BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 71 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Lokasi Location Quotient (LQ) Salah satu upaya menuju efisiensi ekonomi pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000 dalam Hendayana, 2003). Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat Superioritas tersebut harus dapat diukur secara kuantitatif dalam kaitannya dengan komoditas lain dalam wilayah yang lebih luas. Diperlukan cara atau metode dalam menentukan apakah suatu komoditas tersebut mempengaruhi perekonomian wilayah setempat. Salah satu teori yang banyak dipakai dalam menentukan sektor basis dalam wilayah adalah Location Quotient (LQ). Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) yang menggunakan data luas areal komoditas kelapa pada 6 kecamatan di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, diketahui bahwa kelapa merupakan komoditas yang memiliki pengaruh besar dalam perekonomian wilayah. Hal ini terlihat bahwa dari 6 kecamatan terdapat 43 dari 85 (51 persen) desa Pesisir yang memiliki nilai LQ > 1, sedangkan sisanya (49) memiliki nilai LQ<1. Adapun uraian hasil analisis sebagai berikut: pada Kecamatan Bengkunat terdapat 10 desa (50 persen) yang memiliki nilai LQ>1, Kecamatan Pesisir Selatan terdapat 3 desa (30 persen)

2 72 dengan nilai LQ>1, selanjutnya Kecamatan Pesisir Tengah desa dengan nilai LQ.1 berjumlah 9 desa (45 persen), Kecamatan Karya Penggawa 6 desa (60 persen) yang memiliki nilai LQ>1, Kecamatan Pesisir Utara terdapat 11 desa ( (68 persen) yang memiliki LQ>1 dan 4 desa (36 persen) pada Kecamatan Lemong yang memiliki nilai LQ kelapa>1. Sebagai daerah dengan mata pencaharian pokok penduduk bertumpu pada sektor pertanian, peranan komoditas perkebunan lainnya seperti Kopi, Cengkeh, Lada dan Kelapa Sawit di wilayah pesisir cukup dominan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ>1 pada beberapa desa. Di Kecamatan Bengkunat, terdapat 8 desa yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kopi, 6 desa untuk komoditas Cengkeh, 5 desa untuk komoditas Lada dan 7 desa memiliki nilai LQ> 1 untuk komoditas Kelapa Sawit. Keberadaan komoditas Kopi, Lada, dan Cengkeh merupakan bentuk pola budidaya masyarakat pesisir yang menggunakan sistem budidaya kebun campuran dengan tanaman Damar atau dikenal dengan istilah Repong Damar. Tanaman tersebut merupakan bagian dari usaha budidaya Damar yang tumbuh dengan baik pada pola kebun campuran Kopi, Lada, Cengkeh dan tanaman buah-buahan lainnya. Sedangkan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat merupakan perkebunan perusahaan swasta PT. Karya Canggih Mandirutama (PT. KCMU), yang mengusahakan perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Kecamatan Pesisir Selatan nilai LQ>1 tanaman kelapa hanya terdapat pada 3 desa, sedangkan tanaman Kopi terdapat 7 desa yang memiliki nilai LQ>1, 3 desa untuk tanaman Cengkeh, dan 5 desa untuk komoditas Lada serta 2 desa untuk Kelapa Sawit. Seperti halnya Kecamatan Bengkunat, di kecamatan ini pola pengusahaan tanaman perkebunan dengan sistem Repong Damar. Peranan sektor perkebunan tidak begitu besar di Kecamatan Pesisir Tengah, hal ini terbukti dengan nilai LQ>1 hanya terdapat pada beberapa desa yaitu kelapa 8 desa, Kopi terdapat pada 4 desa, Cengkeh 5 desa, dan 3 desa untuk tanaman Lada. Sedangkan tanaman Kelapa Sawit belum ada di Kecamatan ini. Rendahnya peranan sektor perkebunan karena Kecamatan Pesisir Tengah merupakan wilayah yang relatif lebih maju dari kecamatan lain dalam wilayah

3 73 pesisir Kabupaten Lampung Barat. Hal ini disebabkan aktifitas ekonomi lebih bertumpu pada sektor perdagangan komoditas pertanian, kehutanan, dan jasa. Sebagai kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit, Karya Penggawa, merupakan wilayah penyangga dan pemasok hasil perkebunan untuk wilayah Pesisir Tengah. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa desa-desa yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kelapa terdapat pada 6 desa, Kopi terdapat 1 desa, Cengkeh 1 desa dan 3 desa untuk komoditas Lada, sedangkan Kelapa Sawit tidak terdapat di wilayah ini. Rendahnya peranan sektor perkebunan terutama komoditas Kopi, dan Cengkeh karena sebagian wilayah ini berada pada daerah hutan Taman Nasional dan pantai. Kecamatan Pesisir Utara merupakan daerah perbukitan, dimana usaha budidaya pertanian berada di sekitar hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Budidaya pertanian di kecamatan ini merupakan campuran antara tanaman perkebunan dan kehutanan yaitu Damar. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa kontribusi beberapa komoditi antara lain: Kelapa dengan nilai LQ>1 terdapat pada 12 desa, kopi dengan 3 desa, Cengkeh terdapat pada 12 desa, dan Lada terdapat pada 8 desa. Peranan sektor perkebunan sangat besar karena terdapat satu pulau yaitu Pulau Pisang dimana mata pencaharian penduduk sangat tergantung pada komoditas Kelapa dan Cengkeh serta perikanan tangkap. Sedangkan wilayah pegunungan Kecamatan Pesisir Utara didominasi oleh perkebunan campuran Cengkeh, Kopi dan Damar. Kecamatan Lemong merupakan wilayah yang berada di sisi paling Utara Pesisir Kabupaten Lampung Barat dan berbatasan langsung dengan Propinsi Bengkulu. Wilayah pantai dengan bagian daratan berupa punggung Bukit Barisan Selatan, maka mata pencaharian masyarakat bergantung pada sektor perkebunan. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat 4 desa dengan nilai LQ>1, 4 desa untuk komoditas kopi, 5 desa untuk komoditas Cengkeh, dan 5 desa untuk komoditas Lada. Sedangkan Kelapa Sawit belum diusahakan di wilayah ini. Pada kecamatan Lemong dan Pesisir Utara produksi hasil perkebunan sulit terdata secara detil karena banyak lahan yang merupakan kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

4 74 Secara lengkap hasil analisis LQ komoditas kelapa berdasarkan indeks luas panen dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Hasil analisis Location Quotient desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Barat. No NAMA DESA KELAPA KOPI CENGKEH LADA K. SAWIT KECAMATAN BENGKUNAT 1 W H BELIMBING BANDAR DALAM KOTA JAWA PENYANDINGAN SUKAMARGA KOTA BATU PARDASUKA RAJABASA MULANG MAYA NRATU NGARAS G CAHYA KUNINGAN N.R. NGAMBUR PEKONMON SUMBER AGUNG PAGAR BUKIT TANJUNG KEMALA ULOK MUKTI SUKA NEGARA MUARA TEMBULIH SUKA BANJAR KECAMATAN PESISIR SELATAN 21 MARANG WAY JAMBU BIHA TANJUNG SETIA PAGAR DALAM TANJUNG JATI SUMUR JAYA PELITA JAYA SUKARAME N.R TENUMBANG KECAMATAN PESISIR TENGAH 31 BALAI KENCANA WAY SULUH WAY NAPAL PADANG HALUAN LINTIK WALUR PEMERIHAN WAY REDAK SERAY KAMPUNG JAWA

5 75 Tabel 19 (lanjutan) 41 RAWAS PASAR KRUI SUKANEGARA PAHMUNGAN PAJAR BULAN BUMIWARAS PENGGAWA V ILIR BANJAR AGUNG ULU KRUI GUNUNG KEMALA KECAMATAN KARYA PENGGAWA 51 MENYANCANG PENGGAWA V TENGAH LAAY PENGGAWA V ULU PENENGAHAN WAY NUKAK KEBUAYAN WAY SINDI KECAMATAN PESISIR UTARA 59 WALUR PADANG RINDU KURIPAN NEGERI RATU KERBANG LANGGAR KERBANG DALAM BALAM WAY NARTA KOTA KARANG BATURAJA SUKAMARGA PEKON LOK BANDAR DALAM PASAR PULAU PISANG SUKADANA LABUHAN KECAMATAN LEMONG 75 PENENGAHAN BANDAR PUGUNG PAGAR DALAM BAMBANG MALAYA CAHAYA NEGERI LEMONG WAY BATANG TANJUNG SAKTI TANJUNG JATI RATA AGUNG

6 76 Gambaran secara spasial desa-desa lokasi penelitian menunjukkan kecenderungan pengelompokan (klaster) wilayah yang memiliki nilai LQ>1. Di Kecamatan Bengkunat desa-desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Way Haru dan Bandar Dalam merupakan desa yang bersebelahan. Desa-desa lain yang memiliki nilai LQ>1 seperti Kota Batu, Negeri Ratu Ngaras, Negeri Ratu Ngambur, Pekon Mon dan Sumber Agung juga merupakan lokasi yang secara geografis berada dalam jarak yang berdekatan. Demikian juga dengan Sukanegara, Muara Tembulih dan Suka Banjar merupakan desa-desa yang berdekatan. Kecamatan Pesisir Selatan terdapat 3 desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Biha, Tanjung Setia dan Sumur Jaya, yang berdekatan secara geografis satu sama lainnya. Kecamatan Pesisir Tengah, terdapat beberapa desa yang memiliki nilai LQ>1 yaitu: Balai Kencana, Way Suluh, Way Napal, Padang Haluan, Walur, Pemerihan, Way Redak, dan Kampung Jawa secara spasial merupakan desa-desa yang berdekatan satu sama lain, sedangkan desa Ulu Krui berada pada lokasi yang agak berjauhan dengan desa-desa lainnya. Pada Kecamatan Karya Penggawa 6 dari 8 desa yang memiliki nilai LQ>1, secara spasial berada dalam jarak yang berdekatan. Di lain pihak di Kecamatan Pesisir Utara, 3 desa yang merupakan sentra Kelapa yaitu Balam, Kota Karang dan Way Narta secara geografis berdekatan satu sama lain. Desa Kuripan, Negeri Ratu dan Kerbang Langgar juga memiliki jarak yang saling berdekatan. Sedangkan 6 desa penghasil Kelapa lainnya yaitu: Pekon Lok, Sukamarga, Labuhan, Pasar Pulau Pisang, Sukadana dan Bandar Dalam adalah desa-desa di Pulau Pisang. Demikian juga dengan desa-desa di Kecamatan Lemong yang memiliki nilai LQ>1, terdapat 3 desa yang berdekatan yaitu: Way Batang, Tanjung Sakti dan Tanjung Jati, sedangkan Bandar Pungung berada pada wilayah yang relatif agak jauh dengan ketiga desa di atas. Pola penyebaran komoditas perkebunan, yang cenderung berdekatan secara administratif disebabkan oleh perluasan areal komoditas sejenis banyak diusahakan secara turun temurun. Secara lengkap tampilan spasial desa-desa lokasi penelitian yang memiliki nilai LQ>1 disajikan pada gambar 5.

7 Gambar 5. Hasil analisis Location Quotient (LQ) 77

8 Analisis Skalogram Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland) Lampung Barat merupakan salah satu daerah Kabupaten dalam wilayah Propinsi Lampung yang berada di pantai barat. Keberadaan wilayah yang hampir 78 persen merupakan kawasan lindung ini menjadikan Kabupaten Lampung Barat mengalami hambatan dalam pembangunan infrastruktur. Topografi yang berbukit dengan kawasan hutan yang luas membuat banyak desa memiliki kekurangan dalam hal sarana dan prasarana fisik. Berdasarkan hasil analisis skalogram diketahui bahwa dari 85 desa di wilayah Pesisir yang menjadi lokasi penelitian diketahui hanya terdapat 6 desa (7 persen) yang memiliki hirarki wilayah 1 atau berkembang. Adapun desa-desa tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Bengkunat 4 desa, Kecamatan Pesisir Selatan 1 desa dan 1 desa berada di Kecamatan Pesisir Tengah. Sedangkan Kecamatan lain seperti Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong, berdasarkan hasil analisis tidak terdapat desa dengan hirarki 1. Desa-desa yang memiliki hirarki 2 atau relatif berkembang berjumlah 26 desa (31 persen) antara lain di Kecamatan Bengkunat terdapat 7 desa, Pesisir Selatan 3 desa, Pesisir Tengah 6 desa, Karya Penggawa 3 desa, Pesisir Utara 4 desa dan Kecamatan Lemong 2 desa. Sedangkan sisanya atau 53 desa (62, persen) merupakan wilayah yang berhirarki 3 atau belum berkembang. Adapun desa-desa yang memiliki hirarki 3 yaitu Kecamatan Bengkunat 9 desa, Pesisir Selatan 6 desa, Pesisir Tengah 13 desa, Karya Penggawa 3 desa, Peisir Utara dan Lemong masing-masing 12 dan 9 desa. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa beberapa desa yang memiliki hirarki 1 merupakan ibukota kecamatan, seperti halnya Biha yang merupakan ibukota Kecamatan Pesisir Selatan, Pasar Krui adalah ibu kota Kecamatan Pesisir Tengah dan Pardasuka yang merupakan ibukota Kecamatan Bengkunat.

9 79 Sedangkan ibukota Kecamatan Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong masing-masing memiliki hirarki 2. Desa Pagar Bukit dan Sumber Agung di Kecamatan Bengkunat memiliki hirarki 1, karena merupakan pusat aktifitas perdagangan dan adanya perusahaan perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat, sedangkan desa Penyandingan memiliki hirarki 1 karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggamus, dimana desa ini merupakan pusat perdagangan desa-desa sekitar seperti Way Haru, Bandar Dalam, Sukamarga dan desa-desa dalam Kabupaten Tanggamus yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Barat. Dengan demikian adalah wajar bila fasilitas tersedia karena aktifnya pergerakan kegiatan perekonomian setempat. Menurut Rustiadi et al. (2006), sarana penunjang sangat diperlukan karena menyangkut lokasi produksi, ditribusi dan pemasaran produk atau komoditi. Pada kenyataannya sarana penunjang tidak menyebar secara merata dalam satu sistem ruang, tetapi penyebarnnya tergantung pada permintaan dan permintaan sangat tergantung pada konsentrasi penduduk. Keadaan ini mengakibatkan timbulya hirarki pusat-pusat pelayanan. Hirarki dari pusat pelayanan yang lebih tinggi memiliki sarana pelayanan yang lebih banyak dan lebih beragam dari pusat pelayanan yang berhirarki lebih rendah (Rustiadi et al 2006). Hirarki tidak selalu sama dengan hirarki administratif. Adanya hirarki secara teoritis mencerminkan adanya perbedaan masa, dimana hirarki yang lebih tinggi mempunyai masa yang lebih besar daripada yang berhirarki lebih rendah. Keberadaan fasilitas pendukung dalan rencana lokasi industri sangat penting karena merupakan kebutuhan primer masyarakat dan wajar harus tersedia, demi menunjang aktifitas masyarakat sekitar lokasi industri. Satu hal yang penting adalah bahwa masyarakat sekitar lokasi industri akan menanggung dampak lingkungan dari aktifitas industri. Secara lengkap gambaran hirarki desa dalam lokasi penelitian disajikan pada tabel 20 berikut ini.

10 80 Tabel 20. Hasil analisis Skalogram desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Barat. No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa (Ha) Total Fasilitas Jumlah Jenis Fasilitas Hierarki Wilayah KECAMATAN BENGKUNAT 1 PENYANDINGAN PAGAR BUKIT PARDA SUKA SUMBER AGUNG WAY HARU BANDAR DALAM TANJUNG KEMALA G CAHYA KUNINGAN N RATU NGAMBUR ULOK MUKTI SUKA BANJAR KOTA JAWA SUKAMARGA RAJA BASA MULANG MAYA NEGERI RATU NGARAS KOTA BATU PEKON MON SUKA NEGARA MUARA TEMBULIH KECAMATAN PESISIR SELATAN 21 BIHA MARANG WAY JAMBU SUMUR JAYA TANJUNG SETIA PAGAR DALAM TANJUNG JATI PELITA JAYA SUKARAME NR. TENUMBANG KECAMATAN PESISIR TENGAH 31 PASAR KRUI BALAI KENCANA WAY REDAK SERAY KAMPUNG JAWA RAWAS ULU KRUI WAY SULUH WAY NAPAL PADANG HALUAN LINTIK WALUR

11 81 Tabel 20. (lanjutan) 43 PEMERIHAN SUKANEGARA PAHMUNGAN PAJAR BULAN BUMIWARAS PENGGAWA V ILIR BANJAR AGUNG GUNUNG KEMALA KECAMATAN KARYA PENGGAWA 51 LAAY PENENGAHAN KEBUAYAN WAY SINDI MENYANCANG P. LIMA TENGAH PENGGAWA LIMA ULU WAY NUKAK KECAMATAN PESISIR UTARA 59 KURIPAN NEGERI RATU PASAR PULAU PISANG LABUHAN WALUR PADANG RINDU KERBANG LANGGAR KERBANG DALAM BALAM WAY NARTA KOTA KARANG BATURAJA SUKAMARGA PEKON LOK BANDAR DALAM SUKADANA KECAMATAN LEMONG 75 PENENGAHAN LEMONG BANDAR PUGUNG PAGAR DALAM BAMBANG MELAYA CAHYA NEGERI WAY BATANG TANJUNG SAKTI TANJUNG JATI RATA AGUNG Jumlah fasilitas 139, ,578 2, , Jumlah desa yang memiliki fasilitas

12 82 Secara spasial sebaran desa-desa berdasarkan hirarki wilayah menunjukkan bahwa desa-desa dengan hirarki 1 cenderung mengelompok. Pada wilayah Kecamatan Bengkunat, desa-desa berhirarki 1 berada dalam wilayah yang berdekatan yaitu yaitu Pagar Bukit dan Pardasuka, kecuali desa Penyandingan. Namun demikian secara geografis desa Penyandingan berada dalam lokasi yang tidak terlalu berjauhan dengan kedua desa lainnya. Kecamatan Pesisir Selatan yang memiliki 1 desa berhirarki 1, yaitu Biha, sedangkan di Wilayah Kecamatan Pesisir Tengah hanya terdapat 1 desa dengan hirarki 1 yaitu desa Pasar Krui. Tersedianya fasilitas pendukung di desa-desa yang berdekatan merupakan hal yang wajar sebagai akibat aktifitas ekonomi dan pemerintahan lokal. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa desa yang memiliki hirarki 1 merupakan ibukota kecamatan yang memiliki fasilitas lebih baik dari desa lainnya. Ketersediaan fasilitas tersebut akan memicu pergerakan ekonomi daerah sekitar sebagai akibat kegiatan ekonomi dalam hal ini pasar. Dampak tersebut akan sangat dirasakan oleh desa-desa yang secara geografis berdekatan dengan ibukota kecamatan. Menurut Rustiadi et al. (2006) aspek spasial adalah fenomena yang alami. Adalah wajar bila perkembangan suatu wilayah lebih dipengaruhi oleh wilayah sebelahnya atau lebih dekat dibandingkan wilayah yang lebih berjauhan akibat adanya interaksi sosial ekonomi penduduk. Kecamatan Karya Penggawa dan Pesisir Utara merupakan daerah belakang (hinterland) yang menjadi pemasok produk hasil pertanian ke Kecamatan Pesisir Tengah. Sebagian besar mata pencaharian pendudukdi ketiga kecamatan tersebut tergantung pada sektor pertanian dan perikanan laut yang pada umumnya bersifat tradisonal. Desa Pasar Krui merupakan pusat aktifitas ekonomi dan Pemerintahan di Kecamatan Pesisir Tengah, serta memiliki pelabuhan pendaratan ikan, jalur transportasi laut masyarakat Pulau Pisang dan pusat perdagangan produk pertanian dan kehutanan. Oleh karena itu sebagai desa dengan hirarki 1, Pasar Krui menjadi pusat pelayanan bagi desa-desa disekitarnya termasuk desa-desa di Kecamatan lainnya. Fasilitas pelabuhan, pasar dan sarana sosial lain tersedia di ibukota Kecamatan Pesisir Tengah ini. Secara lengkap gambaran secara spasial hasil analisis hirarki wilayah berdasarkan fasilitas disajikan pada gambar 6.

13 Gambar 6. Hasil analisis Skalogram 83

14 Analisis Kesesuaian Lahan Dalam analisis kesesuaian lahan, prosedur penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan satuan lahan yang dikemukakan FAO (1976). Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) karakteristik dan kualitas lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman tertentu. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, diketahui bahwa luas areal yang sangat sesuai untuk tanaman kelapa (S1) ha, cukup sesuai (S2) ha,sesuai marjinal (S3) ha, dan tidak sesuai (N1) seluas ha dan Tidak sesuai selamanya (N2) ha. Tabel 21 berikut menunjukkan hasil analisis kesesuaian lahan: Tabel 21. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Keterangan Luas (Ha) Persentase Sangat Sesuai (S1) ,78 Cukup Sesuai (S2) ,40 Sesuai Marjinal (S3) ,76 Tidak Sesuai Saat ini (N1) 92,801 31,40 Tidak Sesuai Untuk Selamanya (N2) ,66 Jumlah ,00 Mengacu pada hasil analisis di atas, potensi lahan untuk tanaman kelapa sangat luas, dimana wilayah yang sesuai (S1 dan S2) untuk tanaman kelapa mencapai ha. Sedangkan lahan yang sesuai marjinal ha. Berdasarkan data statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006, luas areal tanaman kelapa mencapai 6.809,6 ha, kondisi tersebut menggambar potensi pengembangan areal perkebunan kelapa di wilayah pesisir masih sangat besar. Potensi tersebut belum tergarap secara maksimal karena banyak keterbatasan seperti: sarana produksi, sumberdaya manusia, preferensi petani dan kebijakan pemerintah. Menurut buku satuan lahan Lembaran Kota Agung Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian, dijelaskan bahwa di daerah pesisir Lampung Barat, merupakan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0-20 meter dari permukaan laut (m dpl), banyak dijumpai tanah jenis Entisol/Alluvial (Tropopsamments) yang merupakan tanah belum berkembang dan cocok untuk perkebunan kelapa. Selanjutnya dibagian Barat pesisir juga dijumpai Grup Teras Marin yang terletak pada ketinggian m dpl dengan jenis tanah utama

15 85 Dystropepts/Eutropepts yang sangat baik untuk dikembangkan kegiatan pertanian lahan kering baik semusim dan tahunan. Grup Marin dan Teras Marin ini memanjang dari bagian selatan menuju arah Utara sampai dengan Kecamatan Pesisir Utara. Berdasarkan Peta Satuan Lahan Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian, di daerah bagian utara banyak dijumpai jenis tanah Dystropepts, Hapludult dan Humitropepts. Pembatas kesesuaian lahan di daerah ini adalah kelerengan yang berkisar antara persen. Demikian juga di daerah Timur Pesisir pembatas utama adalah kelerengan yang berkisar antara persen dan pegunungan yang memiliki kelerengan > 75 persen. Hasil analisis kesesuaian lahan disajikan pada gambar Pemilihan Lokasi Pemilihan lokasi rencana pusat agroindustri didasarkan pada beberapa kriteria antara lain: dukungan sektor basis komoditas kelapa (LQ), sarana dan prasarana (Skalogram) dan kesesuaian lokasi pengembangan kelapa. Disamping itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain seperti jumlah penduduk yang terkait dengan tenaga kerja, jarak dan kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini penentuan lokasi potensial didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan, LQ dan hasil analisis skalogram. Analisis dibatasi oleh kriteria utama yaitu kesesuaian lahan aktual. Hal ini dasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: faktor kesesuaian lahan aktual merupakan hal yang alamiah (given), artinya keberadaanya sudah ada sejak secara alami tanpa adanya campur tangan manusia. Kesesuaian lahan juga dalam proses evaluasinya memerlukan persyaratan yang cukup kompleks menyangkut tanah, iklim, kelerengan, drainase dan lain-lain. Skalogram merupakan output dari aktifitas budaya manusia dan sifatnya dapat berubah tergantung kondisi suatu wilayah. LQ lebih menggambarkan kondisi kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi

16 Gambar 7. Hasil analisis Kesesuaian Lahan 86

17 87 masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini. Kriteria potensi lokasi disusun sebagaimana tabel berikut: Tabel 22. Kriteria Potensi Lokasi Kriteria Kesesuaian Lahan Location Quotient Hirarki (Skalogram) Potensial 1 S1, S2 LQ>1 I dan II Potensial 2 S2, S3 LQ<1 III Potensial 3 S2, S3 LQ<1 III Tidak Potensial N1, N2 LQ<1 III Adapun pengertian dari masing-masing adalah sebagai berikut: Potensial 1 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 1 merupakan basis komoditas kelapa, dengan kata lain daerah tersebut mampu mengekspor kelapa ke daerah lain. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 1 merupakan daerah yang sudah maju atau berkembang, dimana fasilitas infrastruktur sudah tersedia. Potensial 2 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk pengembangan kelapa, dengan salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 2 bukan merupakan basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum swasembada kelapa atau terdapat komoditas lain yang lebih potensial dari komoditas kelapa. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 3 merupakan daerah yang belum maju atau berkembang, dimana fasilitas infrastruktur belum tersedia. Daerah potensial 3 masih cocok untuk pengembangan lokasi suatu agroindustri.

18 88 Potensial 3 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 3 merupakan non basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum mampu mengekspor kelapa ke daerah lainnya. Dari struktur hirarki, wilayah dengan potensial 3 merupakan daerah yang masih belum berkembang, yang dicirikan dengan belum tersedia/kurangnya infrastruktur yang memadai. Tidak Potensial : Wilayah ini tidak memiliki kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa baik dalam jangka pendek atau bersifat permanen. Dari struktur ekonomi basis belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat wilayah tersebut akan komoditas kelapa. Sedangkan dari hirarki wilayah merupakan daerah dengan infrastruktur yang belum memadai atau belum berkembang. Daerah ini tidak cocok untuk pengembangan lokasi industri, akibat keterbatasan sarana dan prasarana pendukung. Gambaran spasial hasil overlay LQ, Skalogram dan Kesesuaian Lahan yang menunjukkan alternatif disajikan pada gambar 8. Berdasarkan hasil overlay peta LQ, Skalogram, dan Kesesuaian lahan diketahui desa-desa yang memiliki kesesuaian lokasi (Potensial 1) untuk kawasan Usaha Agro Terpadu meliputi: Desa Biha, Way Jambu, dan Marang Kecamatan Pesisir Selatan, Sumber Agung dan Negeri Ratu Ngambur Kecamatan Bengkunat dan Desa Way Redak Kecamatan Pesisir Tengah.

19 Gambar. 8. Hasil Penentuan Lokasi Berdasarkan Over Lay LQ, Skalogram dan Kesesuaian Lahan 89

20 90 Tabel berikut menyajikan hasil pemilihan calon lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT): Tabel 23. Hasil Analisis Lokasi Potensial Potensi Nama Desa Jumlah Potensial 1 NR. Ngambur, Sumber Agung, Marang, Biha, Way Redak Potensial 2 Pagar Bukit, Penyandingan, Pardasuka, Sukanegara, Way Jambu, Tanjung Setia, Sumur Jaya, Kp. Jawa, Seray, Walur, Pasar Krui, Balai Kencana, Way Napal, Laay, Penengahan, Way Sindi Potensial 3 GC Kuningan, Pekonmon, Bd Dalam, Kota Jawa, Sukamarga, Tanjung Kemala, Rajabasa, Mulang Maya, Sukabanjar, Muara Tembulih, Ulok Mukti, Pelita Jaya, Tanjung Jati, Pagar Dalam, Sukarame, NR. Tenumbang, Way Suluh, Pemerihan, Lintik, Rawas, Sukanegara, Bumiwaras, Pajar Bulan, Padang Haluan, Penggawa V Tgh, Menyancang, Penggawa V Ulu, Way Nukak, Kebuayan, Walur, Kuripan, NR. Ratu, Pdg Rindu, Kerbang Langgar, Kota Karang, Kerbang Dalam, Penengahan, Bandar Pugung, Lemong, Way Batang, Tanjung Sakti Tidak NR. Ngaras, Kota Batu, Way Haru, PenggawaV Potensial Ilir, Banjar Agung, Pamungan, Ulu Krui, Way Narta, Baturaja, Sukamarga, Pekonlok, Bandar Dalam, Pasar Pulau Pisang, Sukadana, Labuhan, Balam, Bambang, Pagar Dalam Malaya, Cahaya Negeri, Tanjung Jati, Rata Agung Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kesesuaian lokasi untuk kawasan usaha agro terpadu di Kabupaten Lampung Barat terdapat beberapa alternatif berdasarkan pengelompokan lokasi: Alternatif Pertama : Kelompok Desa Biha, Marang, Sumber Agung, dan Negeri Ratu Ngambur. Beberapa hal pendukung alternatif tersebut antara lain: secara geografis wilayah tersebut saling berdekatan, sehingga dalam pengembangan dapat dibentuk suatu klaster agroindustri. Dengan kata lain beberapa persyaratan lokasi sudah sangat memadai. Diantara pilihan tersebut terdapat Desa Way Jambu yang berada di antara Biha dan Marang, lokasi ini budidaya kelapa banyak ditumpangsari dengan

21 91 melinjo. Hal ini cukup memberikan gambaran bahwa alternatif pertama bisa dijadikan pilihan. Dari aspek dukungan bahan baku, infrastruktur dan kesesuaian untuk pengembangan lokasi tersebut sangat memadai karena secara geografis beberapa wilayah berdekatan satu sama lain. Artinya pemilihan satu lokasi dapat memberikan Multiplier Effect kepada daerah sekitarnya. Menurut Handoko (2000) beberapa alasan dalam memilih lokasi oleh industri antara lain: fasilitas dan biaya transportasi, kedekatan dengan bahan baku, tenaga kerja, kedekatan dengan pasar, dan lingkungan masyarakat. Alternatif Kedua : Kelompok Desa Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui, Seray, dan Walur. Pada wilayah ini terdapat beberapa hal yang mendukung, antara lain: daerah tersebut secara administratif berada dalam satu Kecamatan yaitu Pesisir Tengah. Dari sudut infrastruktur wilayah merupakan daerah yang relatif lebih dekat dengan ibukota Kabupaten Lampung Barat (35 km) sehingga memudahkan dalam hal koordinasi. Kota Krui sudah sangat dikenal masyarakat sebagai kota pelabuhan yang berfungsi sebagai jalur perdagangan pada era tahun 70 an, dimana transportasi laut merupakan jalur utama dalam hal keluar masuknya barang. Jalur Keberadaan Krui sebagai pusat perdagangan komoditas pertanian dan kehutanan menjadi salah satu pedukung pemilihan lokasi ini. Alternatif Ketiga : Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara. Pada wilayah ini secara geografis sangat jauh dari ibukota kabupaten, namun relatif lebih dekat dengan Bandar Lampung Bila melewati Kabupaten Tanggamus. Secara hirarki wilayah alternatif ini agak sulit untuk dipilih karena dukungan fasilitas masih sangat minim. Pemilihan alternatif lokasi suatu kawasan tidak terlepas dari kesesuaian secara teknis, ekonomi, sosial dan kebijakan pemerintah. Menurut Djojodipuro (1992) pemerintah dapat menentukan lokasi industri. Kebijaksanaan ini dapat mendorong, menghambat, atau melarang kegiatan industri pada lokasi tertentu. Kebijaksanaan pengaturan yang didasarkan atas pembagian daerah atau zoning terkait dengan perencanaan pengembangan suatu wilayah. Selain itu alternatif di atas harus disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan Rencana Tata Ruang

22 92 Wilayah Kabupaten Lampung Barat, Kecamatan Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan diarahkan sebagai sentra pengembangan aneka industri seperti pengolahan tambang, hasil perikanan dan kerajinan rakyat. Pada wilayah pesisir juga didukung oleh keberadaan jalur Lintas Barat dalam jangka panjang dapat mendorong percepatan pengembangan wilayah. Pada dasarnya pilihan atas alternatif di atas tergantung pada kepentingan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat selaku pemilik program. Lokasi alternatif berdasarkan hasil analisis disajikan pada gambar 9 berikut ini. Gambar. 9. Alternatif Lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu

23 Analisis Preferensi Masyarakat Pemilihan produk potensial dalam penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Struktur AHP dibangun menggunakan beberapa kriteria yang menjadi tolok ukur apakah suatu produk layak untuk dikembangkan. Dalam menentukan produk agroindustri yang memiliki nilai jual ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu aspek pasar dan pemasarannya, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan aspek ekonomi. Beberapa pertimbangan yang diperlukan menurut Sutojo (1996) adalah: peluang pasar, teknologi yang digunakan, lokasi pabrik yang strategis, ketersediaan tenaga kerja dan modal. Dalam penelitian ini kriteria-kriteria yang dipertimbangkan didasarkan pada studi literatur dan konsultasi dengan para pakar, maka terdapat 7 kriteria yang dipilih yaitu: Peluang Pasar (PP), Kebijakan Pemerintah (KP), Nilai Tambah (NT), Dampak Lingkungan (DL), Penyerapan Tenaga Kerja (PTK), Kualifikasi SDM (KS), dan Teknologi Yang digunakan (TEK). Sedangkan produk-produk agroindustri kelapa yang dipilih berdasarkan hasil studi literatur dan konsultasi dengan para pakar. Produk-produk tersebut adalah: Dessicated Coconut/Kelapa Parut Kering (DC), Minyak Kelapa (MK), Arang Aktif (AA), Santan Kelapa (SK), Coco Fiber (CF), Nata De Coco (NDC) dan Coco Peat (CP). Menurut Turban (1993) penyusunan hirarki adalah langkah pendefinisian masalah yang kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan rinci. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. Keputusan yang diambil sebagai tujuan dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga menjadi suatu tahapan yang terstruktur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil keputusan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap permasalahan tersebut. Adapun Struktur Hierarki penentuan produk prospektif dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

24 94 Pemilihan Produk Potensial Dalam KUAT PP KP NT DL PTK KS TEK DC DC MK AA SK CF NDC CP PRODUK-PRODUK AGROINDUSTRI KELAPA PROSPEKTIF Gambar 10 Struktur Hirarki Pemilihan Produk Propektif Penilaian urutan kriteria didapat dari pendapat para pakar yang berasal dari instansi pemerintah Kabupaten Lampung Barat, peneliti agroindustri kelapa, dan pelaku industri berbasis kelapa. Pakar-pakar tersebut adalah: 1. Ir. Eric Enrico, MT. pakar yang mewakili Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar kabupaten Lampung Barat 2. Ir. Karyo Kardono, M.Si. pakar yang mewakili Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Lampung Barat 3. Ir. Ahliansyah. Pakar yang mewakili Dinas perkebunan Kabupaten Lampung Barat 4. Ir. Slameto, M.Si. Pakar yang mewakili Peneiliti Agroindustri Kelapa dari Badan Pengembangan Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung 5. Ir. Sugiarto pakar yang berasal dari PT. Sari Segar Husada industri pembuatan Dessicated Coconut dan Santan Kelapa 6. Drs. Yusrizal Roni pakar yang berasal dari PT. Sinar Laut industri yang menghasilkan Minyak Goreng. Berdasarkan pendapat para pakar yang didapat melalui wawancara tertulis dengan metode AHP, dimana penilaian pendapat dilakukan dengan pembobotan pada tujuh kriteria tersebut, maka didapatkan hasil urutan kriteria yang menjadi

25 95 penentu pemilihan produk prospektif, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 24. Urutan prioritas faktor kriteria penentu pemilihan produk unggulan Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT) Kriteria Deskripsi Bobot Urutan Peluang Pasar Kebijakan Pemerintah Nilai Tambah Dampak Lingkungan Penyerapan Tenaga Kerja Kualifikasi SDM Teknologi Yang digunakan Prospek permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri, semakin tinggi peluang pasar, semakin prospektif 0.23 untuk dikembangkan. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung pengembangan dan pemasaran produk agroindustri 0.17 Besarnya keuntungan yang akan diperoleh jika produk tersebut dikembangkan Dampak lingkungan yang dihasilkan bila suatu produk dikembangkan Indikator yang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang terserap oleh agroindustri penghasil produk kelapa yang 0.11 prospektif Tingkat kemampuan/keahlian teknik dari SDM yang ada di Kabupaten Lampung Barat dalam agroindustri kelapa 0.10 Kriteria ini menunjukkan kemampuan teknologi yang tersedia dalam menghasilkan produk prospektif, apakah 0.10 sudah operasional atau baru tingkat uji laboratorium Dari Tabel tersebut terlihat bahwa faktor penentu yang dimiliki oleh Peluang Pasar sebesar 0,23, diikuti oleh Kebijakan Pemerintah dengan nilai 0,17, dan Nilai Tambah dengan bobot 0,16. Selanjutnya pada urutan ke empat kriteria yang dipilih pakar adalah Dampak Lingkungan dengan skor 0,12, Penyerapan Tenaga Kerja sebesar 0,11, Kualifikasi SDM dengan nilai 0,10 dan diikuti kriteria Teknologi yang digunakan dengan bobot 0,10. pasar Pengembangan suatu produk agroindustri harus memperhatikan prospek karena semakin besar peluang pasar suatu produk, maka hal ini akan memberikan gambaran bahwa produk tersbut semakin prospektif untuk dikembangkan. Selain itu peluang pasar sangat penting karena akan menunjukkan prospek kebutuhan produk agroindustri kelapa yang akan dikembangkan untuk keperluan pasar dalam negeri maupun ekspor. Faktor peluang pasar sangat penting untuk mendukung pengembangan sektor agroindustri kelapa, karena kualitas dan kuantitas yang memadai tidak cukup membantu bila peluang pasar suatu produk sangat rendah. Selain itu peluang pasar akan dapat meningkatkan kinerja ekspor dan penambahan devisa negara, serta mendukung pengembangan agroindustri itu sendiri. Berdasarkan pendapat para pakar, kriteria peluang pasar mendapat nilai 0,

26 96 Kebijakan pemerintah yang mendukung program pengembangan agroindustri kelapa merupakan salah satu kriteria yang dipakai dalam menentukan produk prospektif dalam KUAT. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan agroindustri berbasis kelapa sangat tidak diragukan. Hal ini terlihat dari rencana pengembangan program KUAT. Program KUAT merupakan sinergi pemerintah pusat melalui Departemen Perindustrian Republik Indonesia dengan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan klaster agroindustri di luar pulau Jawa. Semakin besar dukungan pemerintah terhadap pengembangan dan pemasaran produk, semakin prospektif produk tersebut untuk dikembangkan. Sebaliknya semakin rendah dukungan pemerintah, maka produk tersebut semakin tidak prospektif. Para pakar berpendapat dengan memberikan penilaian terhadap kriteria ini 0,17. Nilai tambah menunjukkan besarnya keuntungan yang akan diperoleh jika produk tersebut dikembangkan. Dengan demikian akan muncul keyakinan memperoleh keuntungan yang tinggi dari pelaksanaan kegiatan suatu usaha dimana pada akhirnya meningkatkan motivasi para investor untuk menanamkan modalnya. Semakin besar nilai tambah suatu produk, maka akan semakin besar prospeknya untuk dikembangkan. Pada tabel di atas terlihat bahwa para pakar memberikan penilaian terhadap kriteria ini dengan skor 0,16. Salah satu faktor yang menjadi pembatas dalam dalam pengembangan usaha adalah dampak terhadap lingkungan. Semakin besar dampak lingkungan atas pengembangan suatu produk, maka semakin tidak prospektif produk tersebut untuk dikembangkan. Pada penilaian para pakar atas kriteria pengembangan produk prospektif, dampak terhadap lingkungan menempati urutan ke empat dengan nilai 0,12. Kriteria penyerapan tenaga kerja mengandung pengertian jumlah tenaga kerja yang dapat terserap dengan pengembangan suatu produk. Pendirian usaha agroindustri yang banyak menyerap tenaga kerja akan menguntungkan masyarakat di sekitar lokasi program, juga akan membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran. Berdasarkan penilaian para pakar terhadap kriteria penyerapan tenaga kerja, tampak bahwa para pakar memilih kriteria ini sebagai prioritas kelima dengan nilai 0,11.

27 97 Berdasarkan pendapat para pakar, kriteria kualifikasi SDM mendapat nilai 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa kualifikasi SDM agroindustri kelapa yang meliputi tingkat kemampuan teknik dari SDM yang ada di Kabupaten Lampung Barat bukan merupakan kriteria yang berpengaruh besar dalam menentukan produk prospektif. Dengan kata lain agroindustri kelapa belum memerlukan tenaga dengan kemampuan teknik yang spesisifk. Kriteria terakhir adalah Teknologi yang digunakan, berdasarkan pendapat para pakar kriteria ini mendapat nilai 0,10. Pada dasarnya kriteria teknologi yang digunakan perlu dipertimbangkan dalam mendirikan suatu usaha agroindustri, hal ini menunjukkan kemampuan teknologi proses sudah tersedia. Teknologi yang digunakan akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Hasil penilaian para pakar dalam memilih produk yang potensial untuk dikembangkan pada Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT) di Kabupaten Lampung Barat diketahui bahwa, minyak kelapa dan Dessicated Coconut merupakan prioritas pertama dan kedua yang layak dikembangkan. Kedua produk olahan kelapa tersebut memiliki nilai masing-masing 0,215 dan 0,170. Produk berikutnya yang layak dikembangkan menurut para pakar adalah secara berturutturut yaitu arang aktif, santan kelapa, coco fiber, nata de coco dan coco peat dengan nilai masing-masing yaitu: 0,112, 0,112, 0,105, 0,098, 0,096, dan 0,092. Dipilihnya Minyak kelapa dan Dessicated Coconut sebagai produk yang paling prospektif merupakan hal yang wajar karena minyak kelapa merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako), artinya produk ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) oleh BPS diketahui bahwa konsumsi rata-rata perkapita perminggu minyak kelapa di Indonesia tahun 2002 sebesar 0,197 liter, tahun 2005 sebesar 0,195 liter dan 0,198 liter pada tahun Hal ini cukup memberikan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat akan minyak goreng sangat besar. Meskipun saat ini terdapat produk alternatif dari kelapa sawit, namun peranan minyak kelapa sebagai bahan kebutuhan memasak didapur masih cukup di kalangan masyarakat Indonesia.

28 98 Dessicated Coconut/Kelapa Parut Kering dipilih oleh pakar sebagai salah satu produk prospektif karena potensi pasar Dessicated Coconut sangat besar mengingat produk ini merupakan bahan tambahan untuk produk biskuit. Besarnya nilai ekspor sebagaimana dijelaskan oleh Asia Pacific Coconut Community (AAPC), peningkatan nilai ekspor periode sangat signifikan. Pada tahun 2004 total ekspor Dessicated Coconut sebesar ton dengan nilai US Dollar, tahun 2005 mencapai ton dengan nilai US Dollar dan pada tahun 2006 mencapai ton dengan nilai US Dollar. Peningkatan nilai ekspor ini sangat dipengaruhi oleh besarnya permintaan terutama oleh negara-negara Eropa dan Asia Pasifik. Sebagai produk yang bernilai ekspor tinggi adalah wajar bila Dessicated Coconut menjadi pilihan dalam pengembangan agroindustri berbasis kelapa. Menurut Palungkun (1998) permintaan produk Dessicated Coconut merupakan indikasi cerahnya prospek pasar, dan Indonesia memiliki potensi untuk merebut peluang yang ditawarkan. Produk lain yang memiliki prospek untuk dikembangkan menurut para pakar adalah Arang Aktif, dimana berdasarkan pendapat para pakar memiliki skor 0,112. Arang aktif banyak diperlukan untuk proses pemurnian dalam dunia industri makanan dan kimia. Menurut APCC (2007) ekspor produk Arang Aktif Indonesia tahun terus mengalami peningkatan, dimana tahun 2004 total ekspor mencapai ton dengan nilai US Dollar, pada tahun 2005 meningkat menjadi ton dengan nilai US Dollar namun menurun menjadi ton dengan nilai US Dollar pada tahun Pada dasarnya produk Arang dari tempurung kelapa sangat prospektif untuk dikebangkan ditengah gencarnya isu menipisnya bahan bakar fosil, karena arang tempurung berpotensi menjadi bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Saat ini pemanfaatan Arang Tempurung sebagai pengganti arang kayu dan minyak tanah belum banyak dilakukan di kalangan masyarakat, sebagan besar tempurung kelapa terbuang percuma. Oleh karena itu potensi pemanfaatan produk tempurung kelapa masih sangat besar. Produk Santan Kelapa adalah bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia karena berfungsi sebagai bahan pelengkap makanan. Namun komersialisasi

29 99 produk ini masih sangat kurang. Hal ini tidak terlepas dari belum banyak tersedianya santan kelapa kemasan. Berdasarkan pendapat para pakar dalam penelitian ini skor untuk Santan Kelapa 0,112. Produk ini sebenarnya sangat prospektif untuk dikembangkan, berdasarkan data Statistical Year Book APCC (2006) ekspor Indonesia pada tahun terus meningkat. Pada tahun 2004 total ekspor mencapai ton dengan nilai US Dollar, meningkat menjadi ton pada tahun 2005 dan mencapai ton dengan nilai US Dollar pada tahun Disisi lain bagai masyarakat perkotaan keberadaan santan kelapa kemasan merupakan pilihan yang tepat sebagai pelengkap masakan karena terbatasnya waktu dalam mengolah kelapa menjadi santan. Produk lainnya seperti Coco Fibre menurut para pakar mendapat skor 0,105. Pada dasarnya produk ini sangat banyak diperlukan oleh rumah tangga dan industri, namun belum difahaminya peluang pasar dan nilai tambahnya, maka sabut kelapa sampai saat ini masih menjadi limbah di kalangan masyarakat terutama di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Menurut APCC (2007) ekspor Coco Fibre Indonesia pada periode sebesar ton, ton dan 3450 ton. VCO, Nata De Coco, dan Coco Peat menurut para pakar berada pada urutan belakang dengan skor 0,098, 0,096, dan 0,092. Produk ini baik untuk dikembangkan, namun dalam skala industri kelapa terpadu seperti KUAT, ketiga produk dapat dikembangkan dalam jangka panjang, artinya dalam jangka pendek pengembangan produk ini belum dapat dilaksanakan. Ke depan melalui pemberdayaan masyarakat, produk-produk ini dapat dilaksanakan melalui skala rumah tangga dengan kata lain melalui Usaha Kecil dan Menengah atau industri rumah tangga. Program KUAT merupakan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat melaksanakan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan motor utama sektor Industri. Selama ini belum terdapat usaha agroindustri yang berskala menengah dan besar di wilayah ini. Namun demikian terkait dengan Program KUAT dengan komoditas utama Kelapa, pengembangan produk harus bersifat terpadu. Dengan kata lain meskipun berdasarkan analisis para pakar

30 100 cenderung untuk memilih produk Minyak Kelapa dan Dessicated Coconut, pembangunan agroindustri kelapa harus bersifat terpadu. Bila konsep terpadu tidak dilaksanakan, maka sasaran dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan sulit tercapai. Pengembangan agroindustri kelapa dengan produk yang terbatas menjadikan kelayakan ekonomis sangat sulit tercapai, hal ini disebabkan harga produk kelapa segar cenderung terus meningkat, terutama dalam 2 tahun terakhir. Oleh karena itu langkah peningkatan peranan ekonomi rakyat melalui komoditas kelapa harus dilakukan secara terpadu. Bagaimana peranan pemerintah, masyarakat dan swasta harus disinergikan sehingga produk kelapa yang dikembangkan dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak, sesuai dengan ketersediaan teknologi dan sumberdaya yang ada. Hasil Pemilihan produk prospektif yang akan dikembangkan dalam Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT), berdasarkan pendapat para ahli disajikan pada Tabel berikut ini: Tabel 25. Urutan Prioritas Pemilihan Produk Kawasan Usaha Agro Terpadu (KUAT) Kabupaten Lampung Barat Produk Peluang Pasar Kualifika si SDM Kriteria Penentu Pemilihan Produk Nilai Tambah Penyrp Tenaga Kerja Tekno logi Yang Diguna kan Kebija kan Peme rintah Dampak Ling kungan Minyak Kelapa Dessicated Coconut Arang Aktif Santan Kelapa Coco Fiber VCO Agre gasi Hasil Urutan Prio ritas Nata De Coco Coco Peat

2 Wilayah Krui sebagai kota tua yang merupakan eks kawedanaan sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Selain itu potensi pariwisata, khususnya o

2 Wilayah Krui sebagai kota tua yang merupakan eks kawedanaan sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Selain itu potensi pariwisata, khususnya o TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAH DAERAH. Wilayah. Pembentukan. Kabupaten. Pesisir Barat. Provinsi Lampung. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 231) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data daerah rawan bencana dan penduduk daerah rawan bencana menurut pekon dan kecamatan di Kabupaten Lampung Barat

Lampiran 1 Data daerah rawan bencana dan penduduk daerah rawan bencana menurut pekon dan kecamatan di Kabupaten Lampung Barat Lampiran 1 Data daerah rawan bencana dan penduduk daerah rawan bencana menurut pekon dan kecamatan di Kabupaten Lampung Barat No Kecamatan/Pekon Jenis Bencana Penduduk Intensitas Bencana Gempa Banjir Longsor

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC). Statistical Year Book Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC).

DAFTAR PUSTAKA. Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC). Statistical Year Book Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC). 140 DAFTAR PUSTAKA Allorerung, D., Mahmud, Z., Wahyudi., Novarianto, H., Luntungan, H.T. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian

Lebih terperinci

1. Kecamatan Balik Bukit

1. Kecamatan Balik Bukit Lampiran II : SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA KRUI NOMOR : W8-A4/ /KU.04.2/I/2015 TANGGAL : 2 Januari 2015 1. Kecamatan Balik Bukit 1 Pasar Liwa a. Pasar Liwa I Rp 50,000 b. Pantau I Rp 50,000 2

Lebih terperinci

1. Kecamatan Balik Bukit

1. Kecamatan Balik Bukit Lampiran II : SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA KRUI Nomor : W8-A4/61/Hk.05/I/2016 Tanggal : 04 Januari 2016 1. Kecamatan Balik Bukit 1 Pasar Liwa a. Pasar Liwa I Rp 50.000 b. Pantau I Rp 50.000 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat diukur dari pangsa sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

1. Kecamatan Balik Bukit

1. Kecamatan Balik Bukit Lampiran II : SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA KRUI NOMOR : W8-A4/ 73 /HK.05/I/2014 TANGGAL : 2 Januari 2014 1. Kecamatan Balik Bukit 1 Pasar Liwa a. Pasar Liwa I Rp 50.000 b. Pantau I Rp 50.000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas 29 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan salah satu kabupaten/kota yang berada di wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan pokok dari pelaksanaan program yang dirancang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan pokok dari pelaksanaan program yang dirancang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan pokok dari pelaksanaan program yang dirancang dengan tujuan dasar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berbagai macam program dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta milik IPB, tahun 2008 3 ABSTRACT AGUSTANTO BASMAR The Direction of Integrated Agribussiness Area Development Based on Coconut Commodity in West Lampung Regency. Under direction of Dr. Ir. ATANG SUTANDI, M.Si DAN Dr. Ir. ISKANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 15 TAHUN 2000 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 15 TAHUN 2000 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 15 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN 8 (DELAPAN) KECAMATAN PEMBANTU MENJADI KECAMATAN DEFINITIF DALAM KABUPATEN LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama serta pertahanan dan keamanan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT 1 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU BERBASIS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT AGUSTANTO BASMAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas) 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Daerah Penelitian Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas) Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus dibentuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari I. A. Latar Belakang dan Masalah Perioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung, sebagai dasar perekonomian dan sumber pemenuh kebutuhan hidup. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya sektor produksi primer seperti kegiatan sektor pertanian di negara negara yang sedang berkembang merupakan sektor yang masih cukup dominan. Secara logis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Lampung. Perkembangan Kabupaten Tanggamus dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

5.1. Area Beresiko Sanitasi

5.1. Area Beresiko Sanitasi 5.1. Area Beresiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana Indonesia ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan yang tersebar di seluruh daerah. Sebagai negara agraris Indonesia juga dikaruniai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang 79 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur 1. Keadaan Umum Pemerintahan Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang amat penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbukti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara agraris yang sangat kaya dengan hasil bumi, baik yang dilakukan di area

I. PENDAHULUAN. negara agraris yang sangat kaya dengan hasil bumi, baik yang dilakukan di area 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya alamnya, jika dilihat dari sudut belahan bumi Indonesia bagian manapun juga. Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan gabungan dari Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung. Bandar Lampung merupakan daerah

Lebih terperinci

Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan

Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan Lampung Pepadun (jurai pepadun) yang dikenal dengan istilah sang bumi

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI Hasan Basri Agus Gubernur Provinsi Jambi PENDAHULUAN Provinsi Jambi dibagi dalam tiga zona kawasan yaitu: 1) Zona Timur, yang merupakan Kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI

PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KELAPA SECARA TERINTEGRASI Banun Diyah Probowati 1, Yandra Arkeman 2, Djumali Mangunwidjaja 2 1) Prodi Teknologi Industri Pertanian, Fak Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang diambil dari buku dan literatur serta hasil-hasil penelitian terdahulu.

METODE PENELITIAN. yang diambil dari buku dan literatur serta hasil-hasil penelitian terdahulu. 30 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Penelitian Kepustakaan Adalah penelitian dengan mengkupas data terbaik dalam penelitian ini yang diambil dari buku dan literatur serta hasil-hasil penelitian

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari yang diperoleh dari website BPS Provinsi Lampung dan Bank Indonesia Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Kecamatan Balik Bukit merupakan 1 dari 25 Kecamatan lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila dikelola dengan baik.indonesia sendiri merupakan negara penghasil kelapa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci