LOKAKARYA PUSAT RAPERPRES TENTANG RTR PULAU/KEPULAUAN PAPUA, MALUKU, DAN NUSA TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LOKAKARYA PUSAT RAPERPRES TENTANG RTR PULAU/KEPULAUAN PAPUA, MALUKU, DAN NUSA TENGGARA"

Transkripsi

1 Bab 7 LOKAKARYA PUSAT RAPERPRES TENTANG RTR PULAU/KEPULAUAN PAPUA, MALUKU, DAN NUSA TENGGARA 7.1. AGENDA LOKAKARYA PUSAT Maksud dan Tujuan Lokakarya Pusat Lokakarya Pusat disesuaikan dengan agenda Forum BKTRN. Maksud pelaksanaan Lokakarya adalah untuk membahas kemajuan kegiatan penyusunan dan sosialisasi Raperpres tentang RTR Pulau Papua, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara. Tujuan pelaksanaan Lokakarya Pusat adalah: untuk membawa hasil-hasil terakhir dari penyusunan dan sosialisasi Raperpres tersebut kedalam mekanisme kerja BKTRN menyiapkan agenda kesepakatan BKTRN yang akan diajukan oleh Tim Teknis BKTRN kepada Kantor Sekretaris Kabinet untuk penandatangan Rancangan Perpres oleh Presiden RI Target Peserta Target peserta Lokakarya Pusat adalah sebagai berikut: Peserta Sektoral Pusat yang terdiri dari unsur-unsur BKTRN (perwakilan masing-masing Departemen seperti DPU, DKP, Bapenas, Dep.Hut, Dep.Hub, dll) serta Tim Bantek Menko yang selama ini terlibat dalam penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua Unsur BKTRD Propinsi (instansi Propinsi seperti Bappeda, Dinas PU, Dinas Perikanan & Kelautan, dll.)

2 Agenda Kegiatan Kegiatan Loakkarya Pusat untuk pembahasan materi Raperpres RTR Kepulauan Maluku & Kepulauan Nusa Tenggara serta RTR Pulau Papua dengan unsur BKTRN / Tim Bantek Menko perlu dilakukan mengingat adanya kebutuhan dukungan sektoral terhadap materi maupun upaya sosialisasi daerah dan diskusi publiknya nanti. Unsurunsur sektoral yang terlibat antara lain: Sektor Dalam Negeri Sektor dalam negeri merupakan salah satu sektor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan RTR Kepulauan Maluku yang akan disahkan dalam bentuk Peraturan Presiden, karena menyangkut pengintegrasian pulau-pulau yang terdapat dalam gugus Kepulauan Maluku serta keterkaitannya dengan wilayah lain di luar Kepulauan Maluku. Didalamnya juga terdapat aspek-aspek kelembagaan yang mengatur tentang kordinasi dan implementasi kebijakan dalam Perpres RTR Kepulauan Maluku. Sektor Perekonomian & Perindustrian Dalam penyusunan RTR Kepulauan Maluku, sektor perekonomian menjadi salah satu sektor yang penting dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Didalamnya terdapat pula aspek-aspek perindustrian yang juga merupakan salah satu faktor penentu dalam perekonomian wilayah. Oleh karena ini sektor ini menjadi salah satu sektor yang perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunan RTR Kepulauan Maluku, yang perkembangan ekonomi masing-masing wilayahnya masih belum merata dan terintegrasi. Sektor perekonomian dalam rancangan peraturan presiden mengenai RTR Kepulauan Maluku ini diakomodir dalam beberapa pasal yang terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian umum, struktur ruang, dan pola pemanfaatan ruang. Sektor Kehutanan Kawasan hutan dengan fungsinya sebagai kawasan lindung banyak terdapat di wilayah Kepulauan Maluku. Dengan fungsi yang dimilikinya ini kawasan hutan di Kepulauan Maluku perlu mendapatkan perhatian khusus. Sektor Kelautan & Perikanan Sektor kelautan dan perikanan merupakan sektor penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan RTR suatu wilayah yang terdiri atas kepulauan, seperti halnya dalam Kepulauan Maluku. Sektor kelautan dan perikanan dalam RTR Kepulauan Maluku ini terdapat dalam beberapa pasal yang terbagi atas dua kelompok, yaitu bagian umum dan pola pemanfaatan ruang. Sektor Lingkungan Hidup Sektor lingkungan hidup merupakan sektor yang menjadi point utama dalam suatu rencana, karena perencanaan yang dibuat harus memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar dan berprinsip pada suatu pembangunan yang berkelanjutan. 7-2

3 Sektor lingkungan hidup ini dalam rancangan peraturan presiden mengenai RTR Kepulauan Maluku diakomidir dalam beberapa pasal yang terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian umum, struktur ruang, dan pola pemanfaatan ruang. Sektor Pertambangan & Energi Sektor pertambangan dan energi menjadi salah satu perhatian dalam penyusunan RTR Kepulauan Maluku karena terkait dengan sumber daya energi yang dimiliki oleh wilayah ini. Sektor pertambangan dan energi ini dalam rancangan peraturan presiden mengenai RTR Kepulauan Maluku diakomodir dalam beberapa pasal seperti bagian umum, struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang. Sektor Pertanian & Perkebunan Lahan pertanian dan perkebunan yang cukup banyak dimiliki Kepulauan Maluku menjadikan sektor pertanian dan perkebunan menjadi salah satu fokus perhatian dalam penyusunan RTR Kepulauan Maluku. Sektor Pekerjaan Umum dan Permukiman Sektor pekerjaan umum pada dasarnya dalam penyusunan suatu rencana tata ruang lebih membahas pada pemanfaatan ruang dan sistem jaringan sarana dan prasarana. Didalamnya terdapat pula pengembangan sektor permukiman serta pariwisata yang menjadi salah satu bagian yang juga penting terutama yang terkait dengan pengembangan pariwisata laut dan pesisir Kepulauan Maluku. Sektor Pertahanan dan Keamanan Sektor ini memiliki kepentingan dari sisi strategis, yaitu menyangkut dengan informasi seputar wilayah-wilayah yang termasuk kedalam rencana-rencana strtaegis pertahanan negara berikut batasan-batasan wilayah khususnya Selain sektor-sektor tersebut, masih terdapat berbagai sektor yang perlu diundang. Pada intinya, peserta sektoral yang akan diundang akan dibahas lebih lanjut dengan tim supervisi, namun secara umum merupakan tim Bantek Menko Perekonomian dan unsur-unsur BKTRN yang memiliki kepentingan dan kelebihan informasi yang dapat digunakan dalam upaya penyempurnaan materi Raperpres serta mendukung upayaupaya sosialisasinya dengan pihak daerah. Agenda pembahasan Raperpres dengan unsur-unsur sektoral tersebut juga akan sangat bermanfaat guna memahami konseptual materi teknis Raperpres RTR Kepulauan Maluku maupun Nusa Tenggara yang terkait dengan berbagai kriteria nasional, menyempurnakan materi yang akan disosialisasikan pada pihak daerah, serta mempersiapkan dukungan sektoral dalam melakukan sosialisasi dan diskusi publik. Agenda ini juga disiapkan untuk memantapkan hasil-hasil penyusunan dan sosialisasi Raperpres RTR Pulau Papua yang selama ini telah dilakukan melalui Tim Bantek Menko, serta pembahasan materi pendukung berupa peta-peta RTR P. Papua. 7-3

4 Jadwal Acara Kegiatan Lokakarya Pusat berlangsung dalam 2 hari, mulai dari pukul selesai. Hari pertama diarahkan untuk pembahasan Raperpres RTR Kep. Maluku & Nusa Tenggara, sementara hari kedua diarahkan untuk pembahasan Raperpres RTR P. Papua. Jadwal Acara Lokakarya Pusat (hari pertama) Pembahasan Raperpres RTR Kepulauan Maluku & Nusa Tenggara Waktu Kegiatan PEMBUKAAN Penjelasan mengenai kegiatan penyusunan Raperpres RTR Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara PEMAPARAN RAPERPRES RTR KEPULAUAN MALUKU & NUSA TENGGARA Penjelasan kronologis penyusunan Raperpres RTR Pulau / Kepulauan Penjelasan hasil-hasil diskusi / pembahasan dalam penyusunan Raperpres yang telah dilakukan Penjelasan materi Raperpres RTR Pulau/Kepulauan (fokus: arahan Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Pulau / Kepulauan dalam kerangka kebijakan / kriteria nasional) C o f f e B r e a k Session I DISKUSI RAPERPRES RTR KEPULAUAN MALUKU & NUSA TENGGARA Pembahasan terkait dengan kondisi terkini di daerah, kebijakan penataan ruang wilayah propinsi masing-masing (khususnya struktur dan pola pemanfaatan ruang) terkait dengan materi RTR Pulau / Kepulauan,serta kebutuhan penyempurnaan Raperpres, dll I s t i r a h a t / S h o l a t / M a k a n S i a n g Session II DISKUSI RAPERPRES RTR KEPULAUAN MALUKU & NUSA TENGGARA Pembahasan substansi (pasal-pasal) Raperpres RTR Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara C o f f e B r e a k PENYIMPULAN & PENYEPAKATAN Perumusan materi-materi yang diperoleh dari hasil diskusi & konsultasi publik Menyepakati point-point yang perlu disertakan kedalam substansi RTR Pulau / Kepulauan maupun yang perlu ditindak lanjuti daerah kedalam kebijakan ruang propinsinya Menyepakati perlunya tindak lanjut penyepakatan Raperpres RTR Pulau / Kepulauan melalui mekanisme BKTRN PENUTUPAN 7-4

5 Pada hari kedua, pembahasan Raperpres RTR Pulau Papua banyak melibatkan tim Menko yang selama ini terlibat dalam penyusunan RTR P. Papua ini, juga perwakilan daerah (Bappeda Prop. Papua) yang berkepentingan dengan produk akhir RTR Pulau Papua. Didalamnya, sesuai dengan kemajuan penyusunan Raperpres RTR P. Papua, terdapat pula pembahasan mengenai peta-peta yang akan digunakan dalam Raperpres ini, yang merupakan produk dari pekerjaan di T.A ini. Jadwal Acara Lokakarya Pusat (hari kedua) Pembahasan Raperpres RTR Pulau Papua Waktu Kegiatan PEMBUKAAN Penjelasan mengenai kegiatan penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua PEMAPARAN RAPERPRES RTR PULAU PAPUA Penjelasan kronologis penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua berikut upaya penyusunan peta-petanya (Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang P. Papua) Penjelasan hasil-hasil diskusi / pembahasan dalam penyusunan Raperpres RTR P. Papua dan peta-petanya Penjelasan materi Raperpres RTR Pulau Papua dan peta-petanya (fokus: arahan Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Papua) C o f f e B r e a k Session I DISKUSI RAPERPRES RTR PULAU PAPUA Pembahasan terkait dengan perkembangan / kondisi terkini di daerah, kebijakan penataan ruang wilayah P. Papua, (khususnya struktur dan pola pemanfaatan ruang) serta dukungan peta-peta yang telah disusun I s t i r a h a t / S h o l a t / M a k a n S i a n g Session II DISKUSI RAPERPRES RTR PULAU PAPUA Pembahasan substansi dan peta-peta Raperpres RTR Pulau Papua C o f f e B r e a k PENYIMPULAN & PENYEPAKATAN Perumusan materi-materi yang diperoleh dari hasil diskusi & konsultasi publik Menyepakati point-point yang perlu disertakan kedalam substansi / peta RTR Pulau Papua Menyepakati perlunya tindak lanjut penyepakatan Raperpres RTR Pulau Papua melalui mekanisme BKTRN PENUTUPAN 7-5

6 7.2. PAPARAN LOKAKARYA PUSAT & DISKUSI MENGENAI RAPERPRES RTR KEPULAUAN MALUAKU & NUSA TENGGARA Pemaparan & Diskusi mengenai Raperpres RTR Kep. Maluku & Nusa Tenggara Urgensi Penyusunan Raperpres RTR Kepulauan Maluku & Nusa Tenggara Terdapat urgensi untuk menyusun suatu Perencanaan Ruang Pulau, mengacu pada Pasal 12 ayat (2) Revisi PP No. 47 Tahun 1997 yang menjelaskan Dalam rangka operasionalisasi RTRWN, disusun RTR Pulau/Kepulauan. Jadi, Raperpres tentang RTR Pulau/Kepulauan ini disiapkan untuk menjadi acuan operasionalisasi RTRWN. Penyusunan RTR Pulau/Kepulauan telah dimulai gongnya sejak tahun 2002, melalui Rakernas BKTRN yang menyatakan perlu untuk menyiapkan 7 (tujuh) Rancangan Keppres mengenai penataan ruang pulau. Sejak 2003 hingga kini telah disiapkan 4 Raperpres masing-masing mengenai RTR Pulau Jawa-Bali, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi. Sementara untuk 3 wilayah di Timur, yaitu Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua, masih belum tuntas. Khusus untuk RTR Papua terdapat upaya penanganan khusus dengan melibatkan Tim Bantuan Teknis Penataan Ruang dan Pengembangan Infrastruktur di Provinsi Papua (Kep.MenkoPerekonomian No.09/M. Ekon/02/2003 ). Hasil terakhir adalah pada pertengahan tahun 2005 ini, materi-materi Raperpres tentang RTR Pulau Papua telah disosialisasikan dan substansi / materinya memperoleh persetujuan dari pihak daerah, khususnya Propinsi di Pulau Papua. Sementara untuk Pulau/Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, pada tahun 2004 kemarin telah dilakukan upaya-upaya sosialisasi awal dan diskusi pembahasannya yang menghasilkan berbagai masukan dari pihak pemerintah propinsi yang terlibat. RTR Pulau / Kepulauan sebagai Penjabaran Strategi Operasional RTRWN Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan atau yang dikenal sebagai RTR Pulau/Kepulauan pada prinsipnya merupakan pengejawantahan strategi operasional dari PP no.47/1997 tentang RTRWN, yang mengemukakan strategi pemanfaatan ruang pulau/kepulauan secara terpadu untuk mewujudkan efektifitas pemanfaatan ruang nasional di pulau/kepulauan dimaksud. Sebagai suatu strategi, RTR Pulau/Kepulauan ini berfungsi untuk memberikan arah keterpaduan pembangunan lintas wilayah dan lintas sektor, dengan mensinergikan kepentingan lintas wilayah (cross-jurisdiction) dan lintas sektor (multi-stakeholder) dalam pemanfaatan ruang yang berorientasi pada upaya mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah melalui efektivitas pemanfaatan sumber daya alam. 7-6

7 Keterpaduan Pembangunan dan Keberadaan RTR Pulau/Kepulauan Selain untuk operasionalisasi RTRWN, latar belakang disiapkannya RTR Pulau/Kepulauan ini terkait dengan perkembangan dalam pengelolaan ruang pasca otonomi daerah. Beberapa alasan utama adalah: Tidak berhimpitnya KEWENANGAN daerah otonom dengan KEPENTINGAN, terutama yang lintas wilayah Munculnya KONFLIK-KONFLIK pemanfaatan ruang lintas wilayah otonom dan lintas sektor Munculnya kebutuhan koordinasi dan kerjasama pembangunan secara lintas wilayah Adanya (tumpang tindih) kerangka hukum dalam penataan ruang wilayah antar daerah / propinsi. Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan suatu kerangka keterpaduan pembangunan dengan penekanan muatan : Berorientasi pada wilayah yang lebih luas (cross jurisdiction) Keterpaduan antar sektor, antar wilayah dan antar pelaku pembangunan Keterpaduan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan Menggunakan prinsip sinergi pembangunan dan kemanfaatan bersama Gambar: Penjelasan Urgensi RTR Pulau/Kepulauan 7-7

8 Keunikan / Kekhususan dalam RTR Kepulauan Maluku & Nusa Tenggara RTR Kepulauan merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan penataan ruang pulaupulau yang memiliki luasan wilayah darat yang besar seperti RTR Pulau Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi dan Papua. Perlu jelas dulu definisi Pulau, Pulau Kecil, Gugus Pulau, dsb-nya. Definisi tentang itu bisa ditemui di dalam U.U. tentang Sumber Daya Air. Kompleksnya Penataan Ruang Wilayah pada Saat Ini Penataan ruang pada saat ini merupakan hal yang cukup kompleks, dimana berbagai kepentingan perlu diakomodir dalam suatu penataan ruang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendekatan penataan ruang sebagai instrumen keterpaduan yang dapat menjamin sinergi antar wilayah menjadi mutlak dibutuhkan, sebagai upaya untuk mengatasi konflik kepentingan yang ada. Potensi dan Nilai Strategis Kepulauan Nusa Tenggara Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara, yang terdiri dari Propinsi NTB dan NTT, memiliki potensi yang besar, khususnya di wilayah laut dan pesisir yang masih belum dikembangkan dan ditata secara maksimal. Secara geografis, potensi wilayah Kepulauan Nusa Tenggara ini kekayaan sumber daya alamnya. Sedangkan dari sudut pandang pertahanan dan keamanan, Kepulauan Nusa Tenggara juga termasuk wilayah strategis yang berbatasan langsung dengan dengan Timor Leste dan Australia. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan penataan ruang yang terintegrasi, khususnya dengan memperhatikan potensi wilayah laut dan pesisir kepulauan ini. Potensi dan Nilai Strategis Kepulauan Maluku Wilayah Kepulauan Maluku yang terdiri dari Propinsi Maluku Utara dan Maluku memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar, khususnya terkait dengan sumberdaya kelautan dan pesisirnya. Pemerintah setempat mengembangkan suatu konsep gugus pulau dalam upaya pembangunan daerahnya. Gugus pulau merupakan peristilahan agar suatu wilayah yang terdiri dari pulau-pulau kecil / tersebar dapat didekati secara terintegrasi, untuk mencapai suatu kebutuhan minimum (minimum requirement) pembangunan wilayahnya. Karenanya, dalam implementasi konsep gugus pulau, diperlukan upaya-upaya koordinatif dan terpadu, mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah tersebut. 7-8

9 Kesimpulan dan Beberapa Kesepakatan terkait Raperpres RTR Kepulauan Maluku & Nusa Tenggara Beberapa kesepakatan hasil lokakarya pusat mengenai Raperpres RTR Kepulauan Maluku & Nusa Tenggara adalah: Terkait dengan kemungkinan dibahasnya definisi pulau oleh daerah: Definisi Pulau Kecil yang selama ini kita adopt sebetulnya berasal dari negara lain yang kondisi pulau-pulau-nya tidak sama dengan kita. Gugus pulau merupakan peristilahan agar suatu wilayah yang terdiri dari pulau-pulau kecil / tersebar dapat didekati secara terintegrasi, untuk mencapai suatu kebutuhan minimum (minimum requirement) pembangunan wilayahnya. Kedua wilayah kepulauan di atas (Kep. Maluku dan Nusa Tenggara) memiliki nilai strategis, dan kepentingan terhadapnya tidak hanya dilihat dari sisi masyarakat lokal dan pemerintah daerahnya saja, tetapi juga sudah menjadi kepentingan nasional, bahkan kepentingan-kepentingan yang lebih besar lagi. Untuk itu, upaya penataan ruang terhadap kedua wilayah Kepulauan tersebut, baik Nusa Tenggara maupun Maluku, perlu dilakukan secara terpadu Sesungguhnya tidak ada permasalahan dengan keberadaan RTR Kepulauan, sifatnya lebih banyak mengatur hal-hal yang sesuai dengan kriteria umum. Yang paling penting adalah: Bagaimana menerjemahkan Perpres RTR Kepulauan ini menjadi suatu integrated development program.. Untuk itu, tentunya perlu membuat daerah yang terintegrasi antara darat dengan laut / pesisirnya. Perlu juga melakukan set-up institusi untuk mengkoordinir integrated development program itu, khususnya institusi di tingkat propinsi. Contohnya: Bappeda, mungkin bisa lebih dikembangkan fungsi-fungsinya untuk mengkoordinir perencanaan dan penataan ruang terintegrasi itu. Perlunya segera penyusunan peta-peta pendukung materi Raperpres khususnya Raperpres RTR Kep. Maluku dan Nusa Tenggara, mengingat Raperpres RTR Papua telah berada dalam tahap penyempurnaan Peta-peta. Disetujuinya mekanisme tindak lanjut penyusunan Raperpres RTR Kepulauan Maluku, Kep. Nusa Tenggara, dan P. Papua kedalam mekanisme kerja BKTRN untuk kemudian diajukan pada Presiden setelah melalui beberapa forum pembahasan lanjutan. 7-9

10 7.3. PAPARAN LOKAKARYA PUSAT & DISKUSI MENGENAI RAPERPRES RTR PULAU PAPUA Pemaparan & Diskusi mengenai Raperpres RTR Pulau Papua dan Peta-peta Pendukungnya Latar Belakang Penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua Selain untuk operasionalisasi RTRWN, disiapkannya RTR Pulau Papua juga terkait dengan perkembangan dalam pengelolaan ruang pasca otonomi daerah. Beberapa alasan utama adalah: Tidak berhimpitnya KEWENANGAN daerah otonom dengan KEPENTINGAN, terutama yang lintas wilayah Munculnya KONFLIK-KONFLIK pemanfaatan ruang lintas wilayah otonom dan lintas sektor Munculnya kebutuhan koordinasi dan kerjasama pembangunan secara lintas wilayah 7-10

11 Adanya (tumpang tindih) kerangka hukum dalam penataan ruang wilayah antar daerah / propinsi. Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan suatu kerangka keterpaduan pembangunan dengan penekanan muatan : Berorientasi pada wilayah yang lebih luas (cross jurisdiction) Keterpaduan antar sektor, antar wilayah dan antar pelaku pembangunan Keterpaduan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan Menggunakan prinsip sinergi pembangunan dan kemanfaatan bersama Dasar Kerja Penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua Kelanjutan penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua terkait dengan Keputusan Menko Perekonomian mengenai upaya percepatan penataan ruang dan pengembangan infrastruktur Papua. Tim Bantuan Teknis Penataan Ruang dan Pengembangan Infrastruktur di Papua Kepmenko Perekonomian No. KEP-09/M.EKON/02/2003 Tim Teknis Penataan Ruang dan Pengembangan Infrastruktur di Papua Kep Deputi II Menko Perekonomian No. KEP-02/D.II.M.EKON/09/2003 Pokja Penataan Ruang Pokja Pengembangan Infrastruktur Kronologis Penyusunan Raperpres RTR Pulau Papua 2003: Penyusunan Naskah Akademik RTR Pulau Papua Konsultasi Publik I (KP I): Pembahasan Naskah Akademik RTR P.Papua Jayapura : 8-9 Juli 2004 Mimika : 10 Juli 2004 Merauke : 12 Juli 2004 Manokwari : 31 Juli

12 Penyusunan Rakepres RTR Pulau Papua Konsultasi Publik II (KP II): Pembahasan Materi Rakepres RTR P. Papua Jayapura : 8 Desember 2004 Manokwari : 10 Desember 2004 Perubahan format Rakeppres menjadi Raperpes sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 Konsultasi Publik III (KP III): Pembahasan Materi Raperpres RTR P.Papua Bulan Juli 2005 Tindak lanjut : Pembahasan di tingkat Sekretariat Kabinet Pendekatan Pembangunan Papua Pendekatan pembangunan Papua perlu memperhatikan ciri / karakteristik khusus Papua, untuk kemudian diintegrasikan / dipadukan dalam kerangka keterkaitan antar program, sebagaimana bagan berikut: Karakteristik/ciri sosial budaya Karakteristik lingkungan/alam Bagian integral NKRI Karakteristik Perwilayahan Pembangunan Tata ruang Pemb. Masy Strategi Pembangunan Wil. Papua (Penyebaran dan Pemerataan Infrastruktur Pemb. Sektor Kawasan / zonasi pembangunan & pemberdayaan Masyarakat Papua Program Pembangunan Masyarakat Program Pengelolaan Pertanahan & SDA Program Infrastruktur dan Sarana Dalam kerangka keterkaitan antar program Program Pembangunan sektor usaha dan Sosbud 7-12

13 Prinsip Utama Pembangunan Papua Memelihara dan menghormati keberadaan masyarakat adat dan masyarakat sosial di Papua serta menjaga keutuhan dan martabatnya Memelihara dan tidak mengurangi kualitas lingkungan dan kekayaan habitat alaminya Harus membuat masyarakat lebih merasa aman dan nyaman dalam naungan NKRI karena hak-hak sosialnya dijamin oleh negara Isu-isu Utama Pengembangan Wilayah Papua Kependudukan: o Jumlah penduduk pada tahun 2001 tergolong rendah terutama dibandingkan dengan luasan wilayahnya, dimana total penduduk tercatat jiwa dan laju pertumbuhan 3,4% per tahun, pada luasan wilayah km 2 atau 4,5 jiwa per km. o Penduduk yang tinggal di lembah Balliem-Pegunungan Tengah- mencapai sekitar 30% 35% dari total penduduk Papua o Kualitas penduduk rendah: jumlah penduduk miskin jiwa atau 42%, dengan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) 31,3 atau berada pada rangking 28 secara nasional dan IPM sebesar 63,00. Perekonomian: o Share ekonomi Papua nonmigas cukup rendah terhadap PDB Nasional, yakni rata-rata 2,56% pada periode tahun , tetapi Laju Pertumbuhan Ekonomi mencapai 7,25%. Hal ini ditandai oleh realisasi PMA hingga tahun 2001 yang mencapai 59 proyek dengan nilai 5.250,44 juta US$ atau 35,64 % dari nilai persetujuan yang diberikan. Sektor utama adalah Pertambangan 86,08 %. Realisasi PMDN sampai tahun 2001 mencapai 96 proyek dengan nilai 3.027,02 milyar rupiah atau 14,49 persen dari nilai persetujuan. o Dari realisasi PMDN tersebut, sektor-sektor uatamanya adalah Perikanan (30,72 %), Perkebunan (23,61%), Kehutanan (14,74 %) Kewilayahan: o Dari luasan wilayah km 2, 81,14% wilayahnya adalah hutan o Aglomerasi kota di Papua terbentuk karena adanya kendala/limitasi bentang alam. Interaksi antar kota menjadi lemah dan perkembangan kota cenderung berbentuk spot-spot yang satu sama lain saling terpisah dan berorientasi langsung keluar. Aglomerasi kota tersebut adalah Sorong, Manokwari, Fakfak, Nabire, Timika Merauke, dan Jayapura. 7-13

14 o Sebagian besar kota-kota yang menjadi pusat orientasi merupakan kota pelabuhan yang telah dilengkapi dengan prasarana pelabuhan dan bandar udara. o Kawasan perbatasan mengandung berbagai kerawanan dan potensi konflik (sosial-ekonomi dan hankam), baik yang di darat ataupun di perairan laut untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan keamanan. Misalnya di daratan Papua dengan Papua Nugini yaitu, kota Jayapura, Keerom, Mindiptana, Muting dan Sota. o Perlu perhatian terhadap pulau-pulau yang berada di perbatasan laut, antara lain: P. Fani, P. Bud, P. Bras, P. Fanildo, dsb Potensi dan Ancaman Eksploitasi Sumber Daya Alam Sumberdaya Alam yang besar merupakan potensi pengembangan, namun dalam explorasinya diperlukan kehati-hatian karena terdapat ekosistem dan Bio Deversity terlengkap didunia dan yang sangat rentan: o Tembagapura (Free Port) telah beroperasi beberapa waktu yang merupakan pendorong perkembangan wilayah selatan, meskipun mengakibatkan Aglomerasi kegiatan ekonomi, mengantong disekitar Timika saja. o LNG Tangguh terletak di Teluk Bintuni yang dalam perkembanganya perlu Strategi Penyebaran Pusat Pertumbuhan (SP3) di Sorong Manokwari - Fak-Fak, agar tidak terjadi pemusatan pertumbuhan dan kegiatan ekonomi (aglomerasi) di sekitar proyek o Sumberdaya Alam lainya (Nikel; Kayu, dll) diharapkan dalam exploitasinya memperhatikan lingkungan dan budaya setempat serta pusatpusat pertumbuhan yang akan terjadi Rencana Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Pulau Papua: 1. Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Wilayah Pulau Papua a. Pengembangan kota-kota PKN Jayapura Timika Sorong b. Pengembangan kota-kota PKSN Jayapura Tanah Merah Merauke 7-14

15 c. Pengembangan kota-kota PKW Nabire Muting Arso Wamena Bade Sarmi Ayamaru Teminabuan Fak Fak Biak Merauke 2. Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Pulau Papua: a. Transportasi Darat Pembangunan 11 ruas jalan strategis Nabire-Wegate-Enarotali Jayapura-Nimbrokang-Sarmi Serui-Menawi-Saubeba Timika-Mapurujaya-Pomako Jayapura-Wamena-Mulia Merauke-Tanah Merah-Waropko Pembangunan Jalur Kereta Api Jayapura-Sarmi Sarmi-Nabire Nabire-Manokwari Hamadi-Holtekamp-Skow Sorong-Klamono-Ayamaru- Maruni Manokwari-Maruni-memeh- Bintuni Sorong-Makbon-Mega Fak Fak-Hurimber-Bomberay Manokwari-Sorong Nabire-Timika Merauke-Jayapura Pengembangan simpul-simpul penyeberangan Lintas Provinsi Sorong-Patani Sorong-Wahai Fakfak-Wahai Lintas Kabupaten/Kota Jeffman-Kalobo Sorong-Seget Seget-Mogem Seget-Teminabuan Serui-Waren Agats-Ewer Sorong-Biak Dabo-Agats Biak-Numfor Merauke-Atsy Atsy-Asgon Atsy-Agats Merauke-Poo Tanah Merah-Kepi 7-15

16 b. Transportasi laut Pengembangan Pelabuhan Nasional Sorong Manokwari Merauke Pomako Biak Jayapura Kaimana c. Transportasi Udara Bandar Udara Pusat Penyebaran Biak Jayapura Manokwari Wamerna Merauke Nabire Sorong Timika Bandar Udara Bukan Pusat Penyebaran Fakfak Utarom Bintuni Ijahabra Wasior Babo Anggi Kebar Domine Edward Osok Sudjarwo Tjondronegoro Ransiki Inawatan Teminabuan Ayawasi Kabuaya (Ayawaru) Werur Merdey Kokonao Akimuga Ombano Moanamani Kebo Waghete (Waghete Baru) Bilai Bilowari Enarotali Numfor Tanah Merah Kepi Mindip Tanah Senggo Bomakia Ewer Bade Kamur Timam Manggelum Bakondini Oksibil Batom Ilaga Elelim Illu Karubaga Kelila Kiwirok Tiom Yuruf Mulia Mararena Lereh Molof Dabra Okaba Senggeh Ubrub Waris Klamono Rencana Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Pulau Papua: 1. Pemanfaatan Kawasan Lindung - Pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya - Pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan setempat - Pemanfaatan ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya - Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana alam 7-16

17 2. Pemanfaatan Kawasan Budidaya - Kawasan budidaya pertanian tanaman pangan dan perkebunan - Kawasan budidaya kelautan dan perikanan - Kawasan budidaya kehutanan - Kawasan budidaya pariwisata - Kawasan budidaya pertambangan 3. Pemanfaatan Kawasan Tertentu - Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati - Kawasan Perbatasan RI (Papua) Papua Nugini - Kawasan Timika Isu mengenai Hak Ulayat Pemetaan Hak Ulayat Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota melaksanakan pemetaan hak ulayat yang meliputi wilayah darat dan perairan (laut) dengan melibatkan masyarakat adat dan dikoordinasikan melalui BKPRD provinsi, kabupaten, dan kota Pemantapan Kelembagaan Masyarakat Adat Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota menyiapkan lembaga yang menangani masalah hak ulayat sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Penyiapan Peraturan Pelaksana Mengenai Hak Ulayat o Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota menyiapkan peraturan pelaksana untuk menjamin diakuinya keberadaan hak ulayat yang meliputi wilayah darat dan perairan (laut) sesuai peraturan perundangan yang berlaku. o Para gubernur, bupati dan walikota mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dalam rangka penataan ruang wilayahnya masing-masing dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. o Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. o Pengaturan mengenai kompensasi hak ulayat terkait dengan perubahan pola pemanfaatan ruang untuk pembangunan diatur lebih rinci dalam peraturan daerah. 7-17

18 o Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa hak ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan Kesimpulan dan Beberapa Kesepakatan terkait Materi & Petapeta Raperpres RTR Pulau Papua Beberapa point penting hasil pembahasan materi dan peta-peta Raperpres RTR Pulau Papua antara lain: Sebagaimana Raperpres RTR Pulau-pulau yang lainnya, hal terpenting dari Raperpres RTR Pulau Papua ini adalah bagaimana menerjemahkannya menjadi suatu program yang terpadu, baik untuk kepentingan program-program pusat maupun secara khusus untuk kepentingan pengelolaan pembangunan di daerah sendiri. Diperlukan set-up institusi di daerah untuk mengkoordinir program-program pembangunan daerah yang mengacu pada RTR Pulau, khususnya di tingkat Propinsi. Salah satu permasalahan yang akan dihadapi adalah: sejauh mana kekuatan hukum RTR Pulau Papua dapat mengikat / mendorong masing-masing daerah yang telah memiliki otonomi daerahnya (Kabupaten/Kota) untuk mengacu pada rencana tersebut. Perlu dicermati perkembangan kebijakan penanganan Papua saat ini, seperti pemekaran propinsi, wacana dan rencana pemberian hak semacam otonomi khusus, pembentukan Majelis Rakyat Papua dan pengaruhnya terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan papua, dan berbagai hal yang bersifat politis. Pengembangan jaringan infrastruktur untuk menyatukan Kawasan Pegunungan Tengah dan Selatan Papua sangat diperlukan, mengingat kawasan tersebut relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kawasan Kepala Burung dan Utara Papua. Pemkab di kawasan Pegunungan Tengah dan Selatan Papua mengusulkan adanya jaringan jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan orientasi ke kawasan Selatan, mengingat kawasan pegunungan relatif lebih mudah dijangkau dari Selatan Papua Pengembangan jaringan rel kereta api yang menghubungkan Jayapura dan Merauke dinilai tidak memungkinkan, mengingat kontur di kawasan Pegunungan Tengah sangat terjal (tidak sesuai untuk jaringan rel kereta api) Pengembangan infrastruktur di Papua perlu dikaitkan dengan industri pengolahan sumber daya alam (terutama kehutanan, tambang, dan perikanan) yang terkandung di kawasan Pegunungan Tengah dan Selatan Papua 7-18

19 Mengingat kebutuhan biaya bagi pengembangan infrastruktur di kawasan Pegunungan Tengah dan Selatan Papua yang sangat besar dan sulit dipenuhi dengan APBN dan APBD, maka perlu dirumuskan skema pembiayaan yang tidak konvensional untuk mendorong peran swasta dalam pengembangan infrastruktur. Hal ini akan dibahas lebih lanjut oleh Tim Teknis Pengembangan Wilayah & Infrastruktur Papua Materi Raperpres, baik naskah, lampiran, maupun peta-peta pendukungnya perlu segera ditindaklanjuti forum BKTRN untuk dibawa kedalam pembahasan ditingkat Sekretariat Kabinet untuk selanjutnya disahkan 7-19

RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM RANGKA PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN

RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM RANGKA PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 5 Tahun 2007 TANGGAL : 16 Mei 2007 RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM RANGKA PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI

Lebih terperinci

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM RANGKA

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

Kondisi i Infrastruktur Pelabuhan

Kondisi i Infrastruktur Pelabuhan SAUNEK RAJA AMPAT SORONG TAMINABUAN KOKAS SAUKOREM KORIDO MANOKWARI OWI BIAK ORANSBARI BINTUNI SERUI WAREN WASIOR FAK FAK NABIRE KAIMANA AMAMAPARE POMAKO SARMI AGATS BADE JAYAPURA / DEPAPRE MERAUKE Kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Dalam Acara Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional Tahun 2015 Jakarta, 5 November 2015 INTEGRASI TATA RUANG DAN NAWACITA meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI

Lebih terperinci

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA) UU 45/1999, PEMBENTUKAN PROPINSI IRIAN JAYA TENGAH, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT, KABUPATEN PANIAI, KABUPATEN MIMIKA, KABUPATEN PUNCAK JAYA, DAN KOTA SORONG Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 45 TAHUN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI IRIAN JAYA TENGAH, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT, KABUPATEN PANIAI, KABUPATEN MIMIKA, KABUPATEN PUNCAK JAYA, DAN KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM I. Pendahuluan II. Issue Spasial Strategis III. Muatan PP RTRWN IV. Operasionalisasi PP RTRWN V. Penutup 2 Amanat UU No.26/2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PRE S IDEN REP UBL IK IN DONE SIA LAMPIRAN XI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, B U P A T I K U D U S PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR Materi ini disusun Dinas Kehutanan Propinsi Papua dalam rangka Rapat Kerja Teknis Badan Planologi Kehutanan Tahun

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 12 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN-KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN. Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) 6619431 6623480 M E D A N - 20222 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA REPUBLIK INDONESIA MATERI PEMAPARAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PADA RAKORBANGPUS 16 SEPTEMBER 2002 KEMENTERIAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN

Lebih terperinci

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat

Lebih terperinci

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2010 2014 8.1 Kondisi Wilayah Papua Saat Ini 8.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah Papua cukup berfluktuasi. Perekonomian wilayah Papua

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK)

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) Disampaikan oleh : Dr. H. Sjofjan Bakar, MSc Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Pada Acara

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan situasi keamanan dan ketertiban

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. Sambutan Gubernur Papua Pada Seminar Efektivitas Pengunaan dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat

GUBERNUR PAPUA. Sambutan Gubernur Papua Pada Seminar Efektivitas Pengunaan dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat GUBERNUR PAPUA Sambutan Gubernur Papua Pada Seminar Efektivitas Pengunaan dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat Sorong, 27 Agustus 2015 Yth. Bpk Ketua Badan Pemeriksa Keuangan R.I;

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA MALINGPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN CILACAP BABI KETENTUAN UMUM.

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN CILACAP BABI KETENTUAN UMUM. BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR - TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruang nya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010

BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010 BAB 8 PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU PAPUA TAHUN 2010 8.1 Kondisi Saat Ini Wilayah Pulau Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan potensi sumberdaya alam sangat besar di sektor perikanan,

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

NO NAMA BANDARA.LOKASI PENGGUNAAN HIERARKI SULAWESITENGGARA

NO NAMA BANDARA.LOKASI PENGGUNAAN HIERARKI SULAWESITENGGARA NO NAMA BANDARA.LOKASI PENGGUNAAN HIERARKI XXIX SULAWESITENGGARA 138 Wolter Monginsidi Kendarl Domestik Pengumpul Skala Sekunder (11/3) 139 BetoAmbari Bau-bau / Pulau Buton Domestlk Pengumpan 140 Sugimanuru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Percepatan Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara Sebagai Pusat Industri Pertambangan Nasional Oleh, Gubernur Sulawesi Tenggara H. Nur Alam S U L A W E S I T E

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

Di Kawasan Timur Indonesia. Paparan Penanggung Jawab Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku

Di Kawasan Timur Indonesia. Paparan Penanggung Jawab Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku Operasionalisasi MP3EI Di Kawasan Timur Indonesia Paparan Penanggung Jawab Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku Jakarta, 12 Desember 2011 LATAR BELAKANG MP3EI KONEKTIVITAS NASIONAL LEMAH, MENIMBULKAN

Lebih terperinci

Pembangunan infrastruktur makro, dengan membagi Provinsi Papua menjadi 6(enam) kawasan pertumbuhan.

Pembangunan infrastruktur makro, dengan membagi Provinsi Papua menjadi 6(enam) kawasan pertumbuhan. Pembangunan infrastruktur makro, dengan membagi Provinsi Papua menjadi 6(enam) kawasan pertumbuhan. Mengingat kondisi geografis Provinsi Papua, maka konsep pembangunannya melalui sistem cluster. Dalam

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN

OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN OSWAR MUNGKASA DIREKTUR TATA RUANG DAN PERTANAHAN Disampaikan dalam Sosialisasi Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Sumatera Padang, 16 April 2014 OUTLINE Definisi, Peran dan Fungsi RTR Pulau Sumatera

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN

PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN LATAR BELAKANG BKPRD merupakan lembaga ad-hoc lintas sektor yang dibentuk sebagai respon atas kebutuhan berbagai instansi pemerintah dalam menangani masalah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Pemerintah telah melakukan perubahan atas

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS. NOMOR 11 Tahun 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS. NOMOR 11 Tahun 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 11 Tahun 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang a. bahwa dalam rangka menserasikan dan

Lebih terperinci

Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 6 (enam) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat tersebut, anta

Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 6 (enam) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat tersebut, anta BUKU RENCANA BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG 8.1 PERAN SERTA MASYARAKAT Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG I. UMUM Propinsi Sumatera Selatan dengan luas wilayah 109.254

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM UTAMA PERENCANAAN DI INDONESIA

SUMBER HUKUM UTAMA PERENCANAAN DI INDONESIA SUMBER HUKUM UTAMA PERENCANAAN DI INDONESIA Kuliah Hukum dan Administrasi Perencanaan Kuliah 2 / 12 April 2013 Free Powerpoint Templates Sumber Hukum Utama Perencanaan di Indonesia UUD 1945 pasal 33 ayat

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan PUSAT: Membuat norma-norma, standar, prosedur, monev, supervisi, fasilitasi, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas Nasional

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 B. Pemanfaatan dari Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 1.3. Manfaat SLHD Provinsi DKI Jakarta 1.3.1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi DKI Jakarta dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci