BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010"

Transkripsi

1 BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN Kondisi Saat Ini Wilayah Pulau Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan potensi sumberdaya alam sangat besar di sektor perikanan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan yang dapat dikelola secara optimal bagi kesejahteraan rakyat dan kemajuan wilayah. Wilayah Pulau Papua terletak di posisi paling timur dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini. Dengan posisi tersebut, pengembangan wilayah Pulau Papua menghadapi permasalahan yang sangat kompleks terutama sebagai akibat dari ketertinggalan dan keterisolasian. Permasalahan tersebut antara lain: (1) tingginya angka kemiskinan, (2) rendahnya derajat pendidikan dan kesehatan, (3) tingginya angka pengangguran, dan (4) terjadinya ganggguan ketertiban dan keamanan sebagai akibat konflik sosial. Selain itu, wilayah Papua juga menghadapi berbagai permasalahan gangguan ketertiban dan keamanan, serta konflik sosial. Berbagai permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) rendahnya akses terhadap layanan jasa pendidikan dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, (2) terbatasnya kegiatan ekonomi produktif yang menyerap angkatan kerja, (3) rendahnya investasi, (4) terbatasnya prasarana dasar seperti air minum dan sanitasi, jalan, pelabuhan, dan listrik, dan (5) terbatasnya akses terhadap layanan transportasi yang menghubungkan antarwilayah. Pengembangan wilayah Pulau Papua memiliki tantangan yang lebih sulit dibanding wilayah lainnya. Tantangan terbesar adalah memberikan perhatian yang sama terhadap seluruh wilayah pesisir, wilayah pegunungan, dan wilayah dataran, serta sekaligus membangun keterkaitan antarwilayah dalam satu kesatuan tata ruang wilayah. Program pembangunan harus dirancang secara khusus sesuai dengan kondisi geografis dan karateristik masyarakat Papua yang terbagi dalam berbagai suku. Kondisi geografis juga menghambat mobilitas sumberdaya dan penduduk akibat minimnya jaringan transportasi. Kondisi ini juga menyebabkan rendahnya pengawasan dan pengendalian ketertiban dan keamanan wilayah, serta munculnya potensi konflik dan politik-keamanan (separatisme). Dengan kondisi wilayah yang berbeda dan berbagai hambatan yang ada, perencanaan pembangunan perlu memperhitungkan secara sungguh-sungguh karakteristik wilayah Pulau Papua sebagai suatu satu kesatuan wilayah yang saling berhubungan termasuk optimalisasi koordinasi dan sinergi berbagai kebijakan dan program pembangunan sektoral. Sebagai satu kesatuan wilayah, Pulau Papua sesungguhnya memiliki potensi pengembangan yang sangat besar yang berbasis sumberdaya alam terutama pertambangan, hutan, perikanan, perkebunan dan wisata bahari. Saat ini pengelolaan sumberdaya alam (tambang dan hutan) belum memberikan dampak yang signifikan baik bagi kemajuan daerah maupun tingkat kesejahteraan penduduk. Potensi sumberdaya perikanan laut sangat besar dan masih belum dikelola secara optimal. Potensi sumberdaya hutan dan perkebunan juga cukup besar sehingga masih ada peluang pengelolaan sumber daya tersebut untuk pengembangan ekonomi wilayah. Pemanfaatan dan pengelolaan berbagai sumber daya tetap harus mempertimbangkan keterpaduan dan keseimbangan dalam penataan ruang wilayah untuk mencegah ekploitasi yang berlebihan, dan mendorong penyebaran dampak perekonomian ke seluruh wilayah. Selain itu, pengembangan wilayah Pulau Papua harus III.8-1

2 memberikan porsi yang seimbang antara upaya memelihara kestabilan politik dan keamanan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan mempercepat kemajuan wilayah Papua. (1) Bidang Sosial dan Budaya Jumlah penduduk di Pulau Papua sekitar 2,8 juta jiwa atau 1,2 persen dari total penduduk nasional. Pulau Papua memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah, hanya sebesar 7 jiwa per Km2. Konsentrasi penduduk tersebar di perdesaan dan pedalaman namun proporsi penduduk di perkotaan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pergeseran kepadatan penduduk dari desa ke kota tersebut mengindikasikan tingginya tingkat urbanisasi di Pulau Papua. Dalam perkembangannya, jumlah penduduk lokal di Pulau Papua relatif besar, akan tetapi proporsi penduduk pendatang terus meningkat. Tingkat kelahiran merupakan salah satu faktor penentu besarnya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, selain tingkat kematian dan migrasi. Jika dilihat TFR per provinsi di Pulau Papua, Provinsi Papua Barat mempunyai TFR 3,4 dan Provinsi Papua sebesar 2,8 (SDKI 2007). Dalam bidang sosial dan budaya, tingginya angka kemiskinan dan belum memadainya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan dan pendidikan merupakan permasalahan utama yang secara garis besar terjadi di Wilayah Papua. Pada tahun 2008, Persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat adalah 35,12 persen dan Provinsi Papua 37,08 persen. Dari segi pertumbuhan jumlah penduduk miskin, Provinsi Papua mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin paling tinggi. Permasalahan kemiskinan berkaitan dengan berbagai isu strategis yang perlu diatasi antara lain: ketersediaan dan ketahanan pangan terutama di daerah pegunungan, daerah pedalaman, daerah yang terkena bencana alam, dan daerah rawan pangan; tingginya harga barang kebutuhan pokok selain beras seperti kedelai, minyak tanah, minyak goreng dan terigu; tingginya biaya transportasi sebagai akibat terbatasnya infrastruktur transportasi; dan rendahnya produktivitas usaha. Permasalahan yang terjadi dalam pelayanan pendidikan menyangkut mahalnya biaya pendidikan, belum meratanya jangkauan pelayanan pendidikan, rendahnya mutu pelayanan pendidikan dan rendahnya mutu pendidik. Selain itu, secara garis besar isu strategis dalam pelayanan pendidikan antara lain adalah (1) optimalisasi mekanisme pembiayaan yang ada dengan mengutamakan perhatian terhadap anak murid sekolah dari keluarga miskin, (2) pengelolaan dana otonomi khusus bagi perbaikan layanan pendidikan, (3) manajemen sekolah berbasis asrama (boarding school), (4) koordinasi pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam pelayanan kesehatan, permasalahan utama yaitu menyangkut terbatasnya akses layanan kesehatan, khususnya keluarga miskin di daerah-daerah pedalaman dan pegunungan yang memiliki karakteristik geografis yang sulit; adanya berbagai penyakit menular seperti HIV/AIDS, malaria, demam berdarah, dan penyakit menular lainnya. Lebih jauh lagi masyarakat di Pulau Papua mengalami kesulitan untuk menjangkau air bersih yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Oleh karena itu sangat diharapkan peningkatan ketersediaan dan akses terhadap air bersih khususnya melalui pembangunan sarana dan prasarana skala kabupaten/kota untuk air bersih. Selain itu, permasalahan kesehatan lainnya berkaitan dengan rendahnya pemenuhan gizi terutama ibu, bayi, dan balita dari keluarga miskin, serta rendahnya kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini dikarenakan sebagian besar desa/kelurahan di Pulau Papua mengalami kesulitan dalam III.8-2

3 menjangkau prasarana kesehatan. Rendahnya derajat kesehatan masyarakat ini ditandai oleh rendahnya tingkat harapan hidup, tingginya angka kematian bayi, balita, dan ibu. Persentase penduduk miskin di Propinsi Papua menurun dari sebesar 46.4 persen pada tahun 2000 menjadi sebesar 37.1 persen pada tahun Di sisi lain, persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat cenderung meningkat, yaitu dari sebesar persen pada tahun 2006, kemudian melonjak menjadi sebesar 39.1 persen pada tahun 2008, lalu menurun kembali menjadi sebesar persen pada tahun Secara umum, perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua relatif lebih tinggi daripada di Provinsi Papua Barat. Dilihat dari struktur kepadatan penduduk di Pulau Papua, secara garis besar Pulau papua memiliki tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Meskipun konsentrasi penduduk masih relatif tersebar di pedesaan dan pedalaman, namun proporsi penduduk di perkotaan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring dengan pergeseran struktur kepadatan penduduk dari desa ke kota tersebut, hal ini mengindikasikan tingginya tingkat urbanisasi di Pulau Papua. Tingginya tingkat urbanisasi tersebut bersamaan dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah. Dalam perkembangannya, jumlah penduduk lokal di Pulau Papua relatif besar, akan tetapi proporsi penduduk pendatang terus meningkat. Dengan tingginya tingkat urbanisasi di kedua provinsi, hal ini berimplikasi pada semakin melebarnya kesenjangan. Peningkatan kesenjangan tersebut terutama dilatarbelakangi oleh perbedaan tingkat pendapatan, serta lokasi dan asal (asli-pendatang). Dikaitkan dengan struktur ketenaga kerjaan dan tingkat pengangguran di Pulau Papua, dapat dilihat beberapa permasalahan diantaranya: (1) Meningkatnya persentase pengangguran di Pulau Papua. Apabila dilihat perbandingan pengangguran terbuka di Pulau Papua, bahwa jumlah dan presentase pengangguran terbuka di Provinsi Papua barat lebih tinggi di Provinsi Papua. (2) Menurunnya jumlah tenaga kerja dan angkatan kerja secara signifikan. (3) Masih terdapat banyak pekerja dengan tingkat pendidikan dibawah SLTP sebagai akibat dari rendahnya jangkauan pelayanan pendidikan di Pulau Papua. (4) Rendahnya keterampilan masyarakat di Pulau Papua sehingga tidak banyak terserap di lapangan kerja. Di bidang kebudayaan, Pulau Papua memiliki akar budaya yang sangat kuat dengan berbagai seni tradisional yang relatif masih terpelihara dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hal ini juga didukung dengan kondisi keindahan alam dan demografis yang kaya dengan berbagai suku (etnis). Dilihat dari kekayaan seni budaya, Pulau Papua memiliki 46 Benda Cagar Budaya (BCB)/Situs terbesar di berbagai daerah, Taman Nasional Lorents yang menjadi salah satu warisan dunia, serta berbagai kekayaan dan keragaman seni budaya tradisional lainnya. Namun kondisi geografis yang sulit dengan masih rendahnya akses transportasi yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya menjadi kendala dalam mengoptimalkan kualitas pengelolaan seni dan budaya. Selain itu, rendahnya kapasitas fiskal, kurangnya pemahaman, apresiasi, kesadaran dan komitmen pemerintah daerah akibat keterbatasan informasi juga menjadi faktor kendala pengelolaan kekayaan dan keragaman budaya. Dilain pihak, semakin maraknya kasus pencurian berbagai benda sejarah (purbakala) untuk berbagai kepentingan harus mendapat perhatian yang serius dari seluruh stakeholders terkait. Terkait dengan pemuda, jumlah pemuda di Pulau Papua sebesar 1,03 juta jiwa atau sekitar 1,2 persen. Provinsi Irian Jaya Barat merupakan provinsi dengan jumlah pemuda III.8-3

4 paling sedikit di Indonesia, yaitu jiwa. Sementara jumlah pemuda di Provinsi Papua sebesar jiwa. Provinsi Pupua yang luasnya hampir 20 persen dari total luas Indonesia hanya memiliki kepadatan pemuda sebesar 2 pemuda per kilometer persegi. Sementara tingkat partisipasi pendidikan pemuda di Pulau Papua masih rendah. Hal ini terlihat dari masih tingginya pemuda yang tidak mempunyai ijazah. Adapun tingkat pengangguran terbuka pemuda di Provinsi Papua tergolong rendah, yaitu 8,61 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar 14,61 persen. Di bidang olahraga, prestasi olahraga di Pulau Papua perlu ditingkatkan. Hal ini terlihat dari hasil PON ke XVII tahun 2008 yang masih belum terlalu menggembirakan. Sementara itu dilain pihak, pulau Papua memiliki beberapa cabang olahraga unggulan daerah. Provinsi Papua memiliki 9 cabang olahraga unggulan daerah, yaitu Tinju, Atletik, Pencak Silat, Karate, Judo, Gulat, Angkat Besi, Sepak Bola dan Hockey. Sedangkan Provinsi Irian Jaya Barat memiliki 9 cabang olahraga unggulan daerah yaitu Atletik, Sepak Bola, Tinju, Karate, Softball, Kempo, Dayung, Selam dan Pencak Silat. (2) Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi papua cenderung relatif terhadap ratarata nasional. Tipologi wilayah di Pulau Papua, menunjukkan bahwa Provinsi Papua termasuk tipologi Daerah Maju dan Cepat Tumbuh, sedangkan Provinsi Papua Barat termasuk tipologi Daerah Berkembang Cepat. Secara garis besar pertumbuhan ekonomi Pulau Papua masih bertumpu pada kekayaan Sumber Daya Alam terutama sektor pertambangan dan penggalian. Dengan bertumpunya perekonomian Pulau Papua pada sektor pertambangan dan penggalian menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun demikian kontribusi sektor tersebut mengalami penurunan, sedangkan sektor-sektor potensial lainnya seperti sektor pertanian belum dikembangkan secara optimal untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Pulau Papua. Hasil perhitungan tingkat kemandirian (derajat desentralisasi) berdasarkan kontribusi PAD di Wilayah Papua (Kabupaten/Kota dan Provinsi) cenderung menurun dari 5,4 persen pada tahun 2004 menjadi 2,3 persen di tahun 2006, Hasil perhitungan tingkat kemandirian (derajat desentralisasi) berdasarkan dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, provinsi Papua Barat menunjukkan angka lebih tinggi dari provinsi Papua. Berdasarkan analisis Interregional Input-Output, Pulau Papua memiliki 4 sektor kunci yaitu sektor peternakan dan pengilangan minyak bumi sebagai kontributor terbesar dalam PDRB provinsi Papua, dan 2 sektor lainnya yaitu industri makanan dan minuman, dan industri barang kayu, rotan dan bambu, namun secara garis besar, struktur perekonomian Pulau Papua masih didominasi oleh aktivitas sektor informal/subsisten. Beberapa potensi lainnya adalah komoditas unggulan kakao, dan kelapa sawit, namun masih terbatas pada rendahn ya tingkat teknologi pengolahan dan tingkat produksi. Tingginya ketimpangan ekonomi antara Provinsi Papua dan Papua Barat, serta relatif tingginya ketimpangan antara wilayah pesisir dan pedalaman masih merupakan permasalahan utama di Pulau Papua. Hal ini ditunjukkan oleh masih besarnya ketimpangan pendapatan perkapita antara penduduk di wilayah pesisir dan wilayah pedalaman, yang selain dikarenakan kendala geografis, juga daya dukung kelengkapan dasar sarana dan prasarana dasar penunjang perekonomian yang kurang memadai. III.8-4

5 Dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi di Pulau Papua, terdapat berbagai isu yang harus diselesaikan dari setiap sektor pendukunganya. Terkait dengan investasi di Pulau Papua terdapat beberapa isu strategis yang berkembang, diantaranya: (1) Terhambatnya investasi sebagai akibat ketidapastian dalam memperoleh ijin usaha, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya penyerapan tenaga kerja (2) Pertumbuhan investasi asing di wilayah Pulau Papua mengalami fluktuasi yang menunjukkan tidak stabilnya minat investor untuk menanam modal di Pulau Papua (3) Prasarana yang terbatas menyebabkan diperlukannya modal besar untuk melakukan investasi di Pulau Papua (4) Tingginya biaya transportasi dan tingginya konflik menjadi penyebab rendahnya kepercayaan investor untuk berinvetasi di wilayah Papua. Terkait dengan sektor pertanian di Pulau Papua, terdapat beberapa isu strategis yaitu: (1) Rendahnya produktivitas pertanian, (2) Rusaknya infrastruktur pendukung, (3) Produksi tanaman pangan masih sangat bergantung pada luas lahan, dan belum bertumpu pada peningkatan produktivitas, (4) Komoditas unggulan perkebunan masih didominasi kakao dan kelapa sawit. Dalam hal ini, peningkatan produksi kelapa sawit terutama dipicu dari banyaknya konversi lahan pada perkebunan sawit. Selain itu, terkait dengan sektor peternakan, terdapat beberapa isu strategis yang berkembang diantaranya: (1) Sektor peternakan masih didominasi oleh sapi potong dan kambing. (2) Rendahnya tingkat teknologi dan pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan peternak. Sedangkan dalam sektor perikanan, isu yang berkembang ialah: masih rendahnya produksi budidaya ikan darat yang menunjukkan belum berkembangnya industri perikanan. Berdasarkan berbagai isu strategis dari setiap sektor pendukung tersebut, maka (1) diperlukan suatu upaya peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan serta diversifikasinya yang memiliki daya saing dan nilai tambah yang tinggi, (2) Revitalisasi pertanian secara terpadu, sistematik, dan konsisten; (2) Pengembangan sektor dan komoditas keunggulan; (3) Optimalisasi kinerja UMKM dengan memperluas akses faktor produksi, modal, teknologi, dan pasar terutama pelaku UMKM. Keberadaan UKM perlu didukung oleh dengan fasilitasi dari pemerintah melalui pengembangan sistem pendukung usaha (akses terhadap sumberdaya, layanan lembaga pembiayaan), pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM (fasilitas teknologi, pemasaran terhadap potensi ekspor), dan pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan kesadaran berwirausaha, kapasitas usaha, dan memperluas jangkauan pasar UKM di Papua. Selain menyangkut permasalahan sektoral dalam bidang ekonomi tersebut diatas, terdapat beberapa isu dan permasalahan terutama terkait dengan keuangan daerah, yaitu: rendahnya kapasitas fiskal khususnya di provinsi Papua Barat dan rendahnya optimalisasi penggunaan dana otonomi khusus yang seharusnya digunakan untuk peningkatan pelayanan dasar dan kesejahteraan rakyat. (3) Bidang Prasarana Dalam bidang sarana dan prasarana, garis besar permasalahan utama terutama menyangkut rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana, khususnya untuk jalan dan jembatan, serta sarana transportasi. Kurangnya keterpaduan transportasi antarmoda menjadi permasalahan utama, khususnya ketersediaan transportasi darat, laut, sungai, dan udara yang belum memadai. Beberapa isu strategis yang berkembang dalam bidang infrastruktur khususnya terkait dengan sistem transportasi ialah (1) Kecenderungan memburuknya kondisi infrastruktur jalan darat terutama untuk wilayah terisolir dan perbatasan. (2) Belum berkembangnya sistem transportasi (darat, laut, ASDP dan Udara) dalam mendukung pembangunan di wilayah Papua. Oleh karena itu, diperlukan percepatan III.8-5

6 pembangunan prasarana transportasi jalan, laut, ASDP, dan udara sebagai penghubung antar wilayah maju dan tertinggal di wilayah Papua. (3) Belum terjalinnya perhubungan laut antara kawasan dengan pulau-pulau disekitarnya dan daerah perbatasan dalam kawasan papua. Terkait dengan jaringan listrik dan telekomunikasi, beberapa isu strategis yang berkembang diantaranya: (1) Rendahnya rasio elektrifikasi untuk wilayah Papua sebesar 32,05 persen dan rasio desa berlistrik sebesar 30,2 persen (2) Rendahnya akses masyarakat terhadap sarana telekomunikasi. Oleh karena itu diperlukan peningkatan ketersediaan energi listrik dan telekomunikasi untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah. Terkait dengan prasarana pengairan dan jaringan irigasi, permasalahan yang berkembang ialah rendahnya ketersediaan jaringan irigasi, terutama untuk mendukung ketahanan pangan regional di Pulau Papua. (4) Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Dalam bidang SDA dan LH, garis besar isu dan permasalahan yang paling penting dan perlu untuk segera ditangani adalah terkait dengan masalah kehutanan, baik itu menyangkut perusakan hutan, pembalakan hutan, maupun kebakaran hutan. Permasalahan utama lainnya adalah kecenderungan terjadinya beberapa bencana alam seperti banjir, longsor dan kekeringan akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan juga terjadinya perubahan iklim global. Sedangkan eksploitasi terhadap sumber daya alam seperti kegiatan penambangan, eksploitasi sumberdaya laut dan pantai, serta buruknya manajemen daerah aliran sungai juga menyebabkan terjadinya permasalahan. Tingginya konversi lahan sawah juga berhubungan dengan lokasi yang lebih tinggi dari nilai kualitasnya, yaitu lahan sawah dengan kesuburan tinggi, di daerah yang dekat dengan konsentrasi penduduk akan kalah bersaing dengan keuntungan lokasinya. Selain itu perbedaan tingkat upah di sektor pertanian dan industri, jumlah pemilikan aset lahan serta luas pemilikan lahan sawah yang semakin kecil cenderung menjadi faktor pendorong proses konversi lahan sawah. Permasalahan lainnya yang perlu mendapat perhatian ialah terkait dengan kerusakan lingkungan yang antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis semakin bertambah. Laju kerusakan semakin parah dan tidak terkendali pada era otonomi daerah terutama disebabkan oleh aktivitas penebangan liar, penyelundupan kayu dan konversi kawasan hutan. Kondisi ini merupakan isu strategis bidang penataan ruang, dan perlu penanganan serius secara berkelanjutan. Beberapa isu strategis lainnya yang juga perlu mendapat perhatian khusunya di Pulau Papua ialah: (1) Rendahnya pemanfaatan dan optimalisasi pengelolaan sumberdaya air bagi irigasi dan domestik. (2) Belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pengembangan sektor unggulan. (3) Belum optimalnya upaya penurunan tingkat pencemaran dan upaya pengelolaan limbah secara terpadu dan sistematis (4) Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan serta belum harmonisnya peraturan perundangan lingkungan hidup (5) Rendahnya akses masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya air (6) Menurunnya kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan (7) Tingginya eksploitasi sumberdaya tambang (Papua-Mimika) sebagai sumber utama pendapatan daerah (8) Tingginya tingkat abrasi pantai dan kasus illegal fishing (9) Tingginya kasus konflik pertanahan yang menyangkut hak ulayat dan peraturan adat (10) Belum terakomodasinya perbedaan kondisi wilayah pesisir dan pegunungan didalam arah pemanfaatan struktur ruang Pulau Papua (11) Terjadiunya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi tambang dan migas. III.8-6

7 (5). Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Dalam bidang Politik, Hukum, dan Keamanan garis besar isu dan permasalahan yang timbul dan menonjol ialah menyangkut pelaksanaan otonomi daerah seperti inkonsistensi produk peraturan daerah, pemekaran wilayah administrasi, dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Isu pemekaran wilayah dan pilkada tersebut memiliki dampak yang cukup panjang karena dapat menimbulkan konflik yang mengganggu keamanan, termasuk diantaranya konflik batas antar wilayah administrasi. Wilayah Papua masih mengalami permasalahan dalam pelaksanaan otonomi khusus. Permasalahan di bidang pertahanan dan kemananan, antara lain yang menyangkut daerah perbatasan dengan negara lain dan kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia, perdagangan narkoba, dan kegiatan ilegal lainnya. Reformasi birokrasi juga masih menjadi permasalahan utama termasuk penegakkan hukum di bebagai tindak kejahatan. Isu strategis lainnya yang perlu diatasi adalah (1) Koordinasi, penegakkan hukum, dan konflik tata ruang, yaitu konflik mengenai lahan dan daerah-daerah konservasi. (2) Tingginya potensi gangguan keamanan dan stabilitas politik yang dapat menghalangi pelaksanaan pembangunan (3) Terdapatnya potensi terhambatnya program eksekutif akibat hambatan dari partai dominan di legislatif. (4) Terbatasnya kemampuan personel, prasarana dan alustista dalam menjaga wilayah yang luas dan geografis sulit. (5) Masih tingginya konflik sosial di Papua memerlukan pengembangan early warning system untuk pencegahan konflik. (6) Masih adanya kontradiksi antara hukum adat dengan hukum positif dalam penyelesaian konflik dan kriminalitas ditingkat lokal. (7) Rendahnya kesadaran dan pemahaman politik di masyarakat (8) Masih terdapatnya aksi separatisme yang dapat mengganggu stabilitas keamanan, dan (9) Sulitnya memisahkan antara konflik separatisme dengan isu etnis dan kesenjangan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan penciptaan stabilitas politik dan keamanan lokal untuk mendukung percepatan pembangunan, serta diperlukan peningkatan dinamika politik lokal yang kondusif sebagai pondasi percepatan pembangunan. Isu bidang politik lain yang muncul di wilayah Papua adalah kinerja lembaga demokrasi yang masih rendah. Hal lain adalah di wilayah Papua, pada tahun 2010, akan melaksanakan pilkada di beberapa kabupaten/kota. Dalam merespon hal tersebut, kiranya pertama kinerja lembaga KPU kabupaten/kota perlu untuk lebih ditingkatkan agar dapat menghasilkan pelaksanaan pilkada yang berkualitas. Pendidikan politik penting pula bagi para eskekutif dan anggota legislative yang terpilih pada pemilu 2009 agar lembaga-lembaga tersebut dapat melaksanakan peran sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang bidang politik. Masyarakat sipil Papua perlu dibangkitkan melalui upaya-upaya sistematis pendidikan politik untuk meningkatkan rasa memiliki bangsa melalui pemasyarakatan nilai-nilai mulia demokrasi tentang persamaan di depan hukum dan persamaan hak. Masyarakat perlu diajak untuk lebih berpartisipasi di dalam proses perumusan kebijakan di dalam lembaga-lembaga pemerintahan daerah. 8.2 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua Tujuan pengembangan wilayah Pulau Papua Tahun 2010 antara lain adalah: (1) Meningkatkan standar hidup masyarakat Pulau Papua. (2) Meningkatkan aksesibilitas masyarakat wilayah Pulau Papua terhadap pelayanan publik dasar. (3) Mewujudkan keseimbangan pembangunan wilayah Papua dan Papua Barat. (4) Mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. III.8-7

8 (5) Melakukan transformasi struktural perekonomian di wilayah Papua yang didasarkan pada potensi dan keunggulan daerah. (6) Meningkatkan sinergi dalam pengelolaan sumber daya hutan dan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan dan hak ulayat, perlindungan masyarakat adat, dan pengembangan usaha. (7) Meningkatkan jumlah dan mutu sistem jaringan prasarana dasar (jalan, pelabuhan, lapangan udara, telekomunikasi, listrik dan telepon) yang menjangkau daerah-daerah tertinggal di wilayah Pulau Papua. (8) Mengoptimalkan pelaksanaan otonomi khusus untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan wilayah Pulau Papua. (9) Terwujudnya jati diri dan karakter bangsa yang tangguh dan toleran (10) Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan (11) Meningkatkan budaya serta prestasi olahraga Sasaran pengembangan wilayah Pulau Papua Tahun 2010 adalah sebagai berikut: (1) Meningkatnya standar hidup masyarakat Pulau Papua. a. Meningkatnya pendapatan per kapita Provinsi Papua menjadi sekitar Rp dan Provinsi Papua Barat menjadi sekitar Rp b. Tercapainya pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sebesar 2,32 persen dan Provinsi Papua Barat sebesar 6,52 persen. c. Menurunnya tingkat kemiskinan di Provinsi Papua menjadi sekitar 35,21 persen dan Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 36,92 persen. d. Menurunnya angka pengangguran di Provinsi Papua menjadi sekitar 3,89 persen dan di Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 7,57 persen. e. Meningkatnya angka rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua menjadi sekitar 6,58 tahun dan di Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 7,48 tahun. f. Menurunnya angka kematian bayi di Provinsi Papua menjadi sekitar 29,87 per 1000 kelahiran hidup dan di Provinsi Papua Barat menjadi sekitar 24,21 per 1000 kelahiran hidup. (2) Meningkatnya standar layanan jasa pendidikan di Pulau Papua. (3) Meningkatnya standar layanan jasa kesehatan di Pulau Papua. (4) Tercapainya tingkat produksi pangan dengan tingkat ketersediaan minimal 90 persen dari kebutuhan domestik untuk pengamanan kemandirian pangan di Pulau Papua. (5) Meningkatnya peran sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata dalam perekonomian wilayah Pulau Papua. (6) Meningkatnya peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya tambang dan hutan. (7) Berkembangan jumlah dan mutu sistem jaringan prasarana dasar yang menjangkau daerah-daerah tertinggal di wilayah Pulau Papua. (8) Meningkatnya mutu pengelolaan otonomi khusus dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan wilayah Pulau Papua. (9) Terwujudnya jati diri dan karakter bangsa yang tangguh dan toleran, yang antara lain ditandai dengan meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap nilai budaya yang positif dan produktif; serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap keragaman dan kekayaan budaya. (10) Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan (11) Meningkatkan budaya serta prestasi olahraga tingkat nasional dan internasional III.8-8

9 8.3 Strategi dan Arah Kebijakan Pengembangan Wilayah Papua Dengan memperhatikan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Papua, pengembangaan wilayah Papua diarahkan untuk: (1) mendukung peningkatan serta mempekuat persatuan, kesatuan dan keutuhan kehidupan bangsa dan pertahanan negara; (2) menempatkan hak ulayat dalam penataan ruang sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan nilai-nilai sosial budaya setempat; (3) memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara produktif dan efisien agar terhindar dari pemborosan dan penurunan daya dukung lingkungan sehingga dapat memberi manfaat sebesar-besarnya berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian dan berkelanjutan; (4) mempertahankan kawasan lindung sekurang-kurangnya 50 persen dari luas wilayah Pulau Papua; (5) memacu pertumbuhan ekonomi wilayah Pulau Papua melalui pengembangan sektor-sektor unggulan yang berbasis sumber daya setempat dan meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat pertumbuhan; (6) menampung kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan sekaligus memenuhi fungsi sebagai pusat pelayanan usaha melalui pengembangan kawasan dan pusat pertumbuhan; (7) meningkatkan keterkaitan yang saling menguntungkan antara kawasan andalan dan tertinggal dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi daerah di sekitar kawasan andalan; (8) meningkatkan ketersediaan dan kualitas, serta memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya transportasi laut yang didukung oleh transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal dengan mengikutsertakan dunia usaha; (9) meningkatkan pengembangan wilayah pedalaman dan perbatasan yang tertinggal dan terisolasi dengan menyerasikan laju pertumbuhan antar wilayah. (10) Meningkatkan upaya pengembangan dan pelestarian kesenian; (11) Meningkatkan upaya penumbuhan kewirausahaan dan kecakapan hidup pemuda; (12) Memperluas pengerahan tenaga terdidik untuk pembangunan perdesaan; (13) Meningkatkan upaya pemasyarakatan dan pembinaan olahraga; (14) Meningkatkan upaya pembinaan olahraga yang bersifat nasional; (15) Meningkatkan kerjasama pola kemitraan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga. Pengembangan PKN di Pulau Papua diarahkan untuk: (1) mendorong pengembangan kota Sorong dan Jayapura sebagai pusat pelayanan primer yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan; (2) mendorong pengembangan kota, dan Timika sebagai pusat pelayanan sekunder yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengembangan PKSN di kawasan perbatasan negara merupakan upaya untuk mendorong pengembangan kota-kota Tanah Merah, Merauke dan Jayapura. Pengembangan PKW di Pulau Papua diarahkan untuk: (1) mendorong pengembangan kota Fak Fak, Manokwari, Nabire, Biak, Merauke dan Wamena sebagai pusat pelayanan sekunder yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan; dan (2) mengendalikan pengembangan kota Bade, Muting, Arso, Ayamaru, Teminabuan, dan Sarmi sebagai pusat pelayanan tersier yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengembangan PKL di Pulau Papua ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan kriteria sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN, dan pengembangan kota-kota PKL merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan sistem pusat permukiman di Wilayah Papua. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO III.8-9

10

11

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 01 PELAYANAN UMUM 65.095.787.348 29.550.471.790 13.569.606.845 2.844.103.829 111.059.969.812 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI 64.772.302.460

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 Halaman : 1 01 PELAYANAN UMUM 66.583.925.475 29.611.683.617 8.624.554.612 766.706.038 105.586.869.742 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI 66.571.946.166

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 Halaman : 1 01 PELAYANAN UMUM 66.396.506.021 27.495.554.957 7.892.014.873 639.818.161 102.423.894.012 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI 66.384.518.779

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2010 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2010 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 Halaman : 1 01 PELAYANAN UMUM 70.623.211.429 31.273.319.583 8.012.737.962 316.844.352 110.226.113.326 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI 70.609.451.524

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2010 2014 7.1 Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini 7.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Dalam kurun waktu 2004 2008 perekonomian wilayah Maluku mengalami pertumbuhan yang

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bengkulu Utara selama lima tahun, yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Tahun 2010 Kabupaten Sintang sudah berusia lebih dari setengah abad. Pada usia ini, jika merujuk pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 8.1 Program Prioritas Pada bab Indikasi rencana program prioritas dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau ini akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

5.1. VISI MEWUJUDKAN KARAKTERISTIK KABUPATEN ENDE DENGAN MEMBANGUN DARI DESA DAN KELURAHAN MENUJU MASYARAKAT YANG MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN

5.1. VISI MEWUJUDKAN KARAKTERISTIK KABUPATEN ENDE DENGAN MEMBANGUN DARI DESA DAN KELURAHAN MENUJU MASYARAKAT YANG MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Mengacu kepada arah pembangunan jangka panjang daerah, serta memerhatikan kondisi riil, permasalahan, dan isu-isu strategis, dirumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS Pembangunan yang diprioritaskan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mendesak yang memberikan dampak luas bagi masyarakat, sebagai berikut : 8.1. Indikasi Program

Lebih terperinci

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2010 2014 8.1 Kondisi Wilayah Papua Saat Ini 8.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah Papua cukup berfluktuasi. Perekonomian wilayah Papua

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan situasi keamanan dan ketertiban

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka menengah

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 Prioritas Misi Prioritas Meningkatkan infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah 2 1 jalan dan jembatan Kondisi jalan provinsi mantap

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Rencana program dan kegiatan Prioritas Dearah Tahun 2013 yang dituangkan dalam Bab V, adalah merupakan formulasi dari rangkaian pembahasan substansi

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 BUKU III:

LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 BUKU III: LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 BUKU III: PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN BAB 1 ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi Identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi pelayanan SKPD Badan Pelaksana

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA Pemerintah Kabupaten Demak Perencanaan strategik, sebagai bagian sistem akuntabilitas kinerja merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011 BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011 8.1. Kondisi Wilayah Papua Saat Ini Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat secara tahunan (yoy) pada triwulan IV-2009 yang diprakirakan

Lebih terperinci

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 2.1. Kondisi Wilayah Sumatera Saat Ini Pertumbuhan ekonomi provinsi di Wilayah Sumatera tahun 2009 rata-rata memiliki laju pertumbuhan positif dan menurun

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1 Perumusan Strategi Analisis yang digunakan dalam perumusan strategi RPJMD Minahasa Utara tahun 2010-2015 ini digunakan Metode Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities,

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam upaya mewujudkan Misi maka strategi dan arah kebijakan yang akan dilaksanakan tahun 2011-2016 adalah sebagai berikut. 6.1. MISI 1 : MENINGKATKAN PENEGAKAN SUPREMASI

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017 PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Pada Tahun 2014, rencana program dan kegiatan prioritas daerah adalah: Program indikatif prioritas daerah 1 : Agama dan syariat islam. 1. Program Peningkatan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Isu Strategis merupakan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena atau belum dapat diselesaikan pada periode sebelumnya dan memiliki dampak jangka panjang bagi keberlanjutan

Lebih terperinci

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera BAB - V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi Misi Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan rangkaian kegiatan pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi kepada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Agus Bastian,

Lebih terperinci

4.1. Permasalahan Pembangunan

4.1. Permasalahan Pembangunan BAB - IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Permasalahan Pembangunan Isu Strategis Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Bengkulu Tengah. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

VISI : TERWUJUDNYA BANGKALAN YANG MAKMUR, MANDIRI DAN AGAMIS

VISI : TERWUJUDNYA BANGKALAN YANG MAKMUR, MANDIRI DAN AGAMIS Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Arah Kebijakan 1 Mewujudkan sumber daya manusia Bangkalan yang agamis, produktif, berkualitas dan berdaya saing kualitas sumber daya manusia agar berdaya saing,

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1. Optimalisasi peran dan fungsi Persentase produk hukum kelembagaan pemerintah daerah daerah ditindaklanjuti

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA Sungailiat, 14 Maret 2017 Oleh: Dr. YAN MEGAWANDI, SH., M.Si. Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung OUTLINE PERIODESASI DOKUMEN PERENCANAAN CAPAIAN

Lebih terperinci