KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL"

Transkripsi

1 DRAFT TGL 10 OKTOBER 2012 KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA, OKTOBER

2 SAMBUTAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Sesuai amanat Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bahwa Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). RUKN ini berisikan tentang kebijakan ketenagalistrikan nasional, arah pengembangan penyediaan tenaga listrik ke depan, kondisi kelistrikan saat ini, rencana kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik untuk kurun waktu dua puluh tahun ke depan, potensi sumber energi primer di berbagai provinsi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik serta kebutuhan investasinya. Dalam penyusunannya, RUKN ini telah memperhatikan Kebijakan Energi Nasional (KEN), mengikutsertakan Pemerintah Daerah dan telah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai amanat Pasal 7 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sebelum ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Selanjutnya, RUKN yang telah ditetapkan ini menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) dan bagi pelaku usaha penyediaan tenaga listrik dalam menyusun Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sesuai dengan perkembangan penyediaan tenaga listrik, RUKN ini akan dimutakhirkan secara berkala setiap tahun, sehingga masukan seluruh stakeholder sektor ketenagalistrikan sangat diperlukan untuk penyempurnaan penyusunan RUKN selanjutnya. Jakarta, Oktober 2012 Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik - i -

3 DAFTAR ISI SAMBUTAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG VISI DAN MISI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN TUJUAN PERUBAHAN RUKN LANDASAN HUKUM RUKN... 4 BAB II KEBIJAKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN BAURAN ENERGI PRIMER UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN MANAJEMEN PERMINTAAN TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN PERIZINAN KEBIJAKAN PENETAPAN WILAYAH USAHA KEBIJAKAN HARGA JUAL DAN SEWA JARINGAN TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN TARIF TENAGA LISTRIK DAN SUBSIDI KEBIJAKAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA KEBIJAKAN PROGRAM LISTRIK PERDESAAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEBIJAKAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PENUNJANG TENAGA LISTRIK KEBIJAKAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN TENAGA TEKNIK KEBIJAKAN PENINGKATAN KOMPONEN DALAM NEGERI KEBIJAKAN PEMBEBASAN BEA MASUK TERHADAP RENCANA IMPOR BARANG KEBIJAKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN BAB III ARAH PENGEMBANGAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TRANSMISI TENAGA LISTRIK DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PENJUALAN TENAGA LISTRIK LISTRIK PERDESAAN BAB IV KONDISI KELISTRIKAN SAAT INI KONDISI SISTEM KELISTRIKAN PER PULAU/KEPULAUAN PULAU SUMATERA PULAU JAWA BALI PULAU KALIMANTAN ii -

4 PULAU SULAWESI KEPULAUAN MALUKU KEPULAUAN NUSA TENGGARA PULAU PAPUA PERKEMBANGAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK MENURUT SEKTOR PEMAKAI PERKEMBANGAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK PER PROVINSI PERKEMBANGAN SARANA PENYALURAN TENAGA LISTRIK TRANSMISI TENAGA LISTRIK DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PERKEMBANGAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAN RASIO DESA BERLISTRIK RASIO ELEKTRIFIKASI RASIO DESA BERLISTRIK BAB V RENCANA KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK ASUMSI DAN HASIL PRAKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK RENCANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PER-PROVINSI PROVINSI ACEH PROVINSI SUMATERA UTARA PROVINSI SUMATERA BARAT PROVINSI RIAU PROVINSI KEPULAUAN RIAU PROVINSI BENGKULU PROVINSI JAMBI PROVINSI SUMATERA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PROVINSI LAMPUNG PROVINSI BANTEN PROVINSI D.K.I. JAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TIMUR PROVINSI BALI PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PROVINSI SULAWESI UTARA PROVINSI GORONTALO PROVINSI SULAWESI TENGAH PROVINSI SULAWESI BARAT PROVINSI SULAWESI SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU UTARA PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT BAB VI KEBUTUHAN INVESTASI LAMPIRAN iii -

5 DAFTAR TABEL TABEL 1. TARGET RASIO ELEKTRIFIKASI (%)...12 TABEL 2. PENJUALAN ENERGI LISTRIK TAHUN 2011 (GWH)...26 TABEL 3. KAPASITAS PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TAHUN 2011 ()...28 TABEL 4. PANJANG JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK TAHUN 2011 (KMS).31 TABEL 5. PANJANG JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK TAHUN 2011 (KMS) 33 TABEL 6. RASIO ELEKTRIFIKASI TAHUN TABEL 7. RASIO DESA BERLISTRIK TAHUN TABEL 8. ASUMSI DAN PROYEKSI...41 TABEL 9. PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK...42 TABEL 10. KEBUTUHAN INVESTASI SARANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK TAHUN iv -

6 DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1. PERKEMBANGAN KAPASITAS PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK...28 GAMBAR 2. PERKEMBANGAN PANJANG JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK...31 GAMBAR 3. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK...33 GAMBAR 4. PERKEMBANGAN RASIO ELEKTRIFIKASI...36 GAMBAR 5. PERKEMBANGAN RASIO DESA BERLISTRIK (%) v -

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I : Data Potensi Sumber Energi Lampiran II : Target Rasio Elektrifikasi Lampiran III : Peta Jaringan Transmisi Lampiran IV : Prakiraan Kebutuhan Dan Penyediaan Tenaga Listrik - vi -

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga listrik mempunyai peranan penting bagi negara dalam menunjang pembangunan di segala bidang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Mengingat arti penting tenaga listrik tersebut, maka dalam rangka penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik yang lebih merata, andal, dan berkelanjutan diperlukan suatu perencanaan yang komprehensif, dengan cakrawala nasional. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional, selanjutnya disebut RUKN, berisikan antara lain tentang kebijakan ketenagalistrikan nasional, arah pengembangan penyediaan tenaga listrik ke depan, kondisi kelistrikan saat ini, rencana kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik untuk kurun waktu dua puluh tahun ke depan, potensi sumber energi primer di berbagai provinsi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik serta kebutuhan investasinya. RUKN ditetapkan sebagai acuan dalam pembangunan dan pengembangan sektor ketenagalistrikan di masa yang akan datang bagi pemerintah daerah, pelaku usaha serta bagi Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, khususnya yang memiliki wilayah usaha. Peranan RUKN akan semakin penting dengan adanya perubahan lingkungan strategis baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Dengan adanya RUKN ini diharapkan adanya peningkatan partisipasi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat pada pembangunan sektor ketenagalistrikan. Adanya dinamika masyarakat, terutama perubahan ekonomi makro sangat berpengaruh dalam perubahan tingkat kebutuhan akan tenaga listrik. Memperhatikan kondisi tersebut, maka RUKN dapat dimutakhirkan secara berkala setiap tahun. Untuk menyusun perencanaan penyediaan tenaga listrik yang lebih pasti, maka RUKN disusun secara kuantitatif dengan rentang waktu (time horizon) perencanaan selama 20 (dua puluh) tahun. Sesuai Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, bahwa RUKN disusun berdasarkan pada kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. RUKN disusun dengan mengikutsertakan pemerintah daerah dan selanjutnya RUKN ini menjadi dasar bagi penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). Selanjutnya, sesuai Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 bahwa usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), dimana RUPTL yang disusun oleh pelaku usaha penyediaan tenaga listrik - 1 -

9 yang mengajukan izin usaha penyediaan tenaga listrik (pemohon) harus memperhatikan Rencana Umum Ketenagalistrikan VISI DAN MISI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Visi Terwujudnya sektor ketenagalistrikan yang andal, aman, akrab lingkungan, kualitas tinggi, efisien dan rasional untuk memperkokoh pembangunan nasional yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Misi 1. Menyelenggarakan pembangunan sarana penyediaan dan penyaluran tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional. 2. Melaksanakan pengaturan usaha penyediaan dan usaha penunjang tenaga listrik. 3. Melaksanakan pengaturan keselamatan ketenagalistrikan dan lindungan lingkungan TUJUAN PERUBAHAN RUKN Pada prinsipnya tujuan perubahan RUKN ini adalah sebagai antisipasi perubahan lingkungan strategis yang terjadi yang mempengaruhi sektor ketenagalistrikan. Hal ini penting mengingat RUKN merupakan pedoman serta acuan bagi pemerintah daerah, dan pelaku usaha serta Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah usahanya masing-masing. Diharapkan bahwa RUKN ini dapat memberikan arahan dan informasi yang diperlukan bagi berbagai pihak yang turut berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Adanya perubahan regulasi di sektor ketenagalistrikan juga menjadi dasar perlunya dilakukan perubahan RUKN karena beberapa peraturan di bidang usaha penyediaan dan penunjang tenaga listrik telah mengalami penyesuaian yang sangat signifikan sesuai dengan dinamika perkembangan sektor ketenagalistrikan. Beberapa regulasi yang menjadi pertimbangan perlunya perubahan RUKN adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2012 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik

10 Melalui Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 jo. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2009, PT PLN (Persero) ditugaskan untuk melakukan pembangunan pembangkit tenaga listrik menggunakan batubara dengan kapasitas total sebesar sampai dengan tahun Kemajuan yang telah dicapai dari program percepatan tahap I tersebut sampai dengan akhir bulan September 2012 adalah sebanyak 6 proyek 12 unit dengan total kapasitas atau 45,05% telah beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date COD). Selanjutnya diharapkan secara bertahap beberapa proyek tersebut dapat COD sampai dengan akhir tahun 2012 adalah 729, 2013: 2.961,5, dan 2014: 1.736,5. Dengan belum diselesaikannya semua proyek Program Percepatan tahap I tersebut, maka rencana penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik baru sebesar kurang lebih di sistem ketenagalistrikan nasional yang semula diharapkan selesai pada tahun 2009 mengalami pergeseran ke tahun Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi RUKN untuk menyusun kembali rencana proyek yang mundur atau kemungkinan mundur (slippage) dari jadwal sehingga mempengaruhi kebutuhan penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik per tahun secara nasional. Selain itu, sebagai upaya untuk mempercepat diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar minyak dan dalam rangka penambahan pasokan tenaga listrik untuk pemenuhan kebutuhan tenaga listrik, maka Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 menugaskan PT PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, batubara dan gas atau lebih dikenal dengan Program Percepatan Tahap II hingga tahun Kemajuan yang telah dicapai dari program percepatan tahap II tersebut sampai dengan bulan September 2012 untuk proyek yang dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) adalah 2 proyek (40 ) dalam tahap konstruksi, 3 proyek (1.314 ) tahap pra konstruksi, 5 proyek (320 ) tahap eksplorasi, 1 proyek (1.000 ) proses pendanaan, 13 proyek (1.008 ) proses lelang, 1 proyek (20 ) dalam proses penetapan WKP dan 1 proyek (55 ) dalam tahap Feasibility Study (FS). Adapun kemajuan yang dicapai sampai dengan bulan September 2012 untuk proyek yang dilaksanakan oleh swasta adalah 2 proyek (105 ) dalam tahap konstruksi, 3 proyek (270 ) proses eksploitasi, 7 proyek (820 ) dalam proses eksplorasi, 3 proyek (381 ) proses pendanaan, 26 proyek (3.013 ) proses Power Purchase Agreement (PPA), 2 proyek (267 ) proses jaminan kelayakan usaha, 4 proyek (184 ) proses Letter of Intent (LOI), 7 proyek (258 ) proses negosiasi, 1 proyek (83 ) proses penunjukan langsung, 13 proyek (805 ) proses lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), 5 proyek (104 ) proses lelang PLTU. Adanya dinamika yang berkembang atas rencana pelaksanaan proyek Program Percepatan tahap II telah menyebabkan beberapa proyek yang ada dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 02 Tahun 2010 tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembangunan Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas serta Transmisi Terkait mengalami berubahan sehingga - 3 -

11 perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi di lapangan telah diakomodasi dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2010 jo. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 01 Tahun 2012 menjadi pertimbangan revisi RUKN ini. Hal lain yang juga menjadi pertimbangan untuk melakukan perubahan RUKN ini adalah dengan telah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada tanggal 20 Mei MP3EI dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berimbang, berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam program ini, Indonesia dibagi menjadi 6 koridor ekonomi, dimana untuk mendukung program pada masing-masing koridor tersebut sangat dibutuhkan ketersediaan pasokan tenaga listrik yang cukup LANDASAN HUKUM RUKN Dasar penyusunan RUKN ini adalah: 1. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 2. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

12 BAB II KEBIJAKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL Kebutuhan tenaga listrik sudah menjadi bagian dari hajat hidup orang banyak, oleh karena itu pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan harus menganut asas manfaat, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi, mengandalkan pada kemampuan sendiri, kaidah usaha yang sehat, keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan, dan otonomi daerah. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan telah ditetapkan bahwa dalam usaha penyediaan tenaga listrik, kepada badan usaha milik negara diberi prioritas pertama untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Sedangkan untuk wilayah yang belum mendapatkan pelayanan tenaga listrik, Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya memberi kesempatan kepada badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, atau koperasi sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi. Dalam hal tidak ada badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, atau koperasi yang dapat menyediakan tenaga listrik di wilayah tersebut, Pemerintah wajib menugasi badan usaha milik negara untuk menyediakan tenaga listrik. Sebagai pelaksanaan dari kewajiban Pemerintah di bidang ketenagalistrikan, Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan Pemerintah dalam usaha penyediaan dan penunjang tenaga listrik untuk mendorong perkembangan ketenagalistrikan nasional yang sehat, efisien berkeadilan dan berkelanjutan yang pada akhirnya dapat menyediakan tenaga listrik yang andal, aman, berkualitas baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 2.1 PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Kebijakan Penyediaan Tenaga Listrik Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah. Untuk penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik. Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Namun demikian, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Untuk penyediaan tenaga listrik tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan - 5 -

13 tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil dan perbatasan, dan pembangunan listrik perdesaan. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik. Disamping itu, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha. Pembatasan wilayah usaha juga diberlakukan untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang hanya meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik Kebijakan Bauran Energi Primer Untuk Pembangkitan Tenaga Listrik Sebagaimana diketahui bahwa dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ditetapkan bahwa sumber energi primer yang terdapat di dalam negeri dan/atau berasal dari luar negeri harus dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kebijakan energi nasional untuk menjamin penyediaan tenagalistrik yang berkelanjutan, dan selanjutnya ditetapkan juga bahwa dalam pemanfaatan tersebut diutamakan sumber energi baru dan terbarukan. Kebijakan tersebut diatas sejalan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi bahwa energi dikelola berdasarkan asas kemanfaafan, rasionalitas, efisiensi, berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlajutan, ksejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional. Untuk menjaga keamanan pasokan batubara untuk pembangkitan tenaga listrik, Pemerintah telah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Dalam rangka pengurangan ketergantungan kepada bahan bakar minyak, Pemerintah terus mengupayakan agar untuk menjamin pasokan gas bagi pembangkitan tenaga listrik diberlakukan kebijakan DMO. Kebijakan pemanfaatan energi primer setempat untuk pembangkit tenaga listrik dapat terdiri dari fosil (batubara lignit/batubara mulut tambang, gas marginal) maupun non-fosil (air, panas bumi, biomassa, dan lain-lain). Pemanfaatan energi primer setempat tersebut memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan dengan tetap memperhatikan aspek teknis, ekonomi, dan keselamatan lingkungan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional bahwa peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional untuk energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5% pada tahun

14 Energi nuklir sebagai salah satu opsi terakhir pemanfaatan sumber energi baru dimungkinkan untuk dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik untuk program jangka panjang, mengurangi efek rumah kaca dan dalam rangka meningkatkan jaminan keamanan pasokan tenaga listrik serta pemanfaatan energi fosil yang ada dapat diperpanjang penggunaannya setelah energi baru dan energi terbarukan lainnya dioptimalkan pemanfaatannya. Pemanfaatan energi nuklir ini harus mempertimbangkan ketersediaan sumber energi yang ada, sains dan teknologi, sumber daya manusia, aspek keselamatan yang ketat dan daya dukung lingkungan serta aspirasi masyarakat yang berkembang Kebijakan Manajemen Permintaan Tenaga Listrik Pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di berbagai wilayah/daerah belum terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai yang dibutuhkan konsumen. Hal ini disebabkan permintaan listrik yang tinggi tetapi tidak dapat diimbangi dengan penyediaan tenaga listrik. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk memaksimalkan kapasitas pembangkit yang ada dalam memenuhi kebutuhan listrik yang lebih luas baik secara kualitas maupun kuantitas yaitu dengan melaksanakan program di sisi permintaan (Demand Side Management) dan di sisi penyediaan (Supply Side Management). Program Demand Side Management dimaksudkan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, dengan cara mengendalikan beban puncak, pembatasan sementara sambungan baru terutama di daerah krisis penyediaan tenaga listrik, dan melakukan langkah-langkah efisiensi lainnya di sisi konsumen. Program Supply Side Management dilakukan melalui optimasi penggunaan pembangkit tenaga listrik yang ada dan pemanfaatan captive power Kebijakan Penanggulangan Krisis Penyediaan Tenaga Listrik Dalam upaya menanggulangi daerah-daerah yang mengalami krisis penyediaan tenaga listrik, dilakukan melalui dua pendekatan kebijakan, yaitu Jangka Pendek dan Jangka Menengah/Panjang. Penanggulangan jangka pendek dilakukan untuk penyelesaian krisis penyediaan tenaga listrik secara cepat sebelum pembangkit yang sudah direncanakan selesai dibangun, sehingga pemadaman yang terjadi dapat dihindari secepat mungkin. Program yang dapat dilakukan dalam kebijakan ini antara lain pembelian kelebihan daya yang dimiliki oleh perusahaan swasta (excess power), sewa genset, revitalisasi/relokasi mesin, mempercepat waktu pemeliharaan pembangkit dan jaringan, rekonfigurasi/manuver jaringan dan himbauan pengurangan/penghematan penggunaan tenaga listrik (demand side management)

15 Penanggulangan jangka menengah/panjang dilakukan dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang baru, baik oleh PLN maupun swasta/ipp yang memerlukan waktu konstruksi 3-5 tahun Kebijakan Perizinan Perizinan usaha penyediaan tenaga listrik merupakan tahap awal dalam pembangunan infratsruktur ketenagalistrikan. Kebijakan perizinan dalam usaha penyediaan tenaga listrik adalah penerapan prinsip-prinsip pelayanan prima dengan mengedepankan transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Kemudahan perizinan merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan investasi. Koordinasi dengan instansi terkait akan terus dilakukan sebagai upaya untuk percepatan proses perizinan. Penggunaan teknologi informasi sangat dimungkinkan diaplikasikan di masa yang akan datang sebagai sarana untuk mempermudah proses perizinan Kebijakan Penetapan Wilayah Usaha Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik. Disamping itu, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum secara terintegrasi dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha. Penetapan wilayah usaha merupakan kewenangan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan. Untuk usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan secara terintegrasi, usaha distribusi, atau usaha penjualan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya menerbitkan izin usaha penyediaan tenaga listrik setelah adanya penetapan wilayah usaha dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Guna menghindari tumpang tindih penetapan wilayah usaha penyediaan tenaga listrik antar badan usaha, kebijakan penetapan wilayah usaha oleh Pemerintah dengan menerapkan prinsip kehatihatian, transparansi, dan akuntabilitas. Karena wilayah usaha penyediaan tenaga listrik bukan merupakan wilayah administrasi pemerintahan, penetapan wilayah usaha memerlukan koordinasi dengan instansi terkait termasuk pemerintah daerah sebagai pemberi rekomendasi

16 2.1.7 Kebijakan Harga Jual Dan Sewa Jaringan Tenaga Listrik Untuk mendorong minat investor dan menjaga iklim usaha yang baik, pada prinsipnya harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik ditetapkan berdasarkan prinsip usaha yang sehat. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan atas harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan oleh Pemerintah. Persetujuan harga jual tenaga listrik dapat berupa harga patokan. Untuk mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik perlu terus berupaya melakukan penyempurnaan pengaturan harga jual tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi baru terbarukan Kebijakan Tarif Tenaga Listrik Dan Subsidi Kebijakan Tarif Tenaga Listrik Kebijakan Pemerintah mengenai tarif tenaga listrik adalah bahwa tarif tenaga listrik secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mencapai nilai keekonomiannya sehingga tarif tenaga listrik dapat menutup biaya pokok penyediaan yang dikeluarkan. Kebijakan ini diharapkan akan dapat memberikan sinyal positif bagi investor dalam berinvestasi di sektor ketenagalistrikan. Penetapan kebijakan tarif tenaga listrik dilakukan sesuai nilai keekonomian, namun demikian tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan dengan memperhatikan: a. keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik; b. kepentingan dan kemampuan masyarakat; c. kaidah industri dan niaga yang sehat; d. biaya pokok penyediaan tenaga listrik; e. efisiensi pengusahaan; f. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem; dan g. tersedianya sumber dana untuk investasi Kebijakan Subsidi Listrik Kebijakan subsidi listrik akan terus dilaksanakan sepanjang Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang ditetapkan Pemerintah masih lebih rendah dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Namun mengingat kemampuan Pemerintah yang terbatas, maka subsidi akan lebih diarahkan langsung kepada kelompok pelanggan kurang mampu dan atau untuk pembangunan daerah perdesaan dan pembangunan daerah-daerah terpencil dengan mempertimbangkan atau memprioritaskan perdesaan/daerah dan masyarakat yang sudah - 9 -

17 layak untuk mendapatkan listrik dalam rangka menggerakkan ekonomi masyarakat. Kebijakan tarif tenaga listrik regional akan terus dikaji dan dimungkinkan untuk diberlakukan di masa mendatang, hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan pembangunan ketenagalistrikan dari satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan tarif tenaga listrik regional dapat mendorong kemandirian wilayah setempat dalam menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik. Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan penerapan tarif tenaga listrik regional antara lain: a. kemampuan masyarakat atau pelanggan listrik di wilayah setempat; b. kondisi geografis sistem kelistrikan; c. kesiapan PLN dan pemegang saham PLN untuk memisahkan wilayah usahanya menjadi institusi atau anak perusahaan yang mandiri; d. kesiapan atau dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan dana subsidi listrik; e. tingkat kewajaran tarif tenaga listrik berdasarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kebijakan Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara Jual beli tenaga listrik lintas negara oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dapat dilakukan setelah memperoleh izin penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Walaupun Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dapat melakukan penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara, namun untuk melakukan hal tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persyaratan penjualan tenaga listrik yang harus dipenuhi adalah kebutuhan tenaga listrik setempat dan wilayah sekitarnya telah terpenuhi, harga jual tenaga listrik tidak mengandung subsidi, dan tidak mengganggu mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik setempat. Adapun syarat pembelian tenaga listrik lintas negara yang harus dipenuhi adalah belum terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik setempat, hanya senagai penunjang pemenuhan kebutuhan tenaga listrik setempat, tidak merugikan kepentingan negara dan bangsa yang terkait dengan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan ekonomi, untuk meningkatkan mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik setempat, tidak mengabaikan pengembangan kemampuan penyediaan tenaga listrik dalam negeri, dan tidak menimbulkanketergantungan pengadaan tenaga listrik dari luar negeri

18 Kebijakan Program Listrik Perdesaan Penanganan misi sosial dimaksudkan untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, dan melistriki seluruh wilayah Indonesia yang meliputi daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan pembangunan listrik perdesaan. Penanganan misi sosial dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan bantuan bagi masyarakat tidak mampu, menjaga kelangsungan upaya perluasan akses pelayanan listrik pada wilayah yang belum terjangkau listrik, mendorong pembangunan/pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penanganan misi sosial diperlukan untuk dapat dilaksanakan secara operasional melalui Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang memiliki wilayah usaha. Agar efisiensi dan transparansi tercapai, maka usaha penyediaan tenaga listrik seyogyanya dapat dilakukan dengan pemisahan fungsi sosial dan komersial melalui pembukuan yang terpisah. Ada beberapa kondisi yang diperlukan agar kebijakan pelaksanaan program listrik pedesaan berjalan sukses dan berkelanjutan. Tantangan khusus dalam pengembangan listrik perdesaan adalah mencakup kepadatan penduduk yang rendah, permintaan energi listrik yang rendah, dan perekonomi perdesaan yang belum berkembang. Untuk mengatasi tantangan tersebut, maka diperlukan kondisi pembiayaan khusus dan desain serta standar konstruksi yang khusus yang perlu diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat mengatasi karakteristik penyediaan daya atau power supply dan manajemen program agar sesuai dengan realitas wilayah yang ada di Indonesia. Program listrik perdesaan perlu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap pembangunan ekonomi perdesaan. Pembangunan listrik perdesaan sendiri akan berjalan dengan baik jika layanan tenaga listrik diperdesaan dapat diandalkan, terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat yang dilayani. Program listrik perdesaan juga harus memastikan bahwa biaya infrastruktur yang wajar akan memiliki dampak langsung tidak hanya pada keterjangkuan pelayanan tenaga listrik, akan tetapi juga dampak potensial terhadap biaya per rumah tangga dan bisnis yang dilayani oleh PLN dan lainnya. Program listrik perdesaan juga harus menguntungkan pemerintah dan masyarakat yang dilayani seperti pelayanan publik yang membutuhkan tenaga listrik seperti kesehatan, pendidikan dasar, pasokan air bersih dan transportasi. Program listrik perdesaan masih menghadapi tantangan yang signifikan antara lain beban proyeksi tenaga listrik di perdesaan yang masih jauh lebih rendah dari beban tenaga listrik di pusat-pusat kota di mana tingkat pendapatan dan permintaan tenaga listrik lebih tinggi, dan kenyataan pula bahwa kemampuan dan kemauan masyarakat perdesaan untuk membayar layanan PLN juga masih rendah

19 Rasio elektrifikasi yang didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah rumah tangga yang sudah menikmati tenaga listrik dan jumlah rumah tangga secara keseluruhan telah menjadi program Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada tahun 2011, ratio elektrifikasi atau jumlah rumah tangga di seluruh Indonesia yang sudah menikmati tenaga listrik untuk mendukung kehidupan masyarakat baru mencapai 72.95% dari seluruh jumlah rumah tangga yang berjumlah 62 juta rumah tangga. Ini berarti masih ada sekitar 27% jumlah rumah tangga di Indonesia yang belum dapat menikmati tenaga listrik. Pemerintah telah mempunyai program untuk meningkatkan ratio elektrifikasi mencapai 80% dari seluruh rumah tangga di Indonesia pada akhir tahun 2014, dan diharapkan dalam 20 tahun kedepan yaitu pada tahun 2031, jumlah rumah tangga yang dilistriki akan mencapai 100%. Adapun rasio desa berlistrik yang didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah desa yang sudah dilewati jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah untuk menyalurkan tenaga listrik ke rumah tangga dan langganan PLN lainnya dengan jumlah desa secara keseluruhan juga telah menjadi program Pemerintah. Pada tahun 2011, ratio desa berlistrik untuk mendukung peningkatan ratio elektrifikasi dalam rangka meningkatkan kehidupan masyarakat sudah mencapai 96,02% dari seluruh jumlah desa yang ada di Indonesia yang berjumlah desa. Ini berarti masih ada sekitar 4% desa di Indonesia yang belum dialiri jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah. Pemerintah juga memiliki program untuk meningkatkan desa ratio desa berlistrik mencapai 100% pada tahun Target rasio elektrifikasi yang ingin dicapai adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Target Rasio Elektrifikasi (%) No. PROVINSI Aceh 89,79 97,24 99,99 100,00 100,00 2. Sumatera Utara 87,01 95,85 99,99 100,00 100,00 3. Sumatera Barat 80,19 92,44 99,99 100,00 100,00 4. Riau 79,09 91,89 99,99 100,00 100,00 5. Kepulauan Riau *) 91,68 98,19 99,99 100,00 100,00 6. Sumatera Selatan 74,83 88,96 99,99 100,00 100,00 7. Jambi 78,17 91,43 99,99 100,00 100,00 8. Bengkulu 73,23 89,76 99,99 100,00 100,00 9. Lampung 72,88 94,04 99,99 100,00 100, Kepulauan Bangka Belitung 83,39 88,79 99,99 100,00 100, Bali 71,56 87,35 100,00 100,00 100, Jawa Timur 74,98 100,00 100,00 100,00 100, Jawa Tengah 80,74 88,97 100,00 100,00 100, D.I Yogyakarta 77,96 92,95 100,00 100,00 100, Jawa Barat 72,77 91,56 100,00 100,00 100, Banten 69,53 90,07 100,00 100,00 100,

20 No. PROVINSI D.K.I Jakarta 99,99 88,36 100,00 100,00 100, Kalimantan Timur 64,02 86,28 99,99 100,00 100, Kalimantan Selatan 77,70 86,95 99,99 100,00 100, Kalimantan Tengah 69,20 91,20 99,99 100,00 100, Kalimantan Barat 67,87 84,36 99,99 100,00 100, Sulawesi Utara 75,68 87,69 95,91 98,18 100, Sulawesi Tengah 66,60 80,29 99,99 100,00 100, Gorontalo 55,88 83,15 95,91 98,18 100, Sulawesi Selatan 76,86 84,98 99,99 100,00 100, Sulawesi Tenggara 57,90 90,78 99,99 100,00 100, Sulawesi Barat 65,26 78,80 95,91 98,18 100, Nusa Tenggara Barat 54,77 74,74 91,82 96,36 100, Nusa Tenggara Timur 44,49 69,60 91,82 96,36 100, Maluku 72,01 83,36 91,82 96,36 100, Maluku Utara 71,68 83,19 91,82 96,36 100, Papua dan Papua Barat 40,84 67,77 91,82 96,36 100,00 Total Indonesia 75,30 86,37 99,33 99,69 100,00 *) Rasio elektrifikasi tinggi karena termasuk wilayah Batam Kebijakan Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009,hal-hal yang diatur terkait dengan konsumen listrik adalah: a. Kewajiban Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik: menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku; memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat. b. Hak Konsumen: mendapat pelayanan yang baik; mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar; mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. c. Kewajiban Konsumen: melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik; menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen; memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya; membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan

21 Berdasarkan penjelasan di atas, maka kebijakan Pemerintah terkait dengan perlindungan konsumen listrik adalah menyediakan sarana sebagai tempat pengaduan apabila konsumen merasa dirugikan melalui website: kotak pos: PO BOX 220, atau pengaduan langsung ke kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan c.q. Sub Direktorat Perlindungan Konsumen Listrik. Kemudian berdasarkan pengaduan tersebut, Pemerintah dapat melakukan fasilitasi untuk penyelesaian pengaduan. Pemerintah juga melakukan review dan penyusunan aturan-aturan yang memberikan perlindungan kepada konsumen listrik. Selain itu, Pemerintah juga menyelenggarakan pengawasan terhadap Tingkat Mutu Pelayanan tenaga listrik yang dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun Kebijakan Penyelesaian Perselisihan Dalam pelaksanaan hubungan komersial tenaga listrik, menghasilkan interaksi antar pelaku usaha, pelaku usaha dan pengguna usaha/konsumen. Dengan adanya interaksi tidak dipungkiri akan menimbulkan gesekan alibat adanya persamaan keperluan dan tujuan, hal inilah yang akan menimbulkan permasalahan. Kebijakan penyelesaian permasalahan yang mungkin timbul akibat pelaksanaan hubungan komersial meliputi: Aspek hukum Aspek teknik Aspek finansial Mengingat begitu kompleknya permasalahan yang mungkin timbul dalam bisnis ketenagalistrikan, maka diperlukan suatu lembaga khusus yang menangani permasalahan dalam bisnis ketenagalistrikan. Pengadilan sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa yang paling dikenal, boleh dikatakan akan selalu berusaha untuk dihindari oleh banyak anggota masyarakat selain proses jangka waktu yang relatif lama dan berlarut-larut, serta oknumoknum yang cenderung mempersulit proses pencari keadilan. Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan penyelesaian perselisihan hubungan komersial tenaga listrik yang terjadi antar pelaku usaha penyedia tenaga listrik atau pelaku usaha penyedia tenaga listrik dengan pengguna usaha tenaga listrik/konsumen, dalam hal ini, Pemerintah terus mendorong agar perselisihan dapat diselesaikan melalui dengan jalan musyawarah. Namun demikian Pemerintah juga bersedia sebagai fasilitator dalam setiap penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam pelaksanaan hubungan komersial tenaga listrik, antara lain: 1. Penyelesaian melalui konsultasi Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan bersifat Personal antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan Klien

22 dengan pihak yang lain merupakan pihak Konsultan yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi kebutuhan klien tersebut. 2. Penyelesaian melalui negosiasi dan perdamaian Pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaiakan sendiri yang timbul dianatar mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Jika kita kaji secara bersama dapat di sampaikan sebagai berikut: a. Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari; b. Penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan antara para pihak yang bersengketa. Selain itu perlu dicatat pula bahwa negoisasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa yang dilaksanakan diluar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan baik didalam maupun diluar sidang pengadilan. 3. Penyelesaian melalui mediasi Merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negoisasi yang dilakukan oleh para pihak atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atas beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang fasilitator. Fasilitator harus mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya kompromi diantara kedua belah pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. 4. Penyelesaian melalui konsiliasi Berdasarkan Black s Law Dictionary dapat kita katakan bahwa prinsipnya konsiliasi tidak berbeda jauh dengan perdamaian. 5. Penyelesaian Arbitrasi Arbitrasi dalam suatu bentuk kelembagaan, tidak hanya bertugas untuk menyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi diantara para pihak dalam suatu perjanjian pokok, melainkan juga dapat memberi konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari para pihak yang memerlukannya tidak terbatas para pihak dalam perjanjian

23 2.2 PENUNJANG TENAGA LISTRIK Kebijakan Keamanan Dan Keselamatan Tenaga listrik selain bermanfaat bagi kehidupan masyarakat juga dapat mengakibatkan bahaya bagi manusia apabila tidak dikelola dengan baik. Pemerintah dalam rangka mewujudkan keamanan dan keselamatan ketenagalistrikan menetapkan standardisasi, pengamanan instalasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik. Tujuan keamanan dan keselamatan ketenagalistrikan antara lain melindungi masyarakat dan lingkungan disekitarnya dari bahaya yang diakibatkan oleh tenaga listrik, meningkatkan keandalan sistem ketenagalistrikan, meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian dan pemanfaatan tenaga listrik. Kebijakan keamanan dan keselamatan instalasi diantaranya adalah kelaikan operasi instalasi tenaga listrik yang dinyatakan dengan sertifikat laik operasi. Sertifikat laik operasi diterbitkan apabila instalasi tenaga listrik telah dilakukan dengan pemeriksaan dan pengujian serta memenuhi kesesuaian standar dan ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik dilakukan terhadap instalasi yang selesai dibangun dan dipasang, direkondisi, dilakukan perubahan kapasitas atau direlokasi Kebijakan Standardisasi Ketenagalistrikan Kewajiban akan pemenuhan standardisasi ketenagalistrikan untuk setiap peralatan dan pemanfaat tenaga listrik merupakan salah satu komponen yang penting dalam rangka mewujudkan keselamatan ketenagalistrikan. Kebijakan dalam standardisasi ketenagalistrikan meliputi standardisasi peralatan tenaga listrik dan standardisasi pemanfaat tenaga listrik. Peralatan tenaga listrik adalah alat atau sarana pada instalasi pembangkitan, penyaluran, dan pemanfaatan tenaga listrik, sedangkan yang dimaksud pemanfaat tenaga listrik adalah semua produk atau alat yang dalam pemanfaatannya menggunakan tenaga listrik untuk berfungsinya produk atau alat tersebut. Standardisasi ketenagalistrikan dirumuskan dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI) yang bersifat sukarela dan menjadi acuan bagi pelaku usaha. Dalam hal SNI berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi dapat memberlakukan secara wajib spesifikasi dan atau parameter dalam SNI. Untuk peralatan tenaga listrik yang telah memenuhi SNI yang dibuktikan dengan Sertifikat Produk dapat dibubuhi Tanda SNI ( ) sedangkan untuk produk pemanfaat tenaga listrik yang telah memenuhi SNI dapat dibubuhi tanda SNI dan tanda keselamatan ( )

24 2.2.3 Kebijakan Tenaga Teknik Standardisasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan adalah kegiatan yang meliputi perumusan standar kompetensi tenaga teknik, penetapan dan pemberlakuan standar kompetensi tenaga teknik, penerapan standar kompetensi dan pengawasan. Tenaga teknik sektor ketenagalistrikan bekerja di berbagai bidang instalasi penyediaan tenaga listrik: pembangkitan, transmisi, distribusi, dan pemanfaatan tenaga listrik, dan pada subbidang: konsultasi (perencanaan dan/atau pengawasan), pembangunan dan pemasangan, pemeriksaan dan pengujian, pengoperasian, pemeliharaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik, sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik, sertifikasi kompetensi tenaga teknik, dan usaha lain yang berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik. Penerapan Standar Kompetensi dilakukan dengan pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan dilakukan melalui uji kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) yang telah diakreditasi, dan sebagai bahan acuan dalam perumusan standat latih kompetensi yang diterapkan dengan melakukan diklat oleh Lembaga Diklat berbasisi kompetensi Kebijakan Peningkatan Komponen Dalam Negeri Dalam rangka mendorong penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri di sektor ketenagalistrikan, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 48/M-IND/PER/4/2010 tentang pedoman penggunaan produk dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Peraturan tersebut mengatur tentang kewajiban penggunaan barang dan atau jasa produksi dalam negeri untuk setiap pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negera, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta atau koperasi atas biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah/hibah/pinjaman luar negeri. Kewajiban penggunaan barang dan atau jasa produksi dalam negeri di atas harus dicantumkan dalam dokumen lelang/penawaran pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dan dalam kontrak pelaksanaan pembangunan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian melakukan monitoring dan evaluasi atas besaran TKDN pada setiap pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tersebut. Penyedia barang/jasa pada pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dapat dikenakan sanksi apabila nilai TKDN pada akhir proyek yang

25 diverifikasi tidak mencapai besaran TKDN yang ditetapkan atau tidak melaksanakan sama sekali penggunaan produksi dalam negeri Kebijakan Pembebasan Bea Masuk Terhadap Rencana Impor Barang Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.011/2008 jo.nomor 128/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum. Pembebasan bea masuk diberikan kepada pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap rencana impor barang modal (master list) yang telah ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan. Penandasahan rencana impor barang tersebut hanya diberikan untuk barang yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, barang yang sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan, atau barang yang sudah diproduksi di dalam negeri namu jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri Kebijakan Perlindungan Lingkungan Pembangunan di bidang ketenagalistrikan dilaksanakan dengan mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bahwa setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan yang bertujuan untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi, aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundangan-undangan di bidang lingkungan hidup. Ketentuan di bidang lingkungan hidup diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa semua usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki izin lingkungan, termasuk kegiatan di Subsektor Ketenagalistrikan yang meliputi pembangkitan tenaga listrik serta jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik. Izin lingkungan merupakan izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) yang meliputi Kerangka Acuan, Analisis Dampak Lingkungan Hidup, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup atau usaha dan/atau kegiatan yang dilengkapi dengan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat

26 memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

27 BAB III ARAH PENGEMBANGAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK 3.1 PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik diarahkan pada pertumbuhan yang realistis dan diutamakan untuk menyelesaikan krisis penyediaan tenaga listrik yang terjadi di beberapa daerah, meningkatkan cadangan dan terpenuhinya margin cadangan dengan mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat serta membatasi rencana pengembangan pembangkit BBM. Pengembangan pembangkit BBM sangat terbatas untuk pemikul beban puncak, menjaga tegangan sistem, dan mengatasi daerah krisis penyediaan tenaga listrik jangka pendek atau daerahdaerah yang tidak memiliki sumber daya alam lain. Pemanfaatan BBM untuk pembangkit tenaga listrik diupayakan agar lebih mengutamakan penggunaan Marine Fuel Oil (MFO) dari pada High Speed Diesel (HSD) yang harganya lebih dari dua kali MFO. Apabila pembangkit non-bbm yang telah direncanakan tersebut telah beroperasi, maka pembangkit BBM tersebut di non-operasikan. Pembangunan pembangkit baru, baik yang dilaksanakan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik maupun yang akan dimitrakan dengan Koperasi dan Badan Usaha lainnya harus mengacu kepada RUKN. Adapun kriteria yang digunakan dalam penyusunan kebutuhan daya dalam RUKN adalah berdasarkan kepada cadangan daya yang diinginkan (reserve margin). Untuk pulau Jawa-Bali cadangan daya diproyeksikan sekitar 30% untuk kurun waktu dua puluh tahun kedepan. Untuk Luar Pulau Jawa yang umumnya sistem terisolasi menggunakan kriteria cadangan daya yang lebih tinggi berkisar 40%. Asumsi ini telah mempertimbangkan kemungkinan adanya slippage projects maupun kendala pendanaan dan penundaan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) guna mencukupi kebutuhan tenaga listrik masih dapat dilakukan namun mengutamakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan memiliki efisiensi tinggi. Pengembangan pembangkit super critical perlu dipertimbangkan untuk implementasinya khususnya pada sistem kelistrikan yang telah mapan. Kelas kapasitas pembangkit yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan sistem tersebut dan rencana pengembangan kedepannya. Adapun guna memanfaatkan potensi batubara di mulut tambang, PLTU di mulut tambang dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik setempat atau mengirim tenaga listrik ke sistem kelistrikan di daerah lainnya. Pengembangan pembangkit tenaga listrik lainnya yang menggunakan energi baru terbarukan tetap di dorong pemanfaatannya disamping untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik juga dalam rangka menurunkan tingkat emisi CO

28 dengan memberikan skema investasi yang menarik dan harga jual tenaga listrik yang lebih kompetitif. Pengembangan PLTN dalam penyediaan tenaga listrik jangka panjang dapat dipertimbangkan pemanfaatannya sebagai opsi terakhir guna peningkatan jaminan keamanan pasokan tenaga listrik dan mengurangi efek rumah kaca setelah energi baru dan energi terbarukan lainnya dioptimalkan pemanfaatannya. Pengembangan PLTN tersebut harus terlebih dahulu memperhatikan ketersediaan sumber energi yang ada, aspek keekonomian, sains dan teknologi, sumber daya manusia, aspek keselamatan yang ketat dan daya dukung lingkungan serta aspirasi masyarakat yang berkembang. Tenaga listrik yang diproduksi oleh suatu pembangkit tenaga listrik dimungkinkan untuk dijual lintas negara oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik setelah memperoleh izin penjualan tenaga listrik lintas negara dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. 3.2 TRANSMISI TENAGA LISTRIK Prinsip dasar pengembangan sistem transmisi tenaga listrik diarahkan kepada pertumbuhan sistem, peningkatan keandalan sistem dan mengurangi kendala pada sistem penyaluran serta adanya pembangunan pembangkit baru. Memperhatikan bahwa Pemerintah tengah melaksanakan Program Percepatan Tahap I dan Tahap II, maka pengembangan sistem penyaluran tenaga listrik untuk dua hingga lima tahun kedepan diprioritaskan pembangunannya untuk menyalurkan tenaga listrik dari pembangkit baru program percepatan tersebut. Pada saat ini, sistem besar yang sudah terintegrasi dengan baik adalah Sistem Jawa-Bali dan Sistem Sumatera. Sedangkan sistem kelistrikan di pulau lainnya seperti Sulawesi sudah lebih baik sistemnya di daerah bagian utara dan selatan. Setahap demi setahap, sistem kelistrikan di pulau Sulawesi akan diinterkoneksikan. Adapun sistem kelistrikan di pulau lainnya seperti Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengembangan sistem transmisi tenaga listrik khususnya dalam upaya peningkatan keandalan. Untuk kurun waktu jangka menengah, diharapkan Sistem Sumatera sudah terintegrasi seluruhnya menggunakan jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 275 kv yang saat ini sistemnya telah terinterkoneksi di jaringan tegangan tinggi 150 kv. Sistem kelistrikan di Kalimatan dan Sulawesi dalam kurun waktu jangka panjang diharapkan pula sudah terhubung dengan baik dengan masuknya pembangkit yang berskala besar. Secara umum, pengembangan sistem transmisi tenaga listrik diarahkan pada pengembangan sistem tegangan 500 kv dan 150 kv untuk Sistem Jawa-Bali, 500 kv, 275 kv, 150 kv dan 70 kv untuk sistem Sumatera, dan 275 kv, 150 kv dan 70 kv untuk sistem di luar Jawa-Bali. Pengembangan transmisi tegangan 500 kv di luar Sistem Jawa-Bali dan transmisi tenaga listrik

29 bertegangan arus searah (Direct Current DC) dimungkinkan untuk dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan sistem kelistrikan setempat dan ketersediaan teknologi. Upaya pengembangan transmisi tenaga listrik secara terinterkonesi antara Sistem Jawa-Bali dengan Sistem Sumatera dapat dilakukan setelah dilaksanakan Feasibility Study/kajian secara mendalam dengan memperhatikan beberapa aspek, antara lain aspek teknis, ekonomis dan sosial. Sedangkan rencana pembangunan cross-link 500 kv dari Pulau Jawa ke Pulau Bali adalah merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi pertumbuhan beban di Bali. Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan jual beli tenaga listrik lintas negara hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik setelah memperoleh izin penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam pengembangan gardu induk, sistem tegangan yang dipilih diarahkan pada kesesuaian pengembangan sistem transmisi tenaga listrik. Penambahan trafo diprioritaskan apabila pembebanan trafo pada Gardu Induk (GI) terpasang sudah mencapai 70% dari kapasitasnya. Sedangkan pembangunan GI baru dapat dipertimbangkan untuk dilakukan apabila pasokan pada suatu kawasan sudah tidak mampu dipenuhi dari GI yang ada disekitarnya yang diindikasikan dengan pembebanan trafo GI sudah melebihi 70% dan kapasitasnya sudah memiliki kapasitas optimum. Khusus untuk peningkatan keandalan sistem kelistrikan, perhatian untuk penyiapan backup sistem perlu dipertimbangkan dalam perencanaan ketenagalistrikan. 3.3 DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Pengembangan sarana distribusi tenaga listrik diarahkan untuk dapat mengantisipasi pertumbuhan penjualan tenaga listrik, mempertahankan tingkat keandalan yang diinginkan dan efisiensi serta meningkatkan kualitas pelayanan. Apabila dengan pertimbangan pemenuhan tenaga listrik secara terintegrasi dengan sistem tenaga listrik lain dinilai kurang/tidak efisien, maka jaringan terisolasi dapat diterapkan. Pengertian dari jaringan terisolasi adalah jaringan distribusi tenaga listrik yang berdiri sendiri dan tidak terhubung langsung dengan jaringan transmisi yang ada dan wilayah pelayanannya terbatas. Pengembangan jaringan distribusi tenaga listrik dengan teknologi smart grid dan kabel laut (submarine cable) antar pulau dapat dilakukan sepanjang memenuhi kebutuhan sistem dan ketersediaan teknologi. Pengembangan jaringan distribusi tenaga listrik yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan jual beli tenaga listrik lintas negara hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

30 setelah memperoleh izin penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. 3.4 PENJUALAN TENAGA LISTRIK Penjualan tenaga listrik diarahkan untuk melayani kebutuhan pelanggan listrik mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, harga yang wajar, pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik dan mendapatkan ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Disamping itu penjualan tenaga listrik harus mampu menyelesaikan daftar tunggu calon pelanggan listrik, meningkatkan rasio elektrifikasi, dan rasio desa berlistrik. Penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik setelah memperoleh izin penjualan atau pembelian tenaga listrik lintas negara dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. 3.5 LISTRIK PERDESAAN Pengembangan listrik perdesaan diarahkan untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, menjaga kelangsungan upaya perluasan akses pelayanan listrik pada wilayah yang belum terjangkau listrik, mendorong pembangunan/pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Agar pengembangan listrik perdesaan dapat berjalan dengan baik, maka ketersediaan pendanaan untuk pelaksanaan program listrik perdesaan perlu tetap dialokasikan secara berkesinambungan. Dalam upaya penyediaan tenaga listrik untuk listrik perdesaan, potensi energi setempat perlu diprioritaskan dan upaya pemberdayaan kemampuan masyarakat perlu didorong

31 BAB IV KONDISI KELISTRIKAN SAAT INI Data kondisi kelistrikan yang disajikan dalam bab ini adalah data kelistrikan yang diusahakan oleh PT PLN (Persero) beserta anak perusahannya sebagaimana tertuang dalam dokumen Statistik PLN Adapun data kelistrikan yang diusahakan oleh beberapa usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi (Private Power Utility PPU) seperti antara lain Cikarang Listrindo, Krakatau Daya Listrik, Bekasi Power, dan Batamindo, termasuk captive power yang tersebar belum terakomodasi dalam RUKN ini mengingat keterbatasan perolehan data yang ada. Namun demikian, apabila data kelistrikan dari PPU maupun captive power tersebar diperoleh, maka dapat diperkirakan kondisi kelistrikan saat ini akan lebih besar daripada data yang tersaji dalam bab ini KONDISI SISTEM KELISTRIKAN PER PULAU/KEPULAUAN Pulau Sumatera Tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar dengan daya mampu pembangkit 4.756, beban puncak sebesar sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar 215. Panjang jaringan transmisi total sepanjang kms dan gardu induk berjumlah 218 unit dengan total kapasitas MVA. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar GWh Pulau Jawa Bali Pada tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar dengan daya mampu pembangkit , beban puncak sebesar sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar Panjang jaringan transmisi total sepanjang kms dan gardu induk berjumlah 867 unit dengan total kapasitas MVA. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar GWh Pulau Kalimantan Pada tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar dengan daya mampu pembangkit 1.219, beban puncak sebesar sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar 83. Panjang jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu induk berjumlah 64 unit dengan

32 total kapasitas MVA. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar GWh Pulau Sulawesi Pada tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar dengan daya mampu pembangkit 1.172, beban puncak sebesar sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar 60. Panjang jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu induk berjumlah 84 unit dengan total kapasitas MVA. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar GWh Kepulauan Maluku Pada tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar 285 dengan daya mampu pembangkit 128, beban puncak sebesar 109 sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar 19. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas 201 MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar 541,36 GWh Kepulauan Nusa Tenggara Pada tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit sebesar 479 dengan daya mampu pembangkit 335, beban puncak sebesar 290 sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar 45. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas 502 MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar GWh Pulau Papua Pada tahun 2011 total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar 247 dengan daya mampu pembangkit 185, beban puncak sebesar 159 sehingga cadangan operasi (reserve margin) sebesar 26. Panjang jaringan distribusi tenaga listrik sepanjang kms dan gardu distribusi berjumlah unit dengan total kapasitas 266 MVA. Penjualan tenaga listrik sebesar 828 GWh PERKEMBANGAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK MENURUT SEKTOR PEMAKAI Pada tahun 2011, penjualan energi listrik di Indonesia mencapai ,66 GWh dengan penjualan energi listrik untuk sektor rumah tangga sebesar ,57 GWh (41,21%), industri sebesar ,82 GWh (34,63%), bisnis

33 sebesar ,21 GWh (17,92%), sosial sebesar 3.993,82 GWh (2,53%), gedung kantor pemerintah sebesar 2.786,72 GWh (1,76%), dan penerangan jalan umum sebesar 3.067,52 GWh (1,94%). Penjualan total energi listrik terbesar adalah di Jakarta Raya dan Tangerang sebesar ,38 GWh dan terkecil di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 151,51 GWh. Untuk sektor rumah tangga, penjualan energi listrik terbesar adalah di Provinsi Jawa Barat sebesar ,13 GWh dan terkecil di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 103,38 GWh. Untuk sektor industri, penjualan energi listrik terbesar adalah di Provinsi Jawa Barat sebesar GWh dan terkecil di Provinsi Maluku Utara sebesar 1,74 GWh. Untuk sektor bisnis, penjualan energi listrik terbesar adalah di Jakarta dan Tangerang sebesar ,42 GWh dan terkecil di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 27,99 GWh. Untuk sektor sosial, penjualan energi listrik terbesar adalah di Jakarta dan Tangerang sebesar 960,66 GWh dan terkecil di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 4,21 GWh. Untuk gedung kantor pemerintah, penjualan energi listrik terbesar adalah di Jakarta dan Tangerang sebesar 1.069,45 GWh dan terkecil di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 6,57 GWh. Untuk penerangan jalan umum, penjualan energi listrik terbesar adalah di Provinsi Jawa Timur sebesar 524,95 GWh dan terkecil di Provinsi Maluku sebesar 5,23 GWh. Adapun rincian penjualan energi listrik pada tahun 2011 adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Provinsi Tabel 2. Penjualan Energi Listrik Tahun 2011 (GWh) Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial Gdg. Kantor Pemerintah Penerangan Jalan Umum Jumlah Aceh 1.016,07 53,87 278,50 75,49 58,19 97, ,77 Sumatera Utara 3.365, , ,38 195,82 78,34 367, ,04 Sumatera Barat 1.126,93 722,48 363,34 70,96 36,33 83, ,09 Riau 1.368,46 122,26 611,31 84,96 56,35 117, ,15 Kepulauan Riau 743,86 486,21 660,92 41,85 43,76 33,7 2010,29 Sumatera Selatan 1.661,47 536,08 529,62 84,13 56,77 89, ,02 Jambi 691,16 71,84 216,01 28,17 21,89 25, ,16 Bengkulu 357,75 22,83 71,63 15,76 14,12 11,86 493,95 Kep. Bangka Belitung 384,04 29,11 84,01 13,95 14,87 9,63 535,61 Lampung 1.456,77 394,98 407,50 63,98 33,07 69, ,

34 Provinsi Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial Gdg. Kantor Pemerintah Penerangan Jalan Umum Jumlah Kalimantan Barat 868,71 77,84 367,09 44,16 45,86 31, ,71 Kalimantan Selatan 940,11 137,87 259,85 39,73 33,74 55, ,13 Kalimantan Tengah 439,57 19,24 129,57 19,53 27,71 14,33 649,95 Kalimantan Timur 1307,52 174,76 569,63 83,71 80,85 60, ,22 Sulawesi Utara 566,65 73,24 253,46 36,43 23,06 33,78 986,62 Gorontalo 153,26 15,50 35,82 13,10 11,61 7,23 236,52 Sulawesi Tengah 385,65 16,78 92,10 22,05 24,45 33,68 574,71 Sulawesi Selatan 1.588,37 686,78 663,51 105,88 85,67 116, ,43 Sulawesi Tenggara 293,33 24,56 81,37 11,70 17,78 12,34 441,08 Sulawesi Barat 103,38 2,13 27,99 4,21 6,57 7,24 151,51 Maluku 213,35 5,72 77,19 12,30 22,90 5,23 336,70 Maluku Utara 139,21 1,74 36,70 6,70 14,31 6,01 204,66 Papua 281,65 2,08 170,75 20,20 39,13 8,99 522,80 Papua Barat 173,30 4,56 93,51 11,73 14,86 7,12 305,08 Bali 1.419,57 116, ,28 66,49 77,35 61, ,95 Nusa Tenggara Barat 547,63 22,40 181,62 34,62 18,15 32,75 837,16 Nusa Tenggara Timur 291,30 4,81 129,71 22,21 22,02 16,86 486,91 Jawa Timur 9.085, , ,84 622,20 246,92 524, ,69 Jawa Tengah 7.308, , ,77 466,41 150,69 440, ,88 D.I. Yogyakarta 1.051,54 193,86 395,78 138,33 38,84 51, ,77 Jawa Barat , , ,56 529,96 272,55 249, ,60 Banten 1.100, ,45 251,46 46,45 28,56 29, ,16 DKI Jakarta dan Tangerang , , ,42 960, ,45 354, ,38 I n d o n e s i a , , , , , , , PERKEMBANGAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK PER PROVINSI Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan oleh pihak lain seperti swasta, koperasi, dan BUMD. Usaha penyediaan tenaga listrik yang telah dilakukan oleh swasta, koperasi atau BUMD tersebut diantaranya adalah membangun dan mengoperasikan sendiri pembangkit tenaga listrik yang tenaga listriknya di jual kepada PT PLN (Persero) atau lebih dikenal dengan pembangkit swasta atau Independent Power Producer (IPP) atau membangun dan mengoperasikan sendiri pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik secara terintegrasi yang tenaga listriknya dijual langsung kepada konsumen di suatu wilayah usaha khusus yang dikenal dengan istilah pembangkit terintegrasi atau Private Power Utility (PPU). Pada tahun 2011, total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional mencapai yang terdiri atas pembangkit milik PT PLN (Persero) sebesar (77 %), IPP sebesar (19 %) dan PPU sebesar (4%). Kapasitas terpasang pembangkit tersebut

35 mengalami penambahan sebesar sejak tahun 2007 atau meningkat sebesar 29 % selama periode 5 tahun (Gambar 1) PPU 1,354 1,414 1,414 1,448 1,704 IPP 5,835 6,017 6,179 6,197 7,667 PLN 23,664 24,031 24,366 26,338 30,529 Gambar 1. Perkembangan Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Adapun kapasitas pembangkit tenaga listrik tahun 2011 per provinsi adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Tahun 2011 () No. Provinsi IPP PLN PPU Total 1 Aceh Sumatera Utara , , Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Bengkulu Jambi Sumatera Selatan , Kepulauan Bangka Belitung Lampung Banten 5, , DKI Jakarta 3, ,

36 No. Provinsi IPP PLN PPU Total 13 Jawa Barat 1, , , Jawa Tengah 2, , , D. I. Yogyakarta Jawa Timur 2, , , Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total 7, , , , PERKEMBANGAN SARANA PENYALURAN TENAGA LISTRIK Transmisi Tenaga Listrik Sistem kelistrikan yang ada di kepulauan Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi pada jaringan transmisi tenaga listrik. Saat ini sistem kelistrikan yang telah terintegrasi dengan baik hanya di pulau Jawa-Bali, dimana sistem kelistrikan Jawa-Bali memiliki 2 sistem interkoneksi, yaitu Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kv sebagai tulang punggung utama (Back Bone) jaringan dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv sebagai jaringan pendukung. Di Pulau Sumatera, terdapat 2 (dua) sistem besar yaitu sistem interkoneksi Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan sistem interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Sistem Sumbagut menghubungkan 2 (dua) Provinsi yaitu: Aceh dan Sumatera Utara melalui SUTT 150 kv, sementara itu Sistem Sumbagsel menghubungkan 6 (enam) Provinsi yaitu: Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung melalui SUTT 150 kv kecuali antara Lahat (Provinsi Sumatera Selatan) dan Kiliran Jao (Provinsi Sumatera Barat) terhubung melalui

37 SUTT 275 kv (walaupun saat ini SUTT tersebut masih dioperasikan dengan tegangan 150 kv). Sistem Sumbagsel merupakan gabungan antara sistem kelistrikan di Provinsi Sumatera Barat dan Riau (Sumbar-Riau) dengan sistem di Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung yang mulai diintegrasikan pada bulan November Kemudian pada bulan Agustus 2006, sistem Sumbagut dan Sumbagsel telah terhubung melalui SUTT 150 kv, namun karena beberapa alasan teknis, hingga saat ini kedua sistem tersebut masih dioperasikan secara terpisah. Di Pulau Kalimantan, SUTT 150 kv baru terdapat pada sebagian kecil wilayah di Provinsi Kalimantan Barat, sebagian kecil wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah yang terhubung dengan sistem kelistrikan di Kalimantan Selatan dan sebagian kecil wilayah Kalimantan Timur. Di Pulau Sulawesi, SUTT 150 kv telah menghubungkan Provinsi Sulawesi Utara dengan sebagian kecil Provinsi Gorontalo yang dinamakan Sistem Sulawesi Bagian Utara (Sulbagut). Sementara itu Provinsi Provinsi Sulawesi Selatan juga telah terhubung dengan sebagian kecil daerah di Provinsi Sulawesi Barat. Adapun sistem kelistrikan di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua belum memiliki SUTET maupun SUTT dikarenakan pada umumnya sistem kelistrikannya masih terisolasi dan tersebar serta kelas kapasitas pembangkit tenaga listrik yang dimiliki masih relatif kecil. Pada tahun 2011, total panjang jaringan transmisi tenaga listrik yang telah dibangun oleh PT PLN (Persero) adalah sepanjang ,74 kms yang terdiri atas SUTET 500 kv sepanjang 5.052,00 kms, SUTET 275 kv sepanjang 1.028,30 kms, SUTT 150 kv sepanjang ,79 kms, SUTT 70 kv sepanjang 4.456,69 kms, dan SUTT kv sepanjang 11,96 kms. Total panjang jaringan transmisi tenaga listrik tersebut mengalami penambahan sebesar kms sejak tahun 2007 atau mengalami peningkatan sebesar 10,77% selama periode 5 tahun (Gambar 2)

38 kms Tahun Gambar 2. Perkembangan Panjang Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Sedangkan hasil yang dicapai dalam pembangunan transmisi tenaga listrik tahun 2011 adalah sebagaimana terlihat pada pada Tabel 4. Tabel 4. Panjang Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Tahun 2011 (kms) NO PROVINSI/SISTEM TEGANGAN Jumlah kv 70 kv 150 kv 275 kv 500 kv A Sumatera - 331, , , ,16 1 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau *) , ,83 6 Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung Lampung Interkoneksi Sumatera - 331, , , ,34 B Jawa - Bali , , , ,00 1 Banten DKI Jakarta

39 NO PROVINSI/SISTEM TEGANGAN Jumlah kv 70 kv 150 kv 275 kv 500 kv 3 Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Interkoneksi Jawa-Bali , , , ,00 C Kalimantan 123, , ,27 1 Kalimantan Barat , ,77 2 Kalimantan Selatan - 123,08 748, ,22 3 Kalimantan Tengah , ,68 4 Kalimantan Timur , ,60 D Sulawesi 11,96 527, , ,527,31 1 Sulawesi Utara 0,76 275,82 331, ,51 2 Gorontalo , ,97 3 Sulawesi Tengah - 101, ,20 4 Sulawesi Selatan 11,20 150, , ,63 5 Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat E Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur F Maluku Maluku Maluku Utara G Papua Papua Papua Barat TOTAL INDONESIA 11, , , , , ,74 *) Hanya di Pulau Batam Distribusi Tenaga Listrik Pada tahun 2011, total panjang jaringan distribusi tenaga listrik yang telah dibangun oleh PT PLN (Persero) adalah sepanjang ,

40 kms yang terdiri atas Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang ,36 kms dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang ,94 kms. Total panjang jaringan distribusi tenaga listrik tersebut mengalami penambahan sebesar ,61 kms sejak tahun 2007 atau mengalami peningkatan sebesar 13,47% selama periode 5 tahun (Gambar 3) kms Tahun Gambar 3. Perkembangan Pembangunan Distribusi Tenaga Listrik Sedangkan hasil yang dicapai dalam pembangunan distribusi tenaga listrik tahun 2011 per provinsi adalah sebagaimana terlihat pada pada Tabel 5. Tabel 5. Panjang Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Tahun 2011 (kms) No. Satuan PLN/Provinsi Tegangan Menengah 6-7 kv kv kv Tegangan Rendah A Sumatera 7,38 242, , ,74 1 Aceh , ,00 2 Sumatera Utara , ,92 3 Sumatera Barat , ,00 4 Riau , ,09 5 Kepulauan Riau *) , ,31 6 Sumatera Selatan - 242, , ,

41 No. Satuan PLN/Provinsi Tegangan Menengah 6-7 kv kv kv Tegangan Rendah 7 Jambi , ,07 8 Bengkulu , ,23 9 Bangka Belitung , ,04 10 Lampung 7, , ,80 B Jawa Bali , ,36 1 Banten , ,18 2 DKI Jakarta , ,17 3 Jawa Barat , ,41 4 Jawa Tengah , ,29 5 D.I. Yogyakarta , ,07 6 Jawa Timur , ,10 7 Bali , ,14 C Kalimantan 3, , ,98 1 Kalimantan Barat , ,14 2 Kalimantan Selatan 3, , ,38 3 Kalimantan Tengah , ,61 4 Kalimantan Timur **) , ,85 D Nusa Tenggara 8.467, ,21 1 Nusa Tenggara Barat , ,31 2 Nusa Tenggara Timur , ,90 E Sulawesi 46, , ,29 1 Sulawesi Utara 46, , ,07 2 Gorontalo , ,69 3 Sulawesi Tengah , ,53 4 Sulawesi Selatan , ,76 5 Sulawesi Tenggara , ,90 6 Sulawesi Barat ,89 887,34 F Maluku 4.812, ,36 1 Maluku , ,92 2 Maluku Utara ,11 976,44 G Papua 2.718, ,

42 No. Satuan PLN/Provinsi Tegangan Menengah 6-7 kv kv kv Tegangan Rendah 1 Papua , ,00 2 Papua Barat , ,00 *) Termasuk PLN Batam **) Termasuk PLN Tarakan INDONESIA 57,74 242, , , PERKEMBANGAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAN RASIO DESA BERLISTRIK Rasio elektrifikasi didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah rumah tangga yang sudah menikmati tenaga listrik dengan jumlah rumah tangga secara keseluruhan. Adapun data yang dipergunakan untuk menghitung jumlah rumah tangga secara keseluruhan adalah mengacu pada sensus BPS Sedangkan data yang dipergunakan untuk menghitung rumah tangga yang sudah menikmati tenaga listrik mengacu pada sensus BPS 2010 untuk data rumah tangga pelanggan non PLN dan data pelanggan PLN sendiri untuk rumah tangga yang mendapatkan tenaga listrik dari PLN. Rasio desa berlistrik didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah desa yang sudah dilewati jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah untuk menyalurkan tenaga listrik ke rumah tangga dan langganan PLN lainnya dengan jumlah desa secara keseluruhan. Adapun data yang dipergunakan untuk menghitung jumlah desa secara keseluruhan adalah mengacu pada podes BPS Sedangkan jumlah desa yang sudah menikmati tenaga listrik mengacu pada data podes BPS Rasio Elektrifikasi Rasio elektrifikasi tahun 2011 mencapai 72,95% dari total rumah tangga nasional sebesar 62 juta rumah tangga, hal ini menunjukkan bahwa masih ada sekitar 27,05% atau 19 juta rumah tangga yang belum mendapatkan akses tenaga listrik. Lima tahun yang lalu yaitu pada tahun 2007, rasio elektrifikasi baru mencapai 64,34% yang artinya terjadi peningkatan rata-rata sebesar 1,72% setiap tahunnya selama periode 5 tahun. Mengingat masih banyak rumah tangga di Indonesia yang belum menikmati tenaga listrik untuk mendukung kehidupan sehari-hari serta mendorong pemerataan akses tenaga listrik bagi masyarakat, Pemerintah menargetkan Rasio Elektrifikasi Indonesia pada tahun 2012, 2013, dan 2014 masing-masing sebesar 75,30%, 76,80% dan 80%. Perkembangan rasio elektrifikasi pada gambar

43 Gambar 4. Perkembangan Rasio Elektrifikasi NO. Adapun rasio elektrifikasi nasional tahun 2011 per provinsi adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 6. Provinsi Tabel 6. Rasio Elektrifikasi Tahun 2011 Rumah Tangga Berlistrik PLN Rumah Tangga Berlistrik Non PLN Jumlah Rumah Tangga Rasio Elektrifikasi (%) 1. Nanggroe Aceh Darusalam 936,989 20,512 1,091, Sumatera Utara 2,499,924 78,873 3,070, Sumatera Barat 866,916 40,758 1,167, Riau 699, ,051 1,376, Kepulauan Riau 377,034 47, , Sumatera Selatan 1,146, ,959 1,846, Jambi 503, , , Bengkulu 275,624 37, , Bangka Belitung 202,340 61, , Lampung 1,182, ,650 1,958, DKI Jakarta 2,541,012 2,978 2,544, Banten 1,805,708 13,846 2,668, Jawa Barat 8,217,902 64,957 11,711, Jawa Tengah 6,739,107 14,249 8,735, DI. Yogyakarta 788, ,048, Jawa Timur 7,448,664 86,510 10,458, Bali 730,350 2,391 1,050, Nusa Tenggara Barat 566, ,430 1,267, Nusa Tenggara Timur 343,144 69,957 1,034, Kalimantan Barat 589,263 85,532 1,032,

44 NO. Provinsi Rumah Tangga Berlistrik PLN Rumah Tangga Berlistrik Non PLN Jumlah Rumah Tangga Rasio Elektrifikasi (%) 21. Kalimantan Tengah 285, , , Kalimantan Selatan 714,575 37, , Kalimantan Timur 479,664 93, , Sulawesi Utara 422,328 9, , Sulawesi Tengah 355,613 54, , Sulawesi Selatan 1,302,093 84,890 1,869, Sulawesi Tenggara 246,470 42, , Sulawesi Barat 105,567 64, , Gorontalo 122,779 13, , Maluku 208,143 22, , Maluku Utara 121,319 33, , Papua Barat 76,709 24, , Papua 159,956 43, , TOTAL INDONESIA 43,060,437 2,233,598 62,092, Rasio Desa Berlistrik Tingkatan administratif terkecil permerintahan di Indonesia adalah desa/kelurahan dimana sebuah desa dipimpin oleh kepala desa yang dipilih oleh masyarakat dan kelurahan dipimpin oleh lurah yang diangkat oleh bupati/ walikota. Indikator akses desa/kelurahan terhadap listrik digambarkan melalui rasio desa berlistrik dimana merupakan perbandingan jumlah desa yang sudah mendapatkan akses tenaga listrik terhadap total desa pada suatu wilayah/propinsi. Rasio desa berlistrik tahun 2011 mencapai 96,02% atau sebanyak desa/kelurahan dari desa/kelurahan sudah berlistrik. Pada tahun 2007 rasio desa berlistrik mencapai 91,92% yang artinya terjadi peningkatan sekitar 0,85% setiap tahunnya. Jumlah desa/kelurahan di Indonesia pada tahun 2011 meningkat tajam dibandingkan tahun 2007 dengan penambahan sebanyak desa/kelurahan. Peningkatan jumlah desa/kelurahan yang sangat tajam tersebut karena banyak terjadi pemekaran semenjak kebijakan otonomi daerah diterapkan

45 Gambar 5. Perkembangan Rasio Desa Berlistrik (%) Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 per provinsi adalah sebagaimana terlihat pada tabel 7. Tabel 7. Rasio Desa Berlistrik Tahun 2011 No. Provinsi Jumlah Desa Desa Berlistrik Rasio Desa Berlistrik (%) 1. Nanggroe Aceh Darusalam ,57 2. Sumatera Utara ,33 3. Sumatera Barat ,52 4. Riau ,70 5. Kepulauan Riau ,00 6. Sumatera Selatan ,62 7. Jambi ,71 8. Bengkulu ,07 9. Bangka Belitung , Lampung , DKI Jakarta , Banten , Jawa Barat , Jawa Tengah , DI. Yogyakarta , Jawa Timur , Bali , Nusa Tenggara Barat ,

46 No. Provinsi Jumlah Desa Desa Berlistrik Rasio Desa Berlistrik (%) 19. Nusa Tenggara Timur , Kalimantan Barat , Kalimantan Tengah , Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur , Sulawesi Utara , Sulawesi Tengah , Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara , Sulawesi Barat , Gorontalo , Maluku ,41 31 Maluku Utara ,72 32 Papua Barat ,11 33 Papua ,07 TOTAL INDONESIA ,

47 BAB V RENCANA KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, RUKN merupakan rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik dengan ruang lingkup nasional yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik. RUKN ini berisikan antara lain prakiraan kebutuhan tenaga listrik, sasaran penyediaan tenaga listrik menurut sektor pemakai, jumlah desa yang dilistriki dan sasaran rumah tangga yang akan dilistriki, sarana penyediaan tenaga listrik, jenis sumber energi primer dan kebutuhan investasi yang diperlukan. RUKN ini akan dijadikan acuan bagi pemerintah daerah, pelaku usaha dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Seperti lazimnya dalam perencanaan sektor tenaga listrik, rencana sarana penyediaan tenaga listrik untuk kurun waktu 5 (lima) tahun merupakan rencana yang lebih pasti (committted project) untuk dilaksanakan karena sebagian besar proyek sarana penyediaan tenaga listrik dalam kurun waktu tersebut sedang dalam tahap pembangunan dan pendanaannya sudah jelas. Sedangkan untuk kurun waktu lima sampai dengan sepuluh tahun ke depan tingkat kepastiannya berkurang karena pendanaanya yang belum pasti namun aspek kuantitatif kebutuhan tenaga listrik harus dapat dipenuhi. Untuk kurun waktu jangka menengah dan jangka panjang tingkat kepastian kebutuhan tenaga listrik dalam RUKN ini semakin berkurang ASUMSI DAN HASIL PRAKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK Kebutuhan tenaga listrik pada suatu daerah berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di daerah tersebut. Semakin meningkatnya perekonomian pada suatu daerah maka konsumsi tenaga listrik juga akan semakin meningkat. Kondisi ini tentunya harus diantisipasi sedini mungkin agar penyediaan tenaga listrik dapat tersedia dalam jumlah yang cukup dan harga yang memadai. Asumsi pertumbuhan ekonomi untuk dua puluh tahun mendatang ( ) yang digunakan untuk menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik mengacu pada dokumen MP3EI , dimana dinyatakan bahwa untuk menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 maka diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode menjadi 3,0 persen pada Di samping pertumbuhan ekonomi, peningkatan konsumsi tenaga listrik juga dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk dalam pengertian pertumbuhan jumlah rumah tangga yang akan dilistriki ataupun penambahan

48 jumlah anggota rumah tangga tersebut. Pertumbuhan penduduk secara nasional untuk dua puluh tahun kedepan ( ) diasumsikan rata-rata sekitar 1,7 % pertahun, di Jawa-Bali rata-rata sekitar 1,3% per tahun dan di luar Jawa-Bali rata-rata sekitar 1,5% per tahun. Beberapa asumsi tersebut tercantum dalam tabel 8. Dengan asumsi-asumsi tersebut, maka diproyeksikan pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik rata-rata Indonesia sekitar 11% pertahun, yang terdiri atas pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik rata-rata Jawa-Bali sekitar 9,2% pertahun dan Luar Jawa-Bali sekitar 14,8% pertahun sebagaimana terlihat pada tabel 8. Sedangkan elastisitas sesuai asumsi tersebut adalah sekitar 1,3 untuk Indonesia, sekitar 1,1 untuk Jawa Bali dan 1,7 untuk luar Jawa Bali. Tabel 8. Asumsi dan Proyeksi No. Uraian Tahun Tahun Pertumbuhan Ekonomi *) 6,4% - 7,5% 8,0% - 9,0% 2. Inflasi *) 6,5% Pertumbuhan Penduduk Per-tahun - Jawa - Bali - Luar Jawa - Bali - Indonesia Prakiraan Pertumbuhan kebutuhan Tenaga Listrik Per-tahun - Jawa - Bali - Luar Jawa Bali - Indonesia Elastisitas - Jawa - Bali - Luar Jawa Bali - Indonesia *) Skenario MP3EI rata-rata 1,3 % rata-rata 2,1 % rata-rata 1,7 % rata-rata 9,2 % rata-rata 14,8 % rata-rata 11,0 % 1,1 1,7 1,3 turun menjadi 3,0% pada tahun 2025 Memperhatikan proyeksi pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik rata-rata Indonesia sebesar 11% pertahun, maka prakiraan kebutuhan tenaga listrik pada tahun 2012 adalah sebesar 171 TWh, tahun 2016 sebesar 244 TWh, Tahun 2021 sebesar 395 TWh, tahun 2026 sebesar 666 TWh, dan tahun 2031 sebesar TWh. Kebutuhan tenaga listrik untuk rumah tangga masih mendominasi permintaan tenaga listrik hingga tahun Pada tahun 2026 sampai dengan 2031, kebutuhan tenaga listrik di dominasi dari kelompok bisnis. Adapun prakiraan kebutuhan tenaga listrik adalah sebagaimana terlihat pada tabel

49 Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang tinggi tersebut, maka total tambahan daya yang harus disediakan sampai dengan tahun 2031 adalah sekitar 272 GW atau rata-rata 13,6 GW pertahun. Adapun prakiraan tambahan daya yang harus disediakan untuk Indonesia adalah sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.1. Indonesia (TWh) Rumah tangga Bisnis Industri Publik Jawa-Bali (TWh) Rumah tangga Bisnis Industri Publik Luar Jawa-Bali (TWh) Rumah tangga Bisnis Industri Publik Tabel 9. Prakiraan Kebutuhan Energi Listrik Tahun RENCANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PER-PROVINSI Provinsi Aceh a. Kondisi Kelistrikan Pusat Pengaturan dan Penyaluran Beban (P3B) Sumatera mensuplai sebagian besar kebutuhan tenaga listrik Provinsi Aceh melalui jaringan transmisi 150 kv dan sisanya dipasok pembangkitpembangkit dalam sistem-sistem terisolasi dikelola oleh PLN Wilayah Aceh sendiri. Pada tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Aceh adalah sekitar 322,68. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Aceh sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 463,52 yang terdiri dari: PLTU Nagan Raya (Media Group) 15, PLTD tersebar 446,68, PLTA Sepakat 1,75, PLTMH Krueng Kala 0,05 dan Rerebe 0,05. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Aceh hingga akhir 2011 mencapai kurang lebih GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (64%), bisnis 279 GWh (17,65%), industri 54 GWh (3,41%), dan publik

50 GWh (14,62%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 87,72% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,57%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Aceh memiliki beraneka ragam potensi sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik terdiri dari potensi air, panas bumi, minyak bumi dan gas, serta batubara. Diperkirakan potensi sumber tenaga air mencapai 1.655,1 yang tersebar di 18 lokasi di wilayah Aceh yaitu pada Jambo Papeun-3, Woyla-2, Teunom-2, Teunom-3, Kluet-1, Kluet-3, Meulaboh-2, Meulaboh-5, Ramasan-1, Sibubung-1, Sibubung-3, Seunangan-3, Teripa-4, Tampur-1, Teunom-1, Peussangan1-2, Peusangan-4, dan Lawe Mamas. Potensi panas bumi juga menjadi alternatif energi selain air yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik yang diperkirakan sebesar e yang tersebar di 17 lokasi diantaranya terdapat di daerah Lho Pria Laot, Jaboi, Ie Seum - Krueng Raya, Seulawah Agam, Alur Canang, Alue Long Bangga, Tangse, Rimba Raya, G. Geureudong, Simpang Balik, Silih Nara, Meranti, Brawang Buaya, KafI, G. Kembar dan Dolok Perkirapan. Adapun potensi minyak bumi dan gas bumi yang dimiliki adalah 121,65 MMSTB dan 5,56 TSCF. Provinsi Aceh juga memiliki potensi Batubara 450,15 juta ton. Potensi sumber energi Provinsi Aceh adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,4% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sekitar 19,7% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 55,6 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 19,4% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 741 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Aceh adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

51 Provinsi Sumatera Utara a. Kondisi Kelistrikan Hampir seluruh beban di Provinsi Sumatera Utara (99,9%) ini dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv, sehingga kondisi kelistrikan Provinsi Sumatera Utara ini merupakan representasi dari kondisi kelistrikan P3B Sumatera. Sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem-sistem terisolasi di pulau Nias, Tello dan Sembilan yang dikelola oleh PLN Wilayah Sumatera Utara sendiri. Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.253,52. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sumatera Utara sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 2, yang terdiri dari: PLTU Belawan 260, Growth Asia, Growth Sumatera (cangkang) 30 dan Labuhan Angin 230. PLTG Glugur 44,25, Lot III 33 dan Paya Pasir 146,04. PLTGU Belawan 817,88. PLTD tersebar 158,42. PLTA, Aek Silau II 7,5, Asahan I 180, Asahan II (Inalum-Siguragura) 286, Asahan II (Inalum-Tangga) 317, Renun 82 dan Sipan 50. PLTM, Aek Raisan 1,50, Aek Silang 0,75, Batang Gadis 0,90, Boho 0,20, Kombih I 1,50, Kombih II 1,50, Parlilitan 7,50, Sibundong 0,75 dan Tonduhan 0,40. PLTP Sibayak 12. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (46,78%), bisnis GWh (16,27%), industri GWh (28,03%), dan publik 642 GWh (8,92 %). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 83,98% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 98,33%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik terdiri dari potensi air sebesar 1.241,5 tersebar di 14 lokasi yaitu Kumbih- 3, Simanggo-2, Raisan-1, Toru-2, Toru-3, Sibudong-4, Ordi 3, Ordi- 5, Bila-2, Siria, Wampu, Lake Toba, Asahan-3 dan Asahan 4-5. Potensi panas bumi sebesar e yang tersebar di 16 lokasi diantaranya terdapat di daerah Beras, Lau Debuk-Debuk / Sibayak, Marike, Dolok Marawa, Pusuk Bukit Danau Toba, Simbolon Samosir, Pagaran, Helatoba, Sipaholon, Sarula, Sibual buali, Namora Ilangit, Sibubuhan, S. Merapi Sampuraga dan Sampuraga Roburan. Sedangkan potensi minyak bumi yang dimiliki adalah 110,85 MMSTB dan gas alam sebesar 1,29 TSCF. Provinsi Sumatera Utara juga memiliki potensi Batubara 26,97 juta ton. Potensi sumber energi Provinsi Sumatera Utara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

52 c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,1% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 15,9% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 130,0 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak ratarata sekitar 15,6% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sumatera Utara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Sumatera Barat a. Kondisi Kelistrikan Sekitar 95% beban di Provinsi Sumatera Barat dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem terisolasi di pulau Mentawai dan Sungai Penuh yang dikelola oleh PLN Wilayah Sumatera Barat sendiri. Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 424,49. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sumatera Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 631,48 yang terdiri dari: PLTU Ombilin 200, PLTG Pauh Limo 64,05, PLTD tersebar 112,94, PLTA Batang Agam 10,5, Koto Anau 0,16, Lempur 0,10, Maninjau 68, Pinang Awan 0,40 dan Singkarak 175, PLTMH Salido Kecil 0,33. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Sumatera Barat hingga akhir 2011 mencapai 2.403,09 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (46,89%), bisnis 363,3 GWh (15,12%), industri 722,5 GWh (30,06%), dan publik 190,3 GWh (7,921%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 77,72% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,52%

53 b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi sumber energi yang terdiri dari batubara mencapai 958,49 juta ton dan panas bumi spekulatif sebesar Mwe yang terdapat pada 17 lokasi yaitu Simisioh, Cubadak Pasaman, Talu Pasaman Barat, Panti Pasaman, Lubuk Sikaping, Situjuh, Bonjol, Kota Baru Merapi, Maninjau, Sumani, Priangan, Bukit Kili/ G.Talang, Surian, G. Talang, Muaralabuh dan Liki Pinangawan dan Pincurak. Adapun tenaga air sebesar 625,1 yang berada pada 7 lokasi yaitu Batanghari-4, Sinamar-1, Sinamar-2, Masang-2, Gumanti-1, Anai-1 dan Kuantan-2 dan potensi CBM sebesar 0,5 TCF. Potensi sumber energi Provinsi Sumatera Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyedian Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,3% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 14% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 31,3 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 13,7% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 369 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sumatera Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Riau a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Riau sebagian besar (63%) dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem-sistem terisolasi seperti: Sistem Bengkalis, Selat Panjang, Pkl. Kerinci, Sungai Guntung, Kuala Enok, Pulau Kijang/Kota Baru, Seberida,

54 Tembilahan, Rengat, Air Molek, Psr. Pangaraian, Siak S.Indrapura, dan Bagansiapiapi. Beban puncak di Provinsi Riau pada tahun 2011 mencapai 565,24. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Riau sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 529,08 yang terdiri dari: PLTG Duri 17, Riau Power 21,50, Teluk Lembu 20 dan Teluk Lembu 64,80, PLTGU Teluk Lembu 8, PLTD tersebar 283,78, PLTA Koto Panjang 114. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Riau tahun 2011 mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (58%), bisnis 611,3 GWh (25,9%), industri 122,3 GWh (5,18%), dan publik 259,1 GWh (11%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 78,17% (termasuk Provinsi Kepulauan Riau) dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,70% (termasuk Provinsi Kepulauan Riau). b. Potensi Sumber Energi Provinsi Riau dan Kepulauan Riau memiliki potensi sumber energi yang terdiri dari minyak bumi diperkirakan sebesar 3.847,79 MMSTB, gas bumi sebesar 9,01 TSCF. Adapun potensi batubara mencapai 2.400,94 juta ton, panas bumi spekulatif sebesar 25 e yang terdapat pada 1 lokasi yaitu pada Pasir Pangarayan. Potensi sumber energi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 3,6% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 13,4% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 28,0 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 13,0% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 345 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Riau adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

55 Provinsi Kepulauan Riau a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Kepulauan Riau terdiri atas beberapa sistem terisolasi, seperti Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Uban, Tanjung Batu, Belakang Padang, Ranai (Natuna) dan Dabo Singkep/Daek Lingga. Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 366,22. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar yang terdiri dari: PLTU CCPP (PLTU-G) 22. PLTG Anggreko 1/Panaran 22, Anggreko 2/Panaran 11, Batamindo 17,72, Panaran 205,80, dan Tunas Energi 5,57, PLTMG Baloi Jembo II 24, Kabil I 18, Kabil II 12, Panaran 25,20 dan TM , PLTD tersebar 433,55. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Riau tahun 2011 mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 744 GWh (37%), bisnis GWh (32,9%), industri 486 GWh (24,2%), dan publik 119 GWh (5,93%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 91,52% (termasuk Provinsi Riau) dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 100% (termasuk Provinsi Riau). b. Potensi Sumber Energi Provinsi Riau dan Kepulauan Riau memiliki potensi sumber energi yang terdiri dari minyak bumi diperkirakan sebesar 3.832,11 MMSTB, gas bumi sebesar 10,35 TSCF. Potensi sumber energi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 5% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 10,3% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 14,3 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata

56 sekitar 10,1% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 166 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Bengkulu a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Bengkulu bersama-sama dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan telah terinterkoneksi dengan baik melalui jaringan transmisi 150 kv yang kesistemannya dikenal dengan Wilayah Kesisteman Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu (S2JB). Hampir seluruh kebutuhan listrik (96%) di S2JB dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan sisanya dipasok oleh pembangkit-pembangkit dalam sistemsistem terisolasi. Sistem-sistem terisolasi di Provinsi Bengkulu antara lain: Sistem Muko-Muko, Manna dan Kaur. Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Bengkulu adalah sebesar 122,82. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar yang terdiri dari: PLTD tersebar 37,04, PLTA, Kepala Curup 1,60, Musi 215,48, Tes I 17,64 dan Tes II 1,32. Penjualan tenaga listrik di Provinsi Bengkulu hingga akhir 2011 adalah sebesar 494 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 358 GWh (72,4%), bisnis 71,6 GWh (14,5%), industri 22,8 GWh (4,62%), dan publik 41,7 GWh (8,45%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 71,15% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,07%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Bengkulu memiliki potensi energi primer yang terdiri dari batubara, yang diperkirakan cadangannya mencapai 227,32 juta ton, panas bumi yang diperkirakan potensinya mencapai e yang tersebar pada 5 lokasi antara lain Tambang Sawah, B. Gedung Hulu Lais, Lebong Simpang, Suban Ayam dan Kepahiang/G. Kaba, serta tenaga air diperkirakan mencapai 50 yangberda pada 2 lokasi yaitu Padang Guci-2 dan Simpang Aur. Selain itu terdapat potensi CBM sebesar 3,6 TCF. Potensi sumber energi Provinsi Bengkulu adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

57 c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,7% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 18% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 12,6 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 17,7% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 177 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Bengkulu adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Jambi a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Jambi bersama-sama dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan telah terinterkoneksi dengan baik melalui jaringan transmisi 150 kv yang kesistemannya dikenal dengan Wilayah Kesisteman Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu (S2JB). Hampir seluruh kebutuhan listrik (96%) di S2JB dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan sisanya dipasok oleh pembangkit-pembangkit dalam sistemsistem terisolasi. Sistem-sistem terisolasi di Provinsi Jambi antara lain: Sistem Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur dan Sarolangun. Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Jambi adalah sebesar 235,94. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Jambi sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar yang terdiri dari: PLTU Proteknologi 6, PLTG Batang Hari 61,77, Ex. Sunyaragi 3,20 dan Payo Selincah 100, PLTMG Sei Gelam 12, Sungai Gelam 17,5 dan TJP 7, PLTD tersebar 49,12, PLTMH Beringin 0,22. Penjualan tenaga listrik di Provinsi Jambi hingga akhir 2011 adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 691 GWh (65,6%), bisnis

58 GWh (20,5%), industri 71,8 GWh (6,81%), dan publik 75,2 GWh (7,13%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 76,54% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,71%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Jambi memiliki potensi sumber energi yang terdiri batubara sekitar 2.341,97 juta ton, potensi panas bumi diperkirakan sebesar e tersebar di 8 lokasi dan tenaga air 373,9 yang terdapat di G. Kapur Kerinci, G. Kaca Kerinci, Sungai Betung, Semurup, Lempur, Air Dikit, Graho Nyabu Dan Sungai Tenang. Potensi tenaga air yang belum terukur pada 2 lokasi yaitu Merangin-2 dan Merangin-5. Potensi sumber energi Provinsi Jambi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,6% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 19,9% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 35,5 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 19,6% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 490 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Jambi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Sumatera Selatan a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Sumatera Selatan bersama-sama dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Jambi telah terinterkoneksi dengan baik melalui jaringan transmisi 150 kv yang kesistemannya dikenal dengan Wilayah Kesisteman Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu (S2JB). Hampir seluruh kebutuhan listrik (96%) di S2JB dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv dalam Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan sisanya dipasok oleh pembangkit-pembangkit dalam sistem-sistem terisolasi

59 Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Sumatera Selatan adalah sebesar 607,67. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sumatera Selatan sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 1, yang terdiri dari: PLTU Bukit Asam 260, Elnusa 12, Keramasan (U) 25 dan Simpang Belimbing 300, PLTG Proteknologi 6, Batang Hari 61,77, Ex. Sunyaragi III 20 dan Payo Selincah 100, AKE 108, Borang 67, Ex. Sunyaragi IV 20, Gn. Megang 80, GT.1.1 Inderalaya 50, Inderalaya 40, Keramasan 50, Keramasan (G) 44,85, Merah Mata LM 2000 (ex t. Duku), Mounted Merah Mata 70, Musi II 20, Sako 12, Talang Duku 59 dan Talang Duku 20, PLTGU, Inderalaya 40 dan Palembang Timur/Borang 150, PLTMG, Borang 33, PLTD tersebar 32,69. Penjualan tenaga listrik di Provinsi Sumatera Selatan hingga akhir 2011 adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (56,2%), bisnis 530 GWh (17,9%), industri 536 GWh (18,1%), dan publik 231 GWh (7,8%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 72,71% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,62%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi sumber energi yang terdiri dari potensi sumber tenaga air untuk membangkitkan tenaga listrik 22,0 pada 1 lokasi yaitu Endikat-2, minyak bumi diperkirakan 838 MMSTB, gas bumi sebesar 15,79 TSCF, dan batubara diperkirakan sekitar ,56 juta ton serta panas bumi sebesar e yang tersebar di 6 lokasi yang tersebar pada daerah Tanjungsakti, Rantau Dadap Segamit, Bukit Lumut Balai, Ulu Danau, Marga Bayur dan Wai Selabung. Potensi sumber energi Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,9% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh

60 rata-rata sebesar 14,7% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 42,98 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak ratarata sekitar 14,4% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 596 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Kepulauan Bangka Belitung a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri atas dua sistem terisolasi, yaitu Sistem Bangka dan Sistem Belitung. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 125,58. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sulawesi Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar yang terdiri dari: PLTU Belitung Energy (cangkang) 7 dan Lampung Tarahan (U) 200. PLTD tersebar 212,82. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011 adalah sebesar 536 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 384 GWh (71,7%), bisnis 84 GWh (15,7%), industri 29,1 GWh (5,44%), dan publik 38,5 GWh (7,18%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 82,26% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 telah mencapai 100%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat bergantung dengan pembangkit diesel milik PT PLN (Persero) maka pengembangan sumber potensi energi yang dimiliki sangat penting. Potensi panas bumi yang dimilikinya adalah sebesar 75 e yang tersebar di 3 lokasi, yaitu pada Sungai Liat, Pangkal Pinang Dan Air Tembaga. Potensi sumber energi Provinsi Bangka Belitung adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik. Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 3,1% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi

61 Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 14,9% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 8,4 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 14,6% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 133 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Bangka Belitung adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Lampung a. Kondisi Kelistrikan Hampir seluruh kebutuhan tenaga listrik (99%) di Provinsi Lampung dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kv dan sisanya dipasok pembangkit terisolasi yang tersebar di seluruh Provinsi Lampung. Pada Tahun 2011 beban puncak di Sistem Provinsi Lampung adalah sebesar 517. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi lampung sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar yang terdiri dari:pltu Tarahan (U) 597, PLTG, Apung dan Tarahan (G), PLTD tersebar 240,46, PLTA, Batutegi 28, Way Besai 90. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Lampung tahun 2011 adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (60%), bisnis 407 GWh (16,8%), industri 395 GWh (16,3%), dan publik 167 GWh (6,87%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 70,40% dan rasio desa berlistrik 99,39%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Lampung memiliki potensi sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik yang terdiri dari batubara, tenaga air dan panas bumi,. Potensi batubara sekitar 106,95 juta ton. Potensi tenaga air untuk skala besar adalah 64,8 berada pada 2 lokasi yaitu Semung-3, dan Besai-2. Potensi panas bumi diperkirakan juga sangat besar yaitu mencapai e yang terdapat di 13 lokasi diantaranya di daerah Wai Umpu, Danau Ranau, Purunan, G. Sekincau, Bacingot, Suoh Antatai, Pajar Bulan, Natar, Ulubelu, Lempasing, Wai Ratai, Kalianda dan Pematang Belirang. Potensi sumber energi Provinsi Lampung adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

62 c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,2% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 14,2% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 34,3 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 13,9% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 442 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Lampung adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Banten a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan di Provinsi Provinsi Banten adalah merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa-Bali. Pasokan utama untuk kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Provinsi Banten selain dari sistem transmisi 500 kv dan 150 kv adalah PLTU Suralaya, PLTU/PLTGU Muara Tawar. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 2.168,09. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Banten sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 7, yang terdiri dari: PLTU KDL - Krakatau Daya Listrik (PLTU-G/M) 400, Labuan 600, Lontar 945, Suralaya (PLTU-B) dan Suralaya Baru 625, PLTGU, Cilegon 740. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Banten sampai dengan tahun 2011 adalah GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (15,1%), bisnis 251 GWh (3,46%), industri GWh (80%), dan publik 104 GWh (1,43%). Rasio elektrifikasi untuk tahun 2011 adalah 68,18%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 100%

63 b. Potensi Sumber Energi Provinsi Banten memiliki potensi panas bumi yang dapat dikembangkan untuk tenaga listrik yang diperkirakan mencapai 613 e yang tersebar di 5 lokasi yaitu Rawa Dano, G. Karang, G. Pulosari, G. Endut dan Pamancalan. Sedangkan potensi batubara diperkirakan mencapai 18,80 juta ton. Potensi sumber energi Provinsi Banten adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,8% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 7,8% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 32,5 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 7,5% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 521 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Banten adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi D.K.I. Jakarta a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan kelistrikan di Provinsi DKI Jakarta dilayani dari energi transfer dari sistem interkoneksi Jawa-Bali sebagai pemasok utama melalui jaringan SUTET (500 kv) dan SUTT (150 kv dan 70 kv), disamping pasokan dari PLTU-PLTGU Muara Karang dan Priok. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 4.386,71. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi DKI Jakarta sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 2, yang terdiri dari: PLTU Muara Karang 400 dan Priok (PLTU-M) 100, PLTG Priok (PLTG-M) 52, PLTGU Muara Karang 508,58, Priok (PLTGU-G) dan Muara Karang Blok II 753, PLTD tersebar 16,

64 Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi DKI Jakarta sampai dengan akhir tahun 2011 mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (34,6%), bisnis GWh (30,2%), industri GWh (28,5%), dan publik GWh (6,8%). Rasio elektrifikasi tahun ,9% dan rasio desa berlistrik di Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 telah mencapai 100%. b. Potensi Sumber Energi Di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta tidak ada potensi sumber energi primer. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,4% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 10,6% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 259,8 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak ratarata sekitar 10,4% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi D.K.I Jakarta adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Jawa Barat a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan di Provinsi Jawa Barat adalah merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa-Bali. Pasokan utama untuk kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Jawa Barat selain dari sistem transmisi 500 kv dan 150 kv adalah PLTA Saguling dan PLTA Cirata. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 5.515,46. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 7, yang terdiri dari: PLTU Cirebon 660 dan Indramayu 990, PLTG Bekasi Power 150, Cikarang

65 Listrindo 236, Muara Tawar 290 dan Muara Tawar 858, PLTGU Cikarang Listrindo 354 dan Muara Tawar 660, PLTD tersebar 0,20, PLTA Bengkok 3,85, Cikalong 19,20, Cirata 1.008, Kracak 18,90, Lamajan 19,56, Parakan Kondang 9,90, PJT II (Po Jatiluhur) 180, Plengan 6,87, Saguling 700,72 dan Ubrug 18,36, PLTM Cijampang 2A 0,50, PLTMH Cijedil 0,55, Cinta Mekar 0,12, Cipayung 0,40, Melong 0,10 dan Rakit 0,50, PLTP Darajat 200, Darajat 55, Gunung Salak 180, Kamojang 140, Kamojang Unit IV 60, Salak 195 dan Wayang Windu 227, PLTSa Navigat Organic Energy 26. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2011 adalah GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (36,9%), bisnis GWh (9,98%), industri GWh (50,1%), dan publik GWh (3,09%). Rasio elektrifikasi untuk tahun 2011 mencapai 70,72%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 100%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Jawa Barat memiliki bermacam sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik yang terdiri dari tenaga air 2.137,5 yang sebagian besar sudah dikembangkan berada pada 5 lokasi Cibareno-1, Rajamandala, Jati Gede, Upper Cisokan-PS dan Grindulu-PS-3. Untuk minyak bumi sebesar 599,4 MMSTB, dan gas alam sebesar 4,24 TSCF, serta potensi panas bumi yang dapat dikembangkan diperkirakan sebesar e yang tersebar di 40 lokasi yaitu K.Ratu (Salak), Kiaraberes (Salak), Awi Bengkok, Ciseeng, Bujal Jasinga, Cisukarame, Selabintana, Cisolok, G. Pancar, Jampang, Tanggeung -Saguling, Cilayu, Kawah Cibuni, G. Patuha, K. Ciwidey, Maribaya, Tangkubanperahu, Sagalaherang, Ciarinem, G. Papandayan, G. Masigit Guntur, Kamojang, Darajat, G.Tampomas, Cipacing, G. Wayang Windu, G. Telagabodas, G. Galunggung, Ciheuras, Cigunung, Cibalong, G. Karaha, G. Sawal, Cipanas Ciawi, G. Cakrabuana, G. Kromong, Sangkanurip, Subang dan Cibingbin. Selain itu terdapat potensi CBM sebesar 0,8 TCF. Potensi sumber energi Provinsi Jawa Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,9% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan rata

66 rata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 8,7% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 176,7 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak ratarata sekitar 8.4% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Jawa Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Jawa Tengah a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan di Provinsi Jawa Tengah adalah merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa-Bali. Pasokan utama untuk kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Jawa Tengah selain dari sistem transmisi 500 kv dan 150 kv adalah PLTU/PLTGU Tambaklorok, PLTA Mrica, PLTU Cilacap, dan PLTP Dieng. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 2.677,80. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Jawa Tengah sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 5, yang terdiri dari: PLTU Cilacap 600, Pura Barutama (PLTU-M) 15, Rembang 630, Tambak Lorok (PLTU-M) 300 dan Tj. Jati B 2.840, PLTG Cilacap (PLTG - M) 55, Sunyaragi (PLTG - G) 40,20 dan Sunyaragi (PLTG - M) 40,06, PLTGU Tambak lorok (PLTGU-M) 1.033,90, PLTA Garung 26,40, Jelok 20,48, Kalianget 0,12, Karang Tengah 0,26, Kedung Ombo 22,50, Kelambu 1,17, Ketenger 8,04, Pb.Sudirman 180,90, Pejengkolan 1,40, Sempor 1, Sidorejo 1,40, Tapen 0,75, Timo 12, Tulis, Wadas Lintang 18, Wonogiri 12,40.PLTM Plumbungan 1,60 dan Siteki 1,20, PLTMH Wangan Aji 0,14, PLTP Dieng 60. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (47,7%), bisnis GWh (11,2%), industri GWh (34,2%), dan publik GWh (6,9%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 77,31%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 telah mencapai 99,99%

67 b. Potensi Sumber Energi Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi tenaga air yang dapat dikembangkan adalah diperkirakan mencapai 360,0 yang berada pada 1 lokasi yaitu Maung, dan panas bumi yang diperkirakan mencapai e yang tersebar di 14 lokasi yaitu Banyugaram, Bumiayu, Baturaden - G. Slamet, Guci, Mangunan Wanayasa, Candradimuka, Dieng. Krakal, Panulisan, G. Ungaran, G. Umbul Telomoyo, Kuwuk, G. Lawu dan Klepu serta potensi dari batubara sebesar 0,82 juta ton. Potensi sumber energi Provinsi Jawa tengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 0,4% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 8,2% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 73,0 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 7,9% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 732 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Jawa Tengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi D.I. Yogyakarta a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa-Bali. Pasokan utama untuk kebutuhan tenaga listrik di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah dari sistem transmisi 500 kv dan 150 kv. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 453,10. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Yogyakarta sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 0.32 yaitu PLTA Talang Krasak 0,

68 Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi DIY tahun 2011 adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 1.52 GWh (56,2%), bisnis 395 GWh (21,2%), industri 193,9 GWh (10,4%), dan publik 228,6 GWh (12,2%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 75,19%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 telah mencapai 100%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi D.I.Yogyakarta memiliki potensi panas bumi yang diperkirakan mencapai 10 e di 1 lokasi yaitu pada Parangtritis, Gunung Kidul. Potensi sumber energi Provinsi D.I. Yogyakarta adalah sebagaimana tercantum dalam LampiranI. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 10,8% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 14,3 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 10,5% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 160 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi D.I. Yogyakarta adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Jawa Timur a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan di Provinsi Jawa Timur adalah merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa-Bali. Kebutuhan beban dilayani dari energi transfer dari sistem interkoneksi Jawa-Bali sebagai pemasok utama melalui jaringan SUTET (500 kv) dan SUTT (150 kv dan 70 kv), serta dari pembangkit-pembangkit kecil/embedded (PLTA Wonorejo PJB, PLTM dan Captive) melalui jaringan Tegangan Menengah, pembangkit sendiri (PLTD dan PLTM Sampean Baru), dan pembangkit sewa. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 4.076,

69 Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Jawa Timur sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 8, Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU, Gresik 600, Paiton 660, Paiton 800, Paiton I 1.230, Paiton II 1.220, Paiton III 815, Perak (PLTU-M) 100. PLTG Grati (PLTG-M) 302,25 dan Gresik 40. PLTGU Grati (PLTGU-M) 461,83, Gresik 1.578,78. PLTD tersebar 8,83. PLTA Ampel Gading 10, Giringan 3,20, Golang 2,70, Lodoyo 4,50, Mendalan 23, Ngebel 2,20, Sampean Baru 1,85, Selorejo 4,48, Sengguruh 29, Siman 10,80, Sutami 105, Tulungagung 36, Wlingi 54 dan Wonorejo 6, 30. PLTM, Kalimaron 0,03. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (37,8%), bisnis GWh (12,2%), industri GWh (44,2%), dan publik GWh (5,8%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah sebesar 72,05% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,99%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Jawa Timur memiliki potensi sumber energi yang terdiri dari potensi gas bumi yang dapat dikembangkan sebesar 5,73 TSCF, minyak bumi 1.031,94 MMSTB, batubara 0,08 juta ton dan tenaga air 2.162,0 pada 4 lokasi yaitu Grindulu-PS-3, K.Konto-PS, Karangkjates Ext. dan Kalikonto-2. Serta panas bumi yang diperkirakan mencapai e yang tersebar di 11 lokasi yaitu pada Melati Pacitan, Rejosari Pacitan, Telaga Ngebel Ponorogo, G. Pandan Madiun, G. Arjuno Welirang, Cangar, Songgoriti, Tirtosari Sumenep, Argopuro Probolinggo, Tiris - G. Lamongan Probolinggo dan Blawan - Ijen Bondowoso.. Potensi sumber energi Provinsi Jawa Timur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 0,8% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 7,6% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 104,1 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 7,4%

70 per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya ratarata sekitar 977 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Jawa Timur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Bali a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Bali saat ini dipasok oleh sistem kelistrikan di Pulau Jawa melalui jaringan transmisi kabel laut 150 kv dengan daya mampu 200 dan dipasok juga oleh pembangkit yang ada di Provinsi Bali sendiri yaitu PLTD/PLTG Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron dengan total daya mampu adalah 362. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 461,78. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Bali sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTG Gilimanuk (PLTG-M) 133,80, Pemaron (PLTG-M) 97,60 dan Pesanggaran (PLTG-M) 125,45. PLTD tersebar 205,40. PLTMH, Karangasem 0,03. PLTB Nusa Penida 0,40 dan Tanglad 0,26. PLTS Koperasi Surhya Sejahtera 0,03. PLTSa Koperasi Surhya Sejahtera (Excees Power) Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Bali sampai dengan akhir tahun 2011 adalah mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (44%), bisnis GWh (46%), industri 116,3 GWh (3,61%), dan publik 205,8 GWh (6,38%). Rasio elektrifikasi Provinsi Bali untuk tahun 2011 adalah 69,77% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 telah mencapai 100%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Bali memiliki potensi energi yang dapat dikembangkan untuk pembangkit tenaga listrik terdiri dari Potensi panas bumi yang dapat dikembangkan sebesar 296 e terdapat di 5 lokasi yaitu Banyuwedang Buleleng, Seririt Buleleng, Batukao Tabanan, Penebel Tabanan dan Buyan-Bratan Buleleng. Potensi sumber energi Provinsi Bali adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,2% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun

71 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 100% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 11,2% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 27,1 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 10,9% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 308 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Bali adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Kalimantan Barat a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas satu sistem interkoneksi dan beberapa sistem terisolasi. Sistem interkoneksi yang terhubung pada jaringan transmisi 150 kv disebut Sistem Khatulistiwa. Beban puncak di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 mencapai 311,24. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTG Siantan 34. PLTD tersebar 397,34. PLTA Batu Menang, Merasap 1,50 dan Sajingan 0,10. PLTMH Sesco 0,40. PLTGB Rasau Jaya 9, Sintang 6, Sukadana 3, Tayan 6 dan Tebas 9. PLTS Pulau Limbung 0,07. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2011, mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 868,7 GWh (60,5%), bisnis 367,1 GWh (25,6%), industri 77,84 GWh (5,43%), dan publik 121,1 GWh (8,44%). Rasio elektrifikasi untuk tahun 2011 mencapai 65,37% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 mencapai 98,42%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi sumber energi yang terdiri dari potensi batubara sebesar 489,24 juta ton yang tersebar di berbagai tempat, potensi tenaga air sebesar 198 yang terdapat pada 1 lokasi yaitu Pinoh. Sedangkan potensi panas bumi yang

72 dimiliki sebesar 65 e yang berada pada 5 lokasi yaitu Sibetuk Sintang, Jagoi Babang Bengkayang, Meromoh Bengkayang, Sape Sanggau dan Nanga Dua Kapuas Hulu. Potensi sumber energi Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 0,9% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 12,7% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 15,2 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 12,4% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 191 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Kalimantan Tengah a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Kalimantan Tengah dipasok oleh satu sistem interkoneksi melalui jaringan transmisi 150 kv yaitu Sistem Barito dan beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Sampit, Pangkalan Bun, Nanga Bulik, Sukamara, Kuala Kurun, Puruk Cahu, Muara Teweh, Buntok, dan Kuala Pembuang. Beban puncak tahun 2011 mencapai 146,76. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU EEI 14 dan Pangkalan Bun 14. PLTD tersebar 146,15. Sampai dengan tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk sistem kelistrikan Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 650 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 439,6 GWh (67,6%), bisnis 129,6 GWh (19,9%), industri 19,

73 GWh (2,96%), dan publik 61,57 GWh (9,47%). Rasio elektrifikasi untuk tahun 2011 adalah 67,28%. Adapaun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,80%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Kalimantan Tengah Potensi batubara diperkirakan mencapai 4.126,67 juta ton. Potensi sumber energi Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,8% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 11,7% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 5,8 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 11,4% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 72 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Kalimantan Selatan a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Kalimantan Selatan dipasok oleh satu sistem interkoneksi melalui jaringan transmisi 150 kv yaitu Sistem Barito dan beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Batulicin/Pagatan, Sungai Kupang, dan Kotabaru. Beban puncak tahun 2011 mencapai 275,97. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU Asam-Asam 130, Indocement 5, Tanjung Alam 3 dan Wijaya 6. PLTG Trisakti 21. PLTD tersebar 244,82. PLTA Riam Kanan

74 Sampai dengan tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk sistem kelistrikan Provinsi Kalimantan Selatan mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 940,1 GWh (64,1%), bisnis 259,8 GWh (17,7%), industri 137,9 GWh (9,4%), dan publik 129,3 GWh (8,81%). Rasio elektrifikasi untuk tahun 2011 adalah 75,65%. Adapaun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,90%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Kalimantan Selatan memiliki beranekaragam potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik antara lain Batubara ,27 juta ton, Adapun potensi panas bumi yang dimiliki sebesar 50 yang berada di 3 lokasi yaitu pada Batubini Hulu Sungai, Tanuhi Hulu Sungai Selatan dan Hantakan Hulu Sungai Tengah. Selain itu terdapat potensi CBM sebesar 104,6 TCF. Potensi sumber energi Provinsi Kalimantan selatan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 10,5% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 10,6 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 10,2% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 135 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Kalimantan Timur a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas satu sistem interkoneksi dan beberapa sistem terisolasi. Sistem interkoneksi yang terhubung pada jaringan transmisi 150 kv disebut Sistem Mahakam

75 Beban puncak di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2011 mencapai 234,06. Beban puncak pada tahun 2011 mencapai 401,86. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU Embalut 50, IDEC 7, Lati 14 dan Sumalindo 7,5. PLTG Cahaya Sakti 7, Gunung Belah 17, Samberah 38,40 dan Tj Batu I 20. PLTGU Tanjung Batu (HSD) 60.PLTMG Bontang 13,94, Bunyu 2, Gunung Belah 6, Kampung Satu 3, Nipah 3,9, Petung I 3, Petung II 2, Tarakan 3 dan Tj Batu II 9,2. PLTD tersebar 477,61. PLTM Jantur Beras. PLTGB Melak 8. PLTS P. Derawan 0,09. Sampai dengan tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk Provinsi Kalimantan Timur adalah sebesar GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (57,4%), bisnis 569,6 GWh (25%), industri 174,8 GWh (7,67%), dan publik 225,3 GWh (9,89%). Rasio elektrifikasi untuk tahun 2011 adalah 63,44% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 96,52%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Kalimantan Timur memiliki beranekaragam potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik yaitu minyak bumi yang diperkirakan sebesar 670 MMSTB, gas bumi 19,76 TSCF, batubara ,90 juta ton, tenaga air 168 pada 1 lokasi yaitu Kelai-2 dan panas bumi sekitar 30 e terletak di 4 lokasi yaitu pada Sebakis Nunukan, Sajau Bulungan, Semolon Malinau dan Mengkausar Malinau. Selain itu terdapat potensi CBM sebesar 106,3 TCF. Potensi sumber energi Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 3,8% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi

76 Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 15,9% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 42,8 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 15,6% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 555 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Sulawesi Utara a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Utara dipasok oleh satu sistem interkoneksi melalui jaringan transmisi 150 kv yaitu Sistem Minahasa dan beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Tahuna, Melonguane, Ondong (Siau), Tagulandang, Beo (Talaud), Lirung, dan Molibagu. Beban puncak tahun 2011 mencapai 206, 39. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sulawesi Utara sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU Amurang. PLTD tersebar 202,56. PLTA Tanggari I 18, Tanggari II 19, Tonsealama 14,38. PLTM Lobong 1,60, Mobuya 3, Poigar 2,40, Ulung Peliang 1. PLTP Lahendong 80. PLTB Malamenggu 0,08. PLTS. Bunaken 0,34. Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Sulawesi Utara sampai dengan akhir 2011 mencapai 987 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 567 GWh (57,4%), bisnis 253 GWh (25, 7%), industri 73,2 GWh (7,42%), dan publik 93,3 GWh (9,45%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 73,21%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,82%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sulawesi Utara memiliki potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, yaitu panas bumi, dan tenaga air. Potensi panas bumi yang ada diperkirakan 793 e yang tersebar di 5 lokasi yaitu Air Madidi Minahasa, Lahendong Tomohon, Tompaso Minahasa, G. Ambang Bolaang Mongondow dan Kotamobagu Bolaang Mongondow dan potensi air sebesar 16 pada 1 lokasi yaitu Sawangan. Potensi

77 sumber energi Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,3% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 95% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 15,1% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 15,6 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 14.8% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 219 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Gorontalo a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Gorontalo dipasok oleh beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Telaga (Gorontalo), Buruki, dan Marisa Tilamuta. Beban puncak tahun 2011 mencapai 49,63. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD 60,70. PLTM Mongango 1,50. Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Gorontalo sampai dengan akhir 2011 mencapai 237 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 153 GWh (64,8%), bisnis 35,8 GWh (15,1%), industri 15,5 GWh (6,55%), dan publik 31,9 GWh (13,5%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 54,69%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,59%

78 b. Potensi Sumber Energi Provinsi Gorontalo memiliki potensi sumber panas bumi di 2 lokasi sebesar 185 e yaitu Petandio Gorontalo dan Suwawa Bone Bolango. Potensi sumber energi Provinsi Gorontalo adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,3% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 12,1% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 2,2 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 11,8% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 33 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Gorontalo adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Sulawesi Tengah a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tengah dipasok oleh beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Palu, Toli-Toli, Luwuk, Bangkir, Palasa, Moutong, Parigi, Poso, Tentena, Kolonedale, Toili, Kotaraya, Leok, Ampana, Bunta, Moilong, Banggai, dang Bungku. Beban puncak tahun mencapai 137,13. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU Tawaeli 30. PLTD tersebar 201,84. PLTM Bambalo 2,55, Hanga-Hanga I 1,60, Hanga-Hanga II Tahap I 2, Hanga-Hanga Kalumpang 3,80, Hek 2,50, Kalumpang 1, Kolondom 1,60, Sansarino 0,8, Tomini

79 Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan akhir 2011 mencapai 575 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 386 GWh (67,1%), bisnis 92,1 GWh (16%), industri 16,8 GWh (2,92%), dan publik 80,2 GWh (14%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 64,84%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,34%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik, yaitu batubara, gas alam, air (PLTA, Minihidro, dan mikro hidro), dan panas bumi. Potensi batubara sekitar 1,98 juta ton, potensi gas alam sebesar 2,80 TSCF. Potensi air sebesar 670,2 terdapat pada 5 lokasi yaitu Poso-1, Poso-2, Lariang-6, Lasoko-4, dan Konaweha-3. Potensi panas bumi yang ada mencapai sebesar 643 e yang terdapat di 17 lokasi yaitu pada Maranda Poso, Sapo Sigi, Langkapa Poso, Kalemago-Wanga Poso, Torire-Katu Poso, Toare Donggala, Pantangolemba Poso, Marana Donggala, Bora Sigi, Pulu Sigi, Sedoa Poso, Lompio Donggala, Tambu Donggala, Wuasa Poso, Watuneso Poso, Papanlulu Poso dan Ranang-Kasimbar Parigi Moutong. Potensi untuk minyak bumi yang ada adalah sekitar 49,78 MMSTB. Potensi sumber energi Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 95% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 10,6% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 4,2 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 10,3% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 57 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

80 Provinsi Sulawesi Barat a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Barat dipasok oleh 2 sistem terisolasi, yaitu Sistem Pasangkayu dan Mamasa. Beban puncak tahun 2011 mencapai 30. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sulawesi Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 6.49 yang keseluruhannya terdiri dari PLTD tersebar. Sampai tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Sulawesi Barat mencapai 152 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 103 GWh (68,2%), bisnis 28 GWh (18,5%), industri 2,13 GWh (1,4%), dan publik 18 GWh (11,9%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 64,12%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,22%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sulawesi Barat memiliki memiliki potensi panas bumi sebesar 545 e yang tersebar di 6 lokasi yaitu pada Mambosa Mamuju, Somba Majene, Mamasa Mamasa, Lilli-Sepporaki Polewali Mandar, Riso-Kalimbua Polewali Mandar dan Alu Polewali Mandar serta potensi energi air sebesar 800 pada 1 lokasi yaitu Karama-I. Potensi sumber energi Provinsi Sulawesi Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,7% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 13,0% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 1,7 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 12,7% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 24 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sulawesi Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

81 Provinsi Sulawesi Selatan a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Selatan dipasok oleh satu sistem interkoneksi melalui jaringan transmisi 150 kv yaitu Sistem Sulawesi Selatan dan beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Malili-Inco, dan Selayar. Beban puncak tahun 2011 mencapai 583,08. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 1.120,34. Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTU Jeneponto 200, Makassar (PLTU-M) 3 dan Tello 12,50. PLTG Sengkang (Ekspansi 1) 60 dan Tello 122,72. PLTGU Sengkang 135. PLTD tersebar 419,91. PLTA Bakaru 126,39, Bili-Bili 20,49, Palopo 5, Ranteballa 3,12 dan Sawitto 1,62. PLTM Tangka Manipi 10,10. PLTMH Sinjai/Gowa/Mappung 0,29. PLTB Barubasa 0,20. Sampai tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Sulawesi Selatan mencapai GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah GWh (48,9%), bisnis 664 GWh (20,4%), industri 687 GWh (21,2%), dan publik 308 GWh (9,48%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 74,19%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,63%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sulawesi Selatan memiliki beranekaragam potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, yaitu Potensi batubara sebesar 231,24 juta ton. Potensi sumber daya air sebesar 1.567,8 yang tersebar di 7 lokasi yaitu Masuni, Mong, Lasolo-4, Poko, Malea, Batu, dan Bonto Batu. Potensi panas bumi diperkirakan sebesar 463 e yang tersebar di 14 lokasi yaitu Limbong Luwu Utara, Parara Luwu Utara, Pincara Luwu Utara, Bituang Tanatoraja, Sangalla Tanatoraja, Watansoppeng Soppeng, Sulili Pinrang, Malawa Pangkajene, Baru Baru, Watampone Bone, Todong Bone, Kampala/ Sinjai Sinjai, Massepe Sidrap dan Sengkang/ D. Tempe Wajo. Potensi sumber energi Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,2% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada

82 periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 99,9% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 11,9% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 29,6 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 11,6% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 410 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Sulawesi Tenggara a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Tenggara dipasok oleh beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Kendari, Lambuya, Bau-Bau, Wangi-Wangi, Lasusua, Kolaka, Kassipute, dan Raha. Beban puncak tahun 2011 mencapai 105,97. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD tersebar 173,70. PLTA, Winning 1,60. PLTMH, Mikuasi 0,55, Sabilambo 2. Sampai tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 441 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 293 GWh (66,5%), bisnis 81,4 GWh (18,4%), industri 24,6 GWh (5,57%), dan publik 41,8 GWh (9,48%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 56,46%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 98,63%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beranekaragam potensi sumber energi primer yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, yaitu air (PLTA Mikrohidro) dan panas bumi. Potensi sumber daya air sebesar 82,8 yang tersebar di 2 lokasi Watunohu-1 dan Tamboli. Potensi panas bumi cukup besar, dengan total kapasitas diperkirakan sebesar 310 e yang

83 tersebar di 12 Kabupaten yaitu Mangolo Kolaka, Parora Kendari, Puriala Kendari, Amohola Kendari, Loanti Konawe Selatan, Laenia Konawe Selatan, Torah Buton Utara, Kalende Buton Utara, Kanale Buton Utara, Wonco Buton Utara, Gonda Baru (Sampolawa) Bau- Bau & Buton dan Kabungka - Wening Buton. Potensi sumber energi Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,1% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 95% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 13,5% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 5,4 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 13,2% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 87 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Nusa Tenggara Barat a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas beberapa sistem terisolasi seperti antara lain sistem Lombok, Sumbawa, dan Bima. Beban puncak sampai dengan akhir tahun 2011 untuk kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 186,81. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD tersebar 287,32. PLTM Mamak 0,52 dan Pengga 0,40. PLTMH Kukusan 0,20. PLTS Gili Trawangan 0,25 dan Nggelu 0,01. Sampai dengan tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 837 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah

84 GWh (65,4%), bisnis 182 GWh (21,7%), industri 22,4 GWh (2,68%), dan publik 85,5 GWh (10,2%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 52,88% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,82%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki potensi sumber energi relatif kecil. Panas bumi terdapat di 3 lokasi dengan total daya sebesar 195 e yaitu pada Sembalun Lombok Timur, Marongge Sumbawa Besar dan Daha Dompu. Potensi sumber energi Nusa Tenggara Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 1,2% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 90% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 12,5% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 8,6 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 12,2% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 124 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Nusa Tenggara Timur a. Kondisi Kelistrikan Sistem kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas beberapa sistem terisolasi seperti antara lain sistem Kupang, Atambua, Ende, Ruteng, Bajawa, Maumere. Sampai dengan akhir tahun 2011, beban puncak kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 103,59. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD tersebar 193,35. PLTA Mborong 0,

85 .PLTM Lokomboro 0,80 dan Ogi 0,16. PLTMH Waikelosawah 0,02. PLTP Mataloko. PLTS Lewoleba 0,20, Nemberala 0,11 dan Wini 0,06. Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai dengan tahun 2011 mencapai 487 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 291 GWh (59,8%), bisnis 130 GWh (26,6%), industri 4,81 GWh (0,99%), dan publik 61,1 GWh (12,5%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 39,92% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 96,16%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi sumber energi primer yang terdiri dari panas bumi dan air. Potensi panas bumi yang dimiliki adalah sebesar e di 19 lokasi yaitu Wai Sano Manggarai Barat, Ulumbu Manggarai Barat, Wai Pesi Manggarai Barat, Gou - Inelika Ngada, Mengeruda Ngada, Mataloko Ngada, Komandaru Ende, Ndetusoko, Sukoria Ende, Jopu Ende, Lesugolo, Oka-Ile Angie Flores Timur, Atadei Lembata, Bukapiting Alor, Roma-Ujelewung Lembata, Oyang Barang Flores Timur, Sirung (Isiabang-Kuriali) Alor, Adum Lembata dan Alor Timur Alor, dan Potensi tenaga air yang dimiliki sebesar 11,1 pada 1 lokasi yaitu di Wai Ranjang. Total potensi hidro sebesar 11,1. Potensi sumber energi Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,1% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 90% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 14,9% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 8,1 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 14,6% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 110 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

86 Provinsi Maluku a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Maluku dipasok oleh beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Ambon, Namlea, Tual, Saumlaki, Mako, Piru, Bula, Masohi, Dobo, dan Langgur. Beban puncak tahun 2011 mencapai 70,79. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Maluku sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD tersebar 217,04. PLTS Banda. Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Maluku sampai dengan akhir tahun 2011 mencapai 337 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 213 GWh (63,4%), bisnis 77,2 GWh (22,9%), industri 5,72 GWh (1,7%), dan publik 40,4 GWh (12%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 70,80%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 95,41%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Maluku memiliki potensi energi air sebesar 156,4 selain itu ada potensi panas bumi sebesar 590 e di 17 lokasi yaitu Waisekat Buru Selatan, Wapsalit-Waeapo Buru, Batabual Buru, Larike Ambon, Taweri Ambon, Tolehu Ambon, Oma-Haruku Maluku Tengah, Saparua Maluku Tengah, Nusa Laut Maluku Tengah, Tehoru Maluku Tengah, Banda Baru Maluku Tengah, Pohon Batu Maluku Tengah, Kelapa Dua Maluku Barat, Warmong Maluku Barat Daya, Esulit Maluku Barat Daya, Lurang Maluku Barat Daya dan Karbubu Maluku Barat Daya, potensi gas alam sebesar 15,22 TSCF dan potensi miyak bumi sebesar 48,07 MMSTB. Untuk Potensi air sebesar 156,4. Potensi sumber energi Provinsi Maluku adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,8% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 90% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata

87 rata sebesar 9,3% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 2,1 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 8,9% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 30 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Maluku adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Maluku Utara a. Kondisi Kelistrikan Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Maluku Utara dipasok oleh beberapa sistem terisolasi, yaitu Sistem Ternate, Soa Siu, Weda, Bacan, Dofa, Jailolo, Sanana, Tobelo, Subaim, Maba-Buli, Patani, dan Sofifi. Beban puncak tahun 2011 mencapai 38,40. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Maluku Utara sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD tersebar 68,55. Penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Provinsi Maluku Utara sampai dengan akhir tahun 2011 mencapai 205 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 139 GWh (69,40%), bisnis 36,7 GWh (17,9%), industri 1,74 GWh (0,85%), dan publik 27 GWh (13,2%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 adalah 70,34%. Adapun rasio desa berlistrik tahun 2011 adalah 99,72%. b. Potensi Sumber Energi Provinsi Maluku Utara memiliki potensi panas bumi sebesar 427 e di 13 lokasi yaitu pada Mamuya Halmahera Utara, Ibu Halmahera Barat, Akelamo Halmahera Utara, Jailolo Halmahera Barat, Keibesi Halmahera Barat, Akesahu Tidore, Indari Halmahera Selatan, Labuha Halmahera Selatan, Songa - Wayaua Halmahera Selatan, Kramat Kepulauan Sula, Losseng Kepulauan Sula, Auponia Kepulauan Sula dan Bruokol Kepulauan Sula dan potensi batubara sebesar 2,13 juta ton. Potensi sumber energi Provinsi Maluku Utara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 2,5% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun

88 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 90% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh ratarata sebesar 17,2% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 4,8 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 16,9% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 65 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Maluku Utara adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat a. Kondisi Kelistrikan Kondisi kelistrikan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat masuk dalam sistem kelistrikan Wilayah Papua yang terdiri atas beberapa sistem yang terisolasi seperti antara lain Sistem Jayapura, Biak, Sorong, Merauke, Manokwari, dan Timika. Beban puncak kelistrikan Wilayah Papua pada tahun 2011 mencapai 159,40. Total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Adapun rincian pembangkit tenaga listrik tersebut adalah: PLTD Papua Barat tersebar 162,15 dan Papua 85,12. PLTA Papua Sinagma 0.40, Walesi 1,64 dan Papua Barat Werba 2. Sampai dengan akhir tahun 2011, penjualan tenaga listrik untuk kelistrikan Wilayah Papua mencapai 523 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 282 GWh (53,9%), bisnis 171 GWh (32,7%), industri 2,08 GWh (04%), dan publik 68,3 GWh (13,1%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 untuk Provinsi Papua 29,25% dan Provinsi Papua Barat adalah 58,24% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 untuk papua adalah 39,07 dan papua barat 83,11%. Untuk Papua Barat mencapai 305 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk rumah tangga adalah 173 GWh (56,8%), bisnis 93,5 GWh (30,7%), industri 4,56 GWh (1,49%), dan publik 33,7 GWh (11,75%). Rasio elektrifikasi tahun 2011 untuk Provinsi Papua 29,25% dan Provinsi Papua Barat adalah 58,24% dan rasio desa berlistrik tahun 2011 untuk papua adalah 39,07 dan papua barat 83,11%

89 b. Potensi Sumber Energi Provinsi Papua memiliki potensi sumber tenaga air sekitar 49, dengan batu bara 2,16 juta ton dan panas bumi 75 e yang berada di 3 lokasi yaitu pada Makbon - Sorong Sorong, Ransiki - Manokwari Manokwari dan Kebar Manokwari Untuk Provinsi Papua Barat memiliki potensi sumber energi minyak bumi sebesar 94,93 MMSTB, gas alam sekitar 24,32 TSCF dan batu bara sekitar 126,41 juta ton. c. Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Listrik Diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk rata-rata tahun sebesar 5% per tahun, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% 7,5% pada periode dan sekitar 8,0% - 9,0% pada periode yang dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode menjadi 3,0% pada tahun 2025, rasio elektrifikasi ditargetkan menjadi sekitar 90% pada tahun 2020 atau penambahan konsumen rumah tangga diproyeksikan ratarata sekitar sambungan per tahun, dan tarif listrik disesuaikan berdasarkan inflasi. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, maka diproyeksikan permintaan energi listrik untuk periode akan tumbuh rata-rata sebesar 13,6% per tahun sehingga pada tahun 2031 kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 11,2 TWh. Sebagai upaya untuk memenuhi pertumbuhan beban puncak rata-rata sekitar 13,3% per tahun hingga tahun 2031, maka dibutuhkan tambahan daya rata-rata sekitar 141 per tahun. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

90 BAB VI KEBUTUHAN INVESTASI Dalam melaksanakan rencana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di seluruh Indonesia yang meliputi pembangkitan, transmisi dan distribusi sebagaimana yang telah direncanakan dalam kurun waktu tahun diperlukan investasi pembangkit sekitar USD juta, (asumsi investasi 1 adalah sekitar USD ) dan dalam tahun kebutuhan investasi transmisi dan gardu induk sekitar USD ,8 juta, serta investasi distribusi sekitar USD ,5 juta. Selama ini sumber pembiayaan proyek-proyek PLN banyak diperoleh dari penerusan pinjaman dari luar negeri (two step loan), namun setelah tahun 2006 peranan pinjaman semacam ini mulai berkurang dan sebaliknya investasi dengan obligasi terus meningkat, baik obligasi lokal maupun global. Proyek percepatan pembangkit dibiayai dari pinjaman luar dan dalam negeri yang diusahakan sendiri oleh PLN dengan garansi Pemerintah. Akhir-akhir ini PLN kembali berupaya memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan multilateral (IBRD, ADB) dan bilaterial (JICA, AFD) untuk mendanai proyek-proyek kelistrikan yang besar seperti Upper Cisokan pumped storage dan transmisi HVDC Sumatra Jawa dengan skema two step loan. Untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali, kebutuhan investasi di sisi pembangkit sampai dengan tahun 2031 adalah sekitar USD juta. Untuk sistem penyaluran transmisi dan gardu induk dari tahun 2012 sampai dengan 2020 pada sistem kelistrikan Jawa-Bali diperkirakan investasi yang diperlukan adalah sekitar USD 6.010,3 juta dan sekitar USD juta belum ada kepastian investasinya. Proyek tersebut menurut rencana akan didanai dari APLN, obligasi, APBN, pinjaman luar negeri (two step loan), kredit ekspor dan sumber lainnya. Untuk rencana pengembangan distribusi, gardu distribusi diperkirakan dari tahun 2012 sampai dengan 2020 pada Sistem kelistrikan Jawa- Bali memerlukan investasi sekitar USD juta, yang investasinya sangat mengandalkan kemampuan APBN dan APLN, yang diperlukan untuk perluasan jaringan tegangan menengah dan tegangan rendah, menambah kapasitas trafo distribusi dan sambungan pelanggan baru. Secara rinci kebutuhan investasi untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali adalah sebagaimana tercantum Tabel 10. Untuk Sistem kelistrikan Luar Jawa-Bali, kebutuhan investasi di sisi pembangkit sampai dengan tahun 2031 adalah sekitar USD juta. Untuk sistem penyaluran transmisi pada Sistem kelistrikan Luar Jawa-Bali dari tahun 2012 sampai dengan 2020 diperkirakan investasi yang diperlukan adalah sekitar USD 5.503,5 juta. Secara umum sumber investasi untuk pengembangan sistem penyaluran akan dipenuhi dari berbagai sumber investasi, yaitu APBN sebagai penyertaan modal pemerintah (ekuiti), pinjaman baru, dan dana internal. Sumber dana internal berasal dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap, sedangkan dana pinjaman dapat berupa pinjaman luar negeri (SLA, sub-loan agreement),

91 pinjaman pemerintah melalui rekening dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya serta hibah luar negeri. Untuk rencana pengembangan distribusi pada Sistem kelistrikan Luar Jawa-Bali, diperkirakan dari tahun 2012 sampai dengan 2020 memerlukan investasi sekitar USD 6.005,5 juta, diperlukan untuk perluasan jaringan tegangan menengah dan tegangan rendah, menambah kapasitas trafo distribusi dan sambungan pelanggan baru. Secara rinci kebutuhan investasi Sarana Penyediaan Tenaga Listrik adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 10. Tabel 10. Kebutuhan Investasi Sarana Penyediaan Tenaga Listrik Tahun SARANA JAWA-BALI LUAR JAWA-BALI dalam USD juta TOTAL Pembangkit , , ,0 Jaringan Transmisi dan 6.010, , ,8 Gardu Induk *) Jaringan Tegangan Menengah, Jaringan Tegangan Rendah dan Trafo Distribusi *) 6.194, , ,5 *) Transmisi dan Distribusi hanya sampai tahun

92 LAMPIRAN

93 LAMPIRAN I.1 Data Potensi Sumber Energi 4) ENERGI No. Wilayah Batubara 1) Gas Minyak Panas CBM 2) Bumi 2) Bumi 2) Bumi 3) Air (Juta Ton) (TSCF) (MMSTB) (lokasi) (e) () (TCF) Sumatera 1. NAD 450,15 5,56 121, ,1 2. Sumatera Utara 26,97 1,29 110, ,5 3. Sumatera Barat 958, ,1 0,5 4. Riau dan Kep ,94 *) 9, ,79 1 *) 25-52,50 Riau 5. Kep. Natuna - 51,46 360, Batam Bangka Belitung Jambi 2.341, ,9 9. Bengkulu 227, ,0 3,6 10. Sumatera Selatan ,56 15, , Lampung 106, ,8 Jawa-Bali 1. Banten 18, DKI Jakarta Jawa Barat - 4,24 599, ,5 0,8 4. Jawa Tengah 0, ,0 5. D.I. Yogyakarta Jawa Timur 0,08 5, , ,0 7. Bali Nusa Tenggara 1. NTB NTT ,1 Kalimantan 1. Kalimantan Timur ,90 17,36 669, ,0 106,3 2. Kalimantan Barat 489, ,0 3. Kalimantan , ,6 Selatan 4. Kalimantan Tengah 4.126, Sulawesi 1. Sulawesi Utara ,0 2. Gorontalo Sulawesi Tengah 1,98 3, ,2 4. Sulawesi Tenggara ,8 5. Sulawesi Selatan 231,24-49, , Sulawesi Barat ,0 Maluku 1. Maluku - 15,22 37, ,4 2. Maluku Utara 2, Papua 1. Papua 2, ,0 2. Papua Barat 126,41 23,91 65, Total Jumlah ,06 153, , ,2 453,3 Keterangan: 1) Sumber: Badan Geologi ) Sumber: Pusat Data dan Informasi KESDM ) Sumber: Buku Potensi Energi Panas Bumi Status 2011, Badan Geologi 4) Potensi yang siap untuk dikembangkan, sumber: Final Report of Project for the Master Plan Study of Hydropower Development in Indonesia, JICA & Nippon Koei, CO. LTD, 2011 CBM : Coal Bed Methane TSCF : Trillion Standard Cubic Feet MMSTB : Million Stock Tank Barrels e : Mega Watt electrical : Mega Watt TCF : Trillion Cubic Feet

94 LAMPIRAN I.2 PETA POTENSI BATUBARA (dalam juta ton) 450,15 26, ,94 489,24 450,15 2,13 958, , ,67 1,98 126,41 227, , ,27 106,95 231,24 2,16 18,80 0,82 0,08

95 LAMPIRAN I.3 PETA POTENSI GAS BUMI (dalam TSCF) 5,56 1,29 51,46 9,01 17,36 958,49 3,83 23,91 15,79 15,22 4,24 5,73

96 LAMPIRAN I.4 PETA POTENSI MINYAK BUMI (dalam MMSTB) 121,65 110,85 360, ,794 65, ,24 49,11 37,92 599, ,94

97 LAMPIRAN I.5 PETA POTENSI PANAS BUMI (dalam e) , ,

98 LAMPIRAN I.6 PETA POTENSI TENAGA AIR (dalam ) 1.655, , ,1 373,9 670, , ,8 82,8 156, , ,1

99 LAMPIRAN I.7 PETA POTENSI BATUBARA (dalam TCF) 106,3 0,5 52,5 3, ,6 2 0,8

100 LAMPIRAN II TARGET RASIO ELEKTRIFIKASI (%) No. PROVINSI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Bengkulu Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D. I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua & Papua Barat Jawa - Bali Luar Jawa - Bali INDONESIA

101 LAMPIRAN II TARGET RASIO ELEKTRIFIKASI (%) No. PROVINSI Aceh Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Kepulauan Riau 6 Bengkulu 7 Jambi 8 Sumatera Selatan 9 Kepulauan Bangka Belitung 10 Lampung 11 Banten 12 DKI Jakarta 13 Jawa Barat 14 Jawa Tengah 15 D. I. Yogyakarta 16 Jawa Timur 17 Bali 18 Kalimantan Barat 19 Kalimantan Tengah 20 Kalimantan Selatan 21 Kalimantan Timur 22 Sulawesi Utara 23 Gorontalo 24 Sulawesi Tengah 25 Sulawesi Barat 26 Sulawesi Selatan 27 Sulawesi Tenggara 28 Nusa Tenggara Barat 29 Nusa Tenggara Timur 30 Maluku 31 Maluku Utara 32 Papua & Papua Barat Jawa - Bali Luar Jawa - Bali INDONESIA

102 LAMPIRAN III.1 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU SUMATERA Ulee Kareng D Banda Aceh Jantho P Seulawah Sigli Samalanga C. Trueng Bireun Lhokseumawe P. Labu Idie Meulaboh U PLTU Meulaboh Peusangan 1-2 HEPP Blang Pidie Takengon Blangkjeren Lawe Mamas HEPP Kuta Cane Tapak Tuan Langsa T. Pura Binjai Tualang Cut P. Brandan Mabar P. Susu PLTU PLTU/GU Belawan P.Geli P. Pasir Labuhan KIM Namorambe Lamhotma PLTU Wampu GlugurSei Sei. Sumut-2 HEPP P. Batu RotanDenai Titi Kuning K. Namu Perbaungan K. Tanjung T. Tinggi T. Morawa Brastagi Galang Kisaran G.Para Renun HEPP P. Siantar Aek Kanopan Sidikalang TNB Malaysia Sabulusalam Keterangan: T/L 70 kv Existing T/L 150 kv Existing T/L 150 kv Rencana T/L 275 kv Rencana T/L 275 kv Rencana T/L 500 kv Rencana T/L 500 kv HVDC Rencana D. Sanggul PLTP P. Bukit PLTU L. Angin PLTA Sipan Tele Tarutung PLTP Sarulla& Sipaholon Sibolga Porsea Simangkok PLTA B. Toru PLTP S. Merapi Asahan I HEPP Asahan III HEPP Asahan IV& V HEPP Pd. Sidempuan Panyabungan Simpang 4 G.Tua Maninjau HEPP R. Prapat Pariaman Lubuk Alung Pd. Luar GIS Kota Singkarak HEPP S.Haru K. Pinang Bagan Batu P. Pangarayan PIP Payakumbuh Sumbar Pessel Pd. Panjang Pauh Limo Indarung Bungus PLTU Sumbar-1 Bagan Siapi- api Bangkinang Batusangkar Duri Minas Garuda Sakti Kt. Panjang HEPP Salak Solok Kambang Kandis Ombilin PLTP G. Talang PLTP M. Laboh Mukomuko Dumai New G.Sakti Teluk Lembu S. Penuh KID Perawang Pasir Putih T. Kuantan Kiliranjao Muara Bungo Merangin HEPP Siak Sri Indra Pura Tenayan Tes HEPP Argamakmur Kulim Sukamerindu P. Kerinci PLTU Riau Kemitraan P.Baai Malaka Bangko PLTP Hulu Lais Pekalongan Rengat Sarolangun Lubuk Linggau Musi HEPP Muara Bulian Muara Rupit 2017 T. Tinggi Pagar Alam Manna Tembilahan PLTU K. Agung Lahat PLTU Jambi (KPS) Aur Duri PLTU S. Belimbing PLTU Banjarsari Sekayu M. ENIM PLTP R. Dedap K. Tungkal PLTP L. Balai Muara Dua Payo Selincah Bukit Asam B. Lincir Betung Baturaja S. Lilin. PLTG G. Megang B. Umpu Tl. Kelapa GIS Kota I 2 PLTG Kaji 1 Keramasan Prabumulih Bukit Kemuning T.Api-api Simpang 3 Gumawang 1. PLTG Apung 2. PLTG Ex Pulo Gadung 3. IPP Palembang Timur Borang Mariana PLTP Metro D. Ranau Besai HEPP Sribawono Adijaya Tegineneng B. Tegi Gd. Tataan Natar PLTP S. Sekincau HEPP Pagelaran Langkapura Sutami Liwa PLTP Suka UluBelu Tlk. New rame Tarahan Bengkunat K. Agung Betung PLTP Wai Ratai 3 P. Ratu 7 4 Kotabumi Tlk. Ratai Kayu Agung 5 6 Menggala Tarahan Mesuji PLTP Rajabasa Dipasena Sp.Banyak Kalianda Sistem

103 LAMPIRAN III.2 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU JAWA SURALAYA CILEGON CLGON GU TNAGA MKRNG PRIOK M.TAWAR GU GU BLRJA KEMBANGAN BEKASI CAWANG SKMDI CIBATU KSBRU PBRAN GANDUL CIBINONG SALAK P DEPOK BGBRU CISOKAN CNJUR SAGULING CIRATA CGRLG PDLRG BANDUNG SELATAN CKPAY UBRNG DAGO CKSKA RCKEK DRJAT P KMJNG GARUT HRGLS P MANDIRANCAN CAMIS TASIKMALAYA INDMY JTBRG SRAGI BNJAR CIREBON MNANG TJ JATI A BRBES RWALO CLCAP TJ JATI A GU KBSEN KBSEN PEMALANG GBONG KESUGIHAN/ RAWALO ADIPALA MRICA JATENG WLERI KLNGU DIENG KBMEN GRUNG WALIN KRPYK WSOBO PWRJO UNGARAN WATES BNTUL TBROK GU MJNGO MDARI KNTUG JPARA KUDUS JAJAR T.JATI PEDAN PATI PWRDI KDMBO WNSRI SRGEN PALUR WNGIRI BLORA RBANG CEPU NGAWI MNRJO DWIMA BJGRO BNRAN TUBAN BABAT NGBNG KTSNO KEDIRI LNGAN GRESIK KRIAN MKRTO NGORO BNGIL SKLNG GLTMR BNGIL GRATI PAKIS BKLAN TANDES SBLTN SPANG PBLGO GNDING PMKSN PAITON SMNEP STBDO BDWSO SMANU PCTAN WLNGI KBAGN LMJNG TNGUL JMBER BWNGI GLNUK NGARA PMRON BTRTI AM UBUD GTENG ANTRI KAPAL GNYAR PBIAN NSDUA Keterangan: T/L 150 kv Existing T/L 150 kv Rencana T/L 500 kv Existing T/L 500 kv Rencana T/L 500 kv HVDC Rencana

104 LAMPIRAN III.3 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU KALIMANTAN Keterangan: T/L 70 kv Existing T/L 150 kv Existing T/L 150 kv Rencana T/L 275 kv Rencana Tj. Selor U Tj. Redep U U Singkawang U M Sambas Bengkayang M Mempawah Ngabang Sukadan a Ketapang Siantan Tayan Sei Raya U U U Sekadau U U Sintang Sanggau Nanga Pinoh GB Sandai U D Pangkalan Bun Kotabaru U Sampit D U GB Putusibau Kuala Kurun Kasongan U Puruk Cahu D D D New Palangkaraya Palangkaraya D U Selat U D G Muara Teweh Buntok D Amuntai U Tanjung D Barikin Ranatu Kayutangi D Seberang Trisakti A Batu Licin Kotabaru A Barito Ulin Mantui Cempaka D l Pelaihari U U Kuaro Petung U Karangjoang Bontang G U G U G Manggarsari U Industri Sangata

105 Isimu LAMPIRAN III.4 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU SULAWESI Likupang G Tolitoli U Leok Lopana U U Paniki Bitung Teling Ranomut D Tasik Ria A Kema Sawangan Tomohon Tonsea lama P Kawangkoan P U U Bintauna Lolak Otam P Botupingge Siboa Moutong G Marisa U U Molibagu Silae U U P Palu Baru Talise U Ampana Bunta Luwuk U Pasangkayu Poso Toili G A Tentena Kolonedale U Mamuju Wotu Malili A Palopo A Makale Lasusua Majene A Bakaru A A Polmas Enrekang Pinrang Pare D Sidrap Sengkang G GU Keera/ Siwa A Kolaka U Unaaha A U U Kendari P U Soppeng U U Barru Bone Pangkep Tonasa Maros Kajuara Bosowa Tello D G Sinjai A M U Tallasa Bulukumba U Jeneponto U U Raha M U U Bau-Bau Keterangan: T/L 70 kv Existing T/L 150 kv Existing T/L 150 kv Rencana T/L 275 kv Rencana

106 LAMPIRAN III.5 PETA JARINGAN TRANSMISI PROVINSI MALUKU Keterangan: T/L 20 kv Rencana T/L 70 kv Rencana Piru A A Bula A A A Waai U Tulehu Kairatu P ACSR 1X240 mm 2 46 km (2014) A Haruku A ACSR 1X240 mm km (2017) Masohi A Tehoru Ambon ACSR 1X240 mm 2 24 km (2012)

107 LAMPIRAN III.6 PETA JARINGAN TRANSMISI PROVINSI MALUKU UTARA Tobelo Keterangan: T/L 20 kv Rencana T/L 150 kv Rencana ACSR 1X240 mm km (2017) A D U P Jailol o ACSR 1X240 mm 2 42 km (2014) D ACSR 1X240 mm 2 20 km (2014) ACSR 1X240 mm 2 72 km (2014) Buli Weda

108 LAMPIRAN III.7 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU LOMBOK Keterangan: T/L 150 kv Rencana A GH A Tanjung GI Tanjung A P G GI Ampenan D GI Pringgabaya U U U GI Jeranjang D GI Selong U GI Sengkol GI Kuta

109 LAMPIRAN III.8 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU SUMBAWA Keterangan: T/L 70 kv Rencana T/L 150 kv Rencana U U U U GI Labuhan GI Bima GI Dompu GI Taliwang U P

110 LAMPIRAN III.9 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU TIMOR Keterangan: Atapupu U T/L 70 kv Rencana Atambua Kefamenanu Soe/Nonohonis Naibonat U U Bolok Mulafa

111 LAMPIRAN III.10 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU FLORES Keterangan: T/L 70 kv Rencana G U Labuhan Bajo Ruteng Ropa U P Maumere Bajawa P Ende P Ende 20 MVA (2011) G Waingapu

112 LAMPIRAN III.11 PETA JARINGAN TRANSMISI PULAU PAPUA Keterangan: T/L 70 kv Rencana T/L 150 kv Rencana

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T No.713, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Uap Panas bumi. PLTP. Pembelian. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG 1 PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik memiliki

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te No.28, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KETENAGALISTRIKAN. Tenaga Listrik. Kegiatan. Usaha. Penyediaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : Mengingat : a. bahwa tenaga listrik mempunyai

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT No. Urut: 02, 2013 Menimbang : a. LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN 29 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik

Lebih terperinci

RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL

RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1213 K/31/MEM/2005 TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA, 25 April

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa tenaga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANDAILING NATAL, SALINAN Menimbang : a. bahwa tenaga

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan ketenagalistrikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa tenaga

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI I. UMUM Sumber daya Panas Bumi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat

Lebih terperinci

2014, No Nomor 5286); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tanggal 3 November 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara se

2014, No Nomor 5286); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tanggal 3 November 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2014 KEMENESDM. Retensi Arsip Substantif. Ketenagalistrikan. Jadwal. PERATUR MENTERI ENERGI D SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTG JADWAL

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN SALINAN OLEH : WALIKOTA BATAM NOMOR : 3 TAHUN 2013 TANGGAL : 19 MARET 2013 SUMBER : LD 2013/3, TLD NO. 88 WALIKOTA BATAM, Menimbang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0010 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK LINTAS PROVINSI ATAU YANG TERHUBUNG DENGAN JARINGAN TRANSMISI NASIONAL MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, 1 SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang berkesinambungan

Lebih terperinci

RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL 2008 s.d. 2027

RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL 2008 s.d. 2027 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 2682 K/21/MEM/2008 TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL 2008 s.d. 2027 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, SALINAN GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN UMUM Bahwa tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA No.127, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG HARGA PEMBELIAN TENAGA LISTRIK OLEH PT PLN (PERSERO) DARI PEMBANGKIT

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

No Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan mengenai usaha penyediaan tenaga listrik, yang mencakup jenis usaha, wilayah usaha, pelaku usah

No Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan mengenai usaha penyediaan tenaga listrik, yang mencakup jenis usaha, wilayah usaha, pelaku usah No. 5281 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KETENAGALISTRIKAN. Tenaga Listrik. Kegiatan. Usaha. Penyediaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan usaha penyediaan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2016 ENERGI. Darurat. Krisis. Penanggulangan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN DAERAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 Disampaikan oleh: Dwi Hary Soeryadi Anggota Dewan Energi Nasional BANJARMASIN, 8 SEPTEMBER 2015 STRUKTUR ORGANISASI DEWAN ENERGI NASIONAL PIMPINAN Ketua

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 22 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 22 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA YA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 22 TAHUN 2012 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara R

2 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara R BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.594, 2014 KEMEN ESDM. Pembelian. Tenaga Listrik. PLTA. PT PLN (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2004 SERI B NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2004 SERI B NOMOR 1 No. 6, 2004 - LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2004 SERI B NOMOR 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH PROVINSI

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM

Materi Paparan Menteri ESDM Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) 2017-2026 disampaikan oleh: Alihuddin Sitompul

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang berkesinambungan

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300, No.43, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Rencana Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan

Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan 1. Pendahuluan Geografis (Harry) Kota Tarakan adalah salah satu pemerintah daerah yang saat ini berada pada provinsi

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU Menimbang : a. bahwa untuk melaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Harga Pembelian Listrik Skala Kecil. Menengah..

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Harga Pembelian Listrik Skala Kecil. Menengah.. No.427, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Harga Pembelian Listrik Skala Kecil. Menengah.. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: DOlO TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK LINTAS PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lem

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lem No. 512, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Harga. Batubara. Penyediaan dan Penetaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang Mengingat : a. bahwa ketenagalistrikan merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2015 KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Jaringan. Pemanfaatan. Penyediaan. Kerjasama. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci