SATU KASUS STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SATU KASUS STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME"

Transkripsi

1 Laporan Kasus STU KSUS STPHYLOCOCCL SCLDED SKIN SYNDROME Ferra O. Mawu, Herry E. J. Pandaleke agian/smf Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. dr. R. D. Kandou, Manado STRK Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan sindrom yang terjadi pada neonatus dalam 3 bulan pertama kehidupan. Risiko meningkat pada usia < 5 tahun dan pada keadaan imunokompromais. Sindrom ini disebabkan oleh Staphylococcus aureus grup faga 2 yang memproduksi eksotoksin sehingga menimbulkan kelainan berupa inflamasi kulit dengan derajat keparahan bervariasi mulai bentuk impetigo bulosa, epidermolisis dan deskuamasi, hingga bentuk abortif. Kejadian sindrom ini masih tergolong jarang sehingga data di beberapa daerah juga masih kurang. Dilaporkan satu kasus SSSS pada seorang bayi laki-laki berusia 17 hari dengan kulit merah pada hampir seluruh tubuh dan terkelupas terutama di area fleksural. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan Gram, dan kultur bakteri. Perawatan khusus di ruangan neonatal intensive care unit (NICU) disertai pemberian antibiotik sistemik, monitor keseimbangan cairan dan elektrolit, serta perawatan kulit yang benar memberikan perbaikan klinis optimal. Meskipun pada umumnya berprognosis baik, namun sindrom ini dapat mengancam nyawa bila tidak mendapat penanganan segera dan tepat.(mdvi 2015; 42/2:79-83) Kata kunci: staphylococcal scalded skin syndrome, eksotoksin, epidermolisis STRCT Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) is a syndrome occurs mainly in neonates during first 3 months of life. Risk factors increase on the age of < 5 years and immunocompromised condition. It is an infection caused by group phage 2 Staphylococcus aureus. The bacteria releases exotoxins, causing inflamed skin with severity ranges from bullous impetigo, extensive epidermolysis and desquamation, to abortive form. The incidence of this syndrome still rarely happens result in less likely reported cases in some regions. 17- days old baby boy with sloughing of the erythematous skin particularly on flexural areas. Characteristic clinical feature, Gram stain, and bacterial culture supported the diagnosis. Special management in neonatal intensive care unit with systemic antibiotic, fluid balance monitor, and proper skin care had resulted in an optimal clinical improvement. In most cases, SSSS has a good prognosis, however it becomes an important threatening case when delayed and improper treatment occur.(mdvi 2015; 42/2:79-83) Korespondensi : GJl. Raya Tanawangko - Malalayang Manado Telp fomawu@gmail.com Kata kunci: staphylococcal scalded skin syndrome, exotoxins, epidermolysis 79

2 MDVI Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; PENDHULUN Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) yang disebut juga penyakit Ritter von Ritterschein pada bayi baru lahir atau penyakit Ritter atau staphylococcal epidermal necrolysis atau pemfigus neonatorum adalah kelainan kulit yang disebabkan eksotoksin galur stafilokokus. 1,2 Kejadian SSSS lebih sering terjadi pada neonatus dan anak-anak daripada orang dewasa, bila terjadi pada dewasa biasanya berhubungan dengan keadaan imunokompromais. Di agian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUP Prof. dr. R. D. Kandou dalam dua tahun terakhir hanya ada satu pasien yang didiagnosis dengan SSSS. 3 Satu studi di Inggris menemukan peningkatan kejadian penyakit stafilokokal, termasuk SSSS pada pasien rawat inap maupun rawat jalan. 4 Secara global, insiden SSSS tinggi di negara berkembang. Pada anak-anak tidak ada perbedaan jenis kelamin, sedangkan pada dewasa terdapat rasio pria berbanding wanita adalah 2:1. 5 Toksin eksfoliatif yang dilepaskan oleh Staphylococcus aureus yaitu exfoliatin type dan (ET dan ET) adalah karakteristik toksin yang menyebabkan terbentuknya vesikel, bula, dan terjadinya eksfoliasi kulit. Toksin ini berikatan dengan desmoglein-1 sehingga fungsi adhesi antar sel menjadi berkurang. 6,7 Sindrom ini memiliki gambaran klinis mulai bentuk makula eritem yang diikuti lepuhan dan atau eksfoliasi difus di area kulit yang terbatas hingga luas. rea kulit yang sering terlibat adalah area fleksural, sedangkan membran mukosa tidak terlibat. Gejala lain ialah adanya rasa tidak nyaman, nyeri kulit, dan demam. Pada kasus yang berat, dapat terjadi gangguan sistemik. 2,8 Penanganan paling utama adalah dengan perawatan intensif, pemberian antibiotik sistemik, serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Prognosis cukup baik pada bayi dan anak-anak dengan angka mortalitas sangat rendah (1-5%). 2,5 Kasus ini dilaporkan karena kejadiannya sangat jarang di agian IKKK RSUP Prof.dr. R.D. Kandou. KSUS ayi laki-laki berusia 17 hari dikonsulkan dari agian Ilmu Penyakit nak dengan tersangka sindrom alergi obat. erdasarkan aloanamnesis, keluhan utama adalah kulit kemerahan pada seluruh badan dan terkelupas di leher, telinga, dan tungkai bawah kanan. Kulit kemerahan sejak 2 hari yang lalu, diawali di dada, perut, kemudian meluas ke hampir seluruh tubuh. Sejak 1 hari yang lalu kulit di sekitar leher dan telinga belakang mulai terkelupas. eberapa jam setelah itu, timbul lepuh di tungkai bawah sebelah kanan. Luka-luka pada wajah dialami sejak 5 hari yang lalu, awalnya di sekitar hidung berupa borok dan keropeng, kemudian menyebar ke sekitar bibir, bawah mata, dan dahi (Gambar 1). Demam dialami pasien sebelum kulit menjadi kemerahan. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun dan mendapat SI sejak lahir. Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat apapun dalam dua bulan terakhir. Pasien anak pertama, lahir cukup bulan melalui proses sectio Cesarea atas indikasi oligohidramnion. Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga. Hanya pasien yang mengalami sakit seperti ini dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum baik, bayi aktif, refleks positif normal, dan akral hangat. Pemeriksaan status dermatologis ditemukan lesi pada wajah berupa skuama, krusta, dan erosi di sekitar mata, hidung, dan mulut. Di bagian leher, badan, dan ekstremitas tampak lesi eritematosa difus dengan sebagian kulit mengalami eksfoliasi dan epidermolisis di bagian leher, sekitar telinga, ketiak, dan tungkai bawah. Tanda Nikolsky positif, namun tidak ditemukan lesi pada mukosa mulut dan kelamin. Diagnosis banding kasus ini adalah nekrolisis epidermal toksik (NET). Rencana pemeriksaan penunjang adalah darah lengkap, pemulasan Gram, kultur bakteri, kultur darah, tes Tzanck, dan histopatologi. Penatalaksanaan meliputi nonmedikamentosa dengan memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien tentang kelainan yang mungkin diderita mulai dari penyebab sampai pilihan penanganan. Medikamentosa diberikan intravenous fluid drips (IVFD) dan keseimbangan cairan sesuai tatalaksana bagian pediatri, dalam hal ini pasien mendapat KEN tetes/menit. ntibiotik sistemik, diberikan ampisilin 2x200 mg intravena (iv). Perawatan kulit suportif berupa topikal asam hialuronat + perak sulfadiazin (Ialuset Plus ) dioleskan 2 kali sehari pada luka & seluruh badan. Pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis (12.600/mm 3 ), pemulasan Gram dengan sediaan hapusan hidung dan sekitarnya ditemukan kokus Gram positif tersebar di dalam leukosit polimorfonuklear. Kultur bakteri disarankan dengan pengambilan sampel hapusan kulit hidung. Hasil kultur diterima satu minggu kemudian, yaitu positif pertumbuhan S. aureus. Tes Tzanck tidak dilakukan mengingat lesi bula sudah tidak ada pada saat dikonsulkan. Pemeriksaan histopatologis diperlukan untuk membedakan SSSS dan NET, namun pemeriksaan tidak mendapat persetujuan orang tua pasien. Perawatan hari ke-3 tampak kulit terkelupas makin jelas di area lipatan, meninggalkan kulit eritematosa yang tampak sehat (Gambar 2). Pada hari ke-5 kelainan kulit sebagian besar ke arah perbaikan. Pada hari ke-6 pemberian cairan infus dihentikan, antibiotik ampisilin iv diganti dengan ampisilin drops 4x0,4ml. Perawatan kulit dilanjutkan dengan pemberian pelembab berupa biocream. Pasien dipulangkan pada hari ke-8 dan diberi saran untuk memperhatikan dan menjaga kebersihan pasien dan lingkungan, termasuk orangorang di sekitarnya terutama kebersihan tangan karena bakteri stafilokokus sangat mudah ditularkan. Saat kontrol 80

3 FO Mawu & HEJ Pandaleke Staphylococcal scalded skin syndrome C Gambar 1. Hari ke-1 tampak skuama, krusta, dan erosi di wajah terutama sekitar mata, hidung, dan mulut (), kulit eritematosa difus () dan sebagian kulit mengalami epidermolisis dan deskuamasi (C) C Gambar 2. Hari ke-3. Epidermolisis terutama di area lipatan, meninggalkan kulit eritematosa yang lembab red moist base skin (),(),(C) Gambar 3. Hari ke-13. Perbaikan optimal, kulit kembali normal (, ) 81

4 MDVI Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; ulang hari ke-13, pasien tampak sehat tanpa kelainan kulit (Gambar 3). DISKUSI Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan penyakit kulit akibat toksin oleh galur tertentu stafilokokus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada neonatus dan anak-anak. Pada neonatus umumnya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan pada anak-anak biasanya terjadi di bawah usia 5 tahun. Usia anak merupakan faktor predisposisi SSSS karena imunitas rendah dan kemampuan renal masih imatur dalam pembersihan toksin (toksin eksfoliatif S. aureus). 2 Kasus ini adalah seorang bayi laki-laki berusia 17 hari dengan awal kelainan kulit di sekitar hidung dan mulut. Infeksi disebabkan oleh S.aureus grup faga 2 yang menghasilkan ET dan ET. Toksin eksfoliatin ini bersifat epidermolitik, menyebar melalui sirkulasi, dan beraksi pada desmoglein.1 yang merupakan protein di epidermis superfisial dengan fungsi mempertahankan integritas epitel. Toksin menyebabkan pemecahan desmoglein sehingga terjadi epidermolisis antara stratum spinosum dan granulosum, akibatnya terbentuk lepuhan lunak berdinding tipis yang mudah pecah dengan tanda Nikolsky positif. 1,2,7 Tanda dan gejala SSSS meliputi gejala prodormal lokal berupa infeksi S. aureus pada kulit, laring, hidung, mulut, umbilikus dan traktus gastrointestinal. Ruam kemerahan kemudian muncul pada wajah, badan dan ekstermitas kemudian dalam waktu jam berkembang menjadi bula besar dan mudah ruptur. Ruam dapat juga mengelupas setempat dan dapat diikuti dengan eksfoliasi luas pada epidermal. Terlepasnya permukaan epidermal yang luas akan meninggalkan permukaan eritematosa yang lembab. Sebelum timbul ruam, sering terjadi kelemahan umum dan demam. ayi biasanya gelisah, yaitu merasa tidak nyaman bila dipeluk ataupun ditidurkan. 2,8 Pada kasus ini pasien mengalami lesi awal di sekitar hidung dan mulut, tiga hari kemudian pasien mengalami demam yang diikuti munculnya lesi kemerahan di hampir seluruh tubuh. Dalam 24 jam kulit pasien di sekitar telinga dan leher mengalami eksfoliasi dan timbul bula di tungkai bawah. Pada perawatan hari ke-3 kulit pasien mengalami eksfoliasi terutama di area fleksural. Diagnosis banding untuk SSSS adalah NET. Gambaran klinis keduanya hampir sama, hanya pada SSSS tidak ada keterlibatan mukosa. Insidens SSSS jarang terjadi pada orang dewasa dan sebaliknya NET sangat kecil kemungkinannya terjadi pada neonatus. Pemeriksaan lainnya untuk membedakan kedua kelainan tersebut adalah tes Tzanck dan pemeriksaan histopatologis. Tes Tzanck menunjukkan ada tidaknya sel yang mengalami akantolisis pada SSSS, sedangkan pada NET tidak ditemukan. Secara histopatologis pada SSSS ditemukan akantolisis subgranular superfisial sementara pada NET terjadi nekrolisis epidermal full-thickness dan pemisahan dermal-epidermal junction. 1 Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan tes Tzanck karena saat diperiksa tidak ditemukan lesi vesikel atau bula. Pemeriksaan histopatologis juga tidak dilakukan karena orang tua pasien tidak memberikan persetujuan untuk tindakan tersebut. Mayoritas kasus SSSS dapat didiagnosis secara klinik, namun demikian pemeriksaan penunjang penting juga dilakukan. Pemeriksaan laboratorium sederhana, misalnya pemulasan Gram yang diambil dari lesi awal, akan menunjukkan kumpulan kokus Gram positif. Kultur bakteri yang diambil dari tempat infeksi awal, biasanya akan tumbuh S. aureus 8,9 akteremia jarang terjadi pada bayi atau anakanak, namun sering pada dewasa. 2 Kedua pemeriksaan tersebut dan diperoleh hasil yang menunjukkan suatu SSSS dengan ditemukannya kokus Gram positif pada pewarnaan Gram dan S. aureus pada pemeriksaan kultur bakteri hapusan kulit hidung. Pada kultur darah tidak ditemukan kuman S. aureus. Terapi SSSS adalah penggunaan antibiotik yang tepat dikombinasikan dengan perawatan kulit suportif, mempertahankan keseimbangan cairan, dan inkubator untuk mempertahankan kelembaban dan suhu tubuh. Kombinasi ini sangat membantu mempercepat penyembuhan. Pilihan terapi antibiotik intravena adalah penisilin, penisilinaseresisten penisilin, aminopenisilin, sefalosporin, eritromisin, dan tetrasiklin. Topikal antibiotik dengan asam fusidat, mupirosin, basitrasin, atau perak sulfadiazin. 9 Penggunaan dressing non-adheren, yaitu petrolatum-impregnated gauze, terbukti efektif untuk mempercepat re-epitelisasi lesi lepuh yang luas. 1 Pada kasus ini diberikan ampisilin intravena selama 6 hari dan topikal krim Ialuset Plus. Hasil terapi cukup efektif, pada hari perawatan ke-5 pasien sudah mengalami perbaikan. mpisilin merupakan bagian dari grup aminopenisilin yang merupakan antibiotik inhibitor betalaktamase. mpisilin ekuivalen dengan amoksisilin yang efektif untuk pengobatan infeksi bakteri tertentu, yaitu bakteri Gram positif. Ialuset Plus merupakan krim yang mengandung asam hialuronat dan perak sulfadiazin. sam hialuronat adalah komponen matriks ekstraseluler yang sangat berperan dalam beberapa proses penyembuhan luka mulai migrasi sel basal hingga terjadi proses epitelisasi dan tetap mempertahankan lingkungan yang lembab. Perak sulfadiazin memiliki aktivitas bakterisidal berspektrum luas. Dua obat ini sangat sesuai untuk kelainan kulit akibat infeksi terutama kelainan kulit dengan risiko re-infeksi. 10 Prognosis SSSS pada neonatus dan anak-anak umumnya baik apabila tidak terjadi komplikasi berat. Komplikasi biasanya meliputi pneumonia, sepsis, dan dehidrasi akibat gangguan keseimbangan elektrolit. ngka kematian sangat rendah pada bayi dan anak-anak yaitu sekitar 3%. 2 Kasus ini memiliki prognosis baik karena tidak terjadi komplikasi dan mendapat penanganan yang cepat dan tepat. 82

5 FO Mawu & HEJ Pandaleke Staphylococcal scalded skin syndrome KESIMPULN Telah dilaporkan satu kasus SSSS pada seorang bayi laki-laki berusia 17 hari. Etiologi diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan kultur bakteri, yaitu bakteri Gram positif Staphylococcus aureus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dan pemeriksaan kultur bakteri. Pasien dirawat di unit perawatan intensif Neonatal intensive care unit (NICU), dengan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotik intravena, dan perawatan suportif kulit. Pada perawatan hari ke-5 telah menunjukkan perbaikan. Pasien dipulangkan pada hari ke-8 dengan kondisi yang cukup baik dan lesi kulit mengalami perbaikan nyata. Prognosis pasien ini untuk kelangsungan hidup, fungsi kulit, dan kekambuhan adalah baik. DFTR PUSTK 1. Travers J, Mousdicas N. Gram-positive infections associated with toxin production. Dalam: Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest, Paller S, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill; h Millett CR, Heymann WR, Manders SM. Pyodermas and toxin-mediated syndromes. Dalam: Irvine D, Hoeger PH, Yan C. Harper's textbook of pediatric dermatology. Edisi ke-3. England: lackwell Publishing Ltd; h Data pasien rawat jalan penyakit anak dengan infeksi di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. dr. R. D. Kandou, Manado, periode Januari Januari (Data tidak dipublikasikan). 4. Hayward, Knott F, Petersen I, Livermore DM, Duckworth G, Islam. Increasing hospitalizations and general practice prescriptions for community-onset staphylococcal disease, England. Emerg Infect Dis. 2008; 14(5): King R. Staphylococcal scalded skin syndrome, n overview. Medscape [Serial dalam internet] [Disitasi 20 Februari 2014]. Tersedia di: emedicine.medscape.com/article/ overview 6. Hanakawa Y, Stanley JR. Mechanisms of blister formation by staphylococcal toxins. J iochem. 2004; 136(6): Ladhani S. Understanding the mechanism of action of the exfoliative toxins of Staphylococcus aureus. FEMS Immunol Med Microbiol. 2003; 39(2): acterial, mycobacterial, and protozoal infection of the skin. Dalam: Paller S, Mancini J. Hurwitz clinical pediatric dermatology. Edisi ke-4. US: Elk Group Village; h Wolff K, Johnson R. Fitzpatrick's color atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill; h Voinchet V, Vasseur P, Kern J. Efficacy and safety of hyaluronic acid in the management of acute wounds. m J Clin Dermatol. 2006; 7(6):

PIODERMA. Dr. Sri Linuwih S Menaldi, Sp.KK(K) Dr. Wieke Triestianawati, Sp.KK(K) Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM Jakarta

PIODERMA. Dr. Sri Linuwih S Menaldi, Sp.KK(K) Dr. Wieke Triestianawati, Sp.KK(K) Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM Jakarta PIODERMA Dr. Sri Linuwih S Menaldi, Sp.KK(K) Dr. Wieke Triestianawati, Sp.KK(K) Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM Jakarta DEFINISI Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

ChyntiaBlog Annyeong haseyo terima kasih udah berkenan mengunjungi blog saya semoga bermanfaat dan menghibur :)

ChyntiaBlog Annyeong haseyo terima kasih udah berkenan mengunjungi blog saya semoga bermanfaat dan menghibur :) ChyntiaBlog Annyeong haseyo terima kasih udah berkenan mengunjungi blog saya semoga bermanfaat dan menghibur :) Minggu, 04 November 2012 Laporan Kasus IMPETIGO BULOSA BAB I PENDAHULUAN Impetigo merupakan

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi : : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi Pigmentasi : penggunaan dermoskopi telah membuka dimensi baru mengenai lesi pigmentasi. Dermoskopi merupakan metode non-invasif yang

Lebih terperinci

lingkungan. Insidens penyakit infeksi kulit dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya

lingkungan. Insidens penyakit infeksi kulit dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya I. PENDAHULUAN Kulit merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan yang terus menerus terpengaruh oleh lingkungan luar dan selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Insidens penyakit infeksi

Lebih terperinci

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas Disusun Oleh: dr. Idrianti Idrus, Sp.KK, M.Kes Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K), FINSDV SISTEM

Lebih terperinci

PENYAKIT DARIER PADA ANAK

PENYAKIT DARIER PADA ANAK PENYAKIT DARIER PADA ANAK dr. Imam Budi Putra, SpKK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK M E D A N PENYAKIT DARIER PADA ANAK Pendahuluan

Lebih terperinci

Angka Kejadian, Karakteristik dan Pengobatan Impetigo di RS Al-Islam Bandung

Angka Kejadian, Karakteristik dan Pengobatan Impetigo di RS Al-Islam Bandung Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 460-657X Angka Kejadian, Karakteristik dan Pengobatan Impetigo di RS Al-Islam Bandung Fadhilah Ayu Rizani, Tony S Djajakusumah, R. Kince Sakinah,, Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS Modul Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran UNHAS Disusun oleh dr. Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS,

Lebih terperinci

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara global, sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatorum, yaitu 40 % dari kematian balita di dunia dengan kematian

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA

LAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA LAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA Ery Oktadiputra, dr. IGK Darmada, Sp.KK(K), dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian 3.1.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah pembuatan media konsultasi diagnosis penyakit Kulit berbasis mobile web dengan menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Luka merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Anggelina Moningka 2 Renate T. Kandou 2 Nurdjanah J. Niode 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemfigus vulgaris 2.1.1 Definisi Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di sub bagian Pulmologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatal merupakan penyebab penting morbiditas, lamanya tinggal di rumah sakit, dan kematian pada bayi. 1 Pola penyakit penyebab kematian menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.

Lebih terperinci

PROFIL DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 - DESEMBER 2012 1 Juan P. E. Febriansyah 2 Grace M. Kapantow 2 Agus Hariyanto Bagian/SMF Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis Penelitian yang dilakukan adalah observasi analitik dengan menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium Development Goals/MDGs

Lebih terperinci

PROFIL VARISELA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL VARISELA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL VARISELA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Christa C. Sondakh 2 Renate T. Kandou 2 Grace M. Kapantow 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Patricia I. Tiwow 2 Renate T. Kandou 2 Herry E. J. Pandaleke 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Untuk Komplikasi Diabetes Pada Kulit Diabetes dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh Anda, termasuk juga kulit. Sebenarnya, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, 2,8 juta kematian neonatus terjadi secara global. Penurunan angka mortalitas neonatus menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit inflamasi yang mengenai parenkim paru. 1 Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh suatu mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian (Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati sebagai organisme individu, berpasangan, dan ireguler serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016 ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2015- JUNI 2016 Pioderma merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman staphylococcus, streptococcus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus merupakan bakteri koagulase negatif, kecuali Staphylococcus aureus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) 1. Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum

Lebih terperinci

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal LATAR BELAKANG Stevens - Johnson sindrom (SJS) dan Nekrolisis epidermal (TEN) adalah reaksi obat kulit parah yang langka. Tidak ada data epidemiologi skala besar tersedia untuk penyakit ini di India. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH : GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI 2013 - DESEMBER 2013 OLEH : LUSIA A TARIGAN 110100243 NIM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012 PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012 1 Andre Ch. T. Palandeng 2 R. E. C. Tumbel 2 Julied Dehoop 1 Kandidat Skrispi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT KULIT PADA BAYI MELALUI PENYULUHAN PERAWATAN KULIT SEHAT ABSTRAK

UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT KULIT PADA BAYI MELALUI PENYULUHAN PERAWATAN KULIT SEHAT ABSTRAK UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT KULIT PADA BAYI MELALUI PENYULUHAN PERAWATAN KULIT SEHAT Fifa Argentina, Yulia Farida Yahya, Ardesy Melizah, Ella Amalia, Gita Dwi Prasasty Dosen Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas

Lebih terperinci

PROFIL PIODERMA PADA ANAK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMINRSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

PROFIL PIODERMA PADA ANAK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMINRSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 PROFIL PIODERMA PADA ANAK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMINRSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Caren C.a Pangow 2 Herry E. J. Pandaleke 2 Renate T. Kandou 1 Kandidat skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci