Analisis Risiko pada Pipa 6 Crude Oil SP PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Risiko pada Pipa 6 Crude Oil SP PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2013"

Transkripsi

1 Analisis Risiko pada Pipa 6 Crude Oil SP PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2013 Indra Putra Hendrizal dan Zulkifli Djunaidi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Analisis risiko pada pipa 6 crude oil SP-PDT I SP Tambun di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun tahun 2013 ini dilakukan mengingat adanya potensi bahaya dan risiko yang mengancam keselamatan pekerja dan masyarakat di sekitar jalur pipa. Penelitian yang bersifat deskriptif analitik dan dilakukan dengan menggunakan metode analisis semi kuantitatif ini bertujuan untuk mendapatkan nilai dan level risiko yang ada. Hasil penelitian yang menggunakan sistem skoring berdasarkan Model Studi Zulkifli Djunaidi ini menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari pipa yang diteliti adalah 13,05 poin dengan nilai konsekuensi sebesar 5,11 poin. Berdasarkan perhitungan, nilai risiko relatif-nya adalah 2,55 sehingga termasuk level risiko High Risk berdasarkan Tabel ALARP Kriteria (EPA, 2004). Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan perbaikan dan pengendalian yang tepat untuk risiko yang memberikan kontribusi besar terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, kebakaran, dan ledakan pada pipa. Kata kunci: analisis risiko; konsekuensi; nilai risiko relatif; probabilitas Abstract Risk analysis for 6 crude oil pipeline system SP-PDT I SP Tambun at PT Pertamina EP Java Region Field Tambun 2013 has to be done because the presence of the hazards and risk potential that threats not only employee s safety but also people s safety around the pipeline Right of Way (ROW). This analytical descriptive research that uses semi-quantitative analytical method has a purpose to assess the existing risk score and risk level. The result of this research that uses scoring system based on Zulkifli Djunaidi s Study Model shows that the probability s score is points and the consequence s score is 5.11 points. Based on calculation, the relative-risk score is 2.55 and belongs to High Risk Level based on ALARP Criteria Table (EPA, 2004). Therefore, an appropriate improvement and controlling system need to be performed for the pipeline major risks by PT Pertamina EP Java Region Field Tambun. Key words: consequence; probability; relative-risk score; risk analysis 1

2 Pendahuluan Aplikasi manajemen risiko telah mencapai berbagai sektor industri, termasuk industri di bidang minyak dan gas (migas). Perkembangan sektor migas yang demikian pesat akan menimbulkan bahaya dan risiko yang semakin besar pula, tidak hanya bagi perusahaan dan pekerjanya, tetapi juga bagi masyarakat yang berada di sekitar area perusahaan atau area produksi. Sektor migas biasanya identik dengan keberadaan suatu sistem perpipaan gas atau minyak (oil/gas pipeline) sebagai sarana yang digunakan untuk mendistribusikan hasil produksinya. Pemberlakuan UU No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi semakin mendorong perkembangan industri di sektor migas. Mengingat hal itu, maka penggunaan teknologi pipa juga akan semakin meningkat dan mengalami perkembangan ke depannya. Menurut Permen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) No. 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, pengangkutan gas bumi melalui pipa adalah kegiatan menyalurkan gas bumi melalui pipa, meliputi kegiatan transmisi dan atau distribusi melalui pipa penyalur dan peralatan yang dioperasikan dan atau diusahakan sebagai suatu kesatuan sistem yang terintegrasi. Akan tetapi, keberadaan pipa ini pun tidak lepas dari bahaya dan risiko terjadinya kebocoran (leak), tumpahan (spill), maupun ledakan (explosion). Faktanya, kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan pada pipa gas/minyak terbilang cukup besar, baik bagi perusahaan maupun masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, kecelakaan pada sistem perpipaan sudah cukup sering terjadi di Eropa dan Amerika, di mana sistem perpipaan yang mereka miliki lebih rumit dan kompleks. Menurut US Department of Transportation di bidang PHMSA (Pipeline and Hazardous Materials Safety Administration), dalam periode , telah terjadi 987 kasus akibat kegagalan pada sistem perpipaan. Dalam rentang waktu tersebut, terdapat 367 orang korban yang meninggal dunia dan orang mengalami luka-luka. Bahkan, dalam 3 tahun terakhir ( ), telah terjadi 32 kasus dengan 14 korban jiwa dan 71 orang luka-luka. Kerugian yang diderita pada periode tersebut mencapai US dollar. Selain itu, jumlah insiden akibat sistem perpipaan juga cukup tinggi di Eropa. Berdasarkan data dari EGIG (European Gas Pipeline Incident Data Group), pada periode terdapat kasus. Sedangkan dalam rentang telah terjadi 106 kasus di Eropa. 2

3 Di Indonesia sendiri sudah terjadi sejumlah kasus terkait sistem perpipaan, antara lain: 1. Pecahnya pipa penyalur gas milik PT Pertamina di Pantai Indramayu, Jawa Barat. Hal ini disebabkan oleh abrasi air laut pada bulan Juli 2002 dengan jumlah korban jiwa sebanyak 12 orang. (Kompas, 8 Juli 2002) 2. Pecahnya pipa penyalur gas milik British Petroleum (BP) di Pagerungan, Madura tanggal 7 Januari (Kompas, 9 Januari 2003) 3. Pecahnya pipa penyalur gas milik PT Pertamina di Porong, Sidoarjo pada bulan November 2006 yang mengakibatkan 12 orang tewas. (Kompas, 2 Desember 2006). 4. Kebocoran dan meledaknya pipa gas di Bungurasih, Bojonegoro yang menyebabkan 1 korban luka bakar pada 25 Juni (Korannusantara.com, 30 Juni 2011) 5. Pipa gas PT Pertamina meledak di Km 219, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin pada 3 Oktober Hal ini menyebabkan 6 korban jiwa dan 40 orang mengalami luka bakar. (Vivanews, 4 Oktober 2012) Terdapat berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kasus kebocoran atau meledaknya pipa gas/minyak. Faktor-faktor tersebut antara lain korosi pada pipa, pergerakan tanah, faktor material yang terdapat di dalam pipa, kesalahan pada desain dan pengoperasian pipa, dan kegiatan masyarakat di sekitar jalur pipa (third party activities). Faktanya, mayoritas kasus terkait pipa yang terjadi di US dan Eropa disebabkan oleh faktor third party activities. Dalam mengatasi kemungkinan kecelakaan pada pipa yang dapat menimbulkan kerugian, baik berupa kerusakan fasilitas, kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan kematian, maka pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan untuk mendukung keselamatan pada penyaluran minyak dan gas bumi melalui pipa, antara lain UU No. 20/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP No. 67/2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, Permen ESDM No. 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, Permen ESDM No. 7/2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, Kepmen No. 300K/38/ M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Bumi dan Gas Alam, SNI No tahun 2009 tentang Sistem Penyaluran dan Distribusi Pipa Gas, dan juga Pedoman Tata Kerja Pengoperasian dan Pemeliharaan Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi. (Putra, 2012) Salah satu perusahaan di sektor migas yang memiliki pengaruh besar di Indonesia adalah PT Pertamina EP yang memiliki 3 region Wilayah Kerja (WK), yaitu Sumatera, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina Persero yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor hulu minyak dan gas 3

4 bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha utama. Saat ini, tingkat produksi Pertamina EP adalah sekitar 120 ribu barrel oil per day (BOPD) untuk minyak dan sekitar million standard cubic feet per day (MMSCFD) untuk gas. PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun merupakan salah satu dari cabang PT Pertamina EP yang telah beroperasi sendiri di WK Region Jawa. PT Pertamina EP Field Tambun ini memiliki beberapa pipa penyalur minyak dan gas. Pipa yang menjadi objek penelitian ini adalah pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Pipa tersebut dipilih karena sejak pertama kali dioperasikan pada tahun 2007, pipa ini baru mengalami 1 kali penilaian risiko dengan metode RBI. Selain itu, jalur ROW pipa ini juga melewati kawasan padat penduduk sehingga perlu dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang ada. Berdasarkan data-data kecelakaan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kebocoran, tumpahan, dan ledakan pada pipa gas/minyak tergolong cukup tinggi dan menimbulkan kerugian yang besar, baik bagi perusahaan maupun masyarakat umum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian risiko (risk assessment) pada sistem perpipaan yang digunakan, termasuk risiko pada pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Penelitian ini menggunakan Model Studi Analisis Risiko (Djunaidi, 2010) yang dikembangkan dari Teori Pipeline Risk Management (Muhlbauer, 2004). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Diketahuinya gambaran tingkat risiko pipa 6 Crude Oil milik PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun jalur SP-PDT I ke SP Tambun pada tahun Tujuan Khusus a) Diketahuinya gambaran nilai probabilitas sistem proteksi pada pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. b) Diketahuinya gambaran nilai konsekuensi jika terjadi kebocoran sepanjang jalur yang dilewati pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. c) Diketahuinya gambaran tingkat risiko keselamatan pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. 4

5 Tinjauan Teoritis Metode penilaian risiko yang dikembangkan oleh Kent Muhbauer termasuk metode index-skoring yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap suatu jalur atau sistem perpipaan, di mana penilaian besarnya risiko terhadap suatu sistem perpipaan dihitung dengan menilai besarnya Probability of Failure (PoF) dan Consequence of Failure (CoF). Besarnya pengaruh parameter tersebut terhadap nilai risiko dilihat dari perubahan nilai PoF dan CoF. (Muhbauer, 2004) Bentuk penilaian terhadap PoF terdiri atas 4 indeks kategori, yaitu Indeks Kerusakan oleh Pihak Ketiga (Third-Party Damage Index), Indeks Akibat Korosi (Corrosion Index), Indeks Desain (Design Index), dan Indeks Akibat Kesalahan Operasional (Incorrect Operation Index). Setiap indeks memiliki porsi yang sesuai untuk setiap komponen kemungkinan bahaya dan risiko yang bisa terjadi pada jalur pipa. Penilaian terhadap CoF dilakukan dengan menghitung besarnya nilai Leak Impact Factor (LIF). Kategori konsekuensi dalam LIF diwakili oleh 4 faktor, yaitu Product Hazard, Leak Volume, Dispersion, dan Receptor. Setelah skor pada kedua komponen (PoF dan CoF) didapatkan, maka dapat dihitung besarnya total risiko pada jalur pipa yang diteliti. (Muhlbauer, 2004) 1. Probability of Failure (PoF) Nilai PoF menandakan besarnya kemungkinan suatu peralatan untuk mengalami kegagalan. Dalam metode ini, semakin besar nilai PoF yang diperoleh, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kegagalan pada jalur pipa yang dinilai. Nilai yang diberikan mengacu pada pengumpulan data terbaru dan didukung oleh data historis suatu jalur pipa. Penilaian yang dilakukan meliputi 4 indeks utama, yaitu: a) Indeks Kerusakan oleh Pihak Ketiga (Third-Party Damage) Menurut Muhlbauer (2004), kegagalan sistem perpipaan juga dapat disebabkan oleh aktivitas pihak lain yang tidak berhubungan dengan sistem perpipaan, seperti kegiatan masyarakat di sekitar jalur pipa. Berdasarkan data statistik dari US Department of Transportation (DOT), 20-40% dari kegagalan sistem perpipaan yang ada berasal dari third-party damage. Pada indeks ini, terdapat 7 variabel yang diteliti dengan bobot maksimal 100 poin (100%). Variabel yang termasuk dalam Third-Party Damage Index adalah kedalaman pipa tanam (minimum depth of cover) dengan bobot 20%, level aktivitas masyarakat di sekitar jalur pipa (20%), fasilitas pelindung jalur pipa 5

6 (10%), prosedur line locating (15%), program penyuluhan terhadap masyarakat umum (15%), kondisi ROW pipa (5%), serta frekuensi patroli (15%). b) Indeks Korosi Potensi kegagalan sistem perpipaan yang diakibatkan oleh korosi adalah hazard yang yang paling umum diketahui pada pipa baja. Indeks ini meliputi 3 tipe korosi, yaitu korosi atmosfer, korosi internal, dan subsurface corrosion. Variabel ini memiliki 3 variabel utama dengan skor maksimal 100 poin (100%). Korosi atmosfer berhubungan dengan komponen pipa yang terpapar langsung dengan atmosfer. Untuk menilai potensi korosi atmosfer (10%), maka evaluator harus mengetahui pajanan atmosfer yang ada (5 poin), tipe atmosfer (2 poin), dan program coating pipa yang terpajan atmosfer secara langsung (3 poin). Korosi internal memiliki bobot 20% dan terdiri atas korosivitas produk (10 poin) dan program pencegahan yang telah dilakukan (10 poin). Subsurface corrosion merupakan proses korosi yang dapat terjadi pada pipa yang berada di dalam tanah (pipa tanam). Pada indeks ini, subsurface corrosion mempunyai bobot yang paling tinggi, yaitu 70%. Variabel ini terdiri atas kondisi tanah tempat pipa ditanam (20 poin), kondisi coating (25 poin), serta perlindungan katoda (25 poin). c) Indeks Desain Indeks desain memegang peranan penting dalam menjamin keamanan operasi pipa. Faktor ini menyangkut perencanaan yang baik sejak awal proyek pipa dimulai. Porsi terbesar dalam kegagalan suatu fasilitas konstruksi adalah akibat kurang sempurnanya desain pipa. Banyak terjadi kecelakaan atau kegagalan dalam operasi perpipaan karena kesalahan desain. (Sukmana, 2012) Dalam Model Muhlbauer ini, indeks desain memiliki poin maksimal 100 poin (100%). Faktor ini terdiri atas 5 variabel utama, yaitu faktor keselamatan (35 poin) yang meliputi tekanan internal, ketebalan dinding pipa, serta kekuatan material dan struktur pipa, fatigue (15 poin), surge potential (10 poin), integrity verification (25 poin) di mana penilaian dilakukan berdasarkan perbandingan hasil tes tekanan hidrostatik dengan MAOP, serta kemungkinan terjadinya pergerakan tanah (15 poin). 6

7 d) Indeks Kesalahan Operasi Pada indeks kesalahan operasi, potensi terjadinya risiko dinilai dari kemungkinan terjadinya kesalahan manusia (human error). Hal terpenting dalam pengkajian risiko akibat kesalahan operasi adalah memperkirakan kesalahan sekecil apapun yang dapat terjadi di setiap proses. Oleh sebab itu, penilaian indeks kesalahan operasi meliputi 4 tahap proses, yaitu disain (30%), konstruksi (20%), operasi (35%), dan maintenance (15%). Pada tahap disain, aspek yang dinilai meliputi Hazard Identification/HAZID (4 poin), MOP potensial (12 poin), sistem keselamatan/safety devices (10 poin), material selection (2 poin), dan pemeriksaan desain oleh orang yang profesional (2 poin). Tahap konstruksi terdiri atas inspeksi (10 poin), material pipa yang digunakan (2 poin), joining (2 poin), backfilling (2 poin), handling (2 poin), serta penggunaan coating terutama pada joining point (2 poin). Pada tahap operasi, hal-hal yang menjadi aspek penilaian adalah SOP (7 poin), komunikasi/scada (3 poin), training, dan lain-lain. Kemudian, untuk tahap maintenance, aspek penilaiannya meliputi dokumentasi (2 poin), jadwal (3 poin), serta prosedur maintenance (10 poin). 2. Consequences of Failure (CoF) / Leak Impact Factor (LIF) Nilai dari LIF digunakan untuk melengkapi skor indeks dengan mewakili nilai Consequences of Failur (CoF). Semakin tinggi nilai LIF, maka semakin tinggi pula konsekuensi dalam suatu sistem. Semakin tinggi konsekuensi, maka risikonya juga akan semakin tinggi. Nilai LIF dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu tingkat bahaya dari produk, banyaknya volume yang terlepas jika ada kebocoran, jangkauan relatif dari kebocoran, dan lingkungan sekitar yang berisiko terpengaruh efek dari produk yang bocor ke lingkungan. (Sukmana, 2012) a) Bahaya Produk Faktor utama yang menentukan bentuk bahaya dari suatu produk yang melalui sistem perpipaan adalah karakteristik dari produk yang disalurkan melalui pipa tersebut. Karakteristik bahaya produk dibedakan berdasarkan jenis bahayanya, yaitu bahaya akut dan bahaya kronik. Bahaya akut (12 poin) adalah bahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan bermanifestasi dengan cepat, sehingga memerlukan perhatian yang cepat untuk mengatasi bahaya tersebut. Contohnya antara lain: kebakaran, ledakan, atau pajanan bahan toksik. Bahaya kronik (10 poin) adalah karakteristik bahaya dari suatu produk yang bocor dan 7

8 dikhawatirkan dapat menjadi ancaman yang sangat serius pada keselamatan jiwa manusia maupun lingkungan, di mana hal ini bermanifestasi dalam waktu yang lama. Aspek yang dinilai pada bahaya akut adalah sifat flammability, reaktivitas, dan toksisitas dari material yang disalurkan melalui pipa. Data tersebut terdapat pada MSDS material yang digunakan. Adapun bahaya kronik dilihat dari nilai Reportable Quantity (RQ) materialnya yang dapat dilihat pada tabel CERCLA (Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act). b) Volume Kebocoran Volume kebocoran (leak volume) merupakan fungsi dari rate kebocoran, waktu reaksi, dan kapasitas fasilitas. Ada 2 komponen yang digunakan untuk penilaian leak volume, yaitu hole size dan leak model. Hole size sangat berpengaruh terhadap besarnya volume kebocoran sehingga harus ada estimasi nilainya. Untuk dapat memperkirakan besarnya volume kebocoran, evaluator juga harus dapat menyusun model kebocoran berdasarkan jenis fluida yang keluar dari lubang pipa yang bocor tersebut, apakah berbentuk liquid release, vapour release, atau volatile release. c) Jangkauan Relatif Kebocoran (Dispersi) Bocornya material yang disalurkan melalui pipa dapat menimbulkan dampak yang spesifik pada area sekitarnya, di mana hal ini tergantung pada produk yang bocor dan karakteristik daerah di sekitarnya. Jika material yang bocor berupa gas, maka gas tersebut dapat bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan senyawa yang mudah menyala. Hal ini tentu akan memiliki dampak yang berbahaya bagi lingkungan sekitarnya. d) Lingkungan Penerima Kebocoran (Receptors) Menurut Muhlbauer (2004), yang dimaksud dengan reseptor pada bagian ini adalah sesuatu yang menerima akibat langsung jika terjadi kebocoran pada sistem perpipaan, seperti: kematian pada manusia dan vegetasi sekitar, kerusakan properti, atau kerusakan pada lingkungan. Kerusakan pada reseptor tergantung pada jangka waktu dan intensitas dari kejadian yang diakibatkan oleh kebocoran pipa. Variabel yang termasuk aspek penilaian antara lain karakteristik reseptor (tipe penduduk, bangunan, dan lain-lain), kepadatan reseptor, mobilitas, kerentanan reseptor, serta jarak dan perlindungan pipa dari reseptor. Aspek 8

9 kepadatan penduduk dinilai berdasarkan Tabel Kategorisasi Kepadatan Penduduk menurut US Department of Transportation (DOT) CFR Part Relative Risk Score Nilai risiko relatif dihitung berdasarkan perbandingan antara skor indeks dengan nilai LIF (Leak Impact Factor). Selanjutnya nilai risiko yang diperoleh dibandingkan dengan Tabel ALARP (As Low As Reasonable Practicable) Kriteria menurut EPA (2004) untuk menentukan level risiko dari pipa yang dinilai. Tabel 1 ALARP (As Low As Reasonable) Kriteria Sumber: EPA, 2004 Model Studi Analisis Risiko Sistem Perpipaan Menurut Djunaidi (2010) Model studi yang dikembangkan oleh DR. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc. merupakan simplifikasi dari Model Kent Muhlbauer. Pada prinsipnya, nilai risiko relatif diperoleh dari perbandingan antara nilai probabilitas dengan nilai konsekuensi, sama dengan Model Muhlbauer. Akan tetapi, yang menjadi poin perbedaan pada model studi ini adalah aspek penilaian dari variabel probabilitas dan konsekuensi yang digunakan. Meskipun tidak berbeda jauh, namun ada beberapa poin dari Model Muhlbauer yang tidak digunakan pada model studi ini, seperti prosedur line locating dan public education. Pertimbangannya adalah berdasarkan hasil penelitian Zulkifli Djunaidi pada 3 pipa minyak mentah milik Pertamina di Balikpapan, Prabumulih, dan Subang diperoleh fakta bahwa beberapa aspek penilaian dari Model Muhlbauer tidak mempunyai dampak yang signifikan dalam penilaian risiko. Berdasarkan model studi yang digunakan, faktor probabilitas adalah faktor kemampuan (potensi) sistem untuk mencegah dan mengendalikan risiko, sedangkan faktor konsekuensi adalah dampak yang mungkin terjadi akibat kegagalan sistem perpipaan. Faktor probabilitas terdiri atas Probability of Survive (PoS) dan Probability of Failure (PoF), dengan nilai probabilitas sama dengan selisih antara nilai PoS dengan PoF. Konsekuensi terdiri atas Product Hazard dan Dispersion Factor, dengan nilai konsekuensi sama dengan perbandingan antara bahaya produk dengan faktor dispersi. Nilai risiko yang 9

10 diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan Tabel ALARP (As Low As Reasonable Practicable) Kriteria untuk menentukan level risiko dari pipa yang dinilai. Metode Penelitian Penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat risiko keselamatan pada pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun dengan menggunakan Model Studi Analisis Risiko (Djunaidi, 2010) yang dikembangkan dari Teori Pipeline Risk Management Kent Muhlbauer (2004) ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis semi kuantitatif. Studi ini menggunakan data primer berupa observasi langsung kondisi pipa di lapangan dan wawancara dengan pihak terkait keselamatan pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Selain itu, penulis juga menggunakan data sekunder yang tersedia di tempat penelitian, seperti desain pipa, data-data tentang spesifikasi pipa, serta dokumen lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun pada bulan April Mei Objek penelitian ini adalah pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun. Risiko yang dianalisis meliputi faktor-faktor risiko terhadap pipa distribusi minyak mentah berdasarkan format model studi yang digunakan. Metode pengumpulan data yang digunakan terdiri atas: 1. Data Primer Informasi dan data dalam bentuk primer diperoleh melalui observasi lapangan untuk mengetahui kondisi nyata Right of Way (ROW) pipa yang menjadi objek penelitian. Selain itu, data primer juga diperoleh berdasarkan wawancara dengan petugas yang bertanggung jawab dalam pengoperasian dan pemeliharaan pipa. 2. Data Sekunder Data sekunder penelitian ini didapat dari pengumpulan data teknis seperti: spesifikasi pipa yang digunakan, Standard Operating Procedure (SOP) pengoperasian pipa, dokumen pemeliharaan dan pengawasan keselamatan pipa, serta dokumen penunjang lainnya. Proses analisis risiko didahului dengan kegiatan identifikasi risiko. Dalam penelitian ini, proses identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan metode check list. Kegiatan identifikasi dilakukan secara deskriptif terkait kondisi yang ada di lapangan dan faktor-faktor penentu yang terkait dengan prosedur pengoperasian jalur pipa. Sistem perpipaan (jalur pipa) dibagi menjadi seksi-seksi ruas jalur pipa (sectioning) untuk memudahkan proses identifikasi risiko. Dalam penelitian ini, penulis membagi jalur pipa di mana 1 seksi mewakili 1 km jalur 10

11 pipa. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan kepadatan penduduk. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk mempermudah dalam memperoleh data dan agar data yang didapat lebih rinci (detail). Setelah kegiatan identifikasi risiko dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis risiko dengan menggunakan skoring (Risk Rating) dari Model Studi Analisis Risiko Zulkifli Djunaidi tahun Penilaian bobot dilakukan pada kondisi pipa berdasarkan kriteria (parameter) yang ada. Hasil analisis risiko didasarkan pada faktor probabilitas dan konsekuensi. Tahap terakhir adalah evaluasi risiko. Data yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan pedoman skoring sesuai dengan Model Studi Analisis Risiko (Djunaidi, 2010). Evaluasi risiko ini menjadi dasar pertimbangan untuk penerapan tindakan pengendalian (control). Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Nilai Faktor Probabilitas 100 Probability of Survive PoS Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 1 Nilai Probability of Survive (PoS) Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok pada nilai PoS di tiap seksi. Hal ini mennjukkan bahwa ketahanan dari Pipa 6 ini merata pada masing-masing seksi. Skor PoS tertinggi terdapat pada seksi 2, 3, dan 7. Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya nilai fasilitas pelindung jalur pipa pada ketiga 11

12 seksi tersebut karena selain terdapat tanda peringatan, juga terdapat pagar kawat dan dudukan pipa baja, sedangkan seksi lainnya hanya memiliki tanda peringatan saja. Grafik 2 menggambarkan nilai PoF pada masing-masing seksi. Nilai PoF cukup beragam pada 9 seksi yang ada. Faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan nilai ini adalah PoF Internal, yaitu faktor korosivitas tanah, kepadatan populasi, dan level aktivitas di sekitar jalur pipa. Nilai PoF tertinggi terdapat pada seksi 4 dengan 49,7 poin dan terendah pada seksi 1 dengan 35,57 poin Probability of Failure PoF Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 2 Nilai Probability of Failure (PoF) Berdasarkan grafik PoS dan PoF di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai PoS tidak berbeda jauh dengan nilai PoF. Artinya, ketahanan pipa untuk menahan kegagalan sistem hampir sama dengan kemungkinan terjadinya kegagalan sistem itu sendiri. Akibatnya, hasil akhir dari nilai probabilitas yang merupakan pengurangan dari PoS dengan PoF terbilang rendah sehingga nilai probabilitas yang menunjukkan potensi sistem untuk mencegah/mengendalikan risiko menjadi kecil, seperti yang terlihat pada Grafik 3 di bawah ini. 12

13 Probabilitas Probabilitas Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 3 Nilai Probabilitas 2. Nilai Faktor Konsekuensi Nilai konsekuensi diperoleh dari perbandingan antara Product Hazard dengan Dispersion Factor. Perbandingan nilai konsekuensi untuk masing-masing seksi dapat dilihat pada Grafik 4. Nilai Faktor Konsekuensi 20 Konsekuensi Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 4 Nilai Faktor Konsekuensi Nilai konsekuensi pada seksi 4 dan 5 lebih tinggi dibandingkan dengan seksi lainnya karena pada 2 seksi ini kepadatan penduduknya masuk pada kelas 3. Hal yang sama juga terjadi pada seksi 2, di mana kepadatan penduduknya termasuk kelas 2 sehingga nilai konsekuensinya menjadi 6,5 poin. Sedangkan seksi 1, 3, 6, 7, 8, dan 9 lainnya mempunyai nilai yang sama, yaitu 3,25 dan termasuk pada golongan kelas 1. 13

14 3. Nilai Risiko Relatif Nilai risiko relatif diperoleh dari perbandingan antara probabilitas dengan konsekuensi. Risiko di sini maksudnya adalah kemampuan sistem untuk menahan konsekuensi (pendekatan yang bersifat positif). Hasil akhir dari nilai risiko yang diperoleh, nantinya akan dikelompokkan berdasarkan Tabel ALARP (As Low As Reasonable Practicable) Kriteria. Tabel 1 ALARP (As Low As Reasonable) Kriteria Sumber: EPA, 2004 Nilai Risiko Relatif Risiko Seksi 1 Seksi 2 Seksi 3 Seksi 4 Seksi 5 Seksi 6 Seksi 7 Seksi 8 Seksi 9 Seksi Pipa Grafik 5 Nilai Risiko Relatif Dari 9 seksi yang diteliti, 5 seksi di antaranya berada pada level signifikan, yaitu seksi 1, 3, 6, 7, dan 8. Sedangkan untuk seksi 2, 4, 5, dan 9 termasuk pada kategori High Risk. Hal ini terjadi karena nilai konsekuensinya lebih tinggi dari pada nilai konsekuensi seksi lainnya, di mana hal ini disebabkan oleh angka kepadatan penduduk yang cukup tinggi (termasuk kelas 3). Seksi 2 juga mempunyai angka kepadatan penduduk (kelas 2) yang lebih tinggi dibandingkan seksi lainnya. Untuk seksi 9, nilai 14

15 risikonya juga termasuk High Risk karena tingkat korosivitas tanah yang tinggi serta level aktivitasnya yang tergolong pada medium activity level karena jalur ROW-nya berdekatan dengan pipa lain (mendekati SP Tambun). Tabel 2 Rata-Rata Nilai Probabilitas, Konsekuensi, dan Risiko Relatif Probabilitas Konsekuensi Risiko Relatif 22,05 5,11 4,31 Tabel di atas menunjukkan rata-rata nilai probabilitas, konsekuensi, dan risiko relatif dari Pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP-Tambun. Nilai risikonya adalah 4,33 dan termasuk kategori high risk sehingga diperlukan upaya pengendalian dengan prioritas utama. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis risiko pipa 6 Crude Oil jalur SP-PDT I SP-Tambun sepanjang 9,3 km adalah sebagai berikut: 1. Nilai Probability of Survive (PoS) tidak berbeda jauh pada masing-masing seksi, dengan rata-rata nilai PoS-nya adalah 66,18 poin. Nilai PoS tertinggi terdapat pada seksi 3 dengan 70,2 poin dan nilai terendah terdapat pada seksi 9 dengan nilai 64,3 poin. 2. Nilai Probability of Failure (PoF) berada pada rentang 35,57 poin (seksi 1) sampai dengan 49,57 poin (seksi 4). Rata-rata nilai PoF adalah 44,13 poin. 3. Rata-rata nilai probabilitas pada pipa 6 Crude Oil ini adalah 22,05 poin yang berarti potensi sistem untuk mencegah dan mengendalikan risiko yang ada tergolong rendah. Nilai probabilitas tertinggi terdapat pada seksi 1 dengan 29,43 poin dan terendah terdapat pada seksi 4 dan 5 dengan nilai 15,03 dan 17,03 poin. 4. Nilai faktor konsekuensi pada pipa yang diteliti adalah 5,11 poin. Nilai konsekuensi tertinggi terdapat pada seksi 4 dan 5 dengan 10 poin, sedangkan nilai terendah terdapat pada seksi 1, 3, 6, 7, 8, dan 9 dengan nilai 3,25 poin. 5. Nilai risiko relatif yang diperoleh untuk pipa 6 Crude Oil SP-PDT I SP Tambun ini adalah 4,33 dan termasuk level risiko High Risk berdasarkan Tabel ALARP Kriteria. Untuk nilai risiko tertinggi terdapat pada seksi 4 dan 5 dengan nilai risiko 1 2 (high risk), dan nilai risiko terendah terdapat pada seksi 1 dengan nilai 9,05 yang termasuk pada level risiko signifikan. 15

16 Saran Adapun saran yang penulis rekomendasikan untuk perbaikan sistem perpipaan pada pipa 6 ini adalah: 1. Perlu dilakukan pemeriksaan yang rutin setiap tahunnya untuk pemeriksaan ketebalan dinding pipa mengingat saat ini ketebalan dinding pipa 6 berada di bawah ketebalan desainnya, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kebocoran pada pipa. 2. Coating yang ada saat ini hanya berupa wrapping dan coating yang ketebalannya kurang dari 1,5 inch. Oleh sebab itu, sebaiknya digunakan concrete coating, terutama untuk pipa yang berada di atas tanah. 3. Peningkatan frekuensi patroli di sepanjang jalur pipa, di mana saat ini patroli dilakukan kurang dari 1 kali/minggu. Aspek patroli ini juga sangat dibutuhkan mengingat fasilitas pelindung jalur pipa yang umumnya hanya berupa tanda peringatan. Selain itu, pipa 6 ini juga hanya berada pada kedalaman 0,5 m sehingga dikhawatirkan adanya aktivitas di atas jalur pipa yang berisiko terhadap keselamatan pipa. 4. Kepadatan populasi pada seksi 2, 4, dan 5 tergolong cukup tinggi (kelas 2 dan 3). Untuk mengantisipasi adanya aktivitas yang dapat mempengaruhi keselamatan sistem perpipaan, maka sebaiknya dilakukan pemberian penyuluhan (public education) pada masyarakat di sekitar jalur pipa. 5. Pemberian kontak darurat pada masyarakat jika terjadi hal-hal yang bersifat urgent (butuh penanganan yang cepat). 6. Pihak Pertamina EP Field Tambun sebaiknya mempertimbangkan kembali terkait potensi pertumbuhan kepadatan penduduk terhadap keselamatan sistem perpipaan yang ada. 7. Pemeliharaan jalur ROW pipa agar tidak ditumbuhi vegetasi yang dapat mempengaruhi kadar keasaman tanah. 16

17 Kepustakaan Anggadha, Arry Pipa Gas Pertamina Meledak, 6 Tewas, (7 Maret 2013, WIB). Beychok, Milton Petroleum Crude Oil, (16 Mei 2013, WIB) Christina, Bernadette Pipa Minyak PT Chevron Bocor, (6 Maret 2013, WIB). CNPC Central Asia China Gas Pipeline, (7 Maret 2013, WIB). Darmawan, Agus Dwi Pipa Bocor, 160 Ribu Barel Minyak RI Hilang, (6 Maret 2013, WIB). Det Norske Veritas (DNV) Risk Assessment of Pipeline Protection, DNV, Djunaidi, Zulkifli Pengembangan Model Analisis Risiko Keselamatan pada Pipa Penyalur Gas dan Minyak Mentah, Disertasi: FKM UI, Depok. EGIG Gas Pipeline Incident, European Gas Pipeline Incident Data Group: Groningen, Jerman. European Agency for Safety and Health at Work. Risk Assessment, (1 Juni 2013, WIB) Geary, W Risk-Based Inspection A Case Study Evaluation of Onshore Process Plant, Sheffield: Health and Safety Laboratory. Indorama Mandiri Hasil Pemeriksaan Resistivitas Tanah dan ph serta Desain Sistem Proteksi Katodik pada Jalur Pipa Gas Diameter 6 x 7740 m dari SP. Tambun Cluster PDT A dan River Crossing CBL Pipa Gas 10 x 100 m dari Tambun ke PDT PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun, Cirebon: PT Indorama Mandiri. Institute for Healthcare Improvement Failure Modes and Effects Analysis (FMEA), Institute for Healthcare Improvement. Irawulan Lapindo Tak Bersalah dalam Kasus Ledakan Pipa Gas Pertamina, (6 Maret 2013, WIB) 17

18 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300/K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi. Departemen Pertambangan dan Energi RI, Konersman, Rainer, Christiane Kuhl dan Jorg Ludwig On The Risk of Transporting Liquid and Gaseous Fuels in Pipelines, BAM Federal Institute for Material Research and Testing: Berlin. Muhlbauer, W. Kent Pipeline Risk Management Manual: Ideas, Techniques, and Resources. Ed 3. Burlington: Elsevier. National Transportation Safety Board Pipeline Accident Reports, (7 Maret 2013, WIB) NEB Focus on Safety and Environment: A Comparative Analysis of Pipeline Performance , National Energy Board: Calgary, Canada. Nwosu, H.U. dan M.I. Enyiche Risk Analysis Methods for Pipelines in Niger Delta, Journal of Innovative Research in Engineering and Science: Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa. Jakarta, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: PHMSA Serious Pipeline Incidents, US Department of Transportation, Pramono, Wishnu Arief HAZOP, (15 April 2013, WIB) Putra, Rizqy Chandra Eka. Analisis Risiko Pipa Gas 12 PT. Pertamina EP Region Jawa Field Tambun Tahun 2012, Skripsi: FKM UI, Depok. Ramli, Soehatman Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat. Sucofindo Laporan Resertifikasi Pipeline SP. PDTI ke SP. Tambun (6 ) Sepanjang 9300 m PT Pertamina EP Region Jawa Field Tambun, Jakarta: PT Sucofindo. Sugian, Syahu Kamus Manajemen Mutu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. William, Goldfeder Gas Leak and Explosion, (6 Maret 2013, WIB). 18

Muhammad

Muhammad Oleh: Muhammad 707 100 058 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pembimbing: Ir. Muchtar Karokaro M.Sc Sutarsis ST, M.Sc Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT. (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam)

ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT. (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam) ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam) Doni Rahmawan 1*, Adi Wirawan Husodo 2, dan George Endri

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581 SIDANG TUGAS AKHIR - RL 1585 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

Tugas Akhir (MO )

Tugas Akhir (MO ) Company Logo Tugas Akhir (MO 091336) Aplikasi Metode Pipeline Integrity Management System pada Pipa Bawah Laut Maxi Yoel Renda 4306.100.019 Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D. 2. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman sekarang minyak masih menjadi kebutuhan bahan bakar yang utama bagi manusia. Minyak sangat penting untuk menggerakkan kehidupan dan roda perekonomian.

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581.

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581. STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581 Sovian Simatupang 1, Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA 2, Ir.Muchtar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

Muhammad (NRP )

Muhammad (NRP ) IMPLEMENTASI RISK ASSESSMENT PADA PIPELINE GAS JALUR BADAK - BONTANG Muhammad (NRP. 2707100058) Dosen Pembimbing : Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. ; Sutarsis, ST. M.Sc., Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penilaian resiko dilakukan pada tiap zona yang sudah dispesifikasikan. Peta resiko menggunakan sistem skoring yang diperkenalkan oleh W Kent Muhlbauer dengan bukunya yang berjudul

Lebih terperinci

RISK BASED MAINTENANCE (RBM) UNTUK NATURAL GAS PIPELINE PADA PERUSAHAAN X DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI AHP-INDEX MODEL

RISK BASED MAINTENANCE (RBM) UNTUK NATURAL GAS PIPELINE PADA PERUSAHAAN X DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI AHP-INDEX MODEL RISK BASED MAINTENANCE (RBM) UNTUK NATURAL GAS PIPELINE PADA PERUSAHAAN X DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI AHP-INDEX MODEL Darmapala* dan Moses L. Singgih Program Studi Magister Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan

Lebih terperinci

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto IDENTIFIKASI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FTA PADA DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PERTAMAX DAN PREMIUM (STUDI KASUS : PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS V SURABAYA) Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Lebih terperinci

Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI)

Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-356 Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang mengenai tema yang akan dibahas, perumusan masalahnya, pertanyaan apa saja yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian, tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 menjadikan kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha pertambangan mempunyai risiko yang tinggi terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Jenis dan tingkat keadaan darurat seperti

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF I Made Bayu Sukma Firmanjaya, Ketut Buda Artana, A.A.B Dinariyana DP Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS 52 BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Umum Pipa Kondisi umum pipa penyalur gas milik Salamander Energy yang digunakan sebagai studi kasus analisis resiko adalah sebagai berikut: Pipa penyalur ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Penilaian risiko..., Adis Arzida Lanin, FKMUI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Penilaian risiko..., Adis Arzida Lanin, FKMUI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk yang berakal akan selalu berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya, untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut manusia mulai membangun berbagai

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini ilmu dan teknologi telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan ini diiringi pula dengan berkembangnya dunia industri yang semakin maju. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Identifikasi Bahaya

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Identifikasi Bahaya BAB III METODOLOGI 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Pengumpulan Data Primer Pengamatan terhadap proses dan kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS

BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS 4.1 Umum Pemasangan pipa transmisi gas yang akan terpasang sepanjang kurang lebih 105 km ini akan membentang dari Sumatera bagian Selatan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan distribusi gas bumi, penggunaan jaringan pipa merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN RESIKO PIPA GAS TRANSMISI PT PERTAMINA STUDI KASUS SIMPANG KM32-PALEMBANG

KAJIAN RESIKO PIPA GAS TRANSMISI PT PERTAMINA STUDI KASUS SIMPANG KM32-PALEMBANG KAJIAN RESIKO PIPA GAS TRANSMISI PT PERTAMINA STUDI KASUS SIMPANG KM-PALEMBANG FADLAN WIBOWO Jurusan Teknik Sipil,Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Risiko adalah probabilitas dari suatu peritiwa

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Presentase produksi minyak dunia (BP statistical review of global energy).

Gambar 1.1 Presentase produksi minyak dunia (BP statistical review of global energy). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perminyakan di Indonesia dimulai sejak jaman penjajahan Belanda dengan laporan penemuan minyak bumi oleh Corps of the Mining Engineers, institusi milik Belanda

Lebih terperinci

QUANTITATIVE RISK ASSESSMENT UNTUK EQUIPMENT DALAM GAS PROCESSING UNIT DI TOPSIDE OFFSHORE PLATFORM

QUANTITATIVE RISK ASSESSMENT UNTUK EQUIPMENT DALAM GAS PROCESSING UNIT DI TOPSIDE OFFSHORE PLATFORM QUANTITATIVE RISK ASSESSMENT UNTUK EQUIPMENT DALAM GAS PROCESSING UNIT DI TOPSIDE OFFSHORE PLATFORM TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh Reza Hadyansyah

Lebih terperinci

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. (Sept. 0) ISSN: 30-97 G-80 Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline Wahyu Abdullah, Daniel M. Rosyid, dan Wahyudi Citrosiswoyo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISA BAHAYA KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA STORAGE TANK BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PREMIUM DENGAN METODE DOW S FIRE AND EXPLOSION INDEX

ANALISA BAHAYA KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA STORAGE TANK BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PREMIUM DENGAN METODE DOW S FIRE AND EXPLOSION INDEX ANALISA BAHAYA KEBAKARAN DAN LEDAKAN PADA STORAGE TANK BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PREMIUM DENGAN METODE DOW S FIRE AND EXPLOSION INDEX (Studi Kasus :PT. PERTAMINA (persero) UPMS V, SURABAYA) Oleh :

Lebih terperinci

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU VISI DAN MISI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Materi Sebelum UTS Overview konsep hazard, risk dan control

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

Lebih terperinci

TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENGENDALIAN RESIKO PADA PANGGUNG GAS OKSIGEN PT ANEKA GAS INDUSTRI V

TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENGENDALIAN RESIKO PADA PANGGUNG GAS OKSIGEN PT ANEKA GAS INDUSTRI V TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENGENDALIAN RESIKO PADA PANGGUNG GAS OKSIGEN PT ANEKA GAS INDUSTRI V PRAHASTA ADIGUNA Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jurusan Teknik Permesinan Kapal,

Lebih terperinci

Martiningdiah Jatisari. Masyarakat Universitas Diponegoro. Masyarakat Universitas Diponegoro

Martiningdiah Jatisari. Masyarakat Universitas Diponegoro. Masyarakat Universitas Diponegoro Analisis Risiko Kebakaran dan Ledakan Menggunakan Metode Dow s Fire and Explosion Index Pada Tangki Solar di Perusahaan Pembangkit Listrik Semarang Martiningdiah Jatisari 1. Mahasiswa Peminatan Kesehatan

Lebih terperinci

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( ) SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI Arif Rahman H (4305 100 064) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc 2. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Materi

Lebih terperinci

(STUDI KASUS PT. IPMOMI PLTU PAITON)

(STUDI KASUS PT. IPMOMI PLTU PAITON) EVALUASI POTENSI BAHAYA KEBAKARAN dan LEDAKAN PADA TANGKI PENYIMPANAN HIDROGEN MENGGUNAKAN METODE DOW S FIRE & EXPLOSION INDEX (D-F&EI) serta LIKELY LOSS FIRE & EXPLOSION INDEX (LL-F&EI) (STUDI KASUS PT.

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

> A BC <10-5

> A BC <10-5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Pipa Offshore Berdasarkan risk assessment yang telah dilakukan pada pipa gas offshore milik PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore, maka dapat diambil

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO DI AREA PRODUKSI AEROSOL PT. UNZA VITALIS SALATIGA

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO DI AREA PRODUKSI AEROSOL PT. UNZA VITALIS SALATIGA IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO DI AREA PRODUKSI AEROSOL PT. UNZA VITALIS SALATIGA LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Aprilia Dina Fitriani

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri PENENTUAN SKENARIO DAN ANALISIS RESIKO KEGAGALAN PADA INSTALASI PENYIMPANAN GAS HIDROGEN DENGAN MENGGUNAKAN CHEMICAL PROCESS QUANTITATIVE RISK ANALYSIS (Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Oleh : Niki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan konstruksi merupakan kegiatan yang kompleks yang melibatkan pekerja, alat dan bahan dalam jumlah besar. Proyek mempunyai karakterisitik sebagai kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga Pada bab ini dianalisis pengaruh dari variasi parameter kondisi pipeline terhadap kategori resiko pipeline. Dengan berbagai macam parameter

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara dinamis seiring dengan kebutuhan manusia yang selalu berubah dan bertambah pula. Perkembangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN RISIKO JALUR PIPA GAS PT X DARI PLANT D SAMPAI S DI SUMATERA SELATAN TESIS. Henri Yuwono

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN RISIKO JALUR PIPA GAS PT X DARI PLANT D SAMPAI S DI SUMATERA SELATAN TESIS. Henri Yuwono UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN RISIKO JALUR PIPA GAS PT X DARI PLANT D SAMPAI S DI SUMATERA SELATAN TESIS Henri Yuwono 1006798644 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DEPOK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Analisis Risk (Resiko) dan Risk Assessment Risk (resiko) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Sebagai contoh apabila seseorang ingin melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Zulkifli A. Yusuf Dosen Program Studi Teknik Sistem

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Analisis Kategorisasi Risiko Pada penelitian kali ini didapatkan hasil berupa nilai kategorisasi risiko pada bagian ini akan membahas tentang hasil dari risiko pipa Kurau dan Separator

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. lainnya. 2 Divisi Poultry Breeder Charoen Pokphand Indonesia, menyebutkan data

BAB 1. PENDAHULUAN. lainnya. 2 Divisi Poultry Breeder Charoen Pokphand Indonesia, menyebutkan data lainnya. 2 Divisi Poultry Breeder Charoen Pokphand Indonesia, menyebutkan data BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan industri di Indonesia, masalah kecelakaan kerja yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi selain minyak dan gas bumi yang banyak menghasilkan devisa negara. Berdasarkan Coal Country Mine (2007), Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Non Destructive Testing

Non Destructive Testing Prinsip dan Metode dari NDT dan Risk Based Inspeksi Non Destructive Testing Pengujian tak merusak (NDT) adalah aktivitas pengujian atau inspeksi terhadap suatu benda/material untuk mengetahui adanya cacat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Separator minyak dan pipa-pipa pendukungnya memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pengilangan minyak. Separator berfungsi memisahkan zat-zat termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Sesuai dengan tujuan utama dari penelitian ini yaitu mengurangi dan mengendalikan resiko maka dalam penelitian ini tentunya salah satu bagian utamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang semakin berat dan dinamis, produktivitas mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu produktivitas

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PELAKSANAAN KONTRUKSI OIL DAN GAS DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION ABSTRAK ABSTRACT

MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PELAKSANAAN KONTRUKSI OIL DAN GAS DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION ABSTRAK ABSTRACT MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PELAKSANAAN KONTRUKSI OIL DAN GAS DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION 1 Devi Fitria Sari, 2 Fitri Suryani 1 Mahasiswa / Program Sarjana / Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja pada bidang tertentu (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja pada bidang tertentu (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang dirancang untuk pengajaran siswa dibawah pengawasan guru. Salah satu jenis sekolah di Indonesia adalah Sekolah Menengah

Lebih terperinci

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk No Surat/Pengumuman Nama Perusahaan Kode Emiten Lampiran 3 032400.S/HI/SPER/2010 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk PGAS Tanggal dan Jam 30 Sep 2010 20:26:56 Perihal Keterbukaan Informasi Yang Perlu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi, tidak hanya keamanan terhadap personil (human), tetapi juga terhadap

BAB I PENDAHULUAN. bumi, tidak hanya keamanan terhadap personil (human), tetapi juga terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan kerja merupakan faktor terpenting dalam industri minyak dan gas bumi, tidak hanya keamanan terhadap personil (human), tetapi juga terhadap peralatan

Lebih terperinci

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership)

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Model pengendalian risiko dispersi gas amonia pada pabrik pupuk = Risk control model of ammonia gas dispersion at the fertilizer plant Novrikasari,

Lebih terperinci

ARINA ALFI FAUZIA

ARINA ALFI FAUZIA ARINA ALFI FAUZIA 6507040029 IDENTIFIKASI RESIKO PADA DAPUR INDUKSI MENGGUNAKAN METODE FMEA (FAILURE MODES AND EFFECT ANALYSIS) DAN RCA (ROOT CAUSE ANALYSIS) SERTA EVALUASI MANAJEMEN TANGGAP DARURAT (STUDI

Lebih terperinci

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) adalah sebuah power generator yang menggunakan panas bumi (geothermal) sebagai sumber energi penggeraknya. Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Jumlah sumber daya mineral yang merupakan

Lebih terperinci

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION Bab 4 RISK BASED UNDERWATER INSPECTION 4.1 Pendahuluan Dalam laporan tugas akhir ini area platform yang ditinjau berada di daerah laut jawa dimana pada area ini memiliki 211 platform yang diantaranya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada sumber daya minyak dan gas bumi. Pada masa sekarang ini permintaan akan minyak bumi

Lebih terperinci

RISK MANAGEMENT PROCEDURE RISK MANAGEMENT PROCEDURE

RISK MANAGEMENT PROCEDURE RISK MANAGEMENT PROCEDURE Nama Dokumen RISK MANAGEMENT PROCEDURE 1 / 9 RISK MANAGEMENT PROCEDURE Dibuat oleh Ferdian Diperiksa Oleh Thomas Marsetyo G. S. Disetujui Oleh Jacob Mailoa Nama Dokumen RISK MANAGEMENT PROCEDURE 2 / 9

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO Bryan Alfons Willyam Sepang J. Tjakra, J. E. Ch. Langi, D. R. O. Walangitan Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581 MESIN, Vol. 25, No. 1, 2016, 18-28 18 Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581 Gunawan Dwi Haryadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO HYDROGEN RECOVERY UNIT (HRU) DAN PRIORITAS RISIKO KEGAGALAN KOMPONEN PIPA GAS HIDROGEN DI PT PETROKIMIA

ANALISIS RISIKO HYDROGEN RECOVERY UNIT (HRU) DAN PRIORITAS RISIKO KEGAGALAN KOMPONEN PIPA GAS HIDROGEN DI PT PETROKIMIA ANALISIS RISIKO HYDROGEN RECOVERY UNIT (HRU) DAN PRIORITAS RISIKO KEGAGALAN KOMPONEN PIPA GAS HIDROGEN DI PT PETROKIMIA Risyad Kharisma Pradana, Endang Dwiyanti Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lebih terperinci

eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$

eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$ 2 eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$ 5,3 miliar, dan produksi sebanyak US$ 14,9 miliar. Investasi di sektor hulu migas menunjukkan tren meningkat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun Cacat Total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan dan penggalian merupakan lapangan kerja yang banyak menyerap sumber daya manusia di Indonesia, menduduki peringkat ke 8 di Indonesia menurut Badan

Lebih terperinci

MENGAPA PROYEK PERANGKAT LUNAK GAGAL ( PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO DALAM PROYEK PERANGKAT LUNAK )

MENGAPA PROYEK PERANGKAT LUNAK GAGAL ( PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO DALAM PROYEK PERANGKAT LUNAK ) MENGAPA PROYEK PERANGKAT LUNAK GAGAL ( PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO DALAM PROYEK PERANGKAT LUNAK ) Yasmi Afrizal Dosen Jurusan Manajemen Informatika Universitas Komputer Indonesia ABSTRAK Tingkat kegagalan

Lebih terperinci

Pipeline Risk Assessment

Pipeline Risk Assessment Pipeline Risk Assessment Ahmad Taufik Metal Performance Assessment Group Engineering Consulting and Training Services dan Rekayasa Pertambangan - Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung pipa gagal

Lebih terperinci

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT. Hazard Identification Pengalaman menunjukkan

Lebih terperinci

SCHEDULE TRAINING 2016

SCHEDULE TRAINING 2016 SCHEDULE TRAINING 2016 JANUARI 19 31 SERTIFIKAT AHLI K3 UMUM Jakarta 8.500.000,- 20 1 Ahli K3 Kimia Jakarta 9.250.000,- 13 25 Ahli K3 Listrik Jakarta 12.500.000,- 19 31 SERTIFIKAT AHLI K3 UMUM Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang menjadi landasan atau dasar dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Dari pembahasan bab ini nantinya diharapkan dapat

Lebih terperinci

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK J. Math. and Its Appl. E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 14, No. 1, Mei 2017, 61 71 PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK Firda Puspita Devi

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS PADA DESICCANT DEHYDRATION UNIT DI PT LAPINDO BRANTAS.

ANALISIS POTENSI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS PADA DESICCANT DEHYDRATION UNIT DI PT LAPINDO BRANTAS. ANALISIS POTENSI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS PADA DESICCANT DEHYDRATION UNIT DI PT LAPINDO BRANTAS. INC Dony Febriyan 1, Galih Anindita 2, Novi Eka Mayangsari

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE AHP INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI DI PT X

PENERAPAN METODE AHP INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI DI PT X PENERAPAN METODE AHP INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI DI PT X Seto Uditoyo Subagyo 1 dan Udisubakti Ciptomulyono Program Studi Magister Manajemen Teknologi Bidang

Lebih terperinci

Oleh Fortries Aurelia Samahi

Oleh Fortries Aurelia Samahi Oleh Fortries Aurelia Samahi 6506 040 016 BAB I PENDAHULUAN Adanya potensi bahaya terjadinya kecelakaan blowout pada drilling proses dan efeknya dapat berujung bencana Kemungkinan terjadinya kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut laporan yang dikeluarkan oleh ILO pada 17 th World Congress on Safety and Health at Work yang pada tahun 2005, disebutkan bahwa berdasarkan hasil estimasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional adalah bidang ekonomi khususnya pada sektor industri. Pada sektor ini telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Pada lingkungan industri modern saat ini, kegagalan sistem (failure) akibat korosi adalah hal yang tidak ditolerir, terutama ketika hal tersebut melibatkan penghentian

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE. Dodi Novianus Kurniawan

PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE. Dodi Novianus Kurniawan PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Teknik Mesin Oleh: Dodi Novianus Kurniawan 231 06 022

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan dunia industri saat ini mendorong berbagai teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. Semakin tinggi teknologi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan distribusi gas bumi, suatu perusahaan penyedia infrastruktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan tulang punggung suksesnya pembangunan bangsa dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya

Lebih terperinci

Environmental Health Risk Assessment

Environmental Health Risk Assessment Environmental Health Risk Assessment Aria Gusti Study Programme of Public Health Sciences, Medical Faculty, Andalas University Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) Aria Gusti Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG AUDIT LINGKUNGAN HIDUP USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI Kriteria penetapan usaha dan/ kegiatan berisiko

Lebih terperinci

Perbandingan Pendekatan Muhlbauer dan Fuzzy Inference System Pada Proses Penilaian Risiko : Studi Kasus Pipa Bawah Laut 14 PHE-WMO

Perbandingan Pendekatan Muhlbauer dan Fuzzy Inference System Pada Proses Penilaian Risiko : Studi Kasus Pipa Bawah Laut 14 PHE-WMO Perbandingan Pendekatan Muhlbauer dan Fuzzy Inference System Pada Proses Penilaian Risiko : Studi Kasus Pipa Bawah Laut 14 PHE-WMO Budhi Santoso 1, Ketut Buda Artana 2, R.O. Saut Gurning 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci