STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA"

Transkripsi

1 STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong) WISMAN INDRA ANGKASA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ii PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini. Bogor, 21 April 2011 Wisman Indra Angkasa NIM P

3 iii ABSTRACT WISMAN INDRA ANGKASA. Strategy and Feasibility of Developing Intermediary Institutions to Enhance Competitiveness of Small and Medium Enterprises in Indonesia (Case Studies in Technology Incubator Center at Puspitek Serpong). Under guidance of H. MUSA HUBEIS and NURMALA K. PANJAITAN. Looking at the rapid growth of the development of global business environment, so the establishment of Small and Medium Enterprises (SMEs) which has highly competitiveness is necessary conducted. One of the several important factors that influence the building of the SMEs mentioned above is the ability of innovation and technological capabilities. It is known that SMEs in Indonesia have weakness in acquiring the latest technology. One of the reason why the SMEs do not have the updated technology, is because they do not have the access to the Research and Development (R&D) Institutions which create the updated and the appropriate technology. In this instance, the SMEs is solely as the users of technology. In this concept of innovation systems, it is attempted an institution which has its role and function, as an intermediate actor between the R & D institutions and the SMEs. This intermediary institution, it is called Lembaga Intermediasi (LI). Based on reports of many research articles, nowadays, most of LI has not yet been able to carry out its role and functions optimally. For this reason, this research is conducted to view the performance one of the LI. This research is a case study, and has chosen one LI on purpose, that is the Technology Incubator Center (BIT) at Puspitek Serpong. The purpose of this study are (1) to identify the characteristic and conditions of BIT, (2) to identify the factors that influence the successes of BIT as LI, (3) to formulate a strategy and feasibility of developing BIT. Matrix IFE, EFE,IE, SWOT and QSPM are used for processing and data analyses in this research. The results of this study are as follow: The characteristic of BIT is one of several unit departments under guidance of Agency for The Assessment and Application of Technology (BPPT). BIT is led by a head of department, and its organization form is adopted single structure. Factors that influenced the successes of BIT performance are the number of human resources, fund availability and financial services, infrastructure, networking, appropriate services and serious/strong commitment for tutoring and helping tenants (SMEs). Based on analysis of functional feasibility, BIT has fulfill the requirement as a good organization, as an intermediary institution and as a business incubator. Based on the determination of QSPM matrix, there are three main strategies to be implemented to BIT are: (1) To increase the utilization and the use of existing human resources to enlarge the number and to enhance the competitiveness of assisted SMEs, (2) To maintain and to enhance the quality and the quantity of technology services for SMEs assisted, via utilization technology produced by R & D institutions, (3) To maintain and to enhance the quality and the quantity of market access services to acquire bigger share of market potential (domestic and international) for assisted SMEs's products. Keywords: innovation, intermediary institution, services, small and medium enterprises, technology

4 iv RINGKASAN WISMAN INDRA ANGKASA. Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong). Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan NURMALA K. PANJAITAN. Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sangat besar perananannya dalam penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan perkembangan lingkungan usaha global dengan tingkat persaingan yang sangat tinggi, maka pengembangan dan pembentukan UKM berdaya saing tinggi menjadi mutlak untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing UKM adalah daya inovasi dan kemampuan teknologi. Keterbatasan kemampuan teknologi pada UKM disebabkan lemahnya akses terhadap teknologi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya titik temu antara lembaga penelitian dan pengembangan sebagai penghasil teknologi dan UKM sebagai pengguna, sehingga diperlukan adanya lembaga yang dapat menjembatani/penghubung antara lembaga litbang dan UKM. Dalam konsep Sistem Inovasi (SI), ada lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai penghubung, yaitu dinamakan Lembaga Intermediasi (LI). Sebuah lembaga dapat dikatakan sebagai LI, bila minimal mempunyai empat (4) layanan kepada UKM, yaitu (1) layanan berbasis teknologi; (2) layanan pengembangan SDM; (3) layanan/jejaring bisnis UKM; (4) layanan akses pembiayaan. Kondisi sebagian besar LI saat ini belum dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal karena beberapa masalah yang dihadapi seperti pendanaan, SDM, sarana dan prasarana yang kurang memadai, networking lemah dan lain-lain. Diperlukan suatu strategi dan kelayakan pengembangan LI ke depannya, agar dapat memecahkan masalah LI, serta memperkuat posisi dan perannya dalam memberikan layanan secara optimal dan terpadu untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia. Balai Inkubator Teknologi (BIT) merupakan LI milik pemerintah pusat yang dibentuk oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan salah satu LI yang dinilai berhasil dalam menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Sejak dibentuk tahun 2001 sudah banyak UKM yang berhasil ditingkatkan daya saingnya, dan selain itu BIT berhasil menumbuhkembangkan beberapa UKM berbasis teknologi atau inovasi. Tujuan dari penelitian adalah (1) Mengidentifkasi karakteristik dan kondisi umum BIT; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM: (3) Menyusun strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan sehingga dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk meningkatkan daya saing UKM lebih optimal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan layanan LI, sehingga layanan yang diberikan kepada UKM lebih optimal. Penelitian ini merupakan studi kasus, dilakukan di Balai Inkubator Teknologi yang berlokasi di Puspiptek Serpong. Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan dan analisa data menggunakan metode deskriptif, dengan matriks Internal Factor Evaluation

5 v (IFE), External Factor Evaluation (EFE), matriks Internal External (IE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Karakteristik BIT adalah merupakan salah satu UPT di bawah pembinaan BPPT, yang dipimpin seorang Kepala Balai, mempunyai struktur organisasi bentuk organisasi tunggal. Sumber pendanaan sebagian besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), jumlah tenant (inwall dan outwall) yang dibina selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun ) tenant atau rataan 20 tenant per tahun. Waktu pembinaan tenant rataan 1 3 tahun dengan tingkat keberhasilan tenant yang lulus + 80 persen. Jenis industri tenant yang dibina adalah: (1) industri manufaktur 50 %; (2) industri kreatif 30%; dan agroindustri 20%. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT adalah jumlah SDM, dana, sarana dan prasarana, layanan, networking yang cukup memadai dan komitmen kuat. Berdasarkan analisis fungsi BIT telah memenuhi kelayakan sebagai suatu organisasi yang baik, yaitu sebagai lembaga intermediasi dan sebagai inkubator. Dari hasil analisa matriks IFE skor tertinggi untuk kekuatan BIT adalah 0,452 yaitu jumlah SDM yang memadai. Kelemahan utama BIT ditunjukkan dengan nilai skor tertinggi 0,192 yaitu dana untuk pembinaan tenant yang terbatas dan bersifat jangka pendek. Dari hasil analisa matriks EFE diperoleh nilai skor tertinggi untuk peluang BIT 0,540, yaitu daya saing UKM yang lemah. Faktor ancaman yang menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan external dengan nilai skor tertinggi 0,260 yaitu produk impor yang lebih murah dan sejenis yang diproduksi oleh UKM. Analisa matrik IE dengan nilai IFE 2,529 dan EFE 2,655 menunjukkan bahwa strategi pemasaran BIT terletak pada Sel V. Dalam hal ini strategi yang dapat diterapkan adalah strategi menjaga dan mempertahankan, dengan alternatif strategi berupa penetrasi pasar, pengembangan produk/jasa. Berdasarkan penentuan matriks QSPM diperoleh urutan strategi utama yang paling menarik untuk diterapkan di BIT adalah : (1) Meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan (TAS 6,135); (2) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil lembaga litbang (TAS 4,542); (3) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar untuk memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk UKM binaan (TAS 4,125).

6 vi Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 vii STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek, Serpong) WISMAN INDRA ANGKASA Tugas Akhir Sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 viii Judul Tugas Akhir : Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong) Nama : Wisman Indra Angkasa NIP : P Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Ketua Dr. Nurmala K Panjaitan, MS, DEA Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh ix

10 x PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam kajian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ialah Lembaga Intermediasi, dengan judul Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA dan Ibu Dr. Nurmala K Panjaitan, MS, DEA yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan banyak memberikan saran-saran. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Bambang S Pujantyo selaku Kepala Balai Inkubator Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Drs. Priyanto, ME yang telah memberikan ijin dan membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Derry Pancadarma, MSc selaku Direktur Pusat Kebijakan Difusi Teknologi yang telah memberikan ijin untuk tugas belajar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak-anakku tercinta, atas segala doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, April 2011 Wisman Indra Angkasa

11 xi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 30 Desember 1964 sebagai anak kelima dari pasangan Achmad Effendi dan Mutamamah. Pendidikan Diploma III ditempuh di Program Studi Budidaya Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta lulus tahun Tahun 1986 penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pendidikan Diploma IV didapatkan tahun 1992 pada Program Studi Budidaya Perikanan di Sekolah Tinggi Perikanan di Jakarta. Saat ini penulis bekerja sebagai Perekayasa Muda bidang kebijakan teknologi di Pusat Kebijakan Difusi Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Penulis pada tahun 2002 mendapatkan penghargaan Satyalancana Pembangunan dari Presiden atas jasa dalam bidang lapangan pembangunan dan hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi penulis sejak tahun dinilai berhasil melakukan penelitian dan difusi teknologi budidaya dan pasca panen rumput laut kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

12 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xv I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah I.3 Tujuan Kajian II. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kecil dan Menengah Definisi Kinerja Usaha Kecil dan Menengah Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah Lembaga Intermediasi Definisi Kriteria Contoh Lembaga Intermediasi di Indonesia Contoh Lembaga Intermediasi di Beberapa Negara Sistem Inovasi Definisi Implementasi Strategi Pengembangan Organisasi Definisi Klasifikasi Strategi Implementasi Kelayakan Organisasi Daya Saing Inkubator Definisi Konsep Dasar, Persyaratan dan Prinsip Inkubator Jenis Inkubator Inkubator Bisnis di Beberapa Negara Balai Inkubator Teknologi III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR Lokasi dan Waktu Metode Kajian Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisa Data Aspek Kajian

13 xi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Balai Inkubator Teknologi Aspek Legal Aspek Organisasi Aspek Keuangan Aspek Operasional Aspek Monitoring Analisis Fungsi Balai Inkubator Teknologi Fungsi Organisasi Fungsi Inkubator Fungsi Lembaga Intermediasi Perumusan Strategi dan Kelayakan Pengembangan Balai Inkubator Teknologi Identifikasi Matriks IFE dan Matriks EFE Identifikasi Matriks IE Analisis SWOT Matriks SWOT Perumusan Strategi Prioritas V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 xii DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan jumlah dan kinerja UMKM dan UB tahun Penjabaran strategi generik menjadi strategi utama Persentase tingkat pendidikan formal dari pengusaha UKM industri manufaktur tahun Inovasi pada tingkat perusahaan menurut negara/wilayah Jumlah inkubator bisnis di beberapa negara Inkubator bisnis di beberapa negara tahun Tipe inkubator bisnis di Kanada Peran stakeholder dalam pengembangan inkubator bisnis Komposisi sumber dana pada pengelolaan inkubator bisnis Jadwal kajian Anggaran biaya kajian Aspek penelitian faktor internal dan eksternal Balai Inkubator Teknologi Beberapa tenant BIT tahun Jumlah dana rutin operasional kantor dan pembinaan tenant BIT tahun Permasalahan monitoring BIT dan solusinya Program utama BIT tahun SDM BIT tahun Indikator fasilitas dasar tenant BIT Matriks IFE Matriks IFE Matriks SWOT BIT Kegiatan operasional yang dapat dilakukan oleh BIT

15 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sistem inovasi nasional Relation building process Service flow at incubation centre in Taiwan Pengembangan pasar untuk BDS di Jerman Tahapan menentukan strategi utama Daya saing dan faktor-faktor utama penentu Bagan organisasi Balai Inkubator Teknologi Skema proses inkubasi tenant di Balai Inkubator Teknologi Proses penyusunan RKP, Renja KL, RKA-KL, RAPBN, APBN Struktur organisasi sistem perekayasa Matriks IE BIT Diagaram SWOT BIT (a) Papan nama; (b) Fasilitas parkir BIT (a) Gedung perkantoran; dan (b) Ruang tamu BIT (a) Prasasti peresmian; (b) Fasilitas ruang kantor BIT PT. Nanotech salah satu tenant dan fasilitas yang diberikan oleh BIT CV. TREE salah satu tenant BIT yang menghasilkan produk mesin pengolah air berbasis membran

16 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi Kondisi dan fasilitas yang dimiliki BIT Inwall Tenant BIT Daftar calon inwall tenant yang akan diinkubasi BIT tahun

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk terus berupaya mengembangkan UKM. Walaupun kecil dalam skala jumlah pekerja, aset dan omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UKM cukup penting dalam menunjang perekonomian. Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan yang mendasari negara berkembang memandang pentingnya keberadaan UKM, yaitu (1) kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif; (2) sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi; (3) karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dari pada usaha besar (Berry 2001 dalam Rahayu 2005). Kondisi tersebut diatas dapat dilihat dari berbagai data empiris yang mendukung bahwa eksistensi UKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia (KUKM 2010), seperti : 1. Jumlah yang cukup besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi, dimana pada tahun 2009 tercatat jumlah UKM adalah unit atau 1,12 % dari jumlah total unit usaha ( unit). 2. Potensinya yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UKM pada tahun 2009 menyerap tenaga kerja atau 6,27 % dari total angkatan kerja yang bekerja ( tenaga kerja) 3. Kontribusi UKM dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 cukup nyata, yakni 23,45 % dari total PDB yaitu sebesar ,7 milyar rupiah. Dengan perkembangan lingkungan usaha global yang bergerak dan berkembang sangat cepat dengan tingkat persaingan sangat tinggi, maka pengembangan dan pembentukan UKM berdaya saing tinggi menjadi mutlak

18 2 untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing UKM adalah daya inovasi dan kemampuan teknologi. Menjadikan UKM dengan keunggulan daya saing perlu dipahami keterbatasan UKM, antara lain dalam hal ukuran unit usaha, pengembangan kapasitas modal, teknologi produksi dan pemasaran produk (Tambunan 2000). Selain itu menurut Tambunan (2004), keterbatasan pengetahuan sumberdaya manusia (SDM), modal dan teknologi merupakan salah satu penyebab utama rendahnya daya saing produk UKM dari produk-produk IB (Industri Besar) atau produk-produk impor. Keterbatasan kemampuan teknologi pada UKM disebabkan lemahnya akses terhadap teknologi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya titik temu antara lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) sebagai penghasil teknologi dan UKM sebagai pengguna teknologi, sehingga diperlukan adanya lembaga yang dapat menjembatani/penghubung antara lembaga litbang dan UKM. Dalam konsep Sistem Inovasi (SI), sebenarnya sudah ada lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai penghubung antara lembaga penghasil teknologi dengan pengguna teknologi, yaitu yang dinamakan Lembaga Intermediasi (LI). SI adalah sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara para pelaku (aktor lembaga) lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam suatu sistem kolektif untuk penciptaan (creation), penyebaran (diffussion), dan penggunaan (utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) bagi pencapai inovasi (Nelson 1993 dalam Taufik 2000). Aktor utama SI adalah perguruan tinggi, industri dan organisasi litbang. Aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional, regional, dan lokal), lembaga finansial/ventura (pendanaan), lembaga asing, pengguna (end user), bridging institution (organisasi profesi yang berperan sebagai intermediaries ) atau di Indonesia dikenal sebagai LI maupun organisasi lainnya (lembaga paten, lembaga pendidikan dan latihan (diklat), dan lain-lain) (Nelson 1993 dalam Taufik 2000). Dengan nama berbeda-beda di Indonesia sudah banyak LI yang sudah terbentuk dan tidak saja berperan sebagai lembaga penghubung yang dapat meningkatkan kemampuan teknologi pada UKM, tetapi juga berperan dalam meningkatkan akses pasar, akses pembiayaan dan pembinaan manajemen bisnis

19 3 serta SDM. Beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki suatu lembaga agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM adalah sebagai berikut (PI-UMKM 2008) : 1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai. 2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai. 3. Memiliki program kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek sesuai dengan orientasi spesifik kebutuhan UKM. 4. Memiliki kerjasama (networking) yang luas. 5. Memiliki minimal 4 (empat) layanan yaitu layanan pengembangan teknologi, pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnis/pasar dan fasilitasi akses pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya saing UKM. Selain bentuk LI yang berbeda-beda, kepemilikan LI di Indonesia juga cukup beragam, dan secara umum dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) kelompok kepemilikan, yaitu (1) milik Perguruan Tinggi (PT); (2) milik Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); (3) milik Pemerintah Pusat; (4) milik Pemerintah Daerah (Pemda); (5) milik Asosiasi. Dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut saat ini beberapa LI tengah dihadapkan beberapa masalah sehingga tidak dapat memberikan layanan secara optimal kepada UKM. Masalah yang dihadapi LI, antara lain pendanaan, SDM, sarana dan prasarana yang masih terbatas. Beberapa LI pendanaannya sangat minim, tidak rutin dan tidak terstruktur. Sebagian besar pendanaan LI masih banyak yang hanya mengandalkan proyek dan program-program insentif dari lembaga pemerintah (Kementerian dan Non Kementerian) serta Pemerintah Daerah. Karena dana yang dimiliki masih minim, sehingga sarana dan prasarana yang dimilikinya juga sangat terbatas. Ada juga LI yang tidak dapat beroperasi secara maksimal, karena tidak memiliki SDM yang memadai dan ahli dalam menangani UKM. Berdasarkan hal tersebut diatas diperlukan adanya kajian strategi dan kelayakan pengembangan LI untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia.

20 4 Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai LI. BIT merupakan LI milik Pemerintah Pusat yang berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah pembinaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang mempunyai peran memberikan layanan secara terpadu kepada UKM. Fungsi dari BIT adalah (BIT 2010) : 1. Menyediakan layanan fasilitas dan advokasi manajemen, akses pasar, akses pendanaan, aspek legal dan layanan fasilitas laboratorium bagi peneliti BPPT atau lembaga penelitian lainnya dan masyarakat, dalam rangka menumbuh kembangkan kewirausahaan baru berbasis teknologi atau inovasi. 2. Memberi layanan advokasi untuk mendukung pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) yang berbasis teknologi atau inovasi. 3. Meningkatkan jejaring atau networking baik didalam negeri maupun luar negeri serta memasyarakatkan jasa inkubasi teknologi atau inovasi. Sejak terbentuk pada tahun 2001, sudah banyak UKM yang berhasil dibina dan ditingkatkan daya saingnya oleh BIT. Saat ini BIT sedang membina 39 UKM yang terdiri dari 20 UKM yang merupakan outwall tenant (berlokasi di luar BIT), dan 19 UKM inwall tenant (berlokasi di dalam BIT). Selain itu BIT mempunyai mitra 9 lembaga pemerintah, 40 lembaga akademisi dan 724 lembaga bisnis (BIT 2010). BIT dinilai cukup berhasil dalam menjalankan peran dan fungsinya secara optimal dan terpadu sebagai LI, selain berhasil meningkatkan daya saing UKM juga berhasil didalam menumbuh-kembangkan UKM baru yang berbasis teknologi dan inovasi. Sebagai LI yang dinilai cukup berhasil, BIT dapat dijadikan contoh dan referensi untuk pengembangan LI yang lain sehingga dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal untuk memberikan terpadu dalam rangka meningkatkan daya saing UKM di Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka disusun permasalahan pada kajian ini adalah :

21 5 1. Bagaimana karakteristik dan kondisi BIT sebagai LI? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keberhasilan BIT dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM? 3. Bagaimana strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan agar peran dan fungsinya sebagai LI untuk meningkatkan daya saing dan menumbuhkembangkan UKM berbasis teknologi atau inovasi dapat lebih optimal lagi? 1.3 Tujuan Kajian Tujuan dari kajian yang akan dilakukan adalah : 1. Mengidentifkasi karakteristik dan kondisi BIT sebagai LI. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT dalam menjalankan fungsi dan perannya secara optimal dan terpadu sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM. 3. Menyusun strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan agar peran dan fungsinya sebagai LI untuk memberikan layanan terpadu untuk meningkatkan daya saing dan menumbuh-kembangkan UKM berbasis teknologi atau inovasi di Indonesia dapat lebih optimal.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Kecil dan Menengah Definisi Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pendefinisian ini antara lain oleh Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan. Definisi UKM menurut lembaga-lembaga tersebut diatas adalah sebagai berikut (Hubeis 2009) : 1. Badan Pusat Statistik (BPS) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5 19 orang. 2. Bank Indonesia (BI) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa; (a) modal kurang dari 20 juta rupiah; (b) untuk satu putaran usahanya hanya membutuhkan dana 5 juta rupiah; (c) memiliki asset maksimal 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan; (d) omzet tahunan 1 miliar rupiah. 3. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Undang-Undang No. 9 Tahun 1995) : UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih 50 juta 200 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan 1 miliar rupiah; dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dengan kekayaaan bersih 50 juta 500 juta rupiah dan penjualan bersih tahunan 300 juta 2,5 miliar rupiah. 4. Kementerian Perindustrian : a. Perusahaan memiliki aset maksimum 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan. b. Perusahaan memiliki modal kerja di bawah 25 juta rupiah. 5. Kementerian Keuangan : UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet maksimum 600 juta rupiah per tahun an atau aset maksimum 600 juta rupiah diluar tanah dan bangunan.

23 7 6. Kementerian Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD), dan Merk Luar Negeri (ML). Adanya berbagai macam penetapan definisi mengenai UKM di atas membawa berbagai konsekuensi yang strategis. Definisi merupakan konsensus terhadap entitas UKM sebagai dasar formulasi kebijakan yang akan diambil, sehingga paling tidak, ada 2 (dua) tujuan adanya definisi yang jelas mengenai UKM, yaitu pertama, untuk tujuan administratif dan pengaturan; serta kedua, tujuan yang berkaitan dengan pembinaan (Adiningsih 2000). Tujuan pertama berkaitan dengan ketentuan yang mengharuskan suatu perusahaan memenuhi kewajibannya, seperti membayar pajak, melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta mematuhi ketentuan ketenagekerjaan seperti keamanan dan hak pekerja lainnya. Sementara tujuan kedua lebih pada pembuatan kebijakan yang terarah seperti upaya pembinaan, peningkatan kemampuan teknis, serta kebijakan pembiayaan untuk UKM. Meskipun perbedaan-perbedaan ini bisa dipahami dari segi tujuan masingmasing lembaga, namun kalangan yang terlibat dengan kelompok UKM seperti pembuat kebijakan, konsultan, dan para pengambil keputusan akan menghadapi kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Seperti halnya, kesulitan dalam mendata yang akurat dan konsisten, mengukur sumbangan UKM bagi perekonomian, dan merancang regulasi/kebijakan yang fokus dan terarah. Oleh karena itulah, upaya untuk membuat kriteria yang lebih relevan dengan kondisi saat ini perlu dilakukan Kinerja Usaha Kecil dan Menengah UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.

24 8 Karakteristik UKM di Indonesia pada umumnya mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi. UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama; (2) mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha; (3) pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja; dan (4) terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal. Peranan UKM yang penting sebagai penopang perekonomian, menjadikan UKM sebagai penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal; (2) sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB); dan (3) sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini. Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai tambah; (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas; (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut (K-KUKM, 2010) : 1. Nilai tambah Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2009 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM dengan nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai ,7 milyar rupiah. UKM memberikan kontribusi 23,45 % dari total PDB Indonesia.

25 9 2. Unit usaha dan tenaga kerja Pada tahun 2009 jumlah populasi UKM mencapai unit usaha atau 2,2 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 6,2 juta orang. 3. Ekspor non migas UKM Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari ,5 milyar rupiah pada tahun 2008 menjadi ,7 milyar rupiah pada tahun Tabel 1 Perkembangan jumlah dan kinerja UMKM dan UB pada tahun No. Indikator Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Jumlah (unit) (%) (unit) (%) (unit) 1. Unit usaha : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha Besar ,92 0,99 0,08 99,99 0, ,90 1,02 0,08 99,99 0, Pangsa (%) 98,88 1,04 0,08 99,99 0,01 2 Tenaga kerja : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha besar ,78 3,52 2,97 97,27 2, ,73 3,64 2,78 97,15 2, ,03 3,56 2,71 97,30 2,70 3. PDB atas dasar harga berlaku* : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha besar , , , , ,2 32,29 10,32 13,67 56,28 43, , , , , ,9 32,17 10,07 13,43 55,67 44, , , , , ,2 33,08 9,98 13,47 56,53 43,47 4. Total ekspor non migas* : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha besar , , , , ,3 Keterangan : *) dalam miliar rupiah Sumber : Kementerian KUKM, ,63 3,98 12,06 17,66 82, , , , , ,1 1,67 4,07 12,35 18,10 81, , , , , ,3 1,51 3,87 11,65 17,02 82,98

26 Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah Permasalahan UKM di Indonesia dikelompokkan atas 3 (tiga) kategori (Hubeis 2009) : 1. Permasalahan klasik dan mendasar, misalnya keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran. 2. Permasalahan pada umumnya, misalnya antara peran dan fungsi instansi terkait dalam menyelesaikan masalah dasar yang berhubungan dengan masalah lanjutan seperti prosedur perizinan, perpajakan, agunan dan hukum. 3. Permasalahan lanjutan, misalnya pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut perizinan, hak paten dan prosedur kontrak. Menurut Urata (2000), secara umum UKM menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah non finansial. Masalah yang termasuk dalam masalah finansial (Urata 2000) di antaranya adalah : 1. Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia dan dana yang dapat diakses oleh UKM. 2. Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM. 3. Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil. 4. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai. 5. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi. 6. Banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial. Termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya adalah : 1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi, serta kurangnya pendidikan dan pelatihan (diklat).

27 11 2. Kurangnya pengetahuan pemasaran, yang disebabkan oleb terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk/jasa yang sesuai dengan keinginan pasar. 3. Keterbatasan pendidikan sumber daya manusia (SDM). 4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi. Di samping 2 (dua) permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi permasalahan linkage dengan perusahaan dan ekspor. Permasalahan yang terkait dengan linkage antar perusahaan, di antaranya sebagai berikut : 1. Industri pendukung yang lemah. 2. UKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem cluster dalam bisnis belum banyak. Keterbatasan SDM ini merupakan adalah satu hambatan struktural yang dialami oleh UKM (Urata 2000). Sekitar 70% tenaga kerja UKM hanya SD, dan alasan tidak melanjutkan sekolah sebagian dikarenakan ketiadaan biaya (kemiskinan). Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ekspor, di antaranya sebagai berikut : 1. Kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan. 2. Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor. 3. Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor. 4. Pengurusan dokumen yang diperlukan untuk ekspor yang birokratis. Beberapa hal yang ditengarai menjadi faktor penyebab permasalahanpermasalahan di atas adalah (1) pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan UKM, termasuk masalah perpajakan yang belum memadai; (2) masih terjadinya ketidaksesuaian antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan kebutuhan UKM; (3) serta kurangnya linkage antar UKM sendiri atau antara UKM dengan industri yang lebih besar (Urata 2000). Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius serta terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengembangkan UKM.

28 Lembaga Intermediasi Definisi Intermediasi atau intermediary makna secara harfiahnya adalah perantara atau penengah. Dalam pembangunan ekonomi biasanya intermediasi merupakan lembaga yang menjadi penghubung antara pemodal dengan pengusaha/industri. Dalam hal ini lembaga perbankan merupakan Lembaga Intermediasi (LI) yang berkaitan dengan konteks pembangunan ekonomi. Dalam konteks kajian ini, LI yang dimaksud lebih ditekankan kepada LI iptek, yakni suatu lembaga atau institusi yang menghubungkan atau menjembatani interaksi antara lembaga penghasil teknologi dan pengguna teknologi. Didalam menjalankan peran dan fungsinya LI ini tidak saja memberikan layanan pengembangan teknologi tetapi juga layanan pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnis/pasar dan fasilitasi akses pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya saing UKM. LI merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai lembaga penghubung (mediatory) dari sumber-sumber produktif pengembangan usaha maupun pengembangan teknologi dengan pengguna baik masyarakat maupun UKM. Lembaga ini dapat berupa unit khusus yang independen (memiliki otonomi/ kewenangan pengelolaan organisasi yang relatif tinggi). Contoh dari bentuk ini berupa suatu lembaga/organisasi, misal Pusat (Center) sebagai suatu organisasi yang sepenuhnya berdiri sendiri (otonom), walaupun implementasinya dalam koordinasi institusi lain (di bawah suatu kementerian/non kementerian pemerintah) tertentu, ataupun suatu lembaga berupa konsorsium atau bentukan dari kerjasama beragam pihak, misalnya inkubator, pusat-pusat teknologi, dunia usaha dan pemerintah. Secara legal terminologi intermediasi muncul secara eksplisit dalam Peraturan Presiden (PP) No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Bab 22 mengenai pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dalam RPJM menyatakan bahwa pembangunan iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas SDM, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi.

29 13 Lemahnya daya saing bangsa dan kemampuan iptek ditunjukkan oleh sejumlah indikator. Salah satu indikator tersebut adalah karena belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna (PI-UMKM 2008). Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan iptek menjadi teknologi siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Disamping itu, masalah tersebut dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan pihak industri termasuk UKM, yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan UKM berbasis teknologi (PI-UMKM 2008). Dengan perkataan lain, salah satu penyebab lemahnya daya saing UKM disebabkan oleh masih lemahnya peran kelembagaan intermediasi iptek. Untuk itulah peran LI menjadi sangat sentral dan strategik dalam proses difusi inovasi. Difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Melalui proses difusi dimungkinkan suatu inovasi dikomunikasikan sehingga dapat diketahui oleh banyak orang, tersebar luas dan akhirnya digunakan oleh masyarakat. Proses difusi biasanya terjadi karena adanya pihak-pihak yang menginginkan atau secara sengaja merencanakan dan mengupayakan (Prayitno et al. 2005). Proses difusi teknologi sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara 4 (empat) unsur, yaitu karakteristik inovasi itu sendiri, bagaimana inovasi itu dikomunikasikan, waktu dan sistem sosial dimana suatu hasil inovasi diperkenalkan (Rogers 1995 dalam Prayitno et al. 2005). Supaya proses alih teknologi dari penemu kepada pemakai teknologi berjalan dengan baik, diperlukan LI sebagai salah satu unsur yang sangat penting dalam proses difusi inovasi, yakni sebagai salah satu bentuk saluran komunikasi. Salah satu upaya pemerintah dalam mendukung penguasaan pemanfaatan dan pemajuan iptek secara nyata telah dijabarkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi. Dengan adanya PP ini, diharapkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, UKM serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan mutu kehidupan bangsa dan negara.

30 14 Selama ini proses difusi dan alih teknologi yang dilakukan oleh lembagalembaga tersebut, lebih banyak melihat dari sisi technology push. Technology push adalah istilah dimana teknologi dikembangkan tanpa melihat apakah teknologi tersebut dibutuhkan atau ada permintaan pasar atau tidak (Taufik 2000). Di Indonesia, lembaga yang sebetulnya memiliki fungsi atau paling tidak diharapkan memiliki peran sebagai LI teknologi, sebetulnya telah banyak dibentuk. LI tersebut lebih banyak dibentuk oleh lembaga pemerintah (pusat dan daerah), walaupun ada juga yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi baik negeri ataupun swasta, LSM, atau perorangan dan asosiasi. LI yang dibentuk oleh pemerintah pusat, antara lain : BPPT Engineering (BE-BPPT), Business Technology Center (BTC), Balai Inkubator Teknologi (BIT), program Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), Business Development Service Provider (BDS-P) dan Forum Pusat Layanan Usaha (PLU) yang merupakan program Kementerian KUKM. Yang dibentuk oleh Pemda, antara lain Balai Pelayanan Bisnis Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Provinsi DI Yogjakarta, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi/ Kabupaten/Kota, UPT UMKM Disperindag Provinsi Bali. Sedangkan yang dibentuk oleh LSM atau perorangan misalnya Andalas Solusi Bisnis, Business Innovation Center (BIC) Jakarta, Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), dan LI yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi diantaranya adalah : Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Sriwijaya (Unsri), Pusat Inkubator Agribisnis dan Agroindustri Institut Pertanian Bogor (PIAA-IPB), UKM Center Universitas Indonesia (UI), UPT Inkubator Industri dan Bisnis (IIB) Institut Teknologi Bandung (ITB), Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI), IKOPIN, LPPM Universitas Gadjah Mada dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk oleh asosiasi antara lain UKM Center Kadin. Sampai saat ini lembaga-lembaga tersebut sebagian besar masih belum berperan dan berfungsi secara optimal sebagai LI, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Diperlukan adanya strategi dan kelayakan pengembangan, serta upaya yang konsisten agar lembaga-lembaga tersebut dapat berperan dan berfungsi secara optimal menjadi lembaga intermediasi untuk meningkatkan daya saing UKM.

31 15 Gambar 1 Sistem Inovasi Nasional (KRT 2008) Kriteria Lembaga Intermediasi (LI) adalah suatu organisasi atau unit organisasi sebagai simpul, hub atau gateway dari jaringan kemitraan yang memberikan jasa pelayanan terpadu untuk meningkatkan daya saing UKM. Beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki suatu lembaga agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM adalah sebagai berikut (PI- UMKM 2008) : 1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai. 2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai. 3. Memiliki program kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek sesuai dengan orientasi spesifik kebutuhan UKM. 4. Memiliki kerjasama (networking) yang luas. 5. Minimal mempunyai 4 (empat) layanan, yaitu : a. Jasa layanan berbasis teknologi Sebagai pusat data dan informasi yang di dalamnya mencangkup teknologi, peluang pasar, pusat-pusat unggulan teknologi, tenaga ahli, produk, bahan baku, jaringan bisnis dalam dan luar negeri, informasi best practice, pendanaan, dan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara

Lebih terperinci

Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia

Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Manajemen IKM, September 0 (95-0) Vol. 7 No. ISSN 085-88 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/ Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

4. IDENTIFIKASI STRATEGI

4. IDENTIFIKASI STRATEGI 33 4. IDENTIFIKASI STRATEGI Analisis SWOT digunakan dalam mengidentifikasi berbagai faktor-faktor internal dan eksternal dalam rangka merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang oleh sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta Usaha Besar. Peranan UMKM tidak lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar (UMKM) tahun No Indikator Satuan.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar (UMKM) tahun No Indikator Satuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, telah meruntuhkan banyak usaha besar akan tetapi tidak dengan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Sebagian

Lebih terperinci

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) I. PENDAHULUAN Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah,

Lebih terperinci

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam Abstrak UPAYA PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) Oleh : Dr. Ir. Mohammad Jafar Hafsah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena

Lebih terperinci

REGULASI DALAM REVITALISASI USAHA KECIL DAN MENENGAH Dl INDONESIA

REGULASI DALAM REVITALISASI USAHA KECIL DAN MENENGAH Dl INDONESIA REGULASI DALAM REVITALISASI USAHA KECIL DAN MENENGAH Dl INDONESIA Oleh: Dr. Sri Adiningsih I. Latar Belakang REGULASI DALAM REVITALISASI USAHA KECIL DAN MENENGAH Dl INDONESIA Oleh: DR. Sri Adiningsih Peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS SURAT KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman.. i..vi.. viii.. ix I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Identifikasi Masalah..5 1.3. Rumusan Masalah.. 6 1.4. Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PERUSAHAAN PELATIHAN MATHMAGIC, STUDI KASUS PADA LEMBAGA PELATIHAN MATEMATIKA YAYASAN RUMAH AKAL DI BUKIT CIMANGGU, BOGOR MARTHA PRASETYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MINUMAN INSTAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV.HANABIO - BOGOR. Disusun Oleh :

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MINUMAN INSTAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV.HANABIO - BOGOR. Disusun Oleh : STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MINUMAN INSTAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV.HANABIO - BOGOR Disusun Oleh : SYAIFUL HABIB A 14105713 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Konsultan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Konsultan KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari kegiatan "Kajian Faktor- Pendukung Pertumbuhan Inkubator Dalam Penciptaan Wirausaha Baru" pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBERDAYAAN SENTRA USAHA KECIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGIROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN

PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN Konsep Pengembangan Inkubator Bisnis disusun berdasarkan pengalaman dari berbagai inkubator yang disurvei dan studi literatur atas pelaksanaan praktek terbaik

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR SKRIPSI WINWORK SINAGA H34066130 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN MARLIA PRATIWI.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BERBAGAI PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH UKM DAN PENINJAUAN KEMBALI REGULASI UKM SEBAGAI LANGKAH AWAL REVITALISASI UKM.

IDENTIFIKASI BERBAGAI PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH UKM DAN PENINJAUAN KEMBALI REGULASI UKM SEBAGAI LANGKAH AWAL REVITALISASI UKM. IDENTIFIKASI BERBAGAI PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH UKM DAN PENINJAUAN KEMBALI REGULASI UKM SEBAGAI LANGKAH AWAL REVITALISASI UKM Ira Maya Hapsari Abstract Movement of SME sector so important to create

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, sehingga merupakan harapan bangsa dan memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang menarik untuk dicermati dan disikapi. Usaha mikro kecil dan menengah memiliki andil dalam perekonomian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1998, PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL *35684 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH KABUPATEN MAGETAN JL. Yos Sudarso No 52 Telp Magetan

RENCANA KERJA TAHUN DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH KABUPATEN MAGETAN JL. Yos Sudarso No 52 Telp Magetan RENCANA KERJA TAHUN 2017 DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH KABUPATEN MAGETAN JL. Yos Sudarso No 52 Telp. 0351 895047 Magetan TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan segala puji dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu metode penelitian dengan membahas suatu permasalahan dengan

Lebih terperinci

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 wbab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang terus berupaya untuk mencapai pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DOMESTIK PT. CIPTA TERAS ADI BUSANA, JAKARTA UTARA. Oleh EKO SUGENG HARAFI H

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DOMESTIK PT. CIPTA TERAS ADI BUSANA, JAKARTA UTARA. Oleh EKO SUGENG HARAFI H ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DOMESTIK PT. CIPTA TERAS ADI BUSANA, JAKARTA UTARA Oleh EKO SUGENG HARAFI H24103082 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil, dalam arti umum di Indonesia, terdiri atas usaha kecil menengah (UKM) maupun industri kecil (IK) telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian nasional,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica 2.2. One Village One Product (OVOP)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica 2.2. One Village One Product (OVOP) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica Buah carica atau pepaya gunung merupakan rumpun buah pepaya yang hanya tumbuh di dataran tinggi. Di dunia, buah carica hanya tumbuh di tiga negara yaitu Amerika Latin,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tersebut sangat membutuhkan informasi dan kreativitas dengan

BAB I PENDAHULUAN. industri tersebut sangat membutuhkan informasi dan kreativitas dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan Negara Indonesia. Faktanya, faktor penentu kemajuan perekonomian suatu Negara tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA (Studi Kasus Kelompok Tani Ikan Mekar Jaya di Lido, Bogor) RINI ANDRIYANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL

PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL Oleh: Dr. NAZAMUDDIN, SE.,MA Dr. SULAIMAN M. ALI, SE.,MM (Fakultas Ekonomi - UNSYIAH) 1 LATAR BELAKANG 1. Pengalaman di masa krisis, UMKM bertahan 2. Menyerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), menjelaskan bahwa pengertian UMKM: usaha mikro adalah usaha produktif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia - negara dengan ekonomi paling besar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data 13 BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dibatasi sebagai studi kasus pada komoditas pertanian sub sektor tanaman pangan di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN AKUNTANSI DALAM UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI KEUANGAN PADA PELAKU USAHA MIKRO,KECIL dan MENENGAH (UMKM) DI PONOROGO

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN AKUNTANSI DALAM UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI KEUANGAN PADA PELAKU USAHA MIKRO,KECIL dan MENENGAH (UMKM) DI PONOROGO PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN AKUNTANSI DALAM UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI KEUANGAN PADA PELAKU USAHA MIKRO,KECIL dan MENENGAH (UMKM) DI PONOROGO KHUSNATUL ZULFA WAFIROTIN 1), HADI SUMARSONO 2) Fakultas

Lebih terperinci

Profil UMKM Sepatu dan Sandal di Kecamatan Medan Denaiˏ Kota Medan

Profil UMKM Sepatu dan Sandal di Kecamatan Medan Denaiˏ Kota Medan Profil UMKM Sepatu dan Sandal di Kecamatan Medan Denaiˏ Kota Medan Safaruddin 1 1 Jurusan Adminstrasi Niagaˏ Politeknik Negeri Medanˏ Medan 20155 E-mail: safaruddin_60@yahoo.com ABSTRAK Peran penting keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha sangatlah tinggi. Hal ini secara otomatis memaksa para pelaku usaha untuk terus mengembangkan diri

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRATEGIK PERUSAHAAN KECIL MENENGAH MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT PADA UNIVERSAL TRADING INDONESIA DI SURABAYA. Tesis

PERENCANAAN STRATEGIK PERUSAHAAN KECIL MENENGAH MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT PADA UNIVERSAL TRADING INDONESIA DI SURABAYA. Tesis PERENCANAAN STRATEGIK PERUSAHAAN KECIL MENENGAH MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT PADA UNIVERSAL TRADING INDONESIA DI SURABAYA Tesis Oleh: Margaret Toety (8112414007) PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCA

Lebih terperinci