LAPORAN EKSEKUTIF PENGKAJIAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PADA PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN EKSEKUTIF PENGKAJIAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PADA PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 LAPORAN EKSEKUTIF PENGKAJIAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PADA PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 26, pendidikan non formal (PNF) adalah pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Salah satu program PNF yang berperan sebagai pengganti adalah Pendidikan Kesetaraan. Di Indonesia, program PNF pendidikan kesetaraan ditekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Selanjutnya, melalui proses penyetaraan, lulusan PNF dihargai setara dengan pendidikan formal. Selain akses, peningkatan mutu juga menjadi prioritas PNFI. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai program peningkatan, peningkatan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) dirasakan belum optimal terutama dalam upaya peningkatan mutu. Dilatarbelakangi permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi berbagai kompetensi para PTK pendidikan kesetaraan saat ini maupun kompentensi yang diperlukan sesuai dengan standar yang ditetapkan. B. Rumusan Masalah Pendidik memegang kunci mutu pendidikan, namun sampai saat ini belum banyak informasi tentang kualitas pendidik. Untuk itu diperlukan penelitian mendalam yang mampu memberikan informasi baik tentang kompentensi PTK saat ini maupun yang diperlukan sebagaimana tuntutan standar yang telah ditetapkan. C. Tujuan Tujuan umum studi ini menyiapkan bahan rumusan kebijakan dalam rangka memberikan masukan terkait dengan kebutuhan pelatihan bagi para PTKPNF dalam upaya meningkatkan kompetensi mereka agar dapat 2

3 melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Secara khusus tujuan studi ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang: (1) tingkat kompetensi PTKPNF saat ini; (2) tingkat pengetahuan PTKPNF tentang SNP saat ini; (3) faktor-faktor yang erat kaitannya dengan tingkat kompetensi PTKPNF saat ini; (4) tingkat kompetensi yang dibutuhkan PTKPNF agar mereka dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. D. Lingkup Lingkup penelitian ini meliputi program Paket A dan program Paket B. Pendidik adalah tutor program Paket A dan Paket B yang tidak merangkap sebagai guru di sekolah dan pamong kelompok kerja (pokja) pendidikan kesetaraan di P2PNFI dan BPPNFI, BPKB, dan SKB. Tenaga Kependidikan meliputi pengelola kelompok Paket A dan Paket B serta Penilik PLS. II. KAJIAN PUSTAKA A. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non Formal (PTK-PNF) PNF sering dikaitkan dengan pendidikan seumur hidup dimana secara konseptual di banyak negara dikenal sebagai pendidikan untuk orang dewasa (adult learner) sebagai bagian dari konsep pemberdayaan masyarakat sipil (civil society). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PNF telah tumbuh sebagai institusi yang berbeda dengan persekolahan konvensional, namun mengklaim bahwa lulusannya sama dengan lulusan persekolahan konvensional. Di Indonesia, PNF adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang dan berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik baik akademik dan ketrampilan fungsional. Peran PTK merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan akses dan mutu PNF. 3

4 B. Mutu Pendidikan Dalam dokumen Education for All (EFA) global monitoring report, UNESCO (2005) menggarisbawahi bahwa capaian dari partisipasi universal dalam pendidikan secara fundamental tergantung pada kualitas pendidikan. Definisi kualitas pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO (2005) mengalami perkembangan. Pada deklarasi pendidikan untuk semua (EFA) tahun 1990an, UNESCO belum memiliki definisi yang jelas mengenai kualitas pendidikan. Pengertian lebih jelas, nampak dalam Kerangka Aksi Dakar (the Dakar Framework for Action), berikutnya pada dokumen Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow, berikutnya dokumen Learning: The Treasure Within, dan akhirnya pada Table on Quality of Education di Paris pada tahun 2003, UNESCO menetapkan akses terhadap kualitas pendidikan sebagai hak azazi manusia (Pigozzi, 2004 dalam UNESCO, 2005). Pengertian mutu juga didefinisikan sebagai human capital, pendidikan merupakan unsur yang memainkan peranan penting dan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi, sehingga pengeluaran pendidikan diperhitungkan sebagai bentuk investasi (Olanivan & Okemakinde, 2008). Konsep pendidikan sebagai human capital memiliki kaitan erat dengan konsep efektivitas dan peningkatan sekolah. Hargreaves (2001) mencoba mengintegrasikan konsep-konsep tersebut menjadi sebuah konsep model yang memiliki empat master konsep yaitu: outcome, leverage, modal intelectual, dan modal sosial. Berdasarkan diskusi tersebut, terdapat dua konsep mutu pendidikan yang berbeda, antara perumusan UNESCO dan perumusan teori human kapital yang cenderung digunakan oleh Bank Dunia dalam mendefinisikan mutu pendidikan. Namun demikian pada dasarnya dalam implementasinya saling menunjang, dimana mutu pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kehidupannya baik secara ekonomi maupun hakekat kehidupan manusia. 4

5 III. METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini meliputi kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan sampel provinsi dilakukan secara purposive, dengan kriteria provinsi tersebut adalah lokasi P2PNFI atau BPPNFI atau provinsi binaan P2PNFI atau BPPNFI yang memiliki BPKB. Jumlah sampel provinsi sebanyak 8: Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku. Selanjutnya, pada setiap provinsi sampel diambil 1 kabupaten dan 1 kota. Kriteria Kabupaten/kota pilihan pertama adalah lokasi P2PNFI atau BPPNFI atau BPKB. Pemilihan kabupaten/kota kedua menggunakan kriteria sebagai daerah yang menjadi ujicoba KTSP sehingga diperkirakan sudah menggunakan KTSP. Data dianalisis secara deskriptif untuk menjawab tujuan penelitian. Seperti telah diuraikan, data dalam studi ini terdiri atas tiga jenis data, yaitu data kualitatif yang diambil melalui wawancara mendalam, data kuantitatif yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dan tes. Selanjutnya baik data kualitatif maupun kuantitatif dianalisis secara deskriptif sebagai temuan penelitian yang dipakai untuk merumuskan saran kebijakan. IV. TEMUAN DAN DISKUSI A.Tingkat kompetensi PTKPNF 1. Tutor Paket A dan Tutor Paket B Nilai terendah yang dicapai oleh Tutor Paket A dan Tutor Paket B adalah kompetensi pedagogik dan tertinggi untuk kompetensi kepribadian (Lihat gambar 1 dan 2). Kompetensi professional Tutor Paket A dan Tutor Paket B masih rendah, rerata nilai yang dicapai sebesar 40 dan 50,7 dari 100. Hal itu mencerminkan bahwa program kesetaraan dilakukan seadanya, yang penting adalah program yang direncanakan dapat dilaksanakan meskipun dengan berbagai keterbatasan, termasuk keterbatasan kompetensi penguasaan substansi. 5

6 Gambar 1. Nilai Rerata Kompetensi Tutor Paket Kriteria penilaian tampak pada Tabel 1. Rendahnya nilai kompetensi pedagogik kemungkinan disebabkan oleh tingkat pendidikan Tutor Paket A yang hanya SMA (29 persen dari responden yang diwawancarai) dan Tutor Paket B yang D3 (sebanyak 24 persen responden yang diwawancarai) sehingga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pedagogik dan kurangnya pelatihan dengan materi pedagogik. Di antara tutor Paket A cukup banyak yang sudah memperoleh pelatihan, tetapi pelatihan yang mereka terima tidak selalu spesifik terkait langsung dengan pendidikan kesetaraan Paket A, melainkan materi pendidikan non formal. Gambar 2. Nilai Rerata Kompetensi Tutor Paket B 6

7 Tabel 1. Kriteria Penilaian dan Kategori Nilai Rerata Tutor Paket A dan Tutor Paket B No. Kompetensi Mata Pelajaran Nilai Kategori Tutor Paket A Tutor Paket B 1. Profesional PKn Bhs.Indonesia Belum kompeten Belum kompeten Matematika IPA 80 Kompet en Belum kompet en Belum kompeten Belum kompeten IPS Belum kompeten Bhs.Inggris Belum kompeten 2. Pedagogik 80 Kompet en Belum kompet en Belum kompeten 7

8 3. Kepribadian < 25 Rendah Sedang 4. Sosial < 25 Rendah 76 Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Mengacu ke kriteria, maka hanya 5,88 persen tutor Paket A yang kompeten. Di antara 5,88 persen tersebut sebanyak 4,90 persen untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan 0,98 persen untuk pelajaran IPS (lihat Tabel 2). Proporsi Tutor Paket B yang kompeten sebanyak 23,94 persen tutor Paket B yang kompeten (lihat Tabel 2). Di antara 23,94 persen, sebanyak 10,34 persen kompeten dalam pelajaran PKn, 4,90 persen kompeten dalam pelajaran Bahasa Indonesia, dan 8,70 persen kompeten dalam pelajaran Matematika. Berdasarkan hasil tes tersebut, maka kompetensi Tutor Paket A dan Paket B dalam penguasaan materi mata pelajaran serta pedagogik perlu ditingkatkan. Selain itu perlu diupayakan untuk meningkatkan tingkat pendidikan Tutor Paket A minimal D2 dan Tutor Paket B minimal D3. 2. Pamong Belajar Hasil tes ini bukan menggambarkan 4 kompetensi, namun merupakan pengetahuan tentang 4 kompetensi. Gambaran kompetensi pedagogic tutor yang dinilai dengan tes baru sebatas pengetahuan pedagogic belum pada kemampuan pedagogiknya. Kriteria penilaian tampak pada Tabel 4, sedangkan nilainya dapat dilihat pada Tabel 6. 8

9 Tabel 2. Sebaran Nilai Tutor Paket A untuk 5 Mata Pelajaran MATA PELAJARAN Kisaran PKn Bahasa Indonesia Matematika IPA IPS Nilai Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah % % % % (org) (org) (org) (org) (org) % , , , , , ,14 7 6, , , , , , , , , , ,29 5 4, , , , ,98 Jumlah Tabel 3. Sebaran Nilai Tutor Paket B untuk 5 Mata Pelajaran MATA PELAJARAN Kisaran PKn Bahasa Indonesia Matematika IPA IPS Bahasa Inggris Nilai Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Persentase Persentase Persentase Persentase Persentase (org) (org) (org) (org) (org) (org) Persentase , ,71 1 4, ,79 7 6, , , , , , , , , , , , , ,39 1 4, , , ,34 5 4,90 2 8,

10 Tabel 4. Kriteria Nilai Kompetensi Profesional, Pedagogik, Kepribadian, dan Sosial Pamong Belajar No. Nilai Kategori ,67 Rendah 2. > 1,67 2,33 Sedang 3. > 2,33-3 Tinggi Tabel 6. Rerata Nilai Kompetensi Pamong Belajar Kompetensi No. Lembaga Profesional Pedagogik Kepribadian Sosial R S T R S T R S T R S T 1. P2PNFI 2. BPPNFI 3. BPKB 4. SKB R : rendah S : sedang T : Tinggi Gambar 3. Persentase Frekuensi Nilai Kompetensi Professional Pamong Belajar 10

11 Rerata kompetensi professional pamong adalah tinggi. Kompetensi professional Pamong dengan frekuensi tertinggi (73,02 persen) adalah untuk kelompok nilai tinggi dicapai oleh Pamong Belajar SKB (lihat Gambar 3). Hal ini kemungkinan disebabkan pamong SKB melaksanakan tugas keprofesian dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan Pamong di P3PNFI dan BPPNFI serta BPKB. Hal itu cenderung disebabkan oleh adanya permasalahan terkait dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka masing-masing. Berdasarkan Permenpan No.15 tahun 2010 tentang Angka Kredit Jabatan Fungsional Pamong Belajar, tugas Pamong adalah i) Melaksanakan peman; ii) melaksanakan pembimbingan; iii) Melaksanakan pelatihan; iv) Mengelola program PNF ; dan v) Mengembangkan model. Namun kenyataan di lapangan porsi melaksanakan tugas tertentu berbeda antara pamong P2PNFI dan BPPNFI, BPKB, serta SKB. Sebagai contoh tugas melaksanakan pengembangan model penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal, untuk ini Pamong di P2PNFI dan BPPNFI memiliki porsi yang besar, sementara Pamong di SKB tidak melakukannya sama sekali. Rerata kompetensi pedagogic pamong di P2PNFI, BPPNFI, dan BPKB termasuk kategori sedang dan untuk pamong SKB adalah tinggi. Pada Gambar 4 tampak bahwa kelompok nilai tinggi, frekuensi tertinggi (87,3 persen) dicapai oleh Pamong di SKB dan frekuensi terendah (48,39 persen) oleh Pamong Belajar P2PNFI dan BPPNFI. Kondisi demikian adalah wajar, mengingat pamong SKB lebih banyak melakukan peman di kelompok dibandingkan dengan Pamong P2PNFI, BPPNFI, dan BPKB. Peman dilakukan Pamong SKB dalam kerangka sebagai penyelenggara di kelompok. Sebagai penyelenggara yang sering menghadapi permasalahan kesulitan mencari Tutor, juga menjadi hal yang biasa jika penyelenggara juga merangkap sebagai tutor. Dengan seringnya melakukan 11

12 peman adalah dimungkinkan jika pamong memiliki wawasan pengetahuan tentang pedagogic yang cukup luas. Gambar 4. Persentase Frekuensi Nilai Kompetensi Pedagogik Pamong Belajar Rerata nilai kompetensi sosial pamong adalah tinggi. Pada Gambar 5 tampak bahwa untuk kelompok nilai tinggi, frekuensi tertinggi (90,91 persen) dicapai oleh Pamong Belajar BPKB dan frekuensi terendah (78,55) persen dicapai oleh Pamong Belajar P2PNFI dan BPPNFI. Secara umum dapat dikatakan bahwa kompetensi sosial Pamong Belajar P2PNFI, BPKB, dan SKB baik. Gambar 5. Persentase Frekuensi Nilai Kompetensi Sosial Pamong Belajar 12

13 Rerata nilai kompetensi kepribadian pamong adalah tinggi. Tampak pada Gambar 6 bahwa kompetensi kepribadian Pamong Belajar P2PNFI, BPPNFI, BPKB, dan SKB secara umum baik ditunjukkan oleh tingginya persentase Pamong Belajar yang memperoleh nilai tinggi. Gambar 6. Persentase Frekuensi Nilai Kompetensi Kepribadian Pamong Belajar Berdasarkan hasil tes tersebut maka kompetensi pedagogik pamong P2PNFI, BPPNFI, dan BPKB yang belum mencapai nilai tinggi perlu ditingkatkan minimal sampai pada tingkat kompetensi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing pamong. 3. Pengelola Kelompok Belajar Tenaga kependidikan yang dites kompetensinya hanya pengelola kelompok Paket A dan Paket B. Kompetensi yang dites adalah kompetensi kepribadian, sosial, dan manajerial. Rerata nilai kompetensi manajerial pengelola 30,13 dari 100. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan pengelola masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan pengelola dapat disebabkan karena mereka menjadi pengelola bukan karena kompetensinya tetapi karena memiliki akses untuk menjadi pengelola. Dengan demikian hal yang wajar jika kompetensi pengelola tampak 13

14 seadanya saja. Kompetensi kepribadian dan sosial Pengelola termasuk tinggi. Pada Gambar 7 tampak bahwa persentase tertinggi yaitu 66,98 persen adalah untuk kelompok nilai 21 sampai dengan 39, persentase terendah sebesar 16,04 persen adalah untuk kelompok nilai 40 sampai dengan 60. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum kemampuan pengelola kelompok masih rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh 78,6 persen pengelola kejar baru memiliki pengalaman mengelola paling lama 5 tahun, sementara yang telah mengelola kejar selama 11 sampai dengan 15 tahun hanya 3,6 persen. Gambar 7. Persentase Frekuensi Kelompok Nilai Kompetensi Manajerial Pengelola Kelompok Belajar Rerata nilai kompetensi kepribadian pengelola kelompok adalah tinggi yaitu 87,40. Gambar 8 memperlihatkan frekuensi tertinggi untuk kelompok nilai yang 76. Dengan demikian dapat dikatakan kompetensi kepribadian pengelola adalah baik. Gambar 8. Persentase Frekuensi Kelompok Nilai Kompetensi Kepribadian Pengelola Kelompok Belajar 14

15 Rerata nilai kompetensi sosial pengelola kelompok adalah tinggi yaitu 79,55. Gambar 9 memperlihatkan frekuensi tertinggi untuk kelompok nilai yang 76. Dengan demikian dapat dikatakan kompetensi sosial pengelola adalah baik. Gambar 9. Persentase Frekuensi Kelompok Nilai Kompetensi Sosial Pengelola Kelompok Belajar Berdasarkan hasil tes tersebut perlu diupayakan untuk meningkatkan kompetensi manajerial pengelola kelompok Paket A dan Paket B dengan berbagai cara, diantaranya pelatihan, dari sesama pengelola kelompok lain yang berhasil. 15

16 SENYATANYA SEHARUSNYA Kebutuhan Tutor Paket A Standar Isi SKL Standar Proses Standar Penilaian SI SKL Standar Proses Standar Penilaian Sebagian Pengetahuan Tidak semua Semua tutor Pengetahuan semua Tutor sudah Tutor tentang mempunyai RPP. mengetahui Tutor mempunyai mengetahui SKL masih Bagi yang sudah dan tentang SKL RPP yang KTSP, tapi kurang. Mereka memiliki formatnya melaksanaka mencukupi formatnya belum mengetahui sesuai dengan n KTSP, dan sesuai dengan membuat. tentang SKL dari Permendiknas No.3 terutama mengetahui Permendiknas SD. tahun yang sudah SKL bukan No.3 tahun mendapatka hanya dari n pelatihan. pendidikan formal Tutor melaksanakan penilaian oleh pendidik, berupa ulangan harian, UTS, dan ujian kenaikan tingkat atau ujian semester. Penilaian oleh Pemerintah berupa Ujian Paket A. Ujian kelompok setara dengan US tidak ada. Secara menyeluruh keterlaksanaannya belum konsisten, sistematik, dan terprogram. Tutor melaksanaka n penilaian oleh pendidik, berupa ulangan harian, UTS, dan ujian kenaikan tingkat atau ujian semester dengan keterlaksanaa n yang konsisten, sistematik, dan terprogram. SNP Pelatihan membuat KTSP. Magang di sekolah formal /PKBM percontohan untuk mendapat gambaran pelaksanaan KTSP Menerima materi sosialisasi SKL. Latihan membuat RPP dan melaksanakannya. Pelatihan membuat soal. Membentuk semacam MGMP untuk berdiskusi dalam membuat soal. Tutor Paket B Sebagian sudah Pengetahuan mereka masih Tidak semua mempunyai RPP. Penilaian oleh Semua Tutor paket B Mengetahui dan Semua tutor memahami dan Penilaian oleh pendidik Pelatihan membuat 16

17 mengetahui KTSP, tapi belum membuat. Upaya yang dilakukan adalah melihat KTSP SMP kurang, kebanyakan menggunakan modul. Mereka tidak bisa mempelajari SKL SMP karena yang diunkan berbeda. Bagi yang sudah memiliki formatnya sesuai dengan Permendiknas No.3 tahun 2008 dengan meniru RPP SMP. Kurang paham tentang peman tutorial dan mandiri Pemerintah berupa UN paket sudah sepenuhnya mengacu pada SKL, sedangkan di kelompok masih menggunakan modul. Tutor melaksanakan penilaian oleh pendidik, berupa ulangan harian, UTS, dan ujian kenaikan tingkat atau ujian semester namun belum dilaksanakan secara konsisten. Tidak dilakukan ujian kelompok seperti US di sekolah. mengetahui, memahami dan melaksanaka n KTSP. Bagi yang sudah ikut pelatihan KTSP seharusnya berbagi pengetahuan dengan tutor lainnya. memahami SKL sebagai acuan UN paket B. membuat RPP. Semua tutor memahami perbedaan tatap muka, tutorial dan mandiri serta alokasinya berupa ulangan harian UTS dan ujian kenaikan tingkat dilaksanakan secara konsisten dan berkala. KTSP. Magang di sekolah formal /PKBM percontohan untuk mendapat gambaran pelaksanaan KTSP Menerima materi sosialisasi SKL. Latihan membuat RPP yang lebih focus pada bidang studi dan melaksanakannya. Pelatihan membuat soal. Membentuk semacam MGMP untuk berdiskusi dalam membuat soal. PAMONG BELAJAR BPPNFI/P2PNFI Pamong mengetahui tentang SI secara umum, dalam hal (i) Pamong mengetahui tentang SKL. Hal ini mengingat Pamong tersebut Pamong mengetahui tentang Standar Proses dari pelatihan dan ada yang sendiri. Pamong mengetahui tentang Standar Penilaian. Hal ini mengingat Pamong memiliki kelompok mengingat kelompok tersebut memiliki kepentingan Pamong memahami tentang SKL. Pamong memahami tentang standar proses. Pamong memahami tentang Standar penilaian. Meningkatk an kompetensi dalam membuat KTSP dan mempraktikkannya di kelompok binaan. 17

18 KTSP, (ii) kerangka dasar dan struktur kurikulum, (iii) beban, (iv) kalender pendidkan bahkan Pamong di BPPNFI menjadi pelatih KTSP. memiliki kelompok binaan, sebagai objek pengembangan model. binaan tempat pamong menerapkan standar tersebut terhadap Standar Penilaian karena memiliki kelompok binaan. Meningkatk an pengetahuan tentang SKL, dengan cara antara lain proaktif mencari informasi dari pamong lainnya. Mencari informasi tentang berbagai hal terkait standar proses, misalnya RPP. Mengikuti pelatihan membuat soal sebagai bekal membina kelompok. PAMONG BELAJAR BPKB Pamong mengetahui tentang SI secara umum, dalam hal (i) KTSP, (ii) kerangka dasar dan struktur Pamong yang memiliki kelompok binaan mengetahui tentang SKL secara umum. Pamong yang tidak memiliki Pamong mengetahui secara umum tentang Standar Proses, mengingat kelompok tersebut memiliki kepentingan terhadap Standar Proses karena memiliki kelompok Sebagian pamong mengetahui secara umum tentang Standar Penilaian, terutama mereka yang aktif terlibat dalam keompok binaan. Pamong mengingat kelompok tersebut memiliki kepentingan terhadap Standar Penilaian Pamong memahami tentang SKL dalam kaitannya dengan pelaksanaan UN paket untuk WB. Semua p among memahami standar proses terutama tentang pembuatan RPP. Pamong memahami tentang Standar penilaian. Meningkatka n kompetensi dalam membuat KTSP dan mempraktikkannya di kelompok binaan. Meningkatka n pengetahuan tentang SKL, dengan cara antara lain 18

19 kurikulum, (iii) beban, (iv) kalender pendidkan bahkan Pamong di BPKB menjadi pelatih KTSP. Namun dalam pelatihan Pamong tidak mempraktikk an cara membuat KTSP kelompok binaan kurang mengetahui tentang SKL. binaan. karena memiliki kelompok binaan. PAMONG BELAJAR SKB proaktif mencari informasi dari pamong lainnya. Mencari informasi tentang berbagai hal terkait standar proses, misalnya RPP. Mengikuti pelatihan membuat soal sebagai bekal membina kelompok. Pamong mengetahui tentang SI secara lebih mendalam, terkait dengan (i) KTSP, (ii) kerangka dasar dan struktur kurikulum, Pamong mengetahui tentang SKL, mengingat pamong mempersiapkan warga menghadapi UN paket. Pamong mengetahui secara lebih mendalam mengingat mereka mempraktekkannya di kelompok binaan. Pamong mengetahui secara umum tentang Standar Penilaian, mengerti tentang penilaian oleh tutor dan pemerintah. Pamong memahami, mengembangka n dan memberikan pelatihan KTSP antara lain kepada tutor, pamong lainnya. Pamong memahami tentang SKL karena mereka mempersiapka n WB untuk menghadapi UN paket. Pamong memiliki kemampuan membuat RPP untuk manjalankan PBM dan mengajarkan tutor lain. Pamong memahami tentang standar penilaian dan memiliki kemampuan mengembang kan soal. Meningkatkan kompetensi dalam membuat KTSP dan mempraktikka nnya di kelompok binaan. Meningkatkan pengetahuan tentang SKL, dengan cara 19

20 (iii) beban, (iv) kalender pendidikan. Pamong di SKB menjadi tutor di kelompok Paket A dan/b. antara lain proaktif mencari informasi dari pamong lainnya. Mencari informasi tentang berbagai hal terkait standar proses, misalnya RPP. Mengikuti pelatihan membuat soal sebagai bekal membina kelompok. Pengelola kelompok Paket A dan Paket B Hanya sedikit mengetahui tentang KTSP, karena mereka merasa KTSP adalah tanggung jawab tutor. Mereka mengetahui tentang SKL, karena kalau ada undangan sosialisasi yang sering datang adalah pengelola untuk selanjutnya Hanya sedikit mengetahui tentang standar proses, karena mereka lebih banyak menyerahkan kepada tutor. Hanya sedikit mengetahui tentang standar penilaian, karena mereka lebih banyak menyerahkan kepada tutor. Memahami standar Isi untuk mengarahkan tutor dalam melaksanakan PBM Memahami SKL untuk ikut membantu mempersiapka n WB. Memahami Standar proses untuk ikut membantu mempersiapkan WB. Memahami standar penilaian sebagai bekal dalam mengevaluasi perkembanga n WB. Belajar tentang SI dan standar proses, diantaranya dari tutor. Proaktiv mencari informasi tentang SKL. Meningkatkan 20

21 Penilik PLS Sebagian besar tidak mengetahui tentang KTSP. Kalau ada yang tahu karena ada keinginan dan inisiatif sendiri. menginformasika n kepada tutor. Sebagian besar tidak mengetahui tentang SKL. Kalau ada yang tahu karena ada keinginan dan inisiatif sendiri. Sebagian besar tidak mengetahui tentang Standar Proses. Kalau ada yang tahu karena ada keinginan dan inisiatif sendiri. Sebagian besar tidak mengetahui tentang Standar Penilaian. Kalau ada yang tahu karena ada keinginan dan inisiatif sendiri. Sebagai Pembina/nara sumber kelompok Penilik PLS mengetahui dan memahami tentang SI untuk memberikan pengarahan kepada tutor. Sebagai Pembina/nara sumber kelompok Penilik PLS mengetahui dan memahami tentang SKL untuk memberikan pengarahan kepada tutor dalam mempersiapka n WB ikut UN paket. Sebagai Pembina/nara sumber kelompok Penilik PLS mengetahui dan memahami tentang Standar proses untuk memberikan pengarahan kepada tutor antara lain tentang PBM, RPP. Sebagai Pembina/nara sumber kelompok Penilik PLS mengetahui dan memahami tentang Standar penilaian untuk memberikan pengarahan kepada tutor dalam mengevaluasi perkembanga n WB. kemampuan melakukan evaluasi. Pelatihan secara intensif dan menyeluruh tentang SNP. 21

22 C. Faktor-faktor yang erat kaitannya dg tingkat kompetensi PTKPNF saat ini Gambaran tentang dukungan dan hambatan PTKPNF di beberapa lembaga dalam meningkatkan kompetensinya. 1. Dukungan Sarana dan Prasarana Pamong di P2PNFI, BPPNFI dan BPKB pada umumnya telah memiliki sarana prasarana memadai, hanya perlu ditambahkan buku-buku di perpustakaan. Bagi pamong di BPPNFI dan BPKB perlu disediakan laboratorium kelompok yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung yang memadai. Sama halnya dengan pamong di SKB, secara umum sarana prasarana memadai termasuk adanya fasilitas laboratorium kelompok, namun buku-buku di perpustakaan masih perlu ditambahkan. Sedangkan untuk tutor paket A dan paket B, keadaan sarana prasarananya bervariasi di masing-masing daerah, namun secara umum kondisi sarana prasarana di kelompok masih memerlukan perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pengelola sebagai tenaga kependidikan memiliki sarana prasarana yang tidak jauh berbeda dengan tutor paket A dan paket B. Tenaga kependidikan lainnya adalah penilik. Sarana dan prasarana yang masih kurang bagi penilik adalah alat transportasi untuk menjalankan tugas. 2. Dukungan Dana Pamong di P2PNFI mendapatkan block grant revitalisasi program dari Pemerintah Pusat. Pamong di P2PNFI dan BPPNFI berkesempatan mendapat dana beasiswa jenjang S2 dan S3 dari Pemerintah Pusat. Di BPKB, dana disediakan oleh Pemerintah Pusat untuk pelatihan sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah daerah memberikan dana untuk memperbaiki bangunan dan pengadaan. Selain itu, pemerintah daerah juga memberikan dana untuk mengadakan pelatihan bagi pamong dan tutor, namun proses birokrasi memerlukan waktu yang lama. 22

23 Pamong di SKB mendapatkan dana dari BPKB Rp per tahun untuk karya tulis dan pengembangan profesi. Lain halnya dengan tutor, rata-rata honor bulanan tutor paket A sebesar Rp ,- sedangkan tutor paket B berkisar Rp sampai dengan Rp ,- dari dana APBN. Untuk pengelola mendapat insentif Rp per bulan. 3. Dukungan Kebijakan Kebijakan tentang PB adalah Permenpan dan RB nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional PB dan angka kreditnya. Peraturan ini memperbarui Kep. Menkowasbangpan Nomor 25/KEP/MK.WASPAN/6/1999. Dalam Permenpan dan RB nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya pasal 7 ayat 6 menyatakan bahwa setiap kenaikan jenjang jabatan Pamong Belajar harus lulus uji kompetensi. Dalam Permenpan nomor 15 tahun 2010 juga ditetapkan bahwa kualifikasi akademik pamong menjadi DIV/S1. Pada peraturan sebelumnya kualifikasi akademik pamong adalah DII. Kebijakan tersebut memicu pamong untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut pamong dan tutor, kebijakan yang menunjang peningkatan kompetensi antara lain adalah pelatihan. Pamong mengharapkan, jika guru diberikan sertifikasi, maka pamong juga diberikan sertifikasi karena fungsi keduanya sama. Kebijakan yang mendukung jabatan fungsional penilik antara lain adalah Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2010 tentang Batas Usia Pensiun yang dikeluarkan pada tanggal 25 Oktober Peraturan Presiden tersebut mengamanatkan penilik yang saat ini masih menjabat, batas usia pensiunnya dapat diperpanjang sampai dengan 60 tahun. Peraturan baru tersebut belum terlaksana di lapangan sehingga sebagian besar penilik belum memahaminya. 23

24 V. Simpulan dan Saran A. Simpulan 1. Nilai kompetensi terendah yang dicapai oleh Tutor Paket A dan Tutor Paket B adalah kompetensi pedagogik, kompetensi sosial tergolong sedang dan kompetensi kepribadian tergolong tinggi. Kompetensi professional Tutor Paket A dan Tutor Paket B masih rendah, rerata nilai yang dicapai sebesar 40 dan 50,7 dari 100. Hal itu mencerminkan bahwa program kesetaraan dilakukan seadanya, yang penting adalah program yang direncanakan dapat dilaksanakan meskipun dengan berbagai keterbatasan, termasuk keterbatasan kompetensi penguasaan substansi. 2. Pengetahuan tentang kompetensi professional pamong adalah tinggi. Kompetensi professional Pamong SKB yang mencapai nilai tinggi sebanyak (73,02 persen). Rerata kompetensi pedagogik pamong di P2PNFI, BPPNFI, dan BPKB termasuk kategori sedang dan untuk pamong SKB adalah tinggi, sedangkan rerata nilai kompetensi sosial pamong adalah tinggi. 3. Rerata nilai kompetensi manajerial pengelola tergolong rendah yakni 30,13 dari 100. Untuk rerata nilai kompetensi sosial dan kepribadian pengelola kelompok adalah tinggi yaitu berturut-turut 79,55 dan 87, Tingkat pengetahuan tutor paket A dan B tentang SNP yang terdiri dari Standar Isi, Standar Proses, SKL dan Standar Penilaian, sebagian besar baru pada tahap mengetahui namun belum melaksanakannya. 5. Pamong di P2PNFI, BPPNFI dan BPKP sebagian besar mengetahui tentang SNP, namun tidak melaksanakannya karena lebih banyak menjalankan tupoksi mengembangkan model. Untuk pamong di SKB sebagian besar mengetahui tentang SNP dan melaksanakannya karena lebih banyak menjalankan tupoksi melaksanakan peman. 6. Secara umum pengetahuan penilik tentang SNP masih tergolong kurang. Penilik yang mengetahui tentang SNP adalah yang proaktif bertanya kepada antara lain pengawas atau tutor. 24

25 7. Pamong di P2PNFI, BPPNFI, BPKB dan SKB pada umumnya telah memiliki sarana prasarana memadai, hanya perlu ditambahkan buku-buku di perpustakaan dan laboratorium kelompok yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai. Sedangkan untuk tutor paket A dan paket B, keadaan sarana prasarananya bervariasi di masing-masing daerah, namun secara umum kondisi sarana prasarana di kelompok masih memerlukan perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan. 8. Pengelola sebagai tenaga kependidikan memiliki sarana prasarana yang tidak jauh berbeda dengan tutor paket A dan paket B. Tenaga kependidikan lainnya adalah penilik. Sarana dan prasarana yang masih kurang bagi penilik adalah alat transportasi untuk menjalankan tugas. 9. Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kompetensi PTK PNF masih belum terlaksana sepenuhnya di tingkat pelaksana terutama di daerah yang aksesnya sulit. B. Saran 1. Kompetensi professional tutor paket A sebagai guru kelas perlu ditingkatkan dengan meningkatkan kualifikasi pendidikan, dan menyeleksi rekrutmen tutor yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan. 2. Untuk tutor paket B, perlu diadakan pelatihan tutor untuk substansi per bidang studi. 3. Pengajuan proposal program paket A dan B perlu diseleksi dengan melihat latar belakang pendidikan tutor yang mengajar harus sesuai atau paling tidak mendekati dengan mata pelajaran yang diajarkan. 4. Untuk memenuhi kompetensi tutor agar dapat melaksanakan SNP maka perlu diadakan antara lain pelatihan membuat KTSP, RPP, pelatihan membuat soal, sosialisasi SKL, peningkatan kualifikasi pendidikan dan magang di sekolah formal /PKBM percontohan untuk mendapat gambaran pelaksanaan KTSP. 5. Bagi pamong, untuk memenuhi kompentensi sesuai SNP maka perlu mendalami KTSP dan mempraktikkannya di kelompok 25

26 binaan. Meningkatkan pengetahuan tentang SKL, dengan cara antara lain proaktif mencari informasi dari pamong lainnya. Mencari informasi tentang berbagai hal terkait standar proses, misalnya RPP. Mengikuti pelatihan membuat soal sebagai bekal membina kelompok. 6. Perlunya dukungan dari Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan tutor. Dana insentif untuk tutor dan pengelola sebaiknya ditambah. 26

27 Daftar Pustaka Baptiste, Ian (1999). Beyond lifelong Learning: a call to civically responsible change. International Journal of Lifelong Education, vol. 18 (2), Goe, Laura and Stickler Leslie (2008). Teacher Quality and Student Achievement: Making the Most of Recent Research. Research & Policy in Brief: Teacher Quality and Student Achievement. National Comprehensive Center for Teacher Quality. Washington DC. Hargreaves, David H. (2001). A Capital Thepry of School Effectiveness and Improvement. British Educational research Journal, vol. 27 (4), (27 Januari 2011). Maruatona, Tonic (1999). Adult education and the empowerment of civil society: the case of the trade unions in Botswana. Inernational Journal of Lifelong Education, vol. 15 (6), Olanivan, D.A. and Okemakinde, T. (2008). Human Capital Theory: Implications for Educational Development. European Journal of Scientific Research, vol. 24 (2), Titmus, Colin (1999). Concepts and practices of education and adult education: obstacles to lifelong education and lifelong learning? International Journal of Lifelong Education, vol. 18 (5),

Kompetensi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pada Pendidikan Nonformal

Kompetensi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pada Pendidikan Nonformal Kompetensi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pada Pendidikan Nonformal Siswantari Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdiknas Email: siswantariarin@gmail.com Abstrak: Pendidik dan tenaga kependidikan

Lebih terperinci

Kompetensi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pada Pendidikan Nonformal

Kompetensi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pada Pendidikan Nonformal Kompetensi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pada Pendidikan Nonformal Siswantari Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdiknas Email: siswantariarin@gmail.com Abstrak: Pendidik dan tenaga kependidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nonformal (PNF) merupakan bagian dari pendidikan nasional di Indonesia yang mempunyai karakteristik dan keistimewaan tersendiri. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut diwujudkan melalui upaya peningkatan

Lebih terperinci

Pasal 13 ayat (1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non-formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Pasal 13 ayat (1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non-formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Dasar Hukum UU NO.20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS Pasal 13 ayat (1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non-formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. UU NO.20 THN TENTANG

Lebih terperinci

ISBN LAPORAN EKSEKUTIF

ISBN LAPORAN EKSEKUTIF ISBN 978 603 8613 08 8 LAPORAN EKSEKUTIF PENGKAJIAN PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI, DAN DAYA SAING PENDIDIKAN SECARA KOMPREHENSIF: PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM PENYIAPAN TENAGA KERJA PUSAT PENELITIAN, KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Dr.Burhanuddin Tola, M.A. NIP i

Dr.Burhanuddin Tola, M.A. NIP i KATA PENGANTAR Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

! "## Pelayanan Administrasi Perkantoran Dinas Pendidikan

! ## Pelayanan Administrasi Perkantoran Dinas Pendidikan ! "## KODE 1 01 01 DINAS PENDIDIKAN 30.468.000.000 01 1 01 01 01 Pelayanan Administrasi Perkantoran 1.437.500.900 01 1 01 01 01 Penyediaan Jasa Surat Menyurat Terlaksananya layanan jasa Administrasi Persuratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR A. Tujuan dan Sasaran Strategis Berdasarkan pada amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta misi dan visi Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Upaya yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional seperti yang tertulis pada Undang-undang nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional seperti yang tertulis pada Undang-undang nomor 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional seperti yang tertulis pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 11 ayat 1 menjelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Departemen Pendidikan Nasional Materi 2 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sosialisasi KTSP LINGKUP SNP 1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara berkat adanya tenaga kependidikan dan tenaga pendidik untuk itu dituntut profesionalisme dari para

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa pendidik diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 15 TAHUN 2010 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PAMONG BELAJAR DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan; meliputi input, proses, output, dan outcome; yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dan merupakan salah satu faktor penentu mutu sumber daya manusia. Melalui pendidikan peserta

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk-bentuk pelaksanaan Kurikulum 2013 di SMAN 1 dan 2 Kecamatan. pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran.

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk-bentuk pelaksanaan Kurikulum 2013 di SMAN 1 dan 2 Kecamatan. pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan analisisnya yang diuraikan pada bab IV, peneliti dapat menarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi

Lebih terperinci

Lampiran II Exekutive Summary EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR PADA PONDOK PESANTREN SALAFIYAH (PPS)

Lampiran II Exekutive Summary EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR PADA PONDOK PESANTREN SALAFIYAH (PPS) Lampiran II Exekutive Summary EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR PADA PONDOK PESANTREN SALAFIYAH (PPS) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU Sisdiknas no 20 tahun

Lebih terperinci

PANDUAN LAYANAN KELAS INTERNASIONAL

PANDUAN LAYANAN KELAS INTERNASIONAL PANDUAN LAYANAN KELAS INTERNASIONAL 1 A. Latar Belakang Tujuan pendidikan menengah umum adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM SARJANA (S-1) KEPENDIDIKAN BAGI GURU DALAM JABATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU DALAM MERANCANG PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN IPS SMP DAN MTs DI KOTA DUMAI

ANALISIS TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU DALAM MERANCANG PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN IPS SMP DAN MTs DI KOTA DUMAI ANALISIS TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU DALAM MERANCANG PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN IPS SMP DAN MTs DI KOTA DUMAI Hendripides dan Rina Selva Johan Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 LATAR BELAKANG PROGRAM SBI 1. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan jaminan pencapaian hak dalam masyarakat, sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi peningkatan kualitas kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Seringkali

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENILIK DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai suatu lembaga formal merupakan organisasi dengan kegiatan utama

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai suatu lembaga formal merupakan organisasi dengan kegiatan utama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai suatu lembaga formal merupakan organisasi dengan kegiatan utama pendidikan, yang mengembangkan sumber daya manusia secara lebih terarah sesuai

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : Tahun 2017 27 Januari 2017 PEMERINTAH KOTA MEDAN RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Fungsi dan Lingkup Jalur PNFI

Fungsi dan Lingkup Jalur PNFI Penyelarasan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja Oleh: Dr. WARTANTO Dir Pembinaan Kursus dan Kelembagaan UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 Fungsi dan Lingkup Jalur PNFI Ayat (2) Pendidikan non formal berfungsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI UPTD SKB UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI UPTD SKB UNGARAN KABUPATEN SEMARANG LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI UPTD SKB UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Disusun oleh: Nama : Enggar Sari Aningtiyas Nim : 1201409002 Program Studi : Pendidikan Luar Sekolah FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, melalui

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N: Menetapkan : KEPUTUSAN REKTOR TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PEROLEHAN KREDIT AKADEMIK DI UNIVERSITAS INDONESIA.

M E M U T U S K A N: Menetapkan : KEPUTUSAN REKTOR TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PEROLEHAN KREDIT AKADEMIK DI UNIVERSITAS INDONESIA. KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA Nomor : 1335 /SK/R/UI/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PEROLEHAN KREDIT AKADEMIK REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu pengalaman belajar yang terprogram dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu pengalaman belajar yang terprogram dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal maupun informal di sekolah dan luar sekolah yang berlangsung

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL MODE SYSTEM) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, penggunaan sumberdaya manusia dan sumber daya alam secara efektif untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

MENGOPTIMALKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI SEKOLAH DENGAN JUMLAH SISWA SEDIKIT

MENGOPTIMALKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI SEKOLAH DENGAN JUMLAH SISWA SEDIKIT ARTIKEL ILMIAH MENGOPTIMALKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI SEKOLAH DENGAN JUMLAH SISWA SEDIKIT Sunarto, M. Pd SDN GEDONGOMBO II PLOSO JOMBANG JAWA TIMUR 0 PENDAHULUAN Sekolah sebagai institusi pendidikan

Lebih terperinci

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA OLEH : PASKALIS K. SAN DEY NIM. 1407046007 PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh peserta didik (in put), pendidik, sarana dan prasarana,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh peserta didik (in put), pendidik, sarana dan prasarana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu sistem atau model pendidikan sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yang antara lain dipengaruhi oleh peserta didik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM PAKET C KEJURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM PAKET C KEJURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM PAKET C KEJURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Copyright by Asep Herry Hernawan

Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Copyright by Asep Herry Hernawan Drs., M.Pd. KURTEK FIP - UPI Fungsi: Drs., M.Pd. KURTEK FIP - UPI Fungsi & Tujuan SNP Dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu Tujuan:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1. Program dan Kegiatan yang Direncanakan Pembangunan pendidikan di Kabupaten Barru didesain dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PERAN PENGAWAS SEKOLAH PENILIK DAN PAMONG BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan merupakan suatu proses untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang guru, yang menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik profesional

BAB I PENDAHULUAN tentang guru, yang menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik profesional BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Guru memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / 15105241008 / TP-B http://fauzanfari.blogs.uny.ac.id Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan

Lebih terperinci

MATRIK TOPIK BAHASAN SIDANG KOMISI IV PADA REMBUK NASIONAL PENDIDIKAN TAHUN 2009

MATRIK TOPIK BAHASAN SIDANG KOMISI IV PADA REMBUK NASIONAL PENDIDIKAN TAHUN 2009 MATRIK TOPIK BAHASAN SIDANG KOMISI IV PADA REMBUK NASIONAL PENDIDIKAN TAHUN 2009 TOPIK BAHASAN: Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan No Kondisi saat ini Permasalahan PENDIDIK DAN TENAGA

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berupaya untuk meningkatkan kinerja program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai konsekuensi atas terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

I. PENDAHULUAN. Sebagai konsekuensi atas terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai konsekuensi atas terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pada bab VI tentang jalur jenjang dan jenis pendidikan, pasal 13 ayat ( 1 ) dinyatakan bahwa proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya akan sangat dibutuhkan peran serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: kurnia.noviartati@gmail.com Abstrak Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus memaksimalkan peran sebagai guru yang berkompeten, diantaranya mengembangkan bahan pelajaran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI UPTD SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) UNGARAN

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI UPTD SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) UNGARAN LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI UPTD SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) UNGARAN Disusun oleh : YESSI SUKMA TNARASWATI 1201409030 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2012 1 PENGESAHAN

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun) URUSAN WAJIB: PENDIDIKAN PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 Meningkatnya Budi Pekerti, 1 Persentase pendidik yang disiplin Tata Krama

Lebih terperinci

2015 IMPLEMENTASI SISTEM D UAL MOD E UNIVERSITAS TERBUKA

2015 IMPLEMENTASI SISTEM D UAL MOD E UNIVERSITAS TERBUKA BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, dan definisi operasional. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016

LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 ` LAPORAN PETA MUTU PENDIDIKAN KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BERBASIS SNP TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilaksanakan di 3 kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilaksanakan di 3 kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di 3 kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas Propinsi Kepulauan Riau untuk mata pelajaran Ujian Nasional (UN) dengan

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

DIVESIFIKASI LAYANAN PENDIDIKAN KESETARAAN & REVIEW MATERI. Fitta Ummaya Santi

DIVESIFIKASI LAYANAN PENDIDIKAN KESETARAAN & REVIEW MATERI. Fitta Ummaya Santi DIVESIFIKASI LAYANAN PENDIDIKAN KESETARAAN & REVIEW MATERI Fitta Ummaya Santi 1. Pembelajaran Langsung yaitu model layanan pembelajaran secara langsung antara tutor dan peserta didik, baik secara perorangan

Lebih terperinci

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung)

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung) STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung) INSTRUMEN PENELITIAN FUNDAMENTAL Tim Peneliti: Dr. Diding Nurdin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan setiap individu adalah melalui proses pendidikan. Melalui proses pendidikan diharapkan

Lebih terperinci

Unnes Physics Education Journal

Unnes Physics Education Journal UPEJ 3 (3) (2014) Unnes Physics Education Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej STUDI TENTANG KESIAPAN GURU FISIKA SMA DALAM MENERAPKAN KURIKULUM 2013 DI KOTA SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

Hasil Pembahasan Pra-Musrenbangnas dalam Penyusunan RKP 2014

Hasil Pembahasan Pra-Musrenbangnas dalam Penyusunan RKP 2014 Hasil Pembahasan Pra-Musrenbangnas dalam Penyusunan RKP 2014 Deputi Menteri Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikannya masih di bawah standarisasi yang di tentukan pemerintah. Banyak alasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama dalam membantu siswa untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA Renova Marpaung Abstrak Implementasi manajemen mutu dalam pembangunan pendidikan di Provinsi Sumatera Utara menyangkut perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat erat kaitannya dengan keberhasilan peningkatan kompetensi dan profesionalisme pendidik dan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan

I. PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH Oleh: Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, Padang. Abstrak: Pengawas sekolah salah satu

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le No.174, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. SMK Kehutanan Negeri Pendidikan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008) INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008) KABUPATEN / KOTA OPD : CILEGON : DINAS PENDIDIKAN TUGAS DAN FUNGSI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. khususnya untuk anggaran pendidikan SMA di Kota Metro sejak tahun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. khususnya untuk anggaran pendidikan SMA di Kota Metro sejak tahun IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab I telah dijelaskan bahwa pengeluaran pemerintah sektor pendidikan khususnya untuk anggaran pendidikan SMA di Kota Metro sejak tahun 2006/2007-2008/2009 perkembangannya

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN

KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN Penelitian KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN Edi Waluyo, Lita Latiana, & Decik Dian Pratiwi e-mail: waluyowulan@gmail.com PG PAUD FIP Universitas Negeri Semarang Abstrak: Pendidikan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DASAR

RENCANA AKSI STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DASAR RENCANA AKSI STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DASAR NO JENIS PELAYANAN INDIKATOR SUB INDIKATOR KEGIATAN VOL SATUAN NILAI JUMLAH TARGET JUMLAH DANA TARGET JUMLAH DANA 2013 Rp 2014 Rp 1 2 3 1

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci