TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVIS PIAGET DAN VYGOTSKY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVIS PIAGET DAN VYGOTSKY"

Transkripsi

1 TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVIS PIAGET DAN VYGOTSKY Sri Wulandari Danoebroto PPPPTK Matematika, Yogyakarta; Abstrak. Teori perkembangan kognitif Piaget dan teori perkembangan sosiokultural Vygotsky merupakan teori belajar yang banyak dirujuk oleh para guru matematika di Indonesia. Kedua teori tersebut merupakan cikal bakal berkembangnya konstruktivisme. Namun, bagaimana implikasi masing-masing teori dalam pembelajaran matematika dan bagaimana kelemahan masing-masing teori jika diterapkan dalam pembelajaran matematika? Untuk itu, artikel hasil studi literatur ini akan membahasnya dengan meletakkan Indonesia sebagai kasus. Meskipun teori Piaget dan teori Vygotsky dapat diterapkan dalam praktek pembelajaran matematika di Indonesia, namun masih diperlukan kajian kritis dalam memahami dan memaknai teori tersebut. Dalam hal ini, teori Piaget dan teori Vygotsky diaplikasikan melalui proses adaptasi dengan memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat Indonesia. Dengan demikian, harapan akan suksesnya pendidikan matematika di Indonesia yang sekaligus memperkuat jati diri bangsa dapat diwujudkan. Kata Kunci. Teori Piaget, Teori Vygotsky, Konstruktivisme, Pembelajaran Matematika 1. Pendahuluan Praktek pembelajaran matematika di Indonesia sangat dipengaruhi oleh teori belajar kognitif dan teori belajar behavioral. Berbagai upaya telah dirintis untuk memperbaiki praktek pembelajaran matematika dengan berpegang pada kedua aliran besar tersebut. Aliran teori belajar kognitif diyakini sebagai suatu pembaharuan atau inovasi belajar yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas pendidikan matematika di Indonesia. Meskipun demikian, teori belajar behavioral masih sangat mendominasi praktek pembelajaran matematika di sekolah Indonesia. Teori belajar yang banyak dirujuk dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah teori perkembangan kognitif Piaget dan teori perkembangan sosiokultural Vygotsky. Tall (2013) mengajukan skema teori belajar yang dikelompokkannya menjadi empat aliran yaitu behavioris, kognitif, konstruktivis dan pendekatan sosial. Teori Piaget dan Vygotsky ditempatkannya pada aliran konstruktivis, namun pada skema tersebut digambarkan garis penghubung dengan aliran pendekatan sosial dan aliran kognitif. Aliran konstruktivis dipandangnya memiliki kesamaan dengan pendekatan sosial serta terkait dengan aliran kognitif. Teori Piaget dan Vygotsky memang menjadi cikal bakal berkembangnya konstruktivisme, namun Vygotsky memiliki perhatian lebih dalam hal pengaruh lingkungan sosial terhadap terbangunnya pengetahuan pada diri anak. Intisari kedua teori tersebut hendaknya dipahami dengan baik oleh para guru agar upaya untuk memperbaiki praktek pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan harapan. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut bagaimana implikasi dari masing-masing teori pada pembelajaran matematika serta bagaimana kelemahan dari masing-masing teori jika diterapkan dalam pembelajaran matematika. Artikel ini merupakan studi literatur untuk membahas implikasi masing-masing teori pada pembelajaran matematika dengan meletakkan Indonesia sebagai kasus. Dalam hal ini, diberikan contoh matematika dalam budaya Jawa yang dipengaruhi oleh cara pandang 191

2 masyarakat Jawa yang unik. Selanjutnya, akan dibahas kritik terhadap teori Piaget dan teori Vygotsky untuk memperoleh penjelasan dan pemahaman yang lebih objektif. 2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget 2.1 Implikasi Teori Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran Matematika Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang objek kajiannya bersifat abstrak sehingga memerlukan penalaran deduktif untuk memahaminya. Oleh karena itu, belajar matematika selalu dikaitkan dengan kesiapan kognitif. Dalam hal ini, belajar dipandang sebagai hasil pencapaian dan perkembangan dari struktur kognitif. Kesiapan anak untuk belajar matematika ditinjau dari kesiapan struktur kognitifnya, yaitu kapasitas kemampuan berpikir secara terorganisir dan terkoordinir. Struktur kognitif diperlukan untuk mengembangkan kemampuan penalaran yang dapat distimulasi melalui pengkajian matematis suatu objek. Jadi, ada hubungan timbal balik antara kesiapan struktur kognitif dengan pengembangan kemampuan penalaran dalam konteks belajar matematika. Piaget terkenal dengan teori perkembangan kognitifnya. Ia memaparkan bahwa terkait dengan perkembangan usia, maka kemampuan kognitif anak juga berkembang. Piaget kemudian membagi perkembangan kognitif anak dalam empat tahap: (1) tahap sensori motorik yaitu sejak lahir hingga anak berusia 2 tahun, (2) tahap praoperasional konkrit yaitu sejak usia 2 tahun hingga 7 tahun, (3) tahap operasional konkrit yaitu sejak usia 7 tahun hingga 11 tahun, dan (4) tahap operasional formal yaitu sejak usia 11 tahun dan seterusnya. Perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh usia inilah yang kemudian menjadi acuan guru-guru di Indonesia dalam mengajar matematika. Pemahaman bahwa anak-anak perlu kapasitas struktur kognitif tertentu untuk mempelajari matematika pada tingkat tertentu berimplikasi pada strategi mengajar guru. Misalnya, anak pada taraf berpikir operasional konkrit maka materi matematika hendaknya dihadirkan melalui objek konkrit yang dapat dimanipulasi oleh siswa. Dengan demikian, belajar matematika menurut teori Piaget perlu disesuaikan dengan taraf perkembangan kognitif individu. Dalam kaitannya dengan epistemologi, Piaget berpendapat bahwa anak membentuk pengetahuan melalui eksplorasi lingkungan secara aktif. Problem pembelajaran matematika di Indonesia yang cenderung individual dapat direduksi dengan mengelola pembelajaran yang memungkinkan anak untuk berinteraksi sosial. Namun, guru harus mempertimbangkan jenis dan model interaksi yang sesuai dengan taraf berpikir anak. Meskipun teori Piaget dikenal sebagai teori perkembangan kognitif, ia juga memiliki pandangan menarik tentang afektif. Menurut Piaget (Knud Illeris, 2004), semua skema apapun pada waktu yang sama adalah afektif dan kognitif. Piaget juga mengungkapkan bahwa kehidupan afektif seperti kehidupan kognitif, yaitu adaptasi berkelanjutan dan keduanya tidak hanya paralel tetapi interdependen, karena perasaan mengekspresikan minat dan memberikan nilai kepada tindakan serta kognitif yang menyediakan strukturnya. Suatu contoh kasus yang dinyatakan oleh Piaget adalah tentang dua anak dan pelajaran aritmetika. Salah satu anak tersebut menyukai aritmetika, sedang yang satunya lagi merasa tidak bisa aritmetika dan mempunyai semua ciri-ciri anak yang lemah dalam matematika. Anak yang pertama akan belajar lebih cepat, sedangkan yang kedua lebih lambat. Tapi bagi keduanya, dua tambah dua sama dengan empat. Afektif tidak mempengaruhi struktur sama sekali. 2.2 Kritik Terhadap Teori Piaget Meskipun belajar matematika dipandang sebagai hasil pencapaian dan perkembangan kognitif, terdapat faktor lain yang mempunyai peran sangat signifikan yaitu motivasi dan 192

3 emosi. Aspek emosi ini kurang mendapat perhatian oleh Piaget. Bagi Piaget emosi merupakan interaksi yang positif, namun penelitiannya terkonsentrasi pada perkembangan pengetahuan dan jarang menyentuh isu emosional (Knud Illeris, 2004). Teori Piaget tentang perkembangan kognitif mendapat kritik antara lain dianggap mengabaikan pengaruh interaksi sosial terhadap perkembangan manusia (Laurenco & Machado, 1996:150). Kritik yang muncul dari para pengikut teori Vygotsky ini seiring meningkatnya pandangan bahwa konteks sosial individu berpengaruh terhadap perkembangan kognitifnya. Dalam hal ini, belajar hendaknya juga dipandang sebagai proses perubahan individu dalam interaksinya dengan lingkungan sosial dan budaya. Dengan demikian, belajar bukan sekedar hasil pencapaian dan perkembangan struktur kognitif. Menurut Piaget (Wadsworth, 1984: 29) ada empat fakor yang mempengaruhi perkembangan kognitif seseorang yaitu: pengalaman, kematangan, transmisi sosial dan equilibrasi atau keseimbangan internal. Interaksi keempat faktor ini menjadi landasan bagi perkembangan kognitif atau konstruksi struktur mental seseorang. Dalam pandangan Piaget sebagai ahli biologi, maka kematangan dipengaruhi oleh usia. Namun apakah pengalaman, transmisi sosial dan equilibrasi juga dipengaruhi oleh usia? Ketiga faktor tersebut merupakan faktor eksternal sehingga seharusnya menjadi bersifat relatif karena tergantung bagaimana individu itu berinteraksi. Dengan demikian, lingkungan sosial budaya juga memiliki andil dalam perkembangan kognitif seseorang. Bila lingkungan sosial budaya diperhitungkan maka kecepatan perkembangan kognitif antar individu pada usia yang sama dapat berbeda, hal ini tergantung pada variasi dan intensitas pengalaman belajar anak melalui lingkungan sekitarnya. Teori Piaget sendiri sesungguhnya lebih cenderung pada pendekatan epistemologi yang menggunakan perkembangan anak untuk memahami asal dan logika ilmu pengetahuan ilmiah (Smith, 1995). Hal ini menjelaskan mengapa teori Piaget banyak dianut untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika, yaitu matematika dipandang sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang melibatkan struktur kognitif dalam mempelajarinya. Teori belajar matematika yang mengacu pada teori perkembangan kognitif Piaget cenderung mengabaikan pengetahuan intuitif anak tentang matematika. Hal ini karena teori Piaget kurang memperhitungkan adanya faktor sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Menurut Piaget (Starkey & Klein, 2014: 255), pengetahuan matematika anak tidak akan muncul hinggga anak memasuki periode berpikir operasional konkrit yaitu usia sekitar 6 atau 7 tahun saat anak memasuki sekolah dasar. Padahal, Starkey & Klein (2014:254) menyatakan bahwa perkembangan matematika hadir sejak titik awal kehidupan dan berkembang pesat saat usia dini. Jika Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh kematangan usia sehingga ia membagi tahap perkembangan kognitif anak berdasarkan pertumbuhan biologis, maka Vygotsky mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak juga dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan sosial budaya di mana anak itu tumbuh. Berbeda dengan pemahaman Piaget tentang perkembangan anak, bahwa perkembangan selalu mendahului pembelajaran sehingga kesiapan struktur mental merupakan hal yang mutlak sebelum anak mampu mempelajari sesuatu, Vygotsky merasa bahwa pembelajaran sosial mendahului perkembangan yang berarti melalui interaksi sosial anak dengan lingkungannya maka hal ini akan mendorong anak untuk mampu mempelajari sesuatu. 193

4 3. Teori Perkembangan Sosiokultural Vygotsky 3.1 Teori Perkembangan Sosiokultural Vygotsky terkait Berpikir Matematis Perkembangan kognitif dalam pandangan Vygotsky diperoleh melalui dua jalur, yaitu proses dasar secara biologis dan proses psikologi yang bersifat sosiobudaya (Elliot, et.al, 2000: 52). Studi Vygotsky fokus pada hubungan antara manusia dan konteks sosial budaya di mana mereka berperan dan saling berinteraksi dalam berbagi pengalaman atau pengetahuan. Oleh karena itu, teori Vygotsky yang dikenal dengan teori perkembangan sosiokultural menekankan pada interaksi sosial dan budaya dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif. Perkembangan pemikiran anak dipengaruhi oleh interaksi sosial dalam konteks budaya di mana ia dibesarkan. Menurut Vygotsky (Salkind, 2004: 278), setiap fungsi dalam perkembangan budaya anak akan muncul dua kali yaitu pada mulanya di tingkat sosial dalam hubungan antarmanusia atau interpsikologi, kemudian muncul di tingkat personal dalam diri anak atau intrapsikologi. Hal ini berarti, perlu mengetahui proses sosial dan budaya yang membentuk anak untuk memahami perkembangan kognitifnya. Kemajuan perkembangan kognitif anak diperoleh sebagai hasil interaksi sosial dengan orang lain. Orang lain di sini tidak selalu orangtua, melainkan bisa orang dewasa lain atau bahkan teman sebaya yang lebih memahami tentang sesuatu hal. Dalam kaitannya dengan pemikiran matematika, maka anak akan berkembang kemampuan berpikir matematisnya melalui interaksinya dengan orang lain yang menguasai matematika dengan lebih baik. Jika masyarakat atau setidaknya orangtua dalam keluarga telah membudayakan pemikiran matematika dalam kegiatan sehari-hari, maka kondisi ini akan menyuburkan perkembangan pemikiran matematika anak. Aplikasi ide-ide matematika melalui berpikir logis, memperhitungkan dengan cermat, mampu menganalisis permasalahan dalam kehidupan sehari-hari merupakan gambaran aktivitas keseharian yang menjadi budaya. Dalam konteks budaya semacam ini maka menurut teori Vygotsky, kemampuan berpikir matematis anak akan berkembang. 3.2 Implikasi Teori Perkembangan Sosiokultural pada Pembelajaran Matematika Teori perkembangan sosiokultural Vygotsky menekankan adanya pengaruh budaya terhadap perkembangan kognitif anak. Anak akan mengembangkan kemampuan berpikirnya ke tingkat yang lebih tinggi bila ia menguasai alat dan bahasa. Salah satu alat dan bahasa tersebut adalah matematika. Pengembangan alat dan bahasa matematika dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya. Hal ini berarti bahwa perkembangan pemikiran matematika anak juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dalam konteks budaya di mana ia dibesarkan. Implikasi hal ini pada pendidikan adalah upaya untuk mempelajari matematika dilakukan melalui pembelajaran sosial dengan menggunakan konteks budaya anak. Hal ini akan memungkinkan terjadinya proses belajar bertahap dan bermakna. Anak belajar secara bertahap mulai dari materi matematika yang mudah ke yang sulit, mulai dari materi matematika yang konkrit menuju ke yang abstrak. Anak belajar matematika melalui bimbingan dan bantuan orang lain yang lebih memahami. Anak belajar matematika sesuai dengan lingkungan budayanya akan memberikan pemahaman yang bermakna baginya. Jean Schmittau (Salkind, 2004: ) melakukan penelitian mengenai penerapan pendekatan Vygotsky pada pembelajaran matematika. Pendekatan ini diadaptasinya dari 194

5 penerapan teori Vygotsky di sekolah Rusia pada pembelajaran matematika di mana anak tidak sekedar diajarkan pengetahuan matematika melainkan belajar bagaimana caranya belajar matematika. Hal ini kemudian diterapkan dalam program sekolah di Susquehanna, New York. Hasilnya menunjukkan bahwa anak dapat menguasai matematika dengan baik meskipun sebelumnya ia lemah pada mata pelajaran tersebut. Belajar mengenai bagaimana caranya belajar merupakan kemampuan penting untuk dikuasai anak. Melalui hal ini anak akan memiliki daya untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. Terkait dengan pemikiran matematika, maka matematika bukanlah diajarkan sebagai produk melainkan sebagai proses berpikir yang dapat direkonstruksi. Terdapat beberapa pendapat Vygotsky yang berimplikasi terhadap pembelajaran matematika, yaitu pandangan Vygotsky tentang perlu adanya sumber belajar lain untuk memudahkan siswa belajar matematika serta materi matematika yang sesuai dengan kapasitas siswa. Vygotsky memberinya istilah More Knowledgable Other (MKO) atau orang lain yang lebih tahu dan Zone of Proximal Development (ZPD) atau zona perkembangan terdekat. MKO mengacu kepada siapa saja yang memiliki pemahaman yang lebih baik atau tingkat kemampuan lebih tinggi dari siswa, pemahaman yang lebih baik ini sehubungan dengan tugas tertentu, proses, atau konsep yang sedang dipelajari oleh siswa. MKO biasanya dianggap sebagai seorang guru, pelatih, atau orang dewasa yang lebih tua, tetapi MKO juga bisa menjadi teman sebaya, orang yang lebih muda, atau bahkan komputer atau media belajar lainnya. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara kemampuan siswa untuk melakukan tugas di bawah bimbingan orang dewasa dan atau dengan kolaborasi teman sebaya dan pemecahan masalah secara mandiri sesuai kemampuan siswa. Menurut Vygotsky, pembelajaran terjadi di zona ini. Implikasinya dalam pembelajaran matematika adalah ZPD dapat berguna dalam menjembatani antara berpikir konkrit dan berpikir abstrak. Pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang abstrak, kemampuan tersebut dapat didorong melalui interaksi sosial melalui ZPD. Teori Vygotsky tidak hanya potensial bagi terbangunnya pengetahuan matematika pada diri anak, tetapi teori ini dipandang potensial dalam membangun kemampuan berpikir matematis dan membentuk sikap positif terhadap matematika (Taylor, 1992:9). Sikap positif terhadap matematika terkait dengan self-esteem siswa dalam mempelajari matematika, hal ini mungkin terbangun melalui interaksi sosial. Selanjutnya Taylor (1992:15) mengajukan model perkembangan sikap (attitude) terhadap matematika yang dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk di dalamnya terkait dengan ZPD dari Vygotsky, teori belajar sosial dari Bandura dan kecerdasan ganda dari Howard Gardner. 195

6 Meta-awareness Zone of Proximal Development Thinking ATTITUDE Acting Feeling Environment Culture Other People Gambar 1 Model Mathematical Attitude Pada model Mathematical Attitude (Gambar 1), Taylor menempatkan attitude sebagai pusat yang dipengaruhi oleh pemikiran, tindakan dan perasaan. Dalam hal ini, attitude atau sikap diartikan sebagai wujud dari pemikiran, tindakan dan perasaan individu yang di antara ketiganya juga saling mempengaruhi. Selanjutnya, terkait dengan teori Vygotsky maka attitude dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya di mana hal itu terjadi dalam dua tahap yaitu pada tahap sosial atau antara pribadi dan tahap individual atau saat internalisasi dalam diri. Dalam kaitannya dengan ZPD, interaksi yang signifikan tersebut berfungsi untuk menjembatani pengalaman, selanjutnya terdapat meta-awareness yang melibatkan kesadaran individu dalam merefleksikan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan. Proses ini berlangsung terus menerus. Oleh karena itu, seorang individu dapat berulang kali menjembatani ZPD-nya ke keadaan meta-awareness dan kemudian memiliki sikap yang dikembangkan lebih lanjut. 3.3 Kritik terhadap teori Vygotsky Teori Vygotsky dikenal dengan teori perkembangan sosiokultural, namun kritik justru datang dari kaum sosiokulturalis saat ini. Meskipun Vygotsky menyatakan bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya, namun Vygotsky dan Piaget sama-sama gagal dalam mengaitkan perkembangan kognitif dengan konteks sosial. Pandangan kaum sosiokulturalis saat ini adalah perkembangan kognitif tertanam atau menyatu dalam konteks sosial di mana individu itu berada, sehingga pemisahan antara konteks sosial dan perkembangan kognitif merupakan hal yang mustahil, dengan demikian tidak mungkin dapat memberikan pengaruh. Vygotsky sama halnya dengan Piaget yang beranggapan bahwa perkembangan individu bersifat universal, bergerak maju dalam satu arah, melalui mekanisme yang universal tanpa mempertimbangkan konteks di mana keterampilan itu digunakan atau bersifat independen terhadap konteks, etnosentris atau kurang dalam nilai dan praktek yang lain (tatanan masyarakat), serta anak-anak dipandang kurang mampu belajar tanpa bimbingan orang dewasa atau adultocentris (Matusov dan Hayes, 2000). Piaget dan Vygotsky memaknai 196

7 perkembangan sebagai proses menurunkan kesenjangan antara struktur mental/fungsi dengan tindakan individu dan norma-norma, namun Piaget melihat proses itu sebagai saintifik logis dan Vygotsky melihatnya sebagai proses mediasi budaya. Meski Vygotsky dan Piaget samasama berpendapat bahwa interaksi sosial diperlukan dalam perkembangan kognitif namun Piaget fokus pada relasi sosial antar individu dalam suatu aktivitas dan konsekuensinya pada perkembangan anak, sementara Vygotsky lebih tertarik pada mediasi perkembangan anak, di mana kedua fokus ini dihargai oleh kaum sosiokulturalis saat ini. Dengan demikian, Piaget dan Vygotsky sama-sama menekankan peran masyarakat, budaya, dan lembaga dalam perkembangan anak. Namun, mereka menempatkan peran-peran ini secara berbeda yaitu relasional dibandingkan mediasional. Piaget lebih terfokus pada hubungan simetri dan asimetri dalam mempromosikan atau menghambat perkembangan individu. Vygotsky berfokus lebih lanjut tentang meditasi semiotik dan alat sebagai cara budaya dan lembaga membentuk perkembangan anak. Sementara dari perspektif sosiokultural, perkembangan melibatkan transformasi partisipasi individu dalam aktivitas sosial budaya daripada sekedar suatu perubahan dalam struktur tindakan individu (seperti dalam teori Piaget) atau berkembangnya penguasaan individu terhadap alat, simbol (seperti matematika), dan penggunaan bahasa (seperti dalam teori Vygotsky). Partisipasi dalam pandangan kaum sosiokulturalis tidak hanya bersifat individu tetapi juga melibatkan lingkungan sosial, di mana hal ini melibatkan negosiasi dari kontribusi individu dalam aktivitas. 4. Kesimpulan Vygotsky dan Piaget merupakan kaum universalis yang percaya bahwa rasionalitas, logika, dan prinsip-prinsip berpikir ilmiah dapat diterapkan secara universal untuk semua perkembangan individu di semua masyarakat (Smith, 1995). Hal ini ditunjukkan dengan bagaimana Vygotsky tertarik untuk mempelajari masyarakat dengan budaya tradisional, untuk menjadi bagian dari masyarakat yang secara historis dipandang lebih maju, misalnya masyarakat intelektual barat (Matusov, 1998). Dalam hal ini, yang terjadi adalah dekontekstualisasi, di mana konteks sosial budaya individu menjadi diabaikan tatkala sudut pandang yang digunakan untuk memahami mereka menggunakan sudut pandang barat (western). Contoh kasus adalah masyarakat Jawa di Indonesia yang memiliki pola pikir tentang objek pengetahuan dan cara memperoleh pengetahuan secara unik. Masyarakat Jawa menggunakan filsafat othak athik mathuk yang menunjukkan kecenderungan berpikir spekulatif, di mana spekulasi tidak didasarkan pada analisis logis saja tetapi menggunakan intuisi. Pola pikir Jawa merupakan bentuk penalaran yang lebih didasarkan pada penghayatan dan pengamalan daripada sistematisasi rasional logisnya (Endraswara, 2012;45). Pola pikir ini berimplikasi pada cara mereka dalam memperoleh pengetahuan yang lebih cenderung secara intuitif. Reksosusilo (2006:193) berpendapat bahwa filsafat atau cara berpikir orang Jawa tidak mengarah kepada pengetahuan dalam arti menerima dan meneliti dengan indera, akal budi, melalui logika yang ketat dan sistematis, tetapi melalui rasa cocok yang dilatih dalam olah rasa batin yang mendalam, kemudian menjadi pengetahuan intuitif yang dalam. Cara memperoleh pengetahuan sebagaimana pandangan Piaget dan Vygotsky yang diklaimnya universal kurang mengakomodasi pentingnya intuisi anak. Keselarasan antara intuisi, rasional logis dan olah rasa berupa apresiasi pada lingkungan merupakan alat-alat penting yang seharusnya perlu distimulasi agar proses belajar anak dapat optimal. Meskipun teori Piaget dan teori Vygotsky dapat diterapkan dalam praktek pembelajaran matematika di Indonesia, namun masih diperlukan kajian kritis dalam memahami dan 197

8 memaknai teori tersebut. Dalam hal ini, teori Piaget dan teori Vygotsky diaplikasikan melalui proses adaptasi dengan memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat Indonesia. Dengan demikian, harapan akan suksesnya pendidikan matematika di Indonesia yang sekaligus memperkuat jati diri bangsa dapat diwujudkan. Daftar Pustaka Elliot, S.N et al. (2000). Educational psychology: Effective teaching, effective learning 3 rd Edition. Boston: McGraw-Hill Higher Education. Knud Illeris The three dimensions of learning. Florida: Krieger Publishing. Laurenco, O & Machado, A. (1996). In Defense of Piaget s Theory: A Reply to 10 Common Criticisms. Psychological review Vol 103 No 1 hal Matusov, E & Hayes, R. (2000). Sociocultural critique of Piaget and Vygotsky. New Ideas in Psychology No 18 pp Diunduh dari www. Elsevier.com/locate/newideapsych pada tanggal 24 Maret Salkind, N.J. (2004). An introduction to theories of human development. London: Sage Publications, Inc. Smith, L. (1995). Introduction to Piaget's sociological studies. In J. Piaget, Sociological studies (pp. 1-22). London, New York: Routledge. Suwardi Endraswara. (2012). Falsafah hidup Jawa. Yogyakarta: Cakrawala S. Reksosusilo. (2006). Telaah buku: Falsafah Hidup Jawa dalam Studia philosophica et theologica, Vol 6 No 2 Oktober hal Tall, David. (2013). Integrating History, Technology and Education in Mathematics. Paper presented at História e Tecnologia no Ensino da Matemática July 15, Universidade Federal de São Carlos, Brazil. Taylor, L. (1992). Mathematical Attitude Development from a Vygotskian Perspective. Mathematics Education Research Journal, Vol. 4, No.3,hal Wadsworth, B. J. (1984). Piaget s theory of cognitive and affective development (3 rd ed). New York: Longman.Publishing. 198

Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika

Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika Oleh : Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang e-mail

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY) PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY) A. Profil Singkat Vygotsky Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad 20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol

Lebih terperinci

Tugas Individu. Manajemen strategik pendidikan

Tugas Individu. Manajemen strategik pendidikan Tugas Individu Manajemen strategik pendidikan Nama :Apri Eka Budiyono Nim : 2016081005 1. Ke dua bacaan tersebut membahas tentang apa? Bahas dan Jelaskan Dari bacaan tersebut terdapat teori piaget dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN

IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN IMPLEMENTASI SCAFFOLDING UNTUK MENGATASI KESALAHAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LINGKARAN Abstrak: Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting yang harus dilatihkan kepada siswa. Lev Semyonovich

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA R. Rosnawati Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR Pendahuluan Perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatankegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu proses-proses

Lebih terperinci

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog UMBY

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog UMBY Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog UMBY Perkembangan bahasa Tahap perkembangan yang paling menakjubkan pada masa anak adalah saat anak mulai bisa berbicara Arti bahasa : Adalah suatu sistem komunikasi

Lebih terperinci

Joko Widodo 1. Kata kunci: pembelajaran konstruktif; struktur logis; proses berpikir; dan relevansi.

Joko Widodo 1. Kata kunci: pembelajaran konstruktif; struktur logis; proses berpikir; dan relevansi. MATERI POKOK PASAR DAN PEMBENTUKAN HARGA PASAR BAGI SISWA DALAM PERSPEKTIF PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF Joko Widodo 1 Abstrak: Pembelajaran konstruktif memandang bahwa pengetahuan sebagai hasil belajar merupakan

Lebih terperinci

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5 ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No.1, Januari - April 2015 STKIP PGRI Banjarmasin SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5 Zahra Chairani STKIP PGRI Banjarmasin. E-mail:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR PIAGET

TEORI BELAJAR PIAGET TEORI BELAJAR PIAGET Pendahuluan Dewasa ini masih banyak ditemukan di sekolah-sekolah bahwa strategi pembelajaran di kelas masih didominasi oleh paham strukturalisme atau behaviorisme atau objektivisme

Lebih terperinci

MEMBELAJARKAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT SECARA KREATIF

MEMBELAJARKAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT SECARA KREATIF MEMBELAJARKAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT SECARA KREATIF Sri Hariyani, Nurul Firdaus Universitas Kanjuruhan Malang, Universitas Kanjuruhan Malang sri79hariyani@yahoo.com, firdaus25.nurul@ymail.com ABSTRAK.

Lebih terperinci

Perkembangan Kognitif dan Linguistik. Y. Joko Dwi Nugroho,S.Psi,M.Psi,Psikolog

Perkembangan Kognitif dan Linguistik. Y. Joko Dwi Nugroho,S.Psi,M.Psi,Psikolog Perkembangan Kognitif dan Linguistik Y. Joko Dwi Nugroho,S.Psi,M.Psi,Psikolog Prinsip dasar perkembangan manusia Proses perkembangan melibatkan proses pertumbuhan. Proses Perkembangan Anak Melibatkan Beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut Subariah (2006:1) Matematika merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK Makalah Disusun Dalam Acara Seminar Nasional Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY Pada hari Sabtu Tanggal 03 Maret 2007 di Aula Registrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING) MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS SEMINAR PENDIDIKAN DISUSUN OLEH KALAM SIDIK PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Vol. III No Mei Oleh Sudirman ABSTRAK

Vol. III No Mei Oleh Sudirman ABSTRAK Vol. III No. 19 - Mei 2015 Pembelajaran Geometri Bidang dan Ruang Melalui Pemberian Tugas Struktur Berbasis Konstruktivisme dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Oleh Sudirman ABSTRAK

Lebih terperinci

1. DEFINISI : BELAJAR, ADALAH PROSES PERUBAHAN TINGKAH LAKU YANG ADA PADA DIRI INDIVIDU BAIK YANG BERKENAAN DENGAN ASPEK LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA,

1. DEFINISI : BELAJAR, ADALAH PROSES PERUBAHAN TINGKAH LAKU YANG ADA PADA DIRI INDIVIDU BAIK YANG BERKENAAN DENGAN ASPEK LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA, 1. DEFINISI : BELAJAR, ADALAH PROSES PERUBAHAN TINGKAH LAKU YANG ADA PADA DIRI INDIVIDU BAIK YANG BERKENAAN DENGAN ASPEK LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA, KARYA, DAN PRAKTIKA. PEMBELAJARAN, ADALAH PROSES KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sistematis, rasional, dan kritis terhadap permasalahan yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sistematis, rasional, dan kritis terhadap permasalahan yang dihadapi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Pendidikan yang berkualitas tinggi akan membawa kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sudah ada semenjak zaman sebelum masehi. Banyak ilmuwan-ilmuwan zaman dahulu yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu matematika

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai 182 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Yang berkaitan dengan membaca bukti a. Secara keseluruhan

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu ilmu pengetahuan eksakta sangat berperan penting dalam kehidupan umat manusia, matematika juga digunakan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

HOW STUDENTS LEARN + COGNITIVE LEARNING THEORY Modul Keterampilan Pembelajaran dan Berfikir Kritis

HOW STUDENTS LEARN + COGNITIVE LEARNING THEORY Modul Keterampilan Pembelajaran dan Berfikir Kritis HOW STUDENTS LEARN + COGNITIVE LEARNING THEORY Modul Keterampilan Pembelajaran dan Berfikir Kritis Putri R. Ayuningtyas putrir.ayuningtyas@unissula.ac.id PENDAHULUAN Mahasiswa diharapkan dapat memahami

Lebih terperinci

ABSTRAKSI REFLEKTIF DALAM BERFIKIR MATEMATIKA TINGKAT TINGGI

ABSTRAKSI REFLEKTIF DALAM BERFIKIR MATEMATIKA TINGKAT TINGGI ABSTRAKSI REFLEKTIF DALAM BERFIKIR MATEMATIKA TINGKAT TINGGI Oleh : Elah Nurlaelah Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 1. Pendahuluan Tujuan penulisan makalah ini untuk

Lebih terperinci

Psikologi Perkembangan 1

Psikologi Perkembangan 1 Psikologi Perkembangan 1 Modul ke: PIAGET Fakultas PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Program Studi PSIKOLOGI Biografi Tahapan Kognitif Sumbangsih Kritik Poin penting teori Daftar Pustaka Biografi

Lebih terperinci

PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1

PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1 PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1 LITERATUR Gage, N.L ; David C Berliner. 1998. EDUCATIONAL PSYCHOLOGY. 6 th Edition. New York : Houghton Mifflin Co. Woolfolk, Anita.2004. Educational Psychology 9 th Edition. Boston:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET Mursalin Dosen Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh E-mail: mursalin@unimal.ac.id

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan tidak terlepas dari proses pembelajaran dan pembelajaran erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku dan pola pikir seseorang. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 7 LANDASAN TEORETIS & EMPIRIS: Teori perkembangan Jean Piaget Teori perkembangan konstruktivisme Teori Vygotsky Teori Bandura Teori Brunner Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

S K R I P S I OLEH: EMANUEL TATI TAENA. No. Reg

S K R I P S I OLEH: EMANUEL TATI TAENA. No. Reg TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PRAOPERASI JEAN PIAGET DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI S K R I P S I Diajukan Kepada Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Sebagai Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu yang menggunakan penalaran deduktif aksiomatis, tidak menerima kebenaran hanya berdasarkan pada peristiwa induktif. Generalisasi yang hanya

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR SOSIAL. Bahan Bacaan: Teori Belajar Sosial. A. Teori Belajar Sosial

TEORI BELAJAR SOSIAL. Bahan Bacaan: Teori Belajar Sosial. A. Teori Belajar Sosial TEORI BELAJAR SOSIAL A. Teori Belajar Sosial Teori belajar sosial (sosial learning theory) adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori Pembelajaran

Lebih terperinci

Perkembangan Kognitif. Psikologi Anak Usia Dini Unita Werdi Rahajeng

Perkembangan Kognitif. Psikologi Anak Usia Dini Unita Werdi Rahajeng Perkembangan Kognitif Psikologi Anak Usia Dini Unita Werdi Rahajeng www.unita.lecture.ub.ac.id Ruang Lingkup Kemampuan Kognitif Kognisi perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan Konsep umum yg mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud. dari faktor-faktor itu, guru dan siswa merupakan faktor terpenting.

PENDAHULUAN. sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud. dari faktor-faktor itu, guru dan siswa merupakan faktor terpenting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PERAGA UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERMAKNA Oleh. Sri Wulandari Danoebroto

PEMANFAATAN ALAT PERAGA UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERMAKNA Oleh. Sri Wulandari Danoebroto PEMANFAATAN ALAT PERAGA UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERMAKNA Oleh. Sri Wulandari Danoebroto A. Karakteristik Matematika dan Proses Belajar yang Bermakna Matematika merupakan ilmu pengetahuan dengan objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

DASAR FILOSOFI MODEL-MODEL. Dr. Herpratiwi, M. Pd. Dosen FKIP Universitas Lampung Sekretaris II HEPI Lampung

DASAR FILOSOFI MODEL-MODEL. Dr. Herpratiwi, M. Pd. Dosen FKIP Universitas Lampung Sekretaris II HEPI Lampung DASAR FILOSOFI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN Dr. Herpratiwi, M. Pd. Dosen FKIP Universitas Lampung Sekretaris II HEPI Lampung Model Kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

ISSN: Quagga Volume 9 No.2 Juli 2017

ISSN: Quagga Volume 9 No.2 Juli 2017 VEE DIAGRAM DIPADU CONCEPT MAP SEBAGAI ALAT KONSEPTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA Handayani Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Kuningan handa_yani08@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Tatang Herman 1. Pendahuluan Sejak Indonesia merdeka telah terjadi beberapa perubahan atau penyempurnaan kurikulum pendidikan formal

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMAINAN KONSTRUKTIF DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAMBIROTO

PENERAPAN PERMAINAN KONSTRUKTIF DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAMBIROTO PENERAPAN PERMAINAN KONSTRUKTIF DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAMBIROTO Luluk Iffatur Rocmah Dosen PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Surel: luluk.iffatur@umsida.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat penting dan menentukan bagi perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat perkembangan otak, sebagai

Lebih terperinci

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. KOMPETENSI GURU 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Pengertian Teori Pembelajaran Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan bergulirnya era globalisasi dalam segala bidang banyak hal berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Pendidikan merupakan salah

Lebih terperinci

Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika? Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Sebagian dari ahli teori belajar atau ahli psikologi

Lebih terperinci

2016 DESAIN DIDAKTIS KONSEP PECAHAN UNTUK KELAS III SEKOLAH DASAR

2016 DESAIN DIDAKTIS KONSEP PECAHAN UNTUK KELAS III SEKOLAH DASAR A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar siswa sekolah dasar menganggap pelajaran matematika sebagai pelajaran yang paling sulit. Anggapan tersebut mengakibatkan siswa tidak menyukai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR PEMIKIRAN.

BAB II DASAR PEMIKIRAN. BAB II DASAR PEMIKIRAN 2.1. Definisi Anak www.sumberdalem.com Setiap orang pernah merasakan masa anak-anak, dimana pada masa itulah rasa ingin tahu yang tinggi muncul dan berkembang. Untuk menjadi pribadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut; 1. Yang berkaitan dengan daya matematik adalah sebagai berikut;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH. Oleh :

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH. Oleh : PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH Oleh : Neneng Aminah Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon ABSTRAK Sebagian besar suasana pengajaran di sekolah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi 7 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi dalam mengaitkan simbol-simbol dan mengaplikasikan konsep matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PENGEMBANGAN KOGNITIF AUD Bagaimana Konsep Berkembang.

BAHAN AJAR PENGEMBANGAN KOGNITIF AUD Bagaimana Konsep Berkembang. BAHAN AJAR PENGEMBANGAN KOGNITIF AUD Bagaimana Konsep Berkembang EMAIL: nurcholimah@uny.ac.id Tujuan Menentukan konsep pengembangan Mengidentifikasi konsep yang dikembangkan anakanak Menjelaskan kesamaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI 1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BEBRBASIS BUDAYA UNTUK MENCERDASKAN ASPEK SOSIAL (SQ) SISWA

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BEBRBASIS BUDAYA UNTUK MENCERDASKAN ASPEK SOSIAL (SQ) SISWA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BEBRBASIS BUDAYA UNTUK MENCERDASKAN ASPEK SOSIAL (SQ) SISWA Dr. Supriyadi, M.P Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya UNG Email: supriyadi_prima@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses berpikir selalu terjadi dalam setiap aktivitas manusia yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, maupun untuk mencari pemahaman.

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

Teori Lev Vygotsky. Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori. Fitriani, S. Psi., MA.

Teori Lev Vygotsky. Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori. Fitriani, S. Psi., MA. Teori Lev Vygotsky Modul ke: 09 Wahidah Fakultas PSIKOLOGI Sejarah Hidup, Konsep Sosio Kultural, Perkembangan Bahasa, ZPD, Scaffolding dan Aplikasi Teori Fitriani, S. Psi., MA. Program Studi PSIKOLOGI

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT), Mediated Learning Experience (MLE), Peralatan psikologis, fungsi kognitif.

Kata Kunci : Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT), Mediated Learning Experience (MLE), Peralatan psikologis, fungsi kognitif. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) DITINJAU DARI FUNGSI KOGNITIF PADA MATERI SEGIEMPAT DI KELAS VII SMP NEGERI 1 BALONGBENDO Farit Irna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Revolusi konstruktivisme mempunyai akar yang kuat dalam sejarah

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Revolusi konstruktivisme mempunyai akar yang kuat dalam sejarah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Revolusi konstruktivisme mempunyai akar yang kuat dalam sejarah pendidikan. Perkembangan konstruktivisme dalam belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang peranan dalam tatanan kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan taraf dan derajatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah pondasi penting dalam pengembangan sains dan teknologi. Tanpa adanya pondasi fisika yang kuat, keruntuhan akan perkembangan sains dan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkontruksi

Lebih terperinci