ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN SUNDORO ARY ARMANDA. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Penawaran Kakao di Indonesia (dibimbing oleh TONY IRAWAN). Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia didominasi oleh sektor non-migas. Ekspor komoditas pertanian merupakan salah satu bagian penting dalam komposisi ekspor non-migas. Dari total komoditas pertanian tersebut, sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar dibandingkan sub sektor lainnya adalah sub sektor perkebunan, yaitu sebesar 87,57 persen di tahun 2004 dengan total nilai ekspor sebesar 7,4 milyar US$. Salah satu komoditas perkebunan yang berkontribusi terhadap ekspor perkebunan Indonesia adalah kakao. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Mengingat besarnya potensi komoditas ini dalam perekonomian, maka tak heran pengembangan komoditas ini terus dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon penawaran kakao di Indonesia dan menduga respon penawaran dari petani kakao dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang dipergunakan adalah data time series dari tahun 1971 sampai dengan tahun Dalam menganalisis respon penawaran kakao dalam penelitian ini, digunakan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 5.1. Metode analisis yang digunakan adalah model penyesuaian parsial Nerlove, model ini sering digunakan untuk studi mengenai respon penawaran berbagai komoditi berupa persamaan tunggal regresi berganda dengan fungsi Double Natural Logaritma atau Logaritma Natural Ganda (Ln) dengan menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukan bahwa respon luas area dipengaruhi secara nyata oleh variabel harga kopi tahun sebelumnya, harga CPO tahun sebelumnya, luas area tahun sebelumnya, harga kakao tahun sebelumnya, dan curah hujan tahun sebelumnya. Respon produktivitas dipengaruhi secara nyata oleh variabel upah riil tahun berjalan, produktivitas tahun sebelumnya, harga riil kakao tahun berjalan, harga riil pupuk urea tahun berjalan, dan curah hujan tahun berjalan. Kebijakan untuk meningkatkan penawaran kakao dalam jangka pendek akan lebih tepat bila ditekankan pada usaha intesifikasi sedangkan untuk jangka panjang adalah kebijakan yang mengarah pada usaha ekstensifikasi Kata kunci: respon area, respon produktivitas, respon penawaran.

3 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA Oleh SUNDORO ARY ARMANDA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 i Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Penawaran Kakao di Indonesia Nama Mahasiswa : Sundoro Ary Armanda Nomor Registrasi Pokok : H Menyetujui, Dosen Pembimbing, Tony Irawan, M. App Ec NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP Tanggal Kelulusan :

5 ii PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. September 2009 Bogor, Sundoro Ary Armanda H

6 iii RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Sundoro Ary Armanda, lahir di Bekasi pada tanggal 28 februari 1987 dari pasangan Sukarman dan Sendang Sundari. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara. Perjalanan akademis penulis dimulai dari TK. Ritrika Patal Bekasi pada tahun , SDN Bekasi Timur2 pada tahun , SMPN 18 Bekasi pada tahun , dan SMUN 1 Bekasi pada tahun Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Pada tahun kedua di IPB penulis memilih Program Studi Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

7 4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Penawaran Kakao Di Indonesia. Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran kakao di Indonesia. selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departeman Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kata terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada: 1 Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu mengalirkan do a dan kasih sayangnya 2 Bapak Tony Irawan, M. App Ec. Sebagai pembimbing skripsi yang telah menyempatkan waktunya untuk dapat membimbing dan memberi arahan kepada peneliti dalam melakukan penelitian ini. 3 Seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi 4 Lembaga Penelitian intercafe yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingannya dalam penelitian ini. 5 Teman-teman BARISTAR Squad 6 Teman-teman Supply Response Team ( Gina Ayu Putri, Renny Fitria Sari, Tias Arum N, Reza Lukiawan, Lukman Kresno, M.iqbal, I Made Sanjaya, Thomson M.S, Grace Sintari S, Dwi Maharani P). 7 Teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan Teman-teman B26 angkatan 42 9 Teman-teman di D OZONE 10 Teman-teman Merpati Putih Cabang Bekasi dan Merpati Putih Cabang Bogor

8 5 Akhir kata, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain, terutama bagi para pembaca yang berminat untuk melanjutkan dan menyempurnakan penelitian ini. Bogor, Agustus 2009 Sundoro Ary Armanda H

9 6 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSATAKA Komoditi Kakao Hasil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Model Ekonometrika Respon Luas Area Respon Produktivitas Respon Penawaran Evaluasi Model Uji Kriteria Ekonomi Uji Kriteria Statistik Uji Kriteria Ekonometrika IV. GAMBARAN UMUM KAKAO Perkembangan Produksi Perkembangan Ekspor Perkembangan Impor...38

10 Perkembangan Harga V. HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Luas Area Tanam Respon Produktivitas Respon Penawaran VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 59

11 8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Peran Sektor Pertanian Terhadap Sektor Non-Migas Luas Area dan Produksi Perkebunan Kakao di Indonesia Peran Kakao Dalam Sektor Pertanian Perkembangan Produksi Biji Kakao Dunia Tahun Perkembangan Ekspor Biji Kakao Beberapa Negara Produsen Utama Tahun 1999/ / Perkembangan Impor Biji Kakao Beberapa Negara Importir Utama Tahun 1999/ / Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Respon Area Tanam Kakao di Indonesia Tahun Hasil Pendugaan Parameter Respon Produktivitas Kakao di Indonesia Tahun Nilai Elastisitas Luas Area, Produktivitas, dan Penawaran Kakao... 49

12 9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1 Kurva Penawaran Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Ekspor Kakao Indonesia Tahun Impor Kakao Indonesia Tahun

13 10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Pendugaan Model Respon Luas Area Kakao Uji Normalitas Pada Model Luas Area Kakao Uji Autokorelasi Pada Model Luas Area Kakao Uji Heteroskedastisitas Pada Model Luas Area Kakao Uji Multikolinearitas Pada Model Luas Area Kakao Pendugaan Model Respon Produktivitas Kakao Uji Normalitas Pada Model Produktivitas Kakao Uji Autokorelasi Pada Model Produktivitas Kakao Uji Heteroskedastisitas Pada Model Produktivitas Kakao Uji Multikolinearitas Pada Model Produktivitas Kakao...64

14 11 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nilai ekspor Indonesia sampai tahun 1986, masih didominasi oleh ekspor migas, namun sejak tahun 1987 ekspor Indonesia didominasi oleh sektor non-migas. Ekspor komoditas pertanian merupakan salah satu bagian penting dalam komposisi ekspor non-migas. Total nilai ekspor produk pertanian selama lima tahun terakhir menunjukkan trend yang meningkat, yaitu dari 3,8 milyar US$ di tahun 2000 menjadi 8,2 milyar US$ di tahun Dari total komoditas pertanian tersebut, sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar dibandingkan sub sektor lainnya adalah sub sektor perkebunan, yaitu sebesar 87,57 persen di tahun 2004 dengan total nilai ekspor sebesar 7,4 milyar US$. Besarnya kontribusi tersebut menyebabkan sub sektor ini menjadi andalan Indonesia dalam ekspor di luar non-migas. Tabel 1.1. Peran Sektor Pertanian Terhadap Sektor non-migas No Sektor 2001 Peran 2002 Peran ( US$) (%) ( US$) (%) I Sektor Industry ,2 86, ,8 85,93 II Sektor Pertambangan 3.569,6 8, ,7 8,31 III Sektor Pertanian 2.453,6 5, ,75 IV Komoditi Sektor Lainnya 5,4 0,01 4,5 0,01 Nonmigas ,8 100, ,00 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, 2005 (diolah) Salah satu komoditas perkebunan yang berkontribusi terhadap ekspor perkebunan Indonesia adalah kakao. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

15 12 negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada Tahun 2006, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ Mengingat besarnya potensi komoditas ini dalam perekonomian, maka tak heran pengembangan komoditas ini terus dilakukan. Dalam 40 tahun terakhir luas perkebunan kakao meningkat pesat dari hektar pada Tahun 1967 menjadi hektar pada Tahun 2008 dan produksi meningkat lebih dari 640 kali lipat dari ton pada tahun 1967 menjadi ton pada tahun 2008 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008) Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan tahun 2002, area perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas ha dimana sebagian besar (87,4%) merupakan perkebunan rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Tabel 1.2. Luas Area Dan Produksi Perkebunan Kakao Tahun Tahun Luas Area (Ha) Produksi (ton) Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008 (diolah).

16 13 Keberhasilan perluasan area tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di pasar internasional. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d Ivoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya hama penggerek buah kakao. Kondisi tersebut sempat membuat anjloknya produksi kakao sampai di bawah angka ton dari ton pada tahun 2002 (Sikumbang, 2003) 1. Di samping itu, pembudidayaan kakao di Indonesia dihadapkan pada beberapa permasalahan seperti mutu produk yang masih rendah dan masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Namun, berkat kerja keras seluruh pihak, kini Indonesia telah kembali menjadi negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading, dengan luas area ha dan produksi ton ( Departemen Pertanian, 2009) 2. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak (bulk cocoal) yang merupakan tanaman kakao dari jenis Forarestro dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia (finecocoal), yang merupakan tanaman kakao dari jenis Criolo dan Trinitario serta hasil persilangannya, oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Uraian di atas menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para pihak yang terkait untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih 1 www. jumacoklat.blogspot.com. Produksi Kakao Indonesia Anjlok di Bawah Ton. [20 Agustus 2009]. 2 www. indonesia.go.id/id/index.php. Sosialisasi Gerakan Peningkatan Produksi Kakao Nasional [Portal Nasional Republik Indonesia]. [14 Juli 2009].

17 14 besar dari agribisnis kakao. Sehingga Indonesia tidak hanya dapat mengekspor kakao dalam bentuk biji kakao tetapi dalam bentuk produk kakao yang telah diolah. Melihat potensi yang besar dalam industri kakao, maka perlu kiranya dilakukan penelitian tentang respon penawaran kakao. Sehingga dapat diketahui respon dari produktivitas dan luas area tanaman kakao Perumusan Masalah Kakao menjadi komoditas yang berperan penting dalam pertanian karena merupakan komoditi pertanian yang sangat menjanjikan dalam penciptaan lapangan kerja dan penghidupan bagi petani karena memiliki prospek kedepan yang cerah, selain itu kakao juga berperan dalam menghasilkan devisa bagi negara yang di dapatkan dari ekspor produk tersebut yang terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Dalam Tabel 1.3. terlihat bahwa pada Tahun 2001 peran komoditas kakao dalam ekspor komoditas non-migas menempati urutan kedua dibandingkan dengan ekspor komoditi pertanian lainnya yaitu sebesar 0,63% dan terus mengalami peningkatan sampai pada Tahun 2002 menjadi 1,16%. Table 1.3. Peran Kakao Dalam Sektor Pertanian No Sektor Pertanian 2001 Peran 2002 Peran ( US$) (%) ( US$) (%) 1 Udang 927,9 2,12 829,9 1,84 2 Biji coklat 276,6 0,63 521,3 1,16 3 Kopi 182,6 0,42 218,8 0,49 4 Ikan tongkol 134,9 0,31 126,4 0,28 5 Kerang-kerangan 95 0,22 106,7 0,24 6 Ikan lainnya 78,8 0,18 103,6 0,23 7 The 94,7 0, ,22 8 Tembakau 80,8 0,18 66,5 0,15 9 Hasil Pertanian Lain 852,3 1,33 517,8 1,15 Total 2.453,6 5, ,75 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian 2005 (diolah)

18 15 Pada tahun 2006 sektor ini telah menyerap tenaga kerja (petani) sebanyak orang dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun Nilai ekspor komoditi kakao juga terus mengalami peningkatan, pada tahun 1969 sebesar US$ meningkat menjadi US$ pada tahun 2006 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008) Keunggulan dari komoditi kakao tersebut membuat posisi kakao menjadi sangat penting dalam sektor pertanian. Dengan menjadi komoditi yang penting dalam pertanian, maka tidak menutup kemungkinan dinamisme komoditi kakao akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan kepada komoditi pertanian yang lain. Sayangnya peningkatan permintaan ekspor kakao Indonesia yang tinggi di dunia internasional tidak diikuti dengan permintaan industri pengolahan kakao domestik yang tinggi juga. Hal tersebut dikarenakan kurang berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia. Industri pengolahan kakao domestik hanya menyerap sekitar 27% dari total produksi kakao domestik dan sisanya di ekspor ke pasar luar negeri. Namun, ternyata pasar domestik Indonesia juga mengimpor produk-produk olahan kakao. Kondisi tersebut tentunya merugikan, karena kita mengekspor komoditi yang bernilai jual rendah dan kemudian mengimpor komoditi yang memiliki nilai jual tinggi, sehingga menyebabkan terkurasnya cadangan devisa. Sektor komoditi kakao juga dihadapkan pada beberapa masalah yang cukup mengganggu perkembangan sektor ini, seperti : fluktuasi harga kakao yang sangat tinggi dan serangan hama penggerek kakao (PBK) yang menyebabkan turunnya mutu kakao domestik. Serangan hama PBK merupakan ancaman yang

19 16 serius bagi kelangsungan usaha perkebunan kakao karena belum ditemukan pengendalian hama yang efektif. Sejarah telah mencatat bahwa hama PBK telah tiga kali menghancurkan perkebunan kakao di Indonesia yaitu tahun 1845 di daerah Minahasa, tahun 1886 di sepanjang pantai Utara Jawa Tengah hingga Malang, Kediri dan Banyuwangi serta tahun 1958 di beberapa perkebunan kakao di Jawa (Roesmanto, 1991). Belajar dari pengalaman kita dimasa lalu, maka diperlukan upaya untuk meyelamatkan perkebunan kakao dari ancaman hama PBK, sehingga keberlanjutan agribisnis kakao dapat dipertahankan dan peranan perkebunan kakao bagi perekonomian dapat ditingkatkan. Upaya penanggulangan yang paling mungkin dilakukan adalah dengan melakukan gerakan pengendalian hama terpadu secara luas dan menyeluruh. Berkembangnya industrialisasi dan industri perumahan menyebabkan semakin tergerusnya lahan yang dapat digunakan untuk sektor pertanian, sehingga menyebabkan ketersediaan lahan bagi sektor pertanian semakin berkurang. Ketika lahan semakin berkurang, maka persaingan antara komoditas pertanian dalam penggunaan lahan yang semakin terbatas akan meningkat dan jumlah komoditas pertaniaan yang ditanam juga semakin berkurang. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan, hanya komoditas - komoditas pertaniaan yang dianggap strategis dan menguntungkan saja yang akan ditanam. Dengan adanya persaingan antar komoditas-komoditas pertanian dalam penggunaan lahan yang terbatas tersebut, maka dinamisme dari suatu komoditi, baik luas area tanam, produktivitas, maupun harga, pasti akan mempengaruhi luas area tanam, produktivitas, dan harga dari komoditi-komoditi pertanian lainnya. Persaingan tersebut akan terjadi pada komoditi-komoditi penting dari sektor

20 17 pertanian yang memiliki karakter area tanam yang hampir sama sehingga dapat saling bersubtitusi dengan komoditi kakao. Dalam penelitian ini dibatasi hanya pada komoditi kopi, kelapa sawit, dan karet. Mengingat pentingnya komoditas kakao terhadap perekonomian Indonesia, maka sangat relevan apabila dilakukan analisis mengenai pengaruh yang di timbulkan dari dinamisme komoditi kakao terhadap komoditi pertanian yang lain, seperti luas area tanam, tingkat produktivitas, dan harga kakao terhadap harga, tingkat produktivitas, dan luas area tanam dari komoditi penting dari sektor pertanian lainnya. Oleh karena itu permasalahan yang akan di analisis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi respon penawaran kakao di Indonesia? 2. Bagaimana respon penawaran dari petani kakao dalam jangka pendek dan jangka panjang? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan-permasalahan antara lain: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon penawaran kakao di Indonesia 2. Menduga respon penawaran dari petani kakao dalam jangka pendek dan jangka panjang 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi semua pihak yang terkait dan berkepentingan dengan komoditi kakao, terutama bagi pemerintah, agar dapat

21 18 dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan mengenai komoditi kakao tersebut yang terkait dengan komoditi pertanian lainnya (kopi, kelapa sawit, dan karet). Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan, referensi, dan literatur bagi penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi luas area dan produktivitas dari komoditi kakao di Indonesia. Penelitian ini juga dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat elastisitas penawaran komoditas kakao di Indonesia. Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak dijelaskannya secara mendalam tentang kebijakan-kebijakan apa yang tepat untuk peningkatan penawaran kakao dan juga tidak dijelaskan secara mendalam tentang usaha tani dari komoditas kakao.

22 19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Kakao Secara umum budidaya kakao (Theobroma cacao L.) terdiri atas pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen. Sebelum penanaman pohon kakao, lahan ditanami pohon pelindung. Pembibitan kakao dilakukan dengan menyemaikan bijinya pada polibag sampai bibit berumur kurang lebih enam bulan. Setelah itu bibit dipindahkan ke lapangan, dengan lubang dan pohon pelindung yang telah dipersiapkan sebelumnya. Jarak tanam kakao yaitu tiga meter dalam baris dan enam meter jarak antar baris, sehingga barisan pohon pelindung terletak diantara barisan tanaman kakao (Bafadal, 2000) Kegiatan dalam pemeliharaan tanaman kakao antara lain mempertahankan kesuburan tanah, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemangkasan. Pemangkasan dilakukan untuk menjaga agar tajuk tidak saling bersinggungan sehingga sinar matahari tidak terhalangi, sehingga merangsang pertumbuhan dan pembuahan. Tanaman kakao mulai berbuah setelah berumur tiga tahun dengan umur ekonomis 20 tahun. Pemanenan buah kakao dilakukan setelah buah yang merah menjadi orange dan buah hijau menjadi kuning. perubahan warna kulit tersebut menunjukkan bahwa buah tersebut sudah masak. Pada saat itu biji-biji di dalam buah mulai lepas dari dinding buah. Pengolahan biji kakao yang baru dipanen sampai siap untuk dipasarkan terdiri atas fermentasi, pencucian dan penjemuran. Proses fermentasi kakao biasanya dilakukan selama dua sampai tiga hari, selanjutnya dilakukan pencucian untuk menghindari kapang atau jamur. Setelah pencucian, biji kakao dikeringkan

23 20 dengan cara dijemur selama kurang lebih tiga hari, kemudian dilakukan sortasi sebelum dipasarkan ke pabrik pengolahan. Dalam industri pengolahan, biji kakao dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan makanan (cocoa butter, cocoa cake, cocoa paste, cocoa powder), minuman, bahan baku farmasi, dan sebagai bahan campuran kosmetika. Selain itu kulit buah kakao dapat di diolah untuk bahan pakan ternak Hasil Penelitian Terdahulu Kajian Respon Penawaran Penelitan Nurung (1997) tentang respon penawaran kopi di Bengkulu dengan pendekatan tidak langsung yaitu dengan respon luas area dan produktivitas. Dalam persamaan luas area, peubah penjelas yang dimasukkan adalah harga kopi, harga karet, upah rata-rata pekerja perkebunan dan peubah bedakala. Hasilnya menunjukkan bahwa luas area tanaman kopi tidak respon terhadap perubahan harga kopi, harga karet dan upah pekerja perkebunan. Pada persamaan respon produktivitas, peubah yang dimasukkan sebagai peubah penjelas adalah harga kopi, upah rata-rata pekerja perkebunan, tingkat teknologi, luas area dan peubah bedakala. Hasilnya menunjukkan bahwa produktivitas responsif terhadap perubahan teknologi, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga kopi, upah pekerja perkebunan dan peubah bedakala. Secara keseluruhan penawaran kopi di Bengkulu tidak respon terhadap perubahan harga kopi dan upah pekerja baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Elastisitas penawaran terhadap harga kopi dan upah pekerja dalam jangka panjang lebih besar dibandingkan dengan elastisitas jangka pendek, tetapi kedua nilai elastisitas tersebut lebiih kecil dari satu atau tidak elastis.

24 21 Gultom (1997) menelaah respon penawaran kentang di tiga sentra produksi kentang di Indonesia, yaitu Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim). Penawaran tersebut diduga secara tak langsung dengan menduga dahulu respon luas area dan produktivitas. Luas area panen dipengaruhi oleh harga cabai merah, harga pupuk urea, harga TSP, harga pestisida, trend dan peubah beda kala. Sedangkan respon produktivitas dipengaruhi oleh harga kentang, harga kedelai, harga kacang tanah, harga cabai merah, harga urea, harga TSP, harga pestisida, trend teknologi dan peubah beda kala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah respon area yang memberikan pengaruh nyata di Jabar adalah harga kacang tanah dan harga pestisida. Sedangkan di Jateng peubah respon area yang memberikan pengaruh nyata adalah harga kedelai dan trend teknologi, untuk kasus Jatim peubah respon area yang memberikan pengaruh nyata adalah harga cabai. Untuk respon produktivitas, yang memberikan pengaruh nyata di Jabar adalah harga kacang tanah dan harga pestisida, produktivitas tahun lalu dan trend teknologi. Di Jatim tidak satupun peubah penjelas yang memberikan pengaruh nyata terhadap penawaran. Penawaran dalam jangka pendek adalah inelastis di Jateng dan Jatim, sedangkan di Jabar elastis. Elastisitas penawaran dalam jangka panjang adalah elastis di Jateng dan Jatim, sedangkan di Jabar inelastis Kajian Kakao Lolowang (1999) melakukan analisis penawaran dan permintaan kakao Indonesia di pasar domestik dan internasional. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu Analisa data menggunakan pendekatan ekonometrika dengan persamaan simultan.

25 22 Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku luas area tanaman di Indonesia bagian barat dan bagian timur dalam jangka pendek tidak responsif terhadap perubahan harga kakao domestik, harga kopi domestik, upah tenaga kerja dan tingkat bunga bank. Produktivitas kakao di bagian barat dan bagian timur dalam jangka pendek tidak responsif terhadap harga kakao domestik, harga pupuk dan area tanaman. Ekspor kakao Indonesia ke Amerika Serikat, Singapura, Jerman dalam jangka pendek tidak responsif terhadap harga kakao dunia, harga ekspor cocoa butter, produksi kakao Indonesia, nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga. Harga kakao dunia baik dalam jangka pendek dan jangka panjang responsif terhadap penawaran ekspor dunia, sedangkan terhadap permintaan impor dunia tidak responsif dalam jangka pendek tetapi responsif dalam jangka panjang. Harga kakao domestik tidak responsif terhadap harga kakao dunia, penawaran kakao domestik dan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek dan jangka panjang. Wardani, et al.(1997) menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk melihat hubungan antara masukan atau input dengan produktivitas kakao serta pengaruh faktor-faktor endowment (faktor manajemen, lingkungan, intrinsik tanaman) terhadap pergeseran fungsi produksi. Hasil studi ini menunjukan bahwa dari 21 peubah yang dimasukkan, terdapat 5 peubah yang berpengaruh nyata positif, 4 peubah berpengaruh negatif dan sisanya berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas kakao. Peubah yang berpengaruh nyata adalah penggunaan pupuk urea, pupuk kieserite, fungisida tembaga dan tenaga kerja tetap untuk pemupukan, masing-masing dengan nilai koefisien 0,02, 0,02, 0,01, 0,02 dan 0,02. Faktor endowment yang paling

26 23 berpengaruh terhadap pergeseran fungsi produksi adalah penerapan manajemen. Manajemen kebun yang baik dapat menggeser fungsi produksi ke atas hingga 284,79%, dan manajemen yang kurang baik menggeser fungsi produksi ke bawah hingga 44,20% dari fungsi produksi rata-rata. Tulisan lain untuk menduga fungsi produksi, dilakukan oleh Wardani (1997). Wardani menduga fungsi produksi potensial dalam suatu proses produksi dengan metode iterasi. Fungsi produksi yang digunakan adalah model Cobb-Douglas. Lokasi perkebunan yang digunakan sebagai sampel adalah PTPN XII. Peubah yang digunakan adalah produktivitas tanaman, penggunaan pupuk, pestisida, tenaga kerja, populasi tanaman kakao, populasi tanaman penaung, umur tanaman, jenis tanaman, masukan dan harga keluaran. Dari fungsi produksi potensial stokastik yang diperoleh digunakan untuk menduga efisiensi teknis dari lokasi kebun yang diamati. Hasilnya menunjukkan bahwa nisbah rata-rata produksi aktual dengan produksi potensial kebun yang diamati sebesar 59,91%. Kisaran hasil pendugaan efisiensi teknis 38,58%-81%. Hal ini berarti melalui alokasi penggunaan input yang sama masih terdapat kemungkinan dilakukannya usaha peningkatan produktivitas melalui perbaikan teknik budidaya, perbaikan manajerial, perbaikan faktor lingkungan pertanaman dan perbaikan faktor intrinsik tanaman. Noorsapto (1994) mengadakan penelitian tentang keunggulan komparatif dan dampak kebijakan pemerintah pada komoditas kakao di perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis matriks kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM). Hasilnya menunjukkan bahwa semua sistem komoditas kakao adalah menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi

27 24 di mana ketiga bentuk pengusahaan mempunyai keunggulan komparatif dan secara finansial mempunyai keunggulan kompetitif (dalam arti sempit sebagai komoditas ekspor). Hal serupa dilakukan oleh Yudhistira (1997), yang mengadakan penelitian di PBN Rajamandala Jawa Barat dalam kajian keunggulan komparatif komoditas kakao. Baik secara finansial dan ekonomi pengusahaan komoditas kakao menguntungkan atau layak diteruskan. Dari analisis keuntungan privat diperoeh nilai RP. 303,909/kg kakao kering, dan dengan analisis ekonomi diperoleh keuntungan sebesar RP. 498,54/kg kakao kering. Ini berarti baik dalam pasar persaingan sempurna dan pasar terdistorsi atau ada campur tangan pemerintah maka pengusahaan kakao layak untuk dijalankan. Dengan menggunakan kriteria Rasio Biaya Privat (PCR) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC), pengusahaan komoditas kakao memiliki keunggulan komparatif dengan nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu, yaitu berturut-turut 0,76 dan 0, Kajian Respon Penawaran Kakao Suharto (1991) mengadakan penelitian tentang respon penawaran kakao menurut status pengusahaan dan wilayah produksi kakao di Indonesia. Secara spesifik tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh faktor ekonomis, seperti harga kakao, harga kopi sebagai komoditas pesaing dalam penggunaan lahan, dan faktor non ekonomis seperti curah hujan, hama penyakit, dan kebijaksanaan pemerintah terhadap perilaku petani perkebunan besar (PB) dan perkebunan rakyat (PR). Data yang digunakan adalah data sekunder kurun waktu Enam wilayah sentra produksi di Indonesia dijadikan sebagai contoh, yaitu tiga di Indonesia bagian barat dan tiga di Indonesia timur. Pendekatan yang dilakukan dengan respon

28 25 area kakao dan respon penawaran kakao. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku petani PR dalam menentukan area tanaman di wilayah Indonesia bagian barat lebih responsif terhadap faktor ekonomis dibanding dengan perilaku petani PR di Indonesia bagian timur. Perilaku petani PB dalam menentukan area tanam di bagian barat dan bagian timur lebih responsif terhadap faktor non ekonomis. Perilaku petani PR dalam menentukan produksi kakao di bagian barat dan timur dipengaruhi oleh tingkat harga kakao, sedangkan perilaku petani PB dipengaruhi oleh perubahan tingkat harga kakao. Karenanya kebijakan yang tepat di bagian barat adalah kebijakan harga, sedangkan di bagian timur Indonesia adalah pada pembukaan transportasi. Bafadal (2000) Menggunakan fungsi cobb-douglas untuk melakukan analisis produksi dan respon penawaran kakao rakyat di Sulawesi Tenggara. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa input tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi kakao rakyat. Sedangkan input pupuk urea tidak berpengaruh terhadap produksi kakao rakyat. Luas area kakao dipengaruhi oleh harga riil kakao, harga riil cengkeh, harga riil pupuk urea, dan luas area tahun sebelumnya. Luas area lebih respon terhadap dibandingkan dengan produktivitas terhadap peubahan harga riil kakao dalam jangka pendek dan jangka panjang Kerangka Pemikiran Respon Penawaran Respon penawaran komoditas menunjukkan pengaruh harga produksi dengan jumlah yang ditawarkan pada waktu tertentu, sedangkan faktor lain dianggap konstan. Faktor lain yang dimaksud seperti harga komoditi itu

29 26 sendiri, harga faktor produksi yang digunakan, harga produk alternatif, teknologi, subsidi, tujuan perusahaan, dan harapan harga yang akan datang (lipsey, 1995). 1. Harga Komoditas Dalam hipotesa ekonomi, hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah penawarannya adalah positif, artinya ketika harga suatu komoditas meningkat maka permintaan atas komoditas tersebut juga meningkat, demikian pula sebaliknya. Karena dengan adanya peningkatan harga mendorong petani untuk meningkatkan produksinya dan kemudian menjualnya untuk mendapatkan keuntungan lebih. Elastisitas harga penjualan terhadap tingkat penawaran produsen merupakan gambaran dari perubahan tingkat penawaran produsen yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas itu sendiri. Nilai elastisitas adalah positif, ini berarti semakin besar elastisitas harga untuk penawaran maka jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga komoditas tersebut akan semakin besar. 2. Harga Produk Alternatif Komoditas alternatif dapat berupa komoditas subtitusi atau komoditas komplementer. Dalam hubungan komplementer, hubungan antara komoditas memiliki elastisitas penawaran yang positif. Dengan demikian, ketika terjadi peningkatan harga suatu komoditas komplemennya akan menyebabkan turunnya tingkat penawaran komoditas tersebut. Jika terjadi peningkatan harga pada komoditas subtitusinya maka akan menyebabkan meningkatnya tingkat penawaran komoditas tersebut. Hal tersebut disebabkan karena adanya hubungan elastisitas penawaran yang negative antara suau komoditas dengan komoditas subtitusinya.

30 27 3. Harga Faktor Produksi Harga faktor produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam kegiatan produksinya. Jika terjadi kenaikan harga faktor produksi maka biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam kegiatan produksinya meningkat sehingga menurunkan tingkat keuntungan perusahaan. Hal tersebut direspon oleh perusahaan dengan mengurangi jumlah produksinya untuk menghemat biaya produksinya. Oleh sebab itu, meningkatnya harga faktor produksi akan menurunkan jumlah komoditas yang ditawarkan oleh perusahaan. 4. Tujuan Perusahaan Tujuan perusahaan juga mempengaruhi jumlah komoditas yang ditawarkan. Tujuan perusahaan tidak selalu berorientasi hanya pada usaha memaksimumkan keuntungan. Beberapa perusahaan bertujuan untuk memksimalkan volume produksi, sehingga selalu berusaha menghasilkan dan menjual lebih banyak untuk meningkatkan penawarannya. 5. Tingkat Penggunaan Teknologi Penggunaan teknologi dapat meningkatkan efisiensi waktu dan biaya. Dengan penggunaan teknologi perusahaan dapat meminimalkan biaya produksi dan memaksimalkan pendapatan yang kemudian akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan tingkat keuntungan yang meningkat perusahaan akan meresponnya dengan peningkatan volume produksinya, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan teknologi akan meningkatkan penawaran suatu komoditas.

31 28 Pergeseran kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 2.1. terjadi apabila faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran berubah. Kurva penawaran bergeser ke kiri dari S 0 ke S 1 apabila terjadi penurunan penawaran yang diakibatkan oleh perubahan tertentu dalam tujuan yang ingin dicapai produsen atau adanya kenaikan harga faktor-faktor produksi yang penting untuk memproduksi suatu komoditi. Sebaliknya, pergeseran kurva penawaran kearah kanan dari S 0 ke S 2, menunjukan adanya peningkatan penawaran harga faktor-faktor produksi yang penting untuk memproduksi barang tersebut. harga S 1 S 0 S 2 0 Jumlah Sumber : Lipsey, 1995 Gambar 2.1. Kurva Penawaran Peubah Bedakala Pada komoditas pertanian dibutuhkan jangka waktu tertentu dalam rangka penyesuaian produksi sebagai akibat perubahan harga yang disebut time lag, sehingga proses produksinya merupakan fungsi dari waktu disamping pebahpeubah lainnya. Dalam ekonometrika peubah time lag dikenal dengan istilah lagged variabel (Koutsoyiannis, 1977). Intriligator dalam bukunya Econometric Models, Techniques and Applications yang terbit pada tahun 1978 menyatakan bahwa paling sedikit ada

32 29 tiga alasan digunakannya peubah bedakala. Alasan pertama adalah alasan teknis dalam produksi pertanian, dimana ada rentang waktu yang cukup lama antara kegiatan penanaman dan pemanenan hasil. Masalah kelembagaan merupakan alasan kedua, sedangkan yang terakhir menyangkut masalah psikologis, dimana perilaku kadang-kadang mendasari kebiasaan dan harapan di masa mendatang (Bafadal, 2000). Respon penawaran terjadi karena seluruh kegiatan yang ditentukan oleh produsen sangat ditentukan oleh faktor-faktor penentu pada waktu sebelumnya. Misal, pada tanaman kakao, penanaman pada tahun t akan menghasilkan pada waktu t+3 atau t+4. Oleh karena itu, jika lahan kakao dijadikan sebagai peubah bebas dan hasil sebagai peubah tidak bebas, maka pengaruh peubah bebas tidak akan kelihatan pada waktu yang sama, tetapi akan disebarkan pada waktu yang akan datang Respon Luas Area dan Produktivitas Fungsi luas area tanaman kakao dikembangkan dengan asumsi bahwa seorang petani akan menggunakan input yang diinginkan pada keadaan optimal. Misal, diasumsikan petani ingin menggunakan lahan secara optimal pada A* t, dimana luas tanam yang diinginkan tergantung pada nilai-nilai X. A*t = a o + a 1 X t + e t....(2.1) Peubah A* t tidak dapat diamati secara empiris, sehinga tidak dapat langsung diduga. Oleh karenanya perlu penyesuaian antara luas area tanaman aktual dengan yang diinginkan. Suatu model variabel beda kala dikemukakan oleh Nerlove (Koutsoyiannis, 1977) A t A t-1 = δ (A* t A t-1 ) + µ c. (2.2)

33 30 dimana, A t A t-1 = Perubahan luas area tanaman aktual A* t A t-1 = Perubahan luas area tanaman yang diinginkan δ = Koefisien penyesuaian, o δ 1 Agar dapat diduga, persamaan (2.1) disubstitusikan ke persamaan (2.2), sehingga: A t A t-1 = δ [ (a o + a 1 X t +e t ) A t-1 ] + µt A = δ a o + δ a 1 X t +(1- δ) A t-1 + (µt + δ e t )... (2.3) Persamaan respon luas area dirumuskan sebagai berikut : A t = b o + b i X t + b 2 A t-1 + v t...(2.4) dimana, b 1 = δ a i, untuk i= 0,1,2 b 2 = (1- δ) atau δ = (1-b 2 ) v t = (µt + δ e t ) Dengan cara yang sama, maka respon produktivitas dirumuskan sebagai berikut : Yt = d o + d i X t + d 2 Y t-1 + v t....(2.5) Konsep Elastisitas Penawaran Respon penawaran diukur atau dinyatakan dengan elastisitas penawaran, yaitu besarnya perubahan jumlah komoditas yang ditawarkan akibat adanya perubahan harga, sedangkan faktor-faktor lain dianggap konstan. Dari persamaan (2.4) dan (2.5) dapat diperoleh hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas secara kuantitatif yang dinyatakan dalam elastisitas. Elastisitas jangka pendek (ESR) dan jangka panjang (ELR) untuk respon luas area dapat ditentukan dari persamaan berikut :

34 31 Ln A t = Ln b o + b 1 LnP t + b 2 Ln A t-1 + v t....(2.6) E SR = b, E LR = E SR / δ = E SR / (1-b 2 ) dimana, P t = Mewakili peubah bebas ke i δ = i-b 2 = Koefisien penyesuaian A = Luas area Dengan cara yang sama, maka elastisitas jangka pendek (E SR ) dan jangka panjang (E LR ) untuk respon produktivitas dapat ditentukan dari persamaan berikut : Ln Y t = Ln d o + d 1 LnP t + d 2 LnY t-1 + v t... (2.7) E SR = d 1 E LR = E SR / δ = E SR /(1-d 2 ) Elastisitas produksi (elastisitas penawaran) diperoleh dengan pendekatan tidak langsung (indirect approach). Seperti yang dikemukakan oleh Nainggolan dan Ato (1987) bahwa produksi (Q) komoditas merupakan perkalian antara luas area dengan produktivitas. Q = A. Y, atau... (2.8) Ln Q = Ln A + Ln Y.....(2.9) Jika luas area adalah fungsi dari harga, dan produktivitas fungsi dari harga dan luas area, maka elastisitas penawaran, elastisitas luas area dan elastistas produktivitas terhadap harga dapat ditentukan. Dengan melakukan diferensial total terhadap harga (P), maka diperoleh hasil sebagai berikut : δ Ln Q/ δ P=( δ Ln A/ δ P) +( δ Ln Y/ δ P).... (2.10)

35 32 (δ Ln Q/ δ Q). (δ Q/ δ P) = (δ Ln A/ δ A). (δ A/ δ P) + (δ LnY/ δ Y). (δ Y/ δ P) (1/Q) (δ Q/ δ P) = (1/A). (δ A/ δ P) + (1/I). (δ Y/ δ P).(2.11) Dengan mengalikan Persamaan (2.11) dengan P, maka diperoleh : (P/Q). (δ Q/ δ P) = (P/A). (δ A/ δ P) + (P/Y). (δ Y/ δ P) Dengan demikian elastisitas penawaran dirumuskan sebagai berikut : E QP = E AP + E YP (2.13) dimana, E QP = Elastisitas penawaran terhadap harga E YP = Elastisitas produktivitas terhadap harga E AP = Elastisitas luas area terhadap harga Dengan cara yang sama dapat ditentukan respon luas area dan produktivitas terhadap harga input lain, sehingga respon penawaran terhadap harga input lain dalam jangka pendek dan jangka panjang dapat diketahui. Efek kompetitif merupakan konsep yang terkandung pada penawaran. Bila terjadi penurunan harga kakao akan mengakibatkan petani kakao mengganti tanamannya dengan tanaman lain yang menjadi kompetitornya (misal tanaman cengkeh), dan sebaliknya bila terjadi kenaikan harga kakao akan memotivasi petani untuk memperluas area. Elastisitas penawaran adalah suatu besaran atau angka yang menunjukkan persentase perubahan komoditas yang ditawarkan sebagai akibat perubahan harga 1%. Elastisitas silang atas penawaran adalah angka yang menunjukkan persentase perubahan barang yang ditawarkan sebagai akibat perubahan harga komoditas lain 1%.

36 Kerangka Pemikiran Konseptual Penawaran komoditi pertanian dalam negeri pada dasarnya tergantung pada besar kecilnya produksi yang di hasilkan oleh produsen dalam negeri. Secara teknis, produksi merupakan perkalian antara luas area tanam dengan produktivitas. Karenanya respon penawaran suatu komoditas terdiri atas respon luas area tanam dan respon produktivitas. Respon area dan produktivitas dianalisis melalui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sampai saat ini belum ada hasil penelitian kakao yang menggunakan analisis respon penawaran dengan pendekatan respon luas area dan produktivitas. Analisis respon penawaran dikemukakan untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang kebijakan ekstensifikasi atau intensifikasi yang perlu diambil oleh petani maupun pemerintah dalam usaha meningkatkan penawaran kakao baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Respon penawaran dianalisis dengan menggunakan data runtun waktu, dengan prosedur ini memungkinkan menganalisis elastisitas penawaran baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dikemukakannya analisis penawaran kakao terkait dengan usaha pengembangan tanaman kakao, sehingga akan bermanfaat bagi petani dan bagi pemerintah. Ketidakcermatan mengantisipasi respon penawaran kakao di pasar, akan menimbulkan timbulnya kelebihan produksi (surplus produksi) dan adanya penggunaan sumberdaya yang tidak atau kurang tepat. Hal yang paling dikhawatirkan adalah dapat menimbulkan kurangnya motivasi petani untuk meningkatkan produksinya. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran kakao perlu ditelaah dan dikaji lebih jauh.

37 34 HARGA KARET HARGA KOPI UPAH HARGA PUPUK UREA HARGA CPO HARGA KOMODITAS PESAING HARGA INPUT LUAS AREA PRODUKTIVITAS RESPON PENAWARAN LUAS AREA TAHUN SEBELUMNYA PRODUKTIVITAS TAHUN SEBELUMNYA HARGA KOMODITAS (HARGA KAKAO) CURAH HUJAN (FAKTOR CUACA) Gambar 2.2. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Luas area tanam kakao tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap luas area tanam kakao tahun berjalan. Artinya, jika terjadi peningkatan luas area tanam kakao tahun sebelumnya akan menyebabkan peningkatan luas area tanam kakao tahun berjalan, sebaliknya bila terjadi penurunan

38 35 luas area tanam kakao tahun sebelumnya menyebabkan penurunan luas area tanam kakao tahun berjalan. 2. Harga riil kakao tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap luas area tanam kakao tahun berjalan. Berarti kenaikan harga riil kakao tahun sebelumnya akan menyebabkan kenaikan luas area tanam kakao tahun berjalan. Sebaliknya, jika terjadi penurunan harga riil kakao tahun sebelumnya menyebabkan penurunan luas area tanam kakao tahun berjalan. 3. Harga riil komoditas pesaing (kompetitif dalam penggunaan lahan) tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap luas area tanam kakao tahun berjalan. Kenaikan harga riil komoditas pesaing akan menyebabkan penurunan luas area tanam kakao tahun berjalan, begitupun sebaliknya. 4. Curah hujan tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap luas area tanam kakao tahun berjalan. Peningkatan curah hujan tahun sebelumnya akan menyebabkan peningkatan luas area tanam kakao tahun berjalan, begitupun sebaliknya. 5. Produktivitas kakao tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap produktivitas kakao tahun berjalan. Kenaikan produktivitas kakao tahun sebelumnya menyebabkan kenaikan produktivitas kakao tahun berjalan. Begitupun sebaliknya, penurunan produktivitas kakao tahun sebelumnya menyebabkan produktivitas kakao tahun berjalan. 6. Harga riil kakao tahun berjalan berpengaruh positif terhadap produktivitas kakao tahun berjalan. Ini berarti, ketika terjadi kenaikan harga riil kakao tahun berjalan maka produktivitas kakao tahun berjalan juga meningkat,

39 36 begitupun sebaliknya. 7. Harga riil input tahun berjalan berpengaruh negative terhadap produktivitas kakao tahun berjalan. Artinya, peningkatan harga riil input tahun berjalan menyebabkan peningkatan produktivitas kakao tahun berjalan, begitupun sebaliknya. 8. Curah hujan tahun berjalan berpengaruh negatif terhadap produktivitas kakao tahun berjalan. Peningkatan curah hujan pada tahun berjalan menyebabkan penurunan produktivitas kakao tahun berjalan, begitupun sebaliknya. 9. Elastisitas penawaran kakao di Indonesia bersifat inelastis positif terhadap harga output baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

40 37 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang dipergunakan adalah data time series dari tahun 1971 sampai dengan tahun Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO), International Center for Applied Finance and Economics (intercafe), serta sumber dan referensi pustaka yang lain yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Data nominal yang diubah kedalam bentuk riil menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar Rumus yang digunakan untuk menghitung harga rill adalah sebagai berikut : Harga Rill = Harga Nominal IHK 3.2. Metode Analisis Dalam menganalisis respon penawaran kakao dalam penelitian ini, digunakan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 5.1 dengan metode analisis model penyesuaian parsial Nerlove yang sering digunakan untuk studi mengenai respon penawaran berbagai komoditi berupa persamaan tunggal regresi berganda dengan fungsi Double Natural Logaritma atau Logaritma Natural Ganda (Ln) dengan menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Square (OLS). Permasalahan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika. Untuk mempermudah dalam pengolahan data dalam penelitian ini maka, data-data yang

41 38 sudah didapatkan dikelompokkan terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan perhitungan dengan meggunakan program Microsoft Excel 2007 dan kemudian diolah dengan menggunakan software Eviews Model Ekonometrika Respon Luas Area Luas area tanam kakao tahun berjalan dipengaruhi oleh harga riil kakao tahun sebelumnya, harga riil kopi tahun sebelumnya, harga riil sawit (CPO) tahun sebelumnya, harga riil karet tahun sebelumnya, curah hujan tahun sebelumnya, dan luas area tanam kakao tahun sebelumnya. Persamaan luas area berbentuk linier dalam logaritma. Ln A t = Ln a o + a l LnHKA (t-1) + a 2 LnHKO (t-1) + a 3 LnHKR (t-1) + a 4 LnHCP (t-1) + a 5 LnCH (t-1) + a 6 LnA (t-1) + u t.. (3.1) dimana, t = Periode tahun Ln a o A t A (t-1) HKA (t-1) HKO (t-1) HKR (t-1) HCP (t-1) CH (t-1) u l = Intersep = Luas area tanaman kakao tahun berjalan (Ha) = Luas area tanaman kakao tahun sebelumnya (Ha) = Harga riil domestik kakao tahun sebelumnya (Rp/Kg) = Harga riil domestik kopi tahun sebelumnya (Rp/Kg) = Harga riil domestik karet tahun sebelumnya (Rp/Kg) = Harga riil domestik CPO tahun sebelumnya (Rp/Kg) = Curah hujan tahun sebelumnya (mm/tahun) = Peubah pengganggu

42 39 Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah : a 1, a 6 >0; a 2,a 3, a 4, a 5 < Respon Produktivitas Produktivitas kakao merupakan fungsi dari harga riil kakao tahun berjalan, upah riil tenaga kerja tahun berjalan, harga riil pupuk urea tahun berjalan, curah hujan tahun berjalan, dan peubah bedakala produktivitas. Dapat dikatakan, peningkatan harga kakao cenderung meningkatkan sifat inovatif petani, sehingga produktivitas akan meningkat. Oleh karenanya persamaan produktivitas kakao dirumuskan sebagai berikut : LnY t = Lnb o + b l LnHKA t + b 2 LnHPU t + b 3 LnUPH t + b 4 LnCH t + b 5 LnY (t-1) + u (3.2) Dimana, t = Periode tahun Lnbo Y t Y (t-1) = Intersep = produktivitas tanaman kakao (Ha) tahun berjalan = produktivitas tanaman kakao (Ha) tahun sebelumnya HKA t = Harga riil kakao (Rp/Kg) HPU t = Harga riil pupuk urea (Rp/Kg) UPH t = Upah riil (Rp/HOK) CHt u 2 = Curah hujan (mm/tahun) = Peubah pengganggu Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah : b l, b 5 > 0; b 2, b 3, b 4 < 0

43 Respon Penawaran Respon penawaran atau elastisitas produksi diduga dengan pendekatan tidak langsung, yaitu melalui respon luas area dan produktivitas. Produksi adalah perkalian antara luas area dan produktivitas, sehingga persamaan produksi dirumuskan sebagai berikut : Q =A.Y atau LnQ=LnA+LnY Berdasarkan persamaan (2.13), maka diperoleh : E QP = E YP + E AP... (3.3) dimana, E QP = Elastisitas penawaran terhadap harga E AP = Elastisitas luas area terhadap harga E YP = Elastisitas produktivitas terhadap harga Dengan cara yang sama dapat ditentukan respon penawaran terhadap harga pupuk urea dan input lainnya baik dalam jangka pendek dan jangka panjang Evaluasi Model Uji Kriteria ekonomi Uji kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat besaran dan tanda parameter yang diestimasi, apakah sesuai atau tidak dengan teori-teori ekonomi atau kondisi yang sebenarnya Uji Kriteria Statistik Uji kriteria statistik dilakukan sebagai berikut : Uji Koefisien Determinasi (R 2 / R 2 adjusted) Uji Koefisien Determinasi (R 2 / R 2 adjusted) digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas dalam suatu model untuk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H14053975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H

ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE 1971-2006 OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H14050232 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA 9 # ts ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL OIeh SOHAR THOMAS GUBTOM A26.0308 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTAIPIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTAWlAfU

Lebih terperinci

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA 9 # ts ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN INTERNASIONAL OIeh SOHAR THOMAS GUBTOM A26.0308 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTAIPIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTAWlAfU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H14053612 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONES SIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWA ARAN OLEH I MADE SANJAYA H14053726 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PROYEKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lain. Indonesia termasuk salah

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK Judul Nama : Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu 1994-2013 : I Kadek Edi Wirya Berata Nim : 1206105079 ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H14102061 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-2015.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi Volume 17, Nomor 2, Hal. 01-08 Januari Juni 2015 ISSN:0852-8349 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI Ardhiyan Saputra Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor perkebunan. Sebagai suatu

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A !. KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI KAKAO (Kasus di Perkebunan Rajamandala, P1P X1~ Kabupaten 8andung, Jawa Barat) FANNYTA YUDHISTIRA A 29.1599 JURUSAN ILMU-ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Komoditas Kakao di Indonesia Penelusuran tentang sejarah tanaman kakao melalui publikasi yang tersedia menunjukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci