V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Abstrak"

Transkripsi

1 V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dan FGD. Selain itu digunakan juga bahan-bahan dokumentasi seperti: dokumen program dan laporan kegiatan yang telah dilakukan masing-masing stakeholders. Berdasarkan hasil penelitian para pemangku kepentingan (stakeholders) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) kategori pentingnya peran dan fungsi organisasi kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, yaitu: (1) sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan, (2) institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, (3) agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif, dan (4) adanya organisasi kebersihan lingkungan dan berfungsi sebagaimana mestinya akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan dengan katagori rendah Berdasarkan hasil uji kontingensi Fisher dapat disimpulkan terdapat peran yang signifikan dari pemangku kepentingan terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan. Kata Kunci: peran, pemangku kepentingan, dan uji statistik Pendahuluan Untuk dapat mewujudkan daerah perkotaan yang bersih dan bebas sampah, diperlukan perubahan pola pikir atau cara pandang terhadap sampah. Selama ini sampah seringkali diartikan sebagai sisa buangan yang tidak mempunyai nilai dan harus disingkirkan, sehingga anggapan yang selalu melekat pada setiap individu adalah bahwa sampah sebagai sumber pencemar lingkungan. Dengan kondisi demikian sampah menumpuk di TPA tanpa ada pengolahan sehingga dapat menjadi sumber bencana. Padahal apabila sampah dapat dikelola dan diolah dengan baik dan benar maka sampah dapat menjadi suatu sumberdaya yang bernilai ekonomis dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan

2 111 kesejahteraan masyarakat. Sampah organik misalnya merupakan sumberdaya untuk pembuatan kompos. Apabila hal ini dapat dioptimalkan maka akan memberikan kontribusi pada dua hal sekaligus, yaitu disatu pihak masalah kebersihan lingkungan tertangani, dan dilain pihak secara ekonomis memberikan nilai tambah. Menurut Muller-Glodde (1994) kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial, yang membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam. Kaitannya dengan organisasi atau kelembagaan yang melakukan penanganan terhadap persampahan kota di dalamnya terdapat berbagai stakeholders yang ikut terlibat. Perubahan paradigma dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang berkaitan dengan sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Pihak yang dimaksud adalah para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Peran pemangku kepentingan tersebut, antara lain diperlukan dalam mengembangkan paradigma pengelolaan sampah, karena implementasi dari program pengelolaan kebersihan lingkungan relatif menjadi ranah para pemangku kepentingan terkait. Stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sampah adalah: (1) pemerintah, (2) warga masyarakat, (3) swasta, (4) para ahli dan akademisi di perguruan tinggi, dan (5) LSM. Masing-masing stakeholders akan berinteraksi satu sama lain sesuai dengan fungsi dan perannya. Saat ini di kota Bandar Lampung instansi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (DKPK) yang merupakan salahsatu pemangku kepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Selain berfungsi sebagai pengelola persampahan, DKPK juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina pengelolaan sampah. Tumpang tindihnya peran pengaturan dan pengawasan dari instansi tersebut dengan fungsi operator pemberi layanan, menyulitkan pelaksanaan reward dan punishment dalam pelayanan

3 112 kepada masyarakat. Selain hal tersebut, belum adanya konsep kebijakan dan program pemberdayaan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah perkotaan. Dari aspek semantik, pemangku kepentingan didefinisikan sebagai perorangan, organisasi, dan sejenisnya yang memiliki andil atau perhatian dalam bisnis atau industri (Hornby 1995). Dalam konteks penelitian ini, pemangku kepentingan dapat dikategorikan dalam lingkup yang lebih luas, yakni pemerintah kota Bandar Lampung, perguruan tinggi/akademisi, pengusaha/pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat. Dalam implementasi program pembangunan termasuk program pengelolaan kebersihan lingkungan, pemangku kepentingan memiliki definisi dan pengertian yang beraneka ragam. Istilah pemangku kepentingan banyak digunakan untuk mendeskripsikan komunitas atau organisasi formal yang secara permanen berkepentingan terhadap hasil dan dampak dari suatu aktivitas atau kebijakan. Hal ini perlu disadari, mengingat masyarakat tidak selalu menerima dampak secara adil. Sebagian masyarakat mungkin menanggung biaya dan sebagian masyarakat lainnya justru memperoleh manfaat dari suatu kegiatan atau kebijakan (Race dan Millar 2006). Oleh karena itu, pemahaman terhadap keberadaan (eksistensi) dan peran pemangku kepentingan sangat mutlak diperlukan untuk mengimplementasikan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Bandar Lampung Metode Penelitian Responden terdiri dari perguruan tinggi (akademisi), badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong, dan LSM: responden dari perguruan tinggi, LSM dan swasta berjumlah 20 orang yang ditentukan secara purposive dan sengaja, sesuai dengan tujuan penelitian. Responden petugas sebanyak 10 orang yang ditentukan

4 113 secara acak dan proporsional dari ketua RT di kelurahan terpilih dengan teknik proportional cluster random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan bantuan wawancara dengan responden terpilih dan Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar. Teknik dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara yang berupa dokumen, catatan, dan atau hasil kegiatan yang sudah dilakukan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipakai untuk mengungkapkan berbagai program dan kegiatan aksi dalam pemberdayaan masyarakat. Analisis kuantitatif dalam bentuk analisis tabel tunggal dan tabel silang serta teknik analisis statistik koefisien kontingensi uji Fisher digunakan untuk mengkaji peran pemangku kepentingan untuk mendukung pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan 5.3. Hasil dan Pembahasan Wawancara terhadap para stakeholders (akademisi, petugas, swasta, dan LSM) mencakup enam pertanyaan pokok berikut: (1) kondisi struktur organisasi yang melaksanakan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung, (2) peran struktur organisasi yang dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung di dalam mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan, (3) sistem administrasi pengelolaan kebersihan sampah kota, (4) bentuk sistem organisasi, (5) keterlibatan pihak lain di luar pemerintah kota, dan (6) bentuk keterlibatan dan peran masing-masing institusi/lembaga lain di luar pemerintah kota. Uraian dari hasil jawaban responden terhadap enam pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut Struktur organisasi yang melaksanakan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden menyatakan mengetahui adanya organisasi pengelola kebersihan lingkungan. Adapun organisasi yang melaksanakan kebersihan lingkungan, khususnya sampah yaitu Satuan Organisasi

5 114 Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kelurahan dan kecamatan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota serta Dinas Pasar kota Bandar Lampung. Kondisi yang beragam dari organisasi pengelolaan persampahan ini disebabkan adanya keragaman dalam ruang lingkup tanggungjawab dan kewenangan masingmasing organisasi pengelola sampah. SOKLI merupakan organisasi yang melaksanakan kebersihan lingkungan, khususnya sampah yang ada di kawasan/lingkup kelurahan. Struktur organisasi ini secara berjenjang bertanggungjawab kepada kelurahan melalui ketua lingkungan (sebagai pamong kelurahan). Setiap kelurahan memberikan pertanggungjawaban secara berkala ke pihak kecamatan, selaku pembina yang berkoordinasi dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.. Sarana dan fasilitas yang ada berupa gerobak dorong sebagai alat pengangkut sampah bantuan dari pemerintah kota. Petugas SOKLI bertanggungjawab terhadap pengumpulan dan pengangkutan sampah ke TPS terdekat. Peranserta warga masyarakat berupa retribusi yang dibayar setiap bulan dengan besaran Rp Rp /rumahtangga. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (DKPK) Bandar Lampung bertanggungjawab terhadap kebersihan lingkungan dan pengumpulan sampah di jalan-jalan protokol, pusat-pusat perkantoran, dan lingkungan fasilitas umum. DKPK bertanggungjawab terhadap pengangkutan sampah tersebut dan sampah di TPS-TPS ke TPA Bakung. Sedangkan Dinas Pasar bertanggungjawab terhadap pengumpulan seluruh sampah yang berasal dari seluruh pasar yang ada dan pengangkutan ke TPA Bakung. Menurut Scott (2001) organisasi merupakan sesuatu yang diciptakan untuk memaksimalkan kesejahteraan, pendapatan, atau tujuan lainnya dengan cara menciptakan kesempatan melalui struktur kelembagaan dalam masyarakat. Organisasi (Bandaragoda 2000) merupakan jaringan dari peran yang diatur dalam hirarki dengan tujuan membatasi kewenangan individual dan mengkoordinasi kegiatan sesuai dengan sistem aturan dan prosedur. Organisasi juga merupakan kelompok individu dengan peran tertentu dan terikat oleh beberapa kebutuhan, peraturan, dan prosedur untuk mencapai suatu tujuan. Seperti halnya lembaga lain, organisasi pengelolaan kebersihan juga membentuk beragam kegiatan. Mengingat

6 115 dalam pengelolaan sampah, selain untuk sanitasi lingkungan di dalamnya juga terdapat keinginan untuk memaksimalkan kesejahteraan, pendapatan, atau tujuan lainnya dengan cara menciptakan kesempatan, maka pada pengelolaan sampah diperlukan adanya organisasi. Adanya keragaman organisasi pengelola kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung saat ini menyebabkan tidak efisien dan efektifnya proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, baik oleh Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kelurahan dan kecamatan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, maupun Dinas Pasar kota Bandar Lampung. Hal ini disebabkan tidak terpadunya struktur organisasi yang mengelola kebersihan lingkungan Peran struktur organisasi yang dibuat pemerintah kota Bandar Lampung mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan Hasil analisis secara kualitatif tentang peran dan fungsi struktur organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa struktur organisasi berperan penting. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh empat peran dan fungsi struktur organisasi pengelola kebersihan di kota Bandar Lampung (Gambar 14). Gambar 14 Peran dan fungsi struktur organisasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung

7 116 Gambar 14 menunjukkan pentingnya peran dan fungsi struktur organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan menjadi pilihan terbanyak oleh responden adalah agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif dikemukan oleh sebanyak 46 persen. Pilihan kedua, pemerintah sebagai institusi bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung dinyatakan oleh sebanyak 27 persen responden. Pilihan ketiga, dengan adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik dikemukakan oleh sebanyak 17 persen responden. Pilihan keempat, sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan dikemukakan oleh sebesar 10 persen responden. Jika dilihat secara rinci distribusi pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 52.(selanjutnya untuk keterangan Tabel 52 sampai dengan Tabel 56 dibuat notasi sebagai berikut): A = PT (Akademisi) B = LSM C = Petugas /Pamong D = Swasta Tabel 52 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan Pentingnya Peran Organsisasi Pendapat Stakeholder (%) Kebersihan A B C D Sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan 3,33 3,33 0,00 3,33 10,00 Sebagai institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan Kota Bandar Lampung Agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif Adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik 0,00 10,00 0,00 16,67 26,67 13,33 10,00 23,33 0,00 46,67 3,33 0,00 10,00 3,33 16,67 Jumlah 20,00 23,33 33,33 23,33 100,00

8 117 Tabel 52 menunjukkan bahwa harapan para akademisi lebih cenderung menyatakan bahwa peran organisasi kebersihan lingkungan agar sampah dapat dikelola secara efisien dan efektif (13,33%), LSM (10%), dan petugas/pamong (23,33%), kecuali pihak swasta lebih cenderung berharap bahwa peran organisasi kebersihan lingkungan adalah sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap kebersihan kota Bandar Lampung (16,67%). Dengan demikian semua stakeholders berharap peran organisasi kebersihan lingkungan dapat mengelola secara efisien dan efektif serta penuh tanggungjawab dalam kebersihan lingkungan. (1) Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan sangat diperlukan guna mengatur dan memantau perkembangan pelaksanaan program kebersihan lingkungan. Ada empat pendapat responden terhadap kegiatan administrasi pengelolaan kebersihan, seperti yang disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan khususnya sampah kota Bandar Lampung

9 118 Hasil wawancara dan diskusi melalui Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar yang sekaligus sebagai responden terhadap sistem administrasi pengelolaan kebersihan sampah kota menunjukkan, pertama adalah berpendapat bahwa kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana angkutan yang dinyatakan oleh sebanyak 50 persen responden; kedua adalah berpendapat belum optimal karena pengelolaan kebersihan sampah belum dilaksanakan secara terpadu dikemukakan oleh sebanyak 36 persen responden; ketiga dan keempat berpendapat bahwa banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yang kurang memantau kegiatan di lapangan dan perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya retribusi masing-masing dikemukakan oleh sebanyak tujuh persen responden. Secara rinci pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap kondisi sistem organisasi disajikan pada Tabel 53. Tabel 53 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap kondisi sistem organisasi Pendapat Stakeholder (%) Kondisi Sistem Organisasi A B C D Banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yang kurang memantau kegiatan di lapangan 0,00 6,67 0,00 0,00 6,67 Belum optimal karena pengelolaan kebersihan sampah belum dilaksanakan secara terpadu Kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana 3,33 3,33 13,33 16,67 36,67 16,67 13,33 13,33 6,67 50,00 Sudah berjalan dengan baik, namun perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya retribusi 0,00 0,00 6,67 0,00 6,67 Jumlah 20,00 23,33 33,33 23,33 100,00 Tabel 53 menunjukkan bahwa para akademisi lebih cenderung berpendapat bahwa kondisi organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan kurang berjalan dengan baik (16,67%), diikuti oleh LSM (13,33%), dan petugas/pamong

10 119 (13,33%). Pendapat yang menyatakan bahwa kondisi organisasi belum optimal karena pengelolaan kebersihan belum dilaksanakan secara terpadu, dinyatakan oleh pihak swasta (16,67%) dan petugas/pamong (13,33%). Dengan demikian pihak swasta lebih cenderung pada optimalisasi pengelolaan, sedangkan ketiga stakeholders lain lebih cenderung kepada mekanisme pengangkutan sampah yang belum berjalan dengan baik. (2) Bentuk sistem organisasi Bentuk sistem organisasi untuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota sangat diperlukan agar program pengelolaan kebersihan lingkungan berjalan lancar, berkelanjutan, terpadu dan holistik. Hasil wawancara dan diskusi melalui Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar yang sekaligus sebagai responden terhadap bentuk sistem organisasi pengelolaan sampah menyatakan bahwa sebagian besar harapan pertama peserta diskusi agar yang mengelola sampah mampu memberdayakan warga masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan dikemukakan oleh sebanyak 50 persen responden. Harapan kedua, diperlukan organisasi yang dapat mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu dikemukakan oleh sebanyak 36,67 persen responden. Harapan pemangku kepentingan ketiga agar organisasi tersebut dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan lingkungan; harapan keempat adalah agar organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah, masing-masing dikemukakan oleh sebanyak 6,67 persen responden. Secara rinci distribusi pendapat pemangku kepentingan terhadap bentuk sistem organisasi pengelolaan sampah, disajikan pada Tabel 54.

11 120 Tabel 54 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap bentuk sistem organisasi Pendapat stakeholders (%) Bentuk sistem organsisasi A B C D Organisasi dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan Organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah Organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan Perlu organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu 0,00 0,00 0,00 6,67 6,67 6,67 0,00 0,00 0,00 6,67 10,00 13,33 20,00 6,67 50,00 3,33 10,00 13,33 10,00 36,67 Jumlah 20,00 23,33 33,33 23,33 100,00 Tabel 54 menunjukkan bahwa semua responden cenderung berpendapat bahwa organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat dan swasta dalam mengelola kebersihan lingkungan, khususnya sampah sejak awal perencanaan sampai pelaksanaannya. Khususnya pihak petugas/pamong menyatakan organisasi yang memberdayakan masyarakat dan swasta (20,00%) dan sistem pengelolaannya secara terpadu (13,33%). Sedangkan pihak swasta lebih cenderung mengemukakan bahwa organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu (13,33%). (3) Keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Pengelolaan sampah, pada dasarnya harus dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah maupun swasta. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Jamaika (Pap 2003) yang mengamati perilaku institusi dan

12 121 warganegara atau rumahtangga dan swasta berkaitan dengan pengelolaan persampahan, yang mendapatkan hasil bahwa adanya keterkaitan dari tiga unsur dalam pengelolaan sampah, dapat menimbulkan inovasi baru terutama dalam merumuskan teknologi-teknologi baru. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pihak lain selain pemerintah untuk menangani pengelolaan sampah. Dengan adanya pihak lain dalam penanganan sampah diharapkan kebersihan kota akan tercapai, khususnya sampah kota. Hasil wawancara dengan stakeholders diperoleh 3 (tiga) pelibatan unsur lain di luar pemerintah, yang disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 Keterlibatan pihak lain diluar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Hasil analisis keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota menunjukkan harapan masyarakat yang terbanyak adalah perlu keterlibatan pihak swasta untuk berinvestasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah, yang dinyatakan oleh sebanyak 67 persen responden. Harapan masyarakat yang kedua, adalah perlunya keterlibatan perguruan tinggi untuk melakukan kajian di bidang pengelolaan sampah yang dinyatakan oleh sebanyak 20 persen responden. Harapan masyarakat yang ketiga adalah perlunya melibatkan LSM sebagai pendamping bagi masyarakat dan pemantauan kegiatan dinyatakan oleh sebanyak 13 persen

13 122 responden. Distribusi pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap keterlibatan pihak lain dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap keterlibatan pihak lain Keterlibatan pihak lain Perlu keterlibatan pihak swasta dalam investasi untuk pengelolaan sampah Pendapat stakeholders (%) A B C D 16,67 13,33 23,33 13,33 66,67 Perlu keterlibatan PT untuk melakukan kajian/penelitian di bidang pengelolaan sampah 3,33 0,00 6,67 10,00 20,00 Perlu melibatkan LSM sebagai pendamping bagi masyarakat 0,00 10,00 3,33 0,00 13,33 dan pemantauan kegiatan Jumlah 20,00 23,33 33,33 23,33 100,00 Tabel 55 menunjukkan bahwa semua responden cenderung berpendapat bahwa keterlibatan pihak lain, dalam hal ini pihak swasta dapat berinvestasi untuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. Selain itu, LSM menyatakan juga keterlibatan LSM dapat berupa pendampingan kepada masyarakat dan pemantau kegiatan (10,00%), serta pihak swasta menyatakan keterlibatan perguruan tinggi untuk melakukan pengkajian atau penelitian di bidang pengelolaan sampah (10,00%). (4) Bentuk keterlibatan pihak lain (di luar pemerintah) Program kebersihan lingkungan akan terwujud jika ada keterlibatan dari berbagai lapisan masyarakat yang bahu membahu dan bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan. Menurut Bulle (1999) setiap anggota dari suatu komunitas mempunyai peran yang berbeda-beda, karena terdapat banyak cara partisipasi dalam pengelolaan sampah kota. Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi

14 123 masyarakat sebagai individu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menyimpan sampah pada wadah yang tepat, memilah sampah yang dapat didaur ulang dengan bahan organik, meletakan sampah di tempat dan waktu yang telah tertentu, dan menjaga kebersihan lingkungan rumah. Adapun partisipasi masyarakat secara bersama-sama adalah partisipasinya dalam aktivitas organisasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan kota. Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat terlibat dalam manajemen persampahan dan dalam bentuk kontribusi, misalnya bekerja sebagai penyapu atau membayar retribusi pengumpulan sampah. Partisipasi masyarakat yang lebih maju adalah dengan memberikan pendapat dan usulan untuk perbaikan pengelolaan sampah perkotaan. Partisipasi masyarakat yang paling baik adalah membentuk organisasi kemasyarakatan untuk memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan kota serta melakukan pengawasan. Hasil wawancara dengan stakeholders terhadap keterlibatan pihak lain (di luar pemerintah) dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung menunjukkan, bentuk keterlibatan pertama yang diharapkan adalah pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah dinyatakan oleh sebanyak 66,67 persen responden. Bentuk keterlibatan kedua, yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dinyatakan oleh sebanyak 20 persen responden. Bentuk keterlibatan ketiga, yaitu masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R dinyatakan oleh sebanyak 13,33 persen responden. Adanya pilihan responden berupa pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam program pengelolaan sampah merupakan alternatif yang sangat strategis, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan sampah di kota Bandar Lampung yang hingga saat ini relatif belum terselesaikan dengan baik. Distribusi persentase pendapat stakeholders mengenai bentuk keterlibatan masyarakat, disajikan dalam Tabel 56.

15 124 Tabel 56 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap bentuk keterlibatan masyarakat Bentuk Keterlibatan Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah Pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah Pendapat stakeholders (%) A B C D 3,33 3,33 6,67 0,00 13,33 3,33 10,00 6,67 0,00 20,00 13,33 10,00 20,00 23,33 66,67 Jumlah 20,00 23,33 33,33 23,33 100,00 Tabel 56 menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menyatakan bahwa bentuk keterlibatan masyarakat adalah pola kemitraan antara pemerintah, pihak swasta, dan semua unsur masyarakat, dengan rincian para akademisi (13,33%), LSM (10,00%), petugas/pamong (20,00%), dan pihak swasta (23,33%). Selain itu, pihak LSM menyatakan juga bentuk keterlibatan tersebut adalah berupa keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan 3 R dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (3,33% dan 10,00%), sedangkan pihak petugas/pamong menyatakan juga masing-masing sebesar 6,67 persen. (5) Peran stakeholders dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung Pengelolaan sampah dengan melibatkan seluruh stakeholders merupakan alternatif kebijakan yang strategis. Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota memerlukan keterpaduan dan sinergis antarstakeholders. Seharusnya peran masing-masing stakeholders dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung diantaranya adalah: a. Peran pemerintah kota 1. Menentukan besarnya tarif jasa pengelolaan sampah. 2. Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan. 3. Mengeluarkan peraturan pengelolaan sampah yang mengikat semua warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih sehat dan nyaman.

16 Memberikan pelayan pengelolaan sampah di daratan dan perairan yang terbaik bagi masyarakat. Perairan yang dimaksud adalah sungai, danau, saluran drainase dan laut. 5. Menggunakan dana masyarakat secara transparan dan akuntabel untuk mengelola sampah. 6. Melakukan pegawasan terhadap pengelola sampah yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat 7. Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah secara memadai, termasuk menyediakan recycling centre di lokasi TPA. 8. Mendorong dan mendukung masyarakat untuk melakukan kegiatan pengurangan dan pemanfaatan sampah melalui pendekatan 4R. 9. Melakukan pembinaan kepada masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah b. Peran warga masyarakat 1. Melakukan pengurangan timbulan sampah dari sumbernya yaitu melalui pendekatan 4R serta melakukan pemisahan sampah sejak dari rumahtangga. 2. Memanfaatkan, mengolah, dan membuang sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan membayar retribusi pengelolaan sampah, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengelola sampah swakelola. 4. Mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah maupun pengelola sampah swakelola. 5. Bertindak sebagai pengawas untuk menjaga agar sistem pengelolaan sampah berjalan dengan baik. 6. Berperan sebagai sumberdaya manusia untuk mengoperasikan maupun memelihara sarana dan prasarana pengelolaan sampah. 7. Mengurangi pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan sampah untuk kegiatan ekonomi, baik dilakukan secara perorangan atau kelompok, maupun bekerjasama dengan pelaku usaha.

17 Menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan peraturan/standar tempat sampah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. c. Peran swasta 1. Menerapkan konsep recycle, teknologi ramah lingkungan dan nir limbah dalam berproduksi 2. Melakukan pengemasan terhadap produk dengan bahan yang ramah lingkungan dan seminimal mungkin menghasilkan sampah 3. Mengoptimalkan bahan daur ulang sebagai bahan baku produk 4. Menarik/membeli kembali kemasan plastik/logam/gelas/kertas produk yang telah dimanfaatkan oleh konsumen dan masyarakat. 5. Menampung sementara kemasan-kemasan bekas dari konsumen 6. Membayar biaya kompensasi pengolahan kemasan yang tidak dapat didaur ulang dengan teknologi yang berkembang saat ini 7. Membantu upaya pengurangan/pemanfaatan sampah yang dilakukan pemerintah dan masyarakat. d. Peran perguruan tinggi 1. Melakukan kajian dan action research (penelitian aksi) mengenai bentuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. 2. Memberikan sumber informasi dan pengenalan teknologi pengolahan sampah kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. 3. Melakukan pendidikan dan pelatihan kepada warga masyarakat dalam mengolah dan mengelola sampah berdasarkan jenis sampah. 4. Membimbing dan membina warga masyarakat dalam proses pemasaran hasil-hasil daur ulang. e. Peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) 1. Pendamping warga masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. 2. Pemantauan proses pelaksanaan di lapangan sebagai mitra pemerintah. 3. Membantu perguruan tinggi untuk meningkatkan aspek pengetahuan dan

18 127 keterampilan warga masyarakat dalam mengolah dan mengelola daur ulang sampah, baik organik maupun anorganik. 4. Bersama-sama perguruan tinggi memberikan masukan dan saran kepada pemerintah daerah dan pihak swasta dalam proses pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Peran stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), yakni perguruan tinggi/akademisi, pihak pengusaha/swasta, petugas pemerintah (termasuk pamong), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), diperoleh rendahnya distribusi peran stakeholders terhadap tingkat pemberdayaan masyarakat di kota Bandar Lampung saat penelitian dilakukan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan kategori rendah dengan rata-rata sebesar 45,12 persen, tingkat keberdayaan masyarakat kategori sangat rendah dengan rata-rata sebesar 30,00 persen, sedangkan tingkat keberdayaan masyarakat kategori cukup dan kategori tinggi masing-masing dengan rata-rata sebesar 13,81 persen dan 11,07 persen. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara peran stakeholders dengan keberdayaan masyarakat. Distribusi persentase peran para pemangku kepentingan terhadap keberdayaan masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57 Distribusi persentase peran para stakeholders terhadap keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Peran Stakeholders Sangat Rendah Keberdayaan masyarakat(%) Cukup Rendah Tinggi Tinggi Jumlah Total (n) PT/Akademisi 0,00 83, ,00 100,00 6 Swasta 28,57 28,57 28,57 14,29 100,00 7 Pemerintah 20,00 40,00 10,00 30,00 100,00 10 LSM 71,43 28,57 0,00 0,00 100,00 7 Rata-rata (%) 30,00 45,12 13,81 11,07 100,00 30

19 128 Tabel 57 menunjukkan bahwa peran stakeholders yang rendah menggambarkan rendahnya keberdayaan masyarakat, sebaliknya jika peran stakeholders tinggi, maka keberdayaan masyarakat juga tinggi. Khususnya para akademisi menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat rendah mencapai 83,33 persen, dan pihak LSM menyatakan keberdayaan masyarakat sangat rendah mencapai 71,43 persen. Hasil uji koefisien kontingensi Fisher (Chi square) diperoleh hitung 2 = 15,95 lebih besar dari χ tabel = 14,684 (Lampiran 11). Hal ini berarti terima H1 atau tolak H 0 sehingga ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, swasta, petugas/pamong, dan LSM (stakeholders) dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan Simpulan Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung perlu melibatkan peran aktif stakeholders yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing. Sebagian besar pemangku kepentingan (stakeholders) menyatakan peran stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan masih rendah. Untuk itu, keterlibatan pihak lain di luar pemerintah melalui kemitraan dengan semua pemangku kepentingan akan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah perkotaan. Pola kemitraan antarstakeholders merupakan organisasi yang efisien dan efektif dalam manajemen persampahan terpadu dan holistik. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi Fisher menggunakan SPSS 15 for Windows teruji bahwa ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, swasta, petugas/pamong, dan LSM dalam mendukung upaya pemerintah daerah memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung. Hal ini, memberi petunjuk bahwa permasalahan sampah kota hanya dapat diatasi dengan pola melibatkan seluruh 2 χ

20 129 pemangku kepentingan dan komponen masyarakat lainnya secara terpadu dan holistik. Keberdayaan masyarakat akan optimal apabila adanya suatu bentuk konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG.

VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Populasi dan Contoh

IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Populasi dan Contoh IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai. Menurut Singarimbun (1995) survai adalah metode yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA s BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisa terhadap 22 Kelurahan di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. No.274, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. permukiman, jasa dan pelayanan masyarakat. Pertumbuhan dan. masyarakat. Perkembangan suatu daerah mempengaruhi pola konsumsi dan

BAB I. PENDAHULUAN. permukiman, jasa dan pelayanan masyarakat. Pertumbuhan dan. masyarakat. Perkembangan suatu daerah mempengaruhi pola konsumsi dan 0 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dengan berbagai macam aktivitas di suatu wilayah meningkatkan pertumbuhan daerah sebagai pusat permukiman, jasa dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. b. bahwa

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA 5.1 Latar Belakang Program Setiap rumah tangga adalah produsen sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Cara yang paling efektif untuk mengatasi

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a; bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN PARTISIPATIF DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN PERILAKU WARGA MASYARAKAT

2015 STUDI TENTANG PEMBERDAYAAN PARTISIPATIF DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DAN PERILAKU WARGA MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberdayaan dalam arti luas merupakan suatu tindakan untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional agar secara

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pengelolaan sampah merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi setiap wilayah di dunia tidak terkecuali Indonesia. Hampir di seluruh aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan salah satu penyebab utama tumbuhnya kotakota di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia adalah Jakarta. Provinsi

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam dan alur sejarah

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2012

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2012 jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Abstrak Masyarakat merupakan salahsatu penghasil sampah, sehingga pemberdayaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN PPSP STRATEGI SANITASI KOTA. III.1. Aspek Non Teknis

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN PPSP STRATEGI SANITASI KOTA. III.1. Aspek Non Teknis BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN III.1. Aspek Non Teknis Isu strategis aspek non teknis yang dimaksudkan dalam bagian ini merupakan isu strategis pada tataran penataan pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang a. bahwa dalam rangka menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. b. c. d. bahwa pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No. 364, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Pemberdayaan Masyarakat. Pengelolaan. DAS. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di negara berkembang mempunyai kedudukan yang sangat penting dan mutlak. Peran penting

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan sanitasi Kota Bontang Tahun 0 05. Program dan kegiatan ini disusun sesuai dengan strategi untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2001 TAHUN : 2001 NOMOR : 43 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DALAM WILAYAH KOTA PANGKAPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan KELOMPOK KERJA SANITASI TAHUN 2015 DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP

TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP (Berdasarkan Peraturan Bupati Sigi Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah) A. Kepala Dinas

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pengelolaan

Lebih terperinci

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *)

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) 1 KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak Meningkatnya beban sampah (limbah domestik) di wilayah perkotaan, secara berangsur-angsur memberikan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar di dunia setelah negara China dan India. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH ===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A.

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A. KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: Andrik F. C. A. L2D 005 341 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2014 Hkmsetdawktb

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MAGELANG

PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MAGELANG DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN MAGELANG Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MAGELANG PRESENT BY : SRI MURNI EDIYATI, SH DASAR HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH 1. UU No.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : TAUFIK YOGA PANGARSO L2D 098 469 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2003 ABSTRAK Peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dengan bertambahnya penduduk dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURANDAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR 02 TAHUN 2014

PERATURANDAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR 02 TAHUN 2014 PERATURANDAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci