KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN"

Transkripsi

1

2 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN NOMOR : KEP-67/AG/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, Menimbang Mengingat : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Rencana Strategis Departemen Keuangan Tahun ; : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009; 3. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra K/L) ; 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun ; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN TENTANG RENCANA STRATEGIS. PERTAMA : Rencana Strategis Direktorat Jenderal Anggaran Tahun , yang selanjutnya disebut Renstra Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini adalah dokumen perencanaan Direktorat Jenderal Anggaran untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai tahun 2010 sampai dengan tahun KEDUA KETIGA : Renstra Direktorat Jenderal Anggaran Tahun berisi visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, kegiatan, indikator kinerja, dan pendanaan yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun , serta bersifat indikatif. : Unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran wajib menyusun Rencana Strategis / KEEMPAT

3 -2- KEEMPAT : Renstra sebagaimana dimaksud pada diktum KETIGA disusun dengan berpedoman pada: a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun ; dan b. Keputusan Direktur Jenderal ini. KELIMA KEENAM : Renstra Unit Eselon II sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, ditetapkan dengan keputusan Pimpinan Unit Eselon II paling lambat 2 (dua) minggu setelah Renstra Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran. : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada: 1. Menteri Keuangan; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan; 4. Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 6 September 2010 DIREKTUR JENDERAL TTD. ANNY RATNAWATI NIP Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Umum Sumarden NIP

4

5 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Tugas dan Fungsi DJA Profil Sumber Daya Manusia Anggaran DJA... 4 BAB II KONDISI DAN PERMASALAHAN 2.1. KONDISI UMUM Kinerja DJA Tahun A. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara... 5 B. Reformasi Penganggaran... 7 C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) D. Belanja Negara E. Reformasi Birokrasi POTENSI DAN PERMASALAHAN Penyusunan APBN Reformasi Penganggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Belanja Negara Organisasi dan SDM BAB III VISI, MISI, DAN STRATEGI DJA BAB IV PROGRAM DAN RENCANA AKSI DJA BAB V PENUTUP LAMPIRAN Matriks Rencana Strategis Tahun Direktorat Jenderal Anggaran

6 BAB I PENDAHULUAN Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra KL) adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga jangka menengah (5 tahun) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, yang disusun dengan menyesuaikan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) dan bersifat indikatif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 15 ayat (1) dan pasal 19 ayat (2), setiap kementerian/lembaga wajib menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra KL) untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Di samping itu, sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Diktum Kedua, setiap instansi pemerintah sampai tingkat Eselon II wajib menyusun Rencana Strategis untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah. Terkait dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 kita juga perlu melihat kembali Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran. Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah (medium term expenditure framework/mtef), penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget), dan penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance based budgeting). Dengan mengacu kepada perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran tersebut, akan lebih menjamin peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut, khususnya pasal 12 ayat (2) dan pasal 14 ayat (6), secara berturut-turut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara /Lembaga (RKA KL). Dalam pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 dan pasal 2 ayat (1) beserta penjelasannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tersebut di atas disebutkan bahwa rencana kerja kementerian negara/lembaga periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam RKA KL merupakan penjabaran dari RKP dan Renstra KL. Dengan demikian dalam tahap implementasinya fungsi Renstra KL menjadi sangat penting, karena digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan dokumen perencanaan jangka pendek (1 tahun), yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja KL), dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA KL) sebagai lampiran Nota Keuangan dalam rangka mengantarkan RUU APBN Tugas dan Fungsi DJA Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, di lingkungan Departemen Keuangan telah dibentuk kembali Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). 1

7 Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, DJA mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya dalam melaksanakan tugasnya, DJA menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan teknis Departemen Keuangan di bidang penganggaran; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran; c. perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang penganggaran; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penganggaran; e. pelaksanaan administrasi direktorat jenderal. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, susunan organisasi DJA terdiri dari : 1. Sekretariat Direktorat Jenderal; 2. Direktorat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 3. Direktorat Anggaran I; 4. Direktorat Anggaran II; 5. Direktorat Anggaran III; 6. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak; 7. Direktorat Sistem Penganggaran. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Anggaran dapat dilihat pada bagan berikut: 2

8 DIREKTORAT SISTEM PENGANGGARAN BAGAN ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DIREKTORAT ANGGARAN I DIREKTORAT ANGGARAN II DIREKTORAT ANGGARAN III DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK Sumber: PMK Nomor 100/PMK.01/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan 3

9 1.2. Profil Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan DJA. Jumlah pegawai Direktorat Jenderal Anggaran per 30 Juni 2010 sebanyak 759 orang (termasuk pegawai yang diperbantukan/dipekerjakan pada instansi di luar DJA) dengan klasifikasi sebagai berikut : Tabel 1 Profil Sumber Daya Manusia I. Berdasarkan golongan No. Golongan Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV TOTAL II. Berdasarkan Pendidikan No. Pendidikan SD SLTP SLTA DI-DIII Sarjana (S1) Master (S2) Doktor (S3) Sumber Data : Bagian Kepegawaian DJA 1.3. Anggaran DJA TOTAL Realisasi anggaran DJA mengalami peningkatan dari kurun waktu yaitu dari sebesar 65,59% pada tahun 2007 menjadi sebesar 88,81% pada tahun 2009, dengan rata-rata sebesar 75,90% setiap tahunnya. Rincian realisasi anggaran DJA dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Realisasi Anggaran DJA (dalam ribuan rupiah) Tahun Pagu Realisasi % , , , ,85*) *) Data per 30 Juni 2010 Sumber Data : Bagian Keuangan DJA 4

10 2.1. KONDISI UMUM Kinerja DJA Tahun BAB II KONDISI DAN PERMASALAHAN Dalam rangka mencapai tujuan strategis DJA yang telah ditetapkan dalam kurun waktu yang difokuskan pada (i) peningkatan pendapatan negara dan pengamanan keuangan negara dengan memperhatikan perkembangan dunia usaha dan aspek keadilan masyarakat; (ii) mewujudkan perencanaan kebijakan APBN yang sehat, kredibel, dan sustainable (iii) mewujudkan peningkatan efektivitas dan efisiensi belanja negara untuk menjaga kesinambungan fiskal; (iv) memantapkan pelaksanaan sistem penganggaran yang transparan dan akuntabel, serta; (v) tersedianya SDM dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi DJA, maka berikut ini diuraikan mengenai capaian kinerja DJA dalam kurun waktu A. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Proses penyusunan APBN antara lain mencakup kegiatan internal DJA, Kementerian Keuangan dan Pemerintah dalam proses perencanaan, dan eksternal dengan DPR dalam proses pembahasan. Secara singkat, tahapan/siklus dalam proses penyusunan APBN sebagaimana diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut : Pertama, Periode Januari s.d. April, Kementerian Keuangan dan Bappenas melakukan penyusunan dan perencanaan besaran pagu indikatif baik anggaran K/L maupun non-k/l yang sifatnya mengikat maupun tidak mengikat. Proses perencanaan penganggaran APBN dimulai dengan melakukan monitoring kegiatan tahun berjalan untuk digunakan sebagai angka dasar bagi perencanaan tahun selanjutnya dan perencanaan jangka menengah. Untuk mencapai hasil yang representatif pada tahap ini dan selanjutnya, diperlukan dukungan basis data dan model perencanaan yang representatif. Selanjutnya, untuk mencapai efisiensi alokasinya, diperlukan penerapan sistem penganggaran yang kredibel sejak penerapan alokasi sampai pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Menteri Negara PPN/Bappenas dan Menteri Keuangan menetapkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang pagu indikatif, yang merupakan ancar-ancar pagu anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L) untuk setiap program sebagai acuan penyusunan rencana kerja K/L. Sementara itu, pada periode yang sama setiap Kementerian Negara/Lembaga (K/L) menyiapkan rancangan rencana kerja K/L untuk tahun berikutnya. Penyusunan rancangan rencana kerja K/L tersebut berpedoman pada rencana kerja pemerintah, rencana strategis K/L, dan pagu indikatif. Dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia, K/L harus menyusun program dan kegiatan berdasarkan prioritas. K/L menyusun rencana kerja secara berjenjang sampai pada tingkat satuan kerja, sehingga masing-masing satuan kerja dapat menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan disertai indikator kinerja atas keluaran yang akan dihasilkan. Kedua, Periode Mei s.d. Agustus, Pemerintah menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya ke DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah bersama-sama DPR membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran, dan dengan hasil pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran serta mempertimbangkan indikator kerangka ekonomi makro, Menteri Keuangan menetapkan Surat Edaran tentang Pagu Sementara yang kemudian digunakan K/L untuk menyusun Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan pendekatan: (a) kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM); (b) penganggaran terpadu; dan (c) penganggaran berbasis kinerja. 5

11 Rencana kerja dan anggaran yang disusun K/L disampaikan dan dibahas dengan DPR (komisi mitra kerja terkait), yaitu Komisi I s.d XI yang hasilnya disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara PPN/Bappenas selambat-lambatnya pada bulan Juli. Kemudian, Kementerian Negara PPN/Bappenas akan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan RKP, sedangkan Kementerian Keuangan akan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan Surat Edaran Menteri Keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan. Selanjutnya, selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Agustus, Pemerintah mengajukan Nota Keuangan dan RAPBN beserta RUU APBN dan himpunan RKA-K/L kepada DPR untuk dibahas bersama guna memperoleh persetujuan. Tahapan ini dimulai dengan pidato Presiden pengantar RUU APBN dan Nota Keuangannya. Selanjutnya, dilakukan pembahasan antara Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR, yang pengambilan keputusannya dilakukan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Hasil keputusan tersebut ditindaklanjuti dengan pembahasan antara komisi dengan kementerian negara/lembaga mitra kerja terkait. Selanjutnya, RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presiden tentang Rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan November untuk dijadikan dasar oleh K/L dalam menyusun konsep dokumen anggaran (DIPA). Konsep DIPA disampaikan kepada Menteri Keuangan (c.q. Ditjen Perbendaharaan) selaku Bendahara Umum Negara selambat-lambatnya minggu kedua bulan Desember sehingga dapat disahkan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember. DIPA yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan tersebut merupakan dokumen anggaran yang berlaku sebagai otorisasi pengeluaran kegiatan pada K/L. Selanjutnya, alur penyusunan APBN dapat dilihat dalam bagan berikut ini: Diagram 1 SIKLUS PENYUSUNAN APBN JANUARI APRIL MEI AGUSTUS SEPTEMBER - DESEMBER (4) (8) (9) DPR Pembahasan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal & RKP Pembahasan RKA-KL PEMBAHASAN RAPBN UU APBN KABINET/ PRESIDEN Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran (7) NOTA KEUANGAN RAPBN DAN LAMPIRAN (11) KEPPRES TENTANG RINCIAN APBN KEMENTRIAN PEREN- CANAAN Kementrian Keuangan SEB PRIORITAS PROGRAM DAN INDIKASI PAGU (2) SE PAGU SEMENTARA PENELAAHAN KONSISTENSI DENGAN RKP (6) (5) LAMPIRAN RAPBN (HIMPUNAN RKAKL) PENELAAHAN KONSISTENSI DENGAN PRIORITAS ANGGARAN (10) RANCANGAN KEPPRES TTG RINCIAN APBN (13) PENGESAHAN Kement. Negara/ Lembaga Renstra KL (1) Rancangan Renja KL (3) RKA-KL (12) KONSEP DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN (14) DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN Sumber: PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL 6

12 Sebagai bagian dari proses penganggaran dalam kaitannya dengan kewenangan DPR, pada tahun 2009 telah ditetapkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang memberikan wewenang kepada DPR untuk menyetujui APBN terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. B. Reformasi Penganggaran Sebagaimana diamanahkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara, reformasi penganggaran diterapkan melalui tiga pendekatan: penganggaran terpadu (unified budget), penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) dan kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium term expenditure framework) dengan tujuan dan sasaran strategis jangka pendek-menengah-panjang meliputi: 1. Terlaksananya proses perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi berdasarkan klasifikasi organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja yang berlaku universal serta tertuang dalam satu dokumen pelaksanaan anggaran yang komprehensif; 2. Terlaksananya mekanisme penganggaran berbasis kinerja yang mengedepankan keterkaitan antara kinerja yang hendak dicapai dengan alokasi anggarannya berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, kredibilitas dan akuntabilitas; dan 3. Terwujudnya anggaran negara yang kredibel dan sustainable yang penyusunannya telah mempertimbangkan implikasi anggaran beberapa tahun ke depan dari kebijakan yang sudah ditetapkan. Momentum pertama pelaksanaan reformasi penganggaran dimulai pada tahun 2005 dengan fokus penerapan Penganggaran Terpadu (unified budget) yakni dengan mengintegrasikan Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan, menyatukan dokumen anggaran (yang semula berupa DIK, DIP, SKO) menjadi DIPA dan penerapan klasifikasi anggaran (menurut fungsi, organisasi dan jenis belanja) serta pembentukan Satuan Kerja sebagai unit pelaksana dan penanggung jawab kegiatan. Sejalan dengan hal ini, untuk pertama kalinya Peraturan Presiden tentang Anggaran Belanja Pemerintah Pusat TA 2006 dapat ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan, yaitu paling lambat tanggal 30 November 2005 dan DIPA TA 2006 diterbitkan sebelum tahun anggaran berjalan sehingga langsung dapat digunakan pada awal tahun anggaran. Selanjutnya pada tahun 2006, mulai diperkenalkan Standar Biaya dalam pengalokasian anggaran baik Standar Biaya Umum maupun Standar Biaya Khusus, dan pengenalan konsep KPJM. Pada tahun 2007, dilaksanakan sinkronisasi penerapan fungsi/subfungsi/program/kegiatan mulai dari proses perencanaan sampai dengan penganggaran, menyempurnakan dukungan IT dalam proses penganggaran, studi perbandingan ke beberapa Negara, memperkenalkan konsep KPJM kepada DPR, dan menyempurnakan Standar Biaya. Pada tahun 2009 dilaksanakan review terhadap hasil penerapan selama 5 tahun reformasi penganggaran. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap capaian kinerja program-program pembangunan pada fase yang pertama serta dengan mempertimbangkan hasil studi yang telah dilaksanakan, maka disimpulkan penerapan reformasi penganggaran perlu ditingkatkan dan dikembangkan dengan menyempurnakan sistem melalui penataan Program dan Kegiatan yang akan dilaksanakan oleh setiap K/L. Momentum kedua proses reformasi penganggaran dilaksanakan pada tahun 2009 yakni dengan diterbitkannya buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang disusun bersama oleh Kementerian Negara Perencanaan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Dalam buku pedoman reformasi tersebut secara eksplisit dijelaskan kemana arah pengembangan 7

13 reformasi penganggaran di Indonesia, bagaimana proses penerapannya termasuk jadwal dan tahapan penerapannya (roadmap). Dengan mengacu pada buku pedoman reformasi di atas, berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain : 1. Penetapan 6 (enam) Kementerian Negara/Lembaga sebagai pilot project untuk penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), 2. Pelaksanaan restrukturisasi Program dan Kegiatan termasuk perumusan Outcome, Output maupun indikator kinerjanya, dan 3. Penyusunan format baru RKA-KL dan sistem aplikasi RKA-KL yang akan digunakan mulai tahun anggaran 2011 untuk memfasilitasi penerapan PBK dan KPJM secara penuh untuk seluruh K/L. Memasuki fase kedua dalam kurun waktu 2010 sampai dengan 2014, fokus penerapan ditekankan pada bagaimana upaya untuk pemantapan penerapan reformasi penganggaran namun tetap sesuai dengan amanah UU No. 17 Tahun Pada tahun 2010 (sampai dengan tanggal 18 Mei 2010), beberapa kegiatan telah dilaksanakan meliputi : 1. Restrukturisasi program dan kegiatan untuk seluruh K/L termasuk rumusan Outcome, Output, indikator kinerja dengan pendekatan struktur organisasi dan tugas fungsi masing-masing unit organisasi secara spesifik. 2. Penetapan pagu APBN jangka menengah, diikuti penetapan pagu K/L dalam jangka menengah. 3. Penerapan reward and punishment system khususnya untuk K/L pelaksana kegiatan dalam rangka stimulus fiskal pada tahun Pengembangan IT dalam pengelolaan Keuangan melalui proyek SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara). 5. Penyempurnaan format RKA-KL dengan mengintegrasikan informasi kinerja disamping informasi Keuangan yang akan diterapkan mulai tahun anggaran Melakukan revisi Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL. 1) Penganggaran berbasis kinerja (PBK) PBK merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran1 ) yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan output/keluaran dan outcome/hasil yang akan diharapkan, tanpa mengesampingkan efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dalam struktur penganggaran yang berbasis kinerja harus ada keterkaitan yang jelas antara kebijakan perencanaan sesuai dengan hirarki struktur organisasi pemerintahan dan alokasi anggaran untuk menghasilkan output yang dilaksanakan oleh unit pengeluaran (spending unit). Landasan konseptual yang digunakan dalam penerapan PBK meliputi: a) Alokasi Anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented) Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang 1) Pada beberapa buku teks akademik sistem penganggaran dikelompokkan dalam: anggaran tradisional (line item budgeting); anggaran berbasis kinerja (performance base budgeting); dan Planning Programming Budgeting System. Sedangkan UU No.17/2003 menyatakan bahwa anggaran berbasis kinerja merupakan salah satu pendekatan penganggaran selain penganggaran terpadu dan penganggaran KPJM. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem penganggaran Indonesia memakai sistem penganggaran berbasis kinerja dengan prasyarat sesuai yang diharapkan berupa keterpaduan penganggaran, dan perspektif anggaran lebih dari dari satu tahun (KPJM). 8

14 efisien. Dalam hal ini, program/kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana. b) Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages). Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja 2) dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seorang manager unit kerja bertanggung jawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (outcome). c) Alokasi anggaran program/kegiatan didasarkan pada tugas - fungsi unit kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi (Money Follows Function, Function is Followed by Structure) Money follows function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku). Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function is Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi tugas - fungsi. Penerapan prinsip yang terakhir ini (prinsip ketiga) berkaitan erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian anggaran. Hal ini berdasar argumentasi sebagai berikut: Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapat dihindari overlapping tugas/fungsi/kegiatan. Pencapaian output dan outcomes dapat dilakukan secara optimal, karena kegiatan yang diusulkan masing-masing unit kerja benar-benar merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsinya. Berdasarkan landasan konseptual tersebut di atas maka, tujuan yang diharapkan dengan penerapan PBK berupa: 1. Keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai dapat ditunjukkan secara jelas (directly linkages between performance and budget); 2. Peningkatan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency); 3. Peningkatan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability). Sesuai dengan rumusan pengertian anggaran berbasis kinerja tersebut di atas maka, frase memperhatikan hasil yang diharapkan (baik outcome maupun output) berkaitan dengan perumusan tujuan terlebih dahulu, baru kemudian kebutuhan biayanya. Perumusan tujuan ini meliputi tujuan besar (golden goal) yang diikuti oleh tujuan yang lebih kecil, dan output yang dihasilkan sesuai tujuan pada masing-masing tingkatan. Dalam hal inilah pentingnya dipahami terlebih dahulu kerangka PBK secara umum sebagaimana Diagram 2. Kerangka PBK merupakan alur yang menggambarkan akuntabilitas kinerja 2) Dalam struktur pengelolaan keuangan saat ini manager unit kerja adalah Kuasa Pengguna Anggaran 9

15 RENCANA STRATEGIS 2014 pada berbagai tingkatan organisasi pemerintahan yang melaksanakan program/kegiatan dan menghasilkan outcome/ouput beserta dengan alokasi anggaran yang dibutuhkan. Diagram 2. Kerangka Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) Sumber: Buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Perumusan tujuan merupakan langkah pertama sebelum menghitung kebutuhan biayanya. Diagram 2 menggambarkan perumusan tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu oleh Pemerintah melalui dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKP ini berisikan prioritas pembangunan yang menjadi fokus perhatian beserta kegiatan-kegiatannya. kegiatan kegiatannya. Tujuannya adalah outcome nasional sebagaimana amanat Undang-Undang Undang Dasar. Selanjutnya tujuan besar tersebut dirinci kembali oleh masing-masing masing masing Kementerian Negara/Lembaga (K/L) sesuai dengan bidang tugas tugas yang menjadi kewenangannya dalam bentuk program yang merupakan tanggung jawab Unit Eselon I-nya I nya dan dalam bentuk kegiatan yang menjadi tanggung jawab unit kerja di lingkungan Unit Eselon. Program menghasilkan outcome untuk mendukung pencapaian outcome nasional.. Sedangkan kegiatan menghasilkan output yang mendukung pencapaian outcome program. Dalam rangka menghasilkan output tersebut maka kebutuhan biaya dihitung seefektif dan seefisien mungkin. 2) Kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Untuk mendukung pencapaian hasil yang dimaksudkan, dalam pendekatan penganggaran KPJM (Medium Medium Term Expenditure Framework), Framework), dibutuhkan kondisi lingkungan dengan karakteristik sebagai berikut: a) Adanya keterkaitan antara Kebijakan, Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaksanaan; 10

16 b) Pengambilan Keputusan dilakukan dengan memperhatikan: Penentuan prioritas program dalam kendala keterbatasan anggaran; Kegiatan disusun mengacu kepada sasaran program; Biaya sesuai dengan kegiatan yang diharapkan; Informasi atas hasil evaluasi dan monitoring. c) Memberikan media berkompetisi bagi kebijakan, program, dan kegiatan yang diambil; d) Meningkatkan kapasitas dan kesediaan untuk melakukan penyesuaian prioritas program dan kegiatan sesuai alokasi sumber daya yang disetujui legislatif. Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah yang meliputi: a) Penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah; b) Penyusunan proyeksi/rencana kerangka/target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio utang pemerintah) jangka menengah; c) Rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah, yang menghasilkan pagu total belanja pemerintah (resources envelope); d) Pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing kementerian/lembaga (line ministries ceilings), indikasi pagu kementerian/lembaga dalam jangka menengah tersebut merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja untuk kementerian/lembaga dalam jangka menengah; e) Penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-masing kementerian/lembaga ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan. 3) Revisi PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL Pada tahun 2009 Direktorat Jenderal Anggaran sedang mempersiapkan landasan hukum dalam penyusunan anggaran sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 21/2004 mengenai Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL). Sampai dengan akhir tahun 2009 draft RPP tersebut sedang dalam tahap pembahasan internal Kementerian Keuangan. PP No. 21/2004 pada dasarnya telah memberikan landasan dan arah reformasi sistem penganggaran, khususnya pada tahap awal perubahan sistem keuangan sesuai UU No.17/2003. Namun pelaksanaan reformasi sistem penganggaran selama 5 tahun menunjukkan adanya berbagai dinamika dan perkembangan, baik materi penganggaran maupun sistem dan prosedur di lingkup Pemerintah dan DPR. Kondisi demikian perlu diatur lebih lanjut untuk mengakomodir perkembangan dan dinamika yang ada, sehingga dapat mendorong percepatan penerapan penganggaran berbasis kinerja dan KPJM sebagaimana diamanatkan UU 17/2003 dan peningkatan kualitas anggaran negara serta terwujudnya good governance. Hal inilah yang menjadi pertimbangan umum revisi PP No. 21/2004. Di samping pertimbangan umum tersebut di atas ada hal-hal yang secara khusus menjadi pertimbangan perlunya revisi PP No. 21/2004, yaitu: a) Dalam penerapannya, PP 21/2004 dipandang hanya fokus mengatur penganggaran K/L dan belum mengakomodasi kebutuhan penganggaran BABUN yang justru mempunyai proporsi lebih besar dalam APBN. b) Beberapa waktu yang lalu telah dicanangkan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran yang diawali dengan restrukturisasi program dan kegiatan K/L sehingga sistem dan prosedur yang diperlukan sebagai tindak lanjut reformasi sistem perencanaan dan penganggaran dimaksud perlu diikat dalam peraturan perundang-undangan. 11

17 c) Mekanisme pembahasan anggaran, baik di level Pemerintah maupun antara Pemerintah dan DPR, dipandang masih belum optimal sehingga berpengaruh pada kualitas anggaran. Hal ini juga sejalan dengan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang pada beberapa hal mengubah proses penyusunan anggaran. Substansi yang diatur dalam draft RPP pada prinsipnya mengubah/menyesuaikan ketentuan yang terdapat dalam PP No. 21/2004 pada beberapa bagian dengan garis besar perubahan sebagai berikut: a) Penambahan Pengaturan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BABUN); b) Penambahan Bussiness Process; c) Perubahan Format dokumen Penganggaran. C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, pengertian PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peranan yang penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN. PNBP mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional, serta dalam memberikan landasan hukum yang kuat, adil, tegas dan jelas dalam pengelolaan PNBP sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Dilihat dari tujuan pengelolaan PNBP, peranannya menjadi sangat penting, antara lain karena: 1. Mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari kekayaan negara termasuk kekayaan alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 2. Memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam partisipasinya untuk membiayai pembangunan; 3. Menunjang program pemerintah dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi, investasi serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya; 4. Menunjang upaya terciptanya tertib administrasi keuangan dan anggaran negara serta mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance); 5. Peningkatan peranan PNBP dalam APBN diiringi dengan kewajiban pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan umum dan penyelenggaraan pembangunan. Penerimaan yang bersumber dari PNBP terdiri dari penerimaan sumber daya alam (SDA), baik yang bersumber dari SDA migas maupun SDA non migas, penerimaan bagian atas laba BUMN, PNBP lainnya, dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU). Strategi kebijakan PNBP diarahkan pada kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam upaya pencapaian optimalisasi dan efektivitas. Optimalisasi dan efektivitas PNBP yang bersumber dari Kementerian/Lembaga ditempuh melalui beberapa langkah sebagai berikut: (i) melakukan review, evaluasi, dan penyempurnaan peraturan pelaksanaan UU PNBP; (ii) meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan PNBP; (iii) menertibkan pengelolaan administrasi di bidang PNBP; (iv) menyempurnakan sistem administrasi di bidang PNBP; (v) mempertajam alokasi penggunaan dana PNBP. Pencapaian target PNBP dalam periode tahun 2005 s.d yang diukur dari APBN-P dengan realisasinya mengalami peningkatan dari 81,29% di tahun 2005 menjadi 104,19% di tahun 2009 dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam kurun waktu tersebut secara kuantitas terus mengalami peningkatan dari Rp146,89 triliun menjadi Rp227,17 triliun di tahun 2009 atau ratarata meningkat sebesar 17,29%. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2008 hingga mencapai 12

18 Rp320,60 triliun. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya harga minyak mentah dunia pada tahun tersebut sehingga harga rata-rata minyak mentah Indonesia mencapai US$101,44 per barrel. Secara rata-rata, pencapaian target PNBP dalam periode tersebut mencapai 100,48 persen. Untuk target tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan Tahun 2008 sebesar Rp64,77 triliun atau 22,90 persen. Penurunan ini disebabkan oleh adanya perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia sebagai akibat dari turunnya harga minyak mentah dunia. Pencapaian target PNBP periode dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3 PENCAPAIAN TARGET PNBP TAHUN (dalam miliar rupiah) TAHUN TARGET % REALISASI REALISASI APBN APBN-P APBN APBN-P , , ,31 179,61% 81.29% , , ,07 110,55% 98.75% , , ,71 101,99% % , , ,63 171,23% % , , ,42 87,72% 104, 19% Sumber : Realisasi sesuai LKPP (Audited) Selama periode , telah ditetapkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP yaitu : 1. PP Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP; 2. PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran dan Peneyetoran PNBP yang Terutang; Selain penyusunan peraturan pelaksanaan UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP, pada periode tahun , 27 (dua puluh tujuh) Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas 13

19 Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Negara/Lembaga, telah diselesaikan sesuai dengan usulan yang disampaikan oleh Kementerian Negara/Lembaga. Dalam rangka penyusunan target PNBP, sejak tahun 2009 telah dilakukan reformasi penganggaran di bidang PNBP dengan membangun Aplikasi Target dan Realisasi PNBP (TRPNBP), yang terhubung melalui server DJA dengan RKA-KL. Target dimaksud disusun berbasis volume x tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada masing-masing K/L. Selanjutnya dalam kaitannya dengan penggunaan dana PNBP sebagaimana diamanatkan dalam pasal 8 UU No. 20 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1999, dalam kurun waktu telah diterbitkan 28 (dua puluh delapan) Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP. Terkait dengan subsidi, dalam APBN 2009 jumlah subsidi BBM, BBN dan LPG ditargetkan sebesar Rp57,6 triliun sedangkan dalam APBN-P 2009 ditargetkan sebesar Rp52,39 triliun. Realisasi pembayaran subsidi BBM,BBN dan LPG dalam LKPP adalah sebesar Rp45,04 triliun atau 78,19 persen dari target APBN 2009 atau 85,97 persen dari target APBN-P 2009 atau 98,93 persen dari DIPA Subsidi Energi tahun 2009 sebesar Rp45,53 triliun. Realisasi pembayaran yang dibawah target tersebut terutama disebabkan karena realisasi MOPS (Mean of Plats Singapore) dan kurs (nilai tukar rupiah) lebih rendah dari asumsi yang ditargetkan. Untuk subsidi listrik tahun 2009 terealisasi sebesar 100 persen dari Anggaran yang dialokasikan dalam DIPA subsidi energi, yakni sebesar Rp49,546 miliar. D. Belanja Negara Anggaran belanja negara sekalipun volumenya masih relatif kecil terhadap PDB, namun memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, perencanaan dan penggunaannya harus dilakukan secara efektif dengan memperhatikan aspekaspek kemampuan fiskal, baik dalam menghitung potensi riil pendapatan negara selaku indikator daya dukung pembiayaan anggaran yang eligible. Untuk itu, dalam upaya menetapkan kebijakan belanja yang ekonomis, efektif, dan efisien sangat diperlukan penyelenggaraan berbagai penelitian (riset) yang unggul. Fokus strategi kebijakan belanja yang research based dimaksud menghendaki agar penyusunan dan pelaksanaan anggaran dilakukan berdasarkan informasi yang akurat sebagai produk penelitian atau riset yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya secara ilmiah agar dapat diperoleh database dan model ekonomi yang dapat membantu penyusunan rencana alokasi belanja negara yang akurat, efektif, dan efisien. Dalam periode Tahun terdapat beberapa perkembangan penting terkait dengan kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat yaitu: Pertama, anggaran belanja pemerintah pusat, disusun, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka pelaksanaan pembaharuan (reformasi) keuangan negara, yang terdiri dari tiga pilar, yaitu: (i) penganggaran terpadu (unified budget); (ii) penganggaran berbasis kinerja (performance based budget); dan (iii) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Kedua, penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dilakukan dengan mengikuti perubahan struktur dan format belanja standar internasional (Government Financial Statistics/GFS), yaitu alokasi anggaran belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Ketiga, adanya perubahan orientasi kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, yang lebih diarahkan untuk mendukung langkahlangkah stimulasi terhadap perekonomian dari sisi fiskal (pro-growth), dalam rangka memperluas penciptaan lapangan kerja produktif (pro-job), dan mengentaskan kemiskinan (pro-poor). 14

20 Kebijakan belanja negara yang dilakukan dalam periode diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan (pro-growth), menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro-job), serta mengurangi kemiskinan (pro-poor), di samping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, prioritas alokasi anggaran belanja negara dalam tahun diutamakan antara lain untuk: Kebijakan yang dilakukan dalam periode tahun antara lain: (i) Pemberian bantuan sosial langsung kepada masyarakat; (ii) Meningkatkan kesejahteraan pegawai PNS/TNI/Polri serta Pensiunan; (iii) Penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Maret dan Oktober 2005, serta pada bulan Mei dan Desember 2008; (iv) Mengalokasikan anggaran dari pengurangan subsidi BBM untuk bantuan sosial dan infrastruktur terutama dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT); dan (v) Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Kebijakan yang ditempuh dalam APBN Tahun 2009 antara lain adanya stimulus fiskal sebesar Rp12,2 triliun yang dialokasikan pada kegiatan infrastruktur pada beberapa K/L. Perencanaan dan alokasi anggaran dilakukan berdasarkan prioritas program pembangunan pemerintah, yang tertuang dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Selain itu, perencanaan dan alokasi anggaran, khususnya belanja Pemerintah Pusat, disusun dalam kerangka sistem penganggaran terpadu (unified budget), penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), dan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) secara konsisten. Proses perencanaan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat diawali dengan penyusunan perhitungan dasar anggaran (baseline budget) sesuai dengan kebutuhan pokok belanja pemerintah pusat yang rasional. Oleh karena itu, akurasi, kelengkapan, data komprehensif dan model perencanaan serta alokasi anggaran yang kredibel menjadi faktor penentu keberhasilan perencanaan dan alokasi anggaran secara tepat dan adil. Selanjutnya, terkait dengan sasaran kebijakan fiskal yang ingin dicapai dilakukan penyusunan langkah-langkah kebijakan (policy measures) dengan mengacu pada besaran belanja Pemerintah Pusat secara keseluruhan, besaran defisit, dan pembiayaan anggaran. E. Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan diarahkan untuk mencapai beberapa sasaran, yaitu untuk meningkatkan Good Governance, meningkatkan kinerja seluruh aparat Kementerian Keuangan dan untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi dan Birokrasi Departemen Keuangan telah mencanangkan Reformasi Birokrasi yang meliputi program prioritas di bidang penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) telah menindaklanjuti kebijakan Menteri Keuangan melalui program-program Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di lingkungan DJA sejak tahun 2007 dan senantiasa dilakukan monitoring dan evaluasi sehingga pelayanan DJA kepada stakeholders dapat ditingkatkan. Program-program yang dijalankan antara lain adalah: 1) Penataan Organisasi Dalam perjalanannya, struktur organisasi DJA mengalami berbagai penyesuaian dikarenakan beberapa faktor yaitu adanya perubahan beban kerja yang signifikan, perluasan wilayah kegiatan, perubahan visi dan misi, perubahan kebijakan pemerintah yang berimplikasi kepada perubahan 15

21 struktur dan fungsi organisasi yang ada, serta adanya tuntutan Stakeholders yang tinggi atas pelayanan yang diberikan oleh DJA. Untuk mengakomodir faktor-faktor tersebut, pada tahun 2008 telah dilakukan reorganisasi DJA dengan membentuk suatu unit yang bertugas menangani Sistem Penganggaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu Direktorat Sistem Penganggaran serta mengalihkan tugas dan fungsi Kebijakan Ekonomi Makro ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. 2) Penyempurnaan Proses Bisnis Penyempurnaan proses bisnis dilakukan berbasis pada akuntabilitas jabatan/pekerjaan dan peningkatan efisiensi dan efektivitas melalui penyederhanaan dan pembaharuan proses bisnis, transparansi dan pemberian janji layanan yang berorientasi kepada kepentingan Stakeholders. Program kerja penyempurnaan proses bisnis dilaksanakan dengan melakukan Analisis dan Evaluasi Jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, menyusun serta melakukan monitoring atas Standard Operating Procedure (SOP) serta melakukan Analisis Beban Kerja (ABK). Untuk meningkatkan pelayanan kepada Stakeholders, DJA juga telah mempublikasikan lima layanan unggulan melalui SOP quickwin Kementerian Keuangan. Kelima SOP tersebut adalah: a) Pelayanan penyelesaian Lampiran Peraturan Presiden tentang Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (SAPSK); b) Pelayanan Penyelesaian Revisi SAPSK; c) Pelayanan Penyelesaian Standar Biaya Khusus; d) Penyusunan konsep RPP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP atau revisi yang berlaku pada Kementerian Negara/Lembaga; dan e) Penyusunan Target dan Pagu Penggunaan PNBP pada Kementerian Negara/Lembaga untuk RAPBN atau Revisi Target dan Pagu Penggunaan PNBP. 3) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pengembangan SDM antara lain dilakukan dengan cara: a) Mendukung pelaksanaan Assessment Center yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan untuk pejabat eselon II dan III b) Melaksanakan Assessment Center untuk pejabat eselon IV dan sebagian pelaksana di lingkungan DJA c) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi d) Melakukan monitoring dan evaluasi atas penerapan Pola Mutasi Jabatan Karier di lingkungan DJA e) Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian yang terintegrasi f) Penegakan disiplin dan etika pegawai 4) Pengembangan Teknologi Informasi Salah satu hal penting yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DJA adalah pengembangan informasi dan teknologi. Selama tahun , DJA telah berhasil membangun Sistem Informasi dan Manajemen Penganggaran, melalui berbagai aplikasi yang memudahkan pelaksanaan tugas seperti aplikasi RKA-KL dan aplikasi pendukung lainnya (seperti aplikasi TRPNBP, SBK) dan infrastruktur pendukung berupa data center DJA yang secara terus menerus diperbaiki agar memudahkan penggunanya serta telah pula disusun Masterplan IT DJA ( ). 16

22 5) Pengukuran Kinerja Seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, DJA menerapkan pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scored Card, dengan menetapkan Depkeu-One sebagai turunan dari Depkeu- Wide berikut penajaman sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU). Selanjutnya telah dilakukan kontrak kinerja Direktur Jenderal Anggaran dengan Menteri Keuangan serta kontrak kinerja para Direktur dan Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran dengan Direktur Jenderal Anggaran. Pada tahun 2009, capaian kinerja Direktur Jenderal Anggaran yang terdapat dalam Kontrak Kinerja adalah sebagai berikut: Tabel 4 Kontrak Kinerja Direktur Jenderal Anggaran Target Realisasi No. Uraian IKU DK Jumlah pendapatan negara di bidang PNBP 100% 104,19% 2. DK.2.1 Persentase penyelesaian SAPSK tepat waktu 3. DK.2.2. Persentase kesesuaian SAPSK dengan standar biaya 4. DK Indeks Kepuasan K/L terhadap pengelolaan belanja pusat 5. DK Rasio realisasi dari janji pelayanan quickwin ke pihak eksternal 6. DK Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat Sumber: Kontrak Kinerja Direktur Jenderal Anggaran Tahun POTENSI DAN PERMASALAHAN Penyusunan APBN 3 3,8 Dalam proses penyusunan Nota Keuangan dan APBN beserta Undang-Undangnya dari sejak tahap persiapan hingga penetapan menghadapi beberapa tantangan, yaitu : 1. Adanya perbedaan kepentingan stakeholder dalam proses penganggaran dan penyusunan RAPBN untuk mendapatkan alokasi anggaran, beberapa stakeholder tidak melalui mekanisme dalam SOP penganggaran dan SOP Penyusunan RAPBN yang berlaku; 2. Penyusunan RUU tentang APBN didasarkan pada kesepakatan antara Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dengan Panitia Anggaran DPR, dan juga kesepakatan antara Kementerian Negara/Lembaga dan komisi-komisi terkait di DPR. Hal tersebut dapat berdampak pada semakin rumit dan kompleksnya proses pembahasan RUU tentang APBN, yang akhirnya dapat pula berdampak pada perubahan substansi APBN itu sendiri, maupun pada lebih banyaknya waktu yang dibutuhkan; 3. Jadwal yang sangat ketat dan sering berubah dalam proses penyusunan RAPBN dan RUU-nya. Hal tersebut menimbulkan kendala dalam pelaksanaannya juga berpotensi menimbulkan risiko dalam akurasi angka dan penerapan SOP-nya; 4. Kurangnya pemahaman tentang substansi kebijakan anggaran keuangan negara dan fiskal dari para stakeholder; 17

23 5. Belum adanya kesamaan pemahaman di tingkat internal DJA dan Kementerian Keuangan tentang arti strategis RAPBN baik secara substansi maupun proses penyusunan, pembahasan, dan implementasinya; 6. Kurangnya kesamaan pemahaman tentang substansi kebijakan anggaran, keuangan negara, dan fiskal dari para stakeholder; 7. Kurangnya pemahaman tentang proses detail dan konsekuensi keuangan, adminitrasi, dan hukum dalam penyusunan APBN dan keterkaitannya dengan tahap penganggaran, sehingga sering menimbulkan risiko dalam pelaksanaannya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut antara lain: (i) melakukan koordinasi dalam penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN beserta RUU APBN dan RUU APBN-P; (ii) memberikan pengarahan kepada Kementerian Negara/Lembaga agar memiliki persepsi yang sama mengenai proses penganggaran dan penyusunan APBN, khususnya dalam menghadapi; (iii) sosialisasi dan usulan penuangan tingkat respon terhadap proses penyusunan APBN dalam IKU setiap unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan; serta (iv) sosialisasi tentang substansi kebijakan anggaran, keuangan negara, dan fiskal kepada seluruh stakeholder Reformasi Penganggaran Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan struktur program dan kegiatan dalam proses perencanaan dan penganggaran antara lain sebagai berikut : 1. Program dan kegiatan beserta indikatornya belum sepenuhnya dapat digunakan sebagai alat ukur efektivitas pencapaian kinerja, efisiensi belanja dan akuntabilitasnya; 2. Masih terdapat pola pikir money follows program yang berarti semakin banyak program semakin banyak alokasi anggaran yang didapat, dengan tidak memperdulikan apakah program yang dilaksanakan sesuai fungsi atau tidak; 3. Ketentuan yg diatur dlm PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL belum sepenuhnya dapat mengakomodir perkembangan kebutuhan dalam penyusunan dan penetapan APBN contohnya adanya pengaturan BABUN dan adanya UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Berbagai upaya untuk mengatasi berbagai kendala di atas antara lain adalah dengan melakukan restrukturisasi program dan kegiatan. Pada tahap awal terutama dilakukan terhadap program dan kegiatan pada enam Kementerian Negara/Lembaga dan selanjutnya terhadap Kementerian Negara/Lembaga lainnya di luar piloting. Dari sisi peraturan, telah dilakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL yang saat ini pun masih terus dilakukan pembahasan dan penyelesaiannya Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP sebagai salah satu sumber penerimaan negara mempunyai potensi yang masih dapat dikembangkan. Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi PNBP seperti masih terdapat potensi PNBP yang belum terealisir, yang antara lain disebabkan oleh (i) masih adanya kegiatan illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing; (ii) masih adanya potensi jenis PNBP yang belum memiliki landasan hukum sehingga tidak dapat dipungut; (iii) belum tergalinya potensi pertambangan panas bumi secara optimal; (iv) belum optimalnya PNBP yang berasal dari pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang. Permasalahan penerimaan PNBP antara lain juga disebabkan karena faktor eksternal, seperti (i) adanya kecenderungan penurunan produksi minyak bumi dan gas bumi (migas); (ii) masih tingginya risiko tidak tercapainya penerimaan atas laba BUMN terutama karena faktor kinerja 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra KL) adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga jangka menengah (5 tahun) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dubnick (2005), akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 2004 POLITIK. PEMERITAHAN. Pemeritah Pusat. Pemerintah Daerah. Kementerian Negara. Lembaga. Menteri. APBN.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Ikhtisar Eksekutif... 2

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Ikhtisar Eksekutif... 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Ikhtisar Eksekutif... 2 BAB I Pendahuluan A. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi... 3 B. Peran Strategis... 4 C. Sistematika Laporan... 4 BAB II Rencana Strategis dan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Direktur Jenderal Anggaran

NAMA JABATAN : Direktur Jenderal Anggaran LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 706/PM.1/2008 TENTANG URAIAN JABATAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN MENTERI KEUANGAN - 1-1. NAMA JABATAN : Direktur Jenderal Anggaran 2. IKHTISAR

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TANGGAL 31 JANUARI 2011 TATA CARA PENYUSUNAN INISIATIF BARU

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TANGGAL 31 JANUARI 2011 TATA CARA PENYUSUNAN INISIATIF BARU SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TANGGAL 31 JANUARI 2011 TATA CARA PENYUSUNAN INISIATIF BARU - 2 - Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Daftar Tabel...

Lebih terperinci

1. Tujuan dan Landasan Konseptual PBK; 2. Kerangka PBK; 3. Syarat Penerapan PBK; 4. Tahapan Kegiatan Penerapan PBK; 5. Mekanisme Penganggaran.

1. Tujuan dan Landasan Konseptual PBK; 2. Kerangka PBK; 3. Syarat Penerapan PBK; 4. Tahapan Kegiatan Penerapan PBK; 5. Mekanisme Penganggaran. 1. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK); 2. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM); 3 Format Baru RKA-KL. 3. RKA KL di Indonesia (Menuju pengelolaan APBN yang transparan dan kredibel) Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii BAB I JADWAL PELAKSANAAN PENERAPAN... 1 BAB II PENUTUP Daftar Isi i

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii BAB I JADWAL PELAKSANAAN PENERAPAN... 1 BAB II PENUTUP Daftar Isi i DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii BAB I JADWAL PELAKSANAAN PENERAPAN... 1 BAB II PENUTUP... 10 Daftar Isi i DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Jadawal Penerapan PBK dan KPJM... 2 D a f t a r I s i ii BAB

Lebih terperinci

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN, PELAPORAN, PEMANTAUAN DAN

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1 Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal 15-17 April 2013 4/3/2013 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: (1) Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR (2) Jika sesuatu rancangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA Tantangan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bab IV Studi Kasus Sebelum melakukan perancangan, akan dipaparkan profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan beserta visi, misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, strategi bisnis, strategi TI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses perencanaan dan penganggaran pembangunan senantiasa merupakan satu entitas dalam siklus pembangunan. Konsep demikian telah dituangkan dalam kerangka hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE) PENYUSUNAN STANDAR BIAYA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA UNIT ESELON PROGRAM : : :

KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE) PENYUSUNAN STANDAR BIAYA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA UNIT ESELON PROGRAM : : : KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE) PENYUSUNAN STANDAR BIAYA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA UNIT ESELON PROGRAM : : : Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Pengelolaan Anggaran Negara HASIL

Lebih terperinci

Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM

Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM Disampaikan dalam rangka Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 28 Oktober 2013 11/26/2013 Biro Analisa APBN 1 KONSTITUSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

1/8/2014 Biro Analisa APBN 1

1/8/2014 Biro Analisa APBN 1 1/8/2014 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan DPR, maka rancangan undang-undang tadi

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM. Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM. Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Perencanaan Anggaran Satker BLU BLU membuat rencana bisnis lima tahunan mengacu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan tata kelola pemerintahan dalam penganggaran sektor publik, yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. Jawab Keuangan Negara;. PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP;. PP No. 21 Tahun 2004 ttg Penyusunan RKA-KL. dan Tanggung

DASAR HUKUM. Jawab Keuangan Negara;. PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP;. PP No. 21 Tahun 2004 ttg Penyusunan RKA-KL. dan Tanggung DASAR HUKUM. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbend. Negara;. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;. PP No.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN NOMOR PER- 03/AG/2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN STANDAR BIAYA KELUARAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.02/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.02/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.02/2014 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENELAAHAN, DAN PENETAPAN ALOKASI BAGIAN ANGGARAN BENDAHARA

Lebih terperinci

POINTERS PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN DHANAPALA, 25 JULI 2008

POINTERS PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN DHANAPALA, 25 JULI 2008 POINTERS PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN DHANAPALA, 25 JULI 2008 1. Dalam rangka pencapaian visi misi yang telah ditetapkan serta pelaksaakan tugas dan fungsi DJA, akan tetap melanjutkan kebijakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

REVIU ANGKA DASAR (BASELINE) (Bagian 1)

REVIU ANGKA DASAR (BASELINE) (Bagian 1) REVIU ANGKA DASAR (BASELINE) (Bagian 1) Ada lima tahapan pokok dalam satu siklus APBN di Indonesia yaitu : 1). Perencanaan dan Penganggaran APBN; 2). Penetapan/Persetujuan APBN; 3). Pelaksanaan APBN; 4).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun anggaran 2013, kewenangan atas pengesahan Daftar Isian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun anggaran 2013, kewenangan atas pengesahan Daftar Isian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun anggaran 2013, kewenangan atas pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) beralih dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) kepada Direktorat

Lebih terperinci

-1-1. NAMA JABATAN : Direktur Anggaran II

-1-1. NAMA JABATAN : Direktur Anggaran II LAMPIRAN II.4 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 706/PM.1/2008 TENTANG URAIAN JABATAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DEPARTEMEN KEUANGAN -1-1. NAMA JABATAN : Direktur Anggaran II 2. IKHTISAR

Lebih terperinci

Asumsi : Satker Ditetapkan pada Tahun 2010

Asumsi : Satker Ditetapkan pada Tahun 2010 LANGKAH-LANGKAH SETELAH DITETAPKAN MENJADI SATUAN KERJA PK BLU SETELAH DITETAPKAN MENJADI SATKER BLU APA YANG HARUS DILAKUKAN Asumsi : Satker Ditetapkan pada Tahun 2010 Menyetorkan seluruh PNBP TA 2010

Lebih terperinci

2011, No Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; MEMUTUSKAN:

2011, No Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; MEMUTUSKAN: BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyusunan. Renker dan Anggaran. Petunjuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/PMK.02/2011 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN RENCANA KERJA TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN RENCANA KERJA TAHUN 2009 Program : Peningkatan Penerimaan dan Pengamanan Keuangan Negara Tujuan : Meningkatkan penerimaan negara dengan mempertimbangkan perkembangan dunia usaha dan aspek keadilan masyarakat NO. KEGIATAN OUTPUT

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN R I

MENTERI KEUANGAN R I MENTERI KEUANGAN R I Yth. 1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu 2. Jaksa Agung RI 3. Kepala Kepolisian RI 4. Para Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen 5. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 Jakarta, 10 Februari 2015 Dalam rangka penguatan penganggaran berbasis kinerja, dilakukan penataan Arsitektur

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

KB 1 KPJM SEBAGAI SALAH SATU PENDEKATAN PENGANGGARAN. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 30/01/2017

KB 1 KPJM SEBAGAI SALAH SATU PENDEKATAN PENGANGGARAN. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 30/01/2017 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Diklat Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Pusdiklat Anggaraan dan Perbendaharaan Kementerian Keuangan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Anggaran dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN KERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 3398-8002-3070-0948 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2014 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III Tatacara Penyusunan SBK... 9 A. Keluaran Kegiatan Yang Menjadi SBK... 9 B. Langkah-Langkah Penyusunan SBK...

DAFTAR ISI. BAB III Tatacara Penyusunan SBK... 9 A. Keluaran Kegiatan Yang Menjadi SBK... 9 B. Langkah-Langkah Penyusunan SBK... DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Pengertian. 2 C. Fungsi dan Manfaat.. 3 D. Arah Kebijakan.... 3 E. Hal-Hal Baru Dalam Petunjuk Teknis Penyusunan SBK.. 4 F. Ruang Lingkup....

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Kondisi yang memungkinkan dilakukan penyesuaian APBN melalui mekanisme APBN Perubahan atau pembahasan internal di Badan Anggaran berdasarkan UU No. 27/2009 1. Pasal 14 Undang-Undang No.47 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.02/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.02/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.02/2011 TENNG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-041.01-0/2015 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1213, 2014 KEMENKEU. Bendahara Umum. Anggaran. Penetapan Alokasi. Penelahaan. Perencanaan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.905, 2015 KEMENDESA-PDT-Trans. Urusan Pemerintahan. Ditjen Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. TA 2015. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN TAHUN 2014 DAN BASELINE TAHUN 2015

KEBIJAKAN PENGANGGARAN TAHUN 2014 DAN BASELINE TAHUN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PENGANGGARAN TAHUN 2014 DAN BASELINE TAHUN 2015 RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 HOTEL BOROBUDUR - JAKARTA, 7 FEBRUARI 2014 A Pendahuluan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi, terutama pada sektor publik. Suatu anggaran mampu merefleksikan bagaimana arah dan tujuan

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 104/PMK.02/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 104/PMK.02/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 104/PMK.02/2010 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-15.12-/AG/214 DS 198-8264-795-2 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

MENGAPA ANGGARAN KINERJA?

MENGAPA ANGGARAN KINERJA? MENGAPA ANGGARAN KINERJA? Kurangnya keterkaitan antara: kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan Horizon anggaran sempit, berjangka satu tahunan Penganggaran kebanyakan berciri line-item, berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

PAGU ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN 2015

PAGU ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN RI PAGU ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, 11 JULI 2014 DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN 1 POKOK BAHASAN 12 Dasar Hukum Penyusunan Pagu Anggaran TA 2015 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penganggaran di sektor pemerintahan merupakan suatu proses yang cukup rumit. Karakteristik penganggaran di sektor pemerintahan sangat berbeda dengan penganggaran

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Bimtek Penganggaran Untuk PTN Baru dan Satker Kemristekdikti Lainnya Di Lingkup Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Bandung 27 April 2018 Profil

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN. Bagian Pertama. Tugas dan Fungsi. Pasal 182

BAB IV DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN. Bagian Pertama. Tugas dan Fungsi. Pasal 182 - 53 - BAB IV DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN Bagian Pertama Tugas dan Fungsi Pasal 182 Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang

Lebih terperinci

LAPORAN MENTERI KEUANGAN ACARA PENYERAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) TAHUN ANGGARAN 2011

LAPORAN MENTERI KEUANGAN ACARA PENYERAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) TAHUN ANGGARAN 2011 LAPORAN MENTERI KEUANGAN ACARA PENYERAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) TAHUN ANGGARAN 2011 Jakarta, 28 Desember 2010 1 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera untuk kita

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

MATERI PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN ANGGARAN. Oleh: Galih Elham Setiawan KASUBDIT Penindakan BNN

MATERI PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN ANGGARAN. Oleh: Galih Elham Setiawan KASUBDIT Penindakan BNN MATERI PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN ANGGARAN Oleh: Galih Elham Setiawan KASUBDIT Penindakan BNN 1 PENGERTIAN SPPN SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

NAMA JABATAN : Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara LAMPIRAN II.2 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 706/PM.1/2008 TENTANG URAIAN JABATAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN MENTERI KEUANGAN - 1-1. NAMA JABATAN : Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.51/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KERJA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 104 /PMK.02/2010 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.12-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci