STUDI HABITAT HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS NURUL SILVA LESTARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI HABITAT HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS NURUL SILVA LESTARI"

Transkripsi

1 STUDI HABITAT HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS NURUL SILVA LESTARI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 RINGKASAN Nurul Silva Lestari (E ). Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS dan Ir. Jarwadi B. Hernowo, Msc.F. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) merupakan salah satu dari tiga subspesies harimau yang ada di Indonesia. Harimau sumatera termasuk kedalam kategori yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam kategori Apendix I dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna). Salah satu penyebab penurunan populasi harimau sumatera adalah berkurangnya kualitas dan kuantitas habitat. Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu kawasan penting bagi pelestarian harimau sumatera. Keberadaan populasi harimau sumatera tersebut sangat tergantung pada kondisi habitatnya. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang memadai mengenai habitat dan fungsinya sebagai dasar bagi upaya pelestarian harimau sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi habitat harimau dan karakteristiknya di Taman Nasional Way Kambas meliputi : (1) Pakan (satwa mangsa) yaitu potensi jenis mangsa (jumlah dan kelimpahan); (2) Cover (struktur vegetasi, penutupan tajuk dan tingkat kerapatan cover); dan (3) Air (bentuk sumber air, kedalaman, lebar, debit dan ph air) Penelitian dilakukan di Seksi Konservasi Wilayah I Way Kanan dan Seksi Konservasi Wilayah III Kuala Penet, Taman Nasional Way Kambas. Penelitian untuk mendapatkan data di lapangan dilakukan pada bulan September dan November Untuk mengetahui struktur vegetasi dan komposisi jenis dilakukan dengan cara analisis vegetasi. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak. Analisis cover dilakukan dengan membuat diagram profil dan proyeksinya untuk menentukan nilai kerapatan penutupan vegetasi. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap cover yang digunakan harimau sumatera pada lokasi penelitian. Untuk mengetahui ketersediaan satwa mangsa dilakukan dengan metode transek garis (line transect). Analisis feses harimau dilakukan secara makroskopis, sedangkan ketersediaan air diketahui dengan menginventarisasi sumber air yang digunakan oleh harimau sumatera sebagai tempat minum atau mandi serta karakteristiknya. Harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas menempati berbagai macam tipe habitat. Tipe habitat yang digunakan yaitu hutan dataran rendah, hutan rawa dan hutan bekas terbakar. Pada lokasi D1, Kalibiru dan D2, tanda-tanda keberadaan harimau sumatera lebih banyak dibandingkan di Way Negara Batin, Pos Bulus dan Kepala Kerbau. Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera yang ditemukan berupa jejak kaki, cakaran pada tanah (scrape), cakaran pada pohon (scratch) dan feses. Jalur D1, Kalibiru, Way Negara Batin dan Pos Bulus memiliki strata A sampai E. Pada jalur D2 dan Kepala Kerbau hanya terdiri dari strata C sampai E. Berdasarkan tanda-tanda keberadaan harimau sumatera yang ditemukan,

3 harimau tidak hanya terdapat pada hutan yang memiliki strata vegetasi yang lengkap. Kepadatan jumlah harimau sumatera dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Hal ini berkaitan dengan kemudahan harimau sumatera untuk melihat dan menangkap mangsanya. Harimau sumatera merupakan satwa yang tidak tahan terhadap cuaca panas sehingga membutuhkan naungan. Faktor penutupan tajuk memiliki peranan sebagai pelindung bagi harimau saat siang hari. Kerapatan penutupan tajuk pohon yang digunakan sebagai cover harimau sumatera termasuk dalam kelas 2 yaitu penutupan daun antara 1/8 1/3 dari luas petak contoh dan kelas 3, yaitu penutupan daun antara 1/3 2/3 dari luas petak contoh. Selain itu harimau juga menggunakan alang-alang sebagai tempat beristirahat, tempat bersembunyi untuk mengintai mangsanya serta tempat untuk makan. Mangsa harimau sumatera yang dapat ditemukan di Taman Nasional Way Kambas adalah babi hutan, rusa sambar, kijang, monyet, siamang dan beruang madu. Kepadatan populasi dugaan dan keanekaragaman jenis satwa mangsa yang tertinggi terletak di Way Kanan (D1, Kalibiru dan D2). Kepadatan populasi dugaan satwa mangsa yang tertinggi pada lokasi ini adalah rusa sambar, monyet ekor panjang dan babi hutan.tingginya nilai dugaan kepadatan populasi satwa mangsa di Way Kanan, disebabkan oleh ketersediaan pakan serta air yang cukup. Berdasarkan analisis feses harimau sumatera secara makroskopis dengan jumlah 5 sampel feses, jenis satwa mangsa yang dimakan adalah babi hutan, rusa sambar, monyet dan kijang. Selama musim kemarau ketersediaan air di Taman Nasional Way Kambas sangat terbatas. Sumber air yang digunakan harimau sumatera yaitu Sungai Way Kanan, Rawa Badak, Camp Siang, Rawa Cengok dan Rawa Kalibiru II. Sumber air tersebut secara umum memiliki warna air keruh sampai jernih, ph tergolong asam yaitu 6, tepian sumber air yang landai dan teduh serta dekat dengan jalur satwa mangsa. Sumber air tersebut digunakan untuk minum dan berendam. Tanda-tanda keberadaan harimau sumatera paling banyak ditemukan di Way Kanan. Hal ini disebabkan oleh kepadatan satwa mangsa yang tinggi, ketersediaan air serta lindungan.

4 STUDI HABITAT HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS NURUL SILVA LESTARI Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Departemen Fakultas : Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas : Nurul Silva Lestari : E : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata : Kehutanan Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS Ir. Jarwadi B. Hernowo, MSc. F NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal Lulus : 15 Maret 2006

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 29 Maret Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Prijono dan Ibu Sunarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1995 di SD Negeri 1 Rajabasa Lama Kecamatan Way Jepara Lampung Timur, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Way Jepara Lampung Timur pada tahun 1995 sampai dengan Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) diselesaikan penulis pada tahun 2001 di SMU Negeri 2 Bandar Lampung. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah di IPB, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor (UKM UKF-IPB) dan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya hutan (HIMAKOVA). Pada tahun 2004 penulis melakukan praktek lapang, yaitu Praktek Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur, Praktek Umum Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi, serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Propinsi Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi yang berjudul Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS dan Ir. Jarwadi B. Hernowo, MSc.F.

7 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan karya ilmiah hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September sampai bulan November 2005 di Taman Nasional Way Kambas, dengan judul Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas. Harimau sumatera merupakan salah satu komponen penting dalam keanekaragaman hayati di Indonesia. Keberadaan harimau sumatera sendiri saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Salah satu penyebab semakin menurunnya populasi harimau sumatera di alam adalah degradasi habitat yang menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas habitat. Skripsi ini membahas tentang fungsi dan karakteristik habitat harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengelolaan yang bertujuan untuk pelestarian harimau sumatera. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya. Bogor, Maret 2006 Penulis

8 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta kasih sayang-nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak dan Ibu tersayang. Atas semua cinta, doa dan sabar yang tanpa batas. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridho-nya untuk Bapak dan Ibu. Amiin. Pipit, Denny dan Dedek, atas keceriaan yang telah dihadirkan. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Jarwadi B. Hernowo, M.Sc.F selaku pembimbing II atas bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Prof. Dr. Iding M. Padlinurjaji sebagai wakil penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc sebagai wakil penguji dari Departemen Silvikultur yang telah memberikan masukan dan saran-saran untuk menyempurnakan tugas akhir ini. 4. Balai Taman Nasional Way Kambas atas izin dan bantuan yang diberikan selama penelitian. 5. Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) atas fasilitas, informasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung 6. Om Apri, Om Sumianto, Mas Rohim, Pak Supriyono, Pak Tikno, Pak Tug, Mas Ali dan Mas Alim, atas bantuan dan pendampingan selama di lapangan. Terimakasih banyak. 7. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) pada khususnya, atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis, serta Bapak dan Ibu di KPAP DKSHE yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan administrasi 8. Keluarga besar KSH 38 Ceria. Semoga kebersamaan ini menjadi cerita terindah dalam hidup 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9 DAFTAR ISI RINGKASAN...i RIWAYAT HIDUP...iii KATA PENGANTAR...iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi...4 B. Morfologi... 5 C. Populasi dan Penyebaran... 8 D. Perilaku...10 D. 1. Perilaku Berburu...11 D. 2. Perilaku Reproduksi D. 3. Wilayah Jelajah dan Teritori E. Habitat III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas...16 B. Aksesibilitas C. Kondisi Fisik Kawasan...17 C. 1. Topografi...17 C. 2. Geologi C. 3. Tanah C. 4. Iklim... 18

10 C. 5. Hidrologi...19 D. Kondisi Biologi Kawasan...19 D. 1. Flora D. 2. Fauna IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian...22 B. Alat dan Bahan...23 C. Metode Pengumpulan Data D. Analisis Data...27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Struktur dan Komposisi Vegetasi...31 B. Kerapatan Berbagai Tingkat Tumbuhan C. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan D. Lindungan (Cover) E. Ketersediaan Air F. Mangsa G. Analisis Feses H. Gangguan VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran...59 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...63

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan Ukuran Tubuh Subspesies Harimau... 5 Tabel 2. Perbedaan Morfologi Tiga Subspesies Harimau di Indonesia... 6 Tabel 3. Daerah Lindung di Sumatera yang dapat ditemukan Harimau...9 Tabel 4. Perkiraan Populasi Harimau Sumatera di Kawasan Lindung Utama...10 Tabel 5. Klasifikasi Kelas Kerapatan Penutupan Vegetasi...28 Tabel 6. Klasifikasi Kualitas dan Kuantitas Air...30 Tabel 7. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur D Tabel 8. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur D Tabel 9. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Kalibiru Tabel 10. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur D Tabel 11. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Way Negara Batin 36 Tabel 12. Indeks Nilai Penting Vegetasi Terbesar Jalur Pos Bulus...37 Tabel 13. Tanda-tanda Keberadaan Harimau Sumatera di Jalur Kepala Kerbau...38 Tabel 14. Nilai Kerapatan Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan...39 Tabel 15. Indeks Keanekaragaman Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan Tabel 16. Matrik t Hitung Pada Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah Tabel 17. Jenis Tumbuhan Pakan Satwa Mangsa Harimau Sumatera...42 Tabel 18. Klasifikasi Kelas Kerapatan Penutupan Tajuk Pohon...43 Tabel 19. Kepadatan Populasi Dugaan dan Indeks Keanekaragaman Satwa Mangsa Tabel 20. Hasil Analisis Feses Secara Makroskopis...51 Tabel 21.Deskripsi Rambut Berbagai Mangsa Harimau berdasarkan Analisis Feses Harimau Secara Makroskopis... 52

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Lima Subspesies Harimau di Dunia... 7 Gambar 2. Peta Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 8 Gambar 3. Peta Taman Nasional Way Kambas...16 Gambar 4. Peta Jalur Pengamatan di Lokasi Penelitian...23 Gambar 5. Bentuk Jalur Analisis Vegetas i...25 Gambar 6. Metode Transek Garis Untuk Pengamatan Satwaliar Gambar 7. Cakaran Harimau Sumatera pada Pohon Gambar 8. Lintasan Harimau Sumatera Jalur D Gambar 9. Cakaran Harimau Sumatera pada Tanah di Jalur D Gambar 10. Jalur Kepala Kerbau...38 Gambar 11. Jejak harimau sumatera di Kepala Kerbau Gambar 12. Profil Vegetasi pada Lokasi Penelitian...44 Gambar 13. Cover Harimau Sumatera...46 Gambar 14. Camp Siang Gambar 15. Jejak harimau di Camp Siang Gambar 16. Rawa Cengok Gambar 17. Feses Harimau Sumatera Gambar 18. Peta Gangguan Taman Nasional Way Kambas...54 Gambar 19. Hasil Perburuan Liar di Taman Nasional Way Kambas Gambar 20. Perambahan Hutan di Taman Nasional Way Kambas...56 Gambar 21. Frekuensi Gangguan di Taman Nasional Way Kambas... 56

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Taman Nasional Way Kambas...64 Lampiran 2. Peta Sumber Air yang Digunakan Harimau Sumatera di Taman Nasional Way Kambas...65 Lampiran 3. Tanda Keberadaan Harimau Sumatera yang ditemukan pada Lokasi Pengamatan...66 Lampiran 4. Hasil Analisis Vegetasi...67 Lampiran 5. Uji Beda Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah dan Sema i81 Lampiran 6. Daftar Jenis Tumbuhan di Areal Penelitian...82

14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu dari tiga subspesies harimau yang ada di Indonesia. Dua subspesies lain yaitu harimau bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) telah dinyatakan punah, meskipun ada beberapa pihak yang masih meyakini bahwa harimau jawa masih ada. Harimau sumatera adalah subspesies terakhir yang masih dapat bertahan dan mewakili subspesies harimau di Indonesia. Oleh karena itu, harimau sumatera bukan hanya merupakan komponen penting dari keanekaragaman hayati Indonesia tetapi juga merupakan salah satu predator puncak (top predator) yang masih tersisa. Bila jenis ini punah maka tidak hanya merupakan suatu kehilangan secara ekologis tetapi juga memalukan dari segi politis bagi pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia pada umumnya Keberadaan harimau sumatera pada saat ini cukup mengkhawatirkan. Populasi harimau sumatera mengalami penurunan yang drastis. Jumlah harimau sumatera di alam diperkirakan tinggal ekor (Siswomartono et al., 1994). Oleh karena itu, jenis ini merupakan jenis yang dilindungi baik pada tingkat nasional maupun internasional. Harimau sumatera termasuk dalam kategori satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun Selain itu, harimau sumatera termasuk dalam kategori Apendix I dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) yang berarti jenis ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Penyebab utama semakin menurunnya populasi harimau sumatera adalah konversi hutan, degradasi habitat, konflik harimau dengan manusia serta perburuan harimau dan mangsa (Sinaga, 2004). Hutan di Pulau Sumatera yang merupakan habitat bagi harimau banyak dikonversi menjadi lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman. Hal tersebut menyebabkan kuantitas dan kualitas habitat harimau sumatera berkurang. Tidak jarang harimau yang masuk ke daerah perkebunan, pertanian dan pemukiman akibat sempitnya ruang gerak dan sulitnya mencari mangsa sehingga menimbulkan konflik dengan manusia. Perburuan

15 langsung terhadap harimau maupun satwa mangsanya juga memberikan kontribusi yang besar terhadap semakin menurunnya populasi harimau sumatera di alam. Hutan Sumatera ya ng merupakan habitat alami bagi harimau sumatera mengalami penurunan yang cukup drastis dari waktu ke waktu. Tutupan hutan di Pulau Sumatera pada tahun 1950 masih sebesar 80 % dari luas total daratan. Tahun 1985 tutupan luas hutan berkurang menjadi 49 % atau mengalami penurunan sebesar 31 %. Luas hutan makin berkurang pada survey tahun 1997 yaitu menjadi 35 % dari luas daratan. Perubahan tutupan hutan dari tahun sebesar Ha (FWI/GFW, 2001). Seiring dengan semakin berkurangnya hutan sebagai habitat harimau sumatera, jumlah harimau sumatera juga semakin menurun. Pada tahun 1978 diperkirakan jumlah harimau sumatera adalah sekitar 1000 ekor. Menurut perkiraan pada saat ini jumlah yang tersisa adalah sekitar 500 ekor. Diperkirakan 400 ekor hid up di kawasan konservasi utama yang tersebar di Sumatera, sedangkan 100 ekor harimau hidup di kawasan yang tidak dilindungi, yang cepat atau lambat kawasan tersebut berubah menjadi tanah pertanian atau perkebunan (Siswomartono et al., 1994). Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu kawasan penting bagi pelestarian harimau sumatera. Berdasarkan hasil survey dan pemasangan camera trap di Taman Nasional Way Kambas terdapat 43 ekor harimau sumatera (Sinaga, 2004). Keberadaan populasi harimau sumatera te rsebut sangat tergantung pada kondisi habitatnya. Dalam pelestarian harimau sumatera di kawasan taman nasional hendaknya tidak hanya memperhatikan populasinya saja tetapi juga aspek habitat yang optimal untuk mendukung kehidupan harimau sumatera. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang memadai mengenai habitat dan fungsinya sebagai dasar bagi upaya pelestarian harimau sumatera.

16 B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) dan karakteristiknya di Taman Nasional Way Kambas meliputi : 1. Cover (struktur vegetasi, penutupan tajuk dan tingkat kerapatan cover) 2. Air (bentuk sumber air, kedalaman, lebar, debit dan ph air) 3. Pakan (satwa mangsa) yaitu potensi jenis mangsa (jumla h dan kelimpahan) C. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai habitat dan fungsinya bagi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Nasional Way Kambas sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan pelestarian harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Secara taksonomi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) menurut Slate r dan Alexander (1986) termasuk dalam : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Karnivora Sub Ordo : Fissipedia Famili : Felidae Sub Famili : Pantherina Genus : Panthera Spesies : Panthera tigris Subspesies : Panthera tigris sumatrae Spesies Panthera tigris dibagi menjadi 8 subspesies yaitu (Grzimek, 1975) : 1. Panthera tigris altaica (Harimau Siberia), disebut juga harimau amur, terdapat di Rusia, Cina dan Korea Utara 2. Panthera tigris amoyensis (Harimau Cina), terdapat di Cina 3. Panthera tigris corbetti (Harimau Indo Cina), terdapat di Thailand, Cina, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam dan Malaysia 4. Panthera tigris tigris (Harimau Benggala), terdapat di India, Nepal, Bangladesh, Bhutan dan Myanmar 5. Panthera tigris sumatrae (Harimau Sumatera), terdapat di Pulau Sumatera 6. Panthera tigris sondaica (Harimau Jawa), terdapat di Pulau Jawa, dinyatakan punah pada sekitar tahun Panthera tigris balica (Harimau Bali), terdapat di Pulau Bali, sudah dinyatakan punah pada tahun Panthera tigris virgata (Harimau Kaspia), terdapat di Iran, Afghanistan, Turki dan Rusia, sudah punah sekitar tahun 1950

18 B. Morfologi Bentuk dan warna pada delapan subspesies harimau hampir sama. Warna dasar harimau adalah coklat kekuningan dengan berbagai tipe loreng di bagian punggung dan samping tubuhnya. Pada bagian dada, perut dan kaki sebelah dalam berwarna agak keputihan. Telinga sebelah luar berwarna hitam dengan noda putih di tengahnya. Noda putih ini berguna sebagai indikator untuk mendeteksi adanya gerakan di sekitarnya. Loreng juga terdapat di bagian ekornya. Ukuran harimau jantan lebih besar dibandingkan dengan harimau betina. Kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan sehingga memudahkan harimau melompat tinggi dan jauh. Kaki depan dan bahu lebih besar dan berotot daripada kaki belakang. Terdapat lima jari pada kaki depan sedangkan kaki belakang hanya empat jari. Ibu jari kaki depan kecil dan biasanya tidak meninggalkan jejak di tanah. Telapak kakinya sangat halus sehingga saat berjalan biasanya suara langkahnya tidak terdengar. Lebar telapak kaki antara 9-20 cm dan kaki belakang rata-rata lebih kecil 1-1,5 cm. Cakar pada kaki depan dilengkapi dengan kuku yang panjang, runcing dan tajam yang panjangnya mm dan digunakan untuk menangkap dan menggenggam mangsanya. Kuku-kuku ini bisa disembunyikan atau ditarik (retractable) bila tidak digunakan. (Goodwin, 1963 ; MacDonald, 1986 dalam Hutabarat 2005). Tabel 1. Perbandingan Ukuran Tubuh Subspesies Harimau(Mazak, 1981 dalam IUCN/SSC, 1996). Panjang Tengkorak Berat (kg) Panjang Total (m) Subspesies (mm) Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Harimau ,7-3,1 2,4-2, Benggala Harimau ,7-2,95 2,4-2, Kaspia Harimau ,7-3,3 2,4-2, Siberia Harimau Jawa , Harimau Cina ,3-2,65 2,2-2, Harimau Bali ,2-2,3 1,9-2, Harimau Sumatera ,2-2,55 2,15-2, Harimau Cina ,55-2,85 2,3-2, Selatan Gigi harimau keras dan kuat. Gigi seri tersusun berdekatan berderet melintang dengan gigi bagian luar berukuran paling besar. Gigi taringnya panjang

19 dan kokoh (lebih pendek dan pipih di dasarnya pada harimau betina). Gigi premolar bagian atas yang pertama sangat kecil bahkan kadang-kadang tidak ada, sedangkan bagian bawah agak lebih besar dengan tiga gigi taring utama. Gigi premolar atas yang ketiga berukuran paling besar dan mempunyai gigi taring depan yang kuat, diikuti oleh taring tengah yang letaknya lebih tinggi, agak rendah dan tanpa gigi taring bawah. Geraham bawah berderet pada gusi, berukuran sangat kecil dan kadang-kadang tidak mencukupi. Pada rahang bawah, gerahamnya merupakan gigi karnasial dengan pola yang sangat berbeda dengan premolar, yang mempunyai satu gigi berukuran besar dengan gigi taring tengah dan tambahan gigi pada setiap sisi (Lekagul dan McNeely, 1977). Jumlah total gigi geligi harimau dewasa adalah 30 buah (MacDonald, 1986 dalam Hutabarat, 2005). Harimau sumatera berukuran lebih kecil dibandingkan dengan harimau benggala dan memiliki loreng yang saling berdekatan. Panjang harimau jantan dapat mencapai 2,2 2,8 m sedangkan betina 2,15 2,3 m. Tinggi diukur dari kaki ke tengkuk rata -rata adalah 75 cm tetapi ada juga yang mencapai cm dan berat kg. Hewan ini memiliki rambut sepanjang 8 11 mm. Surai pada harimau sumatera jantan berukuran cm. Rambut di dagu, pipi dan belakang kepala lebih pendek. Panjang ekor sekitar cm (Direktorat Pelestarian Alam, 1986 ; Hafild dan Aniger, 1984 ; MacDonald, 1986 ; Mounfort, 1973 ; Saleh dan Kambey, 2003 ; Sutedja dan Taufik, 1993 ; Treep, 1973 dalam Hutabarat, 2005). Tabel 2. Perbedaan Morfologi Tiga Subspesies Harimau di Indonesia (Sody,1973 dalam Direktorat PPA 1978) Harimau Sumatera Harimau Jawa Harimau Bali Ukuran Normal Normal Lebih kecil Warna dasar Terang Lebih gelap Lebih gelap Warna bagian Keputih-putihan Warna yang lebih Sama dengan dalam kaki depan muda dari warna harimau jawa dasar Hidung Pendek dan lebar Panjang dan sempit Panjang dan sempit Bidang occipital Lebar Sempit Sempit Garis frontal Sebagian besar datar Lebih melengkung Lebih melengkung (dahi) Bullae Normal Normal Sedikit lebih pipih

20 Perbedaan morfologi lima subspesies harimau di dunia dapat dilihat pada gambar berikut. (a) (b) (c) (d) Sumber : Gambar 1. Lima Subspesies Harimau di Dunia (a) Panthera tigris tigris, (b) Panthera tigris corbetti, (c) Panthera tigris altaica, (d) Panthera tigris amoyensis, (e) Panthera tigris sumatrae (e)

21 C. Populasi dan Penyebaran Penyebaran harimau sumatera hanya terdapat di Pulau Sumatera. Harimau sumatera tersebar terutama di Sumatera bagian utara dan di daerah pegunungan Sumatera bagian barat daya. Sebelum ini harima u banyak terdapat di Aceh, di daerah dataran rendah Indragiri, Lumbu Dalem, Sungai Litur, Batang Serangan dan sekitarnya, Jambi dan Sungai Siak. Di daerah Silindung, harimau kebanyakan terdapat di padang alang-alang dan bahkan di daerah hutan pantai yang berlumpur. Mereka juga hidup di daratan Bengkalis (Suwelo dan Somantri, 1978). Pada saat ini penyebaran harimau sumatera adalah di 26 daerah lindung dan jumlah terbesar terdapat dalam tujuh kawasan konservasi utama di Pulau Sumatera, yaitu Taman Nasional (TN) Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Bukit Barisan Selatan, TN Berbak, TN Way Kambas, Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan dan SM Rimbang (Siswomartono et al., 1994). Merupakan daerah yang pasti dihuni oleh harimau sumatera Merupakan daerah habitat yang cocok, tapi tidak terdapat tanda dihuni Sumber : Siswomartono et al. (1994) Gambar 2. Peta Penyebaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

22 Tabel 3. Daerah Lindung di Sumatera yang dapat ditemukan Harimau (Siswomartono et al., 1994) Luas No Nama Kawasan Propinsi Status Kawasan (Ha) 1. Gunung Leuser Aceh Taman nasional Lingga Isaq Aceh Taman Buru Dolok Sembelin Sumut Hutan Lindung Sibolga Sumut Cagar Alam Kerinci seblat Sumbar Taman Nasional Lembah Anai Sumbar Hutan lindung Lembah Harau Sumbar Hutan lindung Maninjau Sumbar Hutan Lindung Bukit Sebelah Sumbar Suaka Margasatwa Bajang Air Terusan Sumbar Suaka Margasatwa Kerumutan Baru Riau Cagar Alam D. Pulau Besar/Bawah Riau Cagar Alam Seberida Riau Taman Buru Bukit Rimbang/Baling 2 Riau Cagar Alam Peranap Riau Taman Buru Siak Kecil Riau Cagar Alam Air Sawan Riau Suaka Margasatwa Berbak Jambi Taman nasional Merangin Barat Jambi Hutan lindung Gumai Pasemah Sumsel Suaka Margasatwa Isau-Isau Pasemah Sumsel Suaka Margasatwa Gunung Raya Sumsel Suaka Margasatwa Rawas Hulu Latikan Sumsel Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sumsel Suaka Margasatwa Barisan selatan Bengkulu/Lam Taman nasional pung 26. Way Kambas Lampung Taman nasional Pada tahun , jumlah harimau sumatera masih sangat banyak, mencapai ribuan ekor. Pada tahun 1978 diperkirakan jumlah harimau sumatera adalah sekitar 1000 ekor. Menurut perkiraan pada saat ini jumlah yang tersisa adalah sekitar 500 ekor. Diperkirakan 400 ekor hidup di kawasan konservasi utama yang tersebar di Sumatera, sedangkan 100 ekor harimau hidup di kawasan yang tidak dilindungi dimana cepat atau lambat kawasan tersebut berubah menjadi tanah pertanian atau perkebunan (Siswomartono et al., 1994).

23 Tabel 4. Perkiraan Populasi Harimau Sumatera di Kawasan Lindung Utama Siswomartono et al. (1994) Kawasan Lindung Luas Total (Ha) Habitat tersedia untuk Harimau (Ha) Perkiraan Populasi (ekor) TN Gunung Leuser TN Kerinci Seblat TN Bukit Barisan Selatan TN Berbak TN Way Kambas SM Kerumutan SM Rimbang D. Perilaku Harimau merupakan satwa yang soliter, jarang dijumpai berpasangan, kecuali pada harimau betina beserta anak-anaknya. Harimau dapat berkomunikasi melalui bau-bauan dan suara. Harimau mempunyai indra penciuman yang kuat dan seringkali meninggalkan tanda berupa urin dengan bau yang khas. Tanda tersebut berfungsi sebagai penanda jalan, penanda wilayah kekuasaan atau sebagai alat komunikasi informasi yang lebih spesifik seperti identitas individu, periode waktu individu harimau lewat pada areal tertentu, dan penanda estrus pada harimau betina (Lekagul dan McNeely, 1977) Harimau merupakan satwa yang tidak tahan terhadap sinar matahari. Pada cuaca dingin harimau sering bermalas-malasan di bawah alang-alang yang tinggi. Pada pagi hari yang dingin, ia berjemur di tempat terbuka menghangatkan diri di bawah sinar matahar i. Setelah terasa hangat, kembali ke tempat semula. Sebaliknya pada cuaca panas ia lebih suka beristirahat dekat sumber air, bahkan bila cuaca sangat panas ia berendam di air sampai batas leher. Harimau memang sering dijumpai sedang duduk berendam atau berdiri sebagai cara untuk menyejukkan badan. Ini mungkin disebabkan harimau merupakan satwa pemburu yang aktif sehingga laju metabolismenya tinggi. Akibatnya harimau memiliki suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang terlalu panas dapat membunuh harimau. Setelah itu baru kembali beristirahat di tempat yang rimbun atau bersembunyi di semak-semak (McDougal, 1979).

24 D. 1. Perilaku Berburu Harimau sering mengintai mangsanya di sekitar sumber air atau di alangalang yang tinggi. Ia selalu memilih tempat di bawah angin, sehingga angin yang bertiup tidak akan membawa baunya ke penciuman calon mangsa. Harimau mendapatkan mangsanya pada saat berburu dengan cara mengintai dan menunggu dengan sabar pada jarak tertentu untuk menunggu waktu yang tepat. Biasanya jarak pengintaian antara m, kemudian berjalan mendekati diam-diam tanpa diketahui mangsanya dari arah belakang atau samping calon mangsa. Pada jarak yang sangat dekat, yaitu kurang dari 50 m, dengan cepat mangsa diterkam pada bagian leher atau tengkuk dengan cakar depan. Mangsa yang berukuran besar akan dirubuhkan dahulu dengan pukulan kuat menggunakan kaki depannya. Setelah kuku-kukunya menancap, leher mangsa digig it kuat-kuat sampai mangsa tidak berdaya atau mati, sedangkan mangsa yang berukuran kecil langsung digigit lehernya. Bila mangsa merupakan jenis satwa yang berukuran besar, bagian kepala dan kaki tidak dimakan sedangkan bila mangsa berukuran kecil akan dimakan sampai habis. Biasanya mangsa tidak dihabiskan seluruhnya, melainkan hanya sekitar 70 % dimakan. Setelah makan, sisa makanan yang belum habis disimpan dengan cara ditutupi oleh rumput atau daun-daunan, untuk dimakan kemudian dan agar tidak ditemukan binatang lain (Mountfort, 1973 ; Soeseno, 1977 ; Treep, 1973 dalam Hutabarat, 2005). Harimau sumatera merupakan satwa karnivora yang biasanya memangsa babi hutan (Sus sp), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak ), kancil (Tragulus sp), kerbau liar (Bubalus bubalis), tapir (Tapirus indicus), kera (Macaca sp), landak ( Hystrix brachyura ) dan trenggiling (Manis javanica). Selain itu juga memangsa jenis-jenis reptil seperti kura-kura, ular dan biawak serta berbagai jenis burung, ikan dan kodok. Hewan peliharaan seperti kambing, domba, sapi dan ayam juga menjadi incaran harimau (Heryatin dan Resubun, 1992 ; McDougal, 1979 ; Lekagul dan McNeely, 1977). Tidak seperti satwa karnivora lainnya, kelompok kucing besar termasuk harimau tidak dapat menggantikan pakannya dengan pakan tumbuhan karena sifat anatomi alat pencernaannya khusus sebagai pemakan daging. Kelompok ini merupakan kelompok karnivora spesialis yang cenderung menangkap bebarapa jenis satwa

25 mangsa, rata-rata kurang lebih 4 jenis (Kitchener, 1991 ; Jackson, 1990 dalam Sriyanto, 2003). Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap rambut dalam sampel feses diperoleh keterangan bahwa hewan mangsa harimau di Taman Nasional Way Kambas adalah babi hutan (33,3 %), monyet (27,5 %), rusa (19,7 %), kijang (17 %), beruang madu (1,6 %) dan spesies lain (1 %) (Sriyanto, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan makannya, harimau berburu 3 6 hari sekali tergantung ukuran mangsanya. Biasanya seekor harimau membutuhkan sekitar 6-7 kg daging per hari, bahkan kadang-kadang sampai 40 kg daging sekali makan. Besarnya jumlah kebutuhan ini tergantung dari apakah harimau tersebut mencari makan untuk dirinya sendiri atau harimau betina yang harus memberi makan anaknya (MacDonald, 1986 ; Mountfort, 1973 dalam Hutabarat, 2005). D. 2. Perilaku Reproduksi Masa hidup harimau adalah sekitar tahun. Harimau yang tinggal di penangkaran umumnya lebih lama lagi dapat mencapai tahun (Macdonald, 1986 dalam Hutabarat, 2005). Setiap tahun, harimau dapat melahirkan dua atau tiga ekor anak dan kadang-kadang sampai empat ekor. Lamanya masa kehamilan yaitu hari. Dewasa kelamin dicapai pada umur tiga tahun. Perkembangbiakan hanya terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali (Suwelo dan Somantri, 1978). Harimau jantan dapat mengenali harimau betina dalam masa birahi dari aroma khas urin harimau betina. Bila terdapat dua ekor harimau jantan mengikuti seekor harimau betina yang sedang birahi maka akan terjadi perkelahian antara kedua harimau jantan untuk memperebutkan harimau betina. Perkawinan harimau dapat berlangsung setiap waktu sepanjang tahun. Pada harimau betina terdapat periode estrous, yaitu waktu dimana harimau betina mau menerima harimau jantan untuk melakukan perkawinan. Selama masa birahi harimau betina memperlihatkan tingkah laku yang lebih agresif, banyak mengeluarkan suara dan hanya sedikit beristirahat. Tingkah laku yang menunjukkan seekor harimau betina dalam masa birahi adalah : sikap tubuh lordosis atau melengkung yaitu suatu sikap yang menunjukkan kesiapan untuk kopulasi (telungkup dan bagian belakang tubuhnya diangkat sehingga membentuk lengkungan), berguling-guling pada

26 punggung, menggosok-gosokkan tubuh dan pipi ke benda lain, mengeluarkan suara yang disebut prusten yaitu jenis suara yang dihasilkan oleh udara dalam rongga hidung serta mengaum dan menggeram pelan (McDougal, 1979). D. 3. Wilayah Jelajah dan Teritori Harimau merupakan jenis satwa yang soliter kecuali selama musim kawin atau melahirkan anak. Wilayah jelajah untuk seekor harimau betina adalah sekitar 20 km 2 sedangkan untuk harimau jantan sekitar Km 2 (Lekagul dan McNeely, 1977). Angka tersebut bukan merupakan ketentuan yang pasti karena dalam menentukan teritorinya juga. dipengaruhi oleh keadaan geografi tanah dan banyaknya mangsa di daerah tersebut. Harimau harus mendapatkan semua komponen habitat di dalam wilayah jelajahnya (Bailey, 1982). Di Taman Nasional Way Kambas dalam 100 Km 2 dihuni oleh 3-5 ekor harimau (Sinaga, 2004). Harimau meninggalkan tanda-tanda berupa cakaran pada tanah (srape), cakaran pada pohon (scratch), urin dan feses, untuk menandakan daerah teritorinya. Biasanya daerah teritori harimau jantan 3-4 kali lebih luas dibandingkan harimau betina. Ukuran teritori untuk seekor harimau sumatera biasanya tergantung banyaknya persediaan makanan yang ada di daerah tersebut (Mac Donald, 1986 ; Treep, 1973 dalam Hutabarat, 2005). Harimau jantan dan betina tidak tinggal bersama, walaupun mereka hidup dalam areal hutan yang sama. Untuk harimau jantan teritori merupakan hal yang sangat penting dan tidak boleh dibagi dengan harimau lainnya, tetapi kadang-kadang tidak keberatan bila ada satu atau lebih harimau betina di daerah tersebut, terutama pada musim kawin. Harimau betina memiliki toleransi yang lebih tinggi sehubungan dengan teritorinya, baik terhadap harimau jantan maupun sesama harimau betina (McDougal, 1979). E. Habitat Harimau dapat ditemukan di berbagai tipe habitat asal tersedia makanan berupa satwa mangsa yang cukup, terdapat sumber air yang selalu tersedia, dan adanya vegetasi cover sebagai pelindung dari sinar matahari. Harimau tidak menyukai cuaca panas dan umumnya mencari tempat yang teduh untuk

27 beristirahat. Harimau dapat hidup dengan ketinggian antara meter di atas permukaan laut (Borner, 1978 dalam Santiapillai dan Ramono, 1985). Tempat yang memungkinkan bagi harimau untuk bertemu dengan lawan jenisnya, kadangkadang juga berpengaruh terhadap pemilihan habitat oleh harimau (McDougal, 1979). Menurut Santiapillai dan Ramono (1985), distribusi harimau sumatera tidak hanya ditentukan oleh jumlah ketersediaan habitat atau vegetasi hutan yang cocok. Adanya pemangsa dan kompetisi dengan karnivora yang lain juga merupakan salah satu ancaman. Harimau sumatera mendiami habitat yang bervariasi terutama daerah yang berhubungan dengan hutan bersungai, hutan rawa dan padang rumput, namun sangat susah ditemukan pada daerah yang memiliki vegetasi semak belukar yang terlalu rapat. Tidak seperti keluarga kucing yang lain, harimau sangat menyukai air dan dapat berenang (Lekagul dan McNeely, 1977). Harimau sumatera, seperti halnya jenis-jenis harimau lain adalah jenis satwa yang mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya di alam bebas. Akan tetapi satwa ini bersifat neofobi, yaitu kurang mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Tipe habitat yang biasanya menjadi pilihan habitat harimau sumatera di Indonesia bervariasi (Suwelo dan Somantri, 1978 ; Heryatin dan Resubun, 1992) yaitu sebagai berikut : 1. Hutan hujan tropik, hutan primer dan hutan sekunder pada dataran rendah sampai dataran tinggi pegunungan, hutan savana, hutan terbuka dan hutan pantai 2. Pantai berlumpur, mangrove, pantai berawa payau dan pantai air tawar 3. Padang rumput terutama padang alang-alang 4. Daerah datar sepanjang aliran sungai 5. Daerah perkebunan dan tanah pertanian Menurut Siswomartono et al. (1994) habitat yang optimal untuk harimau sumatera adalah daerah peralihan antara hutan dan padang rumput. Lokasi ini sangat mendukung kelangsungan hidup harimau sumatera karena terdapat kepadatan populasi mangsa yang cukup tinggi seperti babi hutan, rusa, kijang dan kancil.

28 Harimau jarang menjelajah sampai ke hutan mangrove. Pada hutan rawa yang luas di Riau dan Jambi, harimau lebih memilih daerah yang tidak selalu tergenang dan terdapat areal yang kering. Bukti mengenai keberadaan harimau ditemui di dataran rendah, bukit, submontana, dan hutan ya ng lembab. Ia mampu bertahan di perkebunan karet (Jambi, Riau, Sumatera Utara) dan bahkan di daerah dengan rumput alang-alang yang hanya memiliki sedikit area hutan (Borner, 1992). Ketersediaan pakan merupakan faktor pembatas populasi harimau sumatera. Jenis mangsa lebih banyak terdapat di hutan dataran rendah dibandingkan sub montana. Kepadatan populasi satwa mangsa utama harimau sumatera, yaitu babi hutan dan rusa sambar, sangat rendah. Hutan sekunder yang disebabkan oleh adanya penebangan kayu secara selektif merupakan habitat yang optimal untuk satwa mangsa harimau karena ketersediaan tumbuhan pakan dan memiliki kerapatan cover yang tinggi (Borner, 1992).

29 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Secara astronomis Taman Nasional Way Kambas terletak diantara LS dan antara BT. Secara administratif Taman Nasional Way Kambas berada di dalam wilayah Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Way Jepara, Kecamatan Labuhan Ratu, Kecamatan Sukadana, Kecamatan Purbolinggo (Kabupaten Lampung Timur) serta Kecamatan Rumbia dan Kecamatan Seputih Surabaya (Lampung Tengah). Berdasarkan hasil pengukuran dan pengukuhan batas kawasan oleh Sub Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (SBIPH), luas kawasan Taman Nasional Way Kambas ,30 Ha yang terbagi menjadi tiga wilayah Seksi Konservasi Wilayah yaitu : 1. Seksi Konservasi Wilayah I Way Kanan, terdiri dari Resort Kuala Kambas, Resort Wako dan Resort Way Kanan. 2. Seksi Konservasi Wilayah II Bungur, terdiri dari Resort Cabang dan Resort Bungur. 3. Seksi Konservasi Wilayah III Kuala Penet, terdiri dari Resort Plang Ijo, Resort Kuala Penet dan Resort Susukan Baru. Gambar 3. Peta Taman Nasional Way Kambas

30 B. Aksesibilitas Taman Nasional Way Kambas dapat dic apai dengan jalan darat dari Kota Bandar Lampung melewati Kota Metro dengan lama perjalanan sekitar dua jam. Alternatif lain adalah dengan melewati Kota Bandar Lampung - Sribhawono - Way Jepara Taman Nasional Way Kambas dengan jarak tempuh hampir sama. Di dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas terdapat jalan darat yang dapat dilalui kendaraan roda empat, yaitu dari Pos Plang Ijo ke Pos Way Kanan sepanjang 13 Km, dan ke Pusat Latihan Gajah (PLG) sepanjang 9 Km. Beberapa sungai besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, diantaranya adalah Way Kanan, Way Kambas, Way Negara Batin, Way Penet, Way Pegadungan dan Way Wako. Menggunakan speed boat, pengunjung dapat menjangkau bagian hilir dari sungai Way Kanan yaitu Kuala Kambas di pantai Laut Jawa dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Di sepanjang sungai pengunjung dapat menikmati keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Untuk menjelajah hutan di Way Kanan, baik untuk wisata dan kegiatan penelitian pengunjung dapat menelusuri jalan setapak denga n berjalan kaki atau mengendarai gajah tunggang yang dipandu oleh petugas. C. Kondisi Fisik Kawasan C. 1. Topografi Pada umumnya topografi kawasan Taman Nasional Way Kambas relatif datar dan bergelombang dengan ketinggian antara 0-50 mdpl. Titik tertinggi terletak di bagian barat daya, tepatnya di sebelah timur Kecamatan Purbolinggo (50 mdpl). Bagian timur kawasan merupakan daerah lembah yang terpotong oleh sungai-sungai yang menyebabkan terbentuknya topografi bergelombang. Pada saat musim hujan, lembah- lembah ini biasanya terisi oleh air dan pada bagian lembah yang agak dalam air menggenang sepanjang tahun. Daerah ini dapat dijumpai pesisir garis pantai di sekitar Kuala Penet. C. 2. Geologi Seperti pada umumnya daerah rawa di sepanjang daratan timur Pulau Sumatera, kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki komposisi geologi

31 relatif muda. Daerah rawa yang berada disekitar 5-20 Km dari pantai kemungkinan terjadi pada beberapa ribu tahun yang lalu. Kawasan Taman Nasional Way Kambas dengan jelas menunjukkan pertumbuhan pantai yang sangat cepat. Seperti yang terjadi di daerah Kuala Kambas, bukit pasir yang ada mengalami pertumbuhan setidaknya m setiap tahunnya. Perbandingan antara peta topografi tahun 1995 dengan foto udara tahun 1969 serta hasil pantauan satelit menunjukkan adanya perbedaan besar pada arah muara sungai dan posisi garis pantai. C. 3. Tanah Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah tahun 1979, jenis tanah yang berada pada Kawasan Taman Nasional Way Kambas didominasi oleh kombinasi podsolik coklat kuning, podsolik merah kuning, asosiasi aluvial, hidromorf dan glei humus lacustrin. Daerah sungai terisi oleh aluvial hidromorf dan regosol pasir coklat keabuan. Jenis tanah podsolik merah kuning dapat ditemukan di daerah yang berdrainase baik, sedangkan podsolik coklat kuning menunjukkan daerah yang berdrainase kurang baik. Tanah di kawasan Taman Nasional Way Kambas telah mengalami dua kali perubahan fisik yang penting. Pertama pada tahun 1883, letusan Gunung Krakatau menyebarkan lebih dari 5 cm abu vulkanik di atas seluruh areal bagian selatan kawasan. Kedua, akibat kegiatan logging di seluruh kawasan Taman Nasional Way Kambas sekitar tahun terakhir menyebabkan terjadinya degradasi tanah. Penggunaan peralatan berat telah mengubah kapasitas penyimpanan air, kandungan humus dan tingkat penyerapan air oleh tanah. C. 4. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Smidth dan Ferguson iklim di kawasan Taman Nasional Way Kambas termasuk tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 28,57 % dan curah hujan berkisar antara mm per tahun, sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah pegunungan. Musim kering di Taman Nasional Way Kambas biasanya jatuh sekitar bulan April hingga September. Selama musim kering curah hujan di kawasan ini kurang dari 100 mm per bulan. Rata-rata bulan kering jatuh pada bulan Agustus atau September. Terdapat musim kering khas rata-rata 2-6 bulan sekali dalam 20 tahun. Suhu rata-

32 rata bulanan berkisar antara 23 O C, sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 16 o C. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 93,1% dan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 70,1%. C. 5. Hidrologi Sistem hidrologi yang terdapat di kawasan Taman Nasional Way Kambas dipengaruhi oleh pola daerah aliran sungai yang ada. Tiga sungai yang mempengaruhi pola sistem hidrologi ini adalah Way Pegadungan di sebelah utara, Way Kambas mempengaruhi aliran air di tengah-tengah kawasan dan Kuala Penet berada di sebelah selatan. Ketiga sungai tersebut beserta anak-anak sungainya mempunyai tipe meander, dengan demikian sebagian besar sungai yang terdapat dalam kawasan memiliki aliran air yang kurang. D. Kondisi Biologi Kawasan D. 1. Flora Kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki lima tipe vegetasi yaitu vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, vegetasi hutan riparian, vegetasi hutan rawa dan vegetasi hutan dataran rendah. Setiap tipe vegetasi memiliki keadaan flora yang beragam. Vegetasi hutan mangrove pada umumnya memiliki mekanisme fisiologis khusus yang memungkinkan mereka untuk bertahan terhadap salinitas dan kondisi payau. Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di kawasan Taman Nasional Way Kambas didominasi oleh jenis api-api (Avicennia sp), Rhizopora dan Bruguiera. Pada batas antara hutan mangrove dan batas tertinggi pasang surut estuari sungai-sungai besar didominasi oleh jenis nipah (Nypa fruticans). Sementara di sekitar sungai lainnya dapat dijumpai vegetasi kelompok nibung (Oncosperma tigillaria). Vegetasi pantai sebagian besar terdiri dari jenis rumput dan jenis semak seperti Cyperus sp, Fimbrisstylis sp dan Ipomea pescaprae. Sedikit ke arah daratan dapat ditemukan asosiasi Barringtonia sp dan vegetasi lainnya seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Calophyllum inophyllum), kelapa (Cocos nucifera ), pandan (Pandanus tectorius) dan Wedelia biflora.

33 Vegetasi hutan riparian di kawasan Taman Nasional Way Kambas hanya tersisa di sepanjang sungai-sungai besar khususnya di sepanjang Way Kanan. Jenis-jenis pohon yang biasa dijumpai di daerah ini adalah Ficus retusa, rengas (Gluta renghas) dan waru (Hibiscus tilliaceus). Taman Nasional Way Kambas dikenal memiliki hutan rawa terbesar di Pulau Sumatera. Jenis-jenis pohon yang dapat ditemukan di formasi hutan rawa dapat juga ditemukan di sebagian daerah yang lebih kering. Di daerah Wako yang merupakan daerah rawa yang cukup luas dapat dijumpai jenis vegetasi meliputi jenis Gelam (Melaleuca cajuputi). Jenis ini mungkin berasal dari pasca kebakaran berulang dan kegiatan logging. Jenis lain yang terdapat di hutan rawa adalah merbau darat (Intsia palembanica), rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia scholaris), mahang (Macaranga sp), Randa patulata dan Scleria purescens. Sedangkan jenis-jenis palem yang dapat dijumpai antara lain aren (Arenga pinnata), Lucuala sp, serdang (Livistonia rotundifolia ) dan Metroxylon elatum. Pada tipe vegetasi hutan dataran rendah jenis yang dapat dijumpai adalah neriung (Trema orientalis), mahang (Macaranga sp), sempur (Dillenia aurea), Mallotus paniculatus, Ficus fictula, Shotea bracteolata dan Adina polychepala. Hutan sekunder didominasi oleh jenis meranti (Shorea sp), keruing (Dipterocarpus sp), sempur (Dillenia excelsa) dan puspa (Schima wallichii). Selain jenis-jenis flora dari kelima tipe vegetasi utama terdapat juga jenis tumbuhan eksotik. Beberapa jenis tumbuhan eksotik yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas antara lain rayutan (Mikania micrantha), sejenis tumbuhan menjalar dengan bentuk dasar tebal yang menutupi daerah luas rumput rawa dan semak. Jenis rumput liar ini merupakan jenis rumput yang sangat agresif dan mempunyai pengaruh merintangi regenerasi alam. Jenis lainnya adalah Salvinia molesta dan Eichornia crassipes. D. 2. Fauna Berdasarkan zoogeografi, kawasan Taman Nasional Way Kambas termasuk dalam kawasan oriental region dan sundaic region. Tidak seperti pulaupulau sebelah timur garis Wallacea, Sumatera termasuk Taman Nasional Way Kambas tidak memiliki kekayaan spesies endemik. Hanya terdapat 15 spesies endemik mamalia dan 20 spesies burung.

34 Adapun jenis-jenis fauna yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Way Kambas adalah sebagai berikut : Herbivora dan Karnivora Terdiri dari 50 jenis dengan 36 diantaranya adalah jenis dilindungi (mencakup 31 famili), yaitu gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak ), beruang madu (Helarctos malayanus), kancil (Tragulus javanicus), anjing hutan (Cuon alpinus), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing emas (Catapuma temminckii), dan jenis-jenis musang. Primata Terdiri dari enam jenis yang terdapat di wilayah RKPA Way Kanan sampai Plang Ijo yaitu siama ng (Symphalangus syndactylus), Beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), lutung merah (Presbytis rubicunda). Reptilia dan Amfhibia Jenis reptil yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas meliputi Ratufa bicolor, biawak (Varanus salvator), ular phyton (Python reticulatus) dan buaya muara (Crocodylus porosus). Sedangkan jenis amfibi yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas terdiri dari Bufo biporcatus, Polypedates leucomystax, Fejervarya limnocharis dan lain- lain. Aves Jenis aves yang terdapat di Taman Nasional Way Kambas meliputi pecuk ular (Anhinga melanogaster), pecuk padi (Phalacrocorax sulcirostris ), kuntul besar (Egretta alba), mentok rimba (Cairina scutulata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), bubut besar (Centropus sinensis) dan lain- lain.

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Harimau Sumatera yang ditemukan di pulau Sumatera biasa juga disebut dengan harimau loreng. Hal ini dikarenakan warna kuning-oranye dengan garis hitam vertikal pada tubuhnya. Taksonomi

Lebih terperinci

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti)

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) ) terbagi menjadi sembilan subspesies yang tersebar di Asia, mulai dari daratan Turki hingga ke Rusia dan Indonesia. Namun saat ini hanya tersisa enam subspesies harimau saja di dunia. Tiga subspesies

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau Kalimantan dan Papua, Hutan Sumatera mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Sejak Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi populasi babi hutan meliputi benua Eropa, Afrika Utara, Mediterania

II. TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi populasi babi hutan meliputi benua Eropa, Afrika Utara, Mediterania II. TINJAUAN PUSTAKA A. Distribusi dan Klasifikasi Distribusi populasi babi hutan meliputi benua Eropa, Afrika Utara, Mediterania (termasuk pegunungan Atlas di Afrika Tengah) dan Asia hingga daerah paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan (top predator) di hutan tropis. Peranannya sebagai top predator,

TINJAUAN PUSTAKA. makanan (top predator) di hutan tropis. Peranannya sebagai top predator, TINJAUAN PUSTAKA Harimau merupakan satwa yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan (top predator) di hutan tropis. Peranannya sebagai top predator, menjadikan harimau menjadi salah satu satwa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

A. Hewan dan Tumbuhan yang Hampir Punah

A. Hewan dan Tumbuhan yang Hampir Punah A. Hewan dan Tumbuhan yang Hampir Punah Kebun binatang merupakan habitat buatan untuk berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Pernahkah kamu berpikir di mana habitat asli hewan dan tumbuhan tersebut? Berbagai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Status Kawasan Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan

Lebih terperinci

IV APLIKASI PERMASALAHAN

IV APLIKASI PERMASALAHAN IV APLIKASI PERMASALAHAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan alam yang sangat besar dengan aneka tipe ekosistem mulai dari pegunungan, hutan kapur, lahan basah, kawasan laut, terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Mamalia Mamalia berasal dari kata mammilae yang berarti hewan menyusui, suatu kelas vertebrata (hewan bertulang belakang) dengan ciri seperti adanya bulu di badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara)

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara) POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara) BALAI PENELITIAN KEHUTANAN AEK NAULI PENDAHULUAN Ekowisata berkembang seiringin meningkatnya

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi

Lebih terperinci

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI Indonesia terdiri atas pulau-pulau sehingga disebut negara kepulauan. Jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan suatu wilayah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Harimau Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Harimau Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia TINJAUAN PUSTAKA Harimau berada di bawah subfamili Pantherinae, bersama dengan singa, panther, dan jaguar. Seluruh subspesies harimau berada di bawah spesies Panthera tigris. Di dalam bukunya, Mongillo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Dibuktikan dengan terdapat berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan endemik yang hanya dapat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua. taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung selain Taman Nasional

I. PENDAHULUAN. Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua. taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung selain Taman Nasional I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Potensi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG)

PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) PEMETAAN SATWA MANGSA HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SPTN WILAYAH VI BESITANG) SKRIPSI Oleh: RICKY DARMAWAN PRIATMOJO 071201030 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E i PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER TAHUN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Singkat Perum Perhutani dan KPH Banyumas Barat Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis sumberdaya hutan yang diberi tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya alam. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran menyatu dengan Cagar Alam (CA) Pangandaran, merupakan semenanjung

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) meliputi areal seluas ± 365.000 hektar yang membentang dari ujung selatan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Tim Yayasan Silvagama Dipresentasikan kepada Balai TN Way Kambas Tridatu, 29 Okt Konsorsium ALeRT-UNILA

Tim Yayasan Silvagama Dipresentasikan kepada Balai TN Way Kambas Tridatu, 29 Okt Konsorsium ALeRT-UNILA Tim Yayasan Silvagama Dipresentasikan kepada Balai TN Way Kambas Tridatu, 29 Okt 2013 Konsorsium ALeRT-UNILA Tahun pertama per bulan Tahun kedua per 3 bulan Tahun ketiga per setengah tahun Tahun keempat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Badak Jawa Di dunia terdapat lima jenis badak, badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (Ceratotherium simum), badak india (Rhinoceros unicornis),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut : a) Hutan

I. PENDAHULUAN. dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut : a) Hutan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) merupakan sub spesies macan tutul (Panthera pardus Linnaeus, 1758) yang memiliki morfologi dan genetika sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Indentitas Flora dan Fauna Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci