahirlah suku-suku pertama dengan empat nama baru yaitu Bodi, Caniago, Koto, Piliang (Alma, Buchari. 2004: 297). Di samping itu ada warga masyarakat yang tidak masuk ke dalam empat suku itu, mereka mengelompokkan sendiri dan tetap memakai nama yang sudah popular sejak jauh sebelumnya, yaitu Malayu, yang berarti orang gunung ( ). H. J. Dt. Malako Nan Putiah juga menyatakan bahwa : Banyak ahli sejarah yang menyatakan bahwa suku Melayu adalah suku tertua di Minangkabau. Dari penelitian lapangan memang suku Malayu itu hamper diseluruh alam Minangkabau, terutama di dusun-dusun tua (Alma, Buchari. 2004: 299). Sebaliknya, dalam daerah-daerah yang termasuk pemukiman batu atau di daerah rantau jarang ditemukan Suku Malayu, malah di sini muncul nama-nama baru. Khusus untuk suku Malayu ini ada pepatah yang mengatakan pisang sikalekkalek hutan, pisang batu nan bagatah, Bodi Caniago inyo bukan, Koto Piliang

20 65 inyo antah, samo dipakai kaduonyo (pisang sikelat-kelat hutan, pisang batu yang bergetah, Bodi Caniago dia bukan, Koto Piliang dia entah, sama dipakai keduanya). Suku di pemukiman baru perpindahan dari beberapa negeri ke tempat pemukiman baru di luar wilayah negari masing-masing, ditempat yang baru itu dapat dibuat suku dengan memilih beberapa alternatif : 1. Setiap anggota bergabung dengan suku yang sejenis yang terlebih dulu tiba di tempat itu. 2. Beberapa ninik atau kaum dari suku yang sama berasal dari nagari yang sama bergabung membentuk suku baru. Nama sukunya pakai nan seperti, Caniago nan Tigo Niniak atau Caniago nan Tigo. 3. Apabila tidak ada tempat bergabung dengan suku yang sama lalu mereka berkelompok membentuk suku baru. Mereka memakai nama suku asli dari negerinya tanpa atribut, seperti asal Kutianyir ditempat baru tetap Kutianyir. 4. Membentuk suku sendiri di nagari baru tanpa bergabung dengan suku yang ada ditempat lain. Biasanya memakai atribut korong seperti Koto nan Duo Korong. 5. Orang-orang dari bermacam-macam suku bergabung mendirikan suku yang baru. Nama suku diambil dari nama negeri asal seperti Suku Gudam (negeri Lima Kaum), Pinawan (Solok Selatan), suku Padang Laweh, suku Salo dan sebagainya( 2009)

21 66 Selain dari itu, cara-cara lain yaitu mengambil nama-nama dari : 1. Tumbuh-tumbuhan, seperti Jambak, Kutianyir, Sipisang, Dalimo, Mandaliko, Pinawang 2. Benda seperti Sinapa, Guci, Tanjung, Salayan 3. Nagari seperti Padang Datar, Lubuk Batang, Padang Laweh, Salo. 4. Orang seperti Dani, Domo, Magek Suku yang demikian lebih banyak daripada suku-suku yang semula. Apabila dijumlahkan nama-nama suku itu seluruhnya sudah mendekati seratus buah di seluruh Alam Minangkabau. Suku sebagai satuan genealogis biasanya menempati suatu daerah pemukiman yang sama. Oleh karenanya suku, disamping sebagai kesatuan genealogis, dapat pula berarti satu kesatuan teriotorial dan politis. Tujuan utama membentuk suku-suku itu adalah untuk memudahkan mengatur pengaturan kehidupan masyarakat, antara lain dalam masalah perkawinan, pengasaan harta pusaka dan sebagainya.

22 67 Bagan 4.2 Silsilah Suku di Minangkabau Sumber : Buku Sejarah Kebudayaan Minangkabau Pada zaman Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan sekitar abad ke 12, pada saat itu beliau melakukan pembaharuan serta menyempurnakan sistem kehidupan bermasyarakat yang sekarang dikenal sebagai Adat Minangkabau (Hakimy, Idrus. 2004: 29).

23 Sistem Pemerintahan Koto Piliang Asal kata Koto Piliang Koto Piliang merupakan satu sistem hukum adat yang diyakini masyarakat merupakan hasil pemikiran dari Datuk Ketumanggungan berlandaskan pandangan bahwa segala sesuatu itu bapucuak bulek, manitiak dari langik, batanggo turun (Terjemah Indonesia: berpucuk bulat, menitik dari langit, bertangga turun) (Ensiklopedi Minangkabau, 2005: 233). Berdasarkan asal-usul kata, Koto Piliang berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu Kerta Philhyang. Kerta beradaptasi dalam bahasa Indonesia menjadi koto yang artinya kemakmuran. Phil artinya mencintai atau menyukai. Hyang artinya dewa atau raja. Kerta Philhyang menjadi Koto Piliang yang artinya kemakmuran datang dicintai atau disukai oleh raja (Arifin, Bustanul : 30). Keselarasan Koto Piliang terlihat lebih bersifat otokratis, konservatif dan condong pada agama. Secara sosiologis diketahui adanya stratifikasi social yang relative signifikan dalam tradisi Koto Piliang ini, ada kelompok yang tinggi dan rendah dalam masyarakatnya. Kekuasaan penghulu umumnya lebih besar dalam memutuskan perkara-perkara yang di bawa ke Dewan Penghulu (Asnan, Gusti. 2003: ). Datuk Ketumanggungan adalah putra mahkota dari perkawinan Sultan Sri Maharajo Dirajo dengan Puti Indo Jalito. Sebagai seorang raja, kata-kata yang diucapkannya sama dengan undang-undang. Rakyat harus tunduk dan patuh kepada raja. Kebenaran dan keadilan di tangan raja, sistem

24 69 kerajaan ini bersifat otokratis. Begitu juga dengan keselarasan Koto Piliang yang didirikan Datuk Ketumanggungan ini sistem pemerintahannya sama dengan sikap seseorang raja yaitu titiak dari ateh (terjemahan Indonesia: titik dari atas), yang berlaku adalah titah raja Ciri- ciri Koto Piliang Sistem Pemerintahan Nagari Nagari, selain sebagai kesatuan genealogis, juga merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum teritorial. Sebagai kesatuan territorial, nagari memiliki unit pelaksana administrasi yang disebut Kampuang. Kampuang (Kampung), biasanya adalah satu kelompok pemukiman yang dihuni oleh keluarga-keluarga dari berbagai suku. Namun adakalanya juga hanya terdiri dari satu suku. Yang terakhir ini biasanya disebut dengan koto. Setiap kampuang dalam nagari dipimpin oleh seorang Tuo Kampuang, yang adakalanya juga sekaligus sebagai penghulu pada sukunya. Unsur-unsur inilah yang duduk bersama dalam pemerintahan nagari dan secara bersama pula membicarakan serta memutuskan berbagai persoalan-persoalan anak nagari, terutama yang menyangkut ketertiban, keamanan dan kesejahteraan mereka. Lembaga penghulu ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari. Ciri-ciri yang khas dari Koto Piliang yakni yang pertama, kedaulatan berada di tangan raja, artinya sifat pemerintahannya otokratis. Menjunjung tinggi titah raja. Kedua, sistem pemerintahannya

25 70 dinamai batanggo turun, (bertangga turun) artinya titah raja diturunkan kepada Penghulu Pucuk. Dari Penghulu Pucuk di turunkan kepada Penghulu Andiko, baru sampai kepada rakyat. Ketiga, pangkal kekuasaannya adalah titiak dari langik (tetes dari atas). Keempat, penghulunya bertingkat-tingkat yaitu yang paling atas adalah Datuk Ketumanggungan (penghulu utama). Dibawah raja yaitu dalam nagari Penghulu Pucuk, kepala dari semua penghulu suku dalam nagari. Di bawah Penghulu Pucuk, adalah Penghulu Suku, kemudian di bawah Penghulu Suku ada Penghulu Andiko yaitu penghulu yang langsung berhubungan dengan anak kemenakan atau rakyat. Dalam mengambil kebijaksanaan rakyat tidak diikutsertakan. Dalam mengambil kebijaksanaan atau keputusan menggunakan jalur bajanjang naik, batanggo turun. Bajanjang naik artinya naik dari anak tangga paling bawah yaitu dari kemenakan kepada mamak, dari mamak kepada Penghulu Andiko, dari Penghulu Andiko kepada Penghulu Suku dan dari Penghulu Suku diteruskan kepada Penghulu Pucuk. Penghulu Pucuk mengambil keputusan lalu diturunkan kepada alur sebelumnya (Arifin, Bustanul. 1994: 33). Kelima, azaz Koto Piliang ini menyatakan bahwa kemakmuran rakyat atau masyarakat berorientasi kepada kesukuan atau keinginan raja. Pengambilan keputusan dalam keselarasan Koto Piliang dipakai jalur yang di sebut dengan bajanjang naiak, batanggo turun (berjenjang

26 71 naik, bertangga turun). Bajanjang naiak artinya naik dari jenjang yang paling bawah, yaitu dari kemenakan kepada mamak. Mamak adalah saudara laki-laki dari kaum ibu. Dari mamak kepada Penghulu Andiko, kemudian kepada Penghulu Suku dam diteruskan kepada Penghulu Pucuak. Bagan 4.3 Jalur pengambilan keputusan pada Koto Piliang Sumber: Bustanu Arifin, Budaya Alam Minangkabau. Jakarta, CV. Art Print Penghulu Pucuak mengambil keputusan lalu diturunkan ketangga yang di bawahnya yaitu Penghulu Suku, kemudian kepada Penghulu Andiko, barulah sampai kepada kemenakan yang bersangkutan. Apabila persoalan itu rumit, Penghulu Pucuak tidak mampu mengambil keputusan, maka Penghulu Pucuak membawa

27 72 masalah ke Sidang Para Penghulu Suku dalam nagari. Dalam forum inilah masalah dipecahkan secara musyawarah. Hasil keputusan dengan musyawarah itu kemudian diturunkan secara batanggo turun, dari Penghulu Suku kepada Penghulu Andiko baru disampaikan kepada kemenakan yang bersangkutan(arifin, Bustanul. 1994: 33). Koto Piliang memprakterkkan salah cotok bakuduang paruah, salah lulua babalah paruik (salah patok berkudung paruh, salah telan berbelah perut). Artinya, orang yang bersalah diumpamakan seekor burung yang apabila mematok sesuatu yang bukan haknya, maka paruhnya di potong, dan apabila telah memakan sesuatu sampai ke perutnya, maka perutnya akan di bedah untuk mengambil kembali apa yang telah ditelannya (Alma, Buchari. 2004: 99) Pimpinan Adat Koto Piliang Secara tradisional pemimpin dalam masyarakat Minangkabau adalah penghulu. Penghulu biasanya berhak dan memiliki privilege menjadi pemimpin sebuah nagari. Eksistensi penghulu dalam menjalankan tugasnya bukanlah pemimpin tunggal melainkan duduk bersama dengan perangkat lainnya. Pranata institusi ini selanjutnya lebih di kenal dengan Tungku Tigo Sajarangan Tigo Tali Sapilin yang terdiri dari unsur ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai. Pada perkembangannya termasuk unsure bundo kanduang sebagai parik paga dalam nagari sehingga dikenal dengan sebutan Nan Ampek Jinih (Alma,

28 73 Buchari. 2004: 122). Masing-masing dari mereka sudah mempunyai kewenangan dan deskripsi kerja yang jelas. Penghulu sesuai dengan asal katanya pegang hulu artinya orang yang memegang tampuk pimpinan (Cobra, Yunizar. 1989: 30). Seorang pemimpin adalah tempat untuk berbagi dan menyelesaikan segala permasalahan warga yang akan memberikan nasehat dan tempat menerima keluh kesah serta diharapkan dapat mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Di samping itu penghulu di Minangkabau diberikan gelar datuk. Untuk menjalankan sistem pemerintahan nagari, tradisi sosial politik nagari yang berlaku adalah berdasarkan, Lareh Koto Piliang, buah tradisi dari Datuk Ketumanggungan, bersifat aristokrasi, artinya pemerintahan berpusat kepada beberapa aristocrat (Alma, Buchari. 2004: 98).. Penghulunya bertingkat-tingkat yaitu yang paling atas adalah Datuk Ketumanggungan (penghulu utama). Dibawah raja yaitu dalam nagari Penghulu Pucuk, kepala dari semua penghulu suku dalam nagari. Di bawah Penghulu Pucuk, adalah Penghulu Suku, kemudian di bawah Penghulu Suku ada Penghulu Andiko yaitu penghulu yang langsung berhubungan dengan anak kemenakan atau rakyat. Seorang yang akan menjadi pemimpin terlebih dahulu harus mengenal dirinya. Selanjutnya sebelum menjalankan amanat, maka terlebih dahulu memperkenalkan diri dan mengenal kemenakan(warga) yang akan dipimpinnya. Dalam pengertian yang lebih luas adalah tau di

29 74 nan ampek (tahu dengan yang empat). Maksudnya tahu sama diri sendiri, tahu dengan orang lain, tahu tentang alam dan tahu dengan Tuhan (Hakimy, Idrus. 2004: 71). Dalam Keselarasan Koto Piliang, para penghulu bergabung dalam suatu dewan Penghulu, dimana prinsip strukurnya adalah bajanjang naiak batanggo turun yang telah di jelaskan di atas. Ketua dewan penghulu berhak mengambil keputusan terakhir sesuai dengan adat aristokrasi (Kemal, Iskandar. 2008: 100). Pada sistem Koto Piliang, pengganti penghulu yang meninggal dunia adalah kemenakan kandung dari penghulu tersebut, dalam hal ini kemenakan kandung laki-laki sangat penting adanya. Kemenakan inilah yang dididik dan dikaderkan untuk menggantikan mamaknya yang sedang menjadi penghulu, jika tidak ada kemenakan kandung yang mengganti biasanya gelar itu dilipat dan penghulu Pucuk itu tugasnya berpindah kepada penghulu-penghulu pucuk lainnya dengan kesepakatan Rumah Gadang Koto Piliang Pada nagari Bungo Satangkai dibangun sebuah balairung (tempat musyawarah, serupa sebidang tanah di bawah pohon beringin, tempat penguasa adat duduk melaksanakan hukum.

30 75 Gambar 4.2 Rumah Gadang Keselarasan Koto Piliang Sumber: Rumah gadang aliran Koto Piliang disebut Sitinjau Lauik. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah berpanggung). Unit terkecil dari struktur sosial di Minangkabau adalah satuan genealogis (keluarga) yang disebut samande (seibu) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi suku (matriclan). Kesatuan genealogis samande menempati satu rumah gadang (rumah besar), yang biasanya juga tinggal beberapa satuan genealogis samande atau saudara perempuan lainnya. Kesatuan yang lebih besar ini disebut dengan saparuik, artinya berasal dari satu ibu. Setiap paruik dipimpin oleh seorang mamak (saudara laki-laki ibu yang tertua) yang disebut dengan Mamak Kapalo Warih (Kapalo Paruik) (Kemal, Iskandar. 2008: 90).

31 Wilayah Koto Piliang Keselarasan Koto Piliang di bawah pemerintahan Datuak Ketumnggungan berkedudukan di Bungo Satangkai Sungai Tarab. Daerah kekuasaan Koto Piliang disebut dengang Langgam Nan Tujuah(Rais, Kamardi. 2000: 130). Langgam Nan Tujuah terdiri atas: 1. Sungai Tarab Salapan Batu, pamuncak Koto Piliang 2. Simawang dengan Bukit Kanduang, perdamaian Koto Piliang 3. Sungai Jambu denga Lubuak Ataa, pasak kungkuang Koto Piliang 4. Batipuah Nagari Gadang, harimau campo Koto Piliang 5. Singkarak dengan Saniangbaka, camin taruih Koto Piliang 6. Tanjuangbalikan dengan Sulik Aie, cumati Koto Piliang 7. Silungkang dengan Padang Sibusuak, gajah tongga Koto Piliang 4.4 Sistem pemerintahan Bodi Caniago Asal Kata Bodi Caniago Bodi Caniago adalah sistem hukum adat yang dipercaya masyarakat merupakan hasil pemikiran Datuk Perpatih Nan Sabatang. Keselarasan Bodi Caniago terlihat sangat menghormati sistem demokrasi yang mengedepankan musyawarah seperti yang terungkap dalam tuah dek sakato, mulonyo rundiang dimufakati, di lahia lah nyato, di batin buliah diliek (Tuah karena sekata, mulanya berunding di mufakati, di lahir sudah nyata, di batin boleh dilihat) (Ensiklopedi Minangkabau, 2005: 92).

32 77 Bodi Caniago berasal dari kata dua suku kata. Bodi berasal dari kata Buddhi yang berarti nama sejenis pohon yang memberi ilham kepada Shidarta Gautama (pendiri agama Budha). Pohon budi identik dengan musyawarah, karena musyawarah atau mufakat itu menghasilkan pikiran yang baik dan luhur. Caniago berasal dari kata Catniargo, terdiri dari kata Catni dan Arga. Catni berarti baik, elok atau bagus. Arga puncak gunung diidentikkan dengan nilai yang tinggi, catni beradaptasi dengan cani dan arga beradaptasi ago. Jadi caniago berarti pikiran-pikiran atau budi yang menjadi kebaikan (Arifin,Bustanul. 1994: 24). Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah putera Puti Indo Jalito dengan Indra Jati, tetapi karena kedudukan beliau sebagai Penasehat Raja, maka beliau lebih terkenal dengan Cati Bilang Pandai yang artinya orang arif bijaksana, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan. Begitu pula dengan puteranya Datuk Perpatih Nan Sabatang banyak meniru pola pikirnya dalam mencetuskan sistem pemerintahan yang di sebut Keselarasan Bodi Caniago Ciri- Ciri Bodi Caniago Sistem Pemerintahan Nagari Sama halnya seperti Keselarasan Koto Piliang, Keselarasan Bodi Caniago juga terdapat Kerapatan Adat Nagari. Kerapatan Adat Nagari merupakan lembaga perwakilan anak nagari dalam sistem pemerintahan nagari. Segala keputusan-keputusan yang menyangkut

33 78 berbagai segi kehidupan masyarakat diputuskan dalam kerapatan ini. Semenjak agama Islam menjadi bagian integral dari adat Minangkabau, maka unsur agama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam urusan lembaga ini. Oleh karena itu pula, pemuka agama menjadi bahagian dari pemerintahan nagari ( ) Ciri-ciri dari Keselarasan Bodi Caniago adalah pertama, sifat pemerintahan demokratis artinya menjunjung tinggi hasil keputusan musyawarah. Kedua, sistem pemerintahan bernama, bajanjang naiak (berjenjang naik) artinya hasil musyawarah dari setiap kaum itu dimusyawarahkan lagi di tingkat yang lebih tinggi (tinggat atas), sehingga menghasilkan keputusan yang baik yang akan mengatur masyarakat. Ketiga, pangkal kekuasaan dari bawah atau dari masyarakat, ini disebut mambusek dari bumi (membersit dari bumi). Keempat, penghulu tidak bertingkat seperti penghulu-penghulu di Keselarasan Koto Piliang. Fungsi masing-masing tergantung kepada hasil musyawarah duduak samo randah, tagak samo tinggi (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi). Artinya, sama kedudukan dan derajatnya. Para penghulu ini bersama-sama memimpin nagari. Kebesaran dan ketinggian penghulu pada tradisi Bodi Caniago hanya akan terjadi atas

34 79 dasar pekerjaan yang aktif dan positif serta penilaian yang diberikan oleh para pendukung dan pemilihnya (Asnan, Gusti. 2003: 47). Pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah dalam kaum suku ataupun nagari dalam Keselarasan Bodi Caniago menurut Bustanul Arifin (1994: 26) dilakukan dengan musyawarah lebih dahulu dalam kamum, atau dalam suku atau antara ninik mamak nagari tersebut. Seperti dalam ungkapan duduak sorang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang (duduk seorang diri bersempitsempit, duduk bersama berlapang-lapang). Maksudnya, memecahkan suatu masalah sendiri tetap akan merasa kesulitan, tetapi apabila dipecahkan secara bersama-sama pasti akan mendapat jalan keluar dari masalah itu. Pemecahan masalah yang dilakukan bersama-sama menurut tingkat-tingkat tertentu jelas akan memberikan hasil yang baik. Banyak pendapat yang dikemukakan kapalo samo hitam pandapek balain-lain (Kepala sama hitam, pendapat berbeda-beda). Maksudnya bersamaan pendapat itu dikaji satu persatu, ditimbang buruk baiknya dengan akal budi (Arifin,Bustanul. 1994: 27). Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mendapatkan hasil musyawarah yang baik itu seperti ungkapan manuruik cupak dengan gantang, manuruik barih jo balabeh (menurut cupak dengan gantang, menurut baris dengan belebas). Artinya, cupak dan gantang itu ukuran

35 80 menurut undang-undang atau hukum sedangkan baris dan belebas itu adalah alur dan patut (Cobra, Yunizar. 1989: 23). Walaupun sudah melalui proses yang melibatkan perasaan dan pikiran yang sehat, hal yang harus dipertimbangkan adalah hukum yang berlaku yang sesuai denga alur dan patut, harus dinilai keputusan yang akan diambil dengan malatakkan sesuatu di tampeknyo, lah dikapuakkapuak lakek parmato (meletakkan sesuatu pada tempatnya, seperti pas-nya letak permata). Maksudnya, meletakkan sesuatu sudah pada tempatnya, ibarat permata letaknya dalam ikatan cincin, barulah keputusan itu dikatakan keputusan yang benar dan hakiki. Keputusan bersama yang diambil melalui ketentuan-ketentuan tersebut setelah melalui pertimbangang dan sesuai dengan kata-kata pusako bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mufakaek (bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat) (Arifin, Bustanul. 1994: 28). Melalui tingkat-tingkat tersebut, yaitu keputusan di ambil dengan kesepakatan bersama sehingga tidak ada pendapat yang sumbang, barulah keputusan itu dikeluarkan. Keputusan yang demikianlah yang diterapkan dalam Keselarasan Bodi Caniago. Keselarasan Bodi Caniago menjunjung tinggi hasil mufakat sebagai keputusan bersama yang mengandung nilai yang luhur. Bodi Caniago mempraktekan salah cotok balantingkan, salah luka maludah (salah mematok di lentingkan, salah luka di muntahkan). Maksudnya, apa yang terlanjur di masukkan ke dalam mulut di

36 81 keluarkan kembali, atau telah sampai ke dalam perut di muntahkan kembali (Alma, Buchari. 2004: 99) Pimpinan Adat Bodi Caniago Penghulu secara dalam memimpin nagari berada dalam kelembagaan kolektif yang biasa di kenal dengan Kerapatan Adat Nagari. Mereka secara kolektif kelembagaan memimpin nagari Alam MInangkabau bersama alim ulama dan cerdik pandai (Kemal, Iskandar. 2008: 98). Lareh Bodi Caniago, buah tradisi dari Datuk Perpatih Nan Sabatang, para anggota dewan penghulu sama kedudukannya (Alma, Buchari. 2004: 98). Seorang pemimpin adat berwenang penuh menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam nagari warga sukunya tanpa ada campur tangan dari penghulu lainnya. Norma-norma adat hanya mengikat warga dalam suatu nagai yang dikenal dengan adat salingka nagari (adat selingkar negeri). Maksudnya, yang memegang tampuk kepemimpinan dan mengambil keputusan di Minangkabau bukanlah wali nagari, kepala desa, camat, bupati ataupun gubernur, melainkan penghulu. Penghulu tidak bertingkat seperti penghulu-penghulu di Keselarasan Koto Piliang. Fungsi masing-masing tergantung kepada hasil musyawarah duduak samo randah, tagak samo tinggi (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi). Artinya, sama kedudukan dan derajatnya. Para penghulu ini bersama-sama memimpin nagari.

37 82 Kebesaran dan ketinggian penghulu pada tradisi Bodi Caniago hanya akan terjadi atas dasar pekerjaan yang aktif dan positif serta penilaian yang diberikan oleh para pendukung dan pemilihnya (Asnan,Gusti 2003: 47). Pada keselarasan Bodi Caniago, para penghulu juga bergabung dalam dewan penghulu, mereka memakai prinsip duduk sama rendah, tegak sama tinggi. Falsafah lain yang digunakan adalah ayam berinduk, karakok bajunjuang (Alma,Buchari. 2004: 102) Maksudnya, ayam memiliki induk yang mendidik dan memelihara anaknya, tanaman sirih diberi suatu galah agar dapat melilit ke atas, suatu lambing dari hidup bergotong royong. Pada adat Bodi Caniago, yang akan mengganti penghulu yang telah meninggal dunia dengan sistem gadang balega. Legaran itu ditentukan menurut buah paruik, maka mereka bergilir menurut buah paruik, apabila dalam gilirannya tidak ada yang pantas menjadi penghulu, maka giliran selanjutnya yang mendapat gelar pusaka. Sistem Bodi Caniago ini sekarang berkembang lagi kea rah pemilihan umum untuk menjadi penghulu. Begitu pula ini telah berkembang sampai ketingkat nagari dalam memilih pemimpin nagari (Cobra, Yunizar. 1989: 93). Dari kedua sistem tersebut memiliki sama pengertiannya adalah bahwa penghulu adalah kepala adat. Penghulu dapat dikatakan sebagai pemimpin masyarakat Minangkabau. Penghulu memimpin dan

38 83 mewakili orang-orang sesukunya. Seorang penghulu memiliki persyaratan substansial yakni, lubuak aka, lautan budi, tahu diadat jo pusako, tahu manimbang samo barek, tahu mangagak jo mangagih (lubuk akal, lautan budi, tahu adat dan pusaka, tahu menimbang sama berat, tahu menafsir dan memberi). Penghulu adalah pelindung dan pemimpin rakyat dalam arti sebenarnya Rumah Gadang Bodi Caniago Sistem pemerintahan Bodi Caniago yang terletak di nagarinagari di Dusun Tuo, maka penerapan Bodi Caniago tersebut di laksanakan di Balairung Sari yang dikenal dengan nama Balai Nan Panjang. Balai Nan Panjang lazimnya juga disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dari Keselarasan Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto. Gambar 4.3 Rumah gadang Keselarasan Bodi Caniago Sumber:

39 84 Satu rumah gadang biasanya diisi oleh tiga generasi, yaitu nenek (generasi pertama), ibu dan saudara-saudara perempuan ibu (sebagai generasi kedua), dan anak-anak (sebagai generasi ketiga, yang dalam kesatuan ini berstatus sebagai kemenakan). Berkembangnya anggota saparuik dapat saja memecah menjadi saparuik-saparuik lainnya dan mendirikan satu rumah gadang pula untuk ditempati. Satuan saparuik yang telah berkembang inilah yang membentuk suku (kaum) sebagai unit utama dari struktur sosial dalam nagari-nagari di Minangkabau(Kemal,Iskandar. 2008: 135) Wilayah Bodi Caniago Keselarasan Bodi Caniago di bawah pemerintahan Datuk Perpatih Nan Sabatang berkedudukan di Dusun Tuo. Bodi Caniago mempunyai daerah-daerah yang disebut Lubuak Nan Tigo dan Tanjuang Nan Ampek. Adapun daerah-daerah yang disebutkan di atas antara lain sebagai berikut: 1. Luhak Nan Tigo Lubuak Sikarah di daerah Solok Lubuak Simawang di daerah Sawahlunto/Sijunjung Lubuak Sipunai di daerah Sawahlunto/Sijunjung 2. Tanjuang Nan Ampek Tanjuang Alam Tanjuang Sungayang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan kajian terhadap sumber-sumber literatur berupa buku,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan kajian terhadap sumber-sumber literatur berupa buku, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan kajian terhadap sumber-sumber literatur berupa buku, jurnal dan artikel yang dipergunakan sebagai pegangan oleh penulis dalam penyusunan karya ilmiah dengan

Lebih terperinci

Rajo Tigo Selo. Rabu, 11/06/ :16 WIB

Rajo Tigo Selo. Rabu, 11/06/ :16 WIB Rajo Tigo Selo Rabu, 11/06/2008 10:16 WIB Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Tiga orang raja masing-masing terdiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional. Teori yang akan dijelaskan sejalan dengan fokus penelitian yaitu gaya kepemimpinan penghulu Minangkabau.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung. Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192 PERATURAN NAGARI SIMARASOK NOMOR 01 TAHUN 2002 TENTANG TERITORIAL DAN ULAYAT NAGARI SIMARASOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibukota Batusangkar. Batusangkar dikenal sebagai Kota Budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibukota Batusangkar. Batusangkar dikenal sebagai Kota Budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah Datar merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Barat dengan ibukota Batusangkar. Batusangkar dikenal sebagai Kota Budaya yang telah dicanangkan oleh

Lebih terperinci

Lampiran I.13 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.13 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 95/Kpts/KPU/TAHUN 0 : 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : PESISIR SELATAN 13.01 PESISIR SELATAN 28.40 281.113 568.520 1 13.01.01 PANCUNG SOAL 14.85 14.345 29.202 2 13.01.02 RANAH PESISIR 19.424 19.339 38.63 3 13.01.03 LENGAYANG 34.645 33.969

Lebih terperinci

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah Luhak Nan Tigo dan daerah

Lebih terperinci

etnis- Galundi Nan Baselo. Taratak Dusun Koto Nagari. Mangumpua nan taserak manjapuik nan tatingga. benang merah

etnis- Galundi Nan Baselo. Taratak Dusun Koto Nagari. Mangumpua nan taserak manjapuik nan tatingga. benang merah SEKAPUR SIRIH Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan narasi Buku Situs Cagar Budaya Minangkabau yang berada di Jorong Batur Sungai Jambu. Shalawat dan salam kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI ARIPAN. oleh para pendiri Nagari dengan akiran an, yang menunjukkan sifat. Jadi Arifan

BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI ARIPAN. oleh para pendiri Nagari dengan akiran an, yang menunjukkan sifat. Jadi Arifan 21 BAB II GAMBARAN UMUM NAGARI ARIPAN A. Sejarah Nagari Nagari Aripan berasal dari kata Arif yang berarti pemurah, melapangkan, penolong, terbuka untuk menerima dan lain sebagainya. Lalu kata Arif itu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kenegerian Rumbio Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemimpin adat kenegerian Rumbio Kociok Banamo Kamaruzzaman Godang Bagolau Datuk Ulak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari kaum penjajah adalah cita-cita untuk dapat mewujudkan kehidupan rakyat Indonesia yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN RANAH AMPEK HULU TAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengakomodasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa Kota Tanjungpinang yang

Lebih terperinci

LOKASI DAN ALOKASI BLM PNPM MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2009 PNPM DAERAH TERTINGGAL & KHUSUS ALOKASI BLM (Rp. x Juta) SUMATERA BARAT

LOKASI DAN ALOKASI BLM PNPM MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2009 PNPM DAERAH TERTINGGAL & KHUSUS ALOKASI BLM (Rp. x Juta) SUMATERA BARAT PNPM PNPM PERAN LOKASI DAN (Rp. x 1 Agam 1 Banuhampu 900 900 720 180 2 Ampek Nagari 2.000 2.000 1.600 400 3 Baso 900 900 720 180 4 Candung 2.000 2.000 1.600 400 5 IV Angkat Candung 900 900 720 180 6 IV

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan gabungan dari berbagai suku yang ada di Indonesia. Dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan gabungan dari berbagai suku yang ada di Indonesia. Dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang besar terdiri dari berbagai berbagai pulau baik dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya negara yang besar tetapi Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) 1 Sumatera Barat 94.920 11.337 15.227 8.108 9.381 16.960 17.466 20.403 33.810 87.545 229.026 2 Agam 12.508 1.280 1.426 940 1.315 1.909 2.264 1.924 3.271 9.778 27.006 3 Ampek Angkek 659 96 101 32 65 108

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) 1 Sumatera Barat 81.235 9.876 16.534 14.901 13.334 19.083 18.382 14.999 39.415 97.233 229.211 2 Agam 10.356 1.321 1.754 1.757 1.079 1.751 2.104 1.583 5.119 10.028 27.101 3 Ampek Angkek 544 87 134 113 57

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) 1 Sumatera Barat 70.974 21.356 15.763 14.547 11.518 21.113 16.941 22.192 33.751 102.074 229.158 2 Agam 9.936 1.724 1.695 1.118 1.057 2.689 2.132 2.898 3.763 11.589 27.119 3 Ampek Angkek 497 136 106 49

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) 1 Sumatera Barat 103355 8835 19432 13015 16487 18847 17899 13972 14794 99.652 228145 2 Agam 8316 978 2823 1811 3185 2407 3214 2020 2189 15.460 26971 3 Ampek Angkek 318 60 215 75 258 81 111 86 196 826 1400

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Max. Vegetatif (41-54 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Max. Vegetatif (41-54 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Barat 109.460 14.393 9.536 9.370 8.156 18.267 17.440 8.479 29.113 71.248 227.338 2 Agam 10.510 981 1.537 1.231 1.094 2.777 2.231 1.282 4.970 10.152 26.885

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN AIRPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Kondisi Geografis Secara geografi kota Padang terletak di pesisir pantai barat pulau Sumatera, dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

04. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA BARAT

04. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA BARAT 04. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA BARAT 64 Sumatera Barat 1. Lunang Silaut 250 75* 50 230 75* 0 225 25* 30 Pesisir Selatan

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DHARMASRAYA, KABUPATEN SOLOK SELATAN, DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG KETENTUAN POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a. bahwa perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN 11 (SEBELAS) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, SOLOK, TANAH DATAR, PESISIR SELATAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau, disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang terdapat dimasa kini. Perspektif sejarah selalu menjelaskan ruang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan 1. Tata Letak Nagari Pariangan Kanagari Pariangan berada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh penghulu-penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya

I. PENDAHULUAN. oleh penghulu-penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Nagari merupakan sebuah pemerintahan tradisional yang diperintah oleh penghulu-penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya yang tergabung dalam

Lebih terperinci

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH. Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 12 TAHUN 1956 (12/1956) Tanggal: 19 MARET 1956 (JAKARTA) Sumber: LN 1956/25 Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Canduang 1. Kondisi Geografis Kecamatan Canduang merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di Kabupaten Agam. Dimana wilayah ini ditetapkan menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR : 12 TAHUN1999 TENTANG HAK TANAH ULAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI II KAMPAR Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG A. Sejarah Desa Terantang Sekalipun Desa Terantang merupakan suatu desa kecil, namun ia tetap mempunyai sejarah karena beberapa abad yang silam daerah ini sudah di huni

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung 1. Keadaan Geografis Desa Tanjung termasuk desa yang tertua di Kecamatan XIII Koto Kampar dan Desa Tanjung sudah

Lebih terperinci

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Judul Skripsi JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Latar Belakang Masalah Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya seperti yang dibunyikan dalam

Lebih terperinci

BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO

BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO Mr. Asaat Datuk Mudo adalah putra Minangkabau Sumatera Barat yang lahir di Dusun Pincuran Landai, Kenagarian Kubangputih, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam pada 18 September

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT TENTANG ISTANA SAYAP DI PELALAWAN

CATATAN SINGKAT TENTANG ISTANA SAYAP DI PELALAWAN CATATAN SINGKAT TENTANG ISTANA SAYAP DI PELALAWAN ISTANA SAYAP awalnya dibangun oleh Sultan Pelalawan ke 29, yakni Tengku Sontol Said Ali (1886 1892 M). Sebelum bangunan itu selesai, beliau mangkat digelar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa berhubung dengan perkembangan ketata-negaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga nagari, yang berarti generasi yang berada dalam garis depan untuk menyelesaikan berbagai masalah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat

BAB I PENDAHULUAN. 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerajaan Langkat didirikan oleh Raja Kahar pada pertengahan abad ke- 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat kepemimpinan diteruskan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan

BAB IV KESIMPULAN. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah Lintang Selatan dan BAB IV KESIMPULAN Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 km sebelah timur Kota Padang dan dalam lingkup Propinsi Sumatera Barat berlokasi pada bagian tengah propinsi ini. Secara astronomi letak Kota Sawahlunto

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN 1. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman terletak di antara 100º 21 00 Bujur Timur atau 0º

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN SOLOK DENGAN KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Suku bangsa Minangkabau mendiami daratan tengah Pulau Sumatera bagian barat yang sekarang menjadi Propinsi Sumatera Barat. Daerah asli orang Minangkabau ada tiga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Modul ke: Pancasila Kajian sejarah perjuangan bangsa Indonesia Fakultas Ekonomi dan Bisnis Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id Lahirnya Pancasila Pancasila yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari 1. Identitas informan 1. Nama : Fajri Kirana 2. enis Kelamin : Laki-Laki 3. abatan : Wali Nagari 4. Hari/anggal : Selasa/ 11 September 2012 : Pak, saya mahasiswa universitas Lampung dari fakultas Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jam gadang landamarknya Bukittinggi, baik bagi masyarakat lokal maupun

BAB I PENDAHULUAN. jam gadang landamarknya Bukittinggi, baik bagi masyarakat lokal maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah lama luput dari perhatian pers, pada tahun 2013 Koto Gadang hadir kembali sebagai pusat perhatian baru bagi publik. Alasannya karena pembangunan great wall.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA DENGAN KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kecamatan Kampar Asal muasal nama Kampar sampai saat sekarang belum adakesepakatan universal, namun yang perlu dipahami adalah sejarah dan harus kedepankan.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN

Lebih terperinci

Gerakan Pemurnian ajaran Islam Penjajahan Belanda Gerakan Nasionalisme Indonesia Kemerdekaan Indonesia

Gerakan Pemurnian ajaran Islam Penjajahan Belanda Gerakan Nasionalisme Indonesia Kemerdekaan Indonesia PERUBAHAN SOSIAL DI MINANGKABAU Abad ke 19 dan abad ke 20 Gerakan Pemurnian ajaran Islam Penjajahan Belanda Gerakan Nasionalisme Indonesia Kemerdekaan Indonesia 11/7/2012 1 Gerakan Pemurnian ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN HARI JADI PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN HARI JADI PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN HARI JADI PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa Rancangan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Disampaikan tanggal 18 Mei 2016 di Padang pada acara Revitalisasi Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional antara Minangkabau dan Mentawai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa merupakan sebuah pemerintah terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan menjalankan fungsi pemerintah secara riil di lapangan. Dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG LOGO / LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1 I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia.Sebagai negara yang baru merdeka

Lebih terperinci

Naskah Drama. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Naskah Drama. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Naskah Drama Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan berdiri mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M[1]

Lebih terperinci