BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN KERJA, DAN PENGUPAHAN. 2.1 Pengertian Outsourcing Dan Dasar Hukum Outsourcing

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN KERJA, DAN PENGUPAHAN. 2.1 Pengertian Outsourcing Dan Dasar Hukum Outsourcing"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN KERJA, DAN PENGUPAHAN 2.1 Pengertian Outsourcing Dan Dasar Hukum Outsourcing Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK istilah outsourcing terdapat dalam pasal 64 yang menyatakan bahwa Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perushaan penyedia jasa pekerja/buruh. 23 Outsourcing adalah penyerahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian pemborong pekerjaan secara tertulis. 24 Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan Pasal 65 ayat 920 Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK, sebagai berikut: a. Dilakukan terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan; 23 Lalu Husni II Ibid, h.187. Jakarta, h Maimun, 2007, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT. Pradnya Paramita, 23

2 24 b. Dilakukan dengan perintah langsung dan tidak langsung dari pemberi kerja, hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melakukan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan yang mendukung dan mempelancar pelaksanaan pekerja sesuai alur kegiatan kerja diperusahaan pemberi pekerjaan; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung. Penentuan sifat dan jenis pekerjaan tertentu yang dapat di outsource merupakan hal yang prinsip dalam praktik outsourcing, karena hanya sifat dan jenis atau kegiatan penunjang perusahaan saja yang boleh di outsource. Outsourcing tidak boleh dilakukan untuk sifat dan jenis kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi. Perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus perusahaan yang berbadan hukum. 25 Agar perusahaan penerima pekerjaan tidak bisa menghindar dari tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana mestinya dan untuk menjamin perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang dipekerjakan. Dasar hukum outsourcing di Indonesia adalah UUK, UUK memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan kepada perusahaan lain melalui pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Dalam UUK kedua bentuk kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat 25 Ibid.

3 25 yang dimaksudkan antara lain, wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat secara tertulis. Sedangkan perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan. Di dalam KUHPerdata, pengaturan outsourcing mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan dimuat di dalam ketentuan Pasal 1601 b yakni Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri utnuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan. Ketentuan pemborongan pekerjaan pekerjaan dalam KUHPerdata sedikit berbeda dengan yang ditemukan dalam UUK. Perbedaannya terlihat pada pasalpasal yang diatur dalam KUHPerdata tidak dibatasi pekerjaan-pekerjaan mana saja yang dapat di outsource, sedangkan dalam UUK dibatasi, yakni hanya terhadap produk/bagian-bagian yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis uatam perusahaan Perjanjian Kerja Perjanian kerja (Arbeidsoverenkoms), menurut Pasal 1601 a KUHPerdata bahwa: Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan), selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah. Pasal 1 angka 14 UUK memberikan pengertian Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusahan atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 26 Lalu Husni I, op.cit, h.192.

4 26 Perjanjian menurut Subekti (dikutip dari bukunya Djumadi) adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yang dalam bahasa Belanda disebut dierstverhandling, yaitu suatu yang berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain. 27 Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UUK, Perjanian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Adapun bentuk-bentuk perjanjian kerja antara lain : 1. Perjanjian kerja lisan UUK membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan syarat pengusaha wajib, membuat surat pengangkatan bagi pekerja. 2. Perjanjian kerja tulis Perjanjian kerja tertulis sekurang-kurangnya harus memuat tentang jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima dan berbagai hak dan kewajiban lainnya bagi masing-masing pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UUK. Namun demikian, sekalipun Undang-Undang memberikan kebebasan kepada pihak-pihak untuk menentukan isi perjajian pemborongan pekerjaan, syarat dan ketentuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan norma keadilan. Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat yang ada pada ketentuan pasal 1320 KUHPerdata bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang 27 Djumadi, op.cit, h.63.

5 27 sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam UUK Pasal 52 bahwa kesahan suatu perjanjian kerja harus memenuhi 4 syarat sebagai berikut : Untuk sahnya suatu perjanjian kerja diperlukan sempat syarat : a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. Pekerjaan yang diperjanjiakm tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila perjanjian kerja yang dibuat itu bertentangan dengan ketentuan huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja dapat dibatalkan, sedangkan apabila bertentangan dengan ketentuan huruf c dan d maka akibat hukumnya perjanjian batal demi hukum. 28 Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada pekerja dan pemberi pekerja, perjanjian kerja yang dikaitkan dengan jangka waktunya dibagi menjadi 2 jenis perjanjian kerja. Kedua jenis perjanjian kerja yang diperbolehkan oleh UUK adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). 1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjajian kerja waktu tertentu di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 28 Maimun, op.cit, h.42.

6 28 100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasal 1 angka 1 (Selanjutnya disebut Kep.100/Men/VI/2004) adalah Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud didasarkan pada: a. Jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun atau dua tahun b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu, dapat didasarkan pada tercapainya tujuan diadakan suatu pekerjaan. Arttinya, setelah pekerjaan selesai maka berakhirlah perjanjian kerja. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. 29 Dalam ketentuan Pasal 58 disebutkan bahwa Perjanjian kera waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja dan jika diisyaratkan maka perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu yang tertuang dalam ketentuan Pasal 59 ayat (1) yaitu : a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; 29 Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.61.

7 29 b. Pekerjaan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga (3) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Dalam perjanjian kerja waktu tertentu ini telah ditentukan jangka waktu berlakunya pekerjaan tersebut jika jangka waktunya berakhir maka pengusaha dapat memperbaharui atau memperpanjang perjanjian tersebut dengan pekerja/buruh. Di dalam Pasal 59 UUK disebutkan ketentuan mengenai perpanjangan dan pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan Pasal 62 UUK disebutkan bahwa: Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja selai alasan-alasan tersebut diatas atau sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. 2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian Kerja waktu tidak tertentu menurut Kep.100/Men/VI/2004 Pasal 1 angka 2 adalah Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.

8 30 Perjanjian kerja waktu tidak tertentu ini dapat mensyaratkan masa percobaan kepada pekerja asal hal itu dituangkan dalam perjanjian tertulis atau bila perjanjian kerjanya secara lisan masa percobaan harus dicatumkan dalam surat pengangkatan. 30 Perjanjian kerja waktu tidak tertentu jika dibuat secara lisan dan pekerja telah selesai masa percobaan maka sesuai dengan Pasal 63 ayat (1) UUK maka pengusahan wajib membuat surat pengangkatan untuk pekerja/buruh tersebut. Adapun dalam surat pengangkatan itu memuat: a. Nama dan alamat pekerjaan; b. Tanggal mulai bekerja; c. Jenis pekerjaan; dan d. Besarnya upah. Dalam perjanjian waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling paling lama 3 bulan dan pengusaha dilarang membayar dibawah upah minimum yang berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 60 UUK. 2.3 Hubungan Kerja Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subyek hukum yang 30 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, 2013, Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Aplikasinya, Dunia Cerdas, Jakarta, h.178.

9 31 melakukan hubungan kerja adalah pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja/buruh. 31 Imam Soepomo berpendapat bahwa hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dengan majiakn, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah, dan dimana majikan menyatakan kesanggupan untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 UUK disebutkan bahwa Hubungan kerja adalah hubungan antara perusahaan dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Unsur- Unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja dengan ketentuan Pasal 1 angka 15 UUK adalah: 1. Adanya pekerjaan (arbeid); Pekerjaan yang diberikan bebas sesuai dengan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan majikan tanpa adanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. 2. Dibawah perintah/gezag ver houlding; Dimana pekerja/ buruh melakukan pekerjaan atas perintah dari majikan, hubungan ini adalah hubungan antara atasan dan bawahan sehingga bersifat subordinasi; 3. Adanya upah tertentu/loan; Jakarta, h Asri Wijayanti, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,

10 32 Imbalan yang diberikan oleh majikan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja/buruh 4. Dalam waktu yang ditentukan. Berakhirnya hubungan kerja berdasarkan waktu tertentu atau sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan. Untuk waktu tertentu dikenal dengan istilah kontrak kerja atau pekerja harian lepas. Dalam praktik outsourcing, terdapat tiga pihak yang melakukan hubungan hukum, yaitu pihak principal (perusahaan pemberi kerja), pihak vendor (perusahaan penerima pekerjaan atau penyedia jasa tenaga kerja) dan pihak pekerja/buruh, dimana hubungan hukum pekerja/buruh bukan dengan perusahaan principal melainkan dengan perusahaan vendor. Hubungan hukum yang terbentuk dengan pekerja dalam perjanjian pemborongan pekerjaan adalah antara perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja/buruh. Sedangkan perusahaan pemberi pekerjaan hanya mempunyai kewajiban yang terbatas, yakni pemenuhan kewajiban yang telah disepakati dengan perusahaan penerima pekerjaan Pengertian Upah Pengertian upah adalah pengertian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 30 UUK yang menyebutkan upah adalah: Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan atau dibayar menurut suatu perjanjian kerja, h Sehat Damanik, 2006, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja, DSS Publishing, Jakarta,

11 33 kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Menurut Edwin B. Filippo dalam karya tulisan berjudul Principles of Personal Management menyatakan bahwa yang dimaksud dengan upah adalah harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan hukum. 33 Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima pekerja/buruh selama ia melakukan pekerjaan. Upah merupakan unsur penting dalam perjanjian kerja, karena apabila tidak terpenuhinya upah maka hubungan kerja yang telah dibuat tersebut belum mencerminkan terlaksananya perjanjian kerja, meskipun telah memenuhi ketiga unsur dalam pembuatan perjanjian kerja. Di dalam Pasal 94 UUK menyebutkan bahwa Komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah pokok dan tunjangan tetap. Berkaitan dengan tunjangan yang diberikan perusahaan pada pekerja/buruh dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Tunjangan tetap Tunjangan tetap ialah tunjangan yang diberikan oleh perusahaan secara rutin kepada pekerja/burh per bulan yang besarnya relatif tetap. 34 Contoh: tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi dan lain lain Jakarta, h I Wayan Nedeng, 2003, Lokakarya Dua Hari: Outsourcing dan PKWT, Lembangtek, 34 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, op.cit, h.210.

12 34 2. Tunjangan tidak tetap Tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja/buruh dimana penghitungannya berdasarkan kehadiran kerja. 35 Contoh: tunjangan transportasi, tunjangan makan, biaya operasional dan lainlain. 2.5 Jenis-Jenis Upah Jenis-jenis upah yang terdapat dalam berbagai kepustakaan hukum perburuhan dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Upah Norminal Upah Nominal merupakan sejumlah uamh yang dibayarkan kepada para pekerja/burh yang berhak secara tunai sebagai imbalan pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja. 36 b. Upah Nyata (Real Wages) Upah nyata merupakan upah uang yang nyata yang benar-benar harus diterima oleh seseorang pekerja/buruh yang berhak. 37 Upah nyata ini ditentukan oleh daya beli upah tersebut yang akan banyak tergantung dari : 1) Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima; 2) Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan. 35 Rukiyah L, dan Darda Syahrizal, loc.cit. 36 G. Kertasapoetra, 1992, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Sinar Grafika, Jakarta, h Ibid.

13 35 c. Upah Hidup Upah hidup ini merupakan upah yang diterima pekerja/buruh relatif cukup untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas yang tidak hanya kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan sosial keluarganya, seperti pendidikan, asuranis, rekreasi, bahan pangan dan lain-lain. 38 d. Upah Minimum (Minimum wages) Upah minimum ini adalah upah yang akan dijadikan standar oleh majikan dalam menentukan upah yang sebenarnya. Upah minimum ditentukan oleh pemerintah dan upah minimum dapat berubah sesuai dengan tujuan ditetapakannya upah minimum tersebut. 39 e. Upah Wajar (Fair wages) Upah wajar maksudnya ialah sebagai upah yang secara relative diniali cukup wajar oleh pengusaha dan para pekerja/buruh sebagai uang imbalan atau jasajasa yang diberikan pekerja/buruh kepada pengusaha atau perusahaan sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh mereka. 40 Dari jenis-jenis upah diatas, upah wajarlah yang diharapkan oleh para pekerja/buruh bukan upah hidup. Upah hidup bukan lah harapan karena kondisi perusahaan-perusahaan belum berkembang baik dan belum besar permodalannya. 38 Lalu Husni I, op.cit, h Lalu Husni I, loc.cit. 40 Lalu Husni I, op.cit, h.91.

14 36 Pengertian Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem juga merupakan kesatuan bagianbagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. Ada beberapa elemen-elemen yang membentuk sebuah sistem yaitu : a. Tujuan Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja, tujuan antara satu sistem dengan sistem yang lain berbeda. b. Masukan Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa halhal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak. Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa pelanggan).

15 37 c. Proses Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa aktivitas pembedahan pasien. d. Keluaran Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya. e. Batas Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan daerah di luar sistem (lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi, ruang lingkup, atau kemampuan sistem. Sebagai contoh, tim sepakbola mempunyai aturan permainan dan keterbatasan kemampuan pemain. Pertumbuhan sebuah toko kelontong dipengaruhi oleh pembelian pelanggan, gerakan pesaing dan keterbatasan dana dari bank. Tentu saja batas sebuah sistem dapat dikurangi atau dimodifikasi sehingga akan mengubah perilaku sistem. Sebagai contoh, dengan menjual saham ke publik, sebuah perusahaan dapat mengurangi keterbatasan dana.

16 38 f. Mekanisme Pengendalian dan Umpan Balik Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan. g. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar sistem. Lingkungan bisa berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau menguntungkan sistem itu sendiri. Lingkungan yang merugikan tentu saja harus ditahan dan dikendalikan supaya tidak mengganggu kelangsungan operasi sistem, sedangkan yang menguntungkan tetap harus terus dijaga, karena akan memacu terhadap kelangsungan hidup sistem. Ada beberapa tipe sistem berdasarkan kategori yaitu : (1) Atas dasar keterbukaan: a. Sistem terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya. b. Sistem tertutup. (2) Atas dasar komponen: a. Sistem fisik, dengan komponen materi dan energi. b. Sistem non-fisik atau konsep, berisikan ide-ide.

17 39 Ada beberapa Teori Pengupahan yaitu sebagai berikut : 1. Teori Upah Teori tentang pembentukan harga (pricing) dan pendayagunaan input (employment) disebut teori produktivitas marginal (marginal productivity theory), lazim juga disebut teori upah (wage theory). Produktivitas marginal tidak terpaku semata-mata pada sisi permintaan (demand side) dari pasar tenaga kerja saja. Suatu perusahaan kompetitif yang membeli tenaga kerja di suatu pasat kompetitif sempurna akan menyerap tenaga kerja sampai ke suatu titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk marginal (VMP). Dengan demikian VMP merupakan kurva permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja. 2. Teori Upah Tenaga Kerja Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam hal upah dan pembentukan harga upah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya harga upah tenaga kerja. 3. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo Teori ini menerangkan: - Upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja dengan keluarganya. - Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Upah

18 40 harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Oleh ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja. 4. Teori Upah Besi Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh, karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen. Berhubungan dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah Teori Upah Besi. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi kebijakan para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja. 5. Teori Dana Upah Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill, Menurut teori ini tinggi upah tergantung kepada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran upah. Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah yang cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja. 6. Teori Upah Etika Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, merupakan suatu tindakan yang tidak

19 41 etis. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan tunjangan keluarga. Pendapatan adalah nilai maksimal yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, pendapatan merupakanbalas jasa yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang punya majikan tapi tidak tetap. 2.6 Penetapan Upah Minimum Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. 41 Pembahasan mengenai upah minimum diatur dalam Pasal 89 UUK, adapun isinya seperti yang tertera di bawah ini : (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas: a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota; (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. 41 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, op.cit, h.211.

20 42 (3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. (4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Di dalam Pasal 89 ayat (2) UUK bahwa penentuan upah minimum harus tetap memperhatikan kebutuhan hidup pekerja/buruh dimana merekapun harus mendapatkan kehidupan yang layak. Upah minimum dibuat sebagai implikasi dari Pasal 88 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUK, untuk mengarah kepada pencapaian kebutuhan hidup yang layak. Pasal 88 ayat (2) memuat bahwa Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang meliputi: a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja; d. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; e. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; f. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; g. Bentuk dan cara pembayaran upah; h. Denda dan potongan upah; i. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

21 43 j. Struktur dan skala pengupahan yang proposional; k. Upah untuk pembayaran pesangon; l. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Selanjutnya Pasal 88 ayat (4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal pengusaha memberikan upah harus mengingat upah minimum yaitu upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap, dengan ketentuan upah pokok serendah rendahnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah minimum. Ketetapan upah minimum berlaku bagi buruh harian, bulanan dan borongan. Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2013 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), dimana Penetapan Upah Minimum di Bali Pada Tahun 2014 sebesar Rp dan Tahun 2015 sebesar Sedangkan pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 65 Tahun 2013 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Penetapan Upah Minimum di Kabupaten Denpasar yaitu tahun 2014 sebesar Rp dan tahun 2015 sebesar Rp Peningkatan upah minimum ini melalui pertimbangan-pertimbangan dan sesuai dengan kebutuhan hidup pekerja/buruh, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi pekerja/buruh.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Pengertian Tentang Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #11 Ganjil 2014/2015 SISTEM TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI

TIN102 - Pengantar Teknik Industri Materi #11 Ganjil 2014/2015 SISTEM TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI SISTEM Materi #11 TIN102 PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI Definisi Sistem 2 Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Outsourcing 1. Pengertian Outsourcing Outsourcing dalam bidang ketenagakerjaan, diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 23 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Manusia selalu dituntut untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK A. Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata (Burgerlijke Wetboek) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum Sumiyati, Susanti Ita, Purwaningsih, S.S. E-mail: sumiyati@polban.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 25 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN

PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN Disusun Oleh : Arina Idzna Mardlillah (135030200111022) Silvia Indra Mustika (135030201111158) Nur Intan Maslicha (135030207111008)

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN 37 BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN A. Pengaturan tentang Hubungan Kerja Pada dasarnya hubungan

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN UPAH. imbalan dalam bentuk lain. Kemudian dalam Pasal 1 angka 11 UU Nomor 40

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN UPAH. imbalan dalam bentuk lain. Kemudian dalam Pasal 1 angka 11 UU Nomor 40 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN UPAH 2.1 Pekerja 2.1.1 Pengertian Pekerja Dalam Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.100/MEN/VI/2004 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pekerja, Pengusaha, dan Perusahaan a. Pekerja. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain. Dalam

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Taufiq Yulianto Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang ABSTRACT: A work agreement

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING 24 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING 2.1. Tinjauan Umum Tentang Pekerja 2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pekerja Pemakaian istilah tenaga kerja, pekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara 21 BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Pengusaha dan pekerja memililki hubungan yang disebut dengan hubungan kerja. Hubungan kerja dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560 2492 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN ALIH DAYA (OUTSOURCING) ANTARA PDAM DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Inflasi Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. kenaikan harga pada satu atau dua barang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Upah a. Pengertian Upah 1) Upah adalah imbalan kerja yang dihitung secara langsung berdasarkan pada jumlah waktu kerja ( Riani, 2011:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi pekerja atau buruh dituangkan dalam UU Nomor 13 tahun 2003. Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian tenaga kerja Dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengenai tenaga

Lebih terperinci

SISTEM PERLINDUNGAN UPAH DI INDONESIA

SISTEM PERLINDUNGAN UPAH DI INDONESIA SISTEM PERLINDUNGAN UPAH DI INDONESIA Evy Savitri Gani Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon E-mail : evysavitrigani@gmail.com ABSTRACT Wages are very important for the workers or laborers. Wage

Lebih terperinci

Miftakhul Huda, S.H., M.H

Miftakhul Huda, S.H., M.H Miftakhul Huda, S.H., M.H Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap Dapat mensyaratkan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh: TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN Oleh: Ayu Puspasari, S.H., M.H Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Email: ABSTRAK Penyerahan sebagian

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Sistem 2.1.1.1. Pengertian Sistem Menurut A.Hall (2001:5), sebuah sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai upaya dalam meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat sering dihadapi oleh negara-negara seperti halnya Indonesia. Persoalan yang paling mendasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang sedang giat dilaksanakan oleh segenap rakyat Indonesia mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik sumber daya alamnya,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama. 72 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam meningkatkan upah di PT. Vidya Rejeki Tama yang ditempatkan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta adalah melakukan pembicaraan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Umum Upah Minimum Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 31 Undangundang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017 KAJIAN HUKUM TENAGA HARIAN LEPAS PADA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE 1 Oleh : Dewi Sainkadir 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam memenuhi kebutuhan hidup keseharian semua manusia yang telah memiliki usia produkuktif tentunya membutuhkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

H U B U N G A N K E R J A

H U B U N G A N K E R J A IX H U B U N G A N K E R J A HUBUNGAN KERJA TERJADI KARENA ADANYA PERJANJIAN KERJA Pengusaha Pekerja/buruh Secara tertulis / lisan ps 51 (1) Untuk waktu tertentu ps 56 (1) Untuk waktu tidak tertentu Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH oleh Michele Agustine I Gusti Ketut Ariawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Wages play an important

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

KOMPETENSI dan INDIKATOR

KOMPETENSI dan INDIKATOR HUBUNGAN KERJA KOMPETENSI dan INDIKATOR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dankonsephubungankerjayang diaturdalamuu No. 13 Tahun 2003. INDIKATOR Mahasiswadiharapkanmampu:

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN. dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa ketenagakerjaan adalah segala

BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN. dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa ketenagakerjaan adalah segala 22 BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Perjanjian Kerja Adapun mengenai ketenagakerjaan adalah menyangkut secara keseluruhan dari aspek yang berkaitan dengan tenaga kerja secara umum, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERLINDUNGAN KERJA OUTSOURCING MENURUT UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN FIQH MUAMALAH

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERLINDUNGAN KERJA OUTSOURCING MENURUT UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN FIQH MUAMALAH BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERLINDUNGAN KERJA OUTSOURCING MENURUT UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN FIQH MUAMALAH A. Persamaan Perlindungan Kerja Outsourcing menurut UU No. 13 Tahun 2003 dan Fiqh Muamalah

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA DAN PERDAGANGAN JASA PARIWISATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA DAN PERDAGANGAN JASA PARIWISATA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA DAN PERDAGANGAN JASA PARIWISATA 2.1 Konsep Perlindungan Hukum Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial

Lebih terperinci

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG 26 Agustus 2013 PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR

BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR Oleh : Citra Prameswari I Nyoman Mudana Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pada Artikel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING) BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING) A. Tinjauan Teoretis mengenai Tenaga Kerja Penyelia Jasa (Outsourcing) 1. Sejarah Hubungan Tenaga Kerja Hubungan perburuhan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada 1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 2. Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 : Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial, tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Manusia hidup selalu bersama dimulai dari keluarga, masyarakat, hingga membentuk satu suku bangsa.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA. jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi

BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA. jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA A. Pengertian Outsourcing Persaingan dalam dunia bisnis antara perusahaan, membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

Kesepakatan/Perjanjian Kerja

Kesepakatan/Perjanjian Kerja Kesepakatan/Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja dan majikan didefinisikan sbb : Pekerja/buruh : setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain

Lebih terperinci