Graphium androcles/ Zdenek Hanc.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Graphium androcles/ Zdenek Hanc."

Transkripsi

1 Graphium androcles/ Zdenek Hanc. Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang pernah menjelajah Kepulauan Indo-Malaya dari tahun 1856 sampai dengan Wallace melakukan ekplorasi flora dan fauna di kawasan Bantimurung dari tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal Nopember 1857 dan berhasil mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di wilayah Maros. Ia kemudian menuliskan dan menerbitkan jurnal perjalanan selama enam tahunnya ke Kepulauan Indo-Malaya yang berjudul The Malay Archipelago. Sejak itu pula lah keanekaragaman hayati kawasan Indo-Malaya terutama kawasan Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya mulai dikenal oleh para naturalis, ilmuan serta masyarakat di kawasan Eropa bahkan mungkin ke seluruh dunia. Deskripsi kawasan Karst Maros-Pangkep dan keanekaragaman faunanya dianggap sudah cukup lengkap pada saat itu, dan Wallace sendiri memberikan julukan The Kingdom of Butterfly untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya karena kekayaan jenis kupu-kupu pada kawasan tersebut. Dalam bukunya, Wallace menggambarkan betapa menakjubkannya fenomena ratusan kupu-kupu, terutama Graphium androcles, beterbangan liar di sekitar pantai berpasir pada sisi kolam di atas air terjun Bantimurung (mungkin tempat yang oleh masyarakat sekarang disebut Kassi Kebo). Formasi ratusan Kupu-kupu ini membentuk awan beraneka warna. Deskripsi Wallace dalam laporannya seakan membuka jendela dunia dengan menunjukkan betapa kayanya Bantimurung dengan keanekaragaman jenis kupu-kupunya. Pada masa penjajahan Belanda, Kawasan Bantimurung pun kemudian dijadikan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Guvernements Besluits tanggal No. 6 Staatblad No. 90 dengan luas 18 Ha. Ketika Indonesia Merdeka, Pemerintah Indonesia menunjuk kawasan tersebut sebagai Taman Wisata Alam Bantimurung berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 237/Kpts/Um/3/1981 tanggal 30 Maret 1981 dengan luas 118 Ha. Seiring dengan perkembangannya, pada tanggal 18 Oktober 2004, Menteri Kehutanan 1 / 5

2 menerbitkan Keputusan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung seluas ± Ha terdiri dari Cagar Alam seluas ± ,65 Ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 Ha, Hutan Lindung seluas ± ,10 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 Ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas ± Ha yang terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Penujukan kawasan ini didasarkan atas keunikan fenomena karst dan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang ada di dalam kawasan karst Maros-Pangkep, salah satu diantaranya adalah keanekeragaman jenis kupu-kupunya. A. PENGELOLAAN KUPU-KUPU Upaya-upaya konservasi keanekaragaman hayati di dalam kawasan masih dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data, serta pemetaan sebaran habitatnya di dalam kawasan. Kajian lebih lanjut tentang bagaimana kondisi populasinya di dalam kawasan, daya dukung habitat terhadap kelangsungan populasi jenis tersebut, serta hal-hal lain yang terkait dengan konservasi keanekaragaman hayati sudah mulai dirintis untuk dilaksanakan. Pengelolaan keanekaragaman hayati secara bertahap mulai diarahkan pada perumusan strategi pengamanan populasi yang ada saat ini, penertiban pemanfaatan spesies, terutama jenis kupu-kupu, serta peluang pemanfaatan atraksi keanekaragaman hayati untuk ikut mendukung pengembangan pariwisata alam. Dalam hal konservasi keanekaragaman jenis fauna TN Bantimurung Bulusaraung, kupu-kupu bisa dianggap sebagai focal species. Sejak kunjungan Wallace ke kawasan ini, kupu-kupu seakan menjadi ikon yang sangat identik dengan Bantimurung. Julukan The Kingdom of Butterfly sangat melekat di kawasan ini. Namun seiring waktu, banyak pihak telah menilai bahwa keanekaragaman kupu-kupu Bantimurung telah jauh berkurang. Hal ini merupakan tantangan besar bagi pengelolaan keanekaragaman hayati TN Bantimurung Bulusaraung. Menjawab tantangan tersebut, sejak tahun 2005, ketika pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung masih berada di bawah kewenangan Balai KSDA Sulawesi Selatan I, telah dibangun penangkaran kupu-kupu walaupun dengan ukuran yang kurang representatif. Kegiatan pengelolaan yang dilaksanakan saat itu masih terbatas pada penyediaan pakan ulat hingga imago. Jenis yang ditangkarkan pun masih terbatas pada jenis Troides dan Papilio yang sudah diketahui jenis pakannya. Sebagian hasil penangkaran dikembalikan ke alam, kembali ditangkarkan serta dijadikan offsetan, namun bukan untuk tujuan komersial. 2 / 5

3 Mengingat kupu-kupu adalah ikon TN Bantimurung Bulusaraung, maka sudah seharusnya kupu-kupu menjadi salah satu fokus upaya konservasi spesies. Untuk keperluan konservasi keanekaragaman hayati tersebut, dilakukan lah upaya secara insitu dan eksitu yang lebih intensif. Upaya eksitu dilakukan untuk mendukung kegiatan insitu dengan disertai adanya intervensi perlakuan oleh manusia. Upaya konservasi jenis kupu-kupu yang selama ini hanya dilakukan dalam bentuk penangkaran kecil, dipandang sudah sangat tidak representatif dalam rangka konservasi jenis tersebut. Pada tahun 2010, dilaksanakan lah pembangunan dan pengembangan penangkaran kupu-kupu TN Bantimurung Bulusaraung. Penangkaran ini selain ditujukan untuk pengawetan jenis kupu-kupu, juga arahkan untuk dikembangkan sebagai wahana rekreasi alam dan pendidikan. Untuk tujuan tersebut, mengingat letak penangkaran kupu-kupu yang dahulu cukup strategis, maka pembangunan dan pengembangan penangkaran pun dilaksanakan di lokasi yang sama. Pembangunan penangkaran ini dilengkapi dengan laboratorium, shelter, toilet, pagar dan gerbang masuk serta penataan lansekapnya. Diharapkan mulai tahun 2011, dapat diselenggarakan konservasi kupu-kupu yang lebih baik, sehingga pada 2 tahun ke depan telah dapat dikembangkan kegiatan wisata yang profesional berbasis kupu-kupu. Seiring dengan pengambangan penangkaran kupu-kupu, konservasi kupu-kupu pun dilakukan melalui kegiatan identifikasi jenis kupu-kupu dan pengamanan dan penertiban pemanfaatan spesies tersebut, mengingat masih maraknya aktivitas penjualan souvenir berbahan dasar kupu-kupu dan penangkapan kupu-kupu di sekitar kawasan. Papilio blumei. B. PEMANFAATAN KUPU-KUPU Sejak diterbitkannya tulisan Wallace tentang penjelajahannya di Indonesia, kupu-kupu Indonesia banyak dicari/diburu orang asing, baik itu kolektor, peneliti yang ingin melengkapi biosistematikanya ataupun masyarakat umum yang mengagumi keindahan kupu-kupu untuk dijadikan hiasan dirumahnya. Peluang pasar ini tentu mendapat respon positif dari masyarakat di sekitar Bantimurung. 3 / 5

4 Sejak tahun 1970-an, kupu-kupu pun telah menjadi komoditi ekspor andalan dari wilayah Bantimurung dan sekitarnya. Tak hanya dijual ke luar negeri, di pasar lokal, kupu-kupu pun diolah menjadi beranekaragam souvenir, antara lain berupa specimen mentah, bingkai kupu-kupu, hingga gantungan kunci dan asesoris lainnya. Hal ini sangat ditunjang oleh potensi wisata Bantimurung yang merupakan primadona wisata keluarga di Sulawesi Selatan. Sebagaimana dijelaskan di muka, kawasan wisata Bantimurung mulai diperkenalkan sejak kunjungan Wallace ke kawasan tersebut. Deskripsinya yang menggambarkan keindahan panorama alam, indahnya air terjun Bantimurung, dan yang utama adalah atraksi beraneka ragam jenis kupu-kupu bersayap indah, sedikit banyak telah mempromosikan potensi kawasan Bantimurung sebagai objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Sejak saat itu (1980-an), kunjungan ke Bantimurung terus meningkat, baik untuk wisata, penelitian, maupun koleksi spesimen kupu-kupu. Tingkat kunjungan ke kawasan wisata ini pun kian lama kian meningkat seiring dengan animo dan kebutuhan masyarakat akan wisata alam. Hingga saat ini, tingkat kunjungan ke kawasan wisata ini rata-rata mencapai orang per tahunnya. Bahkan pada tahun 2010, secara keseluruhan jumlah kunjungan ke TN Bantimurung Bulusaraung mencapai angka kunjungan. Secara rinci tingkat kunjungan ke kawasan wisata Bantimurung dan TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagaimana dijabarkan dalam Tabel berikut ini. Tabel 1. Kunjungan Wisata di Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung 5 Tahun Terakhir. 4 / 5

5 Keterangan: Wisata Bulusaraung Kegiatan menyumbang ,-. lingkungan memperkuat nasional. Menilik sudah hayati yang dengan Pemanfaatan wisata kemudian ataupun besar kegiatan Tak tinggi berasal mulai menangkap Mereka mereka Dengan dari kupu-kupu. baik DN hanya Jepang, untuk sudah adanya bukan : seharusnya keluarga. Pattunuang hal dari cukup impikan, berkembangnya Wisatawan budidaya, pemanfaatan wisata adalah dicari memudahkan eksositemnya dijual tersebut, dan Sebagai lama Jepang. kupu-kupu berasal maka posisi sejak kesadaran jenis PAD puas wisata oleh Bantimurung Kupu-kupu lokal, Besarnya tanpa dimanfaatkan kupu-kupu bergeser tahun sangat tetapi ini tawar Kabupaten baru Dalam dengan pengelolaan modal dari Tidak para langsung sangat beberapa alam kupu-kupu harus untuk diberlakukan penentuan konservasi, animo merupakan sebagai dalam (bargaining kolektor. terbuka hanya retribusi Negeri dasar, pada biasa menikmati dari yang erat mengkoleksinya. kemudian pun Maros (ekstraksi), adalah baru kawasan pemanfaatan jenis atraksi dengan kaitannya sejak sebaran menjadi dimanfaatkan peluang LN Penggiat dan/atau lokasi perlu para hasil position) sebesar efektif : pengalaman kupu-kupu. kalangan mereka awal Wisatawan wisata. TN mengkoleksi penghobi tangkapan ditertibkan dimana souvenir beragam maupun dikembangkannya konservasi dengan seiring kolektor tingkat Bantimurung tahun kawasan yang ±4,3 sumber lepas tersebut Di penghobi bahkan kupu-kupu Pemanfaatan Bantimurung, hingga khas operasionalnya sebagai bersifat Milyar menangkap PNBP pemanfaatan jenis Luar lebih kembali akan spesimen daya habita konservasi bukanlah Bantimurung. memiliki Negeri Bulusaraung, dan lanjut. akhir dari kupu-kupu, ekstraksi memberikan potensi alam yang wisata ke aslinya. jumlah pun kegiatan tahun yang beragam kupu-kupu, sumber alam Pengelolaan nilai kawasan hayati hasil dimaksudkan dalam mulai Balai atraksi harus minat menuju paling PNBP ekonomi 2010 yang Meskipun (catch Yang kegiatan namun pemanfaatan dan nilai TN daya beralih jenis pembangunan diidentifikasi khusus satwa. sebagai ini telah mayoritas banyak Bantimurung namun sebesar menjadi ekosistemnya pemanfaatan and tambah wisata dilakukan alam kupu-kupu yang tetap mencoba sebagian berada. penangkaran mampu release). berbasis lokasi hayati dengan adalah sangat saja masalah Rp. Taman dan jasa berasal dengan baik yang Troides C. Penunjukan menjadi perlindungan upaya tentang kupu-kupu Di kian Pengetahuan memberikan mengembangkan Adapun antara 1. Sebagian ratusan resmi aspek kecuali Hal 2. Sejak serangga, matapencaharian sangat spesies 3. Satwa kawasan. terbang TN tentu FAKTOR mendukung kawasan haliphron. 4. konservasi Arahan sebagian PENDUKUNG hukum Strategis tersebut. bagi pada besar upaya Konservasi habitat Dalam DAN TN konservasi KENDALA alami Peraturan kupu-kupu, Spesies kupu-kupu. KONSERVASI meneliti Bantimurung dan yakni Status Nilai Mobilitas sisi ini signifikan, dilindungi Wallace lain, legalitas terkait cenderung tinggi. jika Ekonomi jenis baru, melintasi kendala-kendala Kupu-kupu besar khususnya ditetapkan adalah perhatian kupu-kupu peluang Bulusaraung yang dengan langka, Nilainya masyarakat melaporkan salah usaha oleh jenis daratan konservasi memiliki sebagai telah peraturan satunya bagi misalnya. upaya dan/atau kupu-kupu menjadi berbasis bisa tersebut masyarakat jelajah diketahui, ataupun pengelola yang daya berikut: hasil mencapai konservasi dan ditengarai salah bahkan perundang-undangan kupu-kupu, ditangkap Kupu-kupu telah dilakukan penjelajahannya Bantimurung semakin luas pembudidayaan hanya lautan lokal. dalam satu kawasan lama jutaan terhadap merupakan keanekaragaman dari Beberapa 4 spesies hingga dari meningkat. pengembangan secara berkecimpung meskipun jenis mobilitas rupiah, beragamnya Menteri Nasional bukan dalam Bulusaraung untuk termasuk upaya bermili-mil komprehensif prioritas kupu-kupu. individu Perangkat Indo-Malaya, daya apalagi belajar merupakan kawasan Kehutanan tinggi Hal Penunjukan konservasi 2008 Indonesia. jelajah dalam kawasan ini topic hayati untuk upaya yang merupakan Bantimurung jauhnya dan jika membuka TN bahkan peraturan 2018, penelitian dan kupu-kupu dunia bersama-sama kelompok tersebut Nomor: jenis tidak heteroseksual. konservasi animo Bantimurung Hal kawasan menyeluruh. saat ekosistem berbagai yang tinggi. dapat kupu-kupu memiliki ini peluang salah para P. pun yang bermigrasi. ditangkap tentang tentu serangga. tersebut 57/Menhut-II/2008 dilindungi. dibatasi ini spesies Dia pun turut kolektor factor telah nilai memberikan saja Bulusaraung. pada alternatif berupaya dan mampu semakin pun kupu-kupu. mendukung yang jual secara menjadi sekitarnya 5. Kualitas Papilio saja hanya secara konservasi, menyulitkan sangat blumei dan selama daya Bulusaraung habitat bergantung adalah satu namun dukung dalam habitat berhutan tahun. dua hal sebagai jenis pada habitat Ia pengamanan pola juga endemik kualitas pinggiran habitat seringkali sebaran menginformasikan alami sungai. daya terbang mempunyai perlindungannya. dukung hingga bahwa jenis habitatnya. sebaran memang komersil keluar kupu-kupu yang telah dari Achmad hutan kawasan. sangat Troides ditunjuk wisata (1998) sempit, Kawasan oleh TN haliphron alam, Dari sebagai Hal yang batas telah lama Ketersediaan menunjang prasyarat Bulusaraung merupakan 6. Masyarakat, cukup kupu-kupu berkembang. ekonomi D. Deskripsi membawa negatif penelitian cenderung Wallace Kupu-kupu melaporkan dengan haliphron, androcles. Jenis Ketergantungan STRATEGI panjang. yang jenis melaporkan Pakan kupu-kupu Wallace penting. T. dampak pada tersebut kian dari upaya salah bahwa khususya mengancam helena, belum endemik Nilai Ketergantungan pakan KONSERVASI kawasan Sejak menurun TN satu tentang konservasi Hingga ekonomi positif dapat seluruhnya tidak masyarakat Bantimurung merupakan bahwa T. tahun antara terjadinya kendala sekitar hypolitus, 103 Bantimurung. populasinya. lagi eksistensi untuk menunjang saat keindahan kupu-kupu selama jenis 1970-an, lain setinggi Bantimurung KUPU-KUPU masyarakat ini dalam diketahui. perlindungan salah fluktuasi sekitar adalah: Bulusaraung. jenis-jenis eksplorasinya dan perekonomian aktovitas pengembangan dulu satu pada Berbeda maka Papilio kehadiran Keterbatasan kekayaan ini lagi. syarat memiliki saat yang masih ketersediaan pemanfaatan pada dengan blumei, itu mutlak pengawetannya, (1957) berlangsung jenis sejarah kupu-kupu sangat temukan masyarakat habitat konservasi pengetahuan laporan P. bagi kupu-kupu telah polites, pemanfaatan aslinya berbagai kupu-kupu di kehidupan yang menemukan Bantimurung tinggi. hutan tersebut, yang hingga namun P. ada tersebut. Bantimurung jenis pembudidayaan Bahkan sataspes, sangat wisata sudah saat pada makhluk kupu-kupu Mattimu terdapat pakan dan 256 yang ini, Beberapa Bantimurung, baik TN pemanfaatan mulai Graphium Troides species meskipun ini Bantimurung tak merupakan hidup. diduga dan (1977) ekses yang saja hasil Untuk ini Jika ditemani bersifat Pertanyaan mendatangkan keberadaan Yang alam perasaan yang penting masyarakat kita dan lalu, dapat perlu alami adalah berkunjung bercanda kupu-kupu kita momen-momen mendukung ini sekitar Bantimurung atau mendekati sangat bagaimana polemik tempuh karena sudah tanpa ke yang sulit sekarang yang keberadaan perasaan mengganggu tidak pasti campur sendiri. dicari potensi berkepanjangan bisa punya tentang kebenarannya, kawasan ini tangan kupu-kupu Wallace lagi adalah ketempat jawabannya kelestariannya? dirasakan. keindahan manusia?. Bantimurung seperti bagaimana dan tetap Wallace supaya setiap tidak masing-masing, dulu Apa menjadi alam orang pernah berupaya dapat karena akan dengan bisa dan sumber sedapat mendapatkan atau beratus lestari tinggal adanya mengembalikan instansi malah pendapatan serta mungkin kupu-kupu beberapa perubahan cuma yang keuntungan membuat tak akan terkait saat keadaan yang alam kalah 150 dapat dengan buat yang tahun alam nilai Papilio Kondisi ditunjukkannya jenis Kementerian kupu-kupu, 1. Pemerintah berdasarkan 716/Kpts/10/1980 terdapat osia. dari 2. Berkurangnya menyebabkan pakan hal manusia program-program 3. Sebagai berikut Kawasan reproduksi tahun pemanfaatan 4. Kegiatan pertimbangan-pertimbangan secara polytes. a. secara yang kelestariaanya. Meskipun Perlindungan Penelitian Penangkaran Pemilihan ini semua myrina, sebagai areal akan tajam perlu ini 4 dasar perlu Bantimurung mendorong perjenis tidak dalam pihak yaitu: telah untuk menyebabkan lestari Troides dilaksanakan. Keputusan Kehutanan dari terhadap tiap vegetasi terjadinya dasar pengelolaan kawasan kupu-kupu hanya atasi Spesies Habitat menetapkan untuk waktu tahunnya. antara yang aturan tujuan serta dan kupu-kupu, haliphron, untuk terutama dilakukannya seperti: dilindungi jenis diluar berkelanjutan. baik tepat, menjaga Peraturan Menteri dan pengusahaan lain: Bantimurung migrasi tersebut kematian. pada pengusulan waktu Agar konservasi sebagai yang berikut: Balai habitat pengamanan yaitu beberapa Jenis-jenis T. penelitian Kehutanan dapat kawasan kupu-kupu kelestariannya. dan sehingga helena, hanya lain tempat Pemerintah TN yang upaya (Ex-Situ) sumber Karena diawetkan, perlu Ada sebagai menunjang wisata satwa jenis-jenis 4 secara terhadap hidup T. Bantimurung-Bulusaraung Pakan beberapa konservasi habitat terancam dilakukan mencari RI hypolitus pakan liar kupu-kupu yang serta N0 taman No. yang dan alami tekanan-tekanan namun kupu-kupu, yang 7 upaya dan jumlah 576/Kpts/Um/8/1980 dikembangkan maupun Bulusaraung pemanfaatan tahun berkembangbiaknya daerah strategi dilindungi punah nasional, secara populasinya kupu-kupu pengkayaan/pembinaan perlu juga sebagai restorasi baru. sebagai untuk pengelolaan dilindungi beberapa bijaksana membuka maka namun Dalam mempunyai untuk satwa kupu-kupu pemanfaatan yang Bahkan menunjang mengalami hendaknya terhadap yang tempat kekayaan seyogyanya ataupun mengkonservasi lebih dan program aturan peluang liar melalui yang hilangnya dilindungi, perlu yang dibutuhkan berlindung No. efektif. oleh kupu-kupu potensi penurunan budidaya, didasari tersebut, dilakukan jenis habitat. untuk penelitian pemanfaatan dikontrol dilindungi aktifitas Dengan sumber ekonomi yaitu kuota dalam atas kearifan tingkat oleh b. hasil 5. Salah penangkapan serta melakukan tidak diperoleh Melaksanakan Peran penangkaran lagi tinggi aktif satu serta memperdagangkan dari masyarakat ancaman kegiatan serta hasil kupu-kupu Masyarakat tingkat Restocking kembali penangkaran. penanaman kelestarian yang pemanfaatannya dari bersifat kupu-kupu alam. atau tumbuhan untuk pemulihan konstruktif yang kemudian terus saat pakan diperoleh populasinya dalam meningkat, ini adalah diperjual pekarangan upaya langsung adanya yang konservasi belikan. alam, pada rumah dari aktifitas dengan Salah alam, akhirnya kupu-kupu masing- manusia satu melepas tetapi mengancam bentuk masing yang adalah berupa sebagian peran dan tiap Chet DAFTAR Achmad, Simposium Maros-Pangkep Lingkungan Alikodra, Pertanian Bulusaraung. Taman Nasional Tidak Balai kawasan Bantimurung Amran. PUSTAKA Mattimu, di Pandang. dipublikasikan. Nasional H.S.. Bogor. Karst Regional Maros sebagai Bantimurung Bogor. Maros-Pangkep: Pengelolaan Tidak III. Bulusaraung. Potensi Makassar. World dipublikasikan. Bulusaraung. Heritage dan Satwa Menuju Kondisi Balai Liar Taman Perlindungan Era Kawasan Maros. Jilid Otonomi Balai Nasional I. Tidak Pusat Taman Karst Formulir Rencana Laporan LAKIP Statistik Daerah. dan dipublikasikan. Antar Bantimurung Maros-Pangkep. Pemanfaatan Nasional Universitas Tahunan Badan Data Strategis Kerja kupu-kupu 2010 Non Bantimurung Tahun Pengendalian Bulusaraung Kawasan Spasial Balai Ilmu Prosiding pada Balai Hayat. Taman Taman Karst Balai Dampak Sriyanto, Dasar-Dasar Daerah Taman A.A., Bantimurung, Agoes. Nasional Konservasi. Bulusaraung. H Sugondo Bantimurung Pengelolaan Taman Sulawesi Tidak Maros. dan Nasional H. dipublikasikan. Selatan. Pabittei. Tidak Bulusaraung. Taman Bantimurung dipublikasikan. Proyek Nasional. Identifikasi Penelitian Bulusaraung. Materi Identifikasi Universitas dan Pendidikan Inventarisasi jenis Balai Hasanuddin. kupu-kupu dan Taman Pelatihan Jenis Nasional pada Kupu-kupu Ujung Maros. Institut Wallace, Whitten Periplus PENULIS: et Editions Alfred al. Suci Russel. Achmad (HK) The Ltd Ecology Handayani, Singapore. The of Malay Indonesia S.Hut, Archipelago. PEH Series Pertama Volume Periplus pada IV: Editions The Balai Ecology (HK) TN. Babul. Ltd. of Sulawesi. Singapore. 5 / 5

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai pesona alam dan budaya yang begitu mengagumkan. Salah satu dari sekian banyak objek wisata yang dimiliki yaitu Taman Nasional

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di Lampung yaitu Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ini sangat berpotensi

Lebih terperinci

4 KARAKTERISTIK SUMBER DAYA KUPU-KUPU (Lepidoptera) YANG DIMANFAATKAN SECARA KOMERSIAL

4 KARAKTERISTIK SUMBER DAYA KUPU-KUPU (Lepidoptera) YANG DIMANFAATKAN SECARA KOMERSIAL KARAKTERISTIK SUMBER DAYA KUPU-KUPU (Lepidoptera) YANG DIMANFAATKAN SECARA KOMERSIAL. Kupu-Kupu Hasil Tangkapan Pengamatan hasil tangkapan kupu-kupu meliputi jumlah individu setiap jenis dan rasio kelamin.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami

I. PENDAHULUAN. mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kupu-kupu merupakan serangga yang memiliki keindahan warna dan bentuk sayap sehingga mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

SKRIPSI HERIYANTO NIM : B

SKRIPSI HERIYANTO NIM : B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN BERKUNJUNG WISATAWAN PADA OBYEK WISATA KEDUNGOMBO KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi. Keanekaragaman makhluk hidup yang menjadi kekayaan alam Indonesia ini dimungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Kabupaten yang paling banyak memproduksi Ikan, komoditi perikanan di Kabupaten Kupang merupakan salah satu pendukung laju perekonomian masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba dengan luas areal 13.490 hektar merupakan salah satu kawasan konservasi darat di Bengkulu yang memiliki kekayaaan sumber daya dan

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi industri yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata terlihat dari munculnya atraksi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora maupun fauna. Salah satu famili dari flora yang menjadi ciri khas di Indonesia adalah Rafflesiaceae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN DAN PERDAGANGAN KUPU-KUPU

5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN DAN PERDAGANGAN KUPU-KUPU 5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN DAN PERDAGANGAN KUPUKUPU 5.1 Pelaku Penangkapan Masyarakat yang tinggal di daerah penyangga TN Babul pada umumnya bekerja sebagai petani. Mayoritas dari mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

SATU. Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung

SATU. Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung SATU Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung Indonesia dengan julukan zamrud khatulistiwa adalan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman fauna dan flora terbesar setelah Brasil. Keindahan hutan hujan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1) Konservasi insitu, meliputi metode dan

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % wilayahnya merupakan perairan laut dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

Dare/Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura). Kamajaya Shagir.

Dare/Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura). Kamajaya Shagir. Dare/Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura). Kamajaya Shagir. Masih sangat banyak potensi fauna yang belum berhasil diidentifikasi dengan baik di kawasan Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung. Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik BAB XXXVIII BALAI PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BANTEN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 173 Susunan Organisasi Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten terdiri dari : a. Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

7 PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMANFAATAN KOMERSIAL KUPU-KUPU

7 PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMANFAATAN KOMERSIAL KUPU-KUPU 65 7 PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMANFAATAN KOMERSIAL KUPU-KUPU 7.1 Permasalahan Kelembagaan Pemanfaatan Komersial Kupu-Kupu Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata secara

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan menetapkan kebijakan pengelolaannya harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG PERIODE KABUPATEN MAROS DAN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG PERIODE KABUPATEN MAROS DAN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Jl. Poros Maros Bone Km. 12 Bantimurung Telp. : (0411) 3880252, 3881699 Fax

Lebih terperinci