BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Performansi keselamatan dan kesehatan kerja yang buruk dari suatu perusahaan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan hilangnya hari kerja yang menimbulkan kompensasi secara ekonomi karena turunnya produktivitas perusahaan dan dikeluarkannya biaya total kecelakaan, termasuk didalamnya biaya perawatan, pengobatan, biaya pelatihan bagi tenaga kerja pengganti, dan sebagainya. Selain itu, rendahnya keselamatan dan kesehatan kerja juga dapat memperburuk citra perusahaan di kalangan masyarakat dan pasaran hasil produksi. Oleh karena itu, upaya pemeliharaan dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja memegang peranan penting berkaitan dengan kepentingan produksi dan produktivitas perusahaan. Keselamatan dan kesehatan memiliki cakupan yang berbeda. Keselamatan menekankan pada situasi penyebab kecelakaan sedangkan kesehatan menekankan pada kondisi penyebab penyakit (Goetsch, 1993) Keselamatan Kerja Keselamatan dapat didefinisikan sebagai kondisi bebas dari risiko yang dapat mengakibatkan cidera (ISO/IEC Guide 2). Sedangkan kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tidak direncanakan, dan tidak diharapkan dimana terjadi aksi dan reaksi antara objek, bahan, atau material dengan manusia sehingga menimbulkan cidera (Heinrich, 1980). Dengan demikian, upaya pencegahan kecelakaan kerja memberikan dampak secara langsung terhadap keberhasilan peningkatan keselamatan kerja. Menurut OHSAS (1999), kecelakaan dapat terjadi dalam tiga bentuk, yakni incident, near miss accident dan accident. Incident merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kecelakaan atau memiliki potensi mengarah kepada suatu kecelakaan. Near miss accident merupakan kejadian yang tidak menghasilkan sakit, cidera, atau kerusakan tetapi memiliki potensi untuk menyebabkan hal II - 1

2 tersebut. Sedangkan accident merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang menyebabkan kematian, sakit, cidera, kerusakan atau kerugian lainnya. Kecelakaan kerja dapat terjadi akibat faktor-faktor penyebab yang dapat dikategorikan sebagai berikut : (Soemirat, 1999) Penyebab langsung (immediate causes), meliputi perilaku tidak aman dari pekerja (unsafe acts), juga kondisi lingkungan kerja dan mesin yang tidak aman (unsafe condition). Penyebab tidak langsung (real/underlying causes), mencakup faktor-faktor personal (fisik dan psikologis), faktor-faktor lingkungan (fisis, kimia, biologi dan psikologi), faktor-faktor manajemen (kebijakan, keputusan, kontrol, dan administrasi). Adapun tujuan dari upaya pencapaian keselamatan kerja adalah sebagai berikut: (Suma mur, 1995) - Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas - Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja - Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien Kesehatan Kerja Secara umum, kesehatan dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat atau derajat kondisi fisik dan psikologi dari suatu individu. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang tenaga kerja menghadapi potensi bahaya kesehatan di samping kecelakaan kerja. Potensi bahaya kesehatan tersebut dapat berupa: (Budiono, 1997) Penyakit yang diderita oleh masyarakat umum (general disease). Occupational diseases yang menurut WHO (1985) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh penyebab yang spesifik yang selalu terdapat di lingkungan kerja dan faktor penyebabnya dapat diidentifikasi, diukur, dan dikendalikan. Contoh dari penyakit semacam ini adalah keracunan Pb, asbetosis, dan silikosis. II - 2

3 Work related diseases yang menurut WHO (1985) merupakan penyakit yang sebagian penyebabnya adalah kondisi kerja, termasuk paparan dari faktor lingkungan kerja dan kapasitas kerja serta perilaku tenaga kerja, lingkungan, dan faktor sosio-kultural yang dapat menambah, mempercepat, atau memperburuk penyakit tersebut. Dalam upaya pemeliharaan kesehatan kerja, perusahaan perlu memperhatikan keseimbangan dari faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya untuk dipertimbangkan pada saat proses rekrutmen. Faktor-faktor tersebut meliputi: (Suma mur, 1995) 1. Beban kerja Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik, mental ataupun sosial. Tenaga kerja memiliki batas tertentu yang berbeda untuk menerima beban kerja. 2. Beban tambahan akibat lingkungan kerja Faktor-faktor yang menyebabkan beban tambahan ini meliputi faktor lingkungan fisik, kimia, biologi, fisiologis, dan mental-psikologis. 3. Kapasitas kerja Kapasitas kerja setiap tenaga kerja akan berbeda tergantung pada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, dan ukuran tubuh. Menurut Siswantara (2004), beban kerja terdiri dari beban kerja eksternal dan beban kerja internal. Beban kerja eksternal terdiri dari task, organisasi dan lingkungan. Task terdiri dari fisik dan non-fisik. Task fisik terdiri dari muskuloskeletal, yaitu task yang menguras tenaga kerja yang berkaitan dengan kerja manual yang bervariatif terhadap sensory motoris, yaitu koordinasi dari organ sensoris dan motoris. Sedang task nonfisik terdiri dari perceptual motoris, yakni reaksi tubuh yang mengubah informasi menjadi reaksi motoris. Beban kerja yang berkaitan dengan organisasi menyangkut masalah pengaturan jam kerja, istirahat, kerja malam, kerja bergilir, alur kerja, sistem kerja, cuti dan lembur, aturan rumah tangga perusahaan, dan sebagainya. Sedangkan beban kerja yang berkaitan dengan lingkungan menyangkut lingkungan fisik, kimia, biologis dan sosial, termasuk pengaruhnya terhadap lingkungan seperti temperatur, kelembaban, kebisingan, getaran, penerangan, gerakan udara, debu, dan lain-lain. Adapun beban kerja internal berkaitan dengan apa yang terdapat di dalam benak pekerja seperti II - 3

4 kepercayaan, persepsi, taboo, kebutuhan, motif, harapan, nilai, norma, kebiasaan, dan lain-lain. Perusahaan perlu mengupayakan pemeliharaan kesehatan kerja agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap gangguan atau penyakit yang diakibatkan oleh faktor-faktor lingkungan kerja dan pekerjaan, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma mur, 1995). 2.2 Peraturan Perundangan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) K3 merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja di samping sebagai faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, di Indonesia terdapat beberapa peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja untuk mendorong perusahaan perusahaan menerapkan upaya pemeliharaan K3. Peraturan-peraturan tersebut antara lain: 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak demi kemanusiaan. Pernyataan tersebut mencakup dasar pemikiran bahwa jaminan keselamatan dan kesehatan bagi tenaga kerja termasuk di dalamnya. 2. Undang-Undang Kecelakaan ( ), mengenai penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja. 3. Undang-undang No. 14 Tahun 1969, tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja dalam perlindungan atas keselamatan kerjanya dan mengatur penyelenggaraan pertanggungan dan bantuan sosial bagi tenaga kerjanya dan keluarganya yang meliputi juga kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tanggal 12 Januari 1970, tentang Keselamatan dan Kecelakaan Kerja, mengatur keselamatan kerja yang mencakup ruang lingkup tempat kerja dalam wilayah kekuasaan hokum Republik Indonesia, syarat-syarat keselamatan kerja, aspek pengawasan dan pembinaan keselamatan kerja serta menerangkan hak dan kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus yang memimpin langsung suatu tempat kerja. 5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.01/MEN/1980, tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan, mencakup II - 4

5 ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun khususnya pada tiap bagian konstruksi bangunan, yaitu tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga dan tangga rumah, alat-alat angkat, kabel baja/tambang/rantai dan alat pembantu, mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, penggalian, konstruksi bawah tanah, pekerjaan merancang, pekerjaan beton, pembongkaran, penggunaan perlengkapan penyelamatan dan perlindungan diri, serta pekerjaan lainnya. 6. Keputusan Menteri PU No. 195/Kpts/1989, tentang Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat kegiatan konstruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. 7. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. Kep-174/MEN/1986 dan No. Kep-104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. 8. Undang-undang RI No.3 Tahun 1992, tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, adalah suatu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan akibat suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua, dan meninggal dunia. 9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 Tanggal 12 Desember 1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang memuat pedoman penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang mewajibkan industri dengan karyawan lebih dari 100 orang dan memiliki potensi bahaya dalam bahan maupun prosesnya untuk menerapkan SMK Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP 19/M/BW/1997 Tanggal 26 Februari 1997 Tentang Pelaksanaan Audit Sistem Manajemen Keselamatan Kerja, yang mengatur pelaksanaan audit SMK Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-196/Men/1999, tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan, dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi. II - 5

6 2.3 Identifikasi Bahaya Bahaya berarti apa saja (termasuk kebiasaan kerja atau prosedur) yang mempunyai potensi membahayakan/mencelakakan keselamatan atau kesehatan seseorang. Identifikasi Bahaya adalah proses mengidentifikasi semua situasi atau kejadian yang dapat memberi peningkatan peluang untuk cidera, sakit atau kerugian bagi pekerja atau properti. Heinrich (1980) mengatakan bahwa kecelakaan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tidak direncanakan, dan tidak diharapkan dimana terjadi aksi dan reaksi antara objek, bahan, atau material dengan manusia sehingga menimbulkan cidera. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996, tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Dengan demikian, variabel penyebab bahaya dapat bermacam-macam, termasuk kondisi lingkungan dan manusia, serta segala kegiatan didalamnya. Beberapa potensi bahaya penyakit dan kecelakaan yang dapat terjadi di tempat kerja diantaranya adalah: (Budiono, 1997) Faktor fisis, meliputi kebisingan, pencahayaan, getaran, radiasi, suhu serta bahaya listrik, mekanik, ledakan, dan kebakaran. Faktor kimia, meliputi logam berat, asam/basa, pelarut, gas, debu. Faktor biologi, meliputi hewan, tumbuhan, bakteri, jamur, virus. Faktor ergonomi, meliputi desain atau interaksi antara manusia dan mesin, sikap dan cara kerja, kerja yang monoton, kejemuan, beban, dan kapasitas kerja. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan mengenai penyesuaian tempat kerja serta elemen-elemen yang terdapat di dalamnya terhadap tenaga kerja (Goetsch, 1993). Manusia, meliputi perilaku, kondisi fisik, dan kejiwaan. II - 6

7 Identifikasi bahaya harus dilakukan untuk mencari solusi tindakan dalam menangani masalah keselamatan dan kesehatan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang berpotensi menimbulkan bahaya serta jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Dalam hal ini, faktor manajemen memegang peranan penting dalam proses pengendalian bahaya untuk mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit di tempat kerja sebagai salah satu upaya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kebijakan yang ditetapkan manajemen dapat menentukan adanya potensi bahaya di tempat kerja serta besaran dari potensi bahaya tersebut. Dengan demikian, keputusan-keputusan yang diambil oleh manajemen dapat mendukung dilakukannya identifikasi terhadap potensi bahaya di tempat kerja. Proses identifikasi bahaya sebagai bagian dari analisis bahaya ini merupakan suatu tahap awal dalam upaya penanganan masalah K3, untuk selanjutnya digunakan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Analisis Risiko Analisis risiko merupakan salah satu elemen penting dalam proses identifikasi bahaya di tempat kerja. Menurut Goetsch (1993), analisis risiko merupakan suatu metode analitik yang berkaitan dengan asuransi dan investasi. Analisis risiko ini dapat digunakan untuk menganalisis tempat kerja, mengidentifikasi bahaya, dan mengembangkan strategi untuk menanggulangi kondisi bahaya, dengan mempertanyakan seberapa sering kecelakaan terjadi, dan seberapa parah konsekuensi dari kecelakaan tersebut. Dasar dari analisis risiko adalah memperkecil risiko yang mungkin terjadi dengan menurunkan frekuensi dan severitas dari kondisi bahaya penyebab kecelakaan. Menurut Goetsh (1993), data historis dari kecelakaan, cidera, dan penyakit menunjukkan bahwa semakin ringan severitas dari suatu cidera atau penyakit, frekuensinya akan semakin tinggi, dan sebaliknya bila cidera atau penyakit yang diakibatkan suatu kecelakaan memiliki tingkat severitas tinggi, maka frekuensinya akan semakin kecil. Penerapan dari penentuan nilai risiko dalam SMK3 akan dibahas kemudian. II - 7

8 2.3.2 Kebijakan SMK3 Semua manajer, termasuk manajemen puncak, dan supervisor mau berkonsultasi dengan para pekerja, kontraktor dan pihak yang berhubungan dengan area tanggung jawab mereka, memberikan perhatian yang sesuai untuk : Identifikasi bahaya apa saja yang dapat diduga/diperkirakan dengan kemungkinan dapat merugikan kesehatan atau keselamatan setiap orang, apakah itu terhadap para pekerja, atau yang berhubungan dengan tempat bekerja atau pekerjaan apapun yang berhubungan dengan aktivitas di dalam area tanggung jawab mereka. Memberikan penilaian terhadap kerugian yang ditimbulkan kepada kesehatan atau keselamatan yang timbul dari suatu pengidentifikasian bahaya. Menghilangkan/mengeliminasi atau, jika proses eliminasi tidak dapat dilakukan, kontrol potensi bahaya yang mungkin terjadi. Memastikan bahwa semua tindakan yang telah diambil untuk mengontrol risiko terhadap kesehatan dan keselamatan cocok diterapkan dan pelihara/pertahankan. Meninjau kembali penilaian risiko dan tindakan-tindakan yang diambil untuk mengontrol risiko, bilamana : - Ada tanda-tanda bahwa penilaian risiko yang telah dilakukan tidak absah lagi, atau - Cidera atau penyakit yang timbul dari paparan terhadap sebuah bahaya yang mana berhubungan dengan penilaian risiko, atau - Sebuah perubahan signifikan telah diusulkan di dalam tempat kerja atau dalam kebiasaan kerja atau prosedur yang berhubungan dengan penilaian risiko. - 5 tahun telah berlalu sejak penilaian risiko terakhir dilakukan. II - 8

9 2.3.3 Hierarki Kontrol dalam Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Jika proses eliminasi dari risiko tidak dapat dilakukan, tindakan-tindakan berikut (dalam urutan yang spesifik) akan diambil untuk meminimasi risiko sampai ke tingkat terendah yang mungkin dilakukan : 1. Substitusi Penggantian bahan-bahan yang dianggap berbahaya dengan bahan lain yang mempunyai fungsi sama, namun memiliki faktor bahaya yang lebih kecil. Substitusi juga dapat dilakukan pada proses atau peralatan. 2. Desain ulang peralatan dan proses kerja 3. Isolasi bahaya Pemisahan antara pekerja dengan bahaya yang ada, misalnya dengan dibuatnya ruang asam pada laboratorium penelitian. 4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD dilakukan jika cara-cara diatas tidak dapat diterapkan dengan baik dalam rangka minimalisasi bahaya. APD digunakan oleh pekerja sebagai barrier (batasan/pelindung) antara diri sendiri (pekerja) dengan bahaya. Cara ini bukan langkah pengontrolan yang baik, karena tidak mengontrol bahaya di sumber, tetapi pengontrolan dilakukan terhadap sikap kerja. Kesuksesan kontrol ini tergantung pada pemilihan APD yang tepat, penggunaan yang benar, dan pemeliharaan alat yang teratur, sehingga kondisi APD selalu baik. Kombinasi dari tindakan-tindakan diatas sebaiknya dilakukan untuk mengurangi risiko hingga kepada tingkat yang paling rendah yang layak diterapkan jika tidak ada satupun tindakan yang cukup untuk tujuan tersebut Syarat Identifikasi Bahaya Bahaya sebaiknya diidentifikasi dengan mengkombinasikan tindakan : Pelaporan bahaya Pelaporan insiden dan data investigasi Inspeksi jadwal tempat kerja Kegiatan identifikasi bahaya yang sistematik dan terencana. II - 9

10 2.4 Penentuan Risiko dan Metode-metode Skor Risiko Penentuan Risiko Kecelakaan di lingkungan kerja sangat bervariasi dan beragam baik dari segi jumlah dan jenisnya. Berhubung tiap-tiap perusahaan memiliki anggaran yang berbeda-beda jumlahnya terhadap komitmen penerapan SMK3, maka perlu dilakukan pemilihan penanganan terhadap kondisi biaya yang ada agar memilih dengan keseriusan bahaya besar menjadi prioritas penanganan. Dibutuhkan metode untuk menghitung besar skor risiko bahaya dari tiap kecelakaan agar prioritas penanganan bahaya bisa ditentukan. Penentuan skor risiko dilakukan dengan cara menghubungkan identifikasi bahaya dengan risiko yang mungkin terjadi. Perkiraan risiko dilakukan dengan mempertimbangkan antara nilai probability (probabilitas), exposure (paparan), dan consequence (konsekuen). Menurut Soemirat, probabilitas adalah peluang terjadinya kecelakaan akibat peristiwa bahaya, paparan adalah frekuensi terjadinya peristiwa bahaya, dan konsekuen adalah kondisi yang mungkin terjadi akibat keparahan. Perkiraan risiko digunakan untuk menentukan skor risiko yang terjadi. Dalam Tugas Akhir ini, terdapat 3 metode dalam melakukan perhitungan skor risiko, yaitu Modifikasi Metode Risk Management Standar Australia (AS/NZS 4360:1999), Metode Fine dan Metode Risk Score Calculator Metode-metode Skor Risiko Modifikasi Standar Australia Pada Risk Management AS/NZL 1999, sistem penilaian metode yang digunakan adalah metode kualitatif dimana penilaian risiko didasarkan pada 2 variabel yaitu kemungkinan (likehood) dan akibat (consequence) dengan penilaian tingkat kualitas akibat risiko pada 4 kategori yaitu E (Extreme high), H (High), M (Medium), dan L (Low). Sementara pada Modifikasi Standar Australia ini juga memperhitungkan 2 variabel yaitu kemungkinan (likehood) dan akibat (consequence). Namun perbedaannya setelah dimodifikasi adalah penilaian menjadi metode kuantitatif II - 10

11 dengan pemberian nilai/skor terhadap risiko. Rentang pemberian nilai/skor adalah pemberian bobot/nilai 1-4 berdasarkan penilaian risiko yang diidentifikasi sehingga diperoleh bobot skor risiko. Masing-masing nilai/skor didasarkan atas penilaian subjektif dan ditentukan berdasarkan Tabel Tabel 2.1 Kemungkinan/Likehood (Risk Management AS/NZL 4360:1999) Tingkatan Kriteria Penjelasan A Hampir Pasti Suatu insiden / kejadian pasti akan terjadi pada hampir semua kegiatan yang dilakukan B Mungkin Terjadi Suatu insiden mungkin bisa terjadi pada hampir semua kondisi, atau buka sesuatu hal yang tidak biasa terjadi C Moderate (Menengah) Suatu insiden dapat terjadi pada beberapa kondisi / kegiatan tertentu D Kecil Kemungkinannya Terjadi Suatu insiden mungkin terjadi pada beberapa kondisi / kegiatan tertentu, namun kecil kemungkinannnya terjadi E Jarang Sekali Terjadi Suatu insiden mungkin dapat terjadi pada suatu kondisi yang khusus/luar biasa Tabel 2.2 Akibat/Consequence (Risk Management AS/NZL 4360:1999) Tingkatan Kriteria Penjelasan X1 Tidak Signifikan Tidak ada cidera; kerugian materil sangat kecil X2 Minor Memerlukan perawatan P3K, kerugian material sedang X3 Sedang (Moderate) Memerlukan perawatan medis dan mengakibatkan kehilangan hari kerja, hilangnya fungsi anggota tubuh untuk sementara waktu; kerugian materi cukup besar II - 11

12 Lanjutan Tabel 2.2 Tingkatan Kriteria Penjelasan X4 Major Cidera yang mengakibatkan cacat/hilangnya fungsi tubuh secara permanen, proses produksi tidak berjalan; kerugian materi besar X5 Katastropi Menyebabkan kematian; kerugian materi sangat banyak Tabel 2.3 Matriks Penilaian Risiko (Risk Management AS/NZL 4360:1999) Akibat Peluang Insignificant X1 Minor X2 Moderate X3 Major X4 Catastrophic X5 A B C D Tabel 2.4 Bobot/Score (Risk Management AS/NZL 4360:1999) Bobot Kategori Penjelasan 4 A Sangat Tinggi Membutuhkan perencanaan khusus di tingkat manajemen puncak dan memerlukan penanganan dengan segera/kondisi darurat 3 B Risiko Tinggi Membutuhkan perhatian dari pihak manajemen menengah dan lakukan tindakan perbaikan secepat mungkin II - 12

13 Lanjutan Tabel 2.4 Bobot Kategori Penjelasan 2 C Risiko Sedang Tidak memerlukan perhatian dari manajemen puncak, namun sebaiknya segera diambil tindakan dan penanganan / kondisi bukan darurat 1 D Risiko Rendah Risiko cukup ditangani dengan prosedur yang sudah berlaku di perusahaan Metode Fine Pada metode Fine, prioritas koreksi dalam model ini ditentukan oleh risiko relatif yang disebabkan adanya bahaya. Semakin besar risiko, semakin tinggi prioritas, tetapi biaya untuk koreksi tidak diperhitungkan. Biaya akan menjadi sangat penting pada saat ditentukan tindakan alternatif koreksi yang akan diambil. Menurut Fine (1980) ada 2 metode dalam pengontrolan bahaya, yaitu: 1. Metode untuk perhitungan risiko, untuk menentukan keseriusan suatu kondisi bahaya sehingga dapat membantu pengambilan keputusan akan suatu tindakan pencegahan (preventif). 2. Metode untuk menentukan apakah perkiraan biaya yang dialokasikan untuk suatu tindakan perbaikan guna meringankan suatu kondisi bahaya telah efektif dan efisien (justified). Penentuan skor risiko menurut Fine dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: RS = C E P dimana : RS = risk score (skor risiko) C = consequence E = exposure P = probability II - 13

14 Tabel 2.5 Derajat Keparahan (Soemirat, 1999 berdasarkan Fine) Derajat Keparahan Rating a. Bencana alam : banyak kecelakaan fatal (cacat tetap atau 100 meninggal) kerusakan yang luas (lebih dari $ ) b. Beberapa kecelakaan fatal, kerusakan $ $ c. Kecelakaan fatal, kerusakan di atas $ $ d. Injury sangat serius (amputasi, cacat permanen) kerusakan 15 $ $ e. Luka yang menyebabkan cacat, kerusakan sampai $ f. Luka minor, memar, benjolan, kerusakan minor 1 Tabel 2.6 Nilai Paparan (Soemirat, 1999 berdasarkan Fine) Paparan Rating a. Terus-menerus (sering dalam sehari) 10 b. Sering/Frequently 6 c. Sekali-sekali/Occasionally (dari sekali seminggu sampai 3 sekali sebulan) d. Biasa (dari sekali sebulan sampai sekali setahun) 2 e. Jarang (pernah terjadi) 1 f. Sangat jarang (belum pernah terjadi, tapi ada 0.5 kemungkinan terjadi) Tabel 2.7 Nilai Probabilitas (Soemirat, 1999 berdasarkan Fine) Probabilitas Rating a. Paling memungkinkan terjadi bila ada peristiwa bahaya 10 b. Agak memungkinkan (kemungkinan terjadi 50-50) 6 c. Tidak biasa atau kebetulan 3 d. Merupakan kebetulan yang sangat kecil peluangnya (pernah 1 terjadi) II - 14

15 Lanjutan Tabel 2.7 Probabilitas Rating e. Sangat kecil kemungkinannya, tapi dipahami mungkin terjadi 0.5 (tidak pernah terjadi setelah sekian tahun paparan) f. Secara praktek tidak mungkin terjadi (tidak pernah terjadi 0.1 meskipun bertahun-tahun terjadi paparan) Metode Risk Score Calculator (RSC) Perbedaan antara metode RSC dengan metode Fine hanya pada cara penentuan skor risiko suatu kegiatan. Pada metode ini penentuan risk score berdasarkan nilai konsekuensi (consequence), paparan (exposure), dan probabilitas (probability) yang kemudian masing-masing nilai ini dihubungkan sesuai pada garis-garis yang sudah ditentukan (The Risk Score Calculator). Tie Line Risk Calculator dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Tie Line Risk Score Calculator (NSCA,1997) Penggunaan Tie Line Risk Score Calculator ini dilakukan dengan menggunakan tahapan-tahapan berikut: II - 15

16 1. Tentukan nilai probabilitas pada garis yang telah ditentukan. 2. Tarik garis yang menghubungkan antara nilai probabilitas dengan nilai paparan yang telah ditentukan. 3. Tarik lurus garis tersebut sampai menyinggung Tie Line. 4. Dari titik Tie Line, tarik garis ke titik pada nilai konsekuen yang telah ditentukan. 5. Tarik garis lurus sampai menyinggung garis skor risiko. Penentuan skor risiko diperoleh dari nilai konsekuensi, paparan, dan probabilitas. Nilai konsekuen, paparan dan probabilitas dapat ditentukan berdasarkan penggolongan yang sudah dilakukan pada Tabel Tabel 2.8 Penggolongan Konsekuen (Queensland University of Australia, 2000) Kategori Pengaruh pada Biaya Pengaruh pada Lingkungan Manusia Kecelakaan Kerja Catastrophe Banyak kematian $ 5 m Kerusakan besar pada produksi Bahaya lingkungan yang meluas Disaster Beberapa kematian $ 1 5 m Kerusakan besar pada produksi Bahaya lingkungan bersifat mayor Very Serious Kematian $ $ 1 m Kerusakan produksi yang berarti Bahaya lingkungan yang parah Serious Luka serius (lumpuh, amputasi) $50000 $ Kerusakan produksi yang tidak berarti) Bahaya lingkungan yang serius Substansial (Important) Luka cacat yang membutuhkan pengobatan $ $ Gangguan produksi yang sedikit Bahaya lingkungan yang kecil Minor (Noticeable) Hanya membutuhkan P3K $5000 Tidak ada efek Bahaya lingkungan yang tidak berarti II - 16

17 Tabel 2.9 Penggolongan Paparan (Queensland University of Australia, 2000) Very Rare Hampir tidak mungkin terpapar Rare Jarang terpapar, tapi pernah terpapar Infrequent Terpapar antara sebulan sekali hingga setahun sekali Occasionally Terpapar pada saat-saat tertentu saja Frequent Terpapar kira-kira sekali sehari Continouos Terpapar sepanjang hari Tabel 2.10 Penggolongan Probabilitas (Queensland University of Australia, 2000) Almost Certain Hampir mungkin terjadi jika berhubungan dengan bahaya yang ada Quite Possible Mungkin terjadi, namun bukanlah hal yang biasa terjadi (kemungkinan 50-50) Unusual but Possible Bukan hal yang biasa, tetapi mungkin terjadi kecelakaan Remotely Possible Kecil kemungkinan terjadi Conceivable but Unlikely Tidak pernah terjadi setelah sekian lama paparan, tetapi ada kemungkinan terjadi Practically Imposible Secara praktek tidak mungkin terjadi, namun tidak pernah terjadi sebelumnya Zona Risiko dan Tindakan Metode Fine dan Risk Score Calculator Zona risiko merupakan penggolongan skor risiko yang diperoleh untuk menentukan tindakan pengendalian yang sebaiknya dilakukan dalam meminimalisasi kecelakaan yang ada. Nilai skor risiko yang diperoleh diklasifikasikan pada Tabel II - 17

18 Tabel 2.11 M Fine Klasifikasi Tindakan/Action (Fine, 1980; Queensland University of Australia, 2000; NSCA 1997) Skor Risiko M. Risk Score Calculator Tindakan 0-90 Low Tidak perlu tindakan dengan cepat Moderate-Substantial Lakukan tindakan secepatnya 151 High-Very High Lakukan tindakan saat itu juga Skor risiko tersebut kemudian diurutkan dan dimasukkan dalam 3 zona risiko, yaitu: 1. Zona risiko tinggi (High Risk Zone) Tiap kejadian dengan skor risiko dalam zona ini butuh penanganan segera dan kegiatan harus dihentikan sampai perbaikan tersebut membuat skor risiko menurun. Zona ini diperoleh jika skor risiko yang dihasilkan bernilai lebih besar dari 150 untuk metode Fine (Fine, 1980). Sedangkan berdasarkan metode RSC zona ini adalah jika skor risiko bernilai 200 (Queensland University of Australia, 2000; NSCA,1997). 2. Zona risiko medium (Medium Risk Zone), Tiap kejadian dengan skor risiko dalam zona ini butuh penanganan segera namun tidak perlu menghentikan kegiatan. Zona ini diperoleh jika skor risiko yang dihasilkan antara (Fine, 1980). Sedangkan berdasarkan metode RSC, zona ini benilai diantara (Queensland University of Australia, 2000; NSCA,1997). 3. Zona risiko rendah (Low Risk Zone), Tiap kejadian dengan skor risiko dalam zona ini tidak dinyatakan sebagai kondisi emergency, namun butuh penanganan yang tidak boleh tertunda lama. Zona ini II - 18

19 diperoleh jika skor risiko yang dihasilkan bernilai dibawah 90 (Fine, 1980). Sedangkan berdasarkan metode RSC zona ini adalah jika skor risiko yang dihasilkan bernilai lebih kecil dari 10 (Queensland University of Australia, 2000; NSCA,1997). 2.5 Job Safety Analysis (JSA) Job Safety Analysis (atau dikenal juga dengan Job Hazard Analysis) adalah sebuah teknik pencegahan kecelakaan yang digunakan sebagai penghubung perkembangan dari instruksi keselamatan kerja; sistem keselamatan kerja; dan pelatihan keselamatan kerja. Teknik JSA telah berkembang dari teknik studi kerja yang dikenal dengan metode studi dan pengukuran kerja. Metode studi dari kerekayasaan teknik ini bertujuan untuk meningkatkan metode produksi. Dalam hal ini JSA menggunakan sebuah teknik yang dikenal sebagai prinsip SREDIM: Select/Pilih (bagian pekerjaan yang dipelajari) Record/Rekam (bagaimana pekerjaan dilakukan) Examine/Uji (situasi penuh) Develop/Kembangkan (metode terbaik untuk melakukan pekerjaan tersebut) Install/Menerapkan (metode ini dimasukkan ke dalam operasi perusahaan) Maintain/ Pelihara (ini menjelaskan metode dan mengukur metode) Pengukuran kerja digunakan untuk memilah-milah pekerjaan ke dalam bagian kecil/komponen sehingga dapat membuat pekerjaan manusia lebih efektif. JSA menggunakan prinsip SREDIM namun pengukuran risiko-risiko yang ada (lebih baik dari isi pekerjaan) dalam setiap bagian/komponen dari pekerjaan harus selalu ditinjau ulang. Dari pengujian yang detail ini sebuah metode yang aman dapat dibuat untuk mendeskripsikan setiap tahap pekerjaan sehingga dapat dikembangkan. Langkah-langkah dasar untuk melakukan JSA adalah : 1. Pilih jenis pekerjaan yang dianalisis (SELECT) 2. Deskripsikan jenis pekerjaan tersebut ke dalam bagian-bagian spesifik dan mendetail dalam sebuah susunan kronologis yang teratur atau langkah-langkah melakukan pekerjaan tersebut. (RECORD) II - 19

20 3. Amati dan uji secara kritis setiap komponen-komponen dari jenis pekerjaan tersebut untuk menentukan risiko kecelakaan (EXAMINE) 4. Kembangkan kontrol pengukuran untuk mengeliminasi atau mengurangi risiko kecelakaan yang mungkin timbul (DEVELOP) 5. Formulasikan sistem yang aman dan tertulis dari pekerjaan dan instruksi keselamatan kerja untuk pekerjaan tersebut.(install) 6. Tinjau kembali sistem yang aman dari jenis pekerjaan tersebut dan keselamatan kerjanya. 2.6 Aplikasi Kontrol Dalam tahap ini, hal yang dilakukan adalah pemilihan tindakan kontrol dan aplikasi tindakan kontrol dalam kerja. Hal-hal yang dilakukan adalah: 1. Pengembangan prosedur kerja Manager, supervisi, dan pekerja bertanggung jawab akan pengembangan prosedur kerja tersebut. 2. Komunikasi antarbagian Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi untuk melaksanakan tindakan pengontrolan. 3. Pelatihan dan pemberian instruksi. 4. Pengawasan akan penerapan langkah kontrol. 5. Pemeliharaan agar kontrol dapat berjalan dengan baik. 2.7 Monitor Tahap ini merupakan tahapan terakhir yang harus dilakukan dalam pengelolaan dan pengendalian risiko. Pada tahap ini dilakukan monitor dan pengecekan ulang akan keefektivan tindakan kontrol dan pengendalian bahaya yang telah dipilih. Apabila timbul potensi bahaya baru akibat tindakan kontrol yang diterapkan, maka pihak manajemen secara berkala harus meninjau ulang kebijakan SMK3 yang diterapkan sehingga komitmen penyempurnaan yang berkelanjutan dapat dilakukan. II - 20

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Identifikasi Bahaya

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Identifikasi Bahaya BAB III METODOLOGI 3.1 Pendahuluan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan alur metodologi sebagai berikut pada Gambar 3.1: Pengumpulan Data Primer Pengamatan terhadap proses dan kondisi lingkungan

Lebih terperinci

PT. SAAG Utama PROSEDUR IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO No: PK.HSE.01 Berlaku : Revisi : 00 Hal.

PT. SAAG Utama PROSEDUR IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO No: PK.HSE.01 Berlaku : Revisi : 00 Hal. No: PK.HSE.01 Berlaku : 01 04 2009 Revisi : 00 Hal. : 1 dari 6 1. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya, penilaian dan menentukan pengendalian risiko dari seluruh kegiatan rutin dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area dari keselamatan kerja dalam dunia rekayasa mencakup keterlibatan manusia baik para pekerja, klien, maupun pemilik perusahaan. Menurut Goetsch

Lebih terperinci

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY Pengendalian Bahaya berguna agar terjadinya incident, accident penyakit akibat hubungan kerja ditempat kerja berkurang atau tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang menjadi landasan atau dasar dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Dari pembahasan bab ini nantinya diharapkan dapat

Lebih terperinci

PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL (SOP) IDENTIFIKASI, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA RESIKO. No. Dokumen: CTH-HSE.02-SOP-01

PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL (SOP) IDENTIFIKASI, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA RESIKO. No. Dokumen: CTH-HSE.02-SOP-01 PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL (SOP) No. Dokumen: CTH-HSE.02-SOP-01 Jabatan/ Nama Tanda Tangan Tanggal Disiapkan Oleh Diperiksa Oleh Disetujui oleh Catatan REVISI No. Halaman Bagian / Sub Bagian Yang Direvisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI PENGOLAHAN KAYU DENGAN METODE JSA (JOB SAFETY ANALYSIS)

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI PENGOLAHAN KAYU DENGAN METODE JSA (JOB SAFETY ANALYSIS) MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PEKERJA PADA BAGIAN PRODUKSI PENGOLAHAN KAYU DENGAN METODE JSA (JOB SAFETY ANALYSIS) PT. KHARISMA JAYA GEMILANG Hana Daryaningrum Program Studi Teknik

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN RESIKO DAN TINDAKAN PENGENDALIAN

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN RESIKO DAN TINDAKAN PENGENDALIAN RESIKO DAN TINDAKAN Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh Daftar Isi 1. Tujuan...4 2. Ruang Lingkup... 4 3. Referensi... 4 4. Definisi...

Lebih terperinci

INPUT DAN PROSES. Pendahuluan

INPUT DAN PROSES. Pendahuluan INPUT DAN PROSES Pendahuluan SMK3 adalah suatu sistem, maka harus terdiri atas input, proses, output, serta umpan baliknya, sehingga semua perbaikan dapat dimonitor apakah ada kemajuanatautidak. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sistem yang berhubungan semua unsur yang berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko

Lebih terperinci

Pengertian (Definisi) Bahaya

Pengertian (Definisi) Bahaya KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Pengertian (Definisi) Bahaya dan 5 Faktor Bahaya K3 Di Tempat Kerja Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecelakaan Kerja Sebuah perusahaan yang beroperasi dalam bidang konstruksi mempunyai kemungkinan terjadi kecelakaan kerja. Setiap orang dimanapun berada, siapapun bisa mengalami

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

RISK MANAGEMENT PROCESS. Proses Manajemen Risiko

RISK MANAGEMENT PROCESS. Proses Manajemen Risiko RISK MANAGEMENT PROCESS Proses Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan suatu kegiatan yang menerus (ongoing), yang harus dilakukan: Sekarang, bila belum pernah dilakukan Ketika ada pekerjaan baru direncanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan cidera, sakit, atau kerusakan material. Kecelakaan tidak terjadi begitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja yaitu suatu kejadian yang timbul akibat atau selama pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal dan kecelakaan kerja yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja memiliki risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung pada jenis industri, teknologi yang digunakan serta pengendalian

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Hand-out Industrial Safety Dr.Ir. Harinaldi, M.Eng Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Tempat Kerja Produk/jasa Kualitas tinggi Biaya minimum Safety comes

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian K3 Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada tahun 1890, pemerintah Amerika Serikat memasukan rancangan undang undang (UU) yang mengatur keselamatan dan kesehatan

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar 2 : Keadaan darurat. Presented by : Anita Iskhayati, S. Kom NIP

Kompetensi Dasar 2 : Keadaan darurat. Presented by : Anita Iskhayati, S. Kom NIP Kompetensi Dasar 2 : Keadaan darurat Presented by : Anita Iskhayati, S. Kom NIP. 198311292010012034 DEFINISI FAKTOR PENYEBAB UPAYA PENCEGAHAN TRAINING KLH JAMSOSTEK EVALUASI Presented by : Anita Iskhayati,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN MANAJEMEN RISIKO RS ROYAL PROGRESS

KERANGKA ACUAN MANAJEMEN RISIKO RS ROYAL PROGRESS KERANGKA ACUAN MANAJEMEN RISIKO RS ROYAL PROGRESS I. Pendahuluan: A. Risiko Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian di antaranya berisiko ringan atau hampir tidak berarti secara klinis.

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek 2012 Oleh: Arrigo Dirgantara 1106069664 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2012 Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana kesehatan untuk menangani masalah kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, rumah sakit mempunyai

Lebih terperinci

RISK MANAGEMENT PROCEDURE RISK MANAGEMENT PROCEDURE

RISK MANAGEMENT PROCEDURE RISK MANAGEMENT PROCEDURE Nama Dokumen RISK MANAGEMENT PROCEDURE 1 / 9 RISK MANAGEMENT PROCEDURE Dibuat oleh Ferdian Diperiksa Oleh Thomas Marsetyo G. S. Disetujui Oleh Jacob Mailoa Nama Dokumen RISK MANAGEMENT PROCEDURE 2 / 9

Lebih terperinci

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA PROSEDUR NO DOKUMEN : P-AAA-HSE-01 STATUS DOKUMEN : MASTER COPY NO : NOMOR REVISI : 00 TANGGAL EFEKTIF : 1 JULI 2013 DIBUAT OLEH : DIPERIKSA OLEH : DISETUJUI OLEH : HSE MANAJEMEN REPRESENTATIF DIREKTUR

Lebih terperinci

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU VISI DAN MISI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Materi Sebelum UTS Overview konsep hazard, risk dan control

Lebih terperinci

DASAR DASAR KESEHATAN KERJA

DASAR DASAR KESEHATAN KERJA DASAR DASAR KESEHATAN KERJA Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 22 Tahun Ajaran 2013 / 2014 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

#10 MANAJEMEN RISIKO K3

#10 MANAJEMEN RISIKO K3 #10 MANAJEMEN RISIKO K3 Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya. Selain itu Risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI Kami PT Bening Tunggal Mandiri berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan aspek HSE. PT Bening Tunggal Mandiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian. Pekerjaan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN SMK3 2.1.1 Pengertian Sistem Sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur dan saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. (KBBI, 1990). 2.1.2 Pengertian

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment)

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Maesaroh, Yayan Harry Yadi, Wahyu Susihono,, Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean BAB V PEMBAHASAN A. Komitmen terhadap Manajemen Risiko Ditinjau dari Kebijakan Mutu dan K3L pada Proyek Jalan Layang Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean PT Adhi Karya (Persero)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Pengawasan Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari manajemen. Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan

Lebih terperinci

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Latar Belakang PP No. 50 Tahun 2012 PENGERTIAN PASAL 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO Bryan Alfons Willyam Sepang J. Tjakra, J. E. Ch. Langi, D. R. O. Walangitan Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

DEFINISI PENGERTIAN KESELAMATAN KERJA (K3)

DEFINISI PENGERTIAN KESELAMATAN KERJA (K3) DEFINISI PENGERTIAN KESELAMATAN KERJA (K3) Nama : Deni Hartono NPM : 21412829 Kelas : 3ic07 UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Definisi Keselamatan Kerja pengertian dari Keselamatan kerja Keselamatan dan kesehatan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIRARC (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA UNIT SEMARANG)

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIRARC (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA UNIT SEMARANG) ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIRARC (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA UNIT SEMARANG) Rani Rumita *, Susatyo Nugroho W.P., Sari Veronica Jantitya

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil wawancara dengan berpedoman pada Internal Control

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil wawancara dengan berpedoman pada Internal Control 148 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara dengan berpedoman pada Internal Control Questionnaires (ICQ), observasi, inspeksi dokumen, dan reperforming terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat : a. Tujuan dan Sasaran

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat : a. Tujuan dan Sasaran VI. KEGIATAN K3 LISTRIK DALAM PENERAPAN SMK3 Penetapan Kebijakan K3: - Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko terkait listrik - Melakukan peninjauan terhadap kejadian yang berbahaya

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3)

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3) LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Lebih terperinci

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) Gunung Es kerugian pada kecelakaan kerja kerugian yang "tampak/terlihat" lebih kecil daripada kerugian

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Pasal 86 UU No.13 Th.2003 1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Suardi (2005) mengutip laporan ILO tahun 2003, kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3468 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

K3 Konstruksi Bangunan

K3 Konstruksi Bangunan K3 Konstruksi Bangunan LATAR BELAKANG PERMASALAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Tujuan Pembelajaran Setelah melalui penjelasan dan diskusi 1. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Penerapan K3 sekurang-kurangnya 3 buah 2. Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

KESELAMATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja

KESELAMATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja KESELAMATAN KERJA K3 Keselamatan & Kesehatan Kerja SEJARAH KESELAMATAN KERJA DUNIA - Revolusi Industri Serap Banyak Buruh - Kecelakaan Kerja = Resiko Kerja - Buruh Desak Work Compensation - Buruh Desak

Lebih terperinci

ARINA ALFI FAUZIA

ARINA ALFI FAUZIA ARINA ALFI FAUZIA 6507040029 IDENTIFIKASI RESIKO PADA DAPUR INDUKSI MENGGUNAKAN METODE FMEA (FAILURE MODES AND EFFECT ANALYSIS) DAN RCA (ROOT CAUSE ANALYSIS) SERTA EVALUASI MANAJEMEN TANGGAP DARURAT (STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tata letak pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia industri sehingga setiap perusahaan/pabrik pasti membutuhkan perancangan dan pengaturan layout

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Modul ke: Hubungan Industrial KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Tujuan K3 2. Macam-Macam Kecelakaan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini ilmu dan teknologi telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan ini diiringi pula dengan berkembangnya dunia industri yang semakin maju. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam sektor pekerjaan menjadi salah satu fokus utama dari strategi pembangunan Indonesia. Pada Februari 2014 tercatat jumlah penduduk yang bekerja mengalami

Lebih terperinci

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang Judul Resume

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor produktivitas memang menjadi hal yang diutamakan pada dunia industri sekarang ini,namun faktor keselamatan kerja juga sudah menjadi hal yang sangat diperhatikan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan kesehatan yang berakhir dengan timbulnya kerugian (Puslitbag

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan kesehatan yang berakhir dengan timbulnya kerugian (Puslitbag BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah industri yang bergerak dibidang layanan jasa kesehatan yang tujuan utamanya memberikan pelayanan jasa terhadap masyarakat sebagai usaha meningkatkan

Lebih terperinci

Analisis Cost-Benefit pada Pemasangan Lock Out-Tag Out (LOTO) untuk Pengendalian Risiko Keselamatan Pada Pekerjaan Maintenance

Analisis Cost-Benefit pada Pemasangan Lock Out-Tag Out (LOTO) untuk Pengendalian Risiko Keselamatan Pada Pekerjaan Maintenance Analisis Cost-Benefit pada Pemasangan Lock Out-Tag Out (LOTO) untuk Pengendalian Risiko Keselamatan Pada Pekerjaan Maintenance Di PT Kalbe Farma Tbk. Tahun 2012 Abstrak Agung Supriyadi Departemen Keselamatan

Lebih terperinci

HEALTH, SAFETY, ENVIRONMENT ( HSE ) DEPARTMENT PT. GRAHAINDO JAYA GENERAL CONTRACTOR

HEALTH, SAFETY, ENVIRONMENT ( HSE ) DEPARTMENT PT. GRAHAINDO JAYA GENERAL CONTRACTOR HEALTH, SAFETY, ENVIRONMENT ( HSE ) DEPARTMENT STRUKTUR ORGANISASI HSE PROJECT MANAGER Ir. P Tanudjaja HSE OFFICER Suharso HSE SUPERVISOR Widianto HSE SUPERVISOR Deni Santoso HSE STAFF Jauhari J HSE STAFF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang berkualitas bagi suatu organisasi harus ada kinerja yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang berkualitas bagi suatu organisasi harus ada kinerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi yang semakin luas berdampak pada peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan yang akan diberikan. Pelayanan yang berkualitas bagi suatu organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang mengenai tema yang akan dibahas, perumusan masalahnya, pertanyaan apa saja yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian, tujuan yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3) Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3) 1 OBJEKTIF Menetapkan standar, prosedur dan kebijakan K3 di lingkungan kerja Melakukan sosialisasi K3 Menyediakan saran-saran ergonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. yang memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang berada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat yang memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang berada di sektor formal maupun yang berada

Lebih terperinci

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA CHAPTER 16 PERSONNEL MANAGEMENT & HUMAN RESOURCES William Werther & Keith Davies (2006), 5 th Edition Singapore. McGraw Hills 1 Konsep tunjangan wajib ini diawali

Lebih terperinci

BENTUK RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K) I. BENTUK RK3K USULAN PENAWARAN DAFTAR ISI

BENTUK RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K) I. BENTUK RK3K USULAN PENAWARAN DAFTAR ISI BENTUK RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K) I. BENTUK RK3K USULAN PENAWARAN CONTOH... [Logo & Nama Perusahaan] RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K) [digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipakai. Menurut American Hospital Association, 1974 dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dipakai. Menurut American Hospital Association, 1974 dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai spesifikasi dalam hal sumber daya manusia, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai. Menurut American

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN K3 KULIAH 2: STATISTIK KECELAKAAN

SISTEM MANAJEMEN K3 KULIAH 2: STATISTIK KECELAKAAN SISTEM MANAJEMEN K3 KULIAH 2: STATISTIK KECELAKAAN By: Rini Halila Nasution, ST, MT Statistik kecelakaan akibat kerja meliputi kecelakaan yang disebabkan oleh atau diderita pada waktu menjalankan pekerjaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO K3 (Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko)

MANAJEMEN RISIKO K3 (Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko) MANAJEMEN RISIKO K3 (Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko) PUSAT PEMBINAAN PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI 1 ISI RK3K Peningkatan berkelanjutan 6. Tinjauan Ulang Kinerja K3 1. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu persoalan dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kesehatan dan keselamatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada daya kerja. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada daya kerja. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah mengangkat standar hidup manusia dan mengurangi sumber kecelakaan, insiden, cidera, kelelahan, dan stres akibat kerja. Kompleksnya teknologi

Lebih terperinci

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto IDENTIFIKASI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FTA PADA DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PERTAMAX DAN PREMIUM (STUDI KASUS : PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS V SURABAYA) Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh

Lebih terperinci

Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode HIRARC di PT. Sumber Rubberindo Jaya

Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode HIRARC di PT. Sumber Rubberindo Jaya Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode HIRARC di PT. Sumber Rubberindo Jaya Andreas Arif Gunawan GO 1, Liem Yenny Bendatu 2 Abstract: PT Sumber Rubberindo Jaya is a company that produces

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat melindungi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag BAB V PEMBAHASAN Dari hasil penelitian PT. Bina Guna Kimia telah melaksanakan programprogram keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag Out (LOTO) dan Line Breaking merupakan program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Risiko dalam proyek konstruksi merupakan probabilitas kejadian yang muncul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Risiko dalam proyek konstruksi merupakan probabilitas kejadian yang muncul 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Risiko Pada manajemen proyek, yang sangat berpengaruh dari risiko ialah kegagalan mempertahankan biaya, waktu dan mencapai kualitas serta keselamatan kerja. Risiko

Lebih terperinci

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja)

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja) MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (Prinsip Keselamatan Kerja) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO SISTEM MANAJEMEN

Lebih terperinci

Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Kegiatan Servis Berkala Sepeda Motor di PT. Setia Utama Motor Tahun 2012

Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Kegiatan Servis Berkala Sepeda Motor di PT. Setia Utama Motor Tahun 2012 Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Kegiatan Servis Berkala Sepeda Motor di PT. Setia Utama Motor Tahun 2012 Arison Nadapdap, Hendra. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang Mengingat a. Bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian kecelakaan Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan tulang punggung suksesnya pembangunan bangsa dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya

Lebih terperinci

Kesehatan Lingkungan Kerja

Kesehatan Lingkungan Kerja Kesehatan Lingkungan Kerja 1. Pelarut dan kesehatan di lingk. kerja 2. Debu penyebab Pneumoconiosis (wordversion) 3. Dermatitis industri 4. Kebisingan industri 5. Konsep dasar keamanan radiasi pengion

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Penyusunan naskah tugas akhir ini dapat dilihat secara garis besar dalam bagan alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Penulisan

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu pekerjaan proyek konstruksi tentunya ingin diselesaikan dengan tepat

Lebih terperinci