DARI RIS MENJADI NEGARA RI: PERUBAHAN BENTUK NEGARA INDONESIA PADA TAHUN Haryono Rinardi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DARI RIS MENJADI NEGARA RI: PERUBAHAN BENTUK NEGARA INDONESIA PADA TAHUN Haryono Rinardi"

Transkripsi

1 DARI RIS MENJADI NEGARA RI: PERUBAHAN BENTUK NEGARA INDONESIA PADA TAHUN 1950 Haryono Rinardi Abstract By using historical method, this article attempts to explain the change of state formation in Indonesia in early From political perspective, the change asserts that support to union state form in Indonesia was strong. However, the new country was questionable in terms of legality. Many people were thus questioning whether federal state was dispersed after the negotiation amongst leaders of NST, NIT, and RIS. In fact, the change of formation state in Indonesia, on the way of its constitution, l used many articles of RIS Constitution. Keywords: Union State, legality aspect, and state formation Abstrak Dengan mempergunakan metode sejarah, artikel ini mencoba menjelaskan perubahan dalam pembentukan negara di Indonesia sejak awal tahun Dari perspektif politik, perubahan tersebut menegaskan bahwa dukungan terhadap bentuk negara kesatuan di Indonesia cukup kuat. Secara legalitas negara baru ini dapat dipertanyakan, pada akhirnya banyak pihak kemudian mempertanyakan apakah negara federal telah dihapuskan setelah negosiasi antara pemimpin NST, NIT dan RI. Dalam kenyataannya, perubahan dalam pembentukan negara di Indonesia dari sisi konstitusional, saya banyak menggunakan artikel dari konstitusi RIS. Kata kunci: negara kesatuan, aspek legalitas, pembentukan negara *) PENGANTAR Salah satu periode yang paling k r u s i a l d a l a m b i d a n g p o l i t i k ketatanegaran Indonesia adalah tahun Secara resmi Indonesia saat itu berbentuk federal, sesuai dengan hasil KMB. Akan tetapi realita di lapangan, muncul tuntutan perubahan bentuk negara karena tidak sesuai dengan amanat proklamasi dan UUD Kondisi itu semakin kuat, ketika kaum republiken yang menghendaki bentuk negara kesatuan memperoleh banyak momentum menguntungkan bagi tuntutan mereka. Peluang mereka semakin besar, ketika kaum federalis banyak melakukan g e r a k a n p o l i t i k d a l a m u p a y a mempertahankan bentuk negara federal yang sesuai dengan Konstitusi RIS, undang-undang dasar yang resmi digunakan oleh Bangsa Indonesia saat itu. Pada akhirnya bentuk negara federal secara resmi kemudian diubah menjadi kesatuan pada 17 Agustus Dengan demikian, secara resmi berakhir berbagai macam pergolakan politik *) Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang, rinardiharyono@yahoo.com. 181

2 Dari RIS Menjadi Negara RI tentang bentuk negara yang digunakan Bangsa Indonesia. Hal itu sekaligus juga menandai kemenangan kaum republiken atas federalis, dalam perjuangan selama 5 tahun. Walaupun demikian, masih muncul berbagai macam pergolakan di daerah yang pada intinya sebetulnya menolak pemaksaan kehendak oleh Jakarta terhadap daerah. Manifestasinya adalah pemberontakan Republik Maluku Selatan. Pada sisi yang lain, muncul pertanyaan dasar tentang masalah perubahan bentuk ketatanegaraan itu, dengan cara bagaimana perubahan itu terjadi. Pertanyaan kritis yang kemudian muncul adalah apakah penguasa di Indonesia saat itu benar-benar membubarkan RIS dan menggantinya menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga berubah pula bentuk negara dari federal menjadi kesatuan. Selanjutnya, berkaitan dengan pertanyaan pertama muncul pertanyaan kedua, apakah Konstitusi RIS secara resmi diganti oleh UUDS 1950, sebagai akibat perubahan bentuk negara itu. Dua pertanyaan itu akan dapat digunakan sebagai bahan analisis untuk menentukan jawaban atas pertanyaan pokok di atas. Satu persoalan yang ikut diuraikan adalah, bagaimana situasi sosial dan politik di Indonesia saat itu. Hal ini penting untuk dibahas karena munculnya berbagai perubahan dalam sistem ketatanegaraan selalu berhubungan dengan kondisi sosial dan politik yang ada pada suatu negara, tidak terkecuali dengan Indonesia. KONDISI SOSIAL & POLITIK INDONESIA Sistem pemerintahan federal sesuai dengan KMB ternyata tidak berumur panjang. Pengakuan kedaulatan yang dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949, itu justru mendorong gerakan persatuan yang bukan saja muncul di kalangan elit Indonesia, tetapi juga di kalangan masyarakat bawah sendiri. Gerakan ini menghendaki diubahnya bentuk federalis menjadi bentuk negara kesatuan. Oleh banyak pengamat luar negeri, gerakan persatuan itu dianggap terlalu dini, tergesa-gesa, tidak perlu, dan agak angkuh, karena tidak memperhatikan semangat dan segala fasilitas dari persetujuan KMB. Akan tetapi, apabila diperhatikan lebih jauh lagi, gerakan persatuan itu bukan saja tampak kuat, tetapi juga sehat. Secara politik dan sosial, Indonesia akan berada dalam keadaan yang buruk jika tidak ada perkembangan ini. Bagi kebanyakan orang Indonesia, sistem federal dianggap sebagai warisan kolonial sehingga harus segera diganti. Dalam pandangan rakyat Indonesia, sistem federal dipandang sebagai alat pengawasan Belanda, sehingga sistem federal merupakan halangan bagi tercapainya kemerdekaan Indonesia. Mempertahankan sistem federal berarti mempertahankan warisan penjajahan masa lampau yang tidak disukai.(kahin, 1955:571). Adanya halangan psikologis yang seperti itu di kalangan masyarakat Indonesia terhadap bentuk negara federal, ternyata masih ditambah realitas politik yang terjadi pada saat itu. Dalam federasi RIS, Republik Indonesia yang lama pada dasarnya tetap otonom. Tidak hanya administrasinya yang tidak tergantung pada ibukota federasi di Jakarta, tetapi banyak pegawai negeri sipil dalam negaranegara bagian seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pasundan lebih taat kepada 182

3 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No.2 Juli-Desember 2012 : aturan-aturan dari ibukota RI Yogyakarta, daripada Jakarta. Kondisi itu seringkali menimbulkan administrasi ganda yang membingungkan, dengan dua kelompok pegawai negeri sipil berusaha mengatur teritorial yang sama dengan dua aturan yang mungkin berbeda. Keadaan itu sesungguhnya merupakan bentuk m a n i f e s t a s i p o litik p a d a m a s a sebelumnya. Pembentukan negara-negara bagian di berbagai wilayah Indonesia oleh Belanda serta eksistensinya tidak pernah diakui oleh RI di Yogyakarta. Pemerintah RI untuk mempertahankan eksistensi di daerah-daerah yang sudah didirikan negara bagian itu, kemudian ganti mendirikan pemerintahan daerah bayangan, mulai dari desa sampai ke provinsi. Bukan itu saja dalam menunjukkan eksistensinya di daerahdaerah yang kemudian dikenal sebagai daerah BFO itu, Pemerintah RI juga mengirim uang-uang ORI(Oeang Republik Indonesia). Hal itu dilakukan untuk menunjukkan eksistensi RI baik secara politis maupun ekonomis. (Swasono, 1980: ). Faktor lainnya adalah prestise RI yang besar karena dianggap sebagai pemenang perang dan perjuangan kemerdekaan. Prestise itu semakin meningkat dengan terjaminnya law and order di wilayahnya, kelancaran administrasi pemerintahan, korupsi yang relatif tidak ada jika dibandingkan dengan n e g a r a - n e g a r a b a g i a n l a i n n y a. (Moedjanto, 1988:70). Dengan kondisi itu, tidak heran banyak pejabat-pejabat daerah atau negara bagian yang lebih berkiblat kepada Yogyakarta daripada ke Jakarta. Pada sisi yang lain juga patut untuk diperhatikan bahwa Presiden RIS yaitu Soekarno dan Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta tidak pernah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden dan Perdana Menteri RI, dan mereka yang menggantikan, yaitu Mr. As s at dan Dr. A. Ha li m hanya menjalankan tugasnya sebagai pejabat presiden dan perdana menteri.(kahin, 1995:571). Dengan demikian lengkap sudah alasan terjadinya administrasi ganda di kalangan para pegawai negeri sipil di daerah. Kondisi itu semakin diperparah dengan kuatnya kelompok republiken di tubuh kabinet Perdana Menteri Moh. Hatta. Soekarno dan kaum republiken lainnya dalam tubuh pemerintahan RIS banyak memberikan dorongan semangat kepada gerakan penyatuan di berbagai daerah atau negara bagian. Kondisi itu dapat berjalan dengan tanpa gangguan, karena dalam susunan anggota kabinet Hatta didominasi kaum republiken. Dalam susunan kabinet itu anggota yang berasal dari kaum federalis hanya lima orang, yaitu: Anak Agung Gde Agung sebagai menteri dalam negeri, Kosasih sebagai menteri sosial, Arnold Monomutu sebagai menteri penerangan, Sultan Hamid II dan Suparmo sebagai menteri tanpa portofolio. Hal itu masih ditambah catatan, bahwa meskipun Arnold Monomutu berasal dari kelompok BFO, akan tetapi dalam parlemen Negara Indonesia Timur, Arnold merupakan ketua kelompok pro-republik, sehingga dia dipandang lebih republiken daripada f e d e r a l i s.( K a h i n, : 5 6 9) Sesungguhnya dari seluruh anggota kabinet Moh. Hatta yang sungguhsungguh mendukung bentuk negara federal hanyalah Sultan Hamid II dan Anak Agung Gde Agung.(Faith, 183

4 Dari RIS Menjadi Negara RI 1962:47). Pada sisi yang lain, tidak dapat disangkal bahwa ambisi politik untuk menciptakan sebuah negara kesatuan tetap terpelihara dalam tubuh Negara RI. Hal itu terlihat dengan ditempatkannya usaha untuk meneruskan perjuangan mencapai negara kesatuan yang meliputi seluruh Kepulauan Indonesia dalam program kabinet Dr. A. Halim, Perdana Menteri Negara RI.( Kedaulatan Rakyat, 21 Januari 1950) Dorongan semangat yang lebih besar lagi datang dengan ditariknya kekuasaan polisi dan militer Belanda dari negara atau daerah bagian ciptaan Belanda, dan dengan dibebaskannya beberapa ribu tahanan politik yang sangat pro-republik dari penjara-penjara Belanda. Dengan kondisi itu, maka kekuatan gerakan persatuan menjadi begitu besar dan hanya mendapat perlawanan nyata di tempat-tempat dimana sejumlah besar pasukan kolonial, KNIL, belum dimobilisasi dan menentangnya.(kahin, 1995:572). Dengan kondisi sosial politik yang seperti itu, membuat sejumlah daerah atau negara bagian mulai muncul berbagai macam gerakan yang menuntut pembubaran pemerintah daerah atau negara bagiannya dan menggabungkan daerah atau negara bagiannya dengan RI. Daerah atau negara bagian yang masyarakatnya memelopori tindakan semacam itu adalah Negara Bagian Pasundan. Di daerah itu muncul resolusi untuk menggabungkan wilayahnya dengan Negara RI. Kondisi itu sebagian besar disebabkan oleh kurang mampunya Pemerintah Pasundan untuk memelihara keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Keadaan itu mendorong munculnya resolusi dari daerah Indramayu yang ditujukan kepada Presiden RI, UNCI, dan Ketua KNIIP. Isi resolusinya adalah mendesak(pemerintah RIS) supaya sebelum pengakuan kedaulatan selekas mungkin mengubah status Jawa Barat untuk dijadikan daerah RI, dengan menghapus Negara Pasundan. Tindakan ini dilakukan supaya keadaan di Jawa Barat aman dan tenteram. Resolusi muncul didasarkan atas kejadian-kejadian di desa-desa berkaitan dengan masalah keamanan yang tidak terjamin. Hal itu membuktikan bahwa Negara Pasundan tidak dapat menjamin keamanan dan ketenteraman rakyat. Pada umumnya Rakyat Indramayu menaruh kepercayaan besar kepada TNI untuk melindungi mereka dan mengembalikan keamanan dan ketenteraman.( Kedaulatan Rakyat, 17 Desember 1949). Adanya resolusi itu terus bergulir dengan memberikan efek yang semakin lama semakin besar, karena banyak masyarakat bawah Jawa Barat yang tidak mendukung Negara Pasundan, dan ingin bergabung dengan RI.( Kedaulatan Rakyat, 19 Januari 1950). Secara riil kehendak masyarakat Jawa Barat untuk b e r g a b u n g d e n g a n N e g a r a R I dimanifestasikan oleh tindakan para kepala desa di Tasikmalaya yang m e m u t u s k a n h u b u n g a n d e n g a n Pemerintah Pasundan dan bergabung dengan Negara RI. Lebih jauh lagi, tindakan ini juga didukung oleh sebelas anggota Dewan Perwakilan Kabupaten Tasikmalaya.( Kedaulatan Rakyat, 20 Desember 1949). Dukungan rakyat Jawa Barat dan masyarakat di berbagai negara bagian untuk menggabungkan daerahnya dengan Negara Bagian RI semakin besar 184

5 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No.2 Juli-Desember 2012 : ketika terjadi peristiwa pemberontakan Westerling. Kondisi itu merusak kedudukan dan reputasi golongan federalis. Apalagi sejak adanya peristiwa itu timbul keyakinan di kalangan masyarakat bahwa beberapa pejabat tertentu dari Pemerintah Pasundan telah mengadakan perjanjian dengan Westerling dan adanya kenyataan sejumlah anggota Pemerintah Pasundan yang berkebangsaan Belanda(dari Polisi dan militer yang sebagian besar masih dipimpin oleh perwira Belanda), membelot kepada Westerling.(Kahin, 1995:578). Kondisi itu semakin memperkuat posisi kaum republiken di parlemen Pasundan. Dengan dimotori oleh Oli Setiadi, Dr. Hasan Nata Negara, Daruji, Suparno, dan anggota lainnya, mereka ini mendesak kepada seluruh Bangsa Indonesia di Pasundan supaya Negara Pasundan dibubarkan saja.(sewaka, 1955:171). Dengan keadaan politik yang seperti itu, akhirnya melalui keputusan Parlemen Pasundan tanggal 8 Maret 1950 dengan suara bulat diputuskan untuk menggabungkan Negara Pasundan ke dalam Negara Republik Indonesia. (Suherly, 1970) Keputusan itu kemudian disahkan dengan lahirnya Surat Keputusan RIS no 113 tanggal 11 Maret 1950 yang menyatakan bahwa wilayah Pasundan termasuk wilayah Negara Republik Indonesia. Pemerintah Komisaris RIS di Jawa Barat diganti dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Gubernurnya dijabat oleh M. 1) Sewaka.(Sjamsuddin et. al., 1992:82). Meskipun masyarakat Negara Pasundan termasuk yang terdepan dalam upaya untuk menolak bentuk negara federasi dan memilih bergabung dengan Negara RI, tetapi daerah atau negara bagian yang pertama kali membubarkan diri adalah negara bagian Sumatera Selatan. Pada tanggal 10 Februari 1950, Dewan Perwakilan Negara bagian S u m a t e r a S e l a t a n m e n g a d a k a n pemungutan suara untuk menyerahkan kekuasaan negara bagian itu kepada Pemerintah RIS. Yang terjadi kemudian bagaikan efek bola salju yang semakin lama semakin besar, karena apa yang terjadi di Sumatera Selatan segera diikuti oleh hampir semua negara bagian. Namun demikian, ada kecenderungan umum untuk membubarkan negara-negara bagian itu dengan digabungkan ke dalam Negara Bagian RI, bukan dibubarkan untuk digabungkan dengan RIS. Formula ini tidak ditentang oleh kebanyakan pemimpin RIS. Adanya gelombang pasang semangat nasionalis yang besar agaknya telah mendorong sebagian besar anggota senat RIS, termasuk kaum federalis yang kuat, untuk percaya bahwa baik tujuan kebijaksanaan atau kepentingan-kepentingan politik masa depan mereka sendiri harus dikorbankan sehingga mereka bisa menggikuti Majelis Permusyawaratan dan Pemerintah RIS 1) Sewaka ini sebelumnya menjabat sebagai Komisaris RIS di Negara Pasundan dengan tugas menyelenggarakan pemerintahan Negara Pasundan. Pengangkatan Sewaka ini disebabkan oleh terjadinya kekisruhan dalam Parlemen Pasundan, yang mengakibatkan Wali Negara Pasundan menyerahkan mandatnya kepada Parlemen Pasundan. Kondisi itu menyebabkan Pemerintah segara Pasundan mengajukan permohonan kepada Pemerintah RIS untuk memberikan bantuan sehubungan dengan kesulitan yang dialami pemerintahan Pasundan. 185

6 Dari RIS Menjadi Negara RI dalam mengeluarkan suatu undangundang darurat berdasarkan Pasal 130 Konstitusi RIS, yang meresmikan pembubaran negara-negara bagian itu seperti yang diharapkan, dan digabungkan ke dalam Republik Indonesia. Undangundang itu dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1950, dan dua hari kemudian, setelah pemungutan suara untuk 2) persetujuan dari Majelis RIS, permintaan Pemerintah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Madura untuk bergabung ke dalam Republik Indonesia disetujui. Setelah daerah atau negara-negara bagian yang lainnya juga mengajukan permintaan dan dengan segera disetujui. Menjelang akhir Bulan Maret, tinggal empat negara bagian yang masih berdiri, yaitu: Kalimantan Barat(dipimpin oleh Sultan Hamid II), Sumatera Timur, Indonesia Timur, dan Republik Indonesia yang wilayahnya menjadi jauh lebih luas,(kahin, 1995:579) oleh karena hampir semua negara bagian RIS memilih dibubarkan dan bergabung dengan RI. Dengan demikian luas negara bagian RI wilayahnya hingga saat itu jauh melebihi daerah RI yang sesuai dengan Perjanjian Renville. Gerakan penyatuan di Negara Bagian Kalimantan Barat berjalan semakin cepat setelah Sultan Hamid II 3) disingkirkan. Kaum republiken mulai mengajukan tuntutan untuk membubarkan negara bagiannya untuk digabungkan dengan Republik Indonesia. Melihat besarnya tuntutan dari kaum republiken, Pemerintah RIS kemudian mengirimkan sebuah komisi untuk mengetahui kondisi yang sesungguhnya di Kalimantan Barat. Berdasarkan anjuran komisi itu, akhirnya sidang gabungan DPR-RIS dengan Senat RIS pada tanggal 22 April 1950 menyetujui dengan suara 50 banding satu menolak, untuk menerima tuntutan masyarakat Kalimantan Barat, agar daerahnya digabungkan dengan RI. Pada akhirnya negara bagian dalam tubuh RIS tinggal 3 buah, yaitu RI, Negara Sumatera Timur(NST), dan Negara Indonesia Timur(NIT). Hal itu mendorong perwakilan dua negara bagian yang tersisa, yaitu NST dan NIT untuk melakukan pertemuan dengan pimpinan Republik Indonesia Serikat(RIS). Dari tanggal 3 sampai 5 Mei 1950 diadakan perundingan antara PM RIS M. Hatta, Presiden NIT Sukawati, dan PM NST Dr. Mansyur. Hasilnya adalah disetujuinya pembentukan suatu negara kesatuan. Akan tetapi, pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Sumatera Timur menentang keputusan itu. Meskipun demikian, Dewan Sumatera Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS bukan ke dalam RI. Walaupun ada dukungan kuat dari sebagian besar penduduk Sumatera Timur, tetapi PM Hatta mendukung Dewan N S T. Keputusan Hatta itu didasari situasi di Sumatera Timur yang masih rapuh untuk bergabung dengan RI. Hatta berpikir b a h w a a p a b i l a d i a m b i l j a l a n penggabungan N S T langsung ke dalam 2) Sidang gabungan DPR RIS dengan Senat RIS. 3) Sultan Hamid II terlibat dalam gerakan Westerling, terutama dalam upayanya menyerang Jakarta yang bertujuan untuk menangkap dan membunuh beberapa anggota Kabinet Hatta yang dedang melakukan sidang kabinet. 186

7 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No.2 Juli-Desember 2012 : RI, mungkin dapat mendorong para bekas K N I L yang saat itu masih menjadi anggota batalyon keamanan N S T untuk memberontak sebagaimana tindakan yang diambil teman-temannya diambon. S e h u b u n g a n d e n g a n h a s i l konferensi antara Hatta, Mansyur dan Sukawati, maka sebagai tindak lanjut diadakan perundingan antara PM-RIS Hatta yang mewakili N I T beserta dengan N S T di satu pihak dan PM-RI A. Halim pada pihak lainnya. Hasilnya adalah tercapainya persetujuan pada tanggal 19 Mei 1950 diantara kedua belah pihak untuk membentuk NKRI. Persoalannya adalah bagaimana cara untuk membentuk sebuah negara kesatuan, sebagaimana yang dikenhendaki seluruh rakyat Indonesia. Pilihan yang diambil para pemimpin Indonesia adalah dengan cara mengubah Konstitusi RIS. Pilihan ini diambil karena apabila semua negara bagian melebur ke dalam RIS(RI akan menjadi satu-satunya negara bagian dari RIS, sehingga RIS akhirnya terlikuidasi) akan menimbulkan berbagai macam kesulitan. Pertama, akan timbul masalah dengan para bekas anggota K N I L. Di samping itu ada alasan penting lainnya menyangkut hubungan dengan luar negeri. Jika seluruh negara bagian bergabung dengan RI, maka akan timbul kesulitan. Persoalannya adalah RI yang masih eksis adalah RISebagai negara bagian RIS(sebagai akibat persetujuan KMB). Padahal yang menyelenggarakan hubungan luar negeri adalah RIS yang telah dilikuidasi. Dengan perkataan lain proses kembali dari RIS ke NKRI melalui cra ini berarti peleburan negara yang telah mendapat pengakuan internasional dengan memunculkan sebuah negara baru. Oleh karena itu agar pengakuan dunia internasional tetap terpelihara secarayuridis, maka pembubaran RIS harus dihindari. Satu pilihan cerdik akhirnya diambil, yaitu dengan jalan mengubah konstitusi RIS. Jadi secara yuridis NKRI adalah perubahan dari RIS sebagai negara federal menjadi negara berbentuk kesatuan. Melalui cara itu terhindar permasalahan berkaitan dengan dunia internasional.apabila RIS dibubarkan dan digantikan oleh RI sebagai negara bagian dalam tubuh RIS, maka negara baru yang muncul itu tidak dapat menjalankan hubungan internasional secara yuridis formal. Hal itu disebabkan RI sebagai n e g a r a b a g i a n t i d a k d a p a t m e n y e l e n g g a r a k a n h u b u n g a n internasional. Akan lain persoalannya apabila RIS berganti menjadi negara kesatuan. Secara yuridis tidak akan ada permasalahan dengan dunia internasional, karena yang berubah hanya konstitusinya saja, bukan negaranya. PERUBAHAN BENTUK NEGARA Setelah tercapainya persetujuan 19 Mei 1950, kemudian dibentuklah sebuah Panitia Persiapan UUD Negara Kesatuan yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo (saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman RIS) dengan wakilnya A. Halim(saat itu sebagai pejabat Perdana Menteri RI). Sebagaimana namanya tugas panitya ini adalah menyusun sebuah rancangan UUD bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD ini harus disusun dengan cara mengubah Konstitusi RIS sedemikian rupa sehingga sehingga esential dari UUD 1945 dapat masuk ke dalamnya. Esesitial itu adalah pasal 27, 28, 187

8 Dari RIS Menjadi Negara RI 29, dan 33 ditambah dengan bagianbagian yang baik dari Konstitusi RIS. Pada kenyataannya esential UUD 1945, buat sebagian(pasal 27) sudah termuat dalam konstitusi RIS dengan lebih tegas. Maka yang diambil adalah redaksi Konstitusi RIS. Demikian juga apa yang ditentukan dalam Pasal 29 UUD 1945 sudah termuat dalam Konstitusi RIS dengan lebih jelas. Hanya Ayat 1 dari Pasal 29 UUD 1945 belum termuat dalam Konstitusi RIS, dan dalam UUDS 1950 dimasukkan dalam Pasal 43 Ayat 1. Sedangkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 33 UUD 1945 belum termuat dalam Konstitusi RIS. Dalam UUDS 1950 perlu ketentuan-ketentuan itu dimasukkan(ada dalam pasal 38); pasal ini mengandung arti antara lain bahwa seluruh barang-barang yang diusahakan dan dihasilkan, baik produksi pertanian maupun produksi industri terutama dipergunakan untuk memenuhi keperluan hidup rakyat; dalam hal ini perlu ditegaskan, bahwa yang diartikan dengan cabang-cabang produksi bukan hanya produksi di dalam arti kata mewujudkan sesuatu barang, tetapi meliputi juga pengangkutan, peredaran, dan perdagangan, baik dalam negeri maupun dengan luar negeri; di dalam arti kata dikuasai termasuk pengertian mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertinggikan produksi, dengan mengutamakan bangunan koperasi. (Yamin, 1982:74). Persyaratan lain yang penting dari persetujuan yang bertalian dengan negara kesatuan dan penyusunan rancangan undang-undang dasar bagi negara baru itu adalah sebagai berikut:(1) Senat dihapuskan(2) ; Dewan Perwakilan Rakyat sementara terdiri atas gabungan DPR RIS dan BPKNP. Tambahan anggota atas penunjukkan presiden dipertimbangkan lebih jauh oleh kedua pemerintah;(3) Dewan Perwakilan Rakyat Sementara bersama-sama dengan KNIP, disebut Majelis Perubahan undangu n d a n g d a s a r, me mpunyai h a k mengadakan perubahan-perubahan dalam undang-undang dasar yang baru;(4) Konstituante terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dengan mengadakan pemilihan umum berdasarkan atas satu orang anggota untuk tiap-tiap penduduk, dengan memperhatikan perwakilan yang pantas bagi golongan minoritas, akan merancang undangundang dasar yang final;(5) Soekarno diangkat menjadi presiden negara kesatuan yang baru;(6) Dewan Menteri (kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen(kabinet parlementer);(7 ) Sebelum diadakan perundang-undangan kesatuan, maka undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada tetap berlaku, tetapi di mana mungkin diusahakan supaya perundang-undang Republik Indonesia berlaku;(kahin, 1995: );(8) Dalam UUD yang baru dimasukkan pokok pikiran: hak milik adalah suatu fungsi social;(9) DPA dihapuskan.(moedjanto, 1988:73). K e p u t u s a n u n t u k m e r u b a h Konstitusi sedemikian rupa itu diambil, karena hanya dengan cara perubahan konstitusi itu maka pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menggantikan RIS akan berjalan mulus. Dengan demikian dapat dikatakan kalau UUD ini penting karena akan menjadi landasan bagi perubahan status Indonesia dari sebuah negara federal menjadi negara kesatuan. Setelah bekerja selama hampir 188

9 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No.2 Juli-Desember 2012 : dua bulan lamanya, pada tanggal 20 Juli 1950 panitia itu dapat menyusun sebuah rancangan UUD untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.(Wilopo, 1979:98; Joeniarto, 1996:71). Meskipun secara resmi dikatakan bahwa UUD yang baru bagi negara kesatuan itu adalah mengubah Konstitusi RIS dan kemudian memasukkan pasalpasal 27, 28, 29, dan 33 dari UUD 1945, akan tetapi pada kenyataannya panitya itu mengganti sama sekali isi Konstitusi RIS, baik itu mukaddimahnya maupun ketentuan-ketentuan dalam batang tubuh undang-undang dasar,(pringgadigdo, 1981:18-20) bahkan lebih daripada itu adalah mengubah bentuk susunan negara. Perubahan itu terlihat jelas dari Pasal 1 UUD S yang jelas-jelas menyebutkan bahwa Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Sementara pada Pasal Konstitusi RIS disebutkan bentuk negara adalah federasi. (Pasal 1 ayat 1 UUD S 1950: Pasal 1 ayat 1 Konstitusi RIS). Oleh karena itu, pada hakekatnya adalah penggantian dari Konstitusi RIS, hanya prosedurnya saja ditempuh prosedur perubahan, yaitu melalui pasal 190, 127a dan pasal 191 Konstitusi RIS.(Joeniarto, 1996: 73-74). Tindakan itu merupakan cara formal konstitusional yang dapat dilakukan saat itu. Sebab apabila ditempuh cara penggantian undangundang dasar sebagaimana yang ditentukan dalam Konstitusi RIS, yaitu melalui pasal 186 jelas membutuhkan waktu yang lama di samping juga pasti lebih rumit, atau dapat dikatakan tidak mungkin dapat dilakukan pada saat itu 4) dengan waktu yang singkat. Sedangkan dalam Pasal 190 Kontitusi RIS disebutkan bahwa untuk mengubah Konstitusi RIS harus dilakukan dengan undang-undang federal. Dalam hal ini oleh karena ada dua macam undang-undang federal yaitu undang-undang federal yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat(Pasal 127a Konstitusi RIS) dan undang-undang yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR saja tanpa Senat(Pasal 127b Konstitusi RIS). Oleh karena perubahan undangundang dasar apalagi menyangkut bentuk dan susunan negara, maka sudah barang tentu harus dilakukan dengan undangundang yang dimaksud dalam pasal 127a. (Joeniarto, 1996:74). Dengan demikian untuk mengubah Konstitusi RIS menjadi sebuah undang-undang dasar yang selaras dengan negara kesatuan diperlukan sebuah undang-undang federal yang dipakai sebagai landasan untuk memberlakukan undang-undang dasar RI itu. Sebagaimana yang telah disebutkan di muka bahwa panitya persiapan undangundang dasar telah mampu menyelesaikan sebuah rancangan undang-undang dasar pada tanggal 20 Juli Rancangan itu itu kemudian diajukan kepada DPR dan Senat RIS, serta badan pekerja KNP u n t u k d i m i n t a k a n p e r s e t u j u a n. Sebelumnya telah disetujui bahwa badanbadan tersebut tidak dapat mengubah konsep itu, tetapi hanya dapat menyetujui 4) Penggunaan Pasal 186 dihindari karena pada saat itu belum ada konstituante, padahal dalam pasal itu disebutkan bahwa untuk menetapkan konstitusi yang berwenang adalah Konstituante bersama-sama dengan pemerintah. 189

10 Dari RIS Menjadi Negara RI atau menolaknya. Setelah diadakan pembicaraan selama lebih dari tiga minggu, akhirnya tercapai persetujuan umum. Pada tanggal 14 Agustus 1950, Senat RIS menerima konsep itu dengan suara bulat. Sedangkan DPR RIS menerimanya dengan 90 suara setuju melawan 18 suara menolak. Badan Pekerja KNIP meratifikasi dokumen itu dengan suara 31 setuju melawan 2 menolak dan 7 suara abstain.(kahin, 1995) UU FEDERAL NO. 7 TAHUN 1950 M e s k i p u n d e m i k i a n m a s i h diperlukan sebuah jalan agar perubahan bentuk negara dapat berjalan mulus tanpa halangan. Dalam hal ini, dipikirkan bagaimana cara menjalankan secara resmi rancangan UUD yang baru dibuat tanpa harus menimbulkan permasalahan dengan berbagai pihak. Pada akhirnya disepakati bahwa rancangan UUD yang baru itu d i b e r l a k u k a n m e l a l u i c a r a memasukkannya dalam suatu paket undang-undang yang berjalan dalam kerangka konstitusi lama. Dengan demikian, tidak akan bertentangan dengan konstitusi RIS yang masih berlaku. P e m e r i n t a h R I S k e m u d i a n merancang sebuah undang-undang yangberfungsi menjadi jalan agar rancangan konstitsusi yang baru dapat secara legal dan resmi berlaku di Indonesia menggantikan Konstitusi RIS. Dengan jalan itu, tidak perlu mengubah bentuk negara, tetapi cukup mengganti konstitusi atau undang-undang dasarnya, karena dalam undang-undang dasar yang baru dicantumkan pasal tentang bentuk negara. Untuk itu kemudian dikeluarkan sebuah Undang-Undang Federal No 7 tahun 1950, nama lengkap ialah Undang- Undang tentang perubahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara. (Joeniarto, 1996:75). Undang-Undang Federal No 7 itu ditandangani oleh Presiden RIS Soekarno dan Menteri Kehakiman RIS Prof. Soepomo pada tanggal 15 Agustus Dengan demikian saat undang-undang federal tersebut resmi berlaku, otomatis secara remi dan legal mulai diberlakukan pula UUD S negara kesatuan atau yang dikenal sebagai UUD S 1950 menggantikan Konstitusi RIS. Undang-Undang Federal No 7 tahun 1950 menjadi penting bagi pemberlakuan UUDS 1950 karena sesungguhnya UUDS 1950 terdapat dalam undang-undang federal itu. Apabila kita melihat ke dalam isi Undang-Undang Federal No 7 tahun 1950, maka isinya hanya terdiri dari dua pasal saja. Pasal 1 menentukan tentang diubahnya Konstitusi RIS menjadi UUDS 1950 dan setelah itu dimuat selengkapnya naskah undangundang dasar sementara itu, yaitu Mukaddimah beserta dengan 146 pasalpasalnya. Sedangkan Pasal 2 menentukan tentang mulai diberlakukannya undangundang dasar sementara itu. Dengan dimuatnya undang-undang dasar sementara di dalam Pasal 1 Undang- Undang Federal No 7 tahun 1950, secara formal undang-undang dasar yang baru itu (UUDS 1950) merupakan bagian dari Undang-Undang Federal No 7 tahun 1950, khususnya pasal 1 undang-undang federal tersebut. Dengan demikian fungsi UU Federal No 7 tahun 1950 adalah hanya memberlakukan UUDS 1950 atau lebih tegasnya hanya mengubah Konstitusi RIS 190

11 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No.2 Juli-Desember 2012 : menjadi UUDS Oleh karena itu, begitu berlaku UUDS 1950, maka selesailah tugas UU Federal No 7 tahun 1950 itu. Dengan kata lain undang-undang federal itu hanya berlaku satu kali saja. (Joeniarto, 1996:75). Berdasarkan keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa pemerintah di Indonesia tidak pernah secara resmi membubarkan negara RIS. Negara federal ini tidak pernah dibubarkan oleh siapapun, tidak oleh RI yang ada di Yogya maupun pemerintah federal yang ada di Jakarta. Bentuk negara berubah karena undangundang dasar yang berlaku mengalami perubahan. Konstitusi RIS yang secara resmi menjadi dasar atas legalitas negara federal RIS diubah menjadi undangundang dasar sementara. Satu faktor yang lebih penting lagi adalah dalam perubahan undang-undang yang baru itu, bentuk negara federal diubah menjadi negara kesatuan. Dengan demikian, perubahan bentuk negara Indonesia dapat dimungkinkan karena konstitsusi resmi yang berlaku diubah oleh rezim yang berkuasa. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah, Konstitusi RIS sesungguhnya tidak diganti oleh siapapun. Pen gu as a saat i tu men gg u nak an perubahan undang-undang memakai fasilitas yang ada dalam Konstitusi RIS. Perubahan Konstitsusi RIS menjadi sebuah UUD yang baru itu dilakukan dengan menggunakan ketentuan yang dimungkinkan dalam kerangka hukum ketatanegaraan RIS. Penguasa federal RIS saat itu menggunakan Pasal 190 dan 191 Konstitusi RIS. Pada kedua pasal itu dimungkinkan terjadinya perubahan konstitusi atau undang-undang atas persetujuan DPR maupun Senat RIS. Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa Konstitusi RIS tidak pernah diganti oleh sebuah UUD yang baru. Konstitusi RIS berubah melalui UU Federal No. 7 menjadi sebuah undangundang baru. Hal yang lebih penting adalah, dalam undang-undang baru itu bentuk negara federal diubah menjadi kesatuan dan diikuti oleh beragam perubahan penting lainnya. SIMPULAN Negara federal RIS sesungguhnya tidak pernah secara resmi dibubarkan oleh penguasa di Indonesia. Terjadinya perubahan dari negara federal menjadi negara kesatuan, karena konstitusi yang ada diubah menjadi sebuah undangundang dasar yang sama sekali baru. Perubahan itu dilakukan dalam kerangkan sistem ketatanegaraan menurut Konstitusi RIS. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Konstitusi RIS sama sekali tidak pernah diganti oleh UUD S Peristiwa sesungguhnya adalah Konstitusi RIS ini diubah menjadi sebuah undang-undang dasar baru yang diberi nama UUDS DAFTAR PUSTAKA Kedaulatan Rakyat, 21 Januari Kedaulatan Rakyat, 17 Desember Kedaulatan Rakyat, 19 Januari Kedaulatan Rakyat, 20 Desember Indonesia Timur 24 Januari 1950 Faith, Herbert, The Decline of 191

12 Dari RIS Menjadi Negara RI Constitutional Democracy in Indonesia, New York: Ithaca. Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, Kahin, George McTurnan, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan Sebelas Maret University Press. Moedjanto, G, Indonesia Abad ke- 20 II, Yogyakarta: Kanisius. Nasution, A.H., Memenuhi Panggilan Tugas II, Jakarta: GunungAgung. Sewaka, Tjorat-Tjoret dari Jaman ke Jaman, Bandung: Visser. Pringgadigdo, H.A.K., Tiga Undang-Undang Dasar, Jakarta: Pembangunan. Sjamsuddin, Helius et al., 1992 Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suherly, Tanu, Sekitar Negara Pasundan, Naskah Seminar Sejarah Nasional II, Yogyakarta: 26-29Agustus 1970 Swasono, Meutia Farida, Bung H a t t a : P r i b a d i n y a d a l a m Kenangan, Jakarta: Sinar Harapan. Wilopo,, Wilopo 70 Tahun, Jakarta: GunungAgung. Yamin, M., Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia. 192

PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas

PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas PENDAHULUAN Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda masih merasa mempunyai kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu negara bekas jajahan masih di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda. Setelah

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT Nama Kelompok 1. Anisa Khafida (14144600207) 2. Rahardhika Adhi Negara (14144600182) 3. Zafitria Syahadatin (14144600195) a) Strategi perjuangan bangsa Indonesia secara

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( ) TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950) DOSEN PEMBIMBING : ARI WIBOWO,M.Pd Disusun Oleh : Rizma Alifatin (176) Kurnia Widyastanti (189) Riana Asti F (213) M. Nurul Saeful (201) Kelas : A5-14

Lebih terperinci

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 11/9/2008 Sub-Pokok Bahasan Alasan pemberlakuan kembali UUD

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( ) REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950) Disusun Oleh : Rizma Alifatin (14144600176) Kurnia Widyastanti (14144600189) Riana Asti F (14144600213) M. Nurul Saeful (14144600201) Sejarah Singkat RIS Pada tanggal

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 5 OLEH: TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA 9 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Iinkai)

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Setelah kabinet Amir Syarifuddin jatuh, atas persetujuan presiden KNIP memilih Hatta sebagai Perdana Menteri. Jatuhnya Amir Syarifuddin membuat kelompok kiri kehilangan basis

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara Madura

BAB IV PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara Madura BAB IV PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN 1950 A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara Madura Semangat rakyat Madura untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terlihat ketika disiarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Kata pengantar. Daftar Isi. Halaman Judul...(i) Kata pengantar... (ii) Daftar Isi... (iii) BAB I

Kata pengantar. Daftar Isi. Halaman Judul...(i) Kata pengantar... (ii) Daftar Isi... (iii) BAB I Makalah Sejarah Kata pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah berikan rahmat dan karunianya pada kami hingga kami sukses merampungkan makalah ini yang alhamdulillah pas pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

BAB XIV PENGAKUAN KEDAULATAN INDONESIA OLEH BELANDA

BAB XIV PENGAKUAN KEDAULATAN INDONESIA OLEH BELANDA BAB XIV PENGAKUAN KEDAULATAN INDONESIA OLEH BELANDA Pada Bab terakhir ini akan dibahas mengenai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda yang merupakan hasil Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL Oleh : PROF.DR. ISMAIL SUNY, S.H., M.CL. IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL * PROF.DR. ISMAIL SUNY, S.H., M.CL. ** LATAR

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING Novita Mandasari Hutagaol Dosen Tetap Prodi Pendidikan Sejarah

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( ) PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 KELOMPOK 1 A ZIZATUL MAR ATI (14144600200) DEVIANA SETYANINGSIH ( 1 4144600212) NURUL FITRIA ( 1 4144600175) A JI SARASWANTO ( 14144600 ) Kembalinya Belanda

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berhubung dengan keadaan ketatanegaraan di Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN ( ) Insan Fahmi Siregar. Abstract PENDAHULUAN

PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN ( ) Insan Fahmi Siregar. Abstract PENDAHULUAN PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN (1945-1960) Insan Fahmi Siregar Abstract liberal democracy era, Masyumi members had seats in parliament and the party supplied prime ministers Key

Lebih terperinci

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MATERI UUD NRI TAHUN 1945 B A B VIII MATERI UUD NRI TAHUN 1945 A. Pengertian dan Pembagian UUD 1945 Hukum dasar ialah peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya seluruh peraturan perundangan dalam suatu Negara. Hukum dasar merupakan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II ISI... 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan... 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah.

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah. Nama kelompok : Achmad Rafli Achmad Tegar Alfian Pratama Lulu Fajar F Nurul Vita C Kelas : XII TP2 1. Perhatikan penyataan-pernyataan berikut. 1. Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945 MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen IV. Terhadap produk terakhir

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH SERIKAT PRESIDEN SERIKAT, Menimbang : a) bahwa perlu diadakan peraturan tentang perubahan sesuatu daerah-bagian,

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN :

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : Nama : Yogi Alfayed Kelas : X ips 1 Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : 1. Pengertian pokok kaidah fundamental negara Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III PARTISIPASI RAKYAT MADURA DALAM PEMBENTUKAN NEGARA MADURA. Januari 1948 tentang keadaan dari wilayah daerah Madura.

BAB III PARTISIPASI RAKYAT MADURA DALAM PEMBENTUKAN NEGARA MADURA. Januari 1948 tentang keadaan dari wilayah daerah Madura. BAB III PARTISIPASI RAKYAT MADURA DALAM PEMBENTUKAN NEGARA MADURA A. Kondisi Rakyat Madura Melihat kondisi rakyat Madura saat itu, Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari bekas pegawai pasar Klampis

Lebih terperinci

MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011

MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011 Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1 I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia.Sebagai negara yang baru merdeka

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang.

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang. Sejarah pemerintahan daerah SEBELUM AMANDEMEN PERIODE UUD 1945 PADA AWAL KEMERDEKAAN 18 agustus 1945 27 desember 1949 Uud 1945 pada masa awal kemerdekaan menerangkan dalam bab VI tentang pemerintahan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu bagian wilayah di Negara Indonesia. Kota ini dalam sejarahnya

Lebih terperinci

BENTUK NEGARA H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

BENTUK NEGARA H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI BENTUK NEGARA H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI BENTUK KENEGARAAN 1. Negara Kesatuan, negara yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh wilayah negara, yang berkuasa hanyalah satu pemerintahan pusat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 10 TAHUN 1950 (10/1950) TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAH DAERAH NEGARA PASUNDAN OLEH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB XIII KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB)

BAB XIII KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB) BAB XIII KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB) D alam Bab sebelumnya telah dibahas upaya Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan penyelesaikan permasalahan dengan Belanda melalui perjanjian-perjanjian yang disepakati

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/2; TLN NO. 3282 Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT Menimbang : Presiden Republik Indonesia Serikat, a) bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa perlu diadakan Peraturan

Lebih terperinci

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. DEMOKRASI PANCASILA Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. PENGERTIAN, PAHAM ASAS DAN SISTEM DEMOKRASI Yunani: Demos

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rekaman kaset, televise, electronic games. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. rekaman kaset, televise, electronic games. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaanya, radio siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR DARI PADA HALUAN NEGARA (Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 Tanggal 29 Januari 1960) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GARIS-GARIS BESAR DARI PADA HALUAN NEGARA (Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 Tanggal 29 Januari 1960) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : GARIS-GARIS BESAR DARI PADA HALUAN NEGARA (Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 Tanggal 29 Januari 1960) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1. bahwa Amanat Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

Lebih terperinci

SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA

SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA Nama : Chikita Putri M. Kelas : 8A Panitia Sembilan Panitia Sembilan dibentuk pada 1 Juni 1945. Panitia Sembilan ini adalah panitia yang beranggotakan

Lebih terperinci

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional Dewi Triwahyuni AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional revision To alter the constitution Constitutional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan

Lebih terperinci

Sejarah Lahirnya Demokrasi

Sejarah Lahirnya Demokrasi Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah Demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 sebelum Masehi. Kata Demokrasi berasal

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 A. Masa Berlaku Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949) Agar dapat mengetahui sistem

Lebih terperinci