BAB I PENDAHULUAN. Akses terhadap air bersih dan layanan sanitasi bersih adalah hak azasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Akses terhadap air bersih dan layanan sanitasi bersih adalah hak azasi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akses terhadap air bersih dan layanan sanitasi bersih adalah hak azasi manusia dan juga kebutuhan mutlak setiap orang. Sama halnya dengan pendidikan, kesehatan merupakan kebutuhan mendasar yang penting bagi setiap manusia. Manusia tidak hanya cukup berinvestasi bagi pendidikan, tetapi juga kesehatan. Pemeliharaan kesehatan khususnya terhadap sanitasi seperti akses air bersih dan jamban sangat perlu untuk dibudayakan. Sebab, sanitasi yang sehat merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang sehat. Kesehatan lingkungan adalah salah satu bagian dari kesehatan masyarakat. Upaya menyehatkan lingkungan berarti juga sebagai salah satu usaha untuk menyehatkan masyarakat. Lingkungan yang sehat akan meningkatkan peluang pengembangan ekonomi, kesempatan sekolah bagi anak-anak, meningkatkan produktivitas manusia, dan mengurangi polusi terhadap air. Secara umum, tujuan kesehatan lingkungan menurut Budiman Chandra (2005:4) adalah melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, dan melakukan kerja sama serta menerapkan 1

2 program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular. Permukiman kumuh masih menjadi masalah klasik yang dihadapi Indonesia sebagai negara dengan populasi masyarakat terbesar di dunia. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang begitu cepat telah memberikan dampak sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Ada banyak penduduk yang bertempat tinggal secara tidak manusiawi di berbagai kota besar dan kota kecil. Turunan dari masalah pemukiman kumuh ini tidak lain yaitu keterbatasan akses air dan sanitasi bersih. Inilah akibat minimnya kesadaran masyarakat yang menyebabkan berkembangnya perilaku tidak sehat. Masyarakat Indonesia di daerah kumuh padat perkotaan belum menyadari pentingnya perilaku hidup sehat dengan menjaga kesehatan lingkungan. Slamet (2009:2) berpendapat orang sadar bahwa penyakit itu banyak sekali ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain perilaku masyarakat sendiri. Norma serta budaya yang menentukan gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaaan lingkungan yang sesuai dengannya dan menimbulkan penyakit yang sesuai dengan gaya hidupnya tadi. Jadi, menurutnya, untuk menjadi sehat tidak cukup hanya dengan pencegahan penyakit secara perseorangan, tetapi harus melihat dan mengelola masyarakat sebagai satu kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Peran masyarakat pertama-tama disini adalah menyadari pentingnya mengubah perilaku hidup sehat dengan pengelolaan sanitasi. 2

3 Permasalahan sanitasi buruk merupakan masalah publik. Dalam kondisi inilah peran pemerintah sebagai alat negara hadir dan terlibat menangani masalah tersebut. Apapun pilihan pemerintah terhadap masalah publik, baik untuk melakukan sesuatu maupun tidak, itulah kebijakan pemerintah. Sebagai suatu proses seperti dikatakan Graycar dalam Kaban (2008:59), kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut pemerintah dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya, seperti program dan mekanisme dalam mencapai produknya (tujuannya). Dengan sebuah program, pemerintah menetapkan kebijakannya untuk mencapai tujuan publik. Persoalan sanitasi di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara (Sumut) dinilai masih relatif tertinggal. Banyak penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi layak (Harian Medan Bisnis, 10 Nopember 2013). Pemerintah berasumsi perlunya pendekatan paradigma baru untuk mengejar ketertinggalan sanitasi dengan kelestarian lingkungan sebagai prinsip utama. Paradigma baru yang diterapkan untuk masing-masing sektor yaitu, sektor air limbah, persampahan dan sektor drainase perkotaan. Pendekatan program sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) sebagai bentuk kebijakan pemerintah terkait perbaikan sanitasi bagi masyarakat yang tinggal di kawasan padat kumuh miskin perkotaan. SANIMAS adalah program nasional yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2006 dan dirancang untuk memberdayakan masyarakat di lingkungan permukiman padat, kumuh dan miskin di perkotaan. SANIMAS menempatkan masyarakat 3

4 sebagai pelaku, pengambil keputusan, dan penanggung jawab kegiatan mulai dari identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan. Program SANIMAS menggunakan prinsip Demand Responsive Approach (DRA) atau Pendekatan yang Tanggap Terhadap Kebutuhan. Pihak kabupaten/kota harus menyampaikan minat terlebih dahulu, apabila tidak menyampaikan minat maka mereka tidak akan difasilitasi. Salah satu bentuk minat tersebut adalah dengan kemauan mengalokasikan dana APBD. Hal ini sesuai dengan prinsip pendanaan SANIMAS yaitu multi sumber (multisource of fund). Selain itu, SANIMAS juga menggunakan prinsip seleksi-sendiri (self selection), opsi teknologi sanitasi, partisipatif dan pemberdayaan ( diakses pada 10 Nopember 2013 pukul WIB ). Pola penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dengan difasiitasi oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) yang memiliki kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Jadi pada prinsipnya keseluruhan tahapan mulai dari perencanaan, implementasi konstruksi, pengawasan hingga operasi pemeliharaan semuanya dilakukan oleh masyarakat. Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (Satker PPLP) Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumut merupakan penyambung tangan Kementerian Pekerjaan Umum dalam melaksanakan program Sanimas yang didasarkan pada Peraturan Presiden (PP) Republik Indonesia No. 4

5 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur (SKPD DAK) merupakan organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur/BupatiWalikota yang menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur (BAB I, Pasal 1, ayat 7). Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang dilakukan Kementerian PU mengambil enam kabupaten kota di wilayah Sumut. Keenam daerah tersebut adalah Karo, Deli Serdang, Tebingtinggi, Medan, Pematang Siantar, dan Binjai, yang masuk dalam projek yang ditujukan untuk perbaikan sanitasi masyarakat. Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan 300 lokasi sanitasi di enam kabupaten/kota di Sumut. Sebanyak 149 lokasi di antaranya dialokasikan di Medan ( diakses 10 Nopember 2013 pukul WIB). 5

6 Tabel 1.1 : Lokasi Sanimas Tahun 2012 Propinsi Sumatera Utara N o. Tah un Prop insi SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA Ka b / Ko ta Kota Medan Kota Medan Lokasi Syste m Lorong Ujung Tanjung 1, Lingkungan 5, Kel. Bagan Deli, Kec. Medan Belawan Lorong Promis, Lingkungan 15, Kel. Bagan Deli, Kec. Medan Belawan MCK + MCK + Kondisi Prasarana MCK Belum dimonev Belum dimonev Perpip aan Jumlah Pendudu k K K JIW A Peggun a Rencan a K JIW K A Pegguna Realisas i KK JIWA Belum dimonev Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum ( Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia belum terlepas dari kawasan perkumuhan padat kota. Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu kawasan yang dimaksud. Kelurahan Bagan Deli berada disekitar Pelabuhan Belawan dan pabrik-pabrik minyak. Kelurahan ini memiliki jumlah penduduk yang cukup padat. Akan tetapi, dari banyaknya penduduk, hanya sedikit penduduk yang tinggal di rumah dengan memiliki kamar mandi dan jamban. Keterbatasan air menjadi masalah bagi penduduk di Kelurahan Bagan Deli yang hidup di pinggiran laut. Melihat keberadaan Kelurahan Bagan Deli dengan permukiman kumuhnya, pemerintah provinsi melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman Sumatera Utara mengalokasikan bantuan pengelolaan sanitasi bagi kelurahan tersebut. Kelurahan Bagan Deli memperoleh program Sanitasi Berbasis Masyarakat pada tahun Pelaksanaan program SANIMAS di Kelurahan 6

7 Bagan Deli diwujudnyatakan dengan pembangunan fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus (MCK) di lokasi atau lingkungan yang telah disepakati Satker PPLP dengan pemerintah daerah dan masyarakat kelurahan. Program SANIMAS tidak hanya ditujukan untuk membantu masyarakat dalam pengelolaan sanitasi, tetapi juga sekaligus memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat yang berkelanjutan. Suatu kebijakan untuk dapat diketahui apakah kebijakan yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan memerlukan tindakan evaluasi. Evaluasi kebijakan berupa pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai. Salah satu akibat dari output kebijakan adalah akibat yang dihasilkan oleh intervensi program pada kelompok sasaran dan akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact). Sebuah program berbasis masyarakat dan dirancang dengan pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan adalah sesuatu yang akan sangat bermanfaat bagi kelompok sasaran. Dengan melihat tujuan pokok dari program SANIMAS berupa pemberdayaan masyarakat dan berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap program ini. Penulis ingin mengevaluasi program SANIMAS dan melihat apakah program ini telah benar-benar memberdayakan masyarakat akan pentingnya sanitasi yang sehat. Berdasarkan uraian diatas, 7

8 peneliti hendak melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Dalam Pemberdayan Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan). 1.2 Fokus Masalah Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas didalam melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat dampak program SANIMAS yang telah diimplentasikan dalam pemberdayaan masyarakat secara khusus bagi masyarakat di Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli. 1.3 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dalam pemberdayaan masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)? 8

9 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam melatih kemampuan berpikir ilmiah dalam pembuatan karya ilmiah. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah, referensi bacaan dan tambahan informasi bagi para pembaca mengenai Program Sanitasi Berbasis Masyarakat. 3. Manfaat Praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam rangka peningkatan upaya pencapaian program Sanitasi Berbasis Masyarakat. 1.6 Kerangka teori Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. Kerangka teori diharapkan memberi pemahaman yang jelas dan 9

10 tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti. Oleh karena itu, penulis akan mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini Kebijakan Publik Pengertian Kebijakan Publik Secara etimologi, Kebijakan Publik terdiri dari dua kata yaitu kebijakan dan publik. Kebijakan oleh Graycar (Donovan dan Jackson dalam Kaban, 2008:59) dapat dipandang dari perspektif filosofis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya. Pengertian lain menurut Anderson dalam Winarno (2002) lebih jelas lagi bahwa istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurutnya, perilaku para aktor berperan penting dalam merumusakan dan menjalankan kebijakan yang ditentukan. 10

11 Charles O. Jones (1994) melihat kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan, dan maksud besar tertentu. Pergantian makna tersebut menurut Jones memang bukanlah masalah, hanya saja biasanya dalam hubungan atau kaitan teknis atau administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu. Menurut Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Jones (1994), kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Eulau dan Prewitt juga mengamati bahwa kebijakan dibedakan dari tujuan-tujuan kebijakan, niat-niat kebijakan dan pilihan-pilihan kebijakan. Berikut ini merupakan definisi menurut mereka untuk membedakan beberapa komponen kebijakan umum: Niat (Intentions) Yaitu tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan Tujuan (Goals) Yaitu keadaan akhir yang hendak dicapai Rencana atau usulan (Plans or proposals) Yaitu cara yang ditetapkan untuk mencapai tujuan Program Yaitu cara yang disahkan untuk mencapai tujuan 11

12 Keputusan atau pilihan (Decisions or choices) Yaitu tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevalusi program Pengaruh (Effects) Yaitu dampak program yang dapat diukur (yang diharapkan dan yang tidak diharapkan; yang bersifat primer atau yang bersifat sekunder) Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari bahasa Inggris yaitu public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons (2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Rumusan kebijakan publik yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Winarno, 2002:15). Sementara itu, Wildavsky dalam Kusumanegara (2010) mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dari aktivitas pemerintah dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, seperti tuntutantuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil 12

13 kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes) (Anderson dalam Winarno, 2002). Dari beberapa pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk keputusan yang telah dipilih dan ditetapkan pemerintah untuk dilaksanakan maupun tidak dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak Tahapan Kebijakan Publik Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (William Dunn, 2003:22). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting), rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn mengemukakan beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu: 1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting) Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi 13

14 masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan politik, dukungan budaya. 2. Formulasi kebijakan Dalam tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu. 3. Adopsi kebijakan Pada tahap adopsi kebijakan, pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. 4. Implementasi kebijakan Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang 14

15 tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi membutuhkan fasilitasi seperti tim, lembaga, peraturan, sumber daya. 5. Evaluasi kebijakan Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan Implementasi Kebijakan Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Menurut Patton dan Sawicki dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003:9), implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah 15

16 diseleksi. Program dan atau kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan. Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya implementasi kebijakan (policy implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132). Implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan atau legislasi kebijakan publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa (Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, 2008:176). Tahap implementasi kebijakan merupakan tahap dimana alternatif yang telah ditetapkan diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Tahap tersebut dilaksanakan oleh unit-unit administratif dengan memobilisasi sumber daya yang ada. Tanpa implementasi, suatu kebijakan akan sia-sia dan hanya berupa konsep semata. Implementasi kebijakan merupakan rantai yang menghubungkan 16

17 formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi berupa penerapan, penyelenggaraan, pelaksanaan, atau pengeksekusian suatu kebijakan yang telah disahkan Evaluasi Kebijakan Evaluasi merupakan tahap terakhir didalam proses kebijakan publik. Evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau tidak. Lester dan Stewart dalam Kusumanegara (2010) menyatakan evaluasi kebijakan pada hakekatnya mempelajari konsekuensikonsekuensi kebijakan publik. Evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebabsebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Thomas R. Dye dalam Parsons (2008:547) menyatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik. Tepatnya ia mencatat evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai. Sementara itu, Anderson (1979) berpendapat evaluasi kebijakan memusatkan perhatiannya pada estimasi, penilaian, dan taksiran terhadap implementasi (proses) dan akibat-akibat (dampak) kebijakan. Dalam hal ini, evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa 17

18 meliputi perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun dampak kebijakan Tujuan Evaluasi Kebijakan Dalam mengevaluasi kebijakan, ada fokus yang ingin dicapai oleh pengevaluasi. Evaluasi kebijakan memiliki tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut (Subarsono, 2005: ) : a. menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. b. mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan c. mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan. d. mengukur dampak suatu kebijakan Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif. e. untuk mengetahui apabila ada penyimpangan 18

19 Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target f. sebagai bahan melakukan (input) untuk kebijakan yang akan datang Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan kedepan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik Langkah-Langkah Evaluasi Kebijakan Agar suatu kebijakan dapat dievaluasi dengan baik, para ahli mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan. Edward Suchman dalam Winarno (2004:169) mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan yaitu: 1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi 2. Analisis terhadap masalah 3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan 4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi 5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain 6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak Menurut Suchman, mendefinisikan masalah merupakan tahap yang paling penting dalam evaluasi kebijakan. Setelah masalah didefinisikan dengan jelas 19

20 maka tujuan-tujuan dapat disusun dengan jelas pula. Oleh karena itu, ia juga mengidentifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan riset evaluasi seperti: (1) Apakah yang menjadi isi dari tujuan program? (2) Siapa yang menjadi target program? (3) Kapan perubahan yang diharapkan terjadi? (4) Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau banyak (unitary or multiple)? (5) Apakah dampak yang diharapkan besar? (6) Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai? Pendekatan Evaluasi Menurut William N. Dunn (2003: ), evaluasi kebijakan mempunyai dua aspek yang saling berhubungan: penggunaan berbagai macam metode untuk memantau hasil kebijakan publik dan program dan aplikasi serangkaian nilai untuk kegunaan hasil terhadap beberapa orang, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Dunn membedakan tiga jenis pendekatan dalam evaluasi antara lain: 1. Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi 20

21 utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri atau tidak kontoversial. 2. Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan pendekatan yang menggunakan metode dekriptif untuk menghasikan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utamanya bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program. 3. Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode dekriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok evaluasi ini dengan dua jenis pendekatan di atas adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang tersembunyi atau dinyatakan. 21

22 Tabel 1.2 : Pendekatan Evaluasi Menurut William Dunn PENDEKATAN TUJUAN ASUMSI BENTUK- BENTUK UTAMA Evaluasi Semu Menggunakan Ukuran manfaat Eksperimentasi metode deskriptif atau nilai terbukti sosial untuk dengan Akuntansi menghasilkan sendirinya atau sistem sosial informasi yang tidak Pemeriksaan valid tentang controversial sosial hasil kebijakan Sintesis riset Evaluasi Formal Evaluasi Keputusan Teoritis Sumber: Dunn (2003:612) Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan programkebijakan Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diamdiam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai dan praktik Evaluasi perkembangan Evaluasi eksperimental Evaluasi proses retrospektif Evaluasi hasil retrospektif Penilaian tentang dapat tidaknya evaluasi Analisis utilitas multiatribut 22

23 Model Evaluasi Kebijakan Menurut Wayne Parsons (2008: ), ada dua macam model evaluasi kebijakan yang digunakan yaitu: 1. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi formatif yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi. Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan: Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat Apakah penyampaian pelayanannya konsisten degan spesifikasi desain program atau tidak Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program 2. Evaluasi Sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem 23

24 yang ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu: membandingkan sebelum dan sesudah program diimplentasikan membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol); membandingkan apa yang terjadi dengan yang apa yang mungkin terjadi tanpa intervensi. atau membandingkan bagaiamana bagian bagian yang berbeda dalam satu wilayah mengalami dampak yang berbeda beda akibat dari kebijakan yang sama Kriteria Evaluasi Suatu kebijakan yang telah diimplementasikan harus menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan. William N. Dunn (2003:610) mengemukakan beberapa kriteria dalam menilai kinerja kebijakan, sebagai berikut: 24

25 Tabel 1.3 : Kriteria Evaluasi TIPE KRITERIA PERTANYAAN ILUSTRASI Efektivitas Efisiensi Kecukupan Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu? Resposivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu? Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai? Sumber: Dunn (2003:610) Unit pelayanan Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat Biaya tetap (masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II) Kriteria Pareto Kriteria kaldor-hicks Kriteria Rawls Konsistensi dengan survai warga negara Program publik harus merata dan efisien Kriteria-kriteria di atas merupakan tolak ukur atau indikator dari evaluasi kebijakan publik. Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka pembahasan dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan yang dirumuskan oleh William N. Dunn untuk setiap kriterianya. Untuk lebih jelasnya setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1) Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian 25

26 tujuan-tujuan organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya. Adanya pencapaian tujuan yang besar daripada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua, menyatakan bahwa: Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya (Dunn, 2003:429). Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu. Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran daripada efektivitas, yaitu: 1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi; 2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan; 3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik; 4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut; 26

27 5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua biaya dan kewajiban dipenuhi; 6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya; 7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu; 8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu; 9. Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki; 10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan; 11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan; 12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan; (Dalam Steers, 1985:46-48). 27

28 Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. 2) Efisiensi Apabila kita berbicara tentang efisiensi bilamana kita membayangkan hal penggunaan sumber daya (resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. William N. Dunn berpendapat bahwa: Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien (Dunn, 2003:430). Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan. 3) Kecukupan Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn 28

29 mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. 3) Perataan Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434). Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran. 29

30 5) Responsivitas Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn, responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan. Dunn pun mengemukakan bahwa: Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan (Dunn, 2003:437). Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan. 30

31 6) Ketepatan Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah: Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut (Dunn, 2003:499). Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya (bila ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis Metode Evaluasi Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono (2005:128), untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni: a. Single program after only yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan b. Single program before after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan perubahaan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan 31

32 c. Comparative after only yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalankan d. Comparative before after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan. Tabel 1.4 : Metodologi untuk Evaluasi Program Jenis Evaluasi Single Program After Only Single Program Before After Comparative After - Only Comparative Before After Pengukuran kondisi Kelompok Informasi yang kelompok sasaran Kontrol diperoleh Sebelum Sesudah Tidak Ya Tidak Ada Keadaan kelompok sasaran Ya Ya Tidak Ada Perubahan kelompok sasaran Tidak Ya Ada Keadaan kelompok sasaran dan kelompok kontrol Ya Ya Ada Efek program terhadap kelompok sasaran dan kelompok kontrol Sumber : Subarsono (2005:130) Evaluasi Dampak Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah usaha untuk menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata. Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Akibat dari output kebijakan ada dua macam yakni: Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan) dan akibat 32

33 tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact). Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yg diharapkan atau tidak dan akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects). Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan. Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2002: ), setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh seorang evaluator didalam melakukan evaluasi kebijakan publik, yaitu: Pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi seorang evaluator. Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalanya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminalitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah 33

34 atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan. Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno (2002: ) menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi. 1) Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat. 2) Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan. 3) Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan di masa yang akan datang. 4) Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik. 5) Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut biayabiaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik. Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat jauh dari yang diharapkan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat. 34

35 Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti Didalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan menggunakan model Single Program Before-After. Peneliti hendak melihat perubahan keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) diimplementasikan Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan dapat dikatakan sebagai jawaban atas realitas ketidakberdayaan (disempowerment). Mereka yang tidak berdaya adalah pihak yang tidak memiliki daya atau kehilangan daya. Mereka yang tidak berdaya adalah mereka yang kehilangan kekuatannya. Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, yang berkaitan dengan sistem pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power of authority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people centred, participatory, empowering, 35

36 and sustainable (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu (Ginanjar K., Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan, 1997:55). Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta 36

37 pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat didalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. 37

38 Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan (Bahan Kuliah PPS SP ITB, Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat, hlm 2-3) Tahap-tahap Pemberdayaan Tujuan yang ingin dicapai dalam pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Dengan demikian untuk menjadi mandiri perlu dukungan kemampuan 38

39 berupa sumberdaya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, psikomotorik afektif dan sumberdaya lain yang bersifat fisik dan material (Khausar, 2012). Agar pemberdayaan dapat dilakukan sesuai dengan target, perlu memperhatikan tahap-tahap yang harus dilalui meliputi: 1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. 3) Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk menghantarkan pada kemandirian. (Ambar Teguh S, 2004:82-83) 1.7 Definisi Konsep Defenisi konsep memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan yang ditentukan oleh peneliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah : a. Evaluasi dampak kebijakan Program SANIMAS adalah usaha untuk menentukan dampak atas implementasi kebijakan program SANIMAS yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada kelompok sasaran atau tujuan kebijakan. b. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak 39

EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Rifka S. Akibu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap subsidi energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) sekitar 193,8 Triliun atau 11,5 persen dialokasikan

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR Evaluasi Kebijakan Sebagai Tahapan Penting Kebijakan Publik Oleh: Sari Wahyuni, S.Ap Staf Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat I. Pendahuluan Sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan

BAB II KAJIAN TEORI. definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebijakan Publik Pada dasarnya banyak batasan atau definisi apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik.

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Karakteristik Kebijakan Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatankegiatan

BAB I PENDAHULUAN. usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatankegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain peningkatan prakarsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukan oleh Anderson dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukan oleh Anderson dalam 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Makna Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukan oleh Anderson dalam Winarno (2012:21) mendefinisikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena menjadikan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal Kebijakan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Disampaikan Pada Gladi Manajemen Pemerintahan Desa Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, 19-20 Desember 2011 Cholisin : Staf

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan Pangan TIP FTP UB PENGERTIAN, JENIS-JENIS, DAN TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKAN PUBLIK 1. Pengertian Kebijakan Publik a. Thomas R. Dye Kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012 )

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012 ) 6.1 Gambaran Umum Struktur Monitoring dan Evaluasi Tujuan utama strategi Monev ini adalah menetapkan kerangka kerja untuk mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi, juga memantau dampak, hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar kebijakan umum yang harus ditempuh oleh organisasi publik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar kebijakan umum yang harus ditempuh oleh organisasi publik untuk 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan Publik Kajian public policy sangat luas, karena disamping menentukan garis besar kebijakan umum yang harus ditempuh oleh organisasi publik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK 6.1 Strategi Monitoring dan Evaluasi Kabupaten Banyumas Pada Bab sebelumnya yakni Bab Strategi dan Rencana Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Laporan Kuliah Kerja Lapangan. dalam rangka mencapai sebuah kestabilan. Sehingga setiap aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Laporan Kuliah Kerja Lapangan. dalam rangka mencapai sebuah kestabilan. Sehingga setiap aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Kuliah Kerja Lapangan Proses perencanaan merupakan sebuah proses yang dilakukan dalam rangka mencapai sebuah kestabilan. Sehingga setiap aktivitas yang ada

Lebih terperinci

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan 7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Wahyu

Lebih terperinci

Kuliah 12 EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Kuliah 12 EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Kuliah 12 EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Agenda PENGERTIAN DAN KRITERIA EVALUASI INDIKATOR EVALUASI KENDALA DALAM EVALUASI I. Pengertian dan Kriteria Evaluasi EVALUASI KEBIJAKAN MERUPAKAN TAHAPAN PROSES PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN - 2. Teknik Evaluasi. Modul ke: Perencanaan. Galih Chandra Kirana, SE.,M.Ak. Fakultas. Program Studi.

KEWIRAUSAHAAN - 2. Teknik Evaluasi. Modul ke: Perencanaan. Galih Chandra Kirana, SE.,M.Ak. Fakultas. Program Studi. KEWIRAUSAHAAN - 2 Teknik Evaluasi Modul ke: Perencanaan Fakultas Galih Chandra Kirana, SE.,M.Ak Program Studi www.mercubuana.ac.id Evaluasi-pengantar Tinjauan teoritis evaluasi Evaluasi dalam kebijakan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Rifka S Akibu rahayu_adinda@yahoo.com (Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi

Lebih terperinci

Analisis kebijakan Publik

Analisis kebijakan Publik Analisis kebijakan Publik Komunikasi dan penggunaan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan adalah sentral dalam praktik dan teori analisis kebijakan. Metodologi analisis kebijakan adalah sistem standar,

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. No.606, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PRT/M/2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Efektivitas 1. Definisi Efektivitas Menurut Islami (1997: 7) e fektivitas implementasi kebijakan bisa berarti diperolehnya hasil ( output) sebagai bentuk dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan sebuah program pemberadayaan masyarakat dibutuhkan perencanaan yang sistematis, perencanaan yang baik akan terlihat dari singkronisasi antara

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dikalangan para ahli, diberi arti yang bermacam-macam. Easton (dalam Abidin,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dikalangan para ahli, diberi arti yang bermacam-macam. Easton (dalam Abidin, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Kebijakan (policy) atau yang terkadang juga disebut kebijaksanaan, dikalangan para ahli, diberi arti yang bermacam-macam. Easton (dalam Abidin, 2004:20)

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan Bila model pembangunan yang berbasis kapitalisme tidak mampu mensejahterakan masyarakat, apa alternatifnya? Community Development/Community

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA DI MASYARAKAT

PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA DI MASYARAKAT PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA DI MASYARAKAT Oleh : TIN HERAWATI DEPARTEMEN IKK FEMA, IPB 2013 1. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN 2. TUJUAN PEMBERDAYAAN 3. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Monev Sanitasi Tujuan utama strategi Monev ini adalah menetapkan kerangka kerja untuk mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat (Bahan Diskusi) Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung 2011 1 Pemberdayaan masyarakat Latar Belakang konsep pembangunan pada dasarnya bertujuan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sangat dibutuhkan sekali dana dan anggaran dalam menyokong

BAB I PENDAHULUAN. dimana sangat dibutuhkan sekali dana dan anggaran dalam menyokong 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perwujudan tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat yang sejahtera. Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat, dimana sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi oleh kota-kota yang sedang berkembang. Salah satu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi oleh kota-kota yang sedang berkembang. Salah satu fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan pendudukan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu perkotaan. Kecenderungan meningkatnya jumlah penduduk di daerah perkotaan disebabkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Kuliah 13. Marlan Hutahaean 1

Kuliah 13. Marlan Hutahaean 1 Kuliah 13 Evaluasi Kebijakan Marlan Hutahaean 1 Agenda Pengertian dan Kriteria Evaluasi Indikator Evaluasi Kendala dalam Evaluasi Marlan Hutahaean 2 Pengertian dan Kriteria Evaluasi Marlan Hutahaean 3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Anggaran Perencanaan merupakan perumusan awal segala sesuatu yang akan dicapai. Perencanaan melibatkan evaluasi mendalam dan cermat serangkaian tindakan terpilih dan penetapan

Lebih terperinci

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi.

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi. FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2011/2012 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DI BATU CERMIN RT 06 KELURAHAN SEMPAJA UTARA KECAMATAN SAMARINDA UTARA

EVALUASI PROGRAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DI BATU CERMIN RT 06 KELURAHAN SEMPAJA UTARA KECAMATAN SAMARINDA UTARA Santi Rande, Evaluasi Program Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Di Batu Cermin RT 06 Kelurahan... EVALUASI PROGRAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DI BATU CERMIN RT 06 KELURAHAN SEMPAJA UTARA

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN V PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan Kebijakan Akuntansi ini mengatur penyajian

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Nasional Indonesia seutuhnya dan Pembangunan Masyarakat seluruhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 1. Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan a. Memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik), dan

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memang belum diketemukan. Tetapi penelitian-penelitian terdahulu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memang belum diketemukan. Tetapi penelitian-penelitian terdahulu yang 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang sama persis mengangkat tema Efektivitas Penerapan Teknologi Informasi sampai saat penulis mengajukan penelitian ini memang belum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur dan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan adalah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah

Lebih terperinci

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Bagian integral dari proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan 2.1.1 Pengertian Pengawasan Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (2005: 317), mendifinisikan pengawasan merupakan sebagai proses dalam menetapkan ukuran

Lebih terperinci

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PUNCAK MANDIRI KECAMATAN SUMALATA KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL OLEH

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PUNCAK MANDIRI KECAMATAN SUMALATA KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL OLEH DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PUNCAK MANDIRI KECAMATAN SUMALATA KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL OLEH TONI KOEM NIM. 121 411 015 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan tuntutan zaman dewasa ini menempatkan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan tuntutan zaman dewasa ini menempatkan pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dan tuntutan zaman dewasa ini menempatkan pendidikan pada suatu posisi yang sangat penting dan harus dipenuhi. Dengan adanya pendidikan, akan terbentuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1 Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan hanya dikarenakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan adalah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINANDI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma/pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu di dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 1 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor

Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor 7.1. Gambaran Umum Struktur Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Tujuan utama strategi monitoring dan evaluasi (monev) ini adalah menetapkan kerangka kerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PRT/M/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 2006

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci