STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH. Oleh: ERNA YUNITA SARI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH. Oleh: ERNA YUNITA SARI A"

Transkripsi

1 STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH Oleh: ERNA YUNITA SARI A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN ERNA YUNITA SARI. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. ADI HADIANTO. Periode 1970-an fokus pembangunan ekonomi ditekankan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tidak kurang dari tujuh persen per tahun. Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan dan disparitas yang ada. Kabupaten Blora sebagai daerah otonom berupaya meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi melalui program pembangunan yang berorientasi tidak hanya pada wilayah perkotaan tetapi juga pada wilayah perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Salah satu wilayah yang memiliki jumlah rumahtangga miskin (RTM) cukup besar di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Cepu. Masalah kemiskinan merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Karena itu, sangat dibutuhkan upaya dan strategi penanggulangan kemiskinan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora, (2) mengidentifikasi desa berpenduduk miskin dan tidak miskin di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia, (3) merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu Kabupaten Blora ke depan. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora karena lokasi ini banyak terdapat penduduk miskin perdesaan. Pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama bulan Februari 2008 sampai April Data yang digunakan terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara melalui pengisian kuisioner terhadap responden rumahtangga. Data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Monografi Desa, Puskesmas serta informasi lainnya yang diperoleh dari bukubuku literatur, media cetak, perpustakaan dan internet. Pemilihan sampel untuk keluarga sejahtera dan pra sejahtera di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu menggunakan teknik stratified random sampling. Adapun jumlah responden yang dijadikan sampel berjumlah 100 responden yang tersebar di lima desa di Kecamatan Cepu (Desa Mulyorejo, Mernung, Cabeyan, Kentong dan Kapuan), masing-masing desa dipilih 20 responden yang dipilih secara acak. Dalam penelitian ini, metode dan analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, Gini Ratio, dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Karakteristik sebagian besar responden adalah pendidikan terakhir SMP, memiliki rumah sendiri, dan bekerja sebagai buruh tani. Sebagian besar responden juga memiliki jumlah anggota rumahtangga sebanyak 4 orang, memiliki pendapatan antara Rp hingga Rp dan tidak memiliki pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian. Berdasarkan hasil perhitungan Gini Ratio kelima desa memiliki nilai berkisar 0,2 0,3. Nilai tersebut memiliki arti bahwa distribusi pendapatan

3 rumahtangga cukup merata tetapi kemerataan pendapatan rumahtangga yang terjadi berada pada golongan rumahtangga yang berpendapatan rendah. Berdasarkan penilaian IKM, Desa Mulyorejo, Kentong dan Kapuan merupakan desa yang sebagian besar penduduknya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Desa yang penduduknya masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya atau desa berpenduduk miskin adalah Desa Mernung dan Cabeyan. Belum terpenuhinya kebutuhan dasar sebagian penduduk disebabkan oleh kondisi ekonomi rumahtangga (pendapatan) yang rendah untuk menjangkau sarana pendidikan, kesehatan, air dan pemenuhan gizi untuk balita. Strategi penanggulangan kemiskinan perdesaan di wilayah Kecamatan Cepu dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : (1) pendekatan kewilayahan melalui revitalisasi perdesaan, pengembangan potensi lokal (padi, kedelai dan kacang tanah), partisipasi aktif dari masyarakat dan Pemda, perijinan, fleksibilitas birokrasi dan penataan pajak; (2) pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar melalui pengaturan saluran irigasi, perbaikan sarana pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, perbaikan jalan desa dan peningkatan pendapatan melalui diversifikasi usaha rumahtangga yang didukung dengan kredit lunak, pemberian benih komoditas unggulan dan penyuluhan pertanian. Kata kunci : strategi, kemiskinan perdesaan, pendapatan, kebutuhan dasar, Gini Ratio, IKM

4 STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH Oleh: ERNA YUNITA SARI A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Skripsi Nama NRP : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah : Erna Yunita Sari : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Adi Hadianto, SP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Juni 2008 Erna Yunita Sari A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Erna Yunita Sari, dilahirkan pada 30 Juni 1987 di Blora sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Agus Suyono, SE dan Hj. Eka Angga Sri Sulistiyani, S.Pd. Penulis dibesarkan di Blora, pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Migas Cepu. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 14 Cepu. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 3 Cepu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Semarang pada tahun 2004 melalui program akselerasi. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif di berbagai organisasi, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai Ketua OSIS, Pramuka sebagai Dewan Galang, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) dan Ekstrakulikuler Paduan Suara. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti UKM Agria Swara IPB dari tahun , Agricampus Bicycle Community (Ability) pada tahun 2006/2007 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Semarang (OMDA Semarang) IPB pada tahun 2005/2006 serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi Asisten Dosen Ekonomi Umum dari tahun dan Asisten Dosen Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun 2007.

8 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-nya bagi kemuliaan wajah-nya dan keagungan kekuasaan-nya. Atas anugerah, berkah dan kasih sayang-nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menyusun strategi dalam rangka menanggulangi kemiskinan perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin berterimakasih kepada Bapak Adi Hadianto, SP selaku pembimbing skripsi, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi program penanggulangan kemiskinan dan menyusun kebijakan baru untuk pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah. Bogor, Juni 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak, Ibu, Mbahkung, Mbahyi, Mbak Widya dan Dek Meyga yang selalu mendoakan, menyemangati serta membantu secara moral dan materiil, dari penulis mulai kuliah hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Adi Hadianto, SP selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan kritik yang membangun baik selama proses perkuliahan maupun penyelesaian skripsi. 3. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan A. Faroby Faletehan, SP, ME selaku dosen penguji dari wakil departemen yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan juga atas saran dan perbaikannya dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan kuliah selama ini. 5. Segenap dosen PS EPS yang telah memberikan ilmunya, semoga dapat diamalkan dan bermanfat bagi penulis. 6. Seluruh staf PS EPS yang telah banyak membantu penulis. 7. Seluruh staf BPS Pusat, staf BPS Kabupaten Blora, staf Kecamatan Cepu bagian Pemerintahan dan Linmas, dan staf Balai Desa yang telah membantu penulis dalam pencarian data skripsi. 8. Vidya, Santi, Mutiara, Nia, Ci an, Rahma, Ismail, Rolas, Deli, Ghufron, Arif dan teman seperjuangan EPS 41 yang lain, penulis ucapkan terima kasih. 9. Adik-adikku ESL 42, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk hadir dalam seminar penulis. 10. Mbak Nani, Mbak Asti, Mbak Yus, Chika, Sabti, Rahmi, Lia dan PNS Crew yang telah memberikan kenangan indah dan suasana kekeluargaan selama penulis tinggal di Bogor. 12. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Terima kasih.

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemiskinan Indikator-Indikator Kemiskinan Tinjauan Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Kemiskinan Kurva Lorenz Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Gini Ratio Indeks Kemiskinan Manusia V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Geografis Sosial Budaya Kependudukan dan Ketenagakerjaan Pendidikan Kesehatan Perekonomian... 31

11 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Distribusi Pendapatan Rumahtangga di Kecamatan Cepu Penggolongan Desa Berpenduduk Miskin Berdasarkan Indikator Indeks Kemiskinan Manusia Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Pendekatan Kewilayahan Pendekatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 60

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Cepu Tahun 2006 Berdasarkan Jenis Pekerjaan dalam Jiwa PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dalam Juta Rupiah Distribusi PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dalam Persen Karakteristik Responden Rumahtangga Perdesaan di Kecamatan Cepu Distribusi Pendapatan Rumahtangga Perdesaan Kecamatan Cepu Indeks Kemiskinan Manusia Kelima Desa dan Kecamatan Cepu Berdasarkan Indikatornya Tahun Analisis Permasalahan dari Hasil Gini Ratio dan Indeks Kemiskinan Manusia Wilayah Perdesaan di Kecamatan Cepu... 52

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun Kurva Lorenz Kerangka Pemikiran Operasional Distribusi Pendapatan Desa Mulyorejo Tahun Distribusi Pendapatan Desa Mernung Tahun Distribusi Pendapatan Desa Cabeyan Tahun Distribusi Pendapatan Desa Kentong Tahun Distribusi Pendapatan Desa Kapuan Tahun Indeks Kemiskinan Manusia Desa Mulyorejo Tahun Indeks Kemiskinan Manusia Desa Mernung Tahun Indeks Kemiskinan Manusia Desa Cabeyan Tahun Indeks Kemiskinan Manusia Desa Kentong Tahun Indeks Kemiskinan Manusia Desa Kapuan Tahun

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Pendapatan Rumahtangga Desa Mulyorejo Pendapatan Rumahtangga Desa Mernung Pendapatan Rumahtangga Desa Cabeyan Pendapatan Rumahtangga Desa Kentong Pendapatan Rumahtangga Desa Kapuan Jumlah Penduduk Diperkirakan Hidup Tidak Mencapai Usia 40 Tahun Angka Buta Huruf Penduduk Dewasa Usia di atas 15 Tahun Jumlah Penduduk Tanpa Akses pada Sarana Kesehatan Jumlah Penduduk Tanpa Akses pada Air Bersih Jumlah Balita Bergizi Kurang dan Bergizi Buruk I. PENDAHULUAN

15 1.1. Latar Belakang Sejak periode 1970-an fokus pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi yang telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu tidak kurang dari tujuh persen per tahun hingga krisis ekonomi menerpa pada pertengahan tahun Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan dan disparitas yang ada. Melihat kondisi tersebut, pemerintah melakukan reformasi kebijakan pembangunan, khususnya reformasi di bidang ekonomi yang tertuang dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar. Tentunya mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilainilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Hal tersebut dimaksudkan agar terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja. Strategi pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan telah melahirkan banyak kelemahan, diantaranya adalah terjadinya kesenjangan produktivitas antar sektor ekonomi. Industri yang berkembang hanyalah industri yang berskala besar dan menengah yang berpusat di wilayah perkotaan. Kesenjangan tersebut melahirkan urbanisasi dan perubahan struktur dalam perekonomin masyarakat. Program-program yang dirancang lebih banyak berpihak pada kelompok-kelompok usaha besar serta berbagai fasilitas dan

16 kemudahan hanya diberikan pada sebagian kecil orang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pembangunan yang terpusat di wilayah kota dan hanya sebagian kecil yang menyentuh perdesaan terkesan tidak adanya suatu pemerataan pembangunan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah kota-desa dan terpusatnya sarana dan prasarana ekonomi di kota akibat pola pembangunan yang terpusat ini mendorong timbulnya tuntutan otonomi yang dianggap lebih adil dan sesuai kondisi pembangunan saat ini. Merespon keinginan tersebut, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah yang memiliki prinsip otonomi, daerah diberikan wewenang yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah telah terjadi implikasi terhadap perkembangan daerah, terutama dalam kewenangan luas untuk mengelola potensi sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin sebagai upaya dalam memprioritaskan pembangunan daerah yang berbasiskan pada pengembangan masyarakat. Kabupaten Blora sebagai salah satu daerah otonom terus berupaya meningkatkan kinerja pembangunan ekonominya. Peningkatan kinerja pembangunan ekonomi dilakukan melalui berbagai program pembangunan yang berorientasi tidak hanya pada wilayah perkotaan tetapi juga pada wilayah

17 perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan Persentase (%) Periode (Tahun) Sumber : BPS Kabupaten Blora ( ) Persentase Penduduk Miskin Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun Program pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Blora. Berbagai upaya melalui program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Blora. Hasilnya adalah persentase penduduk miskin cenderung menurun (Gambar 1) tetapi dilihat dari sisi jumlah penduduk miskin masih tetap besar yaitu sekitar jiwa. Kemiskinan dan ketidakmerataan merupakan permasalahan pembangunan serius yang dihadapi oleh Kabupaten Blora karena kemiskinan merupakan faktor penyebab timbulnya kesenjangan antar wilayah. Kabupaten Blora merupakan daerah dengan potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Posisi geografis yang strategis, iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjang tahun, hutan dan kandungan bumi yang

18 sangat kaya, merupakan modal utama untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Saat ini potensi besar tersebut belum dapat secara penuh meningkatkan kemakmuran bagi masyarakatnya. Total penduduk miskin yang masih cukup banyak di Kabupaten Blora, ditunjukkan dengan adanya kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. Kondisi ini terjadi khususnya di wilayah perdesaan yang memiliki keterbatasan infrastruktur, rendahnya sumberdaya manusia dan penduduknya berpendapatan rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya beban sosial ekonomi masyarakat, rendahnya kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia dan rendahnya partisipasi aktif masyarakat. Salah satu wilayah yang memiliki jumlah rumahtangga miskin (RTM) cukup besar di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Cepu. Jumlah RTM di wilayah Kecamatan Cepu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sekitar RTM, tahun 2005 sekitar RTM dan tahun 2006 sekitar RTM. Adanya globalisasi, kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu serta krisis pangan dan energi semakin memberikan tekanan terhadap perekonomian saat ini. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan termasuk meningkatnya angka kemiskinan di berbagai wilayah khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu yang memiliki jumlah RTM cukup besar. Upaya penurunan derajat kemiskinan yang dilakukan selama ini masih sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, politik dan sosial. Programprogram penanggulangan kemiskinan yang dibuat oleh pemerintah daerah

19 setempat sampai saat ini belum mampu menurunkan jumlah penduduk miskin secara nyata. Akibatnya, timbul beberapa kelemahan dari penanggulangan kemiskinan pada masa lalu yang perlu diperbaiki secara mendasar. Hal tersebut menuntut adanya langkah perbaikan yang terpadu karena tantangan ke depan sangatlah berat dan membutuhkan kerja keras dari semua pihak. Masalah kemiskinan merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Upaya dan strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih komprehensif ke depan sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu Perumusan Masalah Kemiskinan bersifat multidimensi dan multisektoral dengan beragam karakteristik sesuai dengan kondisi spesifik wilayah. Hingga saat ini, kemiskinan masih merupakan masalah utama yang dihadapi di Kabupaten Blora, khususnya Kecamatan Cepu yang memiliki jumlah RTM yang cukup besar sehingga harus segera diatasi karena menyangkut harkat dan martabat bangsa. Kemiskinan salah satunya disebabkan oleh adanya ketimpangan pendapatan diantara masyarakat akibat pembangunan yang tidak merata dan lebih berorientasi pada aspek pertumbuhan semata. Kesenjangan pendapatan memunculkan fenomena adanya penduduk kaya dan miskin. Penduduk miskin ini terutama banyak tersebar di wilayah perdesaan, seperti yang terjadi di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora.

20 Upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blora selama ini, belum dilakukan secara terpadu. Hal ini menunjukkan beberapa kelemahan dari penanggulangan kemiskinan pada masa lalu yang perlu dikoreksi secara mendasar. Kelemahan tersebut antara lain masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro, kebijakan yang terpusat, cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi. Bahkan, dalam orientasi tersebut juga menempatkan masyarakat miskin sebagai obyek pembangunan bukan sebagai subyek pembangunan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan pokokpokok permasalahan yang akan dijawab, yaitu : 1. Bagaimana distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu? 2. Daerah perdesaan mana yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora? 3. Bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan di Kecamatan Cepu? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora.

21 2. Mengidentifikasi desa berpenduduk miskin dan tidak miskin di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia. 3. Merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu Kabupaten Blora ke depan Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kebijakan penanggulangan kemiskinan perdesaan di Kabupaten Blora khususnya di Kecamatan Cepu. 2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya terutama mengenai strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini yang dimaksud kelompok Rumah Tangga Miskin adalah rumahtangga yang tergolong dalam rumahtangga pra-sejahtera dan sejahtera I seperti yang telah ditetapkan oleh BPS. Sementara itu, ruang lingkup analisis mencakup distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu. Penelitian ini juga mencakup faktor-faktor yang menentukan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) diantaranya angka harapan hidup, tingkat pendidikan, aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih serta angka balita yang gizi buruk.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kemiskinan Sebelum berbicara mengenai kemiskinan ada baiknya untuk memahami kesejahteraan. Ada banyak definisi dan konsep yang berbeda tentang kesejahteraan atau well being (World Bank, 2002). Kesejahteraan seseorang dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan komoditas secara umum. Seseorang dikatakan mampu (memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik) jika memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menggunakan sumberdaya yang dimiliki (kekayaan) atau dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk memperoleh jenis barang-barang tertentu (misalnya makanan dan perumahan). Seseorang yang kurang mampu untuk andil dalam masyarakat mungkin memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah atau lebih rentan terhadap krisis atau gejolak ekonomi dan cuaca. Jadi, dalam konteks ini kemiskinan dapat berarti juga kurangnya kemampuan untuk andil atau berfungsi dalam masyarakat. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Dimensi kemiskinan mencakup empat hal pokok, diantaranya kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low of capability), kurangnya jaminan (lowlevel of security) dan ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Kemiskinan juga dikaitkan dengan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan politik sehingga menyebabkan kerentanan, keterpurukan dan ketidakberdayaan. Menurut Nurkse (1953), ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan struktural. Kemiskinan alamiah terjadi

23 antara lain akibat sumberdaya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Selanjutnya Nurkse juga mengemukakan bahwa berbagai persoalan kemiskinan penduduk dapat disimak dari berbagai aspek : sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan faktor produksi, upah rendah, daya tawar petani rendah, rendahnya tingkat tabungan dan lemah mengantisipasi peluang-peluang kesempatan berusaha yang ada. Aspek psikologi, kemiskinan terjadi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas dan rasa terisolir. Aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminasi, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Nurkse (1953), kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau

24 sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Sajogyo (1987), mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum. Standar kebutuhan hidup minimum tersebut ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat didasarkan pada kebutuhan beras dan kebutuhan gizi Indikator-Indikator Kemiskinan Kunci perumusan strategi penanggulangan kemiskinan adalah pemahaman yang akurat terhadap konsep kemiskinan dan indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan. Indikator kemiskinan menjadi dasar penentuan kelompok sasaran (targetting), pemantauan kemajuan dan kinerja (performance indikator). Sajogyo (1987) dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras untuk perkotaan dan perdesaan masing-masing ditentukan sebesar 360 kg dan 240 kg per kapita per tahun. Menurut data BPS Maret 2007, garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp per kapita per bulan dan penduduk perdesaan sebesar Rp per kapita per bulan. Sejumlah uang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara dengan 2100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya seperti sandang, kesehatan, pendidikan dan transportasi.

25 Bappenas dalam Strategi Nasional Pengentasan Kemiskinan (SNPK) menerjemahkan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tidak terpenuhi hak-hak dasar diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, akses terhadap sumberdaya sosial dan ekonomi, kegiatan usaha produktif, perumahan, air bersih dan rasa aman. United Nation Development Program (UNDP) dalam mengukur kemiskinan menggunakan Human Poverty Index (HPI) yang lebih dikenal sebagai Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Pengukuran kemiskinan didasarkan pada tiga indikator utama, yaitu : (1) angka daya hidup kurang dari 40 tahun, (2) tingkat pendidikan dasar, diukur berdasarkan persentase penduduk dewasa yang buta huruf dan hilangnya hak pendidikan, (3) kriteria ekonomi Tinjauan Penelitian Terdahulu Strategi utama penanggulangan kemiskinan yang dirancang oleh Papilaya (2006) dalam penelitiannya, yaitu pelembagaan Good Governance, peningkatan kapabilitas, revitalisasi modal sosial, advokasi kebijakan publik, keterjaminan sosial, pemberdayaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat dan redistribusi aset produksi. Menurut penelitian Rahmawati (2006), faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang suatu rumah tangga berada dalam kemiskinan antara lain jumlah anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja, umur, pendidikan, jenis kelamin dan pendapatan. Berdasarkan analisis tersebut, jika kepala rumah

26 tangga berjenis kelamin wanita maka peluang rumah tangga menjadi miskin menjadi lebih berkurang. Alkatiri (2005) dengan penelitiannya yang berjudul demokratisasi pemerintahan dan penanggulangan kemiskinan menyimpulkan bahwa pengelolaan pemerintahan berkorelasi negatif dengan kemiskinan. Apabila tata kelola pemerintah yang diukur dengan keefektifan, tingkat korupsi dan penegakan hukum semakin baik, maka tingkat buta huruf dan tingkat kematian bayi akan semakin rendah. Dalam penelitian Janheri (2005) menghasilkan beberapa informasi penting. Pola PIR Trans di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami kegagalan dalam hal peningkatan pendapatan petani kelapa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani kelapa pola PIR Trans secara eksternal adalah peranan perusahaan inti, kelembagaan, infrastruktur dan teknologi sedangkan faktor internal antara lain terbatasnya jumlah jam kerja usahatani dan teknologi budidaya. Strategi untuk penanggulangan kemiskinan petani kelapa pola PIR Trans di Kecamatan Pulau Burung Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu 1) memberdayakan lembaga perkelapaan yang mampu untuk meningkatkan pendapatan petani, 2) memperkuat KUD yang ada melalui pembenahan kepengurusan, usaha dan modal. Wiraswara (2005) juga meneliti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Hasil penelitian tersebut terdapat variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia. Variabel-variabel itu terdiri dari angka melek huruf, keterjangkauan rumah tangga terhadap listrik dan dummy kabupaten atau kota di Jawa. Ketiga

27 variabel tersebut menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Angka kemiskinan kabupaten atau kota di Jawa lebih tinggi dari kabupaten atau kota di luar Jawa dan persentase penduduk melek huruf kabupaten atau kota di Jawa lebih rendah dari kabupaten atau kota di luar Jawa. Kabupaten atau kota di Jawa lebih unggul dalam persentase rumah tangga yang terjangkau listrik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi dalam kelompok Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) menurut Nur (2004) adalah faktor internal, faktor eksternal, dukungan pemimpin formal, pendidikan formal, pengalaman berusaha dan motivasi anggota kelompok dengan tingkat pemecahan masalah yang dihadapinya. Namun, yang berhubungan nyata dengan pola komunikasi dalam kelompok P2KP adalah dukungan pemimpin formal. Syafwannur (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat tiga program pengentasan kemiskinan di Kecamatan Tempuling diantaranya diversifikasi usahatani, program perlindungan kepemilikan lahan petani perdesaan, dan program diversifikasi usaha rumah tangga tani. Program diversifikasi usahatani merupakan penganekaragaman penanaman tanaman dalam satu lahan. Langkah pelaksanaan dari program perlindungan kepemilikan lahan petani perdesaan adalah tidak diijinkannya pemilik modal besar dan perusahaan atau industri membeli lahan pertanian atau perkebunan milik petani perdesaan. Konsekuensinya pemerintah daerah menyediakan lahan miliknya untuk disewakan kepada industri pengolahan dalam jangka panjang. Program

28 diversifikasi usaha rumah tangga tani bertujuan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga tani. Hasil penelitiaan Intania (2002) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan adalah umur, tingkat pendapatan, jumlah beban keluarga, pendapatan, pengalaman dan pelayanan pengelolaan kegiatan. Pada rentan umur sampai dengan 60 tahun, semakin bertambah umur maka partisipasi masyarakat juga semakin tinggi. Kajian Widiyanti (2001) menunjukkan bahwa telaah terhadap partisipasi, pendapatan dan tingkat kemiskinan peserta program perhutanan sosial dapat disusun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan pesanggem (orang yang menggarap lahan). Adapun faktor-faktor tersebut adalah jenis mata pencaharian pesanggem, luas penguasaan lahan pesanggem, pola usahatani pesanggem dan pendapatan rumah tangga pesanggem. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini akan menganalisis distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan di Kecamatan Cepu, mengidentifikasi desa-desa mana saja yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin berdasarkan indeks kemiskinan manusia. Langkah selanjutnya adalah merumuskan alternatif strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih komprehensif, tentunya dengan melihat berbagai permasalahan yang terjadi pada kondisi kemiskinan di Kecamatan Cepu.

29 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Kemiskinan Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumberdaya manusia, penambahan modal investasi dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai macam dorongan dan dukungan diharapkan produktivitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Menurut Suharto (2003), dalam upaya mengatasi kemiskinan diperlukan sebuah kajian yang lengkap sebagai acuan perancangan kebijakan dan program anti kemiskinan. Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (modernization paradigm) yang dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini bersandar pada teori-teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik (orthodox neoclassical economics) dan model yang berpusat pada produksi (production-centered model). Sejak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikator pembangunan tahun 1950-an, misalnya para ahli ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalah kemiskinan di suatu negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator garis kemiskinan. Suharto (2003) mengemukakan bahwa di bawah kepemimpinan ekonomi asal Pakistan, Mahbub Ul Haq, pada tahun 1990-an UNDP memperkenalkan pendekatan human development yang diformulasikan dalam bentuk Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks). Dibandingkan dengan

30 pendekatan yang dipakai Bank Dunia, pendekatan UNDP relatif lebih komprehensif karena mencakup bukan saja dimensi ekonomi (pendapatan, melainkan pula pendidikan (angka melek huruf), dan kesehatan (angka harapan hidup). Pendekatan kemiskinan versi UNDP berporos pada paradigma pembangunan kerakyatan (popular development paradigm) yang memadukan konsep pemenuhan kebutuhan dasar dari Paul Streeten dan teori kapabilitas yang dikembangkan peraih Nobel Ekonomi 1998, Amartya Sen. Paradigma baru studi kemiskinan sedikitnya mengusulkan empat poin yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kemiskinan sebaiknya dilihat tidak hanya karakteristik penduduk miskin secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan penduduk miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator komposit dengan unit analisis keluarga atau rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (social capability) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan. Keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada beberapa key indicator yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata pencaharian (livelihood capability), memenuhi kebutuhan dasar (basic need fulfillment), mengelola aset (asset management), menjangkau sumber-sumber (acces to resources), berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (acces to social capital), serta kemampuan dalam menghadapi guncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses) (Suharto, 2003).

31 Pembangunan perdesaan menurut rumusan Bank Dunia, merupakan strategi untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi lapisan masyarakat tertentu, masyarakat perdesaan yang miskin dan melibatkan secara luas manfaat dari pola pembangunan untuk kelompok termiskin diantara mereka yang mencari nafkah di perdesaan (Alala, 1992). Khususnya dalam kaitannya dengan pembangunan masyarakat. PBB lebih menekankan pada proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan kultural serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan memberikan kesempatan secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa (Conyers, 1987). Pembangunan perdesaan merupakan suatu strategi yang dirancang guna memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi golongan miskin maka usaha untuk memeratakan pendapatan golongan miskin dituntut adanya perbaikan kelembagaan (Juoro, 1985). Menurut Soekartawi (1990), aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian secara keseluruhan, tetapi juga segi ekonomi perdesaan. Dikatakan, bahkan aspek kelembagaan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur pembangunan di perdesaan dikatakan maju sebagaimana yang dikemukakan Mosher (1974). Selama ini program-program pembangunan perdesaan seperti program IDT (Inpres Desa Tertinggal) dan PPTAD (Program Pengembangan Terpadu Antar Desa) lebih cenderung pada pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan masyarakat umum belum tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan penanganan pembangunan masyarakat desa

32 sesungguhnya mendesak, seperti ketertinggalan desa dari kota, tidak terakomodasinya keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam program-program pemerintah dan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masih rendah (Hernowo, 2003). Dalam hubungannya dengan model pembangunan perdesaan, basis strategi pembangunan perdesaan adalah peningkatan kapasitas dan komitmen masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat desa secara langsung dalam setiap tahap proses pembangunan adalah merupakan ciri utama pembangunan desa yang ideal, yang membedakannya dari pembangunan lainnya (Ndraha, 1987). Terdapat paradigma baru dalam pembangunan perdesaan dimana pertanian diposisikan sebagai sumber pendapatan yang menjanjikan hasil memadai. Pertanian dapat menjadi sumber pendapatan yang memadai apabila setiap program melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang ada di wilayah perdesaan (sekitar 75 persen) dari total penduduk dan tentunya disesuaikan dengan potensi yang dimiliki dalam hal ini potensi sumberdaya manusia dan potensi sumberdaya alamnya. Paradigma pembangunan tersebut akan dapat dicapai apabila potensi sumberdaya manusia di wilayah perdesaan yang sebelumnya menjadi obyek diposisikan menjadi subyek pada setiap kegiatan yang akan dilaksanakan (Saharia, 2003). Pembangunan perdesaan mulai diarahkan secara integral dengan mempertimbangkan kekhasan daerah baik dari sisi kondisi, potensi dan prospek dari masing-masing daerah. Namun di dalam penyusunan kebijakan pembangunan

33 perdesaan secara umum dapat dilihat dalam tiga kelompok (Hernowo, 2003), yaitu : 1. Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan perdesaan yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar, pendidikan, kesehatan, jalan dan lain sebagainya). 2. Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat perdesaan. 3. Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, seperti penjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat Kurva Lorenz Kurva Lorenz digunakan untuk menganalisis statistik pendapatan baik pendapatan perorangan maupun pendapatan rumahtangga. Jumlah penerima pendapatan dinyatakan pada sumbu horizontal, tidak dalam arti absolut melainkan dalam persentase kumulatif. Sumbu vertikal menyatakan bagian dari pendapatan total yang diterima oleh masing-masing persentase kelompok penduduk tersebut. Sumbu tersebut berakhir pada titik 100 persen sehingga kedua sumbu (vertikal dan horizontal ) sama panjangnya. Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benarbenar diterima selama periode tertentu misalnya satu tahun atau satu bulan. Jika

34 menggunakan data desil (populasi terbagi menjadi 10 kelompok), sumbu horizontal dan sumbu vertikal dibagi menjadi 10 bagian yang sama (Gambar 2) Persentase Kumulatif Pendapatan (%) Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%) Sumber : Todaro (2003) Gambar 2. Kurva Lorenz Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan sempurna), maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Semakin parah tingkat ketidakmerataan pendapatan di suatu wilayah, maka bentuk kurva Lorenz akan semakin melengkung mendekati sumbu horizontal bagian bawah. Dalam data distribusi pendapatan di berbagai wilayah terdapat empat kemungkinan bentuk kurva Lorenz yang biasa ditemui. Dalam kriteria Lorenz mengenai distribusi pendapatan, ketika sebuah kurva Lorenz terletak di atas kurva Lorenz yang lain, distribusi pendapatan di wilayah pertama dikatakan lebih merata, sedangkan distribusi pendapatan di wilayah kedua dikatakan lebih tidak

35 merata. Ketika dua kurva Lorenz saling berpotongan, sangat dibutuhkan informasi yang lebih banyak atau asumsi tambahan Kerangka Pemikiran Operasional Paradigma baru pembangunan perdesaan dan pengentasan kemiskinan di perdesaan, bertumpu pada pemberdayaan masyarakat desa. Potensi desa dan potensi masyarakat desa harus diberdayakan. Demikian pula dalam memahami masalah kemiskinan di Kecamatan Cepu. Diperlukan kajian mengenai distribusi pendapatan penduduk rumahtangga di Kecamatan Cepu dan indeks kemiskinan manusia dari masing-masing desa untuk dapat menyusun strategi penanggulangan kemiskinan yang tepat dan terpadu. Penelitian ini melihat dari dua sisi dalam menanggulangi kemiskinan perdesaan. Sisi pertama adalah mencari penyebab kemiskinan di perdesaan. Kemiskinan di perdesaan terkait dengan masalah ketidakmerataan pendapatan rumahtangga. Sisi kedua adalah perlunya menemukan desa mana yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin berdasarkan indeks kemiskinan manusia yang berupa tingkat kehidupan, tingkat pendidikan dan tingkat ketetapan ekonomi. Hasil perhitungan dari indeks kemiskinan manusia diharapkan mampu mengkategorikan desa mana yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin. Melalui identifikasi dan analisis mengenai distribusi pendapatan rumahtangga dan pengkategorian desa, dapat dirumuskan strategi penanggulangan kemiskinan perdesaan yang tepat dan terpadu. Strategi pembangunan yang akan dirumuskan adalah strategi pembangunan perdesaan yang pro bagi pengentasan

36 kemiskinan dan bukan semata-mata lebih mengutamakan orang kota. Tidak hanya hal tersebut di atas, strategi pembangunan yang dirumuskan adalah bukan pembangunan perdesaan yang lebih mengutamakan perbaikan fisik semata dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, pembangunan perdesaan yang mampu memberdayakan potensi desa dan masyarakat desa. Strategi pembangunan tersebut dituangkan dalam rumusan alternatif strategis pembangunan perdesaan dalam mengentaskan kemiskinan. Tujuan utama dari rumusan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berkurangnya kemiskinan di Kecamatan Cepu. Kemiskinan di Perdesaan Kecamatan Cepu Analisis Disparitas Pendapatan Rumahtangga Gini Ratio Kategori Desa Berpenduduk Miskin atau Tidak Miskin Indeks Kemiskinan Manusia Alternatif Strategi Pengentasan Kemiskinan Perdesaan Kecamatan Cepu Rekomendasi Kebijakan Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN

37 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Cepu Kabupaten Blora. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Cepu dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Cepu banyak terdapat penduduk miskin perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Cepu sebesar rumahtangga (BPS, 2006). Pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama bulan Februari 2008 sampai April Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara melalui pengisian kuisioner terhadap responden rumahtangga. Kuisioner disusun untuk mengidentifikasi dan menganalisis distribusi pendapatan. Kuisioner ini disajikan dalam dua format, yaitu : 1. Pertanyaan terbuka (Open Ended Question), merupakan format pertanyaan yang tidak mengiring ke satu jawaban yang sudah ditentukan sehingga responden bebas menjawab sesuai pikirannya. 2. Pertanyaan tertutup (Close Ended Question), yaitu berupa pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban yang menurutnya paling sesuai. Dalam penelitian ini data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Monografi Desa, Puskesmas serta informasi-informasi lainnya yang

38 berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media cetak, perpustakaan dan internet Teknik Pengambilan Sampel Pemilihan sampel untuk keluarga sejahtera dan pra sejahtera di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu menggunakan teknik stratified random sampling artinya responden dipilih berdasarkan pada penggolongan keluarga sejahtera dan pra sejahtera yang diperoleh dari BPS Kabupaten Blora. Adapun jumlah responden yang dijadikan sampel berjumlah 100 responden yang tersebar di lima desa di Kecamatan Cepu (Desa Mulyorejo, Mernung, Cabeyan, Kentong dan Kapuan), masing-masing desa dipilih 20 responden yang dipilih secara acak Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan analisis terhadap data-data yang bersifat kualitatif dan interpretasi terhadap datadata kuantitatif seperti hasil analisis Gini Ratio dan Indeks Kemiskinan Manusia Analisis Gini Ratio Langkah pertama untuk menentukan Gini Ratio digunakan cara dengan membagi penduduk menjadi sepuluh bagian dari kelompok termiskin hingga terkaya. Langkah selanjutnya adalah melaporkan tingkat atau proposisi pendapatan (pengeluaran) yang diterima oleh setiap kelompok.

39 Dalam membentuk Gini Ratio dapat menggambarkan grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) pada sumbu vertikal. Hal tersebut menghasilkan kurva Lorenz. Misalkan titik (x i, y i ) suatu titik yang membentuk kurva Lorenz, maka : Kisaran nilai gini 0 gini 1 n Koefisien Gini = 1 ( )( ) i= 1 x i x y + i 1 i y i 1 Pengertian nilai : 0 berarti pemerataan sempurna 1 berarti ketimpangan sempurna Indeks Kemiskinan Manusia Indeks Kemiskinan Manusia adalah indeks komposit yang mengukur deprivasi (keterbelakangan) dalam tiga dimensi : lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup layak. Indeks tersebut disusun dari tiga indikator : penduduk yang diperkirakan tidak berumur panjang, ketertinggalan dalam pendidikan dan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar (BPS, 2004). Indikator pertama diukur dengan peluang suatu populasi untuk tidak bertahan hidup sampai umur 40 tahun (P 1 ), maka : M P1 = x100 N Indikator kedua diukur dengan angka buta huruf dewasa atau penduduk usia 15 tahun ke atas (P 2 ), maka : I P2 = x100 N

40 Adapun keterbatasan akses pelayanan dasar (P 3 ) terdiri dari : A. Persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke sarana kesehatan (P3A) didefinisikan sebagai persentase rumahtangga yang tinggal di tempat yang jaraknya 5 km atau lebih dari sarana kesehatan. B. Persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih (P3B) didefinisikan sebagai persentase rumahtangga yang tidak menggunakan air PAM, air pompa air sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari septic-tank. C. Persentase anak berumur lima tahun ke bawah (balita) dengan status gizi kurang (P3C) didefinisikan sebagai persentase balita yang tergolong status gizi buruk dan kurang. Nilai komposit dari keterbatasan akses pelayanan dasar dirumuskan sebagai berikut : 1 P3 = ( P3A + P3B P C) Metode penghitungan IKM mengikuti metode yang digunakan dalam Human Development Report Tahun 1997 yang diterbitkan oleh UNDP sebagai berikut : IKM [ P + P + ] 3 1 = 1 2 P3 3 1 Keterangan : M : jumlah penduduk diperkirakan hidup tidak mencapai usia 40 tahun (jiwa) I : jumlah penduduk dewasa usia di atas 15 tahun yang buta huruf (jiwa) N : jumlah penduduk total (jiwa) Wilayah (desa) dikatakan sebagai wilayah (desa) yang berpenduduk miskin jika wilayah (desa) tersebut memiliki IKM lebih tinggi dari IKM wilayah di atasnya (kecamatan).

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH. Oleh: ERNA YUNITA SARI A

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH. Oleh: ERNA YUNITA SARI A STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH Oleh: ERNA YUNITA SARI A14304088 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR Oleh : PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT Oleh: KRUSTIN HALYANI A14301085 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan sebagai suatu masalah sosial ekonomi telah merangsang banyak kegiatan penelitian yang dilakukan berbagai pihak seperti para perencana, ilmuwan, dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Pustaka Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah kopi. Indonesia

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga) Oleh : Cecep Cahliana A14304043 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN KEMISKINAN DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh. Nia Kurniawati Hidayat A

ANALISIS HUBUNGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN KEMISKINAN DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh. Nia Kurniawati Hidayat A ANALISIS HUBUNGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN KEMISKINAN DI PROPINSI JAWA BARAT Oleh Nia Kurniawati Hidayat A14304086 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015. B. Objek dan Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A14304078 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini:

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: BAB V Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan Perndapatan perkapita Minimnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Oleh : Ajeng Nia Indriyani A

Oleh : Ajeng Nia Indriyani A PENGARUH PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) TERHADAP PENDAPATAN USAHA DAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Kelurahan Pasir Mulya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si.

Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si. Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si. World Bank: Penduduk miskin adalah kelompok penduduk yang jumlah pengeluarannya kurang dari 1 dollar per hari. Amartya Sen (pemenang Nobel Ekonomi): Kemiskinan merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Defenisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH. Oleh: Martyanti RB Sianturi A

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH. Oleh: Martyanti RB Sianturi A KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH Oleh: Martyanti RB Sianturi A14304034 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Berbicara masalah pedesaan tidak terlepas dengan masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan terlihat dari rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci