SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL"

Transkripsi

1 SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL Oleh: Indira Saputra F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Indira Saputra F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Indira Saputra F Dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1985 Di Jambi Tanggal lulus: 23 Januari 2008 Menyetujui, Bogor, 2008 Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen

4 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Indira Saputra. Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 23 Juli Pendidikan dasar ditempuh penulis dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Trinitas Cengkareng. Tahun 1997 sampai 2000 penulis melanjutkan sekolah di SMP Strada St. Maria I Tangerang. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMU St. Ursula BSD dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan akademis maupun nonakademis. Penulis pernah mengikuti Seminar dan Pelatihan HACCP 2005, seminar keamanan pangan dan IDF, International Conference of FGW Student for Milk and Milk Products Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis melaksanakan tugas akhir penelitian. Hasil penelitian tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu yang disubstitusi Parsial Dengan Tepung Bekatul di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.

5 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Pengasih, karena atas kasih sayang-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu yang Disubstitusi Parsial dengan Tepung Bekatul. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis dan berisi tentang pembuatan cookies dan donat dengan tepung bekatul sebagai salah satu bahan bakunya serta hasil uji organoleptik, fisik, kimia, dan indeks glikemik. Penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak selama kuliah, pelaksanaan penelitian, sampai dengan penulisan skripsi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Keluarga tersayang; Papa, Mama, Irwan, Suamiku Febrianto Susanto, Putriku Stephanie Phoebe Susanto, sepupuku Inggrid, Diana, Lina, Yenti, dan keluarga besar atas segenap doa, cinta kasih, nasihat dan motivasi yang tiada terbalas. 2. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan selama kuliah sampai dengan penyusunan tugas akhir. 3. Ir. Sri Widowati, MAppSc. dan Dr. Ir. Sukarno, MSc. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk perbaikan skripsi ini. 4. Guru-guruku selama sekolah, dosen-dosen IPB, asisten praktikum, dan guru lainnya yang telah mengajarkan ilmu-nya yang tiada ternilai. 5. Seluruh teknisi lab ITP, Pilot Plants, Fits dan AP4 atas bantuannya selama penelitian. 6. Para pustakawan di Perpustakaan Fateta, PAU dan LSI yang telah membantu dalam pencarian literature untuk penyusunan skripsi ini. 7. Teman-teman ITP 40 khususnya Ratna, Pauline, Paula, Beatrice, Andrea, Natalia, Stephanus, Aji, Janathan, Adie, Acha, Widi, Ade, Agus, Eko, Anas, Andal, Anggita, Agnes, Lala, Lasti, dll, terima kasih atas kebersamaannya di ITP.

6 8. Teman-teman sebimbingan (Evrin, Julia, Endi, Prima, Anis, Andreas, Fafa) atas nasihat dan bantuannya. 9. Sahabat-sahabatku di SLTP Strada St. Maria I & SMU St. Ursula BSD atas dukungan dan pengorbanannya selama ini 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, hanya Tuhan yang akan membalas kebaikan Anda sekalian. Penulis berharap ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dapat diaplikasikan. Semoga apa yang tertulis di dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Terima kasih. Bogor, Januari 2008 Penulis

7 Indira Saputra. F Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu yang Disubstitusi Parsial dengan Tepung Bekatul Di bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir Made Astawan, MS RINGKASAN Dewasa ini, penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes melitus (DM) dan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Salah satu upaya pencegahannya adalah pemilihan makanan yang tepat, diantaranya melalui pendekatan indeks glikemik (IG) pangan. Konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah. Salah satu bahan pangan yang berpotensi sebagai pangan fungsional adalah bekatul (rice polish). Bekatul memiliki kandungan gizi yang baik, kandungan serat yang tinggi, dan merupakan sumber karbohidrat dengan IG rendah. Bekatul memiliki kadar lemak yang cukup tinggi sehingga harus dilakukan proses stabilisasi agar bekatul tidak cepat tengik. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan produk cookies dan donat terigu yang disubstitusi parsial dengan tepung bekatul. Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi formulasi produk cookies dan donat bekatul, uji organoleptik cookies dan donat bekatul serta analisis sifat fisik dan kimia tepung bekatul. Penelitian lanjutan meliputi analisis sifat fisiko-kimia (daya cerna pati dan rasio amilosa-amilopektin) dari cookies dan donat bekatul berdasarkan formula yang didapat dari penelitian pendahuluan serta analisis IG produk yang terpilih. Dari penelitian pendahuluan diketahui densitas kamba tepung bekatul sebesar 0.33g/ml, densitas padat sebesar 0.43g/ml, parameter warna L 51.72, a(+) 4.03, b(+) 6.98, h (hue) 6.98, dan a w Komposisi kimia tepung bekatul meliputi kadar air 7.43% (bb), abu 9.17% (bb), protein 12.66% (bb), lemak 10.83% (bb), dan karbohidrat 59.92% (bb). Formula cookies bekatul yang terpilih dalam uji organoleptik adalah formula dengan 40% tepung bekatul dari total tepung, sedangkan untuk donat bekatul yang terpilih adalah formula dengan 35% tepung bekatul dari total tepung. Produk bekatul memiliki kadar serat pangan yang tinggi sehingga dapat diklaim sebagai pangan fungsional sumber serat pangan. Nilai IG cookies bekatul sebesar 31±5, dan donat bekatul sebesar 39±7, sedangkan untuk cookies dan donat standar masing-masing memiliki IG sebesar 67±7 dan 72±6. Dengan nilai IG tersebut, cookies dan donat bekatul digolongkan sebagai pangan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah (<55). Beban glikemik (BG) dari cookies standar sebesar 23, cookies bekatul sebesar 8, donat standar sebesar 15, donat bekatul sebesar 8. Dengan nilai BG tersebut maka cookies dan donat bekatul digolongkan sebagai pangan dengan beban glikemik rendah (<10). Dengan mengetahui IG dan BG pangan diharapkan penderita DM dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman.

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR LAMPIRAN...vii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Bekatul... 4 B. Cookies C. Donat D. Pangan Fungsional E. Indeks Glikemik F. Pati III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian Lanjutan C. Metode Analisis Analisis Sifat Fisik Uji Organoleptik Analisis Sifat Kimia Analisis Indeks Glikemik D. Rancangan Percobaan... 40

9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Analisis Fisik Tepung Bekatul Analisis Kimia Tepung Bekatul Pembuatan Cookies dan Donat Karakteristik Organoleptik Cookies dan Donat Bekatul. 50 B. Penelitian Lanjutan Karakteristik Fisik Formula Terbaik Karakteristik Kimia Formula Terbaik Indeks Glikemik V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 84

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Produksi Padi di Indonesia Tabel 2. Komposisi Asam Amino pada Dedak dan Bekatul... 8 Tabel 3. Komponen Kimia Dedak Menurut Beberapa Penelitian... 9 Tabel 4. Komposisi Vitamin dan Fraksi-fraksi Giling Padi Pada Kadar Air 14%.. 11 Tabel 5. Kandungan Dietary Fiber Pada Bekatul Tabel 6. Syarat Mutu Cookies Menurut SNI Tabel 7. Formulasi Cookies Bekatul Tabel 8. Formulasi Donat Bekatul Tabel 9. Parameter Warna Berdasarkan Nilai h (hue) Tabel 10. Hasil Analisis Fisik Tepung Bekatul Tabel 11. Hasil Pengukuran Warna Tepung Bekatul Tabel 12. Komposisi Zat Gizi Tepung Bekatul Tabel 13. Formula Cookies dan Donat Pada Uji Organoleptik Tabel 14. Hasil Uji Organoleptik Cookies dan Donat Bekatul Tabel 15. Setting Texture Analyzer Tabel 16. Komposisi Kimia Cookies per 100 g Tabel 17. Komposisi Kimia Donat per 100 g Tabel 18. Informasi Jumlah Serat Pangan per Takaran Saji Tabel 19. IG Tabel 20. Faktor-faktor Pendukung Turunnya IG Tabel 21. Beban Glikemik Produk... 76

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Gabah... 6 Gambar 2. Diagram Alir Penggilingan Gabah...7 Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Cookies Bekatul Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Donat Bekatul Gambar 5. (a) Tepung Bekatul dr. Liem, (b) Tepung Bekatul Gambar 6. (a) Cookies Standar, (b) Cookies Bekatul...53 Gambar 7. (a) Donat Standar, (b) Donat Bekatul...53 Gambar 8. Histogram Rendemen Produk...54 Gambar 9. Histogram Kekerasan Produk...56 Gambar 10. Histogram Kadar Serat Pangan Produk...64 Gambar 11. Histogram Daya Cerna Pati Produk...65 Gambar 12. Struktur Amilosa...67 Gambar 13. Struktur Amilopektin...67 Gambar 14. Histogram Kadar Amilosa Produk...69 Gambar 15. Kurva Respon Kadar Gula Darah Glukosa dan Donat Rata-rata...71 Gambar 16. Kurva Respon Kadar Gula Darah Glukosa dan Cookies Rata-rata...71 Gambar 17. Kurva Perubahan Kadar Glukosa Darah Rata-rata Setelah Konsumsi Cookies Gambar 18. Kurva Perubahan Kadar Glukosa Darah Rata-rata Setelah Konsumsi Donat... 72

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Tepung Bekatul...84 Lampiran 2. Hasil Pengukuran Sifat Amilograf...85 Lampiran 3. Lembar Penilaian Uji Organoleptik...86 Lampiran 4. Hasil Penilaian Organoleptik Cookies Bekatul...87 Lampiran 5. Hasil Penilaian Organoleptik Donat Bekatul Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Cookies Bekatul Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Donat Bekatul Lampiran 8. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Produk Cookies...91 Lampiran 9. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Produk Donat Lampiran 10. Rekapitulasi Indeks Glikemik Produk Cookies Lampiran 11. Rekapitulasi Indeks Glikemik Produk Donat Lampiran 12. Hasil Uji T Kekerasan Cookies Standar dan Cookies Bekatul. 95 Lampiran 13. Hasil Uji T Kekerasan Donat Standar dan Donat Bekatul. 96 Lampiran 14. Hasil Uji T Daya Cerna Pati Cookies Standar dan Cookies Bekatul Lampiran 15. Hasil Uji T Daya Cerna Pati Donat Standar dan Donat Bekatul Lampiran 16. Hasil Uji T Kadar Amilosa Cookies Standar dan Cookies Bekatul.. 99 Lampiran 17. Hasil Uji T Kadar Amilosa Donat Standar dan Donat Bekatul 100 Lampiran 18. Hasil Uji T Indeks Glikemik Cookies Standar dan Cookies Bekatul. 101 Lampiran 19. Hasil Uji T Indeks Glikemik Donat Standar dan Donat Bekatul. 102 Lampiran 20. Foto Beberapa Panelis Uji IG. 103

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit degeneratif telah menjadi perhatian masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, hipertensi, dan diabetes melitus (DM) menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Penyakit-penyakit tersebut sangat terkait dengan pola perilaku, termasuk pola makan yang tidak seimbang dan aktivitas fisik yang rendah. Kegemukan atau obesitas dapat meningkatkan resiko menderita penyakit tersebut dibandingkan orang yang bobot tubuhnya normal. Seiring dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan, dan mahalnya harga obat-obatan, maka tindakan pencegahan terhadap penyakit menjadi sangat penting. Salah satu upaya pencegahannya adalah melalui pemilihan makanan yang tepat. Makanan yang tepat tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh saja, tetapi lebih jauh lagi mempunyai sifat fungsional yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan, yang dikenal dengan sebutan pangan fungsional. Cara memilih pangan yang tepat diantaranya melalui pendekatan indeks glikemik pangan. Konsep indeks glikemik (IG) merupakan pendekatan yang relatif baru untuk memilih pangan yang baik, khususnya pangan berkarbohidrat. Konsep ini berguna untuk membina kesehatan, mencegah obesitas, memilih pangan untuk berolahraga, dan untuk mengurangi resiko penyakit degeneratif. Konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat, dan sebaliknya (Rimbawan dan Siagian, 2004). Dengan mengetahui IG pangan, penderita DM dan obesitas secara mandiri akan dengan mudah dapat memilih makanan yang dapat mengenyangkan, tetapi tidak cepat menaikkan kadar glukosa darah. Memilih makanan dengan IG rendah, secara tidak langsung, berarti mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam. Oleh karena itu, pengaturan diet dan pemilihan makanan dengan konsep

14 IG juga mendukung upaya penganekaragaman makanan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Salah satu bahan pangan yang berpotensi sebagai pangan fungsional adalah bekatul. Sejalan dengan kenaikan produksi beras, maka meningkat pula hasil sampingannya, diantaranya adalah bekatul (± 10% berat gabah kering giling). Bekatul biasanya digunakan sebagai makanan ternak. Padahal untuk konsumsi manusia sebenarnya masih dimungkinkan, karena adanya kandungan zat gizi yang tinggi. Bekatul merupakan sumber serat pangan dan juga mengandung protein, lemak, mineral, dan vitamin (Luh, 1980). Serat pangan dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif antara lain kelebihan kolesterol, penyakit jantung, dan diabetes. Dengan pengolahan yang tepat, bekatul dimungkinkan untuk menjadi bahan pangan yang berguna bagi kesehatan. Pablo et al. (1981), menyatakan bahwa protein konsentrat bekatul cocok untuk jenis makanan padatan. Substitusi 30% berbagai jenis bekatul pada tepung dalam pembuatan makanan panggang hanya berpengaruh sedikit terhadap mutunya. Sebagai bahan pangan bekatul cepat mengalami kerusakan. Kerusakan yang timbul antara lain akibat serangan serangga dan timbulnya bau tengik yang dihasilkan karena aktivitas enzim lipase dan oksidasi asam lemak bebas. Kerusakan ini dapat dicegah dengan usaha stabilisasi bekatul, yaitu usaha untuk mencegah pemecahan lemak dan mengontrol pertumbuhan serangga dan mikroba (Sayre et al., 1982). Pangan kesehatan (health foods) dapat diartikan sebagai suatu jenis pangan yang karena kandungan zat gizinya dapat berfungsi untuk menjaga atau membantu memulihkan kesehatan tubuh manusia. Dalam penelitian ini bekatul digunakan sebagai pensubstitusi tepung terigu pada pembuatan cookies dan donat, dalam rangka memberikan nilai tambah pada bekatul sebagai produk sampingan (limbah) menjadi bahan baku pembuatan pangan kesehatan. Melalui pembuatan cookies dan donat dari campuran tepung terigu dengan tepung bekatul ini, diharapkan dapat mengurangi penggunaan tepung terigu yang sekaligus akan mengurangi impor gandum. Penggunaan bekatul sebagai

15 bahan pensubstitusi terhadap tepung terigu juga berarti sebagai salah satu upaya pemanfaatan limbah hasil pertanian. Dalam penelitian ini bekatul dimanfaatkan untuk menghasilkan pangan kesehatan (health foods) tersebut. Dengan melihat zat yang terkandung di dalam bekatul terutama dietary fiber, bekatul dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pada pembuatan cookies dan donat sehat yaitu memiliki nilai indeks glikemik yang rendah. Penelitian ini difokuskan pada evaluasi mutu gizi dan indeks glikemik cookies dan donat dengan substitusi parsial tepung bekatul. Cookies dan donat yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi pangan fungsional dan alternatif diet bagi penderita diabetes dan obesitas, dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat dan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Adapun pemilihan cookies sebagai bentuk makanan kesehatan adalah karena mempunyai masa simpan yang lama, mudah dibawa (praktis), dan juga umumnya disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Seperti halnya cookies, donat juga merupakan salah satu penganan yang disukai oleh masyarakat luas. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan cookies dan donat terigu yang disubstitusi parsial dengan tepung bekatul yang memiliki mutu gizi dan organoleptik yang baik, serta mengevaluasi sifat fisiko-kimia, daya cerna pati serta rasio amilosa-amilopektin cookies dan donat bekatul. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merancang kedua jenis produk tersebut agar sesuai bagi penderita obesitas dan diabetes melitus. C. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkannya informasi tentang sifat organoleptik, fisik, kimia dan indeks glikemik cookies dan donat tepung terigu yang disubstitusi parsial dengan tepung bekatul.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BEKATUL Padi (Oryza sativa) adalah sumber bekatul yang merupakan salah satu anggota famili Graminae yang sudah dibudidayakan sejak lama, yaitu di India antara SM dan di Indonesia pada tahun 1648 SM. Jenis serealia yang kaya karbohidrat ini paling banyak dikonsumsi manusia dibandingkan serealia lainnya. Serealia berperan penting karena merupakan makanan pokok yang sekaligus sebagai sumber tenaga bagi 2,5 milyar penduduk di dunia. Beras menyediakan sekitar 21% dari total kebutuhan energi penduduk dunia, terutama penduduk Asia (termasuk Indonesia). Di Indonesia, nasi merupakan makanan pokok utama yang menyumbang 60-80% energi dan 40-50% dari kebutuhan protein. Beras merupakan hasil olahan dari tanaman padi, yaitu setelah tangkai dan kulit bijinya dilepaskan dengan cara digiling. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya telah dibuang dengan cara digiling dan disosoh. Sebutir gabah terdiri atas pembungkus pelindung luar, sekam, dan karyopsis atau buah (beras pecah kulit). Beras pecah kulit terdiri atas lapisan luar (perikarp, selimut biji, dan badan bakal biji), dan endosperm. Endosperm terdiri dari kulit ari (aleuron) dan bagian endosperm yang sesungguhnya, yaitu terdiri dari lapisan subaleuron dan endosperm pati. Struktur gabah dapat dilihat pada Gambar 1. Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi dengan kandungan serat yang tinggi yang biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sebagai bahan pangan, bekatul memiliki potensi yang cukup besar yang ditunjang oleh produksi padi yang meningkat dari tahun ke tahun, sehingga akan meningkatkan produksi hasil samping bekatul. Produksi bekatul di Indonesia mencapai 4-6 juta ton per tahun. Produksi padi di Indonesia dari tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Ciptadi dan Nasution (1979), dari hasil pengolahan padi, dedak padi masih terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai mutu berbeda-beda. Jenis

17 yang pertama adalah dedak kasar, dedak ini diperoleh dari hasil penumbukan gabah atau hasil dari penggilingan dengan mesin pemecah kulit yang kemudian dipisahkan dari sekam. Sebagian dedak kasar ini terdiri dari pecahan-pecahan sekam yang agak kasar dan sebagian lagi adalah kulit ari beras yang terluar. Dedak kasar ini mempunyai nilai gizi yang terendah. Jenis yang kedua adalah Dedak halus atau lunteh (Rice bran). Dedak halus atau lunteh terutama terdiri dari kulit ari beras, pecahan lembaga dan masih tercampur sedikit bubuk yang berasal dari sekam. Jenis yang ketiga adalah bekatul (Rice polish). Bekatul merupakan dedak yang paling halus. Komponen utama dari bekatul adalah endosperm. Dedak terdapat dalam butiran padi berupa lapisan yang disebut perikarp yaitu selaput terluar di bawah sekam yang menyelubungi endosperm. Endosperm yaitu bagian butiran beras yang banyak mengandung pati. Sedangkan selaput bagian dalam yang menyelubungi endosperm adalah lapisan aleuron yang dalam penggilingan dihasilkan sebagai bekatul. Diagram alir proses terbentuknya bekatul dapat dilihat pada Gambar 2. Istilah dedak dan bekatul dibedakan oleh FAO. Yang dimaksud dengan dedak adalah hasil sampingan dari proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan sebelah luar dari butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Pada proses penyosohan, bagian perikarp, tegmen, lapisan aleuron dan lembaga dipisahkan dari beras sosoh (giling). Pada penggilingan padi di Indonesia yang menggunakan satu tahap, dedak merupakan hasil penyosohan pertama dan bekatul sebagai hasil penyosohan kedua. Dedak lebih sesuai sebagai bahan baku pakan, sedangkan bekatul baik sebagai bahan pangan. Dalam penggilingan dan penyosohan beras, persentase produk yang dihasilkan adalah beras utuh sekitar 50%, beras pecah 17%, bekatul 10%, tepung 3% dan sekam 20% (Grist, 1965). Rendemen bekatul dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat penyosohan, derajat masak padi atau gabah, kadar air gabah, jenis alat penyosoh dan lubang alat pemisah (Soemardi, 1975). Menurut Somaatmaja (1981) dari gabah kering giling setelah mengalami pengupasan kulit dan penyosohan dihasilkan bekatul 8%. Dari hasil penelitian di Sukamandi dan

18 Bogor, rata-rata lapisan kulit ari dan lembaga yang dapat tersosoh menjadi bekatul adalah 13,51% (Damarjati, 1988). Gambar 1. Struktur gabah berdasarkan diagram potongan longitudinal biji (Grist, 1975) Tabel 1. Produksi Padi di Indonesia Pertumbuhan Tahun Produksi (ton) Produksi (%) , , , , ,47 Sumber: Soemardi (1975) mengatakan bahwa mutu bekatul yang dihasilkan bermacam-macam, umumnya tidak tahan disimpan, cepat berbau dan basah

19 berminyak. Bekatul yang baik kualitasnya rata-rata mengandung 12,4% protein, 13,6% lemak dan 11,6% serat kasar. Gabah Pengupasan kulit/sekam sekam Beras Pecah Kulit Penyosohan dedak Penyosohan Beras sosoh bekatul Gambar 2. Diagram Alir Penggilingan Gabah Menjadi Beras Giling Komposisi kimia bekatul sangat beragam, tergantung pada varietas, proses penggilingan, keadaan lingkungan tempat padi tumbuh, penyebaran kandungan kimia dalam butir padi, ketebalan lapisan luar, ukuran dan bentuk butir, ketahanan butir terhadap kerusakan dan teknik analisa yang digunakan (Houston, 1972). Bekatul padi merupakan bahan pangan yang mengandung nilai gizi yang tinggi, protein, vitamin, lemak, dan karbohidrat yang tinggi. Protein dedak mempunyai nilai gizi yang tinggi yaitu banyak mengandung asam amino esensial. Menurut Ciptadi dan Nasution (1979), nilai gizi protein dedak ternyata tidak berbeda jauh dengan nilai gizi protein kacang kedelai. Seperti diketahui bahwa protein kacang kedelai tidak seperti protein nabati lainnya, protein ini mempunyai nilai gizi mendekati protein daging atau susu. Protein dedak padi mengandung asam amino esensial yang lengkap. Komposisi asam amino esensial bekatul sedikit lebih baik dibandingkan dengan beras giling. Komposisi asam amino bekatul dapat dilihat pada Tabel 2. Bekatul lebih tinggi dalam kandungan lisin. Hal ini terutama karena kandungan albumin dan globulin

20 yang lebih kaya lisin banyak terdapat dalam bagian bekatul. Komposisi kimia bekatul menurut berbagai penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Komposisi Asam Amino pada Dedak dan Bekatul Amino Acid Rice Bran (g/16 g of N) Rice Polish (g/16 g of N) Alanine Arginine Aspartic acid Cystine Glutamic acid Glycine Histidine Isoleucine Leucine Lysine Methionine Phenylalanine Proline Serine Threonine Tryptophan Tyrosine Valine Ammonia Sumber: Juliano (1985)

21 Tabel 3. Komposisi kimia dedak menurut beberapa penelitian Komponen Matz (1970) Houston dan Kohler (1970) Luh (1980) Juliano dan Bechtel (1985) Air % - 14% Protein 14.6% 13.30% % % Lemak 13.4% 15.80% % % Karbohidrat 46.6% 50.80% % Serat Kasar % % % Niacin (mg/100g) Thiamin (mg/100g) Di dalam bekatul, lemak merupakan komponen utama yang kadarnya sedikit lebih tinggi daripada protein. Mutu minyak atau lemak dedak atau bekatul telah dikenal merupakan salah satu minyak makan yang terbaik di antara minyak yang ada. Hal ini disebabkan minyak dedak kaya akan asam-asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, yaitu sekitar 80% (Ciptadi dan Nasution, 1979). Senyawa lainnya yang penting di dalam lemak adalah tokoferol yang dapat berperan sebagai anti-oksidan untuk menghambat ketengikan minyak di samping juga sebagai sumber vitamin D. Tingginya kandungan lemak memudahkan terjadinya ketengikan dalam beberapa jam setelah penggilingan, akibat hidrolisis enzimatis oleh lipase, dan ketengikan oksidatif. Pada bekatul ketengikan terjadi karena lipase menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton, dan aldehid sehingga bekatul menjadi tengik (Juliano, 1985). Enzim lipase terdapat pada lapisan biji dan lapisan

22 melintang pada beras. Selama terlindung oleh sekam aktifitas enzim lipase rendah, tetapi jika enzim lipase tidak diinaktifkan oleh panas segera setelah penggilingan, maka asam lemak bebas akan meningkat sebanyak satu persen setiap jam dalam suhu kamar (Luh, 1980). Ketengikan yang tinggi akan mempengaruhi penerimaan organoleptik bekatul sebagai bahan makanan. Untuk mengatasi hal ini diperlukan usaha pencegahan, yaitu stabilisasi bekatul. Stabilisasi bertujuan untuk mencegah pemecahan lemak dan membantu mengontrol pertumbuhan mikroba dan serangga. Cara praktis yang telah diketahui dan dipergunakan adalah dengan perlakuan panas pada bekatul segar. Suatu cara pengeringan udara panas dapat mencegah aktifitas lipase ketika tingkat kadar air dalam bekatul dikurangi menjadi 3-4%, tetapi jika bekatul tidak disimpan pada wadah kedap udara maka akan mengalami rehidrasi dan lipase aktif kembali (Sayre et al., 1982). Beberapa perlakuan stabilisasi bekatul yang disarankan adalah pemanasan bekatul dengan uap pada suhu 105 C selama 3 jam, yaitu pengurangan kadar air sampai 3 atau 5%, kemudian disimpan di tempat kering (Houston, 1972), dan pemanasan menggunakan otoklaf dengan menyebarkan bekatul setebal 3 cm pada suhu 120 C selama 7.5 menit (Sayre et al., 1982). Komposisi fitokimia bekatul sangat bervariasi, tergantung kepada faktor agronomis, varietas padi dan proses penggilinganya. Fraksi tak tersabunkan dari minyak bekatul terdapat sampai 5% dari berat minyak dengan kandungan utamanya sterol. Komponen penting lainnya yang terdapat pada bekatul adalah tokotrienol dan oryzanol. Oryzanol bersifat secara aktif menurunkan kolesterol (Sharma dan Rukmini, 1986). Tokotrienol sendiri sedang diteliti untuk sifat antikanker yang dimilikinya. Komponen-komponen tersebut merupakan antioksidan potensial yang dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Bekatul juga mengandung vitamin B kompleks dalam konsentrasi tinggi. Vitamin B kompleks sangat penting untuk kesehatan tubuh terutama kesehatan sistem syaraf dan otak. Selain itu bekatul juga mengandung β-karoten yang merupakan prekursor vitamin A. Tabel 4 menunjukkan jumlah dan macam vitamin yang ada pada beras pecah kulit, beras giling maupun bekatul. Demikian juga bekatul banyak mengandung mineral dan yang paling dominan adalah Kalium (K), fosfor (P) dan magnesium (Mg).

23 Tabel 4. Komposisi Vitamin dari Fraksi-Fraksi Giling Padi pada Kadar Air 14% Jenis Vitamin Beras Pecah Kulit Beras Giling (ug/g) Bekatul (ug/g) (ug/g) Retinol Thiamin (B1) Riboflavin (B2) Niasin (Asam Nikotinat) Piridoksin (B6) Asam Pantotenat Biotin Inositol, total Kholin, total Asam p-amino Benzoat Asam Folat Sianokobalamin (B12) a-tokoferol (E) (Sumber: Champagne et al., 1994) Selain mengandung zat-zat yang menguntungkan seperti tersebut di atas, bekatul juga mengandung zat antigizi dan bahan toksik yang dapat menghambat pertumbuhan dan atau menurunkan efisiensi makanan. Faktor-faktor antigizi tersebut adalah fitin, serat pangan (dietary fiber), antitripsin, hemaglutinin atau lektin dan lain-lainnya. Bekatul beras mengandung fitin lebih tinggi daripada bekatul terigu, bekatul jagung dan bekatul kedelai. Fitin yang terdapat pada lapisan aleuron merupakan garam fitin-fosfor sebanyak %, sedangkan fitinnya 1.8% (Juliano, 1985). Selain kandungan fitin-fosfor, bekatul juga mengandung ratio kalsium-fosfor yang terlalu rendah dan Zn-fitat yang terlalu tinggi. Zat penghambat tripsin juga terdapat dalam bekatul. Karakteristik dari antitripsin bekatul adalah berbentuk protein albumin (larut air) dan tidak menghambat khimotripsin, pepsin atau papain. Ratio pengikatan adalah satu molekul antitripsin dapat menghambat dua molekul tripsin.

24 Serat pangan (dietary fiber) adalah serat yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat antara lain selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Serat ini tidak bisa dihancurkan atau dihidrolisa oleh enzim pencernaan di dalam perut manusia. Bahan makanan yang relatif banyak mengandung serat bekatul akan mempercepat transit time yaitu kecepatan residu meninggalkan saluran pencernaan sehingga makanan yang mengandung banyak serat mempunyai transit time yang pendek yaitu jam. Di samping itu serat pangan juga dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Tetapi sebaliknya serat juga dikriteriakan sebagai faktor antigizi karena kemampuannya mengikat mineral-mineral kation (Juliano, 1985). Kandungan serat pangan (dietary fiber) pada bekatul mencapai empat kali kandungan serat kasar (Champagne et al., 1994). Tabel 5 menunjukkan kandungan serat pangan bekatul dari beberapa jenis beras. Tabel 5. Kandungan Dietary Fiber Pada Bekatul Dietary Fiber (%) Rice Material In Vivo In Vitro Crude Fiber Bran Bran Bran Defatted bran (Sumber: Champagne et al., 1994) B. COOKIES Biskuit merupakan produk makanan kering yang mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil, dan umur simpannya relatif lama (Whiteley, 1971). Menurut Departemen Perindustrian (1990) biskuit didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Menurut BSN (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,

25 berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat. Syarat mutu cookies diatur dalam SNI No (Tabel 6). Tabel 6. Syarat Mutu Cookies menurut SNI No No. Kriteria uji Persyaratan 1. Bau dan rasa Normal, tidak tengik 2. Warna Normal 3. Air (%) Maksimum 5 4. Protein (%) Minimum 9 5. Lemak (%) Minimum Karbohidrat(%) Maksimum Abu (%) Maksimum Serat kasar (%) Maksimum Energi (kkal/100g) Minimum Logam berbahaya negatif 1. Bahan Baku Cookies Bahan-bahan pembuat cookies dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut tekstur. Bahan pengikat atau pembentuk adonan yang kompak adalah tepung, susu, putih telur dan air. Sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, kuning telur, shortening dan bahan pengembang (Matz, 1978). a. Tepung Dalam adonan tepung berfungsi membentuk tekstur, mengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata, serta berperan membentuk cita rasa (Matz, 1978). Bermacam-macam tepung dapat digunakan dalam pembuatan cookies ini. Menurut Sunaryo (1985), tepung yang biasanya digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung terigu.

26 Tepung terigu lunak (8-10% protein) sangat tepat untuk menghasilkan kue kering yang bermutu tinggi. Tepung ini relatif lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya serap air yang terlalu tinggi, sehingga dalam pembuatan adonan membutuhkan lebih sedikit cairan (Shafer dan Zabik, 1978). Dalam penggunaannya, tepung terigu dapat dicampur dengan tepung lain. b. Lemak Lemak biasa digunakan untuk memberi efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, serta memberi flavor (Matz, 1978). Lemak nabati (margarin) lebih banyak digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus. Lemak nabati dapat memberikan penampakan yang baik, sedangkan dengan lemak hewani (mentega) volume biskuit rendah dan membentuk butiran yang lebih kasar. c. Telur Telur berperan dalam pemberian bentuk dan tekstur, serta flavor biskuit yang baik (Sultan, 1983). Bila telur yang digunakan lebih banyak maka biskuit yang dihasilkan akan lebih mengembang dan menyebar. Telur dapat melembutkan tekstur biskuit dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur (Matz, 1978). d. Gula Gula digunakan terutama untuk memberi efek rasa manis. Pembubuhan gula juga membuat susunan dan butiran menjadi halus dan lembut, serta membuat kerak biskuit berwarna coklat tua. Fungsi gula yang lain adalah sebagai pengontrol penyebaran (Matz, 1978). Gula yang baik untuk pembuatan biskuit adalah gula halus, karena tidak menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar.

27 Jumlah gula yang ditambahkan harus tepat. Menurut Matz (1978), bila terlalu banyak gula adonan menjadi lengket dan menempel pada cetakan, biskuit menjadi keras dan akan terlalu manis. Penambahan gula yang terlalu banyak mengakibatkan biskuit kurang lezat karena penyebaran gluten tepung. e. Garam Garam digunakan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat biskuit. Sebagian besar formula biskuit menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristalkristal kecil (halus) untuk mempermudah kelarutannya (Matz, 1978). Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan adalah formula yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak. f. Bahan pengembang Baking powder umum dipakai sebagai bahan pengembang dalam pembuatan biskuit. Menurut Matz (1978) baking powder dibuat dari campuran asam (asam tartarat atau garam-garam fosfat) dengan natrium bikarbonat. g. Air Dalam pembuatan biskuit, air berfungsi memungkinkan terjadinya gluten, mengontrol kepadatan adonan, mengontrol suhu adonan, melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung, membasahi dan mengembangkan pati, dan dapat mempertahankan rasa lezat kue lebih lama (Matz, 1978).

28 h. Susu Penggunaan susu bubuk lebih menguntungkan dibandingkan dengan susu cair. Susu ini digunakan untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi dan untuk meningkatkan nilai gizi biskuit (Matz, 1978). 2. Proses pembuatan cookies Menurut Whiteley (1971), ada dua metode dasar pencampuran adonan cookies, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. Pada metode krim semua bahan tidak dicampur secara langsung, melainkan dicampur terlebih dahulu, berturut-turut lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essens, kemudian ditambahkan susu, diikuti penambahan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Sedangkan metode pembuatan cookies dengan metode all-in yaitu semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang. Pemanggangan cookies dapat dilakukan pada suhu 220 C selama menit (Sultan, 1983) atau pada suhu 193 C selama menit (US Wheat Associates, 1983). C. DONAT Bahan baku donat terdiri dari tepung, gula, ragi, margarin, telur, baking powder, dan bahan pelembut. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis, membentuk warna kecoklatan akibat reaksi pencoklatan, membentuk flavor karamel, dan sebagai nutrisi bagi khamir agar dapat bekerja menghasilkan gas selama proses fermentasi. Margarin berfungsi sebagai pelumas bagi partikel-partikel adonan sehingga terdispersi merata, sebagai stabilizer, mencegah pati dan protein tepung lainnya menggumpal, membuat tekstur lebih halus dan lunak, meningkatkan cita rasa, meningkatkan volume donat agar tidak cepat kering (Hartono, 1993). Faktor utama yang mempengaruhi pengembangan adonan donat adalah ragi. Ragi yang digunakan yaitu khamir Saccharomyces cerevisae.

29 Ragi akan bekerja jika kontak dengan tepung dan air. Menurut Khutschevar (1975), suhu fermentasi yang baik adalah C, dengan kelembapan relatif 80-85%. Waktu fermentasi yang baik adalah menit. Waktu fermentasi yang berlebihan menyebabkan adonan menjadi asam. Jika ragi, air, tepung dikombinasikan, enzim diastase di dalam tepung saat proses fermentasi akan memecah pati menjadi maltosa yang diperlukan sebagai sumber makanan ragi (Beranbaum, 2003). Oleh karena itu, semakin rendah kadar pati, maka volume donat juga akan menurun, terutama jika tidak dikombinasikan dengan tepung yang mengandung gluten. Ragi bekerja mengkonsumsi gula dari pati sehingga dihasilkan gas CO 2, dan etil alkohol. Gas CO 2 akan ditahan dalam adonan oleh jaringan yang dibentuk oleh gluten sehingga adonan mengembang. Alkohol yang dihasilkan memberi flavor pada donat. Telur dalam donat berfungsi sebagai koagulator, emulsifier, dan pengembang, pemberi warna, dan cita rasa produk. Telur meningkatkan nilai gizi dan penerimaan konsumen. Telur mempunyai suatu reaksi mengikat bila digunakan dalam jumlah besar sehingga produk yang dihasilkan akan lebih mengembang. Telur akan menangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara menyebar merata pada adonan (Winarno, 1992). Permasalahan utama yang timbul dalam pembuatan donat dari bahan selain terigu adalah lemahnya adonan, dan kurangnya daya penahan gas. Hal ini mempengaruhi mutu fisik produk yang dihasilkan. Selain itu, donat yang terbuat dari bahan selain terigu akan cepat mengalami pengerasan dan penurunan kualitas simpan. Pengerasan dapat terjadi karena tepung non-terigu tidak memiliki ikatan disulfida pada proteinnya. Ikatan disulfida terdapat pada gluten dan memiliki pengaruh dalam menstabilkan protein (Nosoh dan Sekiguchi, 1991). Bahan tambahan yang dapat mengurangi pengerasan pada donat adalah potasium bromat. Garam bromat digunakan dalam pembuatan donat sebagai bahan pelembut (dough improver). Bentuk yang paling banyak digunakan adalah potasium bromat. Penambahan garam bromat pada tepung dapat mencegah

30 pelunakan gluten yang berlebihan selama pembuatan adonan. Bromat dapat meningkatkan konsumsi oksigen tepung pada saat pembuatan adonan. Selain itu, bromat juga membantu mempercepat pematangan adonan dan meningkatkan volume roti dengan tidak menyebabkan penurunan mutu remah, serta dapat memperbaiki teksturnya. D. PANGAN FUNGSIONAL Sampai sekarang belum ada definisi pangan fungsional yang disepakati secara universal. The International Food Information Council (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat gizi dasar (IFIC Foundation,1998). Menurut konsensus pada The First International Conference on East-west Perspective on Functional Foods yang diorganisir dan disponsori oleh International Life Sciences Institute (ILSI) tahun 1996, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya (Clydesdale, 1999). Committee on Opportunities in the Nutrition and Food Sciences, Food and Nutrition Board, Institute of Medicine (1994) menyatakan bahwa yang tergolong pangan fungsional adalah pangan yang konsentrasi satu atau lebih ingridiennya telah dimodifikasi atau dimanipulasi untuk meningkatkan kontribusinya sebagai pangan yang menyehatkan. Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan atau obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat membantu pencegahan suatu penyakit (Badan POM,2001). Pengembangan pangan fungsional ditujukan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis, melindungi tubuh dari penyakit, khususnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, kanker dan diabetes mellitus. Penyakit degeneratif prevalensinya cenderung

31 meningkat dari tahun ke tahun, salah satunya ialah diabetes mellitus (DM) atau biasa disebut diabetes. Analisis data dari Poliklinik Diabetes di seluruh Indonesia memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 1994 sebesar 2,5 juta jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 4 juta jiwa (Tjokroprawiro,2003). Diabetes adalah penyakit kronik yang timbul karena terlalu banyak glukosa yang terkandung dalam darah. Hal ini disebabkan oleh gangguan sekresi insulin sehingga kadar insulin rendah, aktivitas metabolik insulin yang rendah atau keduanya. DM juga merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan suatu manifestasi umum, yaitu hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) (Tjokroprawiro,2003). Hasil studi menunjukkan bahwa asupan karbohidrat dengan IG tinggi menghasilkan insulin resisten yang lebih tinggi dibandingkan dengan asupan dengan IG rendah (Willett et al., 2002). Oleh karena itu, penderita diabetes dianjurkan untuk mengkonfirmasi makanan dengan indeks glikemik rendah sehingga membantu mengontrol kadar gula darah dalam tubuhnya. E. INDEKS GLIKEMIK Para ilmuwan awalnya berpendapat bahwa makanan-makanan yang mengandung karbohidrat kompleks lebih lambat untuk dicerna dan diserap tubuh sehingga memiliki efek glikemik yang rendah. Namun beberapa makanan yang tergolong mengandung karbohidrat kompleks seperti kentang rebus dan roti ternyata memiliki kecepatan untuk dicerna dan diserap hampir sama dengan maltosa. Oleh karena itulah konsep indeks glikemik mulai diperkenalkan untuk melihat gambaran tentang hubungan karbohidrat dalam makanan dengan kadar glukosa darah (Brand-Miller, 2000). Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat, memiliki indeks glikemik tinggi, sebaiknya yang menaikkan gula darah dengan lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik pangan menggunakan indeks glikemik

32 glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100) (Rimbawan dan Siagian, 2004). Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara 50 gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari yang berbeda dan orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama 2 jam. Dalam hal ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell, 1992). Menurut Foster Powell et al. (2002), bahan pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai IG-nya sebagai berikut: bahan pangan dengan nilai IG rendah (<55), bahan pangan dengan nilai IG sedang (55-69) dan bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70). Pengenalan karbohidrat berdasarkan efek terhadap kadar gula darah dan respon insulin (berdasarkan IG-nya) berguna sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Dengan mengetahui IG pangan, penderita DM dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar gula darah secara drastis sehingga kadar gula darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman. Makanan yang memiliki IG rendah membantu orang untuk mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian, 2004). Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan pangan yang lainnya. Bahkan pangan dengan jenis yang sama bila diolah dengan cara yang berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kimia pangan. Varietas tanaman yang berbeda juga menyebabkan perbedaan pada IG. Faktor-faktor yang mempengaruhi IG pangan, yaitu proses pengolahan, perbandingan amilosa dengan amilopektin, kadar gula dan daya osmotik pangan, kadar serat, lemak, protein serta antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004).

33 Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan panjangnya rantai sakarida, melainkan oleh ukuran partikel (Ludwig, 2000). Karbohidrat sederhana tidak semuanya memiliki IG lebih tinggi daripada karbohidrat kompleks. Jenis gula yang terdapat dalam pangan mempengaruhi indeks glikemik pangan tersebut. Fruktosa memilki IG sangat kecil (IG=23), sedangkan sukrosa memilki IG sedang (IG=65). Selain itu, kehadiran gula di dalam pangan juga menghambat gelatinisasi pati dengan cara mengikat air. Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati yang dapat menyebabkan IG pangan tersebut semakin tinggi (Rimbawan dan Siagian, 2004). Jenis serat berpengaruh terhadap indeks glikemik pangan. Dalam bentuk utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Akibatnya, IG cenderung lebih rendah. Serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan dan serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara nyata. Adanya serat dapat memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim, proses pencernaan menjadi lambat, sehingga respon glukosa darah juga rendah. Serat juga dapat mengurangi resiko terkena kanker kolon, diabetes, penyakit jantung, dan penyakit saluran pencernaan selain juga dapat menurunkan IG. Menurut Luh (1991), kandungan serat kasar yang terdapat pada bekatul sebesar %. Struktur amilosa-amilopektin yang berbeda dapat menyebabkan daya cerna yang berbeda. Amilosa mempunyai struktur yang tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya mempunyai struktur yang lebih kristalin. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Meyer, 1973). Amilopektin mempunyai struktur bercabang, ukuran molekul lebih besar

34 dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan lebih mudah dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah. Menurut Ludwig (2000), laju penyerapan karbohidrat dan indeks glikemik akan meningkat setelah mengkonsumsi makanan rendah lemak. Pati yang dicerna dan diserap oleh tubuh akan menyebabkan kenaikan kadar gula darah (plasma glucose). Puncak kenaikan akan terjadi sekitar menit setelah konsumsi, tergantung dari kecepatan pencernaan dan penyerapan karbohidrat dalam tubuh manusia. Kadar glukosa darah akan kembali normal setelah dua sampai tiga jam. Hormon yang diproduksi oleh tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah adalah hormon insulin. Hormon insulin akan diproduksi sebanding dengan jumlah glukosa yang terkandung dalam darah. Hormon insulin dihasilkan di kelenjar Langherns pada pankreas. Hormon insulin bertugas meningkatkan laju transpor glukosa ke dalam sel dan laju pengubahan glukosa menjadi glikogen (Wardlaw, 1999). Kadar glukosa darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara mg/dl. Kadar glukosa darah minimum sebesar mg/dl diperlukan untuk menyediakan energi bagi susunan saraf pusat, yang memerlukan glukosa sebagai sumber energi utama. Otot dan jaringan adiposa juga menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama. Hormon yang berperan dalam meningkatkan kadar glukosa darah adalah hormon adrenalin dan glukagon. Kedua hormon ini dihasilkan di kelenjar adrenal (Wardlaw, 1999). Menurut Jones (2002), pangan yang memiliki IG tinggi menyebabkan pengeluaran insulin dalam jumlah besar sebagai akibat dari kenaikan gula darah yang tinggi dan cepat. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan rasa lapar setelah makan dan penumpukan lemak pada jaringan adiposa dalam tubuh. Konsumsi makanan yang

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL Oleh: Indira Saputra F24103088 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi menjadi beras. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak 60-65%. Sementara bekatul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup menuntut semua serba cepat dan praktis, tidak terkecuali makanan, sehingga permintaan akan sereal sarapan yang praktis dan bergizi semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah aspek informasi. Kemudahan dalam mengakses informasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

MAKANAN UTUH (WHOLE FOODS) UNTUK KONSUMEN CERDAS. Fransiska Rungkat Zakaria, PhD, Prof. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional

MAKANAN UTUH (WHOLE FOODS) UNTUK KONSUMEN CERDAS. Fransiska Rungkat Zakaria, PhD, Prof. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional MAKANAN UTUH (WHOLE FOODS) UNTUK KONSUMEN CERDAS Fransiska Rungkat Zakaria, PhD, Prof Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional Kehidupan global yang moderen saat ini membuat hidup kita dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia. Indonesia masih dihadapkan pada masalah gizi ganda yaitu gizi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh: ANTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survey yang dilakukan Kementerian PPN pada pertengahan tahun 2013, masih ditemukan lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi. Anak kurang gizi dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta

Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di Surakarta Dodik Luthfianto 1, Retno Dwi Noviyanti 2, Indah Kurniawati 3 1,2,3 Prodi S1 Gizi, Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT SKRIPSI

PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT SKRIPSI PEMBUATAN ROTI TAWAR BERSERAT TINGGI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BEKATUL DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT SKRIPSI Oleh : WAHYU SETIOWATI NPM : 0533010015 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Undang-undang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kandungan gizi utama pada ubi jalar adalah karbohidrat sebanyak 75-90% berat kering ubi merupakan gabungan dari pati, gula, dan serat seperti selulosa, hemiselulosa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak dari masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada beras, mereka meyakini bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu dapat diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Ganyong Tahapan pembuatan tepung ganyong meliputi pemilihan bahan, pengupasan bahan, pembersihan dan pencucian ganyong, serta proses pengeringan dengan drum dryer.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami berbagai tanaman komoditas pangan sehingga dapat menghasilkan bermacammacam produk pangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jenang Jenang adalah salah satu makanan tradisional yang sudah banyak di berbagai daerah di Indonesia. Widodo (2014) menyebutkan macam-macam jenang, antara lain jenang procotaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cake adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya kian digemari oleh masyarakat. Cake dapat disajikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roti kini sudah menjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di kalangan remaja dan anak-anak, posisi makanan itu telah mulai menggeser nasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kesumba (Bixa orellana) merupakan salah satu tanaman yang berupa pohon, tanaman tersebut biasa ditanam di pekarangan rumah atau di pinggiran jalan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam PASCA PANEN PADI KOMPOSISI BIJI PADI Sekam Kariopsis padi (beras) dibungkus oleh sekam yang merupakan modifikasi daun (lemmae). Sekam terdiri dari palea (yang kecil) dan lemma (yang besar) Bentuk kariopsis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian. I PENDAHULUAN Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tertentu. Dengan maksud dan tujuan yang sudah jelas selanjutnya dikembangkan kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koya adalah bubuk atau serbuk gurih yang digunakan sebagai taburan pelengkap makanan (Handayani dan Marwanti, 2011). Bubuk koya ini pada umumnya sering ditambahkan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal tersebut yang belum termanfaatkan hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara penghasil pisang terbesar ketujuh di dunia, yang mampu menghasilkan 6,3 juta ton pisang per tahunnya (Furqon, 2013). Pada dasarnya, semua komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KUALITAS NATA DARI BAHAN BEKATUL (NATA DE KATUL) DENGAN STARTER BAKTERI Acetobacter xylinum SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidian Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengonsumsi makanan ringan telah menjadi salah satu kebudayaan dan kebiasaan sehari hari masyarakat karena selain untuk menunda rasa lapar, makanan ringan sendiri juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusianya. Menurut Kusharto dan Muljono (2010) dalam Maulana

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci