BAB III GAMBARAN UMUM. A. Lokasi dan Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB. Secara umum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM. A. Lokasi dan Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB. Secara umum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat"

Transkripsi

1 53 BAB III GAMBARAN UMUM A. Lokasi dan Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam Secara umum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap orang-orang yang dijatuhi hukuman penjara atau kurungan (hukuman badan) berdasarkan keputusan pengadilan, dengan kata lain pelaku kejahatan tersebut terbukti telah melakukan kejahatan atau pelanggaran. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat pembinaaan terhadap orang-orang terhukum agar mereka dapat kembali ke dalam masyarakat dan diterima sebagaimana masyarakat lainnya maka proses pembinaan dan berbagai fasilitas penunjang lainnya perlu dilihat relevansinya sesuai dengan pencapaian tujuan pembinaan itu sendiri. Visi Lembaga Pemasyarakatan adalah memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan Makhuk Tuhan Yang Maha Esa (membangun manusia mandiri). Misi Lembaga Pemasyarakatan yaitu melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan Negara dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan dan

2 54 penanulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Lembaga Pemasyarakatan Kls IIB Lubuk Pakam didirikan pada tahun 1928 oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan daya tampung 250 orang dengan sebutan Rumah Penjara. Penjara ini diperuntukkan kepada terpidana dan juga sebagai tempat tahanan. Pada tahun 1964 status Rumah Penjara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam dengan daya tampung 250 orang. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01.PR Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. Pada tahun 1986 beralih Lembaga Pemasyarakatan Lubuk Pakam menjadi Rumah Tahanan Negara Lubuk Pakam. Kemudian terjadi perubahan kembali struktur organisasi Rumah Tahanan Negara Kls IIB Lubuk Pakam menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kls IIB Lubuk Pakam sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor M.05.PR tahun 2003 tanggal 16 April Letak Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam berada di Jl. Sudirman No. 27 dan berdekatan dengan Kantor Kepolisian Resort Deli Serdang dengan luas tanah seluruhnya kurang lebih M Luas tanah untuk lingkungan : 6412 m2 2. Luas tanah kosong : 7303 m2 3. Luas bangunan gedung kantor dan rumah dinas : 8691 m2 dengan batas-batas sebagai berikut :

3 55 Timur : Tanah Penduduk Barat : Lapangan Tembak Pemasyarakatan Utara : Polres Deli Serdang Selatan : Tali Air B. Organisasi dan Tata Kerja Dalam melaksanakan tugasnya untuk menciptakan suasana aman, tertib dan damai serta terkendali. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam dibantu oleh para petugas, yang pada tanggal 10 November 2009 berjumlah 920 orang yang terdiri dari pria yang berjumlah 892 orang dan wanita 22 orang. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam melaksanakan sistem kerja 6 hari dimulai dari pukul wib sampai dengan wib. Hal ini dilaksanakan mengingat jumlah petugas yang sedikit sehingga pekerjaan keseharian yang dilaksanakan petugas dapat efektif dan efisien sesuai dengan anjuran pemerintah. Adapun Struktur Organisasi Lapas Klas IIB Lubuk Pakam adalah sebagai berikut

4 STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PEMASYARATAN KLAS IIB LUBUK PAKAM 56 KEPALA LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUB BAGIAN TATA USAHA URUSAN KEPEGAWAIAN URUSAN UMUM KPLP SEKSI BINADIK DAN KEGIATAN KERJA SEKSI ADM. KEAMANAN DAN TATA TERTIB SUB SEKSI REGRISTRASI DAN BIMBINGAN KEMASYARAKATAN SUB SEKSI KEAMANAN SUB SEKSI PERAWATAN NAPI/ANAK DIDIK SUB SEKSI PELAPORAN DAN TATA TERTIB SUB SEKSI KEGIATAN KERJA PETUGAS PENGAMANAN Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M.01-PR Tahun Sumber : Sub Bagian Tata Usaha

5 57 Uraian Tugas : a. Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Mengawasi dan mengkoordinasikan administrasi keamanan dan ketertiban dalam Lapas, Pembinaan dan kegiatan kerja serta pengelolaan Tata Usaha meliputi urusan Kepegawaian, keuangan dan rumah tangga sesuai peraturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan pemasyarakatan. b. Sub Bagian Tata Usaha. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Tata Usaha kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan perlengkapan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam rangka pelayanan admnistrasi dan Fasilitatif Lapas. - Urusan Kepegawaian dan Keuangan. Mempunyai Tugas melakukan ursan kepegawaian dan keuangan. - Urusan Umum. Mempunyai tugas melakukan tugas surat menyurat perlengkapan dan rumah tangga. c. Seksi Bimbingan Narapidana, anak Didik Pemasyarakatan dan Giatja. Mempunyai tugas memberikan bimbingan kemasyarakatan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan serta memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan pengelolaan hasil kerja.

6 58 - Sub Seksi Registrasi dan Bimkemas. Mempunyai tugas melakukan pencatata, penghitungan penangguhan status penahanan, penghitungan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari narapidana dan anak didik pemasyarakatan. - Sub Seksi Kegiatan Kerja Mempunyai tugas memberikan bimbingan kerja, mempersiakan saran kerja dan mengelola hasil kerja. - Sub seksi perawatan Melakukan perawatan terhadap narapidana, baik makanan, kesehatan, maupun merencanakan program-progaram kesehatan narapidana. d. Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban. Mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang keamanan dan penegakan tata tertib. - Sub Seksi Keamanan. Mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan. - Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib.

7 59 Mempunyai tugas menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakan Tata Tertib. e. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas penjagaan sesuai jadwal jaga agar tercapai keamanan dan ketertiban di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. - Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan. Mempunyai tugas menjaga keamanan dan ketertiban, melakukan penjagaan, pengawasan, pemeliharaan keamanan, ketertiban, pengawalan, penerimaan, penempatan,pengeluaran, pemeriksaan terhadap Narapidana dan Anak Didik serta membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan. C. Keadaan Pegawai dan Penghuni. a. Keadaan Petugas Dalam Upaya melaksanakan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam Pegawai berjumlah 85 orang yang terdiri dari pria 38 orang dan wanita 5 orang tabel dibawah ini memperlihatkan data pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam.

8 60 TABEL I KLASIFIKASI PEGAWAI BERDASARKAN JENJANG KEPANGKATAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN NO GOL JUMLAH 1 IIId 3 2 IIIc 5 3 IIIb 16 4 IIIa 15 5 IId 13 6 IIc 6 7 IIb 3 8 IIa 27 BERDASARKAN PENDIDIKAN NO PENDIDIKAN JUMLAH 1 S2 1 2 S DOKTER 1 4 D3 2 5 SLTA 64 6 SLTP 2 Sumber : Urusan Kepegawaian Pertanggal Oktober 2008 b. Keadaan Penghuni Berdasarkan penelitian pada bulan November 2009 Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam mempunyai kapasitas 350 orang sedangkan jumlah penghuni yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam berjumlah orang dengan perincian 126 orang dan tahanan 66 orang narapidana. Untuk lebih jelasnya dibawah ini dipaparkan data narapidana dan tahanan berdasarkan lama pidana dan agama di dalam tabel di bawah ini.

9 61 TABEL II DATA PENGHUNI LAPAS KELAS IIB LUBUK PAKAM BERDASARKAN LAMA PIDANA NO GOLONGAN DEWASA ANAK P W P W JUMLAH 1 N A SH R A BI P I BIIa D A BIIb N A BIIIs AI T A H A N A N AII AIII AIV AV TOTAL JUMLAH 873 Sumber : Sub Seksi Registrasi pertanggal 10 Oktober 2009 TABEL III DATA PENGHUNI LAPAS KELAS IIB MOJOKERTO BERDASARKAN AGAMA KETERANGAN SH : SEUMUR HIDUP NO AGAMA NARAPIDANA TAHANAN PRIA WANITA PRIA WANITA JUMLAH 1 ISLAM KRISTEN KHATOLIK HINDU BUDHA JUMLAH Sumber : Sub Seksi Registrasi pertanggal 20 Oktober 2009

10 62 BAB IV IMPLEMENTASI PEMBERIAN REMISI KHUSUS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB LUBUK PAKAM A. Syarat-syarat Pemberian Remisi Khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam. Pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan merupakan tugas utama sistem Pemasyarakatan Khususnya di Lembaga Pemasyaratan Kelas IIB Lubuk Pakam. Pembinaaan Hanya dapat dilaksanakan bila keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan berlangsung dengan baik. Dalam rangka menciptakan manusia- manusia yang mandiri, Sistem Pemasyarakatan mengambil langkah dengan cara melaksanakan pembinaan secara terpadu kepada narapidana. Seiring dengan hal tersebut, telah muncul pemikiran-pemikiran dari pejabat-pejabat tinggi negara yamg peduli dengan kelangsungan hidup narapidana di Indonesia Hal itu dapat dilihat dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Secara garis besar, Keputusan Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 1999 tersebut merupakan penjabaran dan penyempurnaan dari Undang-Undang tentang Remisi yang dikeluarkan sebelumnya. Namun, kali ini tampaknya ada perhatian yang lebih serius dari negara terhadap hakekat Agama, yaitu dengan diberikanya remisi

11 63 Khusus Pada Hari - hari Besar keagamaan kepada setiap narapidana dan anak pidana. Remisi khusus merupakan bagian dari remisi yang diberikan sebagai hak narapidana dan anak pidana seperti yang juga telah diatur dalam Undang undang Nomor 12 tahun 1995.Pelakasanaan pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam adalah salah satu contoh bagaimana makna dari pemberian remisi khusus tersebut belum dapat meresap ke dalam hati nurani setiap narapidana. Remisi khusus saat ini hanya mutlak sebagai hak yang harus narapidana dapatkan pada saat hari-hari besar keagamaan. Remisi khusus belum menjadi pendorong bagi narapidana untuk meningkatkan kwalitas ketaqwaannya, terlebih lagi dalam hal pembinaan kepribadian narapidana. Pemberian Remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam tidak mempertimbangkan tingkat ketekunan dan ketaqwaan seorang narapidana dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan selama ia berada didalam lapas.akibatnya, remisi khusus belum mampu mendorong setiap narapidana untuk lebih memberi perhatian pada kesadaaran beragama sebagai upaya dalam rangka memperbaiki dirinya. - Untuk lebih jelasnya jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam berdasarkan jenis kejahatan terlampir.

12 64 Pada tahun 2006 ada perubahan yang mengatur dalam pemberian remisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2006 Tentang Perubahan Syarat dan Tata cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dengan mempertimbangkan ketentuan mengenai pemberian remisi, assimilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat perlu ditinjau ulang guna menyesuaikan dengan perkembangan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat, terutama terkait dengan narapidana yang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kerugian yang besar bagi Negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat. Sesuai dengan pasal 34 ayat 3 PP No.28 Tahun 2006 ; (3) bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional lainnya, diberikan remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Berkelakuan baik b. Telah menjalani sepertiga ( 1 / 3 ) masa pidana. Adapun penjelasan atas PP No. 28 tahun 2006 sebagai berikut ; 1. Terorisme

13 65 a. Terlibat pasal 6 s.d 24 PP pengganti UURI No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2. Narkotika/ psikotropika, khusus bagi produsen, Bandar dan pengedar; a. Terlibat pasal 59, 60 dan 61 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika b. Terlibat pasal 78,79,80,81,82,83,84 dan 87 UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika c. Lama Pidana masing masing pada huruf a dan b minimal 2 (dua) tahun. 3. Korupsi a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara. b. Mendapat perhatian yang meresahkan Negara paling sedikit Rp ,- ( satu milyar rupiah ). 4. Kejahatan Hak Asasi Manusia Berat : Pembunuhan masal (genocide), perbudakan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa.

14 66 5. Kejahatan Transnasional terorganisasi : trafficking ( penjualan manusia lintas batas Negara ), cyber crime (kejahatan ekonomi berbasis teknologi komputer dan sejenisnya), money loundring (pencucian uang via perbankan/ perusahaan), illegal loging (pembalakan hutan liar berskala besar dan sangat banyak merugikan negara), dll. Dalam pelaksanaannya pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam yang berdasarkan KEPRES No.174 tahun 1999 tentang Remisi telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dimana untuk mendapatkan remisi narapidana harus memenuhi ketentuan- ketentuan yang berlaku. TABEL VII BESARNYA PEROLEHAN REMISI KHUSUS ( HARI RAYA KEAGAMAAN ) TAHUN TAHUN I 6 bulan s/d 12 bulan Lebih dari 12 bulan TAHUN II TAHUN III TAHUN IV TAHUN V TAHUN VI, dst BESARNYA REMISI 15 hari 1 bulan 1bulan 1bulan 1 bulan15 hari 1 bulan15 hari 2 bulan

15 67 Dalam penghitungan remisi jika ada angka kurang dari satu maka angka tersebut dibulatkan menjadi satu hari. Ternyata remisi tidak hanya diberikan terhadap narapidana yang berkelakuan baik saja karena Remisi Khusus Dasa Warsa juga dapat diberikan pada narapidana yang dijatuhi hukuman disiplin atau terdaftar dalam register F. Yang dapat diusulkan untuk mendapatkan remisi tidak hanya narapidana karena tahanan juga dapat diusulkan untuk mendapatkan remisi khusus tertunda. Syarat kelakuan baik tersebut tidak hanya dihitung mulai dari awal masa pidana melainkan dalam kurun waktu pemberian remisi terakhir sampai waktu remisi yang akan diberikan. Efektifitas dari pemberian remisi itu sendiri terlihat dengan makin terpacunya narapidana untuk mematuhi segala aturan yang ada dalam lapas sehingga tujuan dari proses pembinaan narapidana itu dapat tercapai. B. Prosedur Pemberian Remisi Khusus Dalam rangka menciptakan manusia manusia yang mandiri, sistem Pemasyarakatan mengambil langkah dengan cara melaksanakan pembinaan secara terpadu kepada narapidana. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi secara garis besar, Keputusan Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 1999 tersebut merupakan penjabaran dan penyempurnaan dari Undang Undang tentang remisi yang dikeluarkan sebelumnya. Namun, kali ini tampaknya ada perhatian yang lebih serius

16 68 dari negara terhadap hakekat agama, yaitu dengan diberikannya remisi khusus pada hari hari besar keagamaan kepada setiap narapidana dan anak narapidana. Yang belum dapat terwujud hingga saat ini adalah makna dari pemberian khusus tersebut kepada narapidana. Pelakasanaan pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam adalah salah satu contoh bagaimana makna dari pemberian remisi khusus tersebut belum dapat meresap kedalam setiap narapidana Remisi khusus saat ini hanya mutlak sebagai hal yang harus narapidana dapatkan pada saat hari hari besar keagamaan. Remisi Khusus belum menjadi pendorong bagi narapidana untuk meningkatkan kwalitas. Ketaqwaannya, terlebih lagi dalam hal pembinaan kepribadian narapidana.pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam hanya mengacu kepada register F sebagai patokan dasarnya, pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam tidak mempertimbangkan tingkat ketekunan dan ketaqwaan seorang narapidana dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya selama ia berada di dalam Lapas akibatnya, remisi khusus belum mampu mendorong setiap narapidana untuk lebih memberi perhatian pada kesadaran beragama sebagai upaya dalam rangka memperbaiki dirinya.

17 69 Narapidana yang mendapat remisi haruslah melalui tahapan yang harus dijalani narapidana tersebut. Untuk itu makanya langkah-langkah konkrit yang dilakukan lembaga pemasyarakatan klas IIB Lubuk Pakam. Realisasi dari semua ini terbukti dari langkah-langkah yang diambil oleh para petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam sebagai berikut : a. Memberitahukan adanya remisi khusus dan syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh narapidana melalui dialog langsung oleh petugas. b. Melakukan pembinaan yang mengarahkan narapidana agar dapat berkelakuan baik. c. Mengadakan penilaian terhadap narapidana, d. Mengusulkan narapidana yang berkelakuan baik kepada Menteri Hukum dan HAM RI untuk mendapatkan Remisi khusus. e. Memberikan Remisi yang telah ditetapkan Menteri Hukum dan HAM RI kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan. f. Memperlakukan sama terhadap semua narapidana Adapun ketentuan- ketentuan yang harus dilaksanakan bagi Narapidana untuk mendapatkan Remisi ;

18 70 1. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan 2. Narapidana mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindakan disiplin yang dicatat dalam buku register F selama kurun waktu yang diperhitungkan untuk pemberian Remisi. 3. Tidak sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas 4. Tidak sedang dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda. Adapun besarnya Remisi yang diperoleh Narapidana sesuai dengan KEPRES No.174 Tahun 1999 Pasal 4 Tentang Remis Khusus : Pasal 5: (1) Besarnya remisi khusus adalah : a. 15 (lima belas) hari bagi narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih. (2) Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut : a. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

19 71 b. Pada tahun kedua dan ketiga masing- masing diberikan remisi 1 (satu) bulan; c. Pada tahun keempat dan kelima masing- masing diberikan remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari;dan d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap tahun. Dari pasal 5 KEPRES No. 174 tahun 1999 tentang Remisi dapat dibaca dari table sebagai berikut : Sebagai pertimbangan, kita dapat melihat data data tentang narapidana yang mendapatkan remisi khusus pada tahun 2004 dan selama kurun waktu 4 ( Empat ) Tahun terakhir pada tabel tabel berikut ini : TABEL IV JUMLAH NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN REMISI KHUSUS PADA TAHUN 2009 DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB LUBUK PAKAM NO KLASIFIKASI NARAPIDANA JUMLAH KESELURUHAN NARAPIDANAYANG MENDAPAT REMISI KHUSUS PERSENTASI 1 ISLAM ,8 % 2 PROTESTAN ,41 % 3 KATHOLIK BUDHA HINDU % Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam

20 72 TABEL V DATA NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN REMISI KHUSUS SELAMA KURUN WAKTU 4 (empat) TAHUN TERAKHIR. N O TAHUN KHUSUS I REMISI KHUSUS II AGAMA JUMLAH NAPI YANG MENDAPAT REMISI ISLAM 51 1 KRISTEN ISLAM 55 - KRISTEN ISLAM 59 3 KRISTEN ISLAM 42 - KRISTEN Sumber : Lapas Klas IIB Lubuk Pakam YANG DIUSUL REMISI PERSENTASI ,3 % % ,08 % ,56 % Dari tabel tersebut nampak jelas bahwa semua narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam mendapatkan remisi khusus, kecuali mereka yang masih berstatus tahanan, belum genap menjalani pidana selama 6 (enam) bulan, dan terdaftar pada register F belum pernah ada dalam hal pemberian remisi khusus tersebut pertimbangan mengenai perkembangannya kwalitas ketaqwaan narapidana itu sendiri.

21 73 C. Kewenangan Pemberian Remisi Khusus Pelaksanaan pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berdasarkan KEPRES No.174 Tahun 1999 tentang Remisi. Dimana untuk mendapatkan remisi yang merupakan hak bagi narapidana, narapidana tersebut harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam KEPRES No.174 tahun 1999 tentang Remisi. Pemberian remisi terhadap narapidana yang sudah waktunya dilaksanakan pada saat hari kemerdekaan Republik Indonesia dan juga hari-hari besar keagamaan bagi narapidana yang bersangkutan yang diambil satu kali hari besar yang lebih dimuliakan apabila terdapat lebih dari satu hari besar dalam setahun. Pemberian remisi dilakukan oleh bagian registrasi, dimana bagian regristrasi mendata semua narapidana dan tahanan yang sudah menjadi narapidana dimana nama-nama tersebut didata dibuat kemudian di rekap disusun besarnya remisi yang bisa dia dapatkan, setelah itu dilaksanakan sidang oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Dalam sidang dibahas nama-nama narapidana yang diusulkan remisinya dan apabila dinyatakan cukup untuk mendapatkan remisi akan diusulkan ke Kantor Wilayah Sumatera Utara yang bertempat di Medan. Di Kantor Wilayah nama-nama yan sudah ada dibahas lagi direkap seluruh sumatera utara. Di kantor wilayah Lembaga Pemasyarakatan di

22 74 bidangi oleh divisi Pemasyarakatan, melalui divisi ini seluruh usulan remisi dari UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Pemasyarakatan diterima dan disidang TPP tingkat Kantor Wilayah akan diteruskan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang bertempat di Jakarta. Di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan seluruh usulan remisi dari Kantor Wilayah yang dikerjakan divisi pemasyarakatan diterima dan direkap untuk dibahas di TPP Pusat. Setelah disidang di tingkat pusat dan disepakati maka diteruskan kepada menteri secara garis besar melalui satu surat keputusan untuk seluruh Indonesia. Setelah Surat Keputusan ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI melalui Dirjen Pemasyarakatan diteruskan ke kantor wilayah melalui kepala Divisi Pemasyarakatan untuk dilaksanakan di masing-masing unit pelaksanaan teknis termasuk ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam. Diagram proses pemberian remisi MENTERI HUKUM DAN HAM DIRJEN PEMASRAYAKATAN KANWIL DIVISI PEMASYARAKATAN Keterangan : LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEKSI REGRISTRASI DAN BIMPAS proses turunnya remisi proses mengajukan remisi NARAPIDANA/ ANAK PIDANA

23 75 D. Hambatan-Hambatan Pemberian Remisi Khusus Banyak aspek yang harus menunjang tercapainya keberhasilan tujuan pemberian remisi. Namun dari hal-hal tersebut ada yang menjadi hambatan-hambatan yang dapat penulis analisa dalam bentuk a. Peran Aktif Petugas Pemasyarakatan Keberhasilan pembinaan banyak ditentukan oleh peran petugas Pemasyarakatan, khususnya yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembinaan tersebut. Tindakan-tindakan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum-oknum petugas justru akan menghambat terwujudnya pembinaan narapidana yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Berbicara mengenai peran aktif petugas khususnya dalam rangka meningkatkan motivasi narapidana dan mengembangkan kualitas ketaqwaannya, secara garis besar peranan tersebut harusnya berada di bawah tanggung jawab TPP. TPP adalah sebuah tim yang mengawasi jalannya program pembinaan yang diberikan kepada narapidana. TPP harus membuat laporan dan mempunyai catatan tersendiri (Kartu Pembinaan Narapidana) terhadap masing-masing narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam. TPP bukan hanya memberikan catatan khusus tertentu pada program pembinaan seperti asimilasi, PB, CMB, dan CMK, sementara perkembangan kepribadian narapidana diabaikan. Jika pemberian remisi khusus dapat dioptimalkan sebagai motivasi narapidana untuk memperdalam ketaqwaan narapidana. TPP seharusnya menjadi tim yang bertanggung jawab penuh untuk

24 76 pengusulan remisi tersebut dengan mendasarka pada catatan pembinaan narapidana dalam program pembinaan kesadaran beragama. Dan dengan adanya orang tua asuh yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan seharusnya menjadikan lebih mudah pelaksanaan pembinaan narapidana. Orang tua asuh merupakan petugas pemasyarakatan yang diangkat oleh kepala lembaga Pemasyarakatan yang berfungsi sebagai orang tua narapidana sewaktu menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga demikian orang tua asuh seharusnya lebih menyentuh pribadi narapidana dan lebih terpantau pribadinya sehingga dapat dituangkan dalam buku pembinaan narapidana sehingga mengoptimalkan fungsi pemberian remisi khusus. Namun pada kenyataannya pemberian remisi khusus bukan melihat pribadi narapidana maupun ketaqwaan narapidana, lebih kepada persyaratan admistratif yang harus sudah dipenuhi narapidana tersebut, seperti masa pidana yang harus sudah enam bulan atau tidak adanya register f narapidana tersebut, sebab itulah mengapa remisi khusus belum dapat memberikan makna yang mendalam kepada setiap narapidana. b. Sarana dan Prasarana Setiap program dapat berjalan dengan maksimal apa bila didukung sarana dan prasarana yang lengkap. Lembaga pemasyarakatan klas IIB Lubuk Pakam merupakan lapas dengan kondisi over kapasitas sampai dengan 300 %. Kapasitas yang seharusnya 350 orang diisi oleh kurang lebih 900 orang lebih. Sehingga program pembinaan tidak dapat berjalan

25 77 dengan maksimal. Mesjid maupun gereja diharap dapat memampung narapidana dan tahanan untuk beribadah namun tidak dapat menampunng. Akibatnya membuat mereka malas melaksanakan ibadah. Luas bangunan yang sangat kecil mempengaruhi pola pembinaan narapidana. Kegiatan-kegiatan yang mau dilakukan di dalam ruangan tidak dapat maksimal terlaksana karena ruangan kurang cukup menampung semua warga binaan pemasyarakatan. c. Kerjasama dengan Pihak Ketiga Dengan ada kerjasama dengan pihak ketiga dapat membantu petugas dalam pelaksanaan ibadah keagamaan maupun kemandirian. Dalam hal ini pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam sudah bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal pembinaan keagamaan dan kemandirinan. Misalnya saja tersedianya ustad untuk sholat jumat oleh Departemen Agama juga kunjungan para pendeta dari gereja-gereja dan adanya pelatihan elektronika dari dinas ketenaga kerjaan Deli Serdang. Hal ini sangat membantu dalam pembinaan mental narapidana untuk dapat berbuat hal-hal yang positif selama berada di dalam lapas. d. Peranan tata usaha administratif narapidana Tata usaha admistratif yang baik menunjang terlaksananya program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Karena dengan tata usaha administratif yang baik maka setiap narapidana dapat diprogram

26 78 pembinaanya. Masing-masing narapidana mempunyai kartu pembinaan maupun buku wali pemasyaratan dengan ini setiap narapidana dapat dilihat kemajuan yang telah didapatnya. Bukan hanya itu dengan tata usaha administratif yang baik dapat mempermudah narapidana untuk memperhitungkan remisi yang diperolehnya, karena semua tertulis dan terdata. Dengan adanya kartu pembinaan dan buku wali setiap narapidana dapat terdata langkah-langkah pembinaan yang telah dilakukan dan mejalin hubungan langsung kepada petugas sehingga mempermudah penilaian kepribadian kepada narapidana. e. Kerjasama yang baik dengan aparatur penegak hukum lainnya Dalam terciptanya kepastian hukum maka perlu kerjasama dengan pihak-pahak sesama aparatur penegak hukum. Lembaga Pemasyarakatan sebagai perpanjangan pemerintah menjalankan eksekusi yang dilaksanakan kejaksaan setelah diputuskan oleh Hakim. Dalam beberapa kasus yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam Vonis sering datang terlambat yang membuat terkadang narapidana yang dapat mendapat remisi jadi tertunda. Akhirya narapidana yang seharusnya pada tanggal hari besar keagamaan sudah dapat remisi terpaksa harus menggu turunnya vonis. Contoh kasus narapidana narapidana divonis 1 tahun 6 bulan, namun pada saat sudah mencapai masa 6 bulan vonis belum turun padahal di persidangan sudah diputus. Akibatnya si narapidana tersebut sudah tidak dapat remisi.

27 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN a. Sejauh ini pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam berjalan dengan baik, menurut syarat subtantif dan administratif tanpa membedakan kualitas ketaqwaan, sehingga dampak/pengaruh dari pemberian remisi khusus belum mencapai tujuan yang diharapkan yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah narapidana yang masih sedikit mengikuti kegiatan-kegiatan keagamanan sedangkan jumlah yang mendapat remisi khusus lebih dari 50% dari jumlah yang diusulkan. b. Pemberian remisi khusus dengan pembinaan kepribadian narapidana didalam lapas sangat berkaitan erat tetapi hal ini belum sepenuhnya disadari oleh petugas ataupun narapidana di Lapas Klas IIB Lubuk Pakam sehingga apa yang menjadi maksud dan tujuan diberikannya remisi khusus belum mencapai hasil yang optimal. c. Kurangnya sarana dan prasarana peribadatan serta kurangnya peran aktif petugas dalam memberikan suri tuladan yang baik kepada narapidana membuat maksud dan tujuan remisi khusus belum mencapai hasil yang maksimal

28 80 d. Pemberian remisi khusus di lapas Lubuk Pakam merupakan hak narapidana, namun tidak mutlak diberikan. Karena remisi khusus harus memberikan memenuhi syarat subtantif berupa harus berkelakuan baik. Seharusnya setiap narapidana dapat dinilai kepribadian satu persatu oleh petugas lapas. Namun di Lapas Lubuk Pakam penilaian itu bertitik berat kepada tidak adanya register F (buku pelanggaran narapidana). e. Pengoptimalisasian pemberian remisi khusus harus dilaksanakan sehingga bukan hanya diberikan kepada narapidana tapi juga harus kita lihat kwalitas kepribadian dan ketakwaanya, sehingga ketika narapidana bebas dari lapas benar-benar dapat berguna bagi masyarakat. Pemberian remisi khusus dewasa ini hanya diberikan untuk mengurangi isi dalam lapas tanpa melihat kwalitasnya. 2. Saran a. Sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam agar segera dilengkapi oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sehingga dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, sehingga proses pembinaan dapat berjalan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. b. Penambahan petugas agar proses pembinaan dapat berjalan dengan baik berkaitan dengan pemberian remisi khusus. Sehingga pembinaan kepribadian narapidana dapat dibentuk. Dengan bertambahnya

29 81 petugas dapat menjangkau semua warga binaan di Lapas Lubuk Pakam sehingga semua masalah yang terjadi di dalam Lapas dapat tercover. c. Peningkatan kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang ada dimasyarakat untuk memberikan pendidikan ketrampilan narapidana sebagai modal nanti bebas narapidana. Karena perlu kita pahami bahwa tangung jawab pembinaan orang yang terpidana bukan hanya pada Lembaga Pemasyarakatan tapi pada semua elemen masyarakat maupun pemerintah. d. Peran aktif pimpinan sebagai pembuatan keputusan dalam memberikan motivasi dan penyuluhan tentang maksud dan tujuan diberikannya remisi khusus. Kalapas sebagai pimpinan harus membuat suatu rencana kerja dan mengawasinya sehingga semua upaya dapat di berjalan dengan baik. e. Memberikan penyuluhan langsung kepada narapidana dimana petugas dijadwalkan untuk memberikan pengarahan kepada narapidana. Karena dengan adanya komunikasi dua arah yang karakter dan kepribadian narapidana dapat dinilai. Misalnya saja Lapas dapat membuat jadwal pertemuan kelompok yang diketuai oleh petugas lapas, dalam diskusi kelompok itu dapat dibicara semua kemajuan narapidana tesebut. Sehingga hasil pembinaan di lembaga pemasyarakatan lebih maksimal.

30 82 f. Untuk menjamin hak-hak narapidana lembaga pemasyarakatan juga harus berkomunikasi aktif dengan kejaksaan dan pengadilan. Lembaga pemasyarakatan memberitahukan bahwa masa penahanan ataupun vonis narapidana tersebut sehingga adanya kepastian hukum. Dengan adanya tertib administrasi di semua intansi hukum maka dapat tercapainya kepastian hukum si terpidana. g. Pemberian remisi khusus dapat berjalan dengan maksimal dengan dibuat suatu program yang terencana dengan baik. Kalender kerja yang dibuat setiap lapas dapat dijadikan acuan kerja melaksanakan kegiatan. Sehingga tidak terjadi remisi tertunda atau remisi susulan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG 61 BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN A. Pengertian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-05.OT.01.01 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN NOMOR M.01-PR.07.03 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG 31 BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG 3.1. Keadaan Umum Rumah Tahanan Klas I Cipinang Rumah Tahanan Klas I Cipinang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba No.404, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Narapidana. Pembinaan. Izin Keluar. Syarat. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI 1.1. Pengertian Remisi dan Dasar Hukum Remisi Pengertian remisi diartikan sebagai berikut: Remisi menurut kamus hukum adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai pengurangan masa pidana (remisi)

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D 101 10 002 ABSTRAK Dalam Hukum Pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan,

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 52 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 4.1.1 Lokasi Penelitian Gambar 1. Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Lokasi penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.901,2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Tahanan. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-24.PK.01.01.01 TAHUN

Lebih terperinci

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda Lapas Kalianda awalnya merupakan Rumah Tahanan Politik (RTP), kemudian pada tahun 1976 ditingkatkan

Lebih terperinci

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M-03.PS.01.04 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN REMISI BAGI NARAPIDANA YANG MENJALANI PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia juga telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah melalui

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembinaan Narapidana Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi narapidana baik di pembinaan. Pembinaan adalah segala

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent No.572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Jabatan Fungsional. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan. Juklak Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA, SH., MH 1 Abstrak : Dengan melihat analisa data hasil penelitian, maka telah dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. e. BAPAS dituntut sebagai konselor Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS tersebut dituntut untuk selalu siap dalam menerima segala keluhan yang terjadi pada diri Klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan yang terdapat dalam bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Narapidana dapat diberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pelanggaran hukum yang menjadi perhatian adalah pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus pelanggaran hukum tersebut.

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen tertata rapi dengan cat yang berwarna terang jauh dari kesan suram. Pada saat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 7 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS RUTAN KLAS IIB MAMUJU PERIODE

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS RUTAN KLAS IIB MAMUJU PERIODE LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS RUTAN KLAS IIB MAMUJU PERIODE BULAN JANUARI S/D MARET TAHUN 202 KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM SULAWESI BARAT LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS RUTAN KLAS IIB MAMUJU TAHUN 202

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA

BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA 3.1. Filosofi Pemberian Remisi. Pemberian remisi ini tentu adalah berkah yang luar biasa yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M.07.PR.07.03

Lebih terperinci

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta Yth. 1. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 2. Kepala Divisi Pemasyarakatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia. BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP 2.1. Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia. Sebelum kita mengetahui landasan hukum tentang remisi terhadap Narapidana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Satuan Polisi Pamong

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR TAHUN 0 TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN TETAP NON PNS UNIVERSITAS BRAWIJAYA REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Pembedaan pengaturan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial Anak. Hukum. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negaranegara lain, yaitu sekedar penjeraan berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia dan lebih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk mengatur masyarakat itu sendiri. Apabila mereka melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dalam Bab terakhir ini penulis akan dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi yang mengacu pada deskripsi dari hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK.02.02 TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU NO FOKUS PERMASALAHAN SARAN TINDAK INDIKATOR PEMBARUAN KEBERHASILAN Pelaksanaan Misi dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan marupakan instansi pemerintah yang berada dibawah naungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang memiliki visi pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Balai Pemasyarakatan (BAPAS) adalah institusi yang sangat erat hubungannya dengan penegakan hukum dan sebagai pranata yang melaksanakan bimbingan terhadap klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2017 BKN. Jabatan Fungsional. Pembimbing Kemasyarakatan. Juklak Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tindakan kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, permapokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI 14-15 NOVEMBER 2014 ---------------------- A. LATAR BELAKANG Komisi III DPR RI dalam Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

BAB III TINDAKAN KERAS SIPIR LAPAS TERHADAP WARGA BINAAN DAN UPAYA PENERAPAN DISIPLIN WARGA BINAAN

BAB III TINDAKAN KERAS SIPIR LAPAS TERHADAP WARGA BINAAN DAN UPAYA PENERAPAN DISIPLIN WARGA BINAAN 54 BAB III TINDAKAN KERAS SIPIR LAPAS TERHADAP WARGA BINAAN DAN UPAYA PENERAPAN DISIPLIN WARGA BINAAN A. Kasus Ketidakdisplinan Warga Binaan Asep salah satu warga binaan yang sedang menjalani masa tahanan

Lebih terperinci