HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI SMP DI KOTA BUKITTINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI SMP DI KOTA BUKITTINGGI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI SMP DI KOTA BUKITTINGGI Ade Saputra Abstract: Junior high school students doing smoking behaviour is caused by many factors. One of many factors was self esteem. The design of this research is quantitative korelasional. Population studies that the male students of SMP Bukittinggi who smoke. Sampling techniques are used in this research is snowball sampling. The number of samples in the study as many as 50 people. Data obtained by the analysis of Product Moment Kendall s tau-b using the assistance software program. The result analysis of Product Moment Kendall's tau-b obtained correlation r = ( p > 0.05 ). In other words, the zero hypothesis was accepted and the working hypothesis was rejected. Based on these findings, it can be concluded that there is no relationship between self-esteem and behavior of smoking on male students of junior high school in the city of Bukittinggi. Keywords : self-esteem, smoking behavior, analysis of Product Moment Kendall s Abstrak: Siswa SMP melakukan prilaku merokok disebabkan oleh beberapa faktor. Salah saru faktornya adalah self esteem. Desain penelitian ini adalah kuantitaif-korelasional. Populasi pada penelitian ini siswa SMP laki-laki di Bukittinggi yang merokok. Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini adalah snowball sampling. Banyaknya sampel yang digunakan pada study ini adalah 50 orang. Data diperoleh dengan analisis produk moment Kendal tau-b dengan menggunakan bantuan program perangkat lunak. Hasil analisis Product Moment Kendall tau-b diperoleh korelasi r = (P > 0.05). dengan kata lain, hipotesis nol diterima dan hipotesis kerja ditolak. Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara harga diri dan perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP di kota Bukittinggi. Kata kunci: self-esteem, prilaku merokok, analisis product momen Kendall 1

2 2 PENDAHULUAN Saat ini banyak manusia yang melakukan kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Hardinge (2001) mengemukakan bahwa salah satu kebiasaan atau pola hidup tidak sehat tersebut adalah merokok. Dalam agama Islam, perilaku merokok dikenal sebagai perbuatan mubazir yang berarti perbuatan yang banyak mendatangkan mudharat atau kerugian. Setiap manusia di seluruh dunia mengetahui bahwa merokok mengganggu kesehatan dan berdampak negatif. Ironisnya, pengetahuan ini tidak membuat manusia meninggalkan perilaku merokok. Selain itu, perilaku merokok sudah menjadi kegiatan yang fenomenal, artinya meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan makin menurun tetapi semakin meningkat (Awi, 2011). Dampak negatif dari perilaku merokok ini bukannya tidak berdasar. Dalam dunia medis ditemukan bahwa rokok mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Pengaruh bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO 2 (karbondioksida) dan tar dapat menyebabkan berbagai penyakit. Bahan kimia ini akan memacu kerja susunan saraf pusat dan susunan saraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Selain itu, bahan kimia tersebut juga menstimuli penyakit kanker dan penyakit lainnya seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung dan paru-paru (Kendal dan Hammen dalam Komasari dan Helmi, 2000). Langkah nyata larangan merokok ini sudah dimulai oleh pemerintah daerah Padang Panjang Sumatera Barat. Pemerintah daerah Serambi Mekah ini mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2009 yang melarang pemasangan iklan rokok sepanjang jalan di kota Padang Panjang. Walikota Padang Panjang yang juga seorang dokter ini menjelaskan bahwa perda tersebut dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya merokok, membudayakan hidup sehat dan menekan angka pertumbuhan perokok pemula ( rokok.com). Saat ini Indonesia menduduki juara ketiga jumlah perokok dunia setelah cina dan India. Indonesia mengalahkan negaranegara maju seperti Amerika dan Jepang dalam kosumsi rokok dunia. Kondisi dalam negeri sendiri, survey yang dilakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2007

3 3 menunjukkan provinsi Sumatera Barat masuk dalam sepuluh besar konsumsi rokok terbanyak dari seluruh provinsi di Indonesia. Jika ditinjau dari jenis kelamin, laki-laki lebih banyak yang merokok daripada perempuan. Seiring berkembangnya zaman dan bertambahnya merek-merek rokok, usia mulai merokok mengalami penurunan. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2007 dan 2010 terjadi penurunan umur mulai merokok pada usia yang lebih muda. Menurut Riskesda 2007, umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,2 %, pada usia tahun sebesar 10,3 %, pada tahun sebesar 33, 1 %, pada usia tahu sebesar 12,1 %, pada usia tahun sebesar 3,4 % dan pada usia > 30 tahun sebesar 4 %. Berdasarkan hasil survey Riskesda 2010, umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,7 %, paa usia tahun sebesar 17,5 %, pada usia tahun sebesar 43,3 %, pada usia tahun sebesar 14,6 %, pada usia tahun sebesar 4,3 % dan pada usia usia > 30 tahun sebesar 3,9 % (Awi, 2011). Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan usia merokok terjadi pada masa remaja yang mengarah pada perokok yang lebih muda. Masa remaja adalah masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Periode remaja merupakan priode yang penting karena pada masa ini terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang pesat (Atkinson dkk, 1993). Masa remaja sering diistilahkan dengan masa strom and stress karena ketidaksesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang yang belum diimbangi perkembangan psikososial. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja sering bertingkah laku yang membuat mereka seperti orang dewasa, seperti merokok, minum minuman keras dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999). Banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Menurut Lewin (2002), perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu, artinya perilaku merokok selain di sebabkan oleh faktor - faktor dalam diri, juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor dalam diri remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja. Pada masa remaja terjadi ketidaksesuaian antara psikis dan sosial. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris. Brigham (1991) menyatakan bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan,

4 4 kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Faktor dari luar individu datang dari teman sebaya. Al Bachri (1991) dalam penelitiannya menemukan bahwa 87% remaja mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok. Sahabat yang merokok tersebut mendorong untuk merokok juga sehingga remaja yang tidak pernah merokokpun akhirnya memperoleh tekanan dari teman sebaya tersebut. Mereka yang tidak merokok akan diberi hukuman psikologis sebagai orang yang tidak jantan. Selain itu juga terdapat ungkapan hanya perempuanlah yang tidak merokok atau dia tidak merokok karena ingin naik haji. Marjohan (2000) menjelaskan bahwa tekanan dalam bentuk ejekan ini membuat keberhargaan tentang diri seorang remaja mulai menurun dan kondisi ini sangat mujarab utuk membuat remaja segera mencoba merokok sampai akhirnya menjadi perokok pemula dan akhirnya menjadi pencandu rokok. Dalam ilmu Psikologi, penggambaran sejauh mana individu menilai dirinya sendiri sebagai orang yang memiliki kemampuan, berartian, berharga dan berkompeten, dinamakan dengan self esteem atau yang lebih sring dikenal dengan harga diri. Harga diri merupakan dimensi evaluasi secara umum terhadap diri sendiri. Biasanya mengacu pada self image dan merefleksikan kepercayaan diri serta kepuasan individu terhadap diri mereka (Santrock, 2004). Coopersmith (dalam Burn, 1998) mengatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan. Stuart dan Sundeen (1984), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Sementara itu, menurut Papalia (2002) harga diri merupakan pendapat atau penilaian seseorang yang membuat dirinya menjadi berharga. Secara singkat, harga diri adalah Personal judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat

5 5 hubungan antara satu faktor dengan faktor lainya. Penelitian korelasional merupakan suatu tipe penelitian yang melihat hubungan antara satu atau beberapa ubahan dengan satu atau beberapa ubahan yang lain (Muri, 2005:84). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu harga diri sebagai variabel independent dan perilaku merokok sebagai variabel dependent. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok namun jumlah populasi siswa laki-laki SMP yang merokok dikota Bukittinggi tidak terdapat datanya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik snomball sampling. Snowball sampling atau bola salju merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel pertama diminta untuk mencari sampel yang lainnya (Martono, 2011 :79). Kota Bukittinggi memiliki delapan SMP negeri dan dua SMP swasta. Jumlah seluruh sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 50 orang. Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Ada dua hal yang dilakukan dalam cara analisis data kuantitatif pada penelitian ini, yaitu 1) Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji linieritas, dan 2) Uji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson. HASIL PENELITIAN 1. Kategori Skala Harga Diri Secara umum skor rerata empiris subjek penelitian lebih besar dari pada rerata hipotetik penelitian. Variabel harga diri ini dapat digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Secara teoritis, skor penilaian skala harga diri bergerak dari 0 sampai 4 dengan respon skala SS, S, N, TS, dan STS, karena jumlah item sebanyak 10 butir, maka skor total bergerak dari 0 (10 0) sampai dengan 40 (10 4), sehingga luas sebarannya, yaitu 40-0 = 40. Dengan demikian setiap satuan deviasi standar bernilai σ = 40/6 = 6,67 (dibulatkan) dan mean hipotetiknya (μ) 10 2 = 20. Kelompok subjek yang dikategorikan tinggi apabila memiliki skor lebih besar atau sama dengan 20+6,67 = 26,67. Skor berada di antara 20-6,67 = 13,33 sampai 20+6,67 = 26,67 termasuk kategori sedang. Sementara skor subjek termasuk kategori rendah, apabila lebih kecil dari 20-6,67 = 13,33. Kategori skor harga diri dapat dilihat pada tabel 13.

6 6 Tabel 13 Kriteria Kategori Skala Harga Diri dan Distribusi Skor Subjek (n= 50) Standar Deviasi Skor Kategorisasi F ( ) Subjek Persentase X < (μ σ) X < 13,33 Rendah 0 0% (μ σ) < X < (μ σ) 13,33 < X < 26,67 Sedang 18 36% (μ σ) < X 26,67 < X Tinggi 32 64% Jumlah % Berdasarkan kategorisasi pada tabel 13 menunjukkan bahwa 64% siswa memiliki harga diri tinggi, 36% siswa memiliki harga diri sedang dan tidak ada siswa yang memiliki harga diri rendah. Jadi, secara keseluruhan siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi memiliki harga diri tinggi. Artinya, secara umum siswa SMP laki-laki kota Bukittinggi merasa puas dengan apa yang dimiliki, senantiasa akan memanfaatkan apa yang dimiliki sesuai kemampuan yang dimiliki, penerimaan dan penghargaan yang positif ini memberikan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi dalam stimulus dari lingkungan sosial. Pendekatan seseorang terhadap orang lain menunjukan harapan yang secara positif dapat diterima individu lain (Neumark- Sztainer, 2008). Tabel 14 Skor Aspek Skala Harga Diri Aspek Kategori Skor Frekuensi Persentase Kompetensi Rendah Sedang Tinggi X < < X < < X % 60% 40% Nilai Rendah Sedang Tinggi X < < X < < X % 36% 64%

7 7 Pada variabel harga diri, subjek dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek harga diri dan masing-masing aspek dibagi dalam pengkategorian rendah, sedang dan tinggi seperti yang terlihat pada tabel 14 berikut ini. Berdasarkan tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa pada aspek kompetensi, terdapat 20 (40%) siswa memiliki harga diri tinggi, 30 (60%) siswa memiliki harga diri sedang dan tidak ada siswa yang memiliki harga diri rendah. Artinya, secara umum subjek lebih mudah menyelesaikan tugastugasnya dengan baik dan benar. Namun, pada aspek nilai, terdapat 32 (64%) siswa memiliki harga diri tinggi, 18 (36%) siswa memiliki harga diri sedang dan tidak ada siswa yang memiliki harga diri rendah. Artinya secara umum subjek subjek mematuhi prinsip-prinsip etis, moral, dan agama yang telah diterimanya dan diinternalisasi. Memiliki sikap diri yang positif terhadap keberhasilan untuk memenuhi tujuan dari prinsip-prinsip tersebut (Rosenberg, 1978). 2. Kategori Perilaku Merokok Berdasarkan teori Aritonang, pengelompokan perilaku merokok dapat dapat dilihat berdasarkan intensitas (jumlah) rokok yang dihisap perhari. Menurut teori tersebut, perilaku merokok digolongkan kategori rendah apabila merokok antara 1-4 batang per hari, kategori sedang apabila merokok 5-14 batang per hari dan kategori berat merokok lebih dari 15 batang perhari. Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 15 Kategori Perilaku Merokok Berdasarkan Intensitas (n=50) Skor Kategorisasi Subjek F ( ) Persentase X < 4 Rendah 10 20% 5 < X < 14 Sedang 33 66% X > 15 Berat 7 14% Jumlah %

8 8 Berdasarkan tabel di atas, 10 orang atau 20% siswa dikategorikan intensitas merokoknya rendah, 33 orang atau 66% siswa dikategorikan sedang dan 7 orang atau 14% siswa dikategorikan berat. Secara umum, intensitas merokok siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi termasuk kategori sedang. 3. Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Merokok Berdasarkan hasil analisis korelasi harga diri dengan intensitas perilaku merokok, maka didapatkan koefisien korelasi r = -0.13, dengan p = (p > 0.05) menandakan Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat hubungan antara X dan Y. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan antara harga diri dengan intensitas perilaku merokok. Hal ini berarti semakin tinggi harga diri siswa tidak diikuti dengan rendahnya intensitas perilaku merokok dan sebaliknya semakin rendah harga diri siswa tidak diikuti dengan tingginya intensitas perilaku merokok yang dilakukan oleh siswa Laki-laki SMP di kota Bukittinggi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hipoteris nol (Ho) diterima dan hipotesis kerja (Ha) ditolak. PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari penelitian ini akan dibahasa berdasarkan pada teori-teori yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan. 1. Kategori Harga Diri Hasil pengkategorisasian skor harga diri, diperoleh hasil bahwa secara umum siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini berarti yang berarti bahwa siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok cukup mampu untuk menerima diri pribadinya dan memiliki self attitude positive, mereka merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang penting dan berharga, serta memiliki pemahaman yang baik tentang dirinya, merasa dirinya sama baiknya dengan orang-orang seusianya dan merasa mampu untuk mempengaruhi orang lain karena pendapat dan pemikirannya dihargai orang lain (Coopersmith, 1967). Menurut Clemes dan Bean (dalam Helmi dan Komala Sari, 2004), orang yang memiliki harga diri yang tinggi bangga dengan hasil kerjanya, menanggapi tantangan baru dengan antusiasme dan merasa sanggup mempengaruhi orang lain.

9 9 Jika ditinjau dari per aspek pada harga diri, aspek nilai lebih tinggi daripada aspek kompetensi. Ini berarti bahwa, siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi cenderung melihat diri mereka berharga. Artinya, pada umumnya siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi merasa yakin pada dirinya itu berharga dibandingkan dengan orang lain dan mampu untuk berinteraksi dengan orang lain (Cast&Burke, 2002). Siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok memiliki personal judgment yang cenderung baik, mereka melihat bahwa kesulitan-kesulitan yang mereka alami secara personal tidak selalu mengartikan ketidakmampuan mereka melainkan menjadi jembatan untuk mereka bisa mengharapkan masukan dan saran dari lingkungan sehingga menjadikan mereka sebagai diri yang lebih baik (Cast&Burke, 2002). Sebagian besar Siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok mampu untuk mencapai target keberhasilan yang mereka inginkan, keberhasilan tersebut dapat mereka capai karena kemampuan untuk cukup bisa mengendalikan dan mempengaruhi diri sendiri maupun orang lain, selain itu dalam mewujudkan semua hal atau prestasi yang ingin dicapai, mereka selalu mendapatkan dukungan dan perhatian dari keluarga, teman dan significant person nya, serta kemampuan untuk cukup mematuhi segala aturan, etika dan norma yang berlaku di masyarakat menambah keyakinan mereka untuk bisa mencapai semua target keberhasilan yang ingin mereka raih. 2. Kategori Perilaku Merokok Hasil pengkategorisasian intensitas rokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi dapat diketahui sebanyak 20% atau 10 siswa termasuk ke dalam kategori intensitas rendah yakni 1-4 batang per hari, 66% atau 33 siswa termasuk ke dalam kategori intensitas sedang yakni 5-14 batang per hari dan 14% atau 7 siswa termasuk ke dalam kategori intensitas tinggi yakni lebih dari 15 batang per hari. Data tersebut menunjukkan bahwa secara umum siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang merokok memiliki intensitas perilaku merokok sedang dengan rata-rata subjek merokok 9 batang per hari. Hasil penelitian di atas sungguh ironis. Pada usia mereka saat ini, rata-rata mereka sudah merokok 9 batang perhari. Bisa dibayangkan, hampir setiap aktivitas mereka ditemani oleh rokok. Hal ini berlangsung sekitar 5 tahun yang lalu atau dengan kata lain ketika mereka masih duduk

10 10 di banku SD. Keterangan di atas memperkuat survey Riskesda pada tahun 2010 bahwa terjadinya penurunan usia mulai merokok. Menurut analisis peneliti, angka ini akan terus mengalami penurunan dengan berjalannya waktu jika tidak ditanggapi dengan serius karena saat ini saja untuk mendapatkan rokok bagi pelajar SMP mudah sekali. Pada masa remaja individu harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang di luar keluarga sehingga remaja akan beralih dari keluarga ke pengelompokkan sosial remaja, dimana salah satu bentuknya adalah teman dekat. Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat atau sahabat karib. Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain meskipun kadang-kadang juga bertengkar (Hurlock, 2000:215). Hal ini diperkirakan menyebabakan intensitas merokok subjek menjadi sedang bahkan hampir mengarah pada tinggi. Hal di atas diperkuat dengan hasil penelitian bahwa pada umumnya subjek merokok di tempat mereka sering berkumpul seperti warnet dan warung. Tempat-tempat inilah mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, terlebih lagi pada tahapan usia mereka ini, mereka cenderung berkelompok seperi yang dijelaskan di atas. Ditinjau dari fungsi merokok, terdapat dua fungsi perilaku merokok yaitu meningkatkan perasaan positif dan menghindari perasaan negatif. Berdasarkan hasil analisis data, pada umumnya siswa merokok untuk menghindari perasaan negatif. Aitem pada fungsi menghindari perasaan negatif yang mendapatkan skor tertinggi terdapat pada aitem saya merokok untuk menghilangkan rasa kesepian pada diri saya. Kemudian diikuti oleh aitem saya merokok untuk menghilangkan rasa bosan. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi merokok untuk menghilangkan rasa kesepiannya. Subjek cenderung merasa sendiri dan sehingga sering merasa bosan. Selain fungsi merokok di atas, juga ditemukan fungsi merokok untuk menghilangkan beban pikiran dan membuat pikiran menjadi tenang. Secara tidak langsung, rokok membuat pikiran subjek menjadi tenang. Hal ini dikarenakan zat yang terkandung dalam rokok tersebut yang disebut nikotin. Nikotin yang terdapat pada rokok merupakan racun saraf yang poten. Pada konsentrasi rendah bersifat stimulan yaitu meningkatkan aktivitas, kewaspadaan, dan memori sehingga dapat menyebabkan ketergantungan (adiksi). Sedangkan pada

11 11 konsentrasi tinggi dapat berfungsi sebagai depresan dan jika dosis sangat besar dapat menyebabkan mual (Sarker, 2007). Selain itu, pengaruh nikotin terhadap susunan saraf pusat atau perilaku antara alin mengurangi ketegangan mental pada waktu stres, meningkatkan daya ingat jangka pendek, dan meningkatkan perhatian. Nikotin meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, aliran darah koroner, isi sekuncup jantung, curah jantung, walaupun sifatnya hanya sesaat. Nikotin dalam jangka panjang mengurangi aliran darah koroner, menurunkan suhu kulit, menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas, laktat, dan gliserol. Nikotin juga meningkatkan aktivitas trombosit, meningkatkan produksi sputum (dahak), menyebakan batuk, napas berbunyi, dan tangan gemetar (Juwana, 2004). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok subjek juga disebabkan oleh pengaruh nikotin yang menyebabkan subjek menjadi adiksi atau ketergantungan terhadap rokok. Faktor ini diperkirakan menjadi penyebab utama perilaku merokok subjek cenderung sedang dan mengarah pada tinggi. 3. Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Laki- Laki SMP di Kota Bukittinggi Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara harga diri dengan intensitas rokok yang dihisap siswa laki-slaki SMP kota Bukittinggi. Artinya, semakin tinggi harga diri siswa tidak diikuti dengan rendahnya intensitas rokok yang dihisap siswa dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri siswa tidak diikuti pula dengan semakin tingginya intensitas rokok yang dihisap siswa oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang diduga menyebabkan tidak terdapatnya hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok karena pada umumnya perilaku merokok subjek lebih banyak dipengaruhi oleh nikotin yang terkandung dalam rokok yang sering dikonsumsi oleh subjek karena intensitas rokok yang hisap oleh subjek sudah termasuk kategori sedang sehingga mempengaruhi sistim saraf subjek yang pada akhirnya membuat subjek menjadi adiksi atau ketergantungan sehingga rokok sudah menjadi kebutuhan dan dianggap sebagai teman dalam aktivitas sehari-hari.

12 12 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis mengenai hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Harga diri pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari 64% atau 32 siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi memiliki tingkat harga diri yang tinggi, 36% atau 18 orang siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi memiliki tingkat harga diri sedang dan tidak terdapat atau 0% siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi yang memiliki harga diri rendah. Artinya, secara umum siswa laki-laki SMP yang merokok merasa dirinya adalah seseorang yang penting dan berharga serta memiliki pemahaman yang baik tentang dirinya. 2. Perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi berada pada kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari 20% atau 10 siswa memiliki skor perilaku merokok rendah dengan intensitas merokok 1-4 batang sehari, 66% atau 33 siswa memiliki skor perilaku merokok sedang dengan intensitas merokok 5-14 batang sehari dan 14% atau 7 siswa memiliki skor perilaku merokok berat dengan intensitas merokok di atas 15 batang sehari dengan rata-rata siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi merokok 9 batang perhari dan rata-rata merokok sudah 5 tahun. 3. Harga diri dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki SMP kota Bukittinggi tidak memiliki hubungan negatif. Hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi r sebesar (dengan p > 0.05) yang menandakan hipotesis nol diterima dan hipotesis kerja ditolak. Saran Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Siswa Siswa laki-laki SMP yang seudah merokok diharapkan untuk mengurangi dan menghentikan perilaku merokok dengan cara melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat seperti melakukan olahraga, keseniandan aktivitas bermanfaat lainnya sehingga waktu dan tenaga dapat dialihkan pada hal-hal yang lebih produktif.

13 13 2. Bagi Sekolah Diharapkan agar pimpinan sekolah membimbing siswa untuk mengurangi perilaku merokok siswa dengan cara melibatkan siswa pada kegiatan positif seperti, olah raga, pramuka, PMR, debat antar siswa, lomba kreatifitas siswa dan kegiatan positif lainnya. 3. Orang Tua Tingkat perilaku merokok yang sedang ini merupakan hal yang sangat serius sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian lebih pada anaknya yang merokok agar anak yang merokok tersebut memiliki teman dan tidak merasa kesepian lagi. DAFTAR RUJUKAN Ali, Muhammad & Asrori, Muhammad Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi Aksara. Amstrong, M Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Gramedia Al Bachri Ada Apa dengan Rokok. indonesia.com. Diakses Tanggal 04 maret Al-Qur an dan Terjemahan Bandung: Sygma Examedia Aritonang Fenomena Wanita Merokok. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Azwar, Syaifuddin Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Awi, W.M Data dan Situasi Rokok (Ciggaret) Indonesia Terbaru. -rokok-cigarette-indonesiaterbaru&catid=40:data&itemid=54. Diakses tanggal 31 Maret Brigham, C.J Social Psychology. Boston : Harper Collins Publisher inc Burn., R, B Konsep Diri: Pengukuran dan Perkembangan Prilaku. Jakarta: Archan. Cast Alicia D & Burke Peter J A Theory of Self Esteem. Social Forces. 8D(3): Dumluck, Supattra Prevalence of Smoking and factors Influenced to Smoking Behavior Among Secondary School and Vacotional School Student in Phuket Province. Thesis. Chulalongkorn University. Helmi, Avia dan Komalasari Faktorfaktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Hurlock. E. B Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga Kemala, D Hubungan antara Lingkungan Keluarga, Lingkungan Teman Sebaya dan Kepuasan Psikologis dengan Perilaku Merokok Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta :Fakultas Psikologi UII Krasnegor, Norman A The Behavioral Aspects of Smoking. Jurnal. Washington D.C : National Institute on Drug Abuse

14 14 Levy, M.R Life and Health. New York : Random House Marjohan, Merokok Sudah Jadi Gaya Hidup di Sekolah. Artikel. m. Diakses tanggal 02 Mei Martono, Nanang Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi Dan Analisis Data Sekunder Edisi Revisi. Jakarta : Rajawali Pers Mu tadin, Z Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja. Papalia, Diane. Dkk Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta : Kencana. Rika, Mayasari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan Lingkungannya dengan Status Penyakit Penedental Remaja di Kota Medan. Tesis. Medan : Sumatera Utara Riset kesehatan dasar Prevalensi perokok umur >15 tahun berdasarkan provinsi di Indonesia, Tahun 2007 dan Diakses tanggal 31 Maret Santrock, John W Remaja Edisi II Jilid 2. Jakarta : Erlangga Sarafino, F.P Health Psychology (2- nd Edition). New York : John Willey and Sons Sarker, S.D., and Nahar, L.,2007. Chemistry for Pharmacy Students General, Organic and Natural Product Chemistry. John Wiley & Sons Ltd, England Sitepoe, Mangku Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Smet, B Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Stuart, Sudeen Applied Social Psychology. New Jersey : Prenticel Hall Widhiarso W, (2012). Penerapan Model MIMIC untuk Menguji Konsistensi Hasil Pengukuran melalui Skala, Journal of Education and Learning. Vol.6 Yusuf, A. Muri Metodologi Penelitian. Padang : UNP Press

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam

Lebih terperinci

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung The Relation Of Socially With Friends Againts Act Of Smoking Elementary School Students In District Panjang Bandar Lampung Firdaus, E.D., Larasati, TA., Zuraida, R., Sukohar, A. Medical Faculty of Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, dan rasa percaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein & BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok merupakan salah satu kebiasaan negatif manusia yang sudah lama dilakukan. Kebiasaan ini sering kali sulit dihentikan karena adanya efek ketergantungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Fifi Dwijayanti *), Muh Fauzi *), Gesti Megalaksari *), Alfi Faridatus *), Yunisa Ratna R. *), Bagoes Widjanarko **) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat Indonesia. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 3 No.2, September 2013 Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Fifi Dwijayanti *), Muh. Fauzi *), Evika Prilian *), Bagoes Widjanarko **) *) Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai akibat dari perkembangan dunia pada masa ini, masalah yang dihadapi masyarakat semakin beragam. Diantaranya adalah masalah lingkungan sosial dan tuntutan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah perokok di dunia mencapai 1,3 milyar orang pada tahun 2008, bila jumlah penduduk dunia pada tahun yang sama mencapai 6,7 milyar jiwa, maka berarti prevalensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Defenisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi, Sampel, Teknik

BAB III METODE PENELITIAN. Defenisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi, Sampel, Teknik BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: (A) Identifikasi Variabel Penelitian, (B) Defenisi Operasional Variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (006. 1) bahwa penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. Bila telah mengalami ketergantungan akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK DENGAN TINDAKAN MEROKOK REMAJA DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK DENGAN TINDAKAN MEROKOK REMAJA DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK DENGAN TINDAKAN MEROKOK REMAJA DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO Marsel V. Anto 1, Jootje.M.L. Umboh 2, Woodford Baren S. Joseph 3, Budi Ratag

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) (Amalia, 2000) 75%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari beberapa sudut pandang perilaku merokok sangatlah negatif karena perilaku tersebut merugikan, baik untuk diri individu itu sendiri maupun bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kuantitatif, karena menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitan 1. Identifikasi variabel penelitian Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah : a. Variabel terikat (X) : Frekuensi Merokok b. Variabel bebas (Y)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang terbuat dari tembakau yang berbahaya untuk kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal (bakteri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana*

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana* HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK Abstrak Tyas Martika Anggriana* Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang, berupa membakar rokok dan menghisapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di

I. PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di kantor, dipasar, bahkan di rumah tangga sendiri. Aktivitas merokok di kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu penyumbang kematian terbesar di dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 juta kematian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana

Lebih terperinci

Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur

Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur Dewi Susanti 1,2, Deni K Sunjaya 1,3, Insi Farisa Desy Arya 1,3 1 Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perilaku merokok bagi sebagian besar masyarakat di indonesia masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari kehidupan sosial dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di Indonesia khususnya dikalangan pelajar. Walaupun sudah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di Indonesia khususnya dikalangan pelajar. Walaupun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya dikalangan pelajar. Walaupun sudah dituliskan di surat-surat kabar, majalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok telah menjadi budaya di berbagai bangsa di

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok telah menjadi budaya di berbagai bangsa di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebiasaan merokok telah menjadi budaya di berbagai bangsa di seluruh dunia. Sebanyak 47% perokok didunia adalah pria, sedangkan 12% adalah wanita dengan berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal yang ditandai dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. World Health Organization

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono disebut sebagai metode positivistik

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAH LAKU SOSIAL REMAJA DI NAGARI SUNGAI JANIAH KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAH LAKU SOSIAL REMAJA DI NAGARI SUNGAI JANIAH KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK. HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAH LAKU SOSIAL REMAJA DI NAGARI SUNGAI JANIAH KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK Oleh: Idrawati* Fitria Kasih** Yusnetti** *Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap sebagai perilaku yang wajar dan menjadi bagian dari kehidupan sosial dan gaya hidup tanpa memahami risiko

Lebih terperinci

Jurnal SPIRITS, Vol.6, No.1, November ISSN:

Jurnal SPIRITS, Vol.6, No.1, November ISSN: MOTIVASI MEMBELI PRODUK PEMUTIH WAJAH PADA REMAJA PEREMPUAN Maria Sriyani Langoday Flora Grace Putrianti, S.Psi., M.Si Abstract The purpose of this study is to determine the relationship of self-concept

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER Tesi Hermaleni, Mudjiran, Afif Zamzami Universitas Negeri Padang e-mail: Tesi.hermaleni@gmail.com Abstract: The difference

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian agar peneliti memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian agar peneliti memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian merupakan strategi yang mengatur latar (setting) penelitian agar peneliti memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Southeast Asia Tobacco Control Alliance, dan Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Southeast Asia Tobacco Control Alliance, dan Komisi Nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan yang setiap hari dapat kita jumpai di berbagai tempat, baik itu di tempat umum, perkantoran, pasar, bahkan lingkungan sekolah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, dalam segi fisik, kognitif, sosial ataupun emosional. Masa remaja dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Teori Usia Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok: 1. Pengaruh orang tua 2. Pengaruh teman 3. Pengaruh faktor kepribadian 4 Pengaruh iklan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM. 10060168 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi, karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan bekerja dengan

Lebih terperinci

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui oleh individu dan terjadinya tidak dapat dihindari sepenuhnya. Pada umumnya, individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 miliar yang terdiri dari 47% pria, 12% wanita dan 41% anak-anak (Wahyono, 2010). Pada tahun 2030, jumlah

Lebih terperinci

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung 1) Febby Zoya Larisa, 2) Suhana 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identivikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini rancangan penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Persiapan Penelitian Peneliti mempersiapkan penelitian dengan mencari alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur penyesuaian diri dan self-esteem serta mencari subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rokok dan perokok bukan suatu hal yang baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Di Indonesia, rokok sudah menjadi barang yang tidak asing dan sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Responden Responden terdiri dari 200 orang dan merupakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran rentang usia responden

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya kepemimpinan partisipatif dan Work

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang apabila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki. anak muda, remaja yang melakukan kebiasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki. anak muda, remaja yang melakukan kebiasaan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu fenomena gaya hidup pada orang masa kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki jawaban sendiri. Ada yang merasa

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI SMA NEGERI 1 MARAWOLA

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI SMA NEGERI 1 MARAWOLA 1 PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI SMA NEGERI 1 MARAWOLA BABUL HASANAH A 351 09 037 JURNAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN PENELITIAN. Tabel 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian. Identitas Subjek Frekuensi Presentase.

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN PENELITIAN. Tabel 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian. Identitas Subjek Frekuensi Presentase. 42 BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Pada sub-bab ini dibahas mengenai gambaran subjek penelitian meliputi jumlah dan presentase berdasarkan jenis kelamin, usia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan besar, baik perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di GAMBARAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PROFILTEKANAN DARAH PADA MAHASISWA PEROKOK LAKI-LAKI USIA 18-22 TAHUN (Studi Kasus di Fakultas Teknik Jurusan Geologi Universitas Diponegoro Semarang) * ), Ari Udiyono**

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang suatu penelitian dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU 1 Siti Nazhifah 1, Jimmi Copriady, Herdini fhazhivnue@gmail.com 081372751632 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda sekitar dua abad yang lalu dan penggunaannya pertama kali oleh masyarakat Indonesia dimulai ketika

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA SKRIPSI IMAM DAMARA

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA SKRIPSI IMAM DAMARA HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: IMAM DAMARA 091301032 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan

Lebih terperinci

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL Erick Wibowo Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII 1 HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII Ari Widayat (ariwidayat.716@gmail.com) 1 Giyono 2 Rani Rahmayanthi 3 ABSTRACT The purpose of this study was to

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Rokok oleh sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu adanya hubungan yang baik antar sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia yang berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan manusia yang telah sejak dulu adalah merokok.merokok merupakan masalah yang utama bagi kesehatan masyarakat di dunia.karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA BUKITTINGGI

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA BUKITTINGGI HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA BUKITTINGGI Novia Gusliza Jurusan/Program Studi Administrasi Pendidikan FIP UNP Abstract This research

Lebih terperinci