Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Oleh: Nova Febriyani NIM:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Oleh: Nova Febriyani NIM:"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Oleh: Nova Febriyani NIM: PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

2

3 ii

4 LEMBAR PERNYATAAN Skripsi yang berjudul: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. iii

5 ABSTRAK Cina mempunyai kebijakan luar negeri yang merupakan cerminan dari prinsip dan tujuan negaranya dan diaplikasikan dalam pelaksanaan konferensi Copenhagen. Skripsi ini menjawab pertanyaan: Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Cina dalam The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen pada Tahun Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri dan diplomasi lingkungan. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan data-datanya terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Data primer terdiri dari dokumen-dokumen dan wawancara. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari buku, jurnal, surat kabar dan berbagai artikel yang relevan. Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dalam bentuk analisa deskriftif. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut di atas, dijabarkan terlebih dahulu mengenai UNFCCC serta faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim kelima belas (COP-15) di Copenhagen. Pada konferensi Copenhagen, Cina menggunakan prinsip diplomasi lingkungan yaitu prinsip kedaulatan, independensi, hak untuk membangun, dan tanggung jawab negara-negara maju untuk mengalokasikan bantuan finansial dan teknologi bagi negara-negara berkembang. Keempat prinsip diplomasi lingkungan tersebut dijabarkan dalam tujuan kebijakan luar negeri Cina dan diimplementasikan dalam kebijakan luar pada konferensi perubahan iklim ke-lima belas (COP-15) di Copenhagen tahun Kebijakan luar negeri Cina pada konferensi tersebut, Cina berusaha untuk melakukan diplomasi agar penurunan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) dapat disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi negaranya. Selain itu, Cina berkomitmen untuk memotong tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) hingga persen pada tahun Cina meminta negara indusri maju untuk bertanggung jawab sebagai aktor utama penyebab terjadinya perubahan iklim. iv

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robill Aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT serta junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kebijakan Luar Negeri Cina dalam The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen Tahun Selanjutnya, ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua (Bapak Baskoro dan Ibu Mulyati) yang senantiasa memberikan motivasi dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis, dan memberikan dukungan materi serta mengiringi penulis melalui doa dan restu. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide dan pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2. Dina Afrianty, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. 3. Agus Nilmada Azmi, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. v

7 4. Friane Aurora, M.Si selaku dosen pembimbing skrispsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan serta motivasi yang sangat berharga hingga selesainya penulisan skripsi ini. Waktu pembuatan skripsi memang singkat sehingga bagi penulis sangat berkesan sekali bisa bersilaturahmi dengan Bu Rara. Bu terima kasih atas waktu bimbingan yang selalu diberikan setiap saat dan kadang menjadi editor yang begitu pengertian walaupun penulis mengetahui bahwa pada saat-saat tertentu, ibu sudah lelah mengajar. Bagi penulis Bu Rara merupakan salah satu dosen terbaik di HI UIN. Love U Bu 5. Kiky Rizky, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan waktu luang kepada penulis untuk bertukar pikiran dan membuka wawasan dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswi. Kenangan belajar bersama Bapak/Ibu Dosen akan selalu terpatri dalam hati penulis selamanya. 7. Drs. Armein Daulay, M.Si. yang selalu memberikan motivasi dan info seminar yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selanjutnya, terima kasih kepada Rahmi Fitriyani, M.Si. yang bersedia memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis. 8. Rendra Kurnia, S.H, Unit Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer, Kementerian Lingkungan Hidup selaku narasumber yang bersedia untuk diwawancarai serta memberikan informasi dan data-data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. vi

8 9. Dr. drh. Yanuarso Eddy, M.Sc., Ag dan drh. Erma Najmiyati yang telah menjadi dosen pembimbing penulis selama magang di Balai Teknologi Lingkungan (BTL) Puspiptek. Terima kasih atas semua bimbingan dan ilmu yang diberikan mengenai lingkungan hidup secara lebih mendalam yang selama ini belum diketahui oleh penulis. 10. Dr. Fadilah Hasim dan Yasunobu Kobuki selaku Presiden Indonesian Education Promoting Foundation (IEPF). Terima kasih atas pengertian yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skrispi ini sehingga antara kuliah dan pekerjaan bisa berjalan beriringan. 11. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat dikala penulis jenuh saat penulisan skripsi ini. Untuk kedua adik-adik penulis yang tersayang Novi Tasari dan Shita Shahifa Iqlima. Tak lupa juga untuk nenek dan kakek penulis yang selalu mendo akan dengan setulus hati. 12. Pungo ku tersayang, Muhammad Zubir yang selalu memberikan bantuan dan dukungan yang luar biasa di dalam kehidupan penulis baik dalam keadaan suka maupun duka. Terima kasih karena telah menjadi ojek cinta selama 3,5 tahun dan bersedia mengantarkan penulis untuk mencari bahan-bahan dalam penulisan skrispsi ini. 13. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Alwiyah Binti Aly, Azzahratul Azizah, Diana Raesha, dan Faiza Hasan yang selalu memberi motivasi penulis dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas persahabatan yang indah selama empat tahun ini. 14. Teman-teman Mahasiswa/i Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2007 khususnya kelas A. Tanpa mengurangi rasa sayang penulis, maaf tidak bisa menulis nama kalian semua. Terima kasih telah telah memberikan rasa vii

9 kebersamaan, keakraban, kepedulian dan silaturahmi yang telah terjalin selama ini. Penulis akan selalu mengingat dan merindukan kalian semua. 15. Teman-teman Mahasiswa/i Hubungan Internasional mulai angkatan 2006 hingga Senang bisa kenal dan bersilaturahmi dengan kalian semua. 16. Fera Bayu Wati selaku rekan kerja di Indonesian Education Promoting Foundation (IEPF) yang selalu memberikan pengertian dan kelonggaran waktu kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 17. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikanperbaikan kedepan. Jakarta, Agustus 2011 Nova Febriyani viii

10 DAFTAR ISI ABSTRAK.. iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI ix DAFTAR BAGAN..... xi DAFTAR TABEL.. xii DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR SINGKATAN... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.. 1 B. Pertanyaan Penelitian.. 6 C. Kerangka Teori D. Metode Penelitian... 9 E. Sistematika Penulisan BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) A. Sejarah UNFCCC B. Prinsip UNFCCC C. Tujuan UNFCCC D. Strukur UNFCCC E. Komitmen UNFCCC F. Peserta dalam Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC G. Conference of the Parties (COP-15) di Copenhagen Tahun BAB III FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM UNFCCC A. Faktor Internal 1. Kondisi Geografis dan Demografis China Struktur Pemerintah dan Filosofi Pemerintah a. Dasar-dasar Negara b. Pembagian Kekuasaan Pemerintah Kondisi Ekonomi a. Konsep Sistem Ekonomi China pada masa Mao Hingga Saat Ini (Tahun ) Kebijakan Pemerintah China dalam Bidang Energi dan Lingkungan a. Kebijakan Energy Security b. Naskah Putih.. 52 B. Faktor Eksternal 1. China dalam Sistem Ekonomi Internasional Masalah Isu Lingkungan Hidup Global Hukum Internasional dalam Lingkungan Hidup Global ix

11 4. Respon Negara Maju (diwakili oleh Amerika Serikat) dan Negara Berkembang (diwakili oleh Cina) dalam Isu Lingkungan Global, BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM UNFCCC PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN Prinsip Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC Aktor dalam Pembuatan Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen Tahun Tujuan Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen Tahun Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC pada Konferensi Copenhagen Tahun BAB V PENUTUP A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA... xv LAMPIRAN x

12 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Struktur UNFCCC 18 Bagan 3.2 Proses Penyusunan Kebijakan Energi China Tahun xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Negara-negara yang Tergabung dalam Annex 1 23 Tabel 3.1 GDP China Tahun 2008, 2009, dan Tabel 3.2 Produksi, Konsumsi, dan Impor Minyak China 51 xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I : Copenhagen Accord Lampiran II : Policy Speech PM Wen Jiabao di Jakarta 30 April 2011 Lampiran III : Hasil Wawancara dengan Rendra Kurnia, Unit Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer, Kementerian Lingkungan Hidup Lampiran IV : Konstitusi China, 4 Desember 1982 xiii

15 DAFTAR SINGKATAN UNFCCC SEPA COP UNEP UNCED CBD UNCCD GEF IPCC AWG-KP AWG-LCA SBSTA SBI CMP EIT OECD NDRC NEA NEC CNOOC Sinopec CNPC MFA CDM GRK SDA : The United Nations Framework Convention on Climate Change : State Environmental Protecting Agency : Conference of the Parties : United Nations Environment Program : United Nations Conference on Environment and Development : The Convention on Biological Diversity : The United Nations Convention to Combat Desertification : The Global Environment Facility : The Intergovernmental Panel on Climate Change : The Ad Hoc Working Group on Futher Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol : The Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention : Body for Scientific and Technological Advice : Subsidiary Body for Implementation : The Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol : Economic in Transition : Organization for Economic Cooperation and Development : The National Development and Reform Commission : National Energy Administration : National Energy Commission : China National Offshore Oil Corporation : China Petroleum and Chemical Company : China National Petroleum Company : Ministry of Foreign Affairs : Clean Development Movement : Gas Rumah Kaca : Sumber Daya Alam xiv

16 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian negara berkembang di Asia seperti Cina dan India merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat di kawasannya. Globalisasi ekonomi 1 yang terjadi telah merubah sistem perekonomian suatu negara dari yang mulanya lebih fokus pada perekonomian dalam negeri menjadi terlibat dalam pasar global. Dampak globalisasi ini terhadap perekonomian Cina adalah penggunaan sistem ekonomi pasar sosialis yang menggantikan sistem ekonomi terencana pusat (Irham 2009, 2). Dampak dari keterlibatan dalam pasar dunia ini, Cina memproduksi berbagai macam barang dengan produksi masal tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Pada masa pemerintahan Deng Xiaoping, Cina mempunyai slogan gaige kaifang yang berarti reformasi dan membuka diri (Wibowo 2007, 2). Wibowo menjelaskan negara yang menganut sistem ekonomi terpusat selama 30 tahun ini secara konsisten mulai mengurangi peran negara serta memberi kebebasan berusaha kepada pengusaha swasta. Negara tidak lagi membuat perencanaan ekonomi yang terpusat, tidak menentukan harga barang dan jasa, dan tidak memegang monopoli dalam produksi barang. Kebijakan ekonomi Cina pada masa ini menarik perusahaan swasta dan perusahaan asing untuk masuk dan berinvestasi di Cina agar perkembangan industrinya semakin pesat (Wibowo 2010, 31). 1 Menurut Jackson & Sorenson (2005, 267), globalisasi ekonomi adalah pergeseran kualitatif menuju perekonomian dunia yang tidak lagi berdasarkan pada perekonomian nasional yang otonom, melainkan berdasarkan pada pasar global yang kuat bagi produksi, distribusi dan konsumsi.

17 Menurut Wibowo faktor pendukungnya adalah jumlah penduduk yang besar (Cina merupakan negara berpenduduk terbesar di dunia) dan tidak adanya serikat buruh sehingga mereka dapat digaji murah. Wibowo (2007, 163) menjelaskan bahwa dampak pengembangan industri di Cina terhadap lingkungan, antara lain; polusi udara yang meningkat, tercemarnya air sungai oleh limbah, serta pembukaan lahan hutan yang merupakan salah satu contoh bagaimana pembangunan ekonomi mengakibatkan kerusakan lingkungan. Fakta ini diperkuat oleh pernyataan Xhou Shengxian (Kepala Badan Lingkungan negara Cina), mengatakan bahwa kondisi lingkungan di Cina mengancam kesehatan masyarakat serta kestabilan sosial (Sommerville 2006). Pada tahun 2009 Cina merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) ke udara terbesar di dunia yang diakibatkan oleh berkembangnya industri mereka (Saragih 2010). Karena Cina menjadi penghasil emisi terbesar di dunia, maka Cina pun menjadi sorotan masyarakat internasional dan dituntut untuk mengurangi pelepasan emisi CO2 ke udara. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat pembangunan ekonomi berbasis industri tidak hanya terjadi di Cina sehingga menyebabkan terjadinya perubahan iklim global yng membuat negara-negara di dunia merasa khawatir akan berbagai bencana yang terjadi. Pemanasan global mengakibatkatkan mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar, coral bleaching, dan gelombang badai besar (Greenpeace, n.d.). Untuk menghadapi masalah ini, negara-negara di dunia mengadakan konferensi internasional untuk mencari jalan keluar guna mengatasi masalah perubahan iklim. Konferensi lingkungan hidup internasional pertama yang 2

18 diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dilaksanakan di Stockholm, Swedia pada tahun 1972 (Erwin 2009, 171). Konferensi ini merupakan penentu langkah awal upaya penyelamatan lingkungan hidup secara global yang melahirkan kerjasama antarbangsa dalam penyelamatan lingkungan hidup. Kerjasama tersebut diwujudkan dengan membentuk lembaga United Nations Environment Program (UNEP) yang berkedudukan di Nairobi, Kenya. Kelanjutan dari konferensi Stockholm adalah pelaksanaan berbagai konferensi lanjutan untuk membahas masalah perubahan iklim. Pada tanggal 21 Maret 1992 dilaksanakan konferensi lingkungan hidup di Rio de Jainero yang mengangkat topik permasalahan polusi, perubahan iklim, penipisan lapisan ozon dan meluasnya penggundulan hutan (Erwin 2009, 173). Menurut Erwin (2009, 173) Penurunan kualitas lingkungan hidup yang terjadi diberbagai belahan bumi ini dapat berimbas pada kepentingan politik, ekonomi, dan sosial secara meluas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diharapkan hasil akhir dari setiap konferensi dapat menciptakan perubahan yang lebih baik untuk pelestarian lingkungan dan dapat dilaksanakan oleh seluruh negara yang menandatangani hasil konferensi tersebut. Konferensi Rio berhasil membuat suatu kesepakatan yang pada akhirnya diterima secara universal sebagai komitmen politik internasional tentang perubahan iklim, yaitu The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) (Deptan 2010). Selanjutnya, Deptan (2010) menjelaskan bahwa UNFCCC bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfir pada taraf yang tidak membahayakan kehidupan organisme dan memungkinkan terjadinya adaptasi ekosistem guna menjamin ketersediaan pangan dan pembangunan berkelanjutan. 3

19 Pada Desember 1997 dilaksanakan Conference of the Parties (COP) ketiga di Kyoto, Jepang, yang menghasilkan Protokol 2 Kyoto (Eionet 2011). Protokol Kyoto merupakan persetujuan di mana negara-negara industri akan mengurangi enam macam gas emisi GRK mereka secara kolektif minimal sebesar 5 persen dan terbagi dalam dua kategori (Eionet 2011). Kategori pertama adalah pengurangan tiga gas yang paling penting yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan oksida nitrat (N20) yang akan diukur berdasarkan tahun Kategori kedua adalah pengurangan tiga gas industri berumur panjang yaitu hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan heksafluorida sulfur (SF6) yang akan diukur berdasarkan pengukuran karbon tahun 1990 atau awal Setiap negara yang menyetujuinya harus mencapai target tersebut pada periode tahun UNFCCC hingga saat ini mempunyai 194 negara anggota dan satu anggota dari organisasi integrasi ekonomi regional (UNFCCC n.d. 3). Selain itu, pertemuan Conference of the Parties (COP) masih rutin dilaksanakan secara bergantian di negara-negara anggotanya. Pada periode 2007 hingga 2009 dilaksanakan pertemuan COP-13 (Bali, Indonesia) pada tahun 2007, pertemuan COP-14 (Poznan, Polandia) pada tahun 2008, dan COP-15 (Copenhagen, Denmark) pada tahun Cina merupakan salah satu negara anggota UNFCCC. Cina merupakan negara berkembang sehingga termasuk dalam kelompok Non-Annex (UNFCCC n.d. 1). Pada setiap pelaksanaan konferensi perubahan iklim Cina mempunyai sikap, peranan, serta diplomasi yang direalisasikan pada kebijakan luar negerinya dalam pembuatan kesepakatan bersama dari suatu konferensi perubahan iklim. 2 Protokol yaitu komitmen negara-negara industri maju untuk melaksanakan penurunan tingkat emisi GRK 4

20 Menurut Heggelund (2007, 155) Cina tidak akan membuat suatu komitmen di waktu dekat karena energi merupakan kunci dari pembangunan ekonomi sehingga hal tersebut merupakan alasan keengganan negara ini membuat komitmen untuk mengurangi emisi. Namun, pada tahun 2007 Presiden Hu Jintao (dalam Naisbitt 2010, 80) menyatakan bahwa model yang menjadikan Cina bintang pertumbuhan ekonomi global telah usang karena Cina sedang menata model baru yaitu model pertumbuhan pembangunan yang ilmiah. Sejak saat itu, pembangunan ilmiah diterapkan dalam pembangunan ekonomi di Cina dengan memasukkan standar kelestarian lingkungan, energi, dan penggunaan sumber daya alam (SDA). Selain itu, pada tahun 2007 Cina juga mengeluarkan kebijakan Naskah Putih yang mempunyai tujuan low input, low consumption, and high efficiency untuk mendorong konservasi energi negaranya (Mursitama & Yudono 2010, 56). Meskipun pada tahun 2007 Cina mengeluarkan kebijakan Naskah Putih namun pada tahun 2009 negara ini tetap menjadi negara penghasil emisi terbesar di dunia (Saragih 2010). Oleh karena itu, Cina ikut serta dalam pembuatan komitmen pengurangan emisi GRK pada saat konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun 2009 yang tentunya karena mendapat tekanan dari dunia internasional. Kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen pada tahun 2009 menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini. 5

21 B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan penelitian (research question) yang diajukan oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Cina dalam The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen pada Tahun 2009? C. Kerangka Teori Pasca berakhirnya Perang Dingin, isu lingkungan hidup menjadi salah satu isu yang berkembang dalam politik internasional. Hal ini terjadi khususnya sejak penyelenggaraan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 (Isnaeni & Wardoyo 2008, 225). Banyak kesepakatan atau perjanjian internasional yang telah dihasilkan melalui proses panjang dari sebuah negosiasi dan kerjasama internasional di bidang lingkungan hidup yang pada hakekatnya merupakan refleksi atas pilihan yang dibuat oleh suatu negara dalam kebijakan luar negerinya untuk menyikapi dinamika isu lingkungan di tingkat global. Skripsi ini menggunakan teori kebijakan luar negeri untuk menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun Selain itu, juga digunakan konsep diplomasi untuk melihat bagaimana diplomasi dan negosiasi yang dilakukan oleh Cina untuk menghasilkan suatu kesepakatan pada saat konferensi berlangsung. Kebijakan luar negeri tentunya mempunyai tujuan yang harus diaplikasikan dalam setiap pelaksanaannya. Menurut William Wallace (dalam Clarke & White (ed.) 1995, 5), kebijakan luar negeri merupakan arena politik yang merupakan jembatan penting terhadap semua masalah (hambatan) yang ada di antara negara 6

22 bangsa dan lingkungan internasional. Selain itu, menurut Roy Jones (dalam Clarke & White (ed.) 1995, 3), kebijakan luar negeri seperti menembus semua asas untuk melanjutkan kehidupan manusia dan untuk mensejahterakan manusia di masa depan. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan luar negeri merupakan suatu jembatan penting untuk menghadapi setiap masalah negara bangsa dan eksistensi hubungan antara negara-negara di lingkungan internasional guna melanjutkan kehidupan dan menyejahterakan masyarakatnya pada masa depan. Menurut Holsti (1992, 272), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri, yaitu; internal (domestik) dan eksternal. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang paling dominan untuk menjelaskan latar belakang kebijakan luar negeri Cina pada saat konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun Holsti (1992, 272) menjelaskan bahwa faktor internal terdiri dari kondisi sosio-ekonomi, karakteristik geografis dan demografi, struktur pemerintahan, dan atribut nasional serta opini masyarakat Cina tentang masalah ekonomi dan lingkungan. Kondisi sosio ekonomi menggambarkan perubahan sistem ekonomi Cina yang awalnya agraris namun berubah menjadi industrialis. Karakteristik geografis dan demografis menggambarkan bahwa Cina merupakan negara besar serta jumlah penduduknya merupakan yang terbesar di dunia. Struktur pemerintahan menggambarkan bahwa struktur pembagian kekuasaan pemerintah Cina terbagi menjadi tiga bagian yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif serta kebijakan pemerintah Cina mengenai isu lingkungan hidup dengan membuat kebijakan energy security dan Naskah Putih pada tahun

23 Sementara, faktor eksternal menurut Holsti (1992, 272) terdiri dari struktur sistem, tujuan dan tindakan aktor-aktor lain, masalah regional dan global, serta hukum internasional dan opini dunia (Holsti 1992, 272). Struktur sistem menggambarkan posisi dan peranan Cina dalam sistem ekonomi internasional. Tujuan dan tindakan aktor-aktor lain menggambarkan respon dari negara berkembang dan negara industri maju terhadap isu lingkungan hidup global. Masalah regional dan global menggambarkan tentang masalah isu lingkungan hidup global serta bagaimana dampaknya bagi kehidupan masyarakat global. Hukum internasional dan opini publik dunia menggambarkan bahwa globalisasi ekonomi mengakibatkan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim serta dampaknya bagi kehidupan global. Gambaran faktor internal dan eksternal tersebut dapat melatarbelakangi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun Setiap negara yang ikut serta dalam setiap konferensi perubahan iklim tentunya mempunyai kebijakan yang merupakan wujud dari kepentingan negaranya. Menurut Hill (2003, 23), kebijakan luar negeri dapat ditafsirkan sebagai sebuah instrumen ataupun sarana untuk menghubungkan tarik-menarik kepentingan yang terus berjalan simultan antara tuntutan internasional dan eksternal terhadap pemerintah. Oleh karenanya, menentukan pilihan atas cara yang lebih demokratis atau lebih efisien menjadi sesuatu yang tidak mudah dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri. Menurut Watson (2005, 1-2), diplomasi adalah response to the recognition by several decision-making beings that the performance of each one is matter of permanent consequence to some or all the others. Oleh karena itu, diplomasi merupakan salah satu cara yang dilakukan negara untuk mencapai tujuan dan 8

24 kepentingan negaranya dalam politik internasional, termasuk pada saat pelaksanaan konferensi lingkungan global. Menurut Susskind (1994, 44), terdapat tiga keuntungan bagi suatu negara yang berperan aktif dan terlibat dalam negosiasi pembuatan suatu kesepakatan pada konferensi lingkungan global. Pertama, suatu negara dapat membentuk kebijakan internasionalnya yang merupakan hasil dari respon dan kepentingan domestiknya. Kedua, suatu negara dalam negosiasi dapat memilih antara membuat pencitraan positif bagi negaranya dengan menjadi negara yang patuh terhadap kesepakatan atau memilih untuk menolak dan berusaha mencari opsi lain sesuai dengan kepentingan nasional negaranya dengan cara mengajak negara lain yang mempunyai tujuan sama untuk membentuk suatu aliansi. Ketiga, negara berkembang dalam negosiasi lingkungan global dapat meminta agar negara maju menjadi penanggung jawab penyebab utama masalah lingkungan global dengan memberikan kompensasi. D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Menurut Irham (2009, 22) metode ini bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya keterkaitan antara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan masalah penelitian. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah fenomena perubahan iklim pada tingkat global dan bagaimana mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina. Penelitian ini juga untuk melihat seberapa besar sumbangan emisi Cina terhadap peningkatan pemanasan global. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yang terbagi menjadi dua. Menurut Moleong (1999, ) sumber data terbagi antara primer 9

25 dan sekunder. Moleong menjelaskan lebih lanjut bahwa data primer berasal dari wawancara dan dokumen-dokumen. Sedangkan data sekunder berasal dari sumbersumber kepustakaan, seperti; buku, jurnal, hasil penelitian, dan data dari situs-situs internet (website) yang dianggap otoritatif dan relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Kedua sumber tersebut digunakan dalam penelitian ini. E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pertanyaan Penelitian C. Kerangka Teori D. Metode Penelitian E. Sistematika Penulisan BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) A. Sejarah UNFCCC B. Prinsip UNFCCC C. Tujuan UNFCCC D. Struktur UNFCCC E. Komitmen UNFCCC F. Peserta dalam Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC G. Conference of the Parties (COP-15) di Copenhagen Tahun 2009 BAB III FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC A. Faktor Internal 1. Kondisi Geografis dan Demografis Cina 2. Struktur Pemerintah dan Filosofi Pemerintah a. Dasar-dasar Negara b. Pembagian Kekuasaan Pemerintah 10

26 3. Kondisi Ekonomi a. Konsep Sistem Ekonomi Cina pada masa Mao Hingga Saat Ini (Tahun ) 4. Kebijakan Pemerintah Cina dalam Bidang Energi dan Lingkungan a. Kebijakan Energy Security b. Naskah Putih B. Faktor Eksternal 1. Cina dalam Sistem Ekonomi Internasional 2. Masalah Isu Lingkungan Hidup Global 3. Hukum Internasional dalam Lingkungan Hidup Global 4. Respon Negara Maju (diwakili oleh Amerika Serikat) dan Negara Berkembang (diwakili oleh Cina) dalam Isu Lingkungan Global BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009 A. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC B. Aktor dalam Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen tahun 2009 C. Tujuan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen tahun 2009 D. Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada Konferensi Copenhagen tahun 2009 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 11

27 12 BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) A. Sejarah UNFCCC Pembentukan UNFCCC merupakan salah satu agenda Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam konferensi Rio di Brazil pada tahun 1992 (UNFCCC n.d. 2). Konferensi ini menghasilkan tiga perjanjian internasional yang berada dalam konvensi Rio, yaitu: The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), the Convention on Biological Diversity (CBD) dan the United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD). Dari ketiga perjanjian internasional tersebut, masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda-beda. UNFCCC menitikberatkan pada pengurangan tingkat pemanasan global dan suhu bumi yang disebabkan oleh pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) ke udara akibat industri di negara-negara maju yang mengakibatkan perubahan iklim (UNFCCC n.d.2). Sedangkan CBD menitikberatkan pada pelaksanaan perjanjian keanekaragaman hayati dengan memfokuskan kepada pelestarian spesies mahluk hidup dan transfer teknologi. Selanjutnya, UNCCD memberikan perhatian utama pada masalah penggurunan dan berupaya mengatasi degradasi lahan dengan cara pengelolaan lahan yang tidak subur. Penelitian ini akan difokuskan pada kajian mengenai konvensi UNFCCC. Pasca penandatanganan kesepakatan Rio, PBB memberi tenggang waktu antara tanggal 20 Juni 1992 hingga 19 Juni 1993 kepada seluruh negara di dunia untuk menyetujui dan bergabung di dalam UNFCCC (UNFCCC n.d. 3). Selanjutnya, 12

28 sesuai Pasal 23 3 PBB, maka konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 21 Maret Konvensi UNFCCC menetapkan suatu kerangka menyeluruh bagi negaranegara anggotanya untuk mengatasi perubahan iklim (UNFCCC n.d. 4). Di bawah konvensi ini, negara-negara anggota mengumpulkan dan membagi informasi tentang perubahan iklim yang diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK). Setiap negara anggota dapat membuat kebijakan dan strategi nasional untuk dapat mengatasi emisi GRK di negaranya sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap dampak dari perubahan iklim. Negara-negara anggota UNFCCC bekerjasama untuk beradaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim dengan cara menyediakan dukungan keuangan bagi perbaikan lingkungan yang rusak dan transfer teknologi dari negara industri maju ke negara berkembang. Sekertariat UNFCCC berada di Bonn, Jerman sejak Agustus 1996 (UNFCCC n.d. 5). Sekretariat secara institusional berhubungan langsung dengan PBB dan melaporkan secara rutin setiap hasil yang dicapai dalam konferensi namun PBB memberikan kewenangan kepada UNFCCC untuk menyelenggarakan suatu konferensi tanpa terintegrasi dengan program apapun. Sekretariat mempunyai sekitar 400 karyawan dari seluruh dunia. Kepala dan Sekretaris Eksekutif UNFCCC diangkat oleh Sekretaris Jenderal PBB. Sekretaris Eksekutif UNFCCC yang bertugas pada tahun adalah Yvo de Boer. Sekretariat UNFCCC terdiri dari tujuh fungsi utama, yaitu; fungsi pertama adalah membuat peraturan mengenai pelaksanaan pada setiap sesi dalam konferensi (UNFCCC n.d. 5). Fungsi kedua adalah memantau pelaksanaan 33 Pasal 23 PBB berisi setelah hari kesembilan puluh setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan, dan persetujuan maka mulai berlaku suatu konvensi. 13

29 komitmen di bawah konvensi 4 dan protokol 5 melalui pengumpulan, analisis, dan peninjauan atas informasi dan data yang diberikan oleh negara-negara anggota UNFCCC. Fungsi ketiga adalah membantu negara-negara anggota UNFCCC dalam melaksanakan komitmen mereka. Fungsi keempat adalah mendukung negosiasi dalam kerangka kerja UNFCCC untuk menghasilkan suatu kesepakatan. Fungsi kelima adalah mempertahankan agar negara-negara yang sudah meratifikasi isi protokol untuk berkomitmen dan benar-benar melaksanakan hasil kesepakatan protokol tersebut dalam mengurangi kredit emisi 6. Fungsi keenam adalah memberikan dukungan kepada negara-negara anggota UNFCCC untuk mematuhi Protokol Kyoto. Kemudian, Fungsi terakhir adalah berkoordinasi dengan sekertariat badan internasional lain yang relevan, khususnya the Global Environment Facility (GEF) serta lembaga pelaksana (UNDP, UNEP, dan Bank Dunia), the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), maupun konvensi lain yang terkait. B. Prinsip UNFCCC Konvensi UNFCCC menekankan kesetaraan dan keprihatinan (precautionary principle) sebagai dasar semua kebijakan (Deptan 2010). Pada konvensi ini juga terdapat prinsip common but differentiated responsibilities, yaitu di mana setiap negara bersama-sama menekan laju peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) di negaranya namun memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda. 4 Konvensi merupakan materi negara-negara industri untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca (GRK) 5 Protokol yaitu komitmen negara-negara maju untuk melaksanakan penurunan tingkat emisi GRK 6 Perdagangan emisi di kenal juga sebagai pasar karbon merupakan salah satu dari mekanisme Protokol Kyoto 14

30 Selain itu, UNFCCC mempunyai lima prinsip untuk mencapai tujuan konvensi dan untuk melaksanakan ketentuan konvensi (UNFCCC n.d. 6). Kelima prinsip ini merupakan pedoman bagi negara-negara anggota UNFCCC. Pertama: Negara anggota UNFCCC harus melindungi sistem iklim 7 bagi kepentingan generasi umat manusia pada masa sekarang dan pada masa depan. Perlindungan ini atas dasar kesetaraan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama di mana masing-masing negara mempunyai tanggung jawab berbeda. Hal ini berarti bahwa negara industri maju harus menjadi pemimpin dalam mengurangi perubahan iklim dan efek dari perubahan iklim tersebut. Kedua: Adanya kebutuhan dan keadaan khusus bagi negara berkembang (khususnya bagi negara-negara kepulauan kecil dan negara yang mengandalkan sumber pemasukan negaranya pada minyak) karena mereka rentan terhadap dampak perubahan iklim. Negara berkembang akan menanggung beban berat terhadap dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim sehingga mereka harus diberi pertimbangan penuh di bawah konvensi UNFCCC. Ketiga: Negara anggota UNFCCC harus mengambil tindakan pencegahan untuk mengatisipasi, mencegah, atau meminimalisasi penyebab perubahan iklim dan mengurangi dampak negatifnya. Keempat: Negara anggota UNFCCC memiliki hak untuk dan harus mempromosikan pembangunan berkelanjutan di negaranya. Pembangunan berkelanjutan merupakan implementasi dari pembangunan nasional namun dalam pelaksanaannya tetap harus diintegrasikan (digabungkan) dengan kebijakan untuk 7 Sistem iklim merupakan keseluruhan dari hidrosfer, biosfer, atsmosfer dan geosfer dan mereka saling berinteraksi 15

31 melindungi sistem iklim. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi seharusnya berintegrasi dengan langkah-langkah dalam mengatasi perubahan iklim. Kelima: Negara anggota UNFCCC harus bekerja sama untuk meningkatkan sistem ekonomi internasional yang terbuka sehingga mampu menyokong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di semua negara anggota UNFCCC, terutama negara berkembang. Dengan adanya sistem ekonomi internasional yang terbuka ini, maka negara berkembang akan mampu mengatasi masalah perubahan iklim di negaranya. C. Tujuan UNFCCC UNFCCC mempunyai beberapa tujuan (UNFCCC n.d. 7), yaitu: 1. Meminimalisasi efek dari perubahan iklim yang terjadi pada lingkungan karena adanya kerusakan pada ketahanan, komposisi, atau produktifitas ekosistem alam yang semuanya disebabkan pelaksanaan sistem sosial ekonomi yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia. 2. Mendorong negara-negara anggota UNFCCC untuk berkomitmen mengurangi pelepasan emisi GRK ke dalam atmosfer dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam konvensi. 3. Mengikutsertakan organisasi integrasi ekonomi regional (Uni Eropa) untuk mengimplementasikan konvensi atau protokol yang telah disepakati oleh negara-negara UNFCCC agar berjalan lebih efektif. 16

32 D. Struktur UNFCCC Bagan 2.1. Struktur UNFCCC Executive Execut Direction and Management BRM Support Office of the Deputy Executive Secretary COP/MOP Support Conference Affairs Services Information Services Administrative Services Financial and Technical Support SBI Support Adaptations, Technology, and Science SBSTA Support Reporting, Data and Analysis Legal Affairs Sustainable Development Mechanisms Note: BRM, Bali Road Map, which includes support to the Ad Hoc Working Group on Further Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP) and the Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-LCA); COP, Conference of the Parties, CMP, Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol; SBSTA, Subsidiary Body for Scientific And Technological Advice; SBI, Subsidiary Body for Implementation (Sumber: UNFCCC n.d. 8) Bagan 2.1 di atas menggambarkan bahwa dalam struktur, Bali Road Map Support (BRM) yang di dalamnya didukung oleh Ad Hoc Working Group on Further Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP), Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-LCA), Conference of the Parties (COP), Conference of the Parties serving as the meeting of the parties to the Kyoto Protocol (CMP), Subsidiary Body for Scientific And Technological Advise (SBSTA), dan Subsidiary Body for Implementation (SBI). AWG-KP merupakan kelompok kerja yang dibentuk oleh Conference of the Parties (COP) pada tahun 2005 (UNFCCC n.d. 9). AWG-KP ini 17

33 merupakan kelompok kerja Ad Hoc yang berkomitmen lebih lanjut bagi negaranegara Annex I yang berada di bawah Protokol Kyoto untuk mendiskusikan komitmen pada masa depan bagi negara-negara industri yang berada di bawah Protokol Kyoto. Sementara, AWG-LCA dibentuk dalam COP-13 tahun 2007 di Bali, Indonesia (UNFCCC n.d. 10). COP-13 di Bali ini menghasilkan Bali Action Plan. Bali Action Plan merumuskan proses yang komprehensif agar memungkinkan pengimplementasian secara penuh dan efektif di bawah konvensi melalui aksi kerjasama jangka panjang (mulai tahun 2007 hingga tahun 2012) sesuai dengan keputusan yang diambil pada sesi kelima belas dari COP-13. Pada sesi kelima belas, diputuskan bahwa proses tersebut harus dilakukan dengan suatu badan pendukung yaitu, AWG-LCA. AWG-LCA akan menyelesaikan pekerjaannya pada tahun 2009 dan mempresentasikan hasil kerjanya pada COP untuk diadopsi pada pertemuan COP-15 di Copenhagen, Denmark. Pada bagan di atas terdapat Conference of the Parties (COP) yang merupakan otoritas utama dan sebagai badan tertinggi konvensi UNFCCC (UNFCCC n.d. 11). COP bertugas meninjau secara teratur pelaksanaan konvensi setiap negara anggota UNFCCC. Dalam melakukan tugas ini, COP dapat mengadopsi dan membuat mandat atau suatu keputusan yang diperlukan untuk mempromosikan pelaksanaan yang efektif dari konvensi. COP bertanggung jawab untuk mengkaji ulang implementasi konvensi dan instrumen legal lain terkait dengan konvensi. COP juga berkewajiban membuat keputusan yang diperlukan untuk meningkatkan implementasi konvensi. Sesi pertemuan COP umumnya berjalan selama dua minggu dan dilakukan paralel dengan sesi Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice 18

34 (SBSTA) dan Subsidiary Body for Implementation (SBI) (Deptan 2010). COP terdiri dari semua negara anggota UNFCCC dan biasanya bertemu setiap tahun selama jangka waktu dua minggu. Pertemuan ini diikuti oleh delegasi pemerintah negara anggota UNFCCC, pengamat organisasi, dan wartawan. COP mengevaluasi status perubahan iklim dan efektivitas perjanjian. COP mengkaji apa yang sudah dilakukan oleh setiap negara anggota dalam mengimplementasikan konvensi yang telah diambil. Dalam melaksanakan tugasnya, COP meninjau komunikasi nasional 8 dan persediaan emisi serta memanfaatkan pengalaman untuk melanjutkan mengatasi perubahan iklim. Dalam menjalankan tugasnya, COP dibantu oleh beberapa badan resmi, yaitu (UNFCCC n.d. 11): a. Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) sebagai penasehat COP mengenai masalah-masalah iklim, lingkungan, teknologi, dan metode. SBSTA dan COP bertemu dua kali dalam setahun. b. Subsidiary Body for Implementation (SBI) yang membantu meninjau bagaimana konvensi diimplementasikan, misalnya dengan menganalisis komunikasi nasional yang disampaikan oleh negara anggota. Selain itu, SBI juga berkaitan dengan masalah keuangan dan administrasi. SBI dan COP bertemu dua kali dalam setahun. c. Kelompok ahli berdasarkan konvensi UNFCCC, ada tiga kelompok. Kelompok pertama adalah Consultative Group of Experts (CGE). CGE membangun komunikasi nasional dari negara non-annex yang merupakan negara- 8 Komunikasi nasional yaitu setiap anggota UNFCCC harus menyampaikan laporan nasional atas pelaksanaan konvensi yang biasanya berisi tentang keadaan nasional, sumber daya keuangan dan transfer teknologi, pendidikan dan kesadaran masyarakat kepada COP. 19

35 negara berkembang untuk menyiapkan laporan nasional mengenai isu perubahan iklim. Kelompok kedua adalah Least Developed Country Expert Group (LEG). LEG memberikan saran pada negara-negara berkembang dalam mengintegrasikan program-program nasionalnya dengan menjaga sistem iklim sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan iklim. Kelompok ketiga adalah Expert Group on Technology Transfer (EGTT). EGTT bertugas untuk memacu transfer teknologi dari negara industri maju ke negara berkembang. d. Global Environment Facility (GEF) merupakan mitra instansi COP yang bertugas mendanai proyek-proyek di negara-negara berkembang yang memiliki manfaat bagi lingkungan global. Pada dasarnya, COP merupakan badan tertinggi konvensi UNFCCC dan juga terdapat the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP) yang merupakan badan tertinggi dalam Protokol Kyoto yang sama-sama tergabung di dalam bagan struktur UNFCCC (UNFCCC n.d. 12). Fungsi CMP yang berkaitan dengan Protokol Kyoto sama dengan yang dilakukan COP untuk konvensi. COP dan CMP sama-sama bertemu setiap tahun dalam periode yang sama. Sama seperti COP, badan tetap yang membantu CMP berdasarkan konvensi adalah Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan the Subsidiary Body for Implementation (SBI). CMP bertugas mempersiapkan sidang para negara-negara anggota yang telah meratifikasi Protokol Kyoto 9. Peserta pada konvensi yang bukan merupakan negara dalam Protokol Kyoto, dapat berpartisipasi dalam CMP tetapi tidak mempunyai hak 9 Pada pertemuan COP-13 di Bali tahun 2007, Australia meratifikasi Protokol Kyoto dan hingga saat ini dari seluruh negara anggota UNFCCC yang belum meratifikasi Protokol Kyoto hanya Amerika Serikat. 20

36 dalam pengambilan keputusan. Pertemuan pertama CMP dengan negara-negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto diadakan di Montreal, Kanada, pada Desember 2005 bersamaan dengan dilaksanakannya COP-11. E. Komitmen UNFCCC Terdapat lima komitmen yang harus dilaksanakan oleh UNFCCC (UNFCCC n.d. 13), yaitu: 1. Memberikan dukungan kepada negara-negara anggota untuk mengambil tindakan pengurangan emisi sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan iklim pada tingkat global, regional, dan nasional. 2. Memberikan dukungan penuh bagi pemerintah negara-negara anggota UNFCCC dalam mengimplementasikan konvensi dan Protokol Kyoto. 3. Membantu negara-negara anggota untuk menciptakan dan memelihara kondisi domestik yang kondusif sehingga dapat lebih efektif dan efisien pada saat mengimplementasi Protokol Kyoto. 4. Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan data yang dapat dipahami oleh seluruh masyarakat di dunia tentang perubahan iklim serta upaya-upaya untuk mengatasinya. 5. Mempromosikan dan meningkatkan keterlibatan aktif Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bisnis dan industri, serta keterlibatan masyarakat internasional dalam penanggulangan perubahan iklim melalui komunikasi yang efektif. F. Peserta dalam Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC UNFCCC hingga saat ini memiliki 194 negara anggota dan satu organisasi integrasi ekonomi regional yang menjadi anggota konvensi UNFCCC (UNFCCC 21

37 n.d. 3). Negara-negara yang menjadi anggota UNFCCC ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu; kelompok negara Annex I, kelompok negara non-annex, dan observer. Annex I merupakan negara-negara industri maju yang telah menjalankan industrinya sejak tahun 1950-an dan merupakan anggota dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) 10, ditambah dengan negaranegara dengan ekonomi dalam transisi (Economic in Transition/EIT), seperti; pecahan Uni Soviet dan beberapa negara dari Eropa Tengah dan Timur (UNFCCC n.d. 15). Kelompok negara Annex I ini harus menyediakan keuangan untuk negaranegara berkembang dalam melakukan kegiatan pengurangan emisi sesuai amanat konvensi serta membantu mereka untuk beradaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim. Tabel 2.1. Daftar Negara-negara yang Tergabung dalam Kelompok Annex 1 No. Kelompok Annex I Negara 1. Negara yang Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kanada, tergabung dalam OECD Denmark, Estonia, European Union, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Luxembourg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Republik Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, 2. Negara yang tergabung dalam EIT (Sumber: UNFCCC n.d. 14) Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat. Latvia, Lithuania, Malta, Belarus, Romania, Kroasia, Lietchtenstein, Monako, Federasi Rusia, dan Ukraina. Kelompok kedua adalah kelompok negara non-annex. Kelompok ini terdiri dari negara-negara berkembang dan beberapa di antaranya diakui oleh konvensi sebagai negara yang rentan terhadap dampak negatif dari perubahan iklim karena 10 OECD merupakan forum di mana pemerintah negara-negara anggota dapat bekerja sama dan mendorong perubahan ekonomi (meningkatkan produktivitas, arus perdagangan global dan investasi), sosial, dan lingkungan. 22

38 merupakan negara kepulauan kecil yang mempunyai daratan rendah dan rentan terhadap penggurunan dan kekeringan (UNFCCC n.d. 15). Selanjutnya, dalam kelompok non-annex terdapat 49 negara anggota UNFCCC yang diklasifikasikan sebagai Least Development Countries (LDCs) oleh PBB yang diberi pertimbangan khusus di bawah konvensi karena negara-negara tersebut mempunyai keterbatasan dalam merespon dan beradaptasi pada efek perubahan iklim. Dalam hal ini, Cina digolongkan ke dalam kelompok negara non-annex (UNFCCC n.d. 1). Pada tahun 2009 Cina merupakan negara penghasil emisi GRK terbesar di dunia (Saragih 2010), sehingga Cina mempunyai pengaruh di dalam pembuatan kesepakatan dalam konferensi perubahan iklim. Jika melihat posisi Cina sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia, maka konferensi perubahan iklim tidak hanya dikuasai oleh negara-negara industri maju namun juga oleh segelintir kelompok negara berkembang yang mempunyai peranan penting terutama dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, Denmark. Konferensi perubahan iklim yang diselenggarakan oleh UNFCCC selain dihadiri oleh negara-negara anggota juga dihadiri oleh kelompok observer. Observer merupakan kelompok atau lembaga yang diizinkan untuk menghadiri dan bahkan berbicara di pertemuan internasional tetapi tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (UNFCCC n.d. 15). Observer termasuk orang yang berasal dari organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM sebagai observer dapat mewakili kepentingan bisnis dan industri, kelompok lingkungan hidup, pemerintah daerah, lembaga penelitian dan akademik, badanbadan keagamaan, organisasi buruh, dan kelompok penduduk seperti masyarakat adat. 23

39 Dalam konferensi perubahan iklim, observer yang diizinkan untuk menghadiri konvensi UNFCCC adalah lembaga antarpemerintah, seperti; the United Nations Development Programme (UNDP), the United Nations Environment Programme (UNEP), the World Meteorogical Organization (WMO), the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), the International Energy Agency, dan the Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) (UNFCCC n.d. 15). Hingga saat ini, lebih dari 50 lembaga antarpemerintah dan organisasi internasional menghadiri sesi dari COP. Selain itu, lebih dari 600 LSM yang terakreditasi dapat berpartisipasi dalam pertemuan yang berkaitan dengan konferensi perubahan iklim yang diselenggarakan oleh UNFCCC. G. Conference of the Parties (COP-15) di Copenhagen Tahun 2009 UNFCCC hingga tahun 2009, telah melaksanakan Conference of the Parties (COP) selama lima belas kali. COP-15 diadakan di Copenhagen, Denmark. Sebelum COP-15 berlangsung, terdapat beberapa konferensi sebelumnya yang dilaksanakan oleh UNFCCC. Salah satunya yang terpenting adalah COP-3 pada tahun 1997 yang dilaksanakan di Kyoto, Jepang. Konferensi tersebut menghasilkan Protokol Kyoto yang dipandang sebagai langkah penting pertama menuju rezim pengurangan emisi secara global yang akan menstabilkan emisi GRK dan menyediakan arsitektur penting dalam setiap perjanjian internasional tentang perubahan iklim di masa mendatang (UNFCCC n.d. 16). Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-limabelas (COP-15) diselenggarakan oleh pemerintah Denmark pada tanggal 7 19 Desember 2009 di Copenhagen (UNFCCC n.d. 17). Pada konferensi tersebut dianggap penting bagi iklim dunia, 24

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Dr. Dolly Priatna Yayasan Belantara Seminar Nasional Perubahan Iklim Mengembangkan Program Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Bagi Para Pihak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

IUCN Merupakan singkatan dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources sering juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam

BAB I PENDAHULUAN. melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan menegenai latar belakang masalah yang melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam pendahuluan juga akan dijelaskan tujuan

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM Disusun oleh: DANIEL AGA ARDIANTO NPM : 02 05 08058 PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum PROGRAM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban COP 17 di Durban akan menjadi titik balik proses negosiasi PBB untuk perubahan iklim. Para pemimpin dunia dapat meneruskan capaian yang telah dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional kontemporer di era globalisasi modern saat ini tidak hanya memperhatikan isu politik antar negara saja, tetapi isu-isu lain juga terus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat BAB V KESIMPULAN Perubahan iklim telah berdampak pada ekosistem dan manusia di seluruh bagian benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris Perserikatan Bangsa-bangsa Majelis Umum Distr.: Terbatas 15 Oktober 2004 A/C.3/59/L.25 Asli: Bahasa Inggris Sidang kelimapuluhsembilan Komisi Ketiga Agenda urutan 98 Pemajuan wanita Australia, Austria,

Lebih terperinci

PERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

PERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI 2. Pengusahaan hutan diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan hutan yang didasarkan atas azas kelestarian dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

RINGKASAN UNTUK MEDIA

RINGKASAN UNTUK MEDIA LIVING PLANET REPORT 2012 RINGKASAN UNTUK MEDIA Living Planet Report 2012 adalah laporan berbasis analisis Ilmiah tentang kesehatan planet Bumi serta dampaknya terhadap aktivitas manusia. Latar Belakang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu hal pokok yang dilakukan oleh setiap negara. Tiap-tiap negara melakukan pembangunan dalam berbagai bidang di daerah yuridiksinya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Penggolongan Keanekaragaman Hayati 1. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu sp, baik diantara

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini manusia di seluruh dunia (termasuk Indonesia) berteriak akan adanya pemanasan global yang berakibat terjadinya perubahan iklim. Kekhawatiran

Lebih terperinci

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Apakah yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca (ERK) dan penyebabnya? Efek Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses. Pada kenyataannya, di lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Penentuan negara-negara yang dijadikan sample tersebut didasarkan atas tiga kategori, yaitu:

LAMPIRAN. Penentuan negara-negara yang dijadikan sample tersebut didasarkan atas tiga kategori, yaitu: 116 LAMPIRAN Lampiran 1 Penentuan Sample Negara Anggota Uni Eropa Penulis membutuhkan sample dalam proses pengerjaan penelitian ini. Sample yang hendak digunakan berdasarkan negara-negara yang mempunyai

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL Oleh: NANI TUARSIH 0810512064 Mahasiswa Program Strata

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *) Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini, baik pada tataran ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM)

Lebih terperinci

MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN

MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 12&13 MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN : PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN Oleh : DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN Bab ini merupakan penjabaran substansial mengenai gambaran emisi karbon yang ditimbulkan oleh Jepang, serta

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA

EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA SEJARAH DAN TRAKTAT PENDIRIAN Disepakati & ditandatangani di Maastricht, 7 Februari 1992. Perjanjian mulai berlaku 1 November 1993 Terbentuk atas 3 Traktat:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi membuat dunia seakan tanpa batas, arus informasi menjadi sangat bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai aspek dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA PORTUGAL IRLANDIA LUKSEMBURG INGGRIS BELGIA SPANYOL BELANDA PERANCIS DENMARK JERMAN SLOVENIA AUSTRIA ITALIA POLANDIA KROASIA RUMANIA BULGARIA YUNANI ESTONIA LATVIA LITHUANIA

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN 11. Penanggulangan perubahan iklim merupakan tema inti agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan 6th UNEP TUNZA Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting Youth Statement pertemuan Panel Tingkat Tinggi di Bali pada kemitraan / kerjasama global (25-27 Maret, 2013) 26 Maret 2013 Pemuda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga mencuat dalam pertemuan umum pemimpin APEC di Sydney dan. Berbagai fakta mudah sekali ditemukan bahwa pemanasan global telah

BAB I PENDAHULUAN. juga mencuat dalam pertemuan umum pemimpin APEC di Sydney dan. Berbagai fakta mudah sekali ditemukan bahwa pemanasan global telah 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanasan global (global warming) adalah isu yang akan terus menghangat dalam beberapa dekade kedepan. Terakhir, isu pemanasan global juga mencuat dalam pertemuan

Lebih terperinci

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Saran Bacaan: Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy,, Second Edition (New York: St. Matin s Press, 1992).

Lebih terperinci

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut.

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut. Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL Oleh: Triyono Wibowo Dubes/Watapri Wina PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen OLEH: ALAN KOROPITAN Sinar Harapan, 13 Juni 2009 Tak terasa, dengan hadirnya PP No 46 Tahun 2008, Dewan Nasional

Lebih terperinci

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 ONRIZAL Staf Pengajar Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian: Ekologi dan Rehabilitasi Hutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci