5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP
|
|
- Shinta Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 pengajuan penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP); permohonan pemeriksaan fisik kapal, alat penangkapan ikan, dan dokumen kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan; dan pengajuan penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Dokumen lainnya yang harus ada di atas kapal yaitu Surat Laik Operasional (SLO) dan Surat Izin Berlayar (SIB) (DJPT 2013). Kerjasama diantara pihak yang terkait (nelayan, organisasi nelayan, dan pemerintah) sudah seharusnya berjalan. Pengawasan oleh pemerintah pusat (KKP) dan pemerintah daerah (DKP) sangat diperlukan, mengingat secara hukum, pemerintah merupakan pihak yang bertanggungjawab untuk mengelola perikanan. 31 Kesimpulan Permasalahan yang terjadi pada pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap adalah terbatasnya area penangkapan karena banyaknya rumpon di wilayah perairan dekat pantai, kecenderungan terjadinya peningkatan jumlah kapal dan alat tangkap seiring peningkatan harga jual ikan di PPP Pondokdadap, penurunan ukuran ikan jenis tuna, permainan harga yang dilakukan oleh pengambek pada saat pembelian hasil tangkapan dari nelayan, konflik horisontal diantara nelayan, dan masih kurangnya peran Rukun Jaya dalam masyarakat khususnya nelayan tonda Sendang Biru. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan dan kerjasama secara aktif dari seluruh komponen yang terlibat agar tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal. 5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Pendahuluan Perikanan sebagai sebuah kesatuan dari berbagai aspek yang dipenuhi dengan kekompleksitasan masalah didalamnya memerlukan suatu tindakan nyata yang mampu menyelesaikan keseluruhan masalah tersebut. Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk membuat model konseptual sebagai tindakan penyelesaian terhadap permasalahan yang telah diformulasikan pada bab sebelumnya. Model konseptual merupakan pemikiran secara teoritis terhadap situasi yang terjadi di dunia nyata yang berperan sebagai solusi awal untuk suatu permasalahan. Perumusan model konseptual ini diharapkan dapat memberikan langkah perubahan berupa strategi yang dijalankan untuk memperbaiki sistem. Pelaksanaan strategi dalam model konseptual harus berdasarkan karakteristik perikanan dan kebutuhan seluruh pihak yang terkait pada suatu wilayah perikanan. Hal ini bertujuan agar seluruh pihak tidak ada yang merasa dirugikan dan tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal. Keterlibatan secara aktif dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk menjalankan strategi yang disarankan.
2 32 Metode Pengungkapan permasalahan yang digambarkan dalam rich picture akan dianalisis lebih lanjut dengan root definitions. Checkland (2000) dalam Widjajani et al. (2009) mengemukakan bahwa root definition dibangun sebagai suatu ekspresi dari aktivitas bertujuan terhadap suatu proses transformasi (T). Root definition dinyatakan dengan spesifikasi yang lebih luas sehingga T dapat dielaborasi dengan mendefinisikan elemen-elemen lain yang membentuk CATWOE (customers, actors, transformation process, weltanschauung, owners, and environmental constraints). Customers merupakan pihak yang menerima dampak proses transformasi; actors adalah orang yang melakukan aktivitasaktivitas pada proses transformasi; transformation process merupakan proses yang mengubah input menjadi output; weltanschauung adalah sudut pandang, kerangka kerja, atau image yang membuat proses transformasi bermakna; owners adalah orang yang memiliki kepentingan terbesar terhadap sistem dan dapat menghentikan proses transformasi, dan environmental constraints adalah elemenelemen diluar sistem yang dapat mempengaruhi tetapi tidak dapat mengendalikan sistem tersebut atau dapat dinyatakan sebagai apa adanya (given). Definisi juga dinyatakan dalam bentuk PQR, yaitu melakukan P dengan menggunakan Q untuk dapat berkontribusi dalam mencapai R. Model konseptual terhadap sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap dibuat berdasarkan root definitions tersebut. Model tersebut merupakan rekomendasi solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon. Model konseptual yang diperoleh pada penelitian ini didasarkan pada permasalahan tiap aspek yang diteliti. Tujuannya untuk memudahkan pelaku atau pihak yang terkait untuk memperbaiki sistem perikanan tonda menjadi lebih baik. Hasil Aspek Sosial dan Kelembagaan Root definition dalam aspek ini terdiri dari 2 bentuk, yang pertama lebih menekankan pada permasalahan kekompakan nelayan, pengawasan, dan konflik yang terjadi (Gambar 5.1). Peraturan pemerintah berupa keputusan menteri kelautan dan perikanan KEP.58/MEN/2001 tentang tata cara pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (DJPSDKP 2013) menjadi acuan untuk pembuatan root definition ini. Model konseptual pada Gambar 5.3 bertujuan untuk memperkuat peran kelembagaan Rukun Jaya untuk membantu pemerintah dalam mengawasi perairan. Pengawasan tersebut dapat diwujudkan jika hubungan sosial masyarakat nelayan dalam kondisi yang baik. Masyarakat nelayan adalah pihak yang membangun lembaga nelayan, sehingga dengan semakin kuatnya hubungan diantara masyarakat nelayan maka akan menguatkan peran kelembagaan. Penentuan root definition yang kedua menitikberatkan pada permasalahan perizinan seperti pada Gambar 5.2 dan menghasilkan model konseptual (Gambar 5.4) yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam pengoperasian unit
3 perikanan tonda dengan rumpon di perairan yang digambarkan dalam SOP perizinan yang dibuat oleh pemerintah daerah, dengan memperhatikan kepentingan dari seluruh pihak seperti nelayan, pengusaha, dan pemerintah. CATWOE: C (Costumers) A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru; : Nelayan Sendang Biru, nelayan jaring luar Sendang Biru, masyarakat nelayan Sendang Biru, dan organisasi nelayan Rukun Jaya; T (Transformation) : Pembuatan peraturan lokal terhadap pengawasan perairan; W (Weltanschauung): Pengawasan perairan dilakukan secara aktif oleh seluruh masyarakat nelayan; O (Owners) : Organisasi nelayan Rukun Jaya; E (Environmental constraints) : Kebijakan pemerintah Root definition 1: Meningkatkan kekompakan nelayan, pengawasan, dan meminimalisir konflik melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal yang ditetapkan bersama untuk meningkatkan hubungan sosial nelayan dan menjaga wilayah operasi penangkapan dan sumberdaya ikan didalamnya. 33 Gambar 5.1 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan pengawasan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap CATWOE: C (Costumers) : Nelayan dan pengusaha perikanan; A (Actors) : Nelayan, organisasi nelayan Rukun Jaya, pengusaha perikanan dan pemerintah daerah dan pusat (DKP); T (Transformation) : Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) perizinan dengan jelas; W (Weltanschauung) : Proses perizinan berjalan dengan efektif dan efisien; O (Owners) : Pemerintah (DKP); E (Environmental constraints) : Kebijakan pemerintah daerah Root definition 2: Proses perizinan unit perikanan tonda dengan rumpon melalui pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah untuk menciptakan keteraturan dalam pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di perairan. Gambar 5.2 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan perizinan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap
4 34 34 Dugaan pelanggaran Penemuan Masyarakat atau anggota pokmaswas Pelaporan Aparat pengawas terdekat Penyelesaian secara lokal (lingkup masyarakat) 1 Rukun Jaya melakukan diskusi dengan masyarakat nelayan untuk menentukan fokus tindakan pengawasan dan sanksi pada setiap pelanggaran 2 Menentukan pihak yang bertanggungjawab terhadap setiap tindakan pengawasan TNI AL dan/atau Satpol AIRUD dan/atau kapal inspeksi perikanan Pelaporan Dinas Perikanan Kabupaten/kota dan Provinsi (tembusan: Direktur Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) 3 Menyampaikan program peraturan lokal pada pemerintah terkait dan melakukan diskusi sebagai saran dan kritik terhadap peraturan lokal Setuju 4 Pelaksanaan peraturan lokal di lapangan Tidak setuju Tindak lanjut terhadap pelanggaran Evaluasi peraturan Monitoring oleh pemerintah, organisasi nelayan Rukun Jaya dan masyarakat Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Gambar 5.3 Model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan perairan
5 Pemilik kapal 35 Pengumpulan berkas oleh Rukun Jaya Unit Pengelola PPP Pondokdadap 1 Pemerintah melakukan diskusi dengan melibatkan seluruh pihak seperti Rukun Jaya (perwakilan dari masyarakat nelayan) dan pengusaha perikanan untuk menentukan SOP perizinan secara jelas Dinas Perhubungan Laut (Bagian Kesyahbandaran), dan ahli ukur melakukan pengukuran Kantor Dishubla di Probolinggo Petugas DKP Tingkat I melakukan cek fisik kapal Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur Pembayaran biaya pembuatan surat izin oleh pemilik kapal 2 Menetapkan sanksi bagi setiap pelanggaran yang dilakukan 3 Mensosialisasikan SOP perizinan kepada seluruh masyarakat perikanan di daerah setempat - Surat ukur - Gross akte - Sertifikat kelaikan - Pas Kecil/Pas besar/pas tahunan - SIUP - SIPI/SIKPI Monitoring oleh pemerintah dan masyarakat nelayan 4 Pelaksanaan SOP perizinan Evaluasi Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Gambar 5.4 Model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah 35
6 36 Aspek Teknis dan Ekologi Penentuan root definition pada aspek ini didasari dari adanya pemasangan rumpon yang tidak terkendali di wilayah perairan yang berakibat pada terbatasnya area penangkapan unit perikanan tonda. Peningkatan upaya penangkapan juga terjadi pada wilayah perairan yang menyebabkan perubahan dari sisi ekologi, yaitu penurunan ukuran sumberdaya ikan jenis tuna. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan adalah dengan pengaturan jumlah dan ukuran ikan layak tangkap. (Gambar 5.5). Aspek ini disatukan karena penyebab permasalahan yang terjadi sama pada kedua aspek. CATWOE: C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru; A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru dan luar daerah, dan nelayan jaring Sendang Biru; T (Transformation) : Pengaturan jumlah dan ukuran tangkapan layak tangkap bagi unit perikanan tonda dengan rumpon; W (Weltanschauung) : Pengoperasian alat tangkap dilakukan pada wilayah yang telah diatur dan tangkapan yang diperoleh sesuai dengan standar yang ditetapkan; O (Owners) : DKP Kabupaten Malang dan Organisasi nelayan Rukun Jaya; E (Environmental constraints) : Musim ikan Root definition 3: Pengaturan jumlah dan ukuran tangkapan layak tangkap bagi unit perikanan tonda dengan rumpon melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan operasional penangkapan yang ditetapkan bersama untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan. Gambar 5.5 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek teknis dan ekologi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Model konseptual yang direkomendasikan terhadap permasalahan pada aspek teknis dan ekologi ini adalah pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon untuk mengatur jumlah dan ukuran tangkapan yang layak tangkap sehingga keberlanjutan sumberdaya ikan dapat terjaga (Gambar 5.6). Pelaksanaan aturan tersebut perlu didukung dengan tindakan penanganan hasil tangkapan, baik di kapal maupun saat didaratkan. Perekayasaan alat tangkap dan rumpon dapat dilakukan untuk menjaga sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan sehingga tangkapan yang diperoleh adalah ikan dengan jenis dan ukuran yang layak tangkap serta memiliki kualitas yang baik. Peraturan yang dibuat sebaiknya merupakan hasil kesepakatan antara nelayan yang dapat diwakili oleh organisasi nelayan Rukun Jaya dan DKP Kabupaten. Hal ini untuk meminimalisir dominansi kepentingan diantara salah satu pihak, dan terciptanya kelancaran pelaksanaan peraturan di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan aturan dari seluruh pihak terkait.
7 37 Peneliti 1 Perhitungan jumlah dan ukuran layak tangkap per jenis ikan Pemerintah 2 Pemerintah melakukan sosialisasi kepada Rukun Jaya dan diskusi untuk menetapkan kuota tangkapan per kapal 3 Sosialisasi kepada seluruh nelayan 4 Mendiskusikan dan menetapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran 5 Pelaksanaan peraturan operasional Nelayan menyiapkan perbekalan di pelabuhan atau fishing base Pencarian rumpon kelompok Persiapan operasi penangkapan Melakukan operasi penangkapan di rumpon Penyortiran dan penanganan hasil tangkapan di kapal Pendaratan hasil tangkapan Monitoring oleh pemerintah, Rukun Jaya dan masyarakat Evaluasi peraturan Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Gambar 5.6 Model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap
8 38 Aspek Ekonomi Sistem jual beli antara nelayan dan pengambek terhadap hasil tangkapan yang didaratkan dianggap merugikan nelayan, karena adanya ketidaksesuaian harga yang seharusnya diterima oleh nelayan. Hal ini yang mendasari penentuan root definition pada aspek ekonomi (Gambar 5.7). Root definition tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk membuat model konseptual sebagai penyelesaian atas masalah yang terjadi. Model konseptual yang direkomendasikan pada aspek ekonomi ini adalah pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap (Gambar 5.8). Model konseptual ini didasarkan pada peraturan pemerintah daerah Kabupaten Malang berupa Perda Kabupaten Malang No. 1 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan dan retribusi pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (Ditjen Kemenkumham 2013). Peraturan tersebut menyebutkan bahwa proses pelelangan meliputi penerimaan, penimbangan, pelelangan, dan pembayaran, dimana terdapat retribusi masing-masing sebesar 1.5 persen dari nelayan dan pengambek. Pungutan tersebut merupakan persentasi dari harga transaksi penjualan ikan pada saat lelang yang diperoleh nelayan dan pengambek. CATWOE: C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru; A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru, pengambek, dan koperasi unit desa (KUD) Mina Jaya; T (Transformation) : Perbaikan sistem jual beli; W (Weltanschauung) : Terjadinya harga yang wajar bagi pengambek dan nelayan; O (Owners) : Organisasi nelayan Rukun Jaya dan KUD Mina Jaya; E (Environmental constraints) : Inflasi dan ketersediaan stok ikan yang dipasarkan Root definition 4: Perbaikan sistem jual beli antara nelayan dengan pengambek melalui pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan untuk mencapai harga yang wajar bagi nelayan dan pengambek Gambar 5.7 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek ekonomi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Pelaksanaan model konseptual ini sebaiknya melibatkan seluruh pihak yang terkait, seperti dari nelayan, pengambek, petugas pelelangan dan masyarakat sebagai konsumen. Selain itu, diperlukan pembaharuan informasi harga pasar untuk setiap jenis ikan kepada nelayan secara terus menerus untuk meminimalisir kecurangan dalam penetapan harga jual ikan saat proses lelang berlangsung. Model konseptual ini diharapkan dapat menciptakan kondisi pelelangan yang baik, yaitu adanya harga yang wajar bagi nelayan dan pengambek.
9 39 Nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada pengambek Nelayan menerima informasi harga pasar per jenis ikan yang akan dilelang dari petugas lelang Penerimaan hasil tangkapan oleh petugas lelang Penimbangan hasil tangkapan oleh petugas lelang dan pengambek Pelelangan hasil tangkapan yang diikuti oleh pengambek dan pembeli (pengusaha/pedagang kecil) Pembayaran hasil lelang oleh pengusaha pada petugas lelang (KUD Mina Jaya) 1 KUD Mina Jaya dan Rukun Jaya melakukan diskusi dengan masyarakat nelayan untuk merumuskan tindakan pengawasan dan sanksi terhadap setiap pelanggaran 2 Menentukan pihak yang bertanggungjawab pada tindakan pengawasan dan pemberian sanksi 3 Menyampaikan rumusan tindakan pengawasan pada DKP kabupaten melalui UPPPP Pondokdadap dan melakukan diskusi sebagai saran dan kritik terhadap tindakan pengawasan Ada perbaikan Pembayaran hasil lelang kepada pengambek Pembayaran hasil lelang kepada nelayan Tidak ada perbaikan 4 Pelaksanaan pengawasan Monitoring oleh KUD Mina Jaya, organisasi nelayan Rukun Jaya dan masyarakat Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Evaluasi Gambar 5.8 Model konseptual pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap 39
10 40 Pembahasan Pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon diharapkan dapat menjadi solusi awal terhadap permasalahan teknis dan ekologi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap. Langkah untuk meminimalisir masalah teknis dan ekologi berupa persaingan wilayah penangkapan dan penurunan ukuran ikan yang diperoleh nelayan adalah dengan mengatur jumlah dan ukuran tangkapan yang diperbolehkan, yang didukung dengan penanganan hasil tangkapan yang sesuai prosedur. Hal ini untuk meningkatkan kualitas ikan yang akan dijual, yang juga akan mempengaruhi harga jual ikan tersebut. Kualitas hasil tangkapan diperoleh jika kesegaran hasil tangkapan tetap terjaga hingga didaratkan dan dijual di tempat pelelangan. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan cara mengawetkan hasil tangkapan dengan menggunakan es seperti yang dilakukan nelayan di Indonesia pada umumnya. Ismanto et al. (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sistem pendingin dengan coolbox yang berisi es kering dengan silika gel mampu mempertahankan suhu rendah dalam waktu yang lebih lama namun tidak stabil dibandingkan dengan coolbox yang berisi es basah seperti es batu atau es curah. Lama waktu yang mampu dipertahankan es kering dan silika gel selama 138 jam 30 menit, sedangkan es basah hanya 35 jam. Penanganan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengawetkan ikan menggunakan freezer seperti yang dilakukan nelayan purse seine di PPP Bojomulyo. Pengawetan ikan dengan freezer lebih baik jika dibandingkan dengan pengawetan menggunakan es (Hastrini et al. 2013). Tindakan penanganan hasil tangkapan yang paling mendasar yang harus diperhatikan oleh nelayan adalah mencegah kontaminasi langsung antara tangan dan kaki dengan ikan, meminimalisir cahaya matahari langsung yang mengenai tubuh ikan, dan meletakkan serta menyimpan ikan pada wadah yang telah dibersihkan. Cara lainnya adalah dengan merekayasa pancing dan rumpon yang digunakan saat operasi penangkapan, misalnya dengan mengganti ukuran mata pancing sehingga peluang untuk menangkap ikan dengan ukuran layak tangkap menjadi lebih besar. Nugroho (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mata pancing tonda dengan ukuran nomor 5 dapat menangkap ikan lebih banyak dengan presentase kegagalan yang lebih sedikit. Alatas (2004) menyarankan agar menggunakan umpan tiruan untuk menangkap ikan dengan lebih efektif, yaitu menggunakan kombinasi umpan warna biru-putih untuk ikan cakalang, warna merah-putih untuk menangkap ikan madidihang, kombinasi warna biru-putih dan merah-putih untuk menangkap ikan albakora, serta kombinasi ketiga jenis umpan untuk menangkap ikan tongkol. Perekayasaan pancing dalam pengoperasiannya dimaksudkan untuk menjaga sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan unit perikanan tonda dengan rumpon agar tetap lestari, baik secara ekologi maupun ekonomi. Aspek teknis dan ekologi yang tidak berjalan baik akan mempengaruhi aspek ekonomi. Permasalahan ekonomi yang dihadapi nelayan tonda di PPP Pondokdadap saat ini adalah masih adanya kecurangan yang dilakukan pengambek saat proses pelelangan sehingga menyebabkan nelayan tidak mendapatkan harga yang wajar dari penjualan hasil tangkapan. Kondisi ini terjadi karena keinginan untuk memanfaatkan nilai ekonomi secara lebih besar dari hasil
11 tangkapan yang dijual dan adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan tersebut. Kurang akuratnya timbangan yang digunakan pada proses pelelangan menjadi awal penyebabnya. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan pada proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap agar nelayan, pengambek, dan pengusaha memperoleh keuntungan yang sesuai. Selain itu juga perlu dilakukan pembaharuan informasi harga pasar kepada nelayan untuk setiap jenis ikan secara terus menerus dan penerapan sanksi yang tegas terhadap pihak yang melakukan kecurangan pada saat proses pemasaran atau pelelangan. Permasalahan teknis, ekologi, dan ekonomi tersebut dapat diminimalisir jika hubungan sosial diantara seluruh pihak yang terlibat dalam sistem berjalan dengan baik. Namun, kenyataannya hubungan sosial seperti kekompakan antar nelayan masih belum baik, yang dibuktikan dengan masih adanya penjarahan rumpon dan konflik yang masih terjadi dengan nelayan luar daerah. Penyelesaian terhadap permasalahan sosial ini dapat dilakukan dengan membuat dan melaksanakan peraturan lokal terhadap pengawasan perairan yang merupakan hasil kesepakatan diantara seluruh elemen masyarakat. Hasil penelitian Martin dan Irmayanti (2011) menunjukkan bahwa masyarakat nelayan Sendang Biru memiliki tradisi yang dikenal dengan nama ritual petik laut, yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 27 September. Ritual ini memiliki fungsi dan pesan yang berkaitan dengan pembinaan solidaritas antar masyarakat nelayan dalam bekerja dan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan perairan dan sumberdaya perikanan. Kenyataannya, kegiatan ini tidak terlalu memberi pengaruh terhadap kondisi ekologi dan hubungan sosial masyarakat. Tindakan atau kebijakan pendukung yang bersifat lokal lainnya yang dapat dilakukan, seperti pola kearifan lokal masyarakat Aceh dalam pengelolaan perikanan yang dikenal dengan hukom adat laot. Sulaiman (2010) menyatakan bahwa pola hukom adat laot ini sudah berkembang di Aceh sejak tahun 1607, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Hukom adat laot secara implisit menerangkan bahwa terdapat kewenangan untuk mengatur dan mengawasi sumberdaya perikanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pola kearifan hukom adat laot ini ditegakkan oleh lembaga adat panglima laot yang berfungsi untuk membantu pemerintah dalam pembangunan perikanan. Pada pelaksanaannya, panglima laut berwenang untuk mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut, menyelesaikan perselisihan, mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laot, dan menjadi penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan panglima laot satu dengan panglima laot lainnya. Keberadaan panglima laot dalam mengawasi perikanan didukung dengan adanya peraturan dan sanksi yang sudah dipatuhi oleh nelayan, keberadaannya sangat didukung oleh pemerintah daerah setempat. Cara lain yang dapat dilakukan adalah pembentukan kelompok masyarakat pengawas perikanan atau yang dikenal dengan pokmaswas. Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) telah membentuk satuan kerja (satker) pengawas sumberdaya kelautan sejak tahun 2007, dimana kemudian satker membentuk pokmaswas yang keanggotaannya terdiri dari unsur aparat desa, tokoh adat dan agama, dan nelayan, seperti yang terdapat di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Partisipasi pokmaswas dalam mengawasi perairan dapat diukur dari jumlah pelanggaran yang berhasil diamati, dilaporkan secara tertulis, dan jumlah pelaku yang berhasil ditangkap. Pemahaman baik mengenai kepentingan kelestarian sumberdaya perikanan sangat diperlukan dalam hal ini (Yuliana dan Winata 2012). Peran aktif masyarakat 41
PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON MELALUI PENDEKATAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 73-88 ISSN 2087-4871 PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON MELALUI PENDEKATAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) DI PPP PONDOKDADAP SENDANG
Lebih terperinci4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP
16 MENENTUKAN SITUASI MASALAH: L1: Memahami situasi yang bersifat problematik. L2: Menggambarkan situasi masalah MENGAMBIL TINDAKAN UNTUK MELAKUKAN PERBAIKAN: L5: Bandingkan model (L4) dengan dunia nyata
Lebih terperinciLampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap
49 Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Uraian Jumlah INVESTASI Kapal (umur teknis 10 tahun) 80 000 000 Alat Tangkap (umur teknis 1 tahun) 3
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI
Lebih terperinciGUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciVI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan
VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu selama ini mengacu kepada peraturan formal yang ditetapkan dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2010 TENTANG PEMBERIAN KEWENANGAN PENERBITAN SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) DAN SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUT IKAN (SIKPI)
Lebih terperinciNOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA Menimbang MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, : a. bahwa
Lebih terperinci2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP
6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak
Lebih terperinciKERAGAAN KELOMPOK MASYARAKAT PENGAWAS SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKABUMI ABSTRAK
KERAGAAN KELOMPOK MASYARAKAT PENGAWAS SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKABUMI Ernik Yuliana 1 dan Adi Winata 2 1 Program Studi Agribisnis FMIPA Universitas Terbuka 2 Program Studi Perencanaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
S AP EUE KHE UEN SA HO U L ANG KA H QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT DAYA,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,
PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai
Lebih terperinciVII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu
VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2014 TENTANG ANDON PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2014 TENTANG ANDON PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP
3333 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP Menimbang: MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber daya
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
G UB E RNUR NUS A T E NGGARA B ARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,
Lebih terperinciBUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI
BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BANGKA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,
Lebih terperinciPROVINSI DKI JAKARTA
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN PROGRESS IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI disampaikan oleh: GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA Jakarta, 21 April 2015 PROVINSI DKI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP
Lebih terperinciMAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN
PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TOPAN RENYAAN, S.H. MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka pengelolaan, pemanfaatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinci5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU
5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis
Lebih terperinciOleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku
Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku Disampaikan pada : Rapat Monev Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia Sektor Kelautan Untuk Provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat Ambon, 12 Mei
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.81, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Usaha Perikanan Tangkap. Wilayah Pengelolaan Perikanan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
No. 152, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KP. SLO. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2017 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN DENGAN
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEMAPARAN PROGRES IMPLEMENTASI FOKUS AREA RENCANA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DALAM RANGKA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA (GNP
Lebih terperinciDOKUMEN PROSEDUR PENERBITAN IZIN PERIKANAN
1 2 DOKUMEN PROSEDUR PENERBITAN IZIN PERIKANAN 1. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk memastikan bahwa Izin-izin Perikanan yang diterbitkan dapat dijamin keabsahan dan keakurasiannya. 2. Ruang Lingkup
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis fungsi kelembagaan perikanan ini dilaksanakan di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang
Lebih terperinciPERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat
VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kepulauan Selayar
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 46TAHUN 2005 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 46TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG USAHA PERIKANAN DAN USAHA KELAUTAN PROPINSI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PERMEN-KP/2014 TENTANG SURAT
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG JENIS IKAN DAN WILAYAH PENEBARAN KEMBALI SERTA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDIDAYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciVIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi
VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SUBSIDI KEPADA NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Draft Perpres Subsidi PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SUBSIDI KEPADA NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2006 NOMOR 5
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2006 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN Menimbang : a.
Lebih terperinciPenangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)
Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PERMEN-KP/2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMUM GERAI PERIZINAN KAPAL PENANGKAP IKAN HASIL PENGUKURAN ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciCAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Jawa Tengah
1 CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Jawa Tengah disampaikan oleh : Drs. H. Heru Sudjatmiko, M.Si. Wakil Gubernur Jawa Tengah
Lebih terperinci: PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
LAMPIRAN XI : PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU (KPPTSP) PROVINSI NTT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG BERASAL DARI
Lebih terperinci5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.49/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP Menimbang
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERIKANAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERIKANAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan
Lebih terperinciDisampaikan Oleh : GUBERNUR LAMPUNG
Disampaikan Oleh : GUBERNUR LAMPUNG Disampaikan pada Acara Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi yang diinisiasi oleh KKP dan KPK Jakarta, 20 21 April 2015 1. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Laut REKOMENDASI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)
PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciCAPAIAN IMPLEMENTASI EMPAT FOKUS AREA RENCANA AKSI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA
CAPAIAN IMPLEMENTASI EMPAT FOKUS AREA RENCANA AKSI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA OLEH : DR. DJOUHARI KANSIL, MPd WAKIL GUBERNUR SULAWESI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER.17/MEN/2006 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER.17/MEN/2006 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan diarahkan
Lebih terperinciCAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Bengkulu H.
Lambang Pemda Foto Gubernur H. JUNAIDI HAMSYAH GUBERNUR BENGKULU CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Bengkulu disampaikan
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN Stakeholder Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Stakeholder Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Stakeholders dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah para pihak atau aktor yang terkait
Lebih terperinci2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb
No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA PADA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENGELOMPOKAN SKALA KECIL, SKALA MENENGAH, DAN SKALA BESAR DALAM PUNGUTAN HASIL PERIKANAN DENGAN
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 17 TAFIUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 17 TAFIUN 2002 TENTANG I Z I N U S A H A P E R I K A N A N B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 07/MEN/2004 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN BENIH IKAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 07/MEN/2004 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN BENIH IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
Lebih terperinciDRAFT MARET POS POKMASWAS Page 1 of 20
PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DRAFT MARET 2015 POS POKMASWAS Page 1 of 20 PROSEDUR OPERASIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 84 (1) Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan
Lebih terperinciCAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia DI PROVINSI PAPUA
CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia DI PROVINSI PAPUA disampaikan oleh : GUBERNUR PAPUA Disampaikan pada Acara Monitoring dan Evaluasi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun
Lebih terperinciseine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak
5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal
Lebih terperinciGERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN PROGRESS IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Disampaikan oleh: Ir. H. M. NATSIR THAIB WAKIL GUBERNUR PROVINSI MALUKU UTARA PEMERINTAH
Lebih terperinciMONITORING DAN EVALUASI ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN
MONITORING DAN EVALUASI ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN [Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Barat Maluku Utara] GORONTALO, 9 JUNI 2015 1 FOKUS AREA RENCANA
Lebih terperinciPROVINSI SUMATERA UTARA
2 PROVINSI SUMATERA UTARA VISI Menjadi Provinsi yang Berdaya Saing Menuju Sumatera Utara Sejahtera MISI 1. Membangun sumberdaya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religius
Lebih terperinciCHECKLIST PERMOHONAN SURAT IZIN USAHA PERIKANAN (SIUP)
PERMOHONAN SURAT IZIN USAHA PERIKANAN (SIUP) Perorangan : 1 Identitas Diri : fotocopy KTP (Domisili di Provinsi Jawa Timur) 5 Grosse Akte 6 Surat keterangan pengujian kapal perikanan 7 Rokomendasi teknis
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa sebagai kekayaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI -1- NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 141
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA PERIKANAN
Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA PERIKANAN bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 47
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN
Lebih terperinciSISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG, JAWA TIMUR ALVI RAHMAH
SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG, JAWA TIMUR ALVI RAHMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar
Lebih terperinciCAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SEKTOR KELAUTAN INDONESIA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SEKTOR KELAUTAN INDONESIA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA AKSI 1 2 3 4 Penyusunan Tata Ruang Wilayah Laut Penataan Izin
Lebih terperinciBAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-
BAB IV Mengenai Kewenangan Mengadili Atas Kasus Illegal Fishing Berdasarkan Track Record Data VMS (Vessel Monitoring System) Dihubungkan dengan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2016 T E N T A N G TATA CARA PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2016 T E N T A N G TATA CARA PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci