DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan iklim bumi yang diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akan memberikan pengaruh merugikan pada lingkungan hidup dan kehidupan manusia; b. bahwa dalam rangka upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1994 telah menghasilkan komitmen internasional dengan ditandatanganinya United Nations Framework Convention on Climate Change oleh sejumlah besar negara di dunia, termasuk Indonesia; c. bahwa dalam upaya mencegah berlanjutnya perubahan iklim yang merugikan lingkungan hidup dan kehidupan manusia, masyarakat internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui untuk mengupayakan pengurangan emisi gas rumah kaca yang diproyeksi pada tahun 1990; d. bahwa Indonesia mempunyai peranan strategis dalam struktur iklim geografi dunia karena sebagai negara tropis ekuator yang mempunyai hutan tropis basah terbesar kedua di dunia dan negara kepulauan yang memiliki laut terluas di dunia mempunyai fungsi sebagai penyerap gas rumah kaca yang besar; e. bahwa komitmen negara-negara maju untuk menyediakan bantuan dana dan alih teknologi kepada negara-negara berkembang yang merupakan tanggung jawab negara-negara maju, sebagaimana diatur dalam, United Nations Framework Convention on Climate Change, perluditanggapi secara positif oleh pemerintah Indonesia; f. bahwa Indonesia perlu ikut aktif mengambil bagian bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional lainnya dalam upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, karena itu pemerintah telah menandatangani United Nations Framework Convention on Climate Change tersebut di Rio de Janeiro, Brazil, pada tanggal 5 Juni 1992; 1

2 g. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas pemerintah Indonesia memandang perlu untuk mengesahkan United Nations Framework Convention on Climate Change tersebut dengan Undang-Undang. Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM) Pasal 1 Mengesahkan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubaha Iklim) yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Undang-undang ini. Pasal 2 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatasnnya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1994 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA Disahkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. Ttd. MOERDIONO SOEHARTO 2

3 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 42 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM) I. UMUM Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 antara lain menegaskan agar Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selain itu, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa "Bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat". Pasal tersebut mengandung esensi amanat yang mendasar bagi pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia. Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, manusia dapat berperan dalam mengendalikan sistem iklim melalui pengelolaan sumber daya alam. Untuk itu perlu dikembangkan pola interaksi timbal balik antara atmosfer, bumi, dan air yang dapat membentuk sistem iklim tersebut. Pengelolaan iklim terus dikembangkan guna menunjang pembangunan di berbagai sektor, seperti pertanian dan kehutanan. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara khususnya tentang Lingkungan Hidup dan Hubungan Luar Negeri, antara lain menegaskan sebagai berikut: a. Pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagian penting dari ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan seluruh makhluk hidup di muka bumi diarahkan pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pembangunan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan lingkungan, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. b. Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu dikelola 3

4 berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tata guna lahan dikembangkan dengan memberikan perhatian khusus pada pencegahan penggunaan lahan pertanian produktif yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam mengembangkan tata guna air perhatian khusus perlu diberikan pada penyediaan air yang cukup dan bersih serta berkesinambungan, pencegahan banjir dan kekeringan, pencegahan kemorosotan mutu dan kelestarian air, serta penyelamatan daerah aliran sungai. Setiap perubahan keadaan dan fungsi lingkungan berikut segenap unsurnya perlu terus dinilai dan dikendalikan secara seksama agar pengamanan dan perlindungannya dapat dilaksanakan setepat mungkin. c. Lingkungan hidup yang rusak atau terganggu keseimbangannya perlu direhabilitasi agar kembali berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pembinaan dan penegakan hukum untuk mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan ditingkatkan. Dalam upaya pengendalian pencemaran dapat digunakan berbagai perangkat ekonomi dengan pemanfaatan teknologi yang sesuai agar kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan. Sarana dan prasarana dalam pengelolaan limbah termasuk limbah rumah tangga, limbah industri, dan limbah berbahaya serta beracun perlu ditingkatkan agar kualitas lingkungan hidup yang lestari dapat terjamin keberlanjutannya. d. Kerjasama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan. e. Hubungan luar negeri merupakan klegiatan antarbangsa baik regional maupun global melalui berbagai forum bilateral dan multilateral yang diabadikan pada kepentingan nasional, dilandasi prinsip politik luar negeri bebas aktif dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta ditujukan untuk lebih meningkatkan kerjasama internasional, dengan lebih mamantapkan dan meningkatkan peranan Gerakan Nonblok. A. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi. Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan mendukung untuk meratifikasi Konvensi dan pelaksanaannya. Peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823); b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2994), Jo. Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang Landasan Kontinen Indonesia tanggal 17 Februari 1969; c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 4

5 d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3260); e. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lmbaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3319); g. Undang-Undangan Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); h. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1993 tentang Sistim Budi Daya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); i. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); j. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); k. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengesahan Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer, dan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer as Adjusted and Amended by the Second Meeting og the Parties (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 50). Indonesia merupakan anggota Organisasi Meteorologi Dunia telah melakukan aksesi Convention of the World Meteorological Organization (WMO) pada tanggal 16 Nopember Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang telah berlaku dan konvensi-konvensi yang telah disahkan tersebut sejalan dengan isi United Nations Framework Convention on Climate Change. Dengan demikian, pengesahan Konvensi ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Setiap negara diharapkan mengkoordinasikan tindakan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim. Untuk itu perlu disiapkan peraturan-peraturan yang menyangkut perubahan iklim serta mendorong masyarakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. B. Latar Belakang Lahirnya Konvensi Resolusi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 44/228 tanggal 22 Desember 1989 pada Konferensi Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Resolusi Nomor 43/53 tanggal 6 Desember 1988, Nomor 44/207 tanggal 22 Desember 1989, Nomor 45/212 tanggal 21 Desember 1990, dan Nomor 44/169 tanggal 19 Desember 1991 telah membahas masalah iklim global. Disamping itu, pada ketentuan-ketentuan resolusi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 44/206 tanggal 22 Desember 1989 dibahas pula tentang kemungkinan akibat yang merugikan dari kenaikan permukaan laut pada pulau-pulau dan 5

6 daerah pesisir, terutama pada daerah pesisir daratan rendah, dan ketentuan-ketentuan terkait dalam Resolusi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 44/172 tanggal 19 Desember 1989 tentang Implementasi Rencana Kerja Nyata untuk Menanggulangi Penggurunan (desertification). Dalam rangka itu telah dipertimbangkan pula Konvensi Wina tentang Perlindungan Lapisan Ozon 1985 dan Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang Dapat Merusak Lapisan Ozon yang telah disesuaikan dan diamandemenkan pada tanggal 29 Juni 1990, dan Indonesia telah meratifikasinya dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun Para pihak pada Konvensi menyadari adanya analisis yang sangat berharga yang telah dilakukan oleh banyak negara mengenai perubahan iklim dan sumbangan penting dari Organisasi Meteorologi Dunia (the World Meteorological Organization = WMO), Badan Pembangunan Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations Environment Programme = UNEP) dan badan-badan lain, serta organisasi dan badan-badan di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pertukaran hasil penelitian dan koordinasi riset. C. Naskah Konvensi Naskah Konvensi terdiri atas: a. Batang Tubuh, yang berisi pembukaan dan 26 pasal sebagai berikut: 1. Pengertian; 2. Tujuan; 3. Prinsip-prinsip 4. Komitmen; 5. Penelitian dan Pengamatan Sistematik; 6. Pendidikan, Pelatihan, dan Kesadaran Masyarakat; 7. Konferensi Para Pihak; 8. Sekretariat; 9. Badan Pendukung untuk Nasehat-nasehat Ilmiah dan Teknologis; 10. Badan Pendukung Pelaksanaan; 11. Mekanisme Pembayaran; 12. Komunikasi Informasi Mengenai Pelaksanaan; 13. Penyelesaian Masalah-masalah Pelaksanaan; 14. Penyelesaian Sengketa; 15. Perubahan-perubahan terhadap Konvensi; 16. Persetujuan dan perubahan Lampiran-lampiran pada konvensi; 6

7 17. Protokol; 18. Hak suara; 19. Depositari; 20. Penandatanganan; 21. Pengaturan sementara; 22. Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan, atau Aksesi; 23. Hal berlakunya; 24. Keberatan-keberatan (Reservasi); 25. Penarikan diri; 26. Teks asli. b. Lampiran : Lampiran I: Daftar Negara Maju dan Negara Ekonomi Transisi. Yang dimaksud dengan "Negara Ekonomi Transisi" adalah negara yang sedang mengalami masa transisi dari sistem ekonomi dengan perencanaan terpusat menuju sistem ekonomi pasar. Lampiran II: Daftar Negara Industri Maju yang Berkewajiban Menyediakan Pendanaan. Uraian secara lengkap mengenai naskah Konvensi tersebut di atas dapat dilihat pada salinan naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia terlampir. D. Manfaat Konvensi Dengan meratifikasi Konvensi ini, Indonesia akan memperoleh manfaat berupa: a. Di dalam negeri, akan menambah lagi perangkat hukum yang lebih menjamin terselenggaranya pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Ketentuan-ketentuannya akan menjadi bagian dari hukum nasional yang mengatur masalah iklim dan lingkungan, sebagaimana yang sudah secara konsisten dilakukan oleh Negara Republik Indonesia. b. Di luar negeri, akan menunjukan bahwa Indonesia turut bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan global, khususnya pada masalah perubahan iklim bumi yang dampaknya akan menimbulkan keprihatinan bersama umat manusia. Kita menyadari bahwa kegiatan manusia telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan peningkatan ini akan memperbesar efek gas rumah kaca yang pada gilirannya berakibat naiknya rata-rata pemanasan permukaan bumi dan atmosfer yang dapat mengganggu ekosistem. c. Manfaat lain, lebih terbuka kesempatan yang sangat luas bagi Indonesia untuk selalu bekerja sama dan berkomunikasi dengan negara-negara lain dan 7

8 organisasi-organisasi internasional melalui komunikasi informasi yang dilembagakan oleh konvensi. Diantara komunikasi tersebut yang penting ialah berupa pertukaran ilmiah dan teknologi karena konvensi juga membentuk Badan Pendukung untuk nasehat ilmiah dan teknologi yang terbuka bagi semua pihak dan mulitdisiplin. Dengan meratifikasi Konvensi ini, kita tidak akan kehilangan kedaulatan atas sumber alam yang kita miliki karena konvensi ini tetap mengakui bahwa negara-negara sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan prinsip hukum internasional mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber alam sejalan dengan keadaan lingkungan serta sesuai dengan kebijakan pembangunan dan tanggung jawab masing-masing sehingga tidak merusak lingkungan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia, maka dipergunakan salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris. Pasal 2 Cukup jelas. 8

9 TERJEMAHAN RESMI KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM 9

10 Para Pihak Konvensi ini, KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI PERUBAHAN IKLIM mengakui bahwa perubahan iklim bumi dan dampaknya yang merugikan merupakan keprihatinan bersama bagi umat manusia, memperhatikan bahwa kegiatan manusia telah sangat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, sehingga akan memperbesar dampak gas rumah kaca secara alami. Hal ini akan berakibat meningkatnya rata-rata pemanasan permukaan bumi dan atmosfer serta akan dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada ekosistem alami dan kehidupan manusia, mencatat bahwa andil terbesar emisi gas rumah kaca global di masa lalu dan dewasa ini berasal dari negara-negara maju, dan bahwa emisi per kapita di negara-negara berkembang relatif masih rendah serta andil emisi global yang berasal dari negara-negara berkembang akan menambah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pembangunan dan sosialnya, menyadari akan peranan dan pentingnya ekosistem daratan dan lautan sebagai wahana rosot dan penyimpan gas rumah kaca, mencatat bahwa banyak ketidakpastian dalam prakiraan perubahan iklim, terutama yang berkaitan dengan waktu, ukuran dan kawasannya, mengakui bahwa sifat perubahan iklim global menuntut kerja sama dan partisipasi seluas mungkin di antara semua negara dalam memberikan tanggapan internasional dan dampaktif, sejalan dengan tanggung jawab bersama mereka, tetapi berbeda-beda serta kemampuan dan keadaan sosial ekonomi mereka masing-masing, mengingat ketentuan-ketentuan terkait yang tertuang dalam Deklarasi Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Lingkungan Hidup, yang disetujui di Stockholm pada tanggal 16 Juni 1972, mengingat juga bahwa sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Prinsip Hukum Internasional, negara-negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber alam sejalan dengan kebijakan lingkungan dan pembangunan masing-masing, dan tanggung jawab menjaga agar aktivitas di dalam yuridiksi atau pengawasannya tidak menyebabkan kerusakan lingkungan negara lain atau daerah di luar yuridiksi nasionalnya, mengukuhkan prinsip kedaulatan negara-negara dalam melakukan kerja sama internasional mengatasi perubahan iklim, mengakui bahwa setiap negara harus menetapkan peraturan lingkungan secara dampaktif dan baku mutu lingkungannya, tujuan dan prioritas pengelolaannya harus mencerminkan kaitan aspek lingkungan dan pembangunannya, bahwa baku mutu yang ditetapkan oleh beberapa negara dapat tidak sesuai dan karenanya menjadi beban sosial ekonomi yang tidak dikehendaki bagi negara-negara lain, khususnya negara-negara berkembang, mengingat ketentuan-ketentuan Resolusi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 44/228 tanggal 22 Desember 1989 pada Konferensi Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Resolusi No. 43/53 tanggal 6 Desember 1988, No. 44/207 tanggal 22 10

11 Desember 1989, No. 45/212 tanggal 21 Desember 1990, dan No. 44/169 tanggal 19 Desember 1991 tentang perlindungan iklim global bagi generasi umat manusia masa kini dan mendatang, mengingat juga ketentuan-ketentuan Resolusi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 44/206 tanggal 22 Desember 1989 tentang kemungkinan dampak yang merugikan dari kenaikan permukaan laut pada pulau-pulau dan daerah pesisir, terutama daerah pesisir daratan rendah dan ketentuan-ketentuan terkait dalam Resolusi Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 44/172 tanggal 19 Desember 1989 tentang implementasi Rencana Tindakan untuk Menanggulangi Penggurunan (desertification), mengingat lebih lanjut Konvensi Wina tentang Perlindungan Lapisan Ozon tahun 1985 dan Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan yang Dapat Merusak Lapisan Ozon tahun 1987, yang telah disesuaikan dan diamandemenkan pada tanggal 29 Juni 1990, mencatat Deklarasi Tingkat Menteri-Menteri pada Konferensi Iklim Dunia Kedua yang disetujui pada tanggal 7 November 1990, menyadari pekerjaan analisis yang berharga tentang perubahan iklim yang dilakukan oleh banyak negara dan sumbangsih penting Organisasi Meteorologi Dunia, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan badan-badan lain, organisasi dan badan-badan dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, maupun badan-badan internasional dan badan antarpemerintah lain dalam pertukaran hasil penelitian ilmiah dan pengkoordinasian penelitian, mengakui bahwa langkah yang diperlukan untuk memahami dan menangani perubahan iklim dari segi lingkungan, sosial dan ekonomi, akan sangat dampaktif jika hal tersebut didasarkan pada pertimbangan ilmiah yang relevan, teknis, ekonomis, dan secara terus-menerus ditinjau ulang dalam hubungannya dengan temuan baru di bidang-bidang ini, mengakui bahwa berbagai tindakan untuk menangani perubahan iklim dapat dibenarkan secara ekonomis atas dasar hak masing-masing dan dapat juga membantu menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan yang lain, mengakui juga perlunya negara maju mengambil tindakan segera secara luwes berdasarkan prioritas yang nyata, sebagai langkah pertama menuju strategi tanggapan yang menyeluruh pada tingkat global, nasional dan jika disepakati pada tingkat regional dengan memperhitungkan semua gas rumah kaca dan mempertimbangkan peran mereka yang berkaitan dengan dampak gas rumah kaca, mengakui lebih lanjut bahwa negara-negara yang berdataran rendah dan negara-negara berkepulauan kecil, negara-negara yang berpesisir rendah, berdaerah kering (arid) dan semikering (semiarid) atau daerah-daerah yang rawan banjir, kekeringan dan penggurunan, serta negara-negara berkembang dengan ekosistem pegunungan yang rentan adalah yang paling rawan terhadap akibat yang merugikan dari perubahan iklim, mengakui kesulitan-kesulitan khusus negara-negara tersebut, terutama negara-negara berkembang, yang perekonomiannya sangat tergantung pada produksi energi asal fosil, untuk pemakaian dan ekspor, sebagai konsekuensi atas tindakan yang diambil untuk membatasi emisi gas rumah kaca, menegaskan bahwa tanggapan terhadap perubahan iklim harus dikoordinasikan dengan pembangunan sosial ekonomi secara terpadu dalam rangka menghindari dampak negatif pada pembangunan tersebut, dengan mempertimbangkan secara cermat kebutuhan prioritas yang sah 11

12 dari negara-negara berkembang demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan, mengakui bahwa semua negara, terutama negara-negara berkembang, membutuhkan akses ke sumber daya yang diperlukan untuk mencapai pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan dan agar negara-negara berkembang mampu maju mencapai tujuan tersebut, konsumsi energinya akan meningkat mengingat kemungkinan-kemungkinan untuk mencapai efisiensi energi yang lebih besar dan mengendalikan emisi gas rumah kaca secara umum, termasuk melalui penerapan teknologi baru sesuai dengan persyaratan sehingga pemakaian tersebut bermanfaat secara sosial dan ekonomi, memutuskan untuk melindungi sistem iklim untuk generasi sekarang dan mendatang. Telah menyetujui sebagai berikut: Untuk maksud Konvensi ini: Pasal 1 PENGERTIAN *) 1. "Akibat yang merugikan dari perubahan iklim" ialah perubahan pada lingkungan fisik atau biota sebagai hasil perubahan iklim yang menimbulkan dampak yang merusak pada komposisi, ketahanan atau produktivitas ekosistem alami dan ekosistem yang teratur, atau pada pelaksanaan sistem sosioekonomis, atau pada kesehatan dan kesejahteraan manusia. 2. "Perubahan iklim" ialah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga beripa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. 3. "Sistem iklim" ialah totalitas dari atmosfer, hidrosfer, biosfer, dan geosfer beserta interaksinya. 4. "Emisi" ialah lepasnya gas rumah kaca dan/atau zat-zat asalnya ke atmosfer pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. 5. "Gas rumah kaca" ialah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. 6. "Organisasi integrasi ekonomi regional" ialah organisasi yang dibentuk oleh negara-negara yang berdaulat di suatu kawasan, yang mempunyai wewenang mengatur masalah Konvensi atau protokol-protokolnya, dan telah diberi wewenang sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk menandatangani, meratifikasi, menerima, menyetujui, atau ikut serta dalam perangkat-perangkat tersebut. 7. "Penyimpanan" ialah komponen atau komponen-komponen sistem iklim tempat gas rumah kaca atau unsur-unsurnya disimpan. 8. "Rosot" ialah setiap proses, kegiatan, atau mekanisme yang menghilangkan gas rumah kaca, aerosol, atau unsur gas rumah kaca dari atmosfer. *) Judul-judul pasal ini dimasukkan sepenuhnya untuk membantu pembaca. 12

13 9. "Sumber" ialah setiap proses atau kegiatan yang melepaskan gas rumah kaca, aerosol, atau unsur gas rumah kaca ke atmosfer. Pasal 2 TUJUAN Tujuan akhir Konvensi ini dan setiap pengaturan hukum terkait yang disetujui oleh Konferensi Para Pihak, berdasarkan ketentuan-ketentuan Konvensi, adalah tercapainya kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang dapat mencegah perbuatan manusia yang membahayakan sistem iklim. Tingkat yang demikian itu harus dicapai dalam jangka waktu yang cukup agar ekosistem dapat menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan untuk menjamin agar produksi pangan tidak terancam serta memungkinkan pembangunan ekonomi dapat berlanjut terus. Pasal 3 PRINSIP-PRINSIP Dalam tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan Konvensi dan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuannya, Para pihak akan diarahkan, antara lain, dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Para Pihak harus melindungi sistem iklim untuk kepentingan kehidupan generasi kini dan mendatang, atas dasar kesamarataan dan tanggung jawab bersama, tetapi yang berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Oleh sebab itu, Para Pihak negara maju harus mengambil prakarsa untuk menanggulangi perubahan iklim dan akibat-akibat yang merugikannya. 2. Kebutuhan dan keadaan khusus negara-negara berkembang, terutama negara-negara yang rawan terhadap akibat yang merugikan dari perubahan iklim, dan Para Pihak terutama negara-negara bekembang yang harus memikul beban yang tidak sepadan atau di luar jangkauan dan, Konvensi ini, perlu mendapat perhatian sepenuhnya. 3. Para Pihak harus mengambil tindakan pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah, atau mengurangi penyebab perubahan iklim dan meringankan akibatnya yang merugikan. Jika ada ancaman yang serius atau kerusakan yang tidak dapat dipulihkan, ketidakpastian ilmiah tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda tindakan itu, dengan pertimbangan bahwa kebijaksanaan dan tindakan yang berkaitan dengan perubahan iklim harus didasarkan pada efektivitas biaya agar manfaat global terjamin berdasarkan biaya yang serendah mungkin. Untuk mencapai ini, kebijaksanaan dan tindakan itu perlu memperhatikan konteks sosioekonomi yang berbeda, harus komprehensif, mencakup semua sumber yang terkait, rosot, dan penyimpanan gas rumah kaca beserta penyesuaiannya, serta mencakup semua sektor ekonomi. Upaya-upaya untuk menanggulangi perubahan iklim dapat dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai Pihak yang berkepentingan. 4. Para Pihak mempunyai hak, dan harus, memprakarsai pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan dan tindakan-tindakan perlindungan sistem iklim terhadap perubahan akibat campur tangan manusia harus memadai keadaan-keadaan tertentu setiap Pihak dan harus dipadukan 13

14 dengan program pembangunan nasional, dengan memperhitungkan bahwa pembangunan ekonomi sangat penting, agar tindakan-tindakan penanggulangan perubahan iklim dapat dilakukan. 5. Para Pihak harus bekerja sama untuk mengembangkan suatu sistem ekonomi internasional yang bersifat menunjang dan terbuka menuju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan pada semua Pihak, khususnya Para Pihak negara-negara berkembang, sehingga memungkinkan mereka untuk secara lebih baik menghadapi persoalan perubahan iklim. Tindakan yang harus dilakukan untuk menanggulangi perubahan iklim, termasuk tindakan unilateral, hendaknya tidak menjadi sarana bagi perbuatan sewenang-wenang atau diskriminasi secara tidak bertanggung jawab atau pembatasan perdagangan internasional yang terselubung. Pasal 4 KOMITMEN 1. Semua Pihak, dengan memperhitungkan tanggung jawab bersama tetapi yang berbeda, dan kekhususan prioritas pembangunan nasional dan regional, tujuan dan keadaan mereka, harus: a. Mengembangkan, memperbarui secara berkala, menerbitkan dan menyediakan untuk Konferensi Para Pihak sesuai dengan Pasal 12, inventarisasi nasional tentang sumber-sumber emisi antropogenik dan pemindahan oleh rosot dari semua gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal, dengan menggunakan metodologi yang dapat dibandingkan, yang masih akan disepakati oleh Konferensi Para Pihak; b. Menyusun, melaksanakan, menerbitkan, dan secara teratur melengkapi program-program nasional, yang tepat, program regional yang berisi tindakan-tindakan untuk mengurangi perubahan iklim dengan cara menanggulangi emisi antropogenik yang berasal dari sumber dan pengambilan dengan cara rosot dari semua gas rumah kaca yang tidak diatur dalam Protokol Montreal, dan tindakan-tindakan untuk mempermudah penyesuaian yang tepat terhadap perubahan iklim; c. Memajukan dan bekerja sama dalam pembangunan, penerapan, dan pembauran termasuk pengalihan teknologi, praktik-rpaktik dan proses yang mengendalikan, mengurangi atau mencegah emisi antropogenik gas rumah kaca yang tidak diatur dalam Protokol Montreal, di semua sektor yang yang terkait, termasuk sektor energi, transportasi, industri, pertanian, kehutanan, dan pengelolaan limbah; d. Memajukan pengelolaan yang berkelanjutan, dan memajukan serta bekerja sama dalam konservasi dan peningkatan yang memadai dari rosot dan penyimpanan semua gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal termasuk biomassa, hutan dan laut maupun ekosistem daratan, pantai, dan laut yang lain; e. Bekerja sama dalam persiapan untuk penyesuaian terhadap dampak perubahan iklim; memajukan dan menjabarkan perencanaan yang tepat dan terpadu untuk pengelolaan daerah pesisir, sumber air dan pertanian, untuk perlindungan dan rehabilitasi kawasan, terutama di Afrika, yang dipengaruhi kekeringan dan penggurunan maupun kebanjiran; 14

15 f. Sejauh mungkin memperhatikan pertimbangan perubahan iklim dalam kebijaksanaan dan tindakan-tindakan sosial, ekonomi dan lingkungan yang terkait, dan menggunakan metode yang tepat yang disusun dan ditetapkan secara nasional, misalnya penilaian dampak, dengan tujuan mengurangi akibat-akibat yang merugikan ekonomi, kesehatan umum dan kualitas lingkungan, proyek-proyek dan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau menyesuaikan terhadap perubahan iklim; g. Memajukan dan bekerja sama dalam bidang ilmiah, teknologis, teknis, sosioekonomi, dan penelitian lain, pengamatan secara sistematis dan pengembangan arsip data yang berkaitan dengan sistem iklim dan bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut dan untuk mengurangi atau menghilangkan ketidakpastian yang masih berkaitan dengan penyebab, akibat, besar, dan waktu perubahan iklim serta konsekuensi ekonomi dan sosial dari berbagai strategi penanganan; h. Memajukan dan bekerja sama dalam pertukaran ilmiah yang berkaitan, teknologi, sosioekonomi, dan informasi hukum yang ada kaitannya dengan sistem iklim dan perubahan iklim dan terhadap konsekuensi ekonomi dan sosial dari berbagai strategi untuk menanggapinya, secara penuh, terbuka, dan cepat; i. Memajukan dan bekerja sama dalam bidang pendidikan, pelatihan, dan kesadaran masyarakat yang berkaitan dengan perubahan iklim dan mendorong partisipasi seluas mungkin dalam proses ini, termasuk dalam organisasi nonpemerintah; j. Mengkomunikasikan kepada Konferensi Para Pihak tentang informasi-informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan sesuai dengan Pasal Para Pihak negara maju dan Pihak-Pihak yang termasuk dalam Lampiran I mengikatkan diri secara khusus pada hal-hal sebagai berikut: a. Setiap Pihak akan menerapkan kebijakan nasional termasuk kebijakan dan tindakan-tindakan yang disepakati oleh organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional dan melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan pengurangan perubahan iklim dengan cara membatasi emisi antropogenik, gas-gas rumah kaca, melindungi, dan mengembangkan rosot dan penyimpanan gas-gas rumah kaca. Kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan tersebut akan memperlihatkan bahwa negara maju melakukan usaha pertama dalam hal memodifikasi kecenderungan jangka panjang emisi antropogenik secara konsisten dengan tujuan Konvensi, dengan mempertimbangkan bahwa hasil tingkat emisi pada akhir abad ini kembali ke tingkat semula dari emisi antropogenik karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal yang akan mengkontribusi modifikasi tersebut, dan dengan mempertimbangkan adanya perbedaan-perbedaan dari berbagai Pihak dalam menentukan titik awal dan pendekatan-pendekatannya, struktur ekonomi dan kemampuan sumber dayanya, perlunya memelihara pertumbuhan ekonomi yang kuat dan yang berkelanjutan, teknologi yang ada dari keadaan masing-masing negara, dan hal-hal khusus di samping perlu ada pemerataan dari kontribusi yang memadai untuk setiap Pihak terhadap usaha-usaha secara global sesuai dengan tujuannya. Pihak-pihak ini dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan secara bersama-sama dengan Pihak-Pihak lain atau membantu Pihak-Pihak lain untuk tujuan Konvensi dan khususnya untuk ayat (2) huruf (a) ini. b. Untuk mendorong kemajuan, setiap Pihak harus mengadakan komunikasi dalam waktu enam bulan sesudah Konvensi berlaku baginya dan secara berkala sesuai dengan Pasal 15

16 12, informasi rinci mengenai kebijakan dan tindakan yang sesuai dengan huruf (a) di atas maupun terhadap hasil-hasil emisi antropogenik yang diproyeksikan oleh sumber dan pemindahannya oleh rosot gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal untuk waktu tersebut dalam huruf (a), dengan tujuan secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama untuk mengembalikan emisi antropogenik dan gas-gas lain yang tidak diatur oleh Protokol Montreal pada tahun Informasi ini akan ditinjau ulang oleh Konferensi Para Pihak pada sidangnya yang pertama dan sesudahnya secara berkala sesuai denga Pasal 7. c. Perhitungan emisi dari sumbernya dan pengurangan melalui rosot dari gas-gas rumah kaca untuk tujuan yang dimaksud huruf (b) di atas perlu memperhatikan pengetahuan ilmiah terbaik yang ada termasuk kemampuan rosot dan kontribusi gas-gas tersebut terhadap perubahan iklim. Konferensi Para Pihak harus mempertimbangkan dan menyetujui metodologi untuk perhitungan ini pada sidangnya yang pertama dan meninjau kembali secara teratur sesudahnya. d. Konferensi Para Pihak harus mengadakan peninjauan terhadap dicukupinya huruf (a) dan (b) di atas pada sidang pertamanya. Tinjauan ulang tersebut harus dilakukan berdasarkan informasi ilmiah terbaik yang ada dan pengkajian pada perubahan iklim dan dampaknya maupun informasi teknis, sosial, dan ekonomis yang berkaitan. Berdasarkan tinjauan ini, Konferensi Para Pihak harus melakukan tindakan yang diperlukan, antara lain, pengesahan amandemen-amandemen terhadap komitmen-komitmen tersebut dalam huruf (a) dan (b) di atas. Konferensi Para Pihak pada sidangnya yang pertama, harus pula membuat keputusan mengenai kriteria pelaksanaan bersama seperti termuat dalam huruf (a) di atas. Kajian ulang yang kedua pada huruf (a) dan (b) harus dilakukan tidak lebih lama dari tanggal 31 Desember 1998, dan sesudahnya dengan jangka waktu teratur yang ditentukan oleh Konferensi Para Pihak sampai tujuan Konvensi dicapai. e. Setiap Pihak harus: i. Mengkoordinasikan jika perlu dengan Pihak-Pihak lain, perangkat ekonomi dan administrasi terkait yang dikembangkan untuk mencapai tujuan Konvensi; dan ii. Mengidentifikasi dan mengadakan kajian secara berkala tentang kebijakan dan praktik-praktiknya sendiri yang mendorong kegiatan yang menyebabkan emisi gas-gas rumah kaca antropogenik berada pada tingkat yang lebih tinggi, yang tidak diatur oleh Protokol Montreal; f. Konferensi Para Pihak harus meninjau tidak lebih lama dari tanggal 31 Desember 1998, informasi yang diperoleh tentang amandemen terhadap daftar yang termuat dalam Lampiran I dan II, jika dipandang perlu, dengan persetujuan Pihak yang terkait. g. Setiap Pihak yang tidak termasuk dalam Lampiran I dalam perangkat ratifikasi, penerimaan, persetujuan, atau aksesinya, setiap waktu sesudahnya, dapat memberitahukan kepada Depositari tentang keinginannya untuk terikat terhadap huruf (a) dan (b) di atas. Depositari harus memberitahukan kepada penanda tangan yang lain dan Pihak yang lain mengenai hal tersebut. 3. Pihak-Pihak negara maju dan Pihak-Pihak maju lain yang tercatat dalam Lampiran II harus memberikan sumber-sumber dana baru dan tambahan untuk memenuhi seluruh biaya yang disetujui bagi Pihak-Pihak negara-negara berkembang sesuai dengan kewajiban-kewajiban dalam Pasal 12 ayat (1). Mereka juga harus memberikan sumber dana untuk seluruh biaya, 16

17 termasuk untuk alih teknologi, yang dibutuhkan oleh Pihak-Pihak negara-negara berkembang guna memenuhi seluruh biaya tambahan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang tercakup dalam ayat (1) Pasal ini dan yang disetujui oleh Pihak negara-negara berkembang dan badan-badan internasional atau badan lain seperti yang termuat dalam Pasal 11. Sesuai dengan pasal tersebut, pelaksanaan komitmen ini harus mempertimbangkan kecukupan dan aliran dana yang dapat diperkirakan dan pentingnya pembagian beban yang adil di antara Pihak negara-negara maju. 4. Pihak-Pihak negara maju dan Pihak maju lain yang termasuk di dalam Lampiran II juga harus membantu Pihak-Pihak negara-negara berkembang yang secara khusus rentan terhadap akibat yang merugikan dari perubahan iklim dalam penyediaan biaya yang cukup atas penyesuaian terhadap pengaruh-pengaruh yang merugikan tersebut. 5. Pihak-Pihak negara maju yang termasuk dalam Lampiran II harus menempuh semua langkah praktis untuk memajukan, mempermudah, dan membiayai secara tepat pengalihan atau akses ke teknologi yang berwawasan lingkungan dan ilmu pengetahuan kepada Pihak-Pihak lain khususnya Pihak-Pihak negara-negara berkembang agar mampu melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi. Dalam proses ini, Pihak-pihak negara maju harus mendukung pengembangan dan peningkatan kemampuan sendiri dan teknologi dari Pihak-Pihak negara-negara berkembang, Pihak organisasi-organisasi yang lain dan mampu untuk membantu dan mempermudah alih teknologi tersebut. 6. Di dalam pelaksanaan komitmen tersebut dalam ayat di atas fleksibilitas sampai tingkat tertentu harus diizinkan oleh Konferensi Para Pihak terhadap Pihak-Pihak yang termasuk di dalam Lampiran I, yang mengalami proses transisi ke ekonomi pasar, agar dapat meningkatkan kemampuan Pihak-Pihak ini untuk menangani perubahan iklim, termasuk yang terkait dengan tingkatan historis dari emisi antropogenik gas rumah-rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal yang terpilih sebagai referensi. 7. Sejauh mana Pihak-Pihak negara-negara berkembang akan melaksanakan komitmennya sesuai dengan Konvensi secara dampaktif tergantung pada pelaksanaan dampaktif oleh Pihak-Pihak negara maju terhadap komitmennya atas Konvensi sehubungan dengan sumber-sumber dana dan alih teknologi dan harus dipertimbangkan bahwa pengembangan ekonomi dan sosial serta penghapusan kemiskinan merupakan prioritas terpenting dan utama bagi Pihak-Pihak negara-negara berkembang. 8. Di dalam pelaksanaan komitmen Pasal ini Pihak-Pihak harus sepenuhnya mempertimbangkan usaha-usaha apa yang harus dilakukan sesuai dengan Konvensi ini termasuk usaha-usaha berupa pendanaan, asuransi, dan alih teknologi untuk memenuhi kepentingan Pihak-Pihak negara-negara berkembang yang timbul sebagai akibat yang merugikan dari perubahan iklim dan/atau dampak pelaksanaan tindakan-tindakan penanganan khususnya untuk: a. Negara-negara berkepulauan kecil; b. Negara-negara berpantai daratan rendah; c. Negara-negara berdaratan kering dan semikering serta daerah berhutan dan daerah yang rentan terhadap kerusakan hutan; d. Negara-negara dengan daerah yang sering dilanda bencana alam; e. Negara-negara dengan daerah yang mudah terkena kekeringan dan penggurunan; 17

18 f. Negara-negara dengan daerah polusi atmosfer perkotaannya yang tinggi; g. Negara-negara dengan daerah yang berekosistem rentan termasuk ekosistem pegunungan; h. Negara-negara yang ekonominya sangat tergantung pada pendapatan yang berasal dari produksi, pengolahan dan ekspor, dan/atau pada konsumsi bahan bakar fosil, dan produk-produk yang menggunakan energi secara intensif; dan i. Negara-negara yang tidak berpantai dan negara transit. Lebih lanjut Konferensi Para Pihak dapat melakukan usaha-usaha sesuai dengan ayat ini. 9. Negara-negara anggota dapat mempertimbangkan kebutuhan dan situasi khusus bagi negara paling terbelakang dalam usaha-usaha pendanaan dan alih teknologi. 10. Para Pihak sesuai dengan Pasal 10 dalam pelaksanaan komitmen terhadap Konvensi harus mempertimbangkan situasi Para Pihak, khususnya Pihak-Pihak negara-negara berkembang, anggota dengan ekonomi yang rentan terhadap pengaruh yang merugikan pelaksanaan tindakan-tindakan penanganan terhadap perubahan iklim. Hal ini berlaku terutama terhadap Pihak-Pihak yang ekonominya sangat tergantung pada pendapatan yang berasal dari produksi, pengolahan, dan/atau konsumsi bahan bakar fosil dan produk-produk yang intensif memerlukan energi dan/atau penggunaan bahan bakar fosil jika Pihak-Pihak ini mengalami kesulitan serius di dalam mengalihkan pilihan-pilihan Pasal 5 PENELITIAN DAN PENGAMATAN SISTEMATIK Dalam melaksanakan komitmen sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf (g), Para Pihak harus: a. Mendukung dan lebih lanjut mengembangkan sesuai dengan kebutuhan program-program internasional dan antarpemerintah serta jaringan antarorganisasi yang ditujukan untuk menetapkan, mengadakan, menilai, dan membiayai penelitian, pengumpulan secara sistematik, dengan mempertimbangkan perlunya mengurangi pengulangan usaha-usaha; b. Mendukung usaha-usaha internasional dan antarpemerintah untuk memperkuat pengamatan secara sistematik kapasitas penelitian ilmiah dan teknis, khususnya di negara-negara berkembang, serta memajukan kemudahan, pertukaran data, dan analisis yang diperoleh dari daerah-daerah di luar yuridiksi nasional; c. Mempertimbangkan kepentingan-kepentingan khusus dan kebutuhan-kebutuhan negara-negara bekembang dan bekerja sama memperbaiki kecakapan dan kemampuannya sendiri untuk ikut mengambil bagian dalam usaha-usaha yang termuat di dalam huruf (a) dan (b) di atas. Pasal 6 PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN KESADARAN MASYARAKAT 18

19 Dalam hal melakukan komitmennya sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf (i) Para Pihak hendaknya: a. Memajukan dan memudahkan pada tingkat nasional, jika perlu pada tingkat subregional ke regional dan sesuai dengan hukum peraturan-peraturan nasional, dan di dalam kapasitas masing-masing: i. Pengembangan dan pelaksanaan program-program pendidikan dan kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim dan akibat-akibatnya; ii. Akses publik terhadap informasi mengenai perubahan iklim dan akibatnya; iii. Keikutsertaan publik dalam penanganan perubahan iklim dan pengaruhnya serta mengembangkan penanganan yang tepat; dan iv. Pelatihan bagi personel ilmiah, teknis, dan manajemen. b. Melakukan kerja sama dan memajukan pada tingkat internasional dan, jika diperlukan, menggunakan badan-badan yang ada: i. Pengembangan dan pertukaran bahan-bahan pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai perubahan iklim dan akibatnya; dan ii. Pengembangan dan pelaksanaan program-program pendidikan serta pelatihan termasuk memperkuat instansi nasional dan pertukaran ataupun pemberian bantuan personel yang melatih menjadi pakar di lapangan ini khususnya di negara-negara berkembang. 1. Konferensi Para Pihak dengan ini dibentuk. Pasal 7 KONFERENSI PARA PIHAK 2. Konferensi Para Pihak sebagai badan tertinggi Konvensi harus mengawasi secara teratur pelaksanaan Konvensi dan perangkat-perangkat hukum terkait apapun yang akan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dan harus membuat keputusan-keputusan yang perlu dalam lingkup mandatnya untuk memajukan secara dampaktif pelaksanaan Konvensi. Untuk tujuan ini, Konferensi Para Pihak harus: a. Secara berkala memeriksa kewajiban-kewajiban Para Pihak dan pengaturan-pengaturan kelembagaan sesuai dengan Konvensi, dalam hubungannya dengan tujuan Konvensi, pengalaman yang diperoleh dalam pelaksanaannya serta evaluasi pengetahuan ilmiah dan teknologi; b. Memajukan dan memudahkan pertukaran informasi tentang tindakan-tindakan yang disetujui Para Pihak untuk menangani perubahan iklim dan pengaruhnya, dengan mempertimbangkan keadaan, tanggung jawab, dan kemampuan Para Pihak yang berbeda-beda dan komitmen mereka masing-masing sesuai dengan Konvensi; c. Memudahkan, atas permintaan dua Pihak atau lebih, koordinasi tindakan-tindakan yang disetujui oleh mereka untuk menangani perubahan iklim dan pengaruhnya dengan 19

20 mempertimbangkan tanggung jawab dan kemampuan Para Pihak yang berbeda-beda dan komitmen mereka masing-masing sesuai dengan Konvensi; d. Memajukan dan mengarahkan sesuai dengan tujuan dan ketentuan-ketentuan Konvensi, pengembangan dan perbaikan berkala metodologi lebih dapat dibandingkan yang masih harus disetujui oleh Konferensi Para Pihak, antara lain, untuk menyiapkan inventarisasi emisi gas-gas rumah kaca, dan untuk mengevaluasi efektivitas tindakan-tindakan dalam membatasi emisi dan meningkatkan pengurangan gas-gas ini; e. Menilai, berdasarkan semua informasi yang ada padanya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi, pelaksanaan Konvensi oleh Para Pihak, pengaruh keseluruhan tindakan-tindakan yang diambil sejalan dengan Konvensi, khususnya pengaruh-pengaruh di bidang lingkungan, ekonomi, sosial, serta dampaknya dan sejauh mana kemajuan ke arah pencapaian tujuan Konvensi; f. Mempertimbangkan dan menyetujui laporan-laporan tentang pelaksanaan Konvensi dan menjamin publikasinya; g. Membuat rekomendasi-rekomendasi tentang hal-hal apapun yang diperlukan bagi pelaksanaan Konvensi; h. Mengupayakan untuk menggalang sumber-sumber keuangan sesuai dengan Pasal 4 ayat (3), (4) dan (5) serta Pasal 11; i. Membentuk badan-badan pendukung yang dirasa perlu untuk pelaksanaan Konvensi; j. Meninjau kembali laporan-laporan yang disampaikan oleh badan-badan pendukung dan memberikan pengarahan kepada mereka; k. Menyetujui dan menerima secara konsensus peraturan-peraturan prosedur dan peraturan-peraturan keuangan untuknya sendiri dan untuk setiap badan pendukung; l. Mengupayakan dan memanfaatkan dengan tepat, jasa-jasa dan kerja sama dari, dan informasi yang diberikan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten dan badan-badan antarpemerintah, dan nonpemerintah; m. Menjalankan fungsi-fungsi lain yang diperlukan bagi pencapaian tujuan Konvensi serta semua fungsi lain yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan Konvensi. 3. Konferensi Para Pihak harus, pada sidang pertamanya, menyetujui peraturan-peraturan prosedur untuknya sendiri serta badan-badan pendukung yang dibentuk Konvensi, yang meliputi prosedur pengambilan keputusan untuk hal-hal yang tidak tercakup dalam prosedur pengambilan keputusan yang ditetapkan Konvensi. Prosedur-prosedur demikian dapat mencakup ketentuan mayoritas yang diperlukan bagi pengesahan keputusan tertentu. 4. Sidang pertama Konferensi Para Pihak harus diselenggarakan oleh Sekretariat sementara yang ditunjuk sesuai dalam Pasal 21 dan harus berlangsung dalam waktu tidak lebih dari satu tahun setelah tanggal mulai berlakunya Konvensi. Setelah itu sidang-sidang biasa Konferensi Para Pihak harus diselenggarakan setiap tahun kecuali jika diputuskan lain oleh Konferensi Para Pihak. 5. Sidang-sidang luar biasa Konferensi Para Pihak harus diselenggarakan pada waktu-waktu lain yang dirasa diperlukan oleh Konferensi, atau atas permintaan tertulis setiap Pihak, dengan 20

21 ketentuan bahwa dalam waktu enam bulan dari saat permintaan itu dikomunikasikan kepada Para Pihak oleh Sekretariat, permintaan itu didukung oleh sepertiga dari Para Pihak. 6. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan lain khususnya International Atomic Energy Agency, serta negara anggota atau peninjaunya yang bukan merupakan Pihak Konvensi, dapat diwakili pada sidang-sidang Konferensi Para Pihak sebagai peninjau. Setiap badan, baik nasional maupun internasional, pemerintah, atau nonpemerintah, yang memenuhi kualifikasi dalam masalah-masalah yang diatur oleh Konvensi dan yang telah memberitahukan keinginannya kepada Sekretariat untuk diwakili dalam suatu sidang Konferensi Para Pihak sebagai peninjau, dapat diterima kecuali sepertiga dari Para Pihak yang hadir menolak. Penerimaan dan partisipasi peninjau harus mematuhi peraturan-peraturan prosedur yang disetujui oleh Konferensi Para Pihak. 1. Dengan ini dibentuk suatu Sekretariat. 2. Fungsi Sekretariat: Pasal 8 SEKRETARIAT a. Mengatur sidang-sidang Konferensi Para Pihak dan badan-badan pendukung yang dibentuk berdasarkan Konvensi dan memberikan pelayanan sesuai dengan yang diperlukan; b. Mengumpulkan dan memberikan laporan-laporan yang diserahkan ke Sekretariat; c. Memberikan bantuan kepada Para Pihak, khususnya Pihak-Pihak negara-negara berkembang, sesuai dengan permintaan dalam pengumpulan dan penyampaian informasi yang diperlukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi; d. Menyiapkan laporan-laporan tentang kegiatan-kegiatan dan menyampaikan kepada Konferensi Para Pihak; e. Menjamin koordinasi seperlunya Sekretariat-Sekretariat dan badan-badan internasional lain yang terkait; f. Ikut serta, di bawah arahan umum Konferensi Para Pihak dalam pengaturan-pengaturan yang bersifat administratif maupun kontraktual yang diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsinya secara dampaktif; dan g. Melakukan fungsi-fungsi Sekretariat lain seperti dimuat di dalam Konvensi dan di dalam protokol-protokolnya dan fungsi-fungsi lain yang mungkin ditetapkan oleh Konferensi Para Pihak. 3. Konferensi Para Pihak dalam sidang pertamanya harus membentuk suatu Sekretariat tetap dan membuat pengaturan-pengaturan agar dapat berfungsi. 21

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN Para Pihak atas Konvensi ini, mengakui bahwa bahan pencemar organik yang persisten memiliki sifat beracun, sulit terurai, bersifat bioakumulasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 1998 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN MONTREAL PROTOCOL ON SUBSTANCES THAT DEPLETE THE OZONE LAYER, COPENHAGEN, 1992 (PROTOKOL MONTREAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI

TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak, PEMBUKAAN Sadar akan nilai instrinsik (bawaan)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN MONTREAL PROTOCOL ON SUBSTANCES THAT DEPLETE THE OZONE LAYER, COPENHAGEN, 1992 (PROTOKOL MONTREAL TENTANG ZAT-ZAT YANG MERUSAK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG DEWAN KELAUTAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG DEWAN KELAUTAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG DEWAN KELAUTAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Konvensi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN BEIJING AMENDMENT TO THE MONTREAL PROTOCOL ON SUBSTANCES THAT DEPLETE THE OZONE LAYER (AMENDEMEN BEIJING ATAS PROTOKOL MONTREAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN THE UNITED NATIONS CONVENTION TO COMBAT DESERTIFICATION IN THOSE COUNTRIES EXPERIENCING SERIOUS DROUGHT AND/OR DESERTIFICATION,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NO. 16 2000 SERI.D KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 32 TAHUN 2000 T E N T A N G PEDOMAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DAN PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 1998

Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 1998 Lampiran Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 1998 PROTOKOL MONTREAL TENTANG ZAT-ZAT YANG MERUSAK LAPISAN OZON YANG DISESUAIKAN DAN DIAMANDEMENKAN PADA PERTEMUAN KEDUA PARA PIHAK DI LONDON,

Lebih terperinci

2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu

2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENGESAHAN. KONVENSI. Rotterdam. Bahan Kimia. Pestisida. Berbahaya. Perdagangan. Prosedur Persetujuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 72)

Lebih terperinci