Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak"

Transkripsi

1

2 1.1. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), dijelaskan bahwa negara telah memberikan kewenangan penyelenggaraan penataaan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah, dalam hal pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah sebagai daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Daerah otonom juga mempunyai kewenangan yang besar dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, di wilayahnya masingmasing. Permasalahan penyelengaraan penataan ruang di kawasan perkotaan diantaranya adalah semakin menurunnya kualitas permukiman yang ditunjukkan antara lain oleh: kemacetan, kawasan kumuh, pencemaran (Air, Udara, Suara, Sampah), dan hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau (RTH) untuk artikulasi sosial dan kesehatan masyarakat, kurang tersedianya sarana jaringan pejalan kaki, tidak tersedianya ruang untuk kegiatan sektor informal, bencana alam, banjir dan longsor yang frekuensinya semakin sering dan dampaknya semakin luas, terutama pada kawasan yang berfungsi lindung. Meningkatnya jumlah penduduk dan keterbatasan luasan wilayah kota Pontianak menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat. Jumlah penduduk perkotaan yang tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka ( open spaces ) di perkotaan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan perkotaan seringkali tidak termanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan bahkan terbengkalai dan ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena desain Ruang Terbuka Hijau tersebut tidak dapat mewadahi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Ruang Terbuka Hijau hendaknya tidak hanya mampu menampung aktivitas sosial masyarakat saja tetapi dapat memberikan fungsi rekreatif, edukatif serta memiliki kontribusi positif bagi lingkungan sekitar. Secara umum ruang terbuka publik ( open spaces ) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). Sedangkan ruang terbuka non-hijau dapat I- Laporan Akhir 1

3 berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam-kolam retensi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka ( open spaces ) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Fungsi ruang terbuka hijau pada wilayah perkotaan sangat banyak, yaitu dari aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis ruang terbuka hijau dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman, hutan kota, jalur sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan ruang terbuka hijau dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai landmark kota yang berbudaya. Bentuk ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya. Secara arsitektural ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu ruang terbuka hijau juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahanurban agriculture) dan pengembangan lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan ( sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan. Undang-undang Penataan Ruang secara tegas mengamanatkan 30% dari wilayah kota berwujud Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan minimal 20% merupakan RTH publik. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologi, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota. Dalam upaya mewujudkan ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka publik, khususnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Sebagai bagian dari wilayah perkotaan, ruang terbuka hijau harus diselenggarakan secara terencana dan terpadu seiring dengan pembangunan perkotaan yang memperhatikan antara lain rencana tata ruang dan lingkungan agar terwujud pengelolaan perkotaan yang efisien serta tercipta ruang-ruang terbuka hijau dengan lingkungan yang sehat, indah, dan nyaman. Namun perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Seiring dengan berkembangnya kota, kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya semakin bertambah sehingga ruang hijau tersebut mengalami konversi guna laha menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan samping di ruasruas jalan tertentu. I- Laporan Akhir 2

4 Pembangunan kota cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuh banyak dialih fungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana kota lainnya. Lingkungan perkotaan hanya berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan berupa meningkatnya suhu udara, pencemaran udara, menurunnya permukaan air tanah, banjir, intrusi air laut, serta meningkatnya kandungan logam berat dalam tanah. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis sosial), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk interaksi sosial. Dalam hal ini, diperlukan sebuah perencanaan yang tidak hanya berorientasi pada pemenuhan tujuan jangka pendek namun perlu mengembangkan visi dan misi ke depan dengan mempertimbangkan faktor kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Strategi pemanfaatan ruang, baik untuk kawasan budidaya maupun kawasan lindung, perlu dilakukan secara kreatif, sehingga konversi lahan dari pertanian produktif ataupun dari kawasan hijau lainnya menjadi kawasan non hijau dan non produktif, dapat dikendalikan. Penyelenggaraan penataan ruang tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat pemerintah/pemerintah daerah namun juga masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010, dimana salah satu komponen penyelenggaraan penataan ruang yang diatur adalah mengenai pembinaan penataan ruang, yaitu bagaimana meningkatkan kualitas dan efektifitas penyelenggaraan penataan ruang, meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang dan meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Oleh karena itu, peran masyarakat dalam penataan ruang menjadi sangat penting saat ini, baik dalam proses perencanaan, pemanfaatan maupun dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan tersebut dilaksanakanlah kegiatan penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak. Kegiatan Penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak adalah kegiatan yang bertujuan mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan kawasan perkotaan yang berkelanjutan, berkualitas serta menambah vitalitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau, selain sebagai pemenuhan aspek legal-formal yaitu sebagai produk pengaturan ruang terbuka hijau (RTH), juga sebagai dokumen panduan atau pengendalian pembangunan dalam penyelenggaraan penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan agar memenuhi kriteria pembangunan dan pelayanan ruang terbuka hijau (RTH) kawasan perkotaan. Selain hal tersebut, Masterplan Ruang Terbuka Hijau diperlukan untuk mengarahkan jalannya pembangunan, mewujudkan pemanfaatan ruang terbuka hijau secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, melengkapi peraturan daerah tentang RTRW Kota, mengendalikan pertumbuhan fisik kawasan perkotaan, menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pembangunan yang berkelanjutan. I- Laporan Akhir 3

5 1.2. Dasar Hukum Penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan pada : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; c. Undang-undang Republik Indonesia No 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan; d. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; g. Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota; j. Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan; k. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; l. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan; m. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; n. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan; o. Peraturan Daerah Kota Pontianak terkait tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; p. Peraturan Daerah Kota Pontianak terkait tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Pontianak MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN Maksud Kegiatan Kegiatan Penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak dimaksudkan untuk melaksanakan amanat Undang Undang Penataan Ruang terkait dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau dan aspek-aspek penataan dan pengelolaannya Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menghasilkan suatu pedoman penataan dan pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Pontianak berupa informasi lokasi dan rencana penataan serta desain Ruang Terbuka Hijau untuk menghasilkan ruang kota yang nyaman dan perencanaan Ruang Terbuka Hijau yang lebih terarah. Kegiatan ini dicapai melalui proses kajian pustaka dipadukan dengan pengalaman empiris di lapangan, sehingga b uku dan pedoman yang dihasilkan dapat digunakan sebagai acuan bersama bagi pemerintah kota dan masyarakat dalam pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pontianak. Tujuan jangka panjang kegiatan ini adalah untuk mendorong peran serta masyarakat dan pemerintah kota dalam meningkatkan kualitas tata ruang dan mewujudkan fungsi Ruang Terbuka Hijau untuk mendukung kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi bagi masyarakat. I- Laporan Akhir 4

6 Sasaran Adapun sasaran yang hendak dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan ini adalah: - Terselenggaranya kajian pustaka mengenai tipe-tipe RTH, pembangunan dan cara pengelolaannya. - Teridentifikasinya kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota Pontianak - Terselenggaranya proses sintesa antara teori dan fakta di lapangan, sebagai masukan untuk merumuskan pedoman pembangunan dan pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan. - Merumuskan Strategi Pencapaian Ruang Terbuka Hijau Kota 30% - Tersedianya acuan lokasi-lokasi ruang terbuka Hijau di Kota Pontianak - Tersedianya acuan rencana penataan pada lokasi-lokasi Ruang Terbuka Hijau - Tersedianya acuan rencana desain pada lokasi-lokasi Ruang Terbuka Hijau - Tersedianya acuan rencana Perkiraan biaya penataan dan biaya design pada lokasi-lokasi Ruang Terbuka Hijau - Membuat arah pembangunan dan penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pontianak - Tersusunnya pedoman pembangunan dan pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan minimal berisikan: a. Luas minimum yang harus dipenuhi b. Penetapan jenis dan lokasi RTH yang akan disediakan c. Tahap-tahap implementasi penyediaaan RTH d. Ketentuan pemanfaatan RTH secara umum e. Tipologi masing-masing RTH, alternatif vegetasi pengisi ruang khususnya arahan vegetasi dalam kelompok besar, arahan elemen pelengkap pada RTH, hingga konsepkonsep rencana RTH sebagai arahan untuk pengembangan desain selanjutnya MANFAAT Pelaksanaan pekerjaan ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : - Sebagai refensi untuk memudahkan pemangku kepentingan Ruang Terbuka Hijau baik pemerintah kota, perencana maupun pihak-pihak terkait, dalam merencanakan dan membangun ruang terbuka hijau. - Memberikan panduan praktis bagi pemangku kepentingan Ruang Terbuka Hijau baik pemerintah kota, perencana maupun pihak-pihak terkait, dalam tatacara pembangunan dan tata cara pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau. - Memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk penyadaran perlunya Ruang Terbuka Hijau sebagai pembentuk ruang yang nyaman untuk beraktivitas dan bertempat tinggal. Gambar 1.1 Manfaat Ruang Terbuka Hijau MANFAAT SOSIAL - Rekreasi - Landmark kota - Estetika Kota - Penunjang Kesehatan - Penunjang Pendidikan Ekologi MANFAAT EKONOMI MANFAAT EKOLOGI - Peningkatan Nilai Properti - Konservasi Alam - Mengurangi Biaya - Iklim P erkotaan Peng gunaan Energi - Udara Bersih QUALITY OF LIFE - Mengurangi Resiko Bencana - Konservasi Air Tanah - Meningkatkan Pariwisata - Konservasi Lahan - Reduksi Kebisingan Sumber : Hasil Pemikiran Materi I- Laporan Akhir 5

7 1.5. RUANG LINGKUP Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan Kegiatan Penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak ini dilaksanakan di wilayah Kota Pontianak dengan mempertimbangkan aspek-aspek ketersediaan lahan, fungsi Ruang Terbuka Hijau dan nilai-nilai kearifan lokal serta prinsip-prinsip penyediaan Ruang Terbuka Hijau lainnya. Berdasarkan status kepemilikan Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu (a) Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik adalah RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan (b) Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat atau Non Publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. Dalam penyusunan Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak, ruang lingkup yang akan lebih dikembangkan adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Ruang Lingkup Materi Kegiatan Untuk menyelesaikan pekerjaan ini, diperlukan serangkaian kegiatan dengan lingkup sebagai berikut : a. Tahap persiapan - Pembentukan tim, kajian terhadap kerangka acuan kerja dan menyiapkan konsep serta rencana kerja. - Melakukan kajian pustaka mengenai RTH baik yang di luar maupun di dalam negeri. Kajian pustaka dan hasil studi dilakukan dengan mengumpulkan berbagai literature mengenai Ruang terbuka Hijau dan konsep-konsep penataan studi yang pernah dilakukan baik di kota Pontianak, di luar kota Pontianak maupun studi luar negeri yang dianggap cukup kompeten untuk diaplikasikan di Kota Pontianak. - Kajian ini antara lain mencakup : tipe/jenis RTH, fungsi RTH, nilai pebandingan luasan RTH terhadap luas kota atau jumlah penduduk, kajian lansekap (estetika), dan lainlain. b. Pengumpulan data dan informasi Data yang dikumpulkan dalam kegiatan survey dan observasi lapangan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis dan penerapan konsep penataan RTH. Hasil survey dan observasi meliputi peta (peta distribusi RTH kota), fotofoto (foto sampel-sampel RTH Eksisting), peraturan dan rencana-rencana terkait, sejarah dan signifikansi historis kawasan, kondisi sosial budaya, kependudukan, kondisi fisik dan lingkungan, kepemilikan lahan, prasarana dan fasilitas dan data-data lainnya yang relevan. - Mengumpulkan data dan kebijakan sekunder/instansional seperti RTRW, kebijakan mengenai RTH dan system pengelolaan RTH - Melakukan observasi lapangan (data lokasi RTH eksisting dan RTH yang direncanakan berdasarkan RTRW serta komponen desain RTH yang telah diaplikasikan) c. Analisis Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas amatan hasil survey, kajian pustaka dan studi terdahulu yang telah berhasil dikumpulkan. Terselenggaranya proses sintesa antara teori dan fakta di lapangan, sebagai masukan untuk merumuskan pedoman pembangunan dan pemeliharaan RTH di kawasan perkotaan. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep penataan atas permasalahan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Melakukan sintesa antara hasil kajian teoritik dengan hasil observasi di lapangan dengan komponen analisis sebagai berikut: - Analisis Zonasi Tapak I- Laporan Akhir 6

8 - Analisis Hubungan Antar Ruang - Analisis Hidrologi - Analisis Ketersediaan Lahan - Analisis Tata Hijau - Analisis Site Furniture - Analisis Kebutuhan Dan Sistem Perparkiran - Analisis Sosial Budaya - Analisis Finansial d. Perumusan Masterplan RTH Perumusan tujuan penataan didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut: - Arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW; - Isu strategis RTH, yang antara lain dapat berupa potensi, masalah dan urgensi penanganan; dan - Karakteristik RTH Tujuan penataan dirumuskan dengan mempertimbangkan: - Keseimbangan dan keserasian antar bagian dari wilayah kota; - Fungsi dan peran RTH; - Kondisi sosial dan Lingkungan RTH; - Peran masyarakat dalam pembangunan RTH - Prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Konsep Penataan RTH dirumuskan berdasarkan: - Daya dukung dan daya tampung RTH berkaitan dengan Luas minimum yang harus dipenuhi - Perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan RTH dan pelestarian fungsi lingkungan berkaitan dengan Penetapan jenis dan lokasi RTH yang akan disediakan - Tipologi masing-masing RTH, alternatif vegetasi pengisi ruang khususnya arahan vegetasi dalam kelompok besar, arahan elemen pelengkap pada RTH, hingga konsep- konsep rencana RTH sebagai arahan untuk pengembangan disain selanjutnya. Masterplan RTH Kota Pontianak berisikan pedoman penyediaan, pemanfaatan dan penataan RTH yang ada sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Pontianak. Adapun lingkup kajian dalam penyusunan RTH kota Pontianak terbagi dalam : 1. Fungsi Utama (Ekologis/Alami) Kawasan Lindung : a) Kawasan Bergambut (lebih dari 4 meter) b) Sempadan Sungai 2. Fungi Penunjang (Arsitektural,Ekonomi,Sosial/Binaan) Taman dan Hutan Kota : a) Taman RT d) Taman Kecamatan b) Taman RW e) Taman Kota c) Taman Kelurahan f) Hutan Kota Jalur Hijau Jalan : a) Pulau Jalan dan Median Jalan b) Jalur Pejalan Kaki Fungsi Tertentu : a) Jaringan Listrik Tegangan Tinggi b) Tempat Pemakaman Umum c) Bufferzone TPA d) Bufferzone PLN Pembangkit I- Laporan Akhir 7

9 e) Gambar 1.2 Ruang Lingkup Ruang Terbuka Hijau Perkotaan WILAYAH PERKOTAAN RUANG TERBANGUN RUANG TERBUKA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) RUANG TERBUKA NON HIJAU (RTNH) FUNGSI INTRINSIK FUNGSI EKSTRINSIK Fungsi Ekologis Fungsi Arsitektural Fungsi Ekonomi Fungsi Sosial Bentuk RTH Bentuk RTH Bentuk RTH Bentuk RTH Ekologis/Alami Binaan Binaan Binaan RTH berbentuk Areal: Hutan (hutan kota, hutan lindung, hutan rekreasi), taman, lapangan olahraga, kebun raya, kebun pembibitan, kawasan fungsional (perdagangan, industri, permukiman, pertanian) kawasan khusus (hankam, perlindungan tata air, plasma nutfah, dll) RTH berbentuk Jalur: RTH koridor Sungai, RTH sempadan danau, RTH sempadan Pantai, RTH tepi jalur jalan, RTH tepi jalur Kereta, RTH sabuk hijau Daya Dukung Keselarasan, kesesuaian, Manfaat Daya Dukung Ekologis keindahan Ekonomi Sosial Struktur RTH Struktur RTH Struktur RTH Struktur RTH Ekologis/Alami Binaan Binaan Binaan Sumber : Hasil Pemahaman Materi MODEL PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN RTH KOTA I- Laporan Akhir 7

10 Dari jenis RTH yang tertuang di dalam RTRW seperti disebutkan diatas, dirumuskan Rencana Ruang terbuka Hijau yang mencakup: a. Rencana lokasi dan cakupan kawasan b. Rencana penataan dan desain c. Rencana tata letak fasilitas d. Jadwal waktu dan tahapan pembangunan e. Pembiayaan Pembangunan Ketentuan pemanfaatan RTH merupakan upaya mewujudkan RTH dalam bentuk program pengembangan RTH dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan samp ai akhir tahun masa perencanaan yang terbagi dalam beberapa tahapan pembangunan baik pengembangan jangka panjang, menengah maupun jangka pendek. Ketentuan pemanfaatan RTH disusun berdasarkan: - Rencana pola ruang yang tertuang dalam RTRW Kota; - Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan; - Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; - Prioritas pengembangan RTH dan pentahapan rencana pelaksanaan program sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) daerah serta rencana terpadu dan program investasi infrastruktur jangka menengah (RPI2JM). Secara umum suatu Masterplan RTH, terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu: a. Analisis Kebutuhan : Hal terpenting adalah tingkat kebutuhan akan letak dan fungsi ruang terbuka Hijau itu sendiri bagi keindahan kota. b. Kelayakan teknis : Secara teknik Ruang Terbuka Hijau yang didesain dapat diaplikasikan baik dari fungsi, faktor kenyaman dan keindahan yang dapat dinikmati oleh masyarakat sebagai penggunanya c. Kelayakan financial : Berdasarkan estimasi yang dilakukan untuk komponen di atas dilakukan analisis kelayakan financial, diantaranya seperti start-up costs, operating cost, revenue projections, sourcer of financing dan profitability analysis SISTEMATIKA PEMBAHASAN Penyusunan Laporan Pendahuluan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak dibagi menjadi empat bab. Secara garis besar isi pembahasan tiap-tiap bab dapat dikemukakan sebagai berikut : BAB 1 : Dalam bab ini diuraikan secara garis besar hal-hal pokok yang akan dibahas dalam kegiatan ini, yaitu meliputi : latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, manfaat ruang terbuka hijau serta ruang lingkup yang meliputi lingkup wilayah perencanaan dan ruang lingkup materi perencanaan. BAB 2 : Pada bab ini diuraikan tentang gambaran umum kawasan perencanaan yaitu kondisi wilayah Kota Pontianak yang meliputi kondisi fisik, potensi wilayah serta data dan informasi yang dapat membantu perencanaan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak. BAB 3 : Bab ini mengkaji tentang analisis tapak ruang terbuka hijau yang dilakukan dalam penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pontianak melalui beberapa tahapan analisis seperti analisis ruang terbuka hijau kawasan lindung, analisis ruang terbuka hijau taman dan hutan kota, analisis ruang terbuka hijau jalur hijau jalan, dan analisis ruang terbuka hijau fungsi tertentu. I- Laporan Akhir 8

11 BAB 4 : Dalam bab ini membahas mengenai tahapan yang dilakukan setelah analisis yakni perumusan konsep ruang terbuka hijau sehingga dihasilkan kriteria bentukan ruang terbuka hijau yang sesuai di Kota Pontianak. BAB 5 : Pada bab ini menguraikan tentang rencana ruang terbuka hijau yang merupakan gambaran dari konsep ruang terbuka hijau yang dihasilkan pada bab sebelumnya. Adapun gambaran dalam rencana ruang terbuka hijau tersebut meliputi rencana kawasan lindung, taman, jalur hijau jalan serta rencana untuk ruang terbuka hijau fungsi tertentu. BAB 6 : Bab ini berisikan kajian mengenai analisis finansial dan kelembagaan terhadap penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak yang meliputi analisis kelayakan finansial terhadap pengelolaan ruang terbuka hijau yang ada serta rencana anggaran biaya terhadap ruang terbuka hijau dan analisis kelembagaan yang mengelola ruang terbuka hijau tersebut. I- Laporan Akhir 9

12 2.1. GAMBARAN UMUM KOTA PONTIANAK Batas Dan Luasan Wilayah Administrasi Kota Pontianak mempunyai luas wilayah 107,82 km 2 yang terdiri dari 6 kecamatan dan 29 kelurahan serta dibatasi oleh wilayah Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Secara administratif, kota Pontianak berbatasan dengan : a) Sebelah Utara : Desa Wajok Hulu Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak dan Desa Mega Timur dan Desa Jawa Tengah Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya b) Sebelah Selatan : Desa Sungai Raya Kecamatan Sungai Raya dan Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya c) Sebelah Timur : Desa Kapur Kecamatan Sungai Raya dan Desa Kuala Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya d) Sebelah Barat : Desa Pal IX dan Desa Sungai Rengas Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1 Peta Wilayah Administrasi Kota Pontianak. Kota Pontianak sebelum tahun 2007 terdiri dari 5 Kecamatan dengan 24 Kelurahan, kemudian terjadi pemekaran menjadi 6 kecamatan dan 29 kelurahan. Tahun 2008 terjadi pemekaran wilayah kelurahan di kecamatan Pontianak utara berdasarkan perda No 12 tahun 2008, menjadikan Kecamatan Pontianak Utara yang semula 4 kelurahan menjadi 8 kelurahan. Adapun distribusi luas dan banyaknya jumlah kelurahan, RT dan RW pada kota Pontianak dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Luas Wilayah Kota Pontianak No Kecamatan Luas Daerah Persentase (Ha) (%) Kelurahan RW RT 1 Pontianak Selatan , Pontianak Tenggara , Pontianak Timur 878 8, Pontianak Barat , Pontianak Kota , Pontianak Utara , Jumlah , Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka 2012 II- Laporan Akhir 1

13 1 : II- Laporan Akhir 2

14 KONDISI FISIK DASAR Gambaran kondisi fisik dasar diperlukan untuk mengetahui daya dukung lahan dan kualitas lingkungan kota, serta potensi sumber daya alam yang tersedia dalam mendukung semua kegiatan perkotaan pada umumnya. a. Klimatologi Berdasarkan hasil pencatatan dari Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak menunjukkan bahwa pada tahun 2011 rata-rata temperature udara di Kota Pontianak berkisar antara 23,3 C hingga 27,5 C dengan rata-rata kelembaban udara berkisar antara 82% hingga 88%, sedangkan tekanan udaranya berkisar antara 1.007,8 milibar hingga 1.009,9 milibar. Pada tahun 2011, rata-rata kecepatan angin di Kota Pontianak berkisar antara 2 knot hingga 6 knot dengan kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 24 knot. Selama tahun 2011 hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Oktober yaitu sebanyak 27 hari dengan curah hujan sebesar 533,2 mm, sedangkan penyinaran matahari paling banyak terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 91%. b. Hidrologi Kota Pontianak berada dalam DAS Sungai Kapuas, tepatnya di sub-das bagian muara Sungai Kapuas. Keadaan hidrologi ini mempengaruhi keadaan fisik lingkungan pemukiman dalam kota dan pola perkembangan fisik kawasan terbangun kota, dimana 5% luas wilayahnya terdiri dari badan air Sungai Kapuas dan Sungai Landak serta 47% merupakan kawasan bekas rawa-rawa pasang surut yang direklamasi dan lebih dari setengahnya sudah dapat digunakan untuk pemukiman. Reklamasi rawa pasang surut yang dilakukan membentuk parit-parit drainase yang digunakan juga untuk keperluan rumah tangga dan lalu lintas air. Kota Pontianak terbelah tiga oleh Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Sungai Kapuas dan Sungai Landak terpengaruh oleh pasang surut air laut mengakibatkan sebagian areal lahan kota terpengaruh oleh air pasang. Letak Kota Pontianak yang berada di Delta Sungai Kapuas berjarak kira-kira 20 km dari laut. Pengaruh pasang surut yang terjadi menyebabkan terjadinya intrusi air laut pada musim kemarau. Fluktuasi harian pemukaan Sungai Kapuas adalah antara 0,50 0,75 meter, sedangkan kedalaman air tanahnya antara 0,5 2,0 meter dari permukaan air tanah. Oleh karena itu, keadaan pasang surut Sungai Kapuas merupakan aspek hidrologis yang sangat berperan dan berpengaruh terhadap kota Pontianak. c. Ketinggian Dan Kemiringan Lahan Kota Pontianak berada pada ketinggian antara 0,8-1,5 meter diatas permukaan laut, dan berada di Delta Sungai Kapuas, sehingga topografinya datar. Kemiringan lahannya berkisar antara 0 2% yang sangat menyulitkan untuk perencanaan drainase kota. Pada masamasa mendatang perlu dikembangkan sistem darinase terpadu dengan pertimbangan pasang surut air laut yang terjadi untuk mengatasi genangan-genangan yang sering terjadi pada musim hujan. d. Geologi dan Jenis Tanah Struktur geologi dan jenis tanah dalam pembangunan kota diperlukan untuk mengetahui kestabilan lereng, perencanaan pondasi, dan drainase lapisan batuan asalnya adalah jenis aluvial yang terbentuk pada masa kwarter. Batuan asal ini merupakan lapisan tanah keras yang baru ditemukan pada kedalaman antara meter dibawah permukaan tanah. Batuan ini relatif kecil daya dukungnya, dan mendominasi Kota Pontianak, sehingga bangunan yang ada pada umumnya mengunakan pondasi tiang pancang. Lapisan tanah II- Laporan Akhir 3

15 diatas batuan ini sampai kedalaman 10 meter dari permukaan tanah adalah hasil pelapukan dari batuan asal di bawahnya. Kondisi relatif padat dengan daya dukung kecil. Sedangkan lapisan diatas kedalaman 10 meter pada umumnya bersifat gembur dan merupakan lapisan tanah bawah (sub-soil) dan lapisan atas (top-soil). Jenis tanah dilapisan permukaan merupakan tanah gambut. Sebagaimana layaknya lahan di daerah Kalimantan lainya, terutama di dekat pantai, maka sebagian besar lahan di Kota Pontianak merupakan lahan gambut. Ketebalan lahan gambut yang ada sangat mempengaruhi peruntukan lahan serta pondasi bangunan di kawasan ini. Secara jelas luasan lahan yang tertutup lapisan tanah gambut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.2. Luas Lahan Yang Tertutup Lapisan Tanah Gambut Di Kota Pontianak Luas Daerah Luas Area Gambut (Ha) Luas Wilayah No Kecamatan (Ha) 1-1,2 m 1,2-2,4 m 2,4-4 m > 4 m Jumlah Tidak Gambut 1 Pontianak Selatan ,20 553,23 571, ,93 260,07 2 Pontianak Tenggara ,85 227,82 472,27 43,57 748,51 734,49 3 Pontianak Timur ,00 878,00 4 Pontianak Barat , ,00 5 Pontianak Kota ,59 129,32 20,93-204, ,16 6 Pontianak Utara ,75 423,67 420, , ,62 996,38 Jumlah , , , , , Sumber : RTRW Kota Pontianak KEPENDUDUKAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA a. Jumlah Penduduk Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh aspek kependudukan. Sehingga pengkajian terhadap aspek kependudukan sangat di perlukan dalam suatu perencanaan. Hal yang perlu dikaji dalam aspek kependudukan meliputi kualitas, kuantitas dan persebaranya. Dalam mengkaji hal tersebut, maka perlu diketahuai beberapa hal mengenai kependudukan. Diantaranya jumlah, distribusi, kepadatan dan komposisi dari penduduk di wilayah perencanaan maupun wilayah pengamatan. Jumlah penduduk Kota Pontianak tahun 2010 berdasarkan hasil perhitungan sensus penduduk sementara tahun 2010 berjumlah jiwa yang tersebar pada enam wilayah Kecamatan. Dengan penduduk terbanyak di wilayah Pontianak Barat yaitu sebesar jiwa atau 22,43%, sedangkan wilayah kota dengan penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Pontianak Tenggara yaitu sebanyak jiwa atau 8,2%. Untuk distribusi dan perkembangannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kota Pontianak Tahun No Kecamatan Luas (Km 2) JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Pontianak Selatan 14, Pontianak Tenggara 14, Pontianak Timur 8, Pontianak Barat 16, Pontianak Kota 15, Pontianak Utara 37, Total 107, Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka Tahun 2012 II- Laporan Akhir 4

16 b. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk Kota Pontianak pada tahun 2011 yang sekitar jiwa/km 2. Dengan kata lain, kepadatan penduduk Kota Pontianak periode meningkat dari jiwa/km 2 menjadi jiwa/km 2. Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Pontianak Timur yaitu jiwa/km Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Pontianak Utara. Tabel 2.4 Kepadatan Penduduk Kota Pontianak (Jiwa/Km 2 ) Tahun Dan Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka Tahun 2012 c. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk Kota Pontianak sepuluh tahun terakhir Tahun rata-rata sebesar 0,74 % dengan pertumbuhan terbesar terdapat di Kecamatan Pontianak Kota dan terkecil di Kecamatan Pontianak Tenggara sebagai kecamatan baru. Tabel 2.5 Pertumbuhan Penduduk Kota Pontianak (%) Tahun JUMLAH PENDUDUK PERTUMBUHAN NO KECAMATAN LUAS (Km 2 ) Pontianak Selatan 14, ,3 0,4 2 Pontianak Tenggara 14, ,6 2,3 3 Pontianak Timur 8, ,2 3,1 4 Pontianak Barat 16, ,4 0,1 5 Pontianak Kota 15, ,1 4,2 6 Pontianak Utara 37, ,9 1,7 Total 107, ,7 1,8 Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka Tahun Potensi Bencana Alam Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana. Bencana adalah per istiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Secara Geografis Wilayah Kota Pontianak yang berada di Pulau Kalimantan tidak dilalui dengan jalur gunung berapi aktif seperti kota-kota di hampir sebagian besar pulau selain Kalimantan. Tetapi karena kondisi permukaan lahan yang rendah serta dilalui oleh beberapa sungai besar, Kota Pontianak sangat dipengaruhi dengan arus pasang surut air sungai. Maka tidak jarang Kota Pontianak sering tergenang saat intensitas hujan meningkat apalagi jika II- Laporan Akhir 5

17 bersamaan dengan pasang air sungai. Peristiwa alam lainnya yang pernah terjadi di Kota Pontianak adalah banjir, badai angin puting beliung dan kabut asap akibat kebakaran hutan. a. Banjir Menurut SK SNI M F (1989) dalam Suparta (2004) Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Dan air itu mengalir keluar dari sungai atau saluran karena sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Secara geografis Kota Pontianak dilalui oleh Sungai Kapuas serta topografinya yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan yang datar dengan kemiringan lahan 0-2 %. Terdapat beberapa lokasi dengan potensi genangan yang cukup luas antara lain: - Parit Tokaya dan Sekitarnya : Kawasan Masjid Raya Mujahidin, Jalan KS. Tubun, Sutoyo, Suprapto dan Ahmad Yani - Sungai Bangkong : jl. Alianyang dan Sekitarnya dan jalan Putri Daranante - Wilayah Parit Bentasan Sekitar Sungai Malaya - Wilayah sekitar Jeruju sampai Jl. Karet - Wilayah Batu Layang - Sebagian Besar wilayah Pontianak Timur yaitu Sekitar jalan Panglima Aim - Wilayah sekitar Parit H. Husin I dan Sungai Raya Dalam Wilayah genangan yang terdapat di Kota Pontianak sebagaian besar merupakan genangan sesaat yang disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Selain itu luasnya wilayah genangan di Kota Pontianak disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: - Banyaknya terjadi penyempitan saluran primer - Keberadaan jembatan di beberapa saluran primer - Bangunan di sepanjang bantaran sungai - Terbatasnya ketersediaan daerah resapan - Prilaku masayarakat yang masih membuang sampah ke Sungai - Kurangnya jalan paralel dengan parit dan Sungai - Penyempitan jembatan di jalan Ahmad Yani, Tanjungpura dan Imam Bonjol - Banyaknya bangunan di atas parit - Kondisi permukaan wilayah kota berada pada permukaan yang rendah, dan jika permukaan air pasang tertingginya minus 40 cm Beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah membongkar bangunan di atas parit, normalisasi parit, pengerukan parit, peninggian jalan, pengendalian perkembangan kawasan terbangun, terutama pada kawasan yang berfungsi sebagai resapan dan pengendalikan kepadatan bangunan dan ketersediaan lahan resapan pada masing-masing kavling dengan aturan Koefesien Dasar Bangunan. b. Kebakaran dan Kabut Asap Pontianak yang terletak di sekitar Equator merupakan daerah yang potensial untuk terbentuknya kabut asap pada pagi hari yang didahului dengan adanya proses pemanasan dan pendinginan. Adanya variasi tersebut menandakan bahwa jenis kabut yang terjadi adalah kabut radiasi, dengan waktu kejadiannya pada pagi hari. Kota Pontianak yang terletak di wilayah Equator sering mengalami peristiwa cuaca yang berhubungan dengan kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang berlangsung pada tahun 2006 merupakan salah satu dampak kekeringan yang melanda wilayah tersebut. Kebakaaran hutan menghasilkan asap tebal yang bertahan lama di atmosfer. Visibility akan berkurang bahkan hingga kurang dari 100 m. Selain itu, polusi asap juga dapat menggangu kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan, dan gangguan terhadap sektor perhubungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai tingkat kekeringan yang terjadi dengan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan sehingga kerugian yang terjadi dapat diminimalisir. II- Laporan Akhir 6

18 c. Angin Puting Beliung Memasuki musim Panca Roba (Musim transisi dari musim kemarau ke musim hujan) Pontianak rentan terhadap Angin Puting Beliung. Hal tersebut disebabkan karena Pontianak merupakan dataran rendah dan daerah terbuka. Badai Angin kekuatannya dapat menghancurkan beberapa bangunan semi permanen di beberapa bagian wilayah kota. Kota Pontianak beberapa kali dilanda badai sesaat yang mampu memporak-porandakan sejumlah kawasan di kota Potensi Sumber Daya Alam Kota Pontianak memiliki potensi alam diantaranya terdapatnya 2 buah sungai besar dan beberapa sungai kecil yang melintasi Kota Pontianak. Terlebih Kota Pontianak berada pada posisi strategis yaitu dilalui oleh garis equator dengan segala peristiwa yang mempunyai daya tarik alami. Potensi ini membawa karakteristik tersendiri, sehingga menjadikan Kota Pontianak sebagai Kota Air dan kota Khatulistiwa. Potensi ini dapat dikembangkan untuk pengembangan wilayah Kota Pontianak diantaranya : a. Wilayah Sungai dan Parit Kota Pontianak mempunyai sungai-sungai dan parit yang berjumlah 42 sungai/parit. Paritparit yang cukup banyak tersebut menyebar secara merata hampir di seluruh pelosok kota. Pemerintah Belanda membangun parit-parit, untuk mengatasi kondisi alam Pontianak yang berawa. Sungai dan parit tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Pontianak untuk keperluan sehari-hari dan sebagai penunjang sarana transportasi. Sungai dan sejumlah parit Kota Pontianak yang sangat berkaitan dalam satu kesatuan sistem hidrologi. Wilayah perkotaan dipengaruhi oleh pasang surut air Sungai, sehingga jika pasang bersamaan dengan intensitas hujan yang tinggi sering kali menimbulkan banjir. Data sebaran sungai dan parit di Kota Pontianak dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Persebaran Sungai Dan Parit Di Kota Pontianak Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka Tahun 2012 II- Laporan Akhir 7

19 b. Kawasan Wisata Sebagai kota yang terbuka dengan kota-kota lain serta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, swasta, dan sosial budaya sehingga menjadikan kota ini tempat pendatang dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga lebih heterogen. Sebagai Ibukota Provinsi, tentunya kota Pontianak juga menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Event/peristiwa budaya yang dapat menarik wisatawan manca negara maupun wisatawan nusantara dan diadakan secara berkala di kota Pontianak seperti : - Ulang Tahun Pemerintah Kota Pontianak - Festival Budaya Bumi Khatulistiwa - Lomba Dayung Hias dan tradisional - Gawai Dayak - Naik Dango - Meriam Karbit/Keriang Bandong - Kulminasi Matahari di Tugu Khatulistiwa - Cap Go Meh/Barongsai - Festival Kue Tradisional Sebagai Kota yang mana cikal bakalnya dari sebuah kota kerajaan perlu melestarikan identitas lokal dengan konservasi dan preservasi bangunan bersejarah dan lingkungannya maupun menuangkannya dalam desain bangunan-bangunan baru penunjang kawasan. bergesernya identitas kota dengan dibangunnya bangunan-bangunan megah dan mewah bernuansa modern menyebabkan mulai mengeser eksistensi bangunan tradisional kerajaan sehingga identitas lokal dirasa semakin berkurang. Adapun beberapa kondisi situs budaya dan daerah tujuan wisata di Kota Pontianak diuraikan sebagai berikut : - Makam Batu Layang - Alun-alun Kapuas - Tugu Khatulistiwa - Keraton Kadriah - Masjid Jami Mulai Potensi Ekonomi Wilayah Keberadaan fasilitas perdagangan memegang peranan yang sangat penting bagi Kota Pontianak mengingat salah satu fungsi bagi Kota Pontianak sebagai Kota Perdagangan dan Jasa serta indikator perkembangan kegiatan ekonomi Kota. Adapun fasilitas ekonomi yang terdapat di Kota Pontianak terdiri dari Toko dan warung, 961 Industri, 546 penginapan dan Restoran, 36 Pasar umum, 17 Supermarket, 70 bank, 38 Asuransi dan 502 fasilitas ekonomi lainnya. Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator yang menunjukkan naik atau turunnya produk yang dihasilkan, sebagai balas jasa seluruh kegiatan ekonomi. Naik turunnya angka PDRB biasa juga disebut laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dari penyajian PDRB atas dasar harga konstan. Untuk keperluan analisis biasanya mempergunakan harga konstan karena pengaruh naik turunnya harga telah dihilangkan atau dengan kata lain dengan menggunakan harga konstan, pengaruh inflasi telah ditiadakan. Semakin tinggi kenaikan PDRB makin tinggi juga pertumbuhan ekonominya. Karakteristik perekonomian ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik perekonomian wilayah kota Pontianak baik dalam lingkup wilayah lebih luas (Kalimantan Barat) maupun dalam lingkup internal kota. Kajian terhadap kegiatan perekonomian ini meliputi struktur dan II- Laporan Akhir 8

20 pertumbuhan ekonomi wilayah, kinerja (produksi) beberapa sektor perekonomian yang penting, sektor unggulan, serta kawasan strategis. Perekonomian regional pada umumnya membahas penggunakan indikator pendapatan regional (PDRB), yang dalam hal ini diambil dalam satuan nilai tambah. Perekonomian Kota Pontianak sampai dengan tahun 2011 berdasarkan harga konstan masih di dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tingginya peran sektor perdagangan, hotel dan restoran didukung pula oleh sektor Jasa-jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang juga cukup tinggi, dengan peranannya terhadap perekonomian Kota Pontianak. Tabel 2.7. PDRB Kota Pontianak Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun No Lapangan Usaha 1 Pertanian , , ,19 2 Industri Pengolahan , , ,09 3 Listrik, Gas dan Air Minum , , ,47 4 Bangunan , , ,13 Nilai PDRB Harga Konstan (Jutaan Rupiah) Perdagangan, Hotel dan Restoran , , ,16 6 Pengangkutan dan Komunikasi , , ,47 7 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan , , ,64 8 Jasa-Jasa , , ,90 Jumlah , , ,05 Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka Tahun 2012 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor dengan hasil PDRB terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Untuk perkembangannya pertahun rata-rata mengalami peningkatan GAMBARAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaj a ditanam (Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). Secara Fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami dapat berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jalur hijau jalan. Dilihat dari fungsinya RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika dan ekonomi Ruang Terbuka Hijau/Taman Eksisting Sebagai satu elemen penting perkotaan, keberadaan ruang terbuka hijau mempunyai peran yang sangat besar untuk tingkat kenyaman kota. Ruang terbuka hijau selain berfungsi sebagai resapan air, juga berfungsi sebagai keindahan kota dan pengendali udara. Secara fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jalur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. II- Laporan Akhir 9

21 Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Berdasarkan segi kepemilikannya, ruang terbuka hijau terbagi menjadi dua yaitu ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Untuk jenis dan luas ruang terbuka hijau publik di Kota Pontianak, dapat dilihat pada tabel berikut ini : TABEL 2.8 JENIS DAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK DI KOTA PONTIANAK No Jenis Ruang Terbuka Hijau Luas Wilayah Kota Luas RTH Persentase Pontianak (Ha) (Ha) (%) 1 Taman Kota 408,01 3, Jalur Hijau 115,45 1, Lapangan Olah Raga 62,69 0, Pemakaman Umum 44,56 0, Hutan Kota 10,95 0,1016 *) 6 Agrowisata / KSA 803,72 7,4543 Jumlah ,38 13,41 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 *) Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak Tahun 2012 Sedangkan untuk jenis dan luas ruang terbuka hijau privat di Kota Pontianak, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : TABEL 2.9 JENIS DAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PRIVAT DI KOTA PONTIANAK No Jenis Ruang Terbuka Hijau Luas Wilayah Kota Pontianak (Ha) Luas RTH (Ha) Persentase (%) 1 Perumahan / Permukiman ,00 162,44 1,5066 Jumlah ,00 162,44 1,5066 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 Sebagai ibukota provinsi, Kota Pontianak menjadi pusat kegiatan Olahraga skala Regional, maka dari itu di Kota Pontianak telah tersedia berbagai fasilitas olahraga seperti Gedung Olahraga diantaranya Gedung Olahraga Pangsuma dan Stadion Olahraga Kebun Sayok serta beberapa lapangan olahraga baik indoor maupun outdoor. Selain itu, fasilitas kebugaran lainnya juga telah terdapat di Kota Pontianak yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan seperti : - Kolam Renang Oevang Oeray di Jl. A.Yani - Lapangan Tenis Sutra Jl. A.Yani II - Lapangan Tenis Kartika Jl. Rahadi Oesman - Lapangan Tenis Bea Cukai Jl. A.Yani - Lapangan Golf Jl. A. Yani dan Jl. 28 Oktober - Asindo Perkasa Jl. Jendral Sudirman - Sport City Jl. Musi Komplek Kapuas Indah - Total Futsal Jl. St. Abdurahman Saleh II- Laporan Akhir 10

22 Dari sekian jenis lapangan olahraga tersebut hanya sebagian kecil yang juga berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau yaitu lapangan golf jalan A. Yani dan lapangan golf jalan 28 oktober. Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Dari segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat. Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagai berikut : Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat Kota Pontianak Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat meliputi Pekarangan rumah Tinggal, halaman perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dan Taman Atap bangunan, diatur selalui beberapa strategi pengaturan KDH dalam RTH privat dapat dilihat pada Tabel 2.10 dan pengaturan RTH Privat dalam pekarangan dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut : Tabel 2.10 Target Pencapaian RTH Privat di Kota Pontianak No Jenis Penggunaan Lahan Luas Proyeksi (Ha) KDB KDH Alokasi RTH Privat 1 Permukiman 4.580,38 a. Permukiman Kepadatan Tinggi 458, % 30 % 36,64 b. Permukiman Kepadatan Sedang 1374, % 40 % 164,89 c. Permukiman Kepadatan Rendah 2748, % 40 % 549,65 2 Perkantoran/Pelayanan Kota 42,48 60 % 40 % 6,80 3 Fasilitas Kesehatan 31,05 50 % 40 % 6,21 4 Fasilitas Pendidikan 802,17 60 % 40 % 128,35 5 Fasilitas Kesenian/kebudayaan dan Rekreasi 13,48 50 % 40 % 2,70 6 Militer 17,04 60 % 40 % 2,73 7 Perdagangan dan Jasa 757,46 - a. Perdagangan di Kawasan Primer 378,73 80% 10% 15,15 b. Perdagangan di Kawasan Sekunder 378,73 70% 10% 22,72 8 Industri dan Pergudangan 171,60 50 % 20 % 17,16 9 Pembangkit Listrik 7,26 50 % 30 % 1,09 10 Prasarana Transportasi dan Fasilitas Perhubungan 15,09 50% 30 % 1,09 11 SPBU 8,80 50 % 20 % 0,73 12 Jaringan Jalan 1.537,51-0% - 13 Lahan Cadangan/Pertanian dan lain-lain 1.587,92 20 % 80 % 413,10 14 Sungai 645, Jumlah 1.368,99 Sumber : RTRW Kota Pontianak Tabel 2.11 Jenis Pengaturan RTH Privat No Jenis Pekarangan Kriteria Jenis Pengaturan 1. Pekarangan Kategori rumah besar adalah rumah Jumlah pohon pelindung yang harus Rumah Besar dengan kavling lebih dari 500 m 2 disediakan minimal 3 pohon pelindung Berada dalam zona permukiman ditambah dengan perdu serta p enutup kepadatan rendah tanah dan aatu rumput KDB 40-50% dengan KDH 50 % 2. Pekarangan Kategori rumah dengan luas lahan Jumlah pohon pelindung yang harus Rumah 200 m 2 sampai 500m 2 disediakan minimal 2 pohon pelindung Sedang Berada dalam zona permukiman ditambah dengan perdu serta p enutup kepadatan sedang tanah dan aatu rumput KDB 50-70% dengan KDH 50% II- Laporan Akhir 11

23 No Jenis Pekarangan Kriteria Jenis Pengaturan 3. Pekarangan Kategori rumah dengan luas lahan Jumlah pohon pelindung yang harus Rumah Kecil kurang dari 200 m 2 disediakan minimal 1 pohon pelindung Berada dalam zona permukiman kepadatan sedang atau tinggi ditambah dengan perdu serta p enutup tanah dan aatu rumput KDB 70-80% dengan KDH 40% 4. RTH Halaman Ruang terbuka umumnya berupa KDB 70-90% perlu menambahkan tanaman Kantor, jalur trotoar dan area parkir terbuka dalam pot pertokoan dan KDB diatas 70% disyaratkan memiliki tempat Usaha minimal 2 pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pot berdiameter diatas 60 cm KDb dibawah 70 % berlaku seperti persyaratan RTH pekarangan rumah dan ditanam pada area di luar KDB yang telah ditentukan 5. RTH dalam Pada kondisi luas lahan terbuka Lahan dengan KDB 90 % pada kawasan bentuk taman terbatas, maka untuk RTH dapat pertokoan di pusat kota atau pada kawasan atap memanfaatkan ruang terbuka non kepadatan tinggi deng an lahan sangat bangunan hijau seperti atap gedung, teras terbatas, RTH dapat disediakan di atap (roof Garden) rumah, teras bangunan bertingkat bangunan dengan struktur atap yang dan di samping bangunan dan lain- khusus (Permen PU No. 5 Tahun 2008). lain dengan memakai media tambahan seperti pot dengan berbagai ukuran sesuai lahan yang tersedia Sumber : RTRW Kota Pontianak Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Kota Pontianak Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan dapat berupa kawasan lindung bergambut, sempadan sungai, taman dan hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau jaringan listrik, Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan zona-zona penyangga TPA, Pembangkit listrik dan kawasan industri. Adapun bentuk ruang terbuka hijau publik adalah sebagai berikut : a. RTH Taman dan Hutan Kota RTH Taman dan Hutan Kota meliputi Taman RT, Taman RW, Taman Kelurahan, Taman Kecamatan, Taman Kota, dan Hutan Kota. Adapun jumlah taman di Kota Pontianak yang tersebar dalam enam (6) kecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : N o K ec a mat an Pont ia n a k Se l a ta n 20 2, , ,48 2 Pont ia n a k Te ngg a ra 5 0,75 5 0,75 5 0,75 3 Pont ia n a k Ti mur 1 0,01 1 0,01 1 0,01 4 Pont ia n a k Ba r a t 4 0,22 4 0,22 4 0,22 5 Pont ia n a k Kot a 20 0, , ,62 6 Pont ia n a k U ta r a 2 0,10 2 0,10 2 0,10 Tabel 2.12 Jumlah Taman Di Kota Pontianak JU M LAH 5 2 4, , , 18 J u mla h Lu a s (H a ) J u ml ah L ua s ( Ha ) Ju ml ah L u as ( Ha ) Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 Dalam pengelolaan dan pengembangan ruang terbuka hijau khususnya taman kota, pengelolaannya tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Dinas Kebersihan Dan Pertamanan. Namun dalam pendanaan serta pengelolaannya dapat diserahkan kepada pihak swasta. Berikut data taman yang dikelola oleh Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak : II- Laporan Akhir 12

24 Tabel 2.13 Data Ruang Terbuka Hijau Yang Dimiliki Dan Dipelihara Oleh Dinas Ke bersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak NO NAMA RUANG TERBUKA HIJAU LUAS (Ha) JENIS RTH 1 Taman Jl. Hasanuddin (Gertak I) 0,060 Jalur Hijau 2 Taman Jl. Hasanuddin (Gertak II) 0,045 Jalur Hijau 3 Taman Jl. H. Rais A. Rahman s/d Gg. Malabar 0,098 Jalur Hijau 4 Taman Simpang Jl. Tebu - Jl. Tabrani Achmad 0,020 Jalur Hijau 5 Taman Median Jl. Pak Kasih 0,100 Jalur Hijau 6 Taman Simpang Jl. Zainuddin 0,004 Jalur Hijau 7 Taman Jl. Zainuddin 0,013 Jalur Hijau 8 Taman Simpang Mall Matahari 0,005 Jalur Hijau 9 Taman Jl. Sidas 0,004 Jalur Hijau 10 Taman Jl. Tamar 0,006 Jalur Hijau 11 Taman Median Jl. Tanjungpura I - II 0,194 Jalur Hijau 12 Taman Jl. Pattimura (Samping Gereja Soloam) 0,006 Jalur Hijau 13 Taman Median Jl. Pattimura - Jl. Ir. H. Djuanda 0,005 Jalur Hijau 14 Taman Relief PSP 0,004 Jalur Hijau 15 Taman Pasar Mawar 0,060 Taman 16 Taman Jl. Diponegoro 0,078 Jalur Hijau 17 Taman Median Jl. H. Agus Salim 0,240 Jalur Hijau 18 Taman Simpang Jl. Gst. Sulung Lelanang 0,002 Jalur Hijau 19 Taman Air Tumpah Jl. Gst. Sulung Lelanang 0,018 Jalur Hijau 20 Taman Jl. Gst. Sulung Lelanang 0,120 Jalur Hijau 21 Taman Jl. Sultan Hamid II (Tol Kiri) 0,211 Taman 22 Taman Jl. Sultan Hamid II (Tol Kanan) 0,211 Taman 23 Taman Jl. Gst. Johan Idrus 0,030 Jalur Hijau 24 Taman Depan KNPI 0,041 Jalur Hijau 25 Taman Median Jl. M. Sohor 0,220 Jalur Hijau 26 Taman Median Jl. MT. Haryono 0,400 Jalur Hijau 27 Taman Median Jl. Achmad Yani 0,500 Jalur Hijau 28 Taman Tugu PKK Simpang Jl. Veteran 0,006 Jalur Hijau 29 Taman Simpang Jl. Let. Jend. Soetoyo 0,007 Jalur Hijau 30 Taman Tugu Degulis UNTAN 0,082 Taman 31 Taman Median Jl. Daya Nasional 0,060 Jalur Hijau 32 Taman Median Jl. Abdurrachman Saleh (BLKI) 0,489 Jalur Hijau 33 Taman Batas Kota Polda 0,011 Jalur Hijau 34 Taman Batas Kota RS. Soedarso 0,111 Taman 35 Taman Batas Kota Batulayang 0,007 Jalur Hijau 36 Taman Alun Kapuas 0,167 Taman 37 Taman Lapangan Tenis Bang Bong 0,002 Jalur Hijau 38 Taman Simpang Jl. Sudirman, Jl. Tanjungpura 0,003 Jalur Hijau 39 Median Jl. Veteran 0,050 Jalur Hijau 40 Median Jl. Gajahmada 0,100 Jalur Hijau 41 Taman Pasar Flamboyan 0,007 Jalur Hijau 42 Taman Median Jl. Pahlawan 0,050 Jalur Hijau II- Laporan Akhir 13

25 NO NAMA RUANG TERBUKA HIJAU LUAS (Ha) JENIS RTH 43 Taman Simpang Jl. Teuku Umar 0,003 Jalur Hijau 44 Taman Samping SPBU Tanjungpura 0,008 Jalur Hijau 45 Taman Bundaran Kota Baru 0,015 Taman 46 Taman Akcaya 0,305 Taman TOTAL LUAS RTH 4,180 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2012 Adapun taman yang dikelola oleh pihak ke tiga (swasta) yang bekerja sama dengan Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 adalah sebagai berikut : Tabel 2.14 Jumlah Taman Di Kota Pontianak Yang Dikelola Oleh Pihak Ke-3 (Swasta) No Kecamatan Pontianak Selatan 2 0,05 3 0,07 1 0,05 2 Pontianak Tenggara 1 0, Pontianak Timur Pontianak Barat 1 0,05 1 0,05 1 0,05 5 Pontianak Kota 7 0,17 7 0,17 6 0,16 6 Pontianak Utara 1 0,10 1 0, Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) JUMLAH 12 0, ,38 8 0,26 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 Selain taman kota, ruang terbuka hijau publik juga dapat berbentuk Lapangan Olah Raga, Taman Rekreasi (Agrowisata) dan Hutan Kota. Berikut data lapangan olah raga, kawasan Sentra Agribisnis (KSA) serta Hutan kota di Kota Pontianak yang dapat dilihat pada 2.16, Tabel 2.17 dan Tabel 2.18 di bawah ini : Tabel Tabel 2.15 Lapangan Olah Raga Di Kota Pontianak No Lokasi Luas (Ha) 1 Stadion Olahraga St. Syarif Abdurrachman 31,24 Lapangan Sepak Bola Keboen Sajoek 2 2,00 3 Lapangan Golf Khatulistiwa 29,45 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 Total 62,69 Tabel 2.16 Penggunaan Lahan Kawasan Sentra Agribisnis Tahun 2012 No Kawasan Luas Pencadangan Lahan 1 Lidah Buaya, Pepaya & Jagung 674,70 Ha 2 Tanaman Kacang-Kacangan dan Sayuran Dataran Rendah 42,00 Ha 3 Peternakan 60,20 Ha 4 RPH dan Puslitbang Agribisnis Terpadu 13,00 Ha 5 Agroindustri 6,00 Ha 6 Sub Terminal Agribisnis 6,82 Ha 7 Pendidikan dan Kesehatan 1,00 Ha Total Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak Tahun ,72 Ha II- Laporan Akhir 14

26 No Kecamatan Lokasi Luas (Ha) Tabel 2.17 Hutan Kota Di Kota Pontianak 1 Pontianak Selatan Universitas Tanjungpura 8,57 2 Pontianak Selatan Jl. Veteran 2,38 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 Total 10,95 Di dalam RTRW Kota Pontianak telah disusun rencana tentang kebutuhan dan kriteria taman dan hutan kota untuk Kota Pontianak. Penentuan jumlah dan luas fasilitas ruang terbuka hijau dan lapangan olahraga tersebut sudah sesuai dengan SNI sebagai berikut : Tabel 2.18 Rencana Kebutuhan dan Kriteria Taman Dan Hutan Kota No Jenis RTH Taman Ketentuan Rencana Kebutuhan Sampai Akhir Rencana Jumlah Lokasi Luas Total Persentase 1. RTH Setiap 250 penduduk atau sekitar 50 rumah yang unit 77,40 Ha 0,72 % Taman mengelompok, membutuhkan minimal satu taman Skala Berfungsi sebagai pengendali udara dan tempat yang tersebar Rukun bermain anak proporsional Tetangga Luasnya ± 250 m2 atau dengan stand ar 1 m 2 per penduduk Radius pencapaian 100 m. 2. RTH Untuk setiap penduduk atau 10 lingkungan 310 unit 38,70 Ha 0,36 % Taman membutuhkan sekurang-kurangnya satu yang Skala Dapat berupa taman yang dilengkapi dengan tersebar Rukun lapangan voli, bulutangkis dan lain-lain proporsional Warga Lokasinya dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW seperti balai pertemuan, dekat dengan TK, pertokoan lingkungan, pos hansip dan lain-lain Luas m 2 atau dengan standar 0,5 m 2 /penduduk Radius pencapaian RTH Skala Melayani penduduk 26 unit yang 23,22 Ha 0,21 % Kelurahan Dapat berfungsi sebagai taman, lapangan olahraga tersebar lokasi pertanding an olahraga, upacara serta proporsional kegiatan lainnya yang disertai tanaman peneduh Kebutuhan lahan seluas m 2 atau dengan standar 0,3 m 2 /penduduk. Lokasinya sebaiknya berdekatan dengan fasilitas pendidikan sehingga bermanfaat untuk murid -murid. 4. RTH Melayani penduduk 6 unit yang 15,48 Ha 0,14 % Kecamatan Berfungsi sebagai lapangan hijau terbuka yang tersebar berfungsi sebagai tempat pertandingan olahraga proporsional (tennis lapangan, bola basket dan lain-lain, upacara serta kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan terbuka Kebutuhan lahan seluas m 2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2 m 2 /penduduk yang terletak di jalan utama disertai tanaman peneduh disekelilingnya Lokasinya sebaiknya berdekatan dengan fasilitas pendidikan sehingga bermanfaat untuk murid -murid. 5. RTH Taman yang ditujukan untuk melayani penduduk 2 unit 28,8 Ha 0,26 % Taman satu kota atau bagian wilayah kota Kota Melayani minmal penduduk Standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota dengan luas minimal m2 Taman ini dapat berbentuk Lapangan hijau yang II- Laporan Akhir 15

27 No Jenis RTH Taman Ketentuan Rencana Kebutuhan Sampai Akhir Rencana Jumlah Lokasi Luas Total Persentase dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olahraga dan kompleks olahraga dengan RTH % dan semua fasilitas berbentuk terbuka untuk umum Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu dan semak yang ditanam berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pencipta iklim mikro atau pembatas antar kegiatan 6. Hutan Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai - Universitas Tanjung Pura 0,21 % Kota penyangga lingkungan kota yang berfungsi untuk : 5 Ha memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai - Stadion Atlletik Jl. Ampera estetika, meresap air, menciptakan keseimbangan : 4 Ha dan keserasian lingkungan fisik kota serta - Fasilitas umum jl. mendukung pelestarain dan perlindungsn Sulawesi 0,25 Ha keanekaragaman hayati - Buffer Zone TPA : 3 Ha Hutan Kota dapat berbentuk bergerombol dengan - Areal Kantor Dinas minimal tersedia 100 pohon atau menyebar dengan Kebersihan : 2 Ha luas minmal m - Buffer Zone Raiser Dinas Luas area yang ditanami tanaman seluas % Prtanian Perikanan dan dari luas hutan kota Kehutanan : 2 Ha - Buffer Zone Sub Termjinal Agribisnis : 1 Ha - Buffer Zone UPTD RPH Babi : 3 Ha - Bufer Zone Balai Benih Ikan Parit Mayor : 0,5 Ha - Buffer Zone Gedung Bulu Tangkis Ptk Barat : 0,25 Ha - Areal depan Gedung KNPI jl Sutan Syahrir : 0,25 Ha - Buffer Zone Sirkuit Balap Motor Batu Layang : 1 Ha Sumber : RTRW Kota Pontianak b. RTH Jalur Hijau RTH Jalur Hijau Jalan dapat meliputi Pulau jalan dan median jalan, jalur pejalan kaki dan Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tinggi, RTH Sempadan Sungai, Pemakaman, RTH Sepanjang Jalur SUTT. Setiap jiwa membutuhkan jalur hijau dengan luas 15 m letaknya menyebar. Jalur hijau berfungsi sebagai cadangan atau sumber-sumber alam sekaligus sebagai filter dari polusi yang dihasilkan oleh industri. Diperlukan penyedia jalur hijau sebagai jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota dengan lokasi menyebar. Selain itu perlu pengembangan bantaran sungai sebagai ruang terbuka hijau atau ruang interaksi sosial ( river walk ) dan olahraga. Adapun jalur hijau di Kota Pontianak terbagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut: 1) Jalur Hijau Sepanjang Jaringan Jalan (Pulau Jalan, median jalan dan jalur pej alan kaki) 2) Jalur Hijau Dibawah Saluran Udara Tegangan Tinggi Kriteria kawasan sekitar jalur udara utama listrik tegangan tinggi diatur dalam Permen PU No. 5 Tahun Ketentuan lebar sempadan jaringan tenaga listrik yang dapat digunakan sebagai RTH adalah sebagai berikut: - Garis sempadan jaringan tenaga listrik adalah 64 m yang ditetapkan dari titik tengah jaringan tenaga listrik; 2 yang II- Laporan Akhir 16

28 - Ketentuan j arak bebas minimum antara pengantar SUTT dengan tanah dan benda lain ditetapkan sebagai berikut : Tabel 2.19 Jarak Bebas Minimum SUTT, SUTM, SUTR, SKTM dan SKTR No Lokasi SUTT SUTM SUTR Saluran Kabel 66 KV 150 KV SKTM SKTR 1. Bangunan Beton 20 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 2. Pompa Bensin 20 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 3. Penimb unan Bahan Bakar 50 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 4. Pagar 3 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 5. Lapangan terbuka 6,5 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 6. Jalan Raya 8 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 7. Pepohonan 3,5 m 20 m 2,5 m 1,5 m 0,5 m 0,3 m 8. Bangunan Tahan Api 3,5 m 20 m 2 0 m 20 m 20 m 20 m 9. Rel Kereta Api 8 m 20 m 2 0 m 20 m 20 m 20 m 10. Jembatan Besi/tangga besi/kereta listrik 3 m 20 m 2 0 m 20 m 20 m 20 m 11. Dari Titik tertinggi kapal 3 m 20 m 2 0 m 20 m 20 m 20 m 12. Lapangan olahraga 2,5 m 20 m 2 0 m 20 m 20 m 20 m 13. SUTT lainnya pengantar udara tegangan 3 m 20 m 2 0 m 20 m rendah, jaringan telekomunikasi. Televisi dan kereta gantung Sumber : Permen PU No. 5 Tahun 2008 c. RTH Pemakaman Umum Setiap unit kecamatan/kota harus memiliki sekurang-kurangnya satu ruang terbuka yang berfungsi sebagai kuburan atau pemakaman umum. Besarnya lahan perkuburan atau pemakaman umum tergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Pertimbangan radius pencapaian dan area yang dilayani. Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kota Pontianak dialokasikan secara komunal dalam beberapa lokasi. Secara umum tidak ada patokan khusus mengenai kebutuhan ruang bagi TPU dan perkembangannya disesuaikan dengan kebutuhannya. Adapun tempat pemakaman umum di Kota Pontianak terdiri dari : - Makam Kesultanan Batu Layang - Pemakaman Muslim - Pemakaman Umum - Pemakaman Tionghoa Tabel 2.20 Tempat Pemakaman Umum Di Kota Pontianak No Kecamat an Luas (Ha) 1 Pontianak Barat 4 Lokasi 4,36 2 Pontianak Selatan 5 Lokasi 4,23 3 Pontianak Kota 7 Lokasi 6,65 4 Pontianak T imur 4 Lokasi 2,68 5 Pontianak Utara 4 Lokasi 26,64 Jumlah Pemakaman Tot al 24 44,56 Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pontianak Tahun 2011 Ketersediaan lahan pemakaman yang terdapat di Kota Pontianak sampai saat ini telah mencapai 44,56 ha atau sebesar 0,4% dari luas kota yang tersebar cukup merata. Untuk mengantisipasi perkembangan lahan pemakaman di pusat kota maka di masa mendatang peruntukan lahan untuk pemakaman umum diarahkan pada daerah pinggir kota dengan lahan yang cukup dengan pertimbangan tidak mudah banjir, tidak berada pada jaringan jalan utama dan bukan sebagai faktor penarik perkembangan kota, sehingga lebih teratur dan dikelola oleh pemerintah daerah. Lokasi pemakaman antar agama dapat berdampingan atau terpisah. II- Laporan Akhir 17

29 Adapun arahan pengembangan kawasan lindung setempat yang berfungsi pula sebagai ruang terbuka hijau ini adalah: - Menambah jalur hijau jalan di sepanjang jaringan jalan yang ada dan direncanakan - Intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan sungai, jaringan jalan, saluran udara tegangan tinggi, sempadan jalan, dan jalan bebas hambatan. - Intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di kawasan taman kota, pemakaman umum, serta di sekitar danau buatan dan mata air. - Secara mikro dilakukan penyediaan taman-taman lingkungan yang berada di pusat-pusat lingkungan perumahan. - Bentuk upaya Intensifikasi ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman, letak tanaman, ruang antar permukiman, taman-taman rumah. Selain itu, dilakukan juga diantaranya melalui penataan ulang makam dan taman kota yang dijadikan SPBU. Untuk ekstensifikasi RTH dilakukan dengan pembuatan RTH-RTH baru. Dari beberapa uraian di atas, maka dirumuskan Rencana Alokasi Ruang Terbuka Hijau Pub lik kota dapat dilihat pada Tabel Tabel 2.21 Rencana Ruang Terbuka Hijau Publik No Jenis Pengunaan Lahan Luas (Ha) 1. Kawasan Bergambut > 4 m 1.489,83 a. Kawasan lindung gambut 526,41 b. Pertanian/Agribisnis *) 803,72 c. Peternakan 159,70 2. Sempadan Sungai 53,10 3. Taman a. 250 jiwa 77,37 b jiwa 38,67 c jiwa 23,17 d jiwa 15,66 e. Taman dan Lapangan Olahraga 116,95 Jumlah 271,82 4. Jalur Hijau 248,16 a. Jalur Hijau Sepanjang Parit Primer dan Sekunder 35,81 b. Jalur Hijau Sempadan Jalan 49,83 c. Jalur Hijau di Bawah SUTT 53,92 d. Tempat Pemakaman Umum (TPU) 33,22 e. Buffer Zone TPA 70,62 f. Buffer Zone PLN Pembangkit 4,76 5. Hutan Kota 264,40 Total 2.327,31 Sumber : RTRW Kota Pontianak *) Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak Tahun 2012 KETERANGAN : - Jalur Hijau Sepanjang Parit Primer dan Sekunder 1 meter di kanan kiri parit - Jalur Hijau Sempadan Jalan Arteri 2 m dan 1 meter di sepanjang jalan kolektor dan lokal - Jalur Hijau Sepanjang Jalur SUTT 20 m di dari jalur SUTT - Buffer Zone TPA 300 m dari Garis terluar TPA - Buffer Zone PLTD sebesar 50 m dari garis terluar Lokasi Pembangkit - Buffer Zone Zona Industri 50 m dari garis terluar kawasan peruntukan industri Dari rincian diatas maka, target pencapaian RTH Publik yang dapat dicapai adalah sebesar 21,59 persen dari total keseluruhan luas wilayah kota Pontianak. II- Laporan Akhir 18

30 Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak Laporan Akhir II-19

31 Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalar dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja di tanam. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Permendagri nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan bahwa Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Distribusi ruang terbuka hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Sistem Ruang Terbuka Hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak hanya terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik. Adapun prinsip-prinsip penataan dalam sistem Ruang Terbuka Hijau sebagai berikut : (1) Secara Fungsional, meliputi: Pelestarian ruang terbuka kawasan, Aksesibilitas publik, Keragaman fungsi dan aktivitas, Skala dan proporsi ruang yang manusiawi dan berorientasi bagi pejalan kaki, sebagai pengikat lingkungan/bangunan dan sebagai pelindung, pengaman dan pembatas lingkungan/bangunan bagi pejalan kaki (2) Secara Fisik dan Nonfisik, meliputi: Peningkatan estetika, karakter dan citra kawasan, kualitas fisik (memenuhi kriteria kenyamanan bagi pemakai, kelancaran sirkulasi udara, pancaran sinar matahari, tingkat kebisingan, dan aspek klimatologi lainnya) dan kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan (3) Dari Sisi Lingkungan, meliputi : keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar, keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, kelestarian ekologis kawasan, pemberdayaan kawasan, pengembangan potensi bentang alam sebagai unsur kenyamanan kota dengan merencanakannya sebagai ruang terbuka bagi publik dan penekanan adanya pelestarian alam dengan merencanakan proteksi terhadap area bentang alam yang rawan terhadap kerusakan. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman- taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jalur hijau jalan. Dilihat dari fungsi RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Sedangkan secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), mauapun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. III- Laporan Akhir 1

32 Berdasarkan status kepemilikan ruang terbuka hijau dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu ruang terbuka hijau (RTH) publik dan ruang terbuka hijau (RTH) privat atau non publik. RTH publik adalah RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh Pemerintah (pusat, daerah), sedangkan RTH Privat adalah RTH yang berlokasi pada lahanlahan milik privat. Adapun ruang terbuka hijau pada kawasan Kota Pontianak berupa kawasan lindung, taman, hutan kota, jalur hijau jalan, jaringan listrik tegangan tinggi, tempat pemakaman umum, serta zona-zona penyangga TPA dan PLN Pembangkit. Dalam penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau diperlukan tahapan analisis yaitu tahapan penguraian atau pengkajian atas amatan hasil survey dan kajian pustaka. Terselenggaranya proses sintesa antara teori dan fakta di lapangan, sebagai masukan untuk merumuskan pedoman pembangunan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep penataan atas permasalahan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Dalam bab ini akan membahas mengenai analisis tapak ruang terbuka hijau. Adapun tahapan analisis tapak ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut : 3.1. KAWASAN LINDUNG Jenis kawasan lindung yang terdapat di Kota Pontianak meliputi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan sempadan sungai, kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya. Kawasan lindung yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut : a) Kawasan Lindung Gambut Kawasan lindung gambut merupakan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya. Adapun yang dimaksud dengan kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu lama. Kriteria kawasan lindung bergambut adalah mempunyai kedalaman gambut lebih dari 4 meter. b) Kawasan Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan, kanal, dan saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang potensial mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik, dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Sesuai dengan Keppres No. 32 Tahun 1990, kondisi dan karakteristik permukiman perkotaan secara umum di Kalimantan Barat, maka kriteria yang dipakai untuk menentukan batas kawasan sempadan sungai ini adalah kawasan sepanjang sungai sekurang-kurangnya 15 meter di tepi kanan-kiri sungai besar dan 10 meter di tepi kanan-kiri sungai kecil dihitung dari titik pasang terendah sungai tersebut. Kawasan sempadan sungai di Kota Pontianak hampir tersebar secara merata pada setiap kecamatan Ketersediaan RTH Kawasan Lindung Di Kota Pontianak Ruang terbuka hijau kawasan lindung di Kota Pontianak tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Untuk kawasan gambut yang dikategorikan sebagai kawasan lindung dengan ketebalan gambut lebih dari 4 meter, lokasi keberadaanya sebagian kecil terdapat di Kecamatan Pontianak Tenggara dan sebagian besar terdapat di Kecamatan Pontianak Utara dengan luas keseluruhan lebih kurang sebesar Ha atau sekitar 14,9% dari luas kota secara keseluruhan. Sedangkan untuk kawasan sempadan sungai di Kota Pontianak yang dikategorikan sebagai kawasan lindung adalah kawasan sepanjang tepi kanan-kiri Sungai III- Laporan Akhir 2

33 Kapuas, Sungai Kapuas Kecil, Sungai Landak, dan parit-parit primer seperti Sungai Nipah Kuning, Sungai Jawi, Sungai Malaya dan Sungai Raya. Berikut contoh kawasan lindung gambut dan kawasan sempadan sungai yang ada di Kota Pontianak adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Contoh RTH Kawasan Lindung Di Kota Pontianak No Ilustrasi RTH Jenis RTH Pontianak Selatan 1. Sempadan Sungai Kapuas Pontianak Tenggara 2. Sempadan Sungai Raya Pontianak Kota 3. Sempadan Sungai Kapuas Pontianak Barat 4. Sempadan Sungai Nipah Kuning Pontianak Timur 5. Sempadan Sungai Kapuas Pontianak Utara 6. Kawasan Lindung Gambut Bukit Rel Sumber : Hasil Analisis III- Laporan Akhir 3

34 Kebutuhan RTH Kawasan Lindung Kota Pontianak a) Kawasan Lindung Gambut Kawasan lindung gambut berfungsi untuk melindungi ekosistem di dalamnya. Gambut mempunyai sifat irreversible (tidak dapat kembali ke sifat fisik semula setelah kehilangan kandungan air), sehingga kandungan airnya harus tetap dijaga. Oleh karena itu, perubahan tata air pada kawasan bergambut dapat mengakibatkan terekspornya pirit yang bersifat racun. Ekosistem unit di kawasan bergambut antara lain adalah ekosistem air hitam. Berdasarkan kondisi eksisting Kota Pontianak, kawasan lindung gambut dengan ketebalan 4 meter atau lebih sebagian besar terdapat pada kecamatan Pontianak Utara. Jenis tanah yang didominasi oleh komposisi tanah alluvial dan organosol, dimana tanah organosol dalam hal ini tanah gambut mempunyai tingkat erodibilitas yang sangat tinggi dengan daya dukung rendah. Adapun jenis vegetasi yang tumbuh pada kawasan lindung gambut sangat beragam mulai dari pertumbuhan berbagai tanaman air, tumbuh-tumbuhan rerumputan, buluh dan sebagainya, kemudian pertumbuhan semak belukar dan hingga tanaman keras. Oleh karena itu, arahan pengendalian perkembangan penggunaan lahan pada gambut dengan ketebalan lebih dari 4 meter direkomendasikan sebagai kawasan lindung dimana lahan terbangun yang diarahkan untuk dikeluarkan dari kawasan ini atau dengan KDB 20% untuk kawasan terbangun yang tetap dipertahankan. b) Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai merupakan kawasan yang harus dilindungi karena fungsinya yang sangat penting untuk menjaga kelestarian unsur alami. Berdasarkan kondisi eksisting dan karakteristik permukiman perkotaan secara umum di Kota Pontianak, terdapat dua jenis sungai yaitu sungai bertanggul dan sungai tidak bertanggul. Namun pada perkembangannya, kawasan sempadan sungai kurang diperhatikan dan dirawat dengan baik. Jenis vegetasi yang ada pada sekitar kawasan sempadan sungai juga kurang terawat dan tertata dengan baik. Beberapa jenis vegetasi tersebut kurang sesuai kondisi tanah yang berada di tepian sungai. Selain itu, fungsi kawasan sempadan sungai sebagai daerah yang dilindungi mulai berubah, banyak masyarakat yang mengalih fungsikan kawasan sempadan sungai tersebut menjadi area permukiman, area pedagang kaki lima dan lain sebagainya. Karena sudah terdapat banyak permukiman penduduk yang termasuk kawasan sempadan sungai, maka kawasan terbangun pada sempadan sungai dan parit primer direkomendasikan sebagai kawasan dengan intensitas kegiatan rendah dan pembangunan terbatas. Sedangkan untuk lahan kosong yang masih ada pada kawasan sempadan sungai diarahkan sebagai jalur hijau yang bebas dari pembangunan kecuali untuk pembangunan yang mendukung fungsi perlindungan setempat. Berdasarkan Peraturan Walikota Pontianak Nomor 95 Tahun 2005 tentang garis sempadan sungai dalam wilayah Kota Pontianak, pengendalian perkembangan pada kawasan sempadan sungai di Kota Pontianak berupa : (1) Garis sempadan sungai untuk Sungai Kapuas Kecil, Sungai Kapuas Besar dan Sungai Landak berkisar antara 15 sampai 20 meter; (2) Garis sempadan sungai, parit dan saluran dalam Wilayah Kota Pontianak adalah : Tabel 3.2 Garis Sempadan Sungai, Parit dan Saluran Di Kota Pontianak NO NAMA SALURAN FUNGSI I KEC. PONTIANAK BARAT 1 Sungai Nipah Kuning Primer 10 m SALURAN GARIS SEMPADAN SUNGAI 2 Sungai Serok Primer 10 m III- Laporan Akhir 4

35 NO NAMA SALURAN FUNGSI SALURAN GARIS SEMPADAN SUNGAI 3 Sungai Beliung Primer 10 m 4 Sungai Jawi Primer 10 m 5 Parit Kandang Sapi (Saluran Jl.Martadinata) Primer 10 m 6 Saluran Jl. Kom Yos Sudarso Sekunder 5 m II KEC. PONTIANAK KOTA 1 Sungai Bangkong Primer 10 m 2 Parit Besar Primer 10 m 3 Saluran Jl. Merdeka Primer 10 m 4 Saluran Jl. Pak Kasih Sekunder 5 m 5 Saluran Jl. Zainuddin Sekunder 5 m 6 Saluran Jl. Jenderal Urip Sekunder 5 m 7 Saluran Jl. HOS. Cokroaminoto Sekunder 5 m 8 Saluran Jl. KHA. Dahlan Sekunder 5 m 9 Saluran Jl. KHW. Hasyim Sekunder 5 m 10 Saluran Jl. Candramidi Sekunder 5 m 11 Saluran Jl. Gusti Hamzah Sekunder 5 m 12 Saluran Uray Bawadi Sekunder 5 m 13 Saluran Jl. Suwignyo Sekunder 5 m 14 Saluran Jl. Dr. Sutomo Sekunder 5 m 15 Saluran Jl. M. Yamin Sekunder 5 m 16 Saluran Jl. Danau Sentarum Sekunder 5 m 17 Saluran Jl. Dr. Wahidin Sekunder 5 m 18 Saluran Jl. Ampera 5 m Sekunder 19 Saluran Jl. Putri Dara Hitam 5 m Sekunder 20 Saluran Jl. Putri Dara Nante 5 m Sekunder 21 Saluran Jl. Sultan Abdurrahman 5 m Sekunder III KEC. PONTIANAK SELATAN 1 Sungai Raya Primer 10 m 2 Parit H. Husin Primer 10 m 3 Parit Bangka Primer 10 m 4 Parit Bansir Primer 10 m 5 Parit Tokaya Primer 10 m 6 Saluran Jl. Adisucipto Sekunder 5 m 7 Saluran Jl. Imam Bonjol 5 m Sekunder 8 Saluran Jl. Tanjung Pulau Sekunder 5 m 9 Saluran Jl. Gajah Mada 5 m Sekunder 10 Saluran Jl. M. Sohor 5 m Sekunder 11 Saluran Jl. Johan Idrus 5 m Sekunder 12 Saluran Jl. Tani Makmur 5 m Sekunder IV KEC. PONTIANAK TIMUR 1 Saluran Panglima Aim Primer 10 m 2 Saluran Yusuf Karim Primer 10 m 3 Saluran Parit Mayor Primer 10 m 4 Saluran Jl. Tanjung Raya 5 m Sekunder 5 Saluran Jl. Paralel Tol 5 m Sekunder 6 Saluran Jl. Ya Sabran 5 m Sekunder 7 Saluran Jl. Tritura 5 m Sekunder III- Laporan Akhir 5

36 NO NAMA SALURAN FUNGSI SALURAN GARIS SEMPADAN SUNGAI V KEC. PONTIANAK UTARA 1 Sungai Malaya Primer 10 m 2 Sungai Nanas Primer 10 m 3 Parit Pangeran Primer 10 m 4 Parit Pekong Primer 10 m 5 Parit Wan Salim Primer 10 m 6 Sungai Putat Primer 10 m 7 Sungai Selamat Primer 10 m 8 Parit Belanda Primer 10 m 9 Parit Pak Kacong Primer 10 m 10 Sungai Kunyit Primer 10 m 11 Sungai Kunyit Baru Primer 10 m 12 Saluran Jl. Selat Panjang Sekunder 5 m 13 Saluran Jl. Gusti Situt Mahmud Sekunder 5 m 14 Saluran Jl. Khatulistiwa Sekunder 5 m 15 Parit Madura Sekunder 5 m 16 Saluran Jl. Kebangkitan Nasional Sekunder 5 m Sumber : Peraturan Walikota Pontianak Nomor 95 Tahun 2005 Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, sungai di perkotaan terdiri dari sungai bertanggul dan sungai tidak bertanggul. Pengendalian perkembangan pada kawasan sempadan sungai untuk sungai bertanggul dan tidak bertanggul antara lain sebagai berikut : Sungai Bertanggul : o Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurangkurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; o Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurangkurangnya 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; o Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan sungai; o Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru harus dibebaskan. Sungai Tidak Bertanggul : o Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut : - Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; - Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; - Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. o Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut : - Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 km 2 atau lebih, penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya 100 m; III- Laporan Akhir 6

37 - Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai kurang dari 500 km 2, penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya 50 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. o Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul diukur ruas per ruas dari tepi sungai dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan. o Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan harus menjamin kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai. Laporan Akhir III-7

38 Laporan Akhir III-8

39 3.2. TAMAN DAN HUTAN KOTA Taman kota adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan. Sedangkan hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Taman sebagai ruang terbuka hijau mempunyai banyak jenis seperti taman rukun tetangga (RT), taman rukun warga (RW), taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota dan lapangan olahraga. Di Kota Pontianak, jenis-jenis ruang terbuka hijau taman tersebar di berbagai kecamatan Ketersediaan RTH Taman Dan Hutan Kota Di Kota Pontianak Jenis dan variasi ruang terbuka hijau taman dan hutan kota di Kota Pontianak ini sangat banyak. Mulai dari taman lingkungan rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kelurahan, kecamatan hingga taman kota dan hutan kota, serta taman ornamen atau bertema. Berikut ini merupakan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) taman dan hutan kota yang terdapat di Kota Pontianak : Tabel 3.3 Ketersediaan RTH Taman Dan Hutan Kota Di Kota Pontianak No RTH Taman Dan Hutan Kota Jenis RTH Luas RTH (Ha) Pontianak Selatan 1 Taman Jl. Sultan Hamid II (Tol Kiri) Taman RT 0,211 2 Taman Jl. Sultan Hamid II (Tol Kanan) Taman RT 0,211 3 Taman Akcaya Kota Baru Taman Kelurahan 0,305 4 Taman Bundaran Kota Baru Taman Ornamen 0,015 5 Hutan Kota Jl. Veteran Hutan Kota 2,425 Pontianak Tenggara 6 Tugu Digulis Untan Taman Ornamen 0,082 7 Taman Untan Taman Kelurahan 0,813 8 Arboretum Untan Hutan Kota 4,669 9 Tugu Untan Taman Ornamen 0, Taman Depan Rs. Soedarso Taman 0, Taman Batas Kota Rs. Soedarso Taman Ornamen 0,111 Pontianak Kota 12 Taman Jam Tua Jl. Pak Kasih Taman Ornamen 0, Taman Monumen Jl. Rahadi Usman Taman Ornamen 0, Taman Bundaran Pelindo Jl. Rahadi Usman Taman Ornamen 0, Taman Alun Kapuas Taman Kelurahan 0, Taman Adipura Taman Ornamen 0, Taman Pasar Mawar Taman Ornamen 0, Taman Bundaran Yamaha Jl. HOS Cokro Aminoto Taman Ornamen 0, Taman Jl. Karimata Taman RT 0, Komplek Stadion Atletik Kota Pontianak Jl. Ampera Hutan Kota 5, Fasilitas Umum Pemerintah Kota Pontianak Jl. Sulawesi Hutan Kota 1,500 Pontianak Utara 22 Tugu Khatulistiwa TOTAL Taman Kecamatan 4,503 21,944 Sumber : Hasil Analisis Laporan Akhir III-9

40 NO Tabel 3.4 Data Fasos / Fasum Perumahan Kota Pontianak Tahun NAMA KOMPLEKS / LOKASI LUAS (Ha) PENGEMBANG 1 Komp.Laili Raya Jl.Pemda / Jl.Padat Karya 0, Komp.Graha Zaudati Jl.Pemda / Jl.Padat Karya 0,07 3 Komp.Nusa Indah Permai III Jl.Padat Karya Kel.Saigon 0, Komp.Villa Gading Mansion Jl.Sungai Raya Dalam Kel.Bangka Belitung Darat 0, Komp.Mutiara Sepakat Jl.Sepakat 2 Kel.Bansir Darat 0,031 6 Komp.Griya Tanjung Permai Jl.Ya' M.Sabran Kel.Tanjung Hulu 0, Komp.Pesona Alam Jl.Petani Kel.Sungai Jawi 0, Komp.Intan Permata Jl.Karet Kel.Sui Beliung 0, Komp.Amy Permai Jl.Husain Hamzah Kel.Pal Lima 0, Komp.Amy Permai Jl.Husain Hamzah Kel.Pal Lima 0, Komp.Grand Permai II Jl.Tanjung Raya 2 Kel.Parit Mayor 0, Komp.Grand Permai II Jl.Tanjung Raya 2 Kel.Parit Mayor 0, Komp.Lathisa Terrace Jl.Tanjung Raya 2 Kel.Saigon 0, Komp.Royal Mansion Jl.Tanjung Raya 2 Kel.Saigon 0, Komp.Royal Mansion Jl.Tanjung Raya 2 Kel.Saigon 0, Komp.Bumi Citra Lestari Jl.Landak Timur Kel.Tj.hulu 0, Komp.Bumi Citra Lestari Jl.Landak Timur Kel.Tj.hulu 0, Komp.GreenHill Jl.Parit H.Husin 2 Kel.Bansir Darat 0, Komp.Royal Serdam Jl.Sungai Raya Dalam Kel.Bangka Belitung Darat 0, Komp.Royal Serdam Jl.Sungai Raya Dalam Kel.Bangka Belitung Darat 0, Komp.Green Land Jl.Parit H.Husin 2 Kel.Bangka Belitung Darat 0, Komp.Green Land Jl.Parit H.Husin 2 Kel.Bangka Belitung Darat 0, Komp.Grand Zaudati Jl.Lapangan Golf Kel.Siantan Hulu 0, Perumahan Kurnia 9 Jl.Parit demang Kel.Parit Tokaya 0,01 25 Perumahan Taman Anggrek Jl.Sungai Raya Dalam Kel.Bangka Belitung Darat 0,0344 JUMLAH Sumber : Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Pontianak Tabel 3.5 Data Lapangan Olah Raga Kota Pontianak NO NAMA LOKASI LUAS (Ha) 1 Lapangan Bola Untan Jl.Daya Nasional 2,792 2 Stadion SSA Jl.M.T.Haryono 19, Stadion Kebon Sajoek Jl.Pattimura 1, Lapangan Golf Jl.28 Oktober 25, Lapangan Bola Publik Jl.Tabrani Ahmad 0, Lapangan Bola Publik Jl.Tani Ptk Timur 1, lapangan Bola FKIP Jl.Komp.Untan 1, Lapangan Gerindra Jl.Ujung Pandang 1, Lapangan SMP 3 Jl.Irian 0, Lapangan Bola Purnama Jl.Purnama 0, Lapangan Bola Publik Jl.Karya Sosial 0, Lapangan Bola Publik Jl.wonoyoso 0, running Field Polda Jl.A.Yani 1, Lapangan Bola Kodam Jl.Ali Anyang 0, Lapangan Bola Publik Jl.Gusti Situt mahmud 0, Lapangan Perum 3 Jl.Paini Bardan 1, Lapangan Bola Publik Jl.Budi Utomo 0, Lapangan Bola Publik Jl.Sungai Malaya 1, Lapangan Grass Track Jl.Khatulistiwa 3,47 20 Lapangan Bola Publik Jl.Khatulistiwa 1,5761 JUMLAH Sumber : Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Pontianak 65,8949 0,7784 Laporan Akhir III-10

41 Berdasarkan data ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Pontianak, jenis ruang terbuka hijau taman dan hutan kota yang ada di Kota Pontianak sangat bervariasi dan beragam. Berikut beberapa ilustrasi ruang terbuka hijau berupa taman dan hutan kota yang ada di Kota Pontianak : Tabel 3.6 Contoh RTH Taman Dan Hutan Kota Di Kota Pontianak No Ilustrasi RTH Lokasi Luas RTH (Ha) Pontianak Selatan 1. Taman Akcaya 0, Stadion Sultan Syarif Abdurrahman 19, Hutan Kota Jl. Veteran 2,425 Pontianak Tenggara 4. Taman Untan 0, Lapangan Sepak Bola Untan 2,792 Laporan Akhir III-11

42 No Ilustrasi RTH Lokasi Luas RTH (Ha) 6. Arboretum Untan 4,669 Pontianak Kota 7. Taman Jl. Karimata 0, Taman Yamaha Simpang Empat Merdeka (SMP Negeri 1 Pontianak) 0, Taman Alun Kapuas 0,483 Pontianak Utara 10. Tugu Khatulistiwa 4,503 Sumber : Hasil Analisis Kebutuhan RTH Taman Dan Hutan Kota Di Kota Pontianak Berdasarkan cakupan skala pelayanannya, taman dan hutan kota terbagi dalam beberapa jenis seperti taman rukun tetangga (RT), taman rukun warga (RW), taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota dan lapangan olahraga. a) Taman Rukun Tetangga (RT) Taman rukun tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam satu lingkup RT yang terdiri dari 250 penduduk atau sekitar 50 rumah yang mengelompok. Berdasarkan kondisi eksisting Kota Pontianak, taman dengan skala rukun tetangga (RT) Laporan Akhir III-12

43 masih terlalu sedikit dan belum cukup merata penyebarannya untuk setiap bagian wilayah di Kota Pontianak. Seharusnya taman RT diperuntukkan untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Selain itu, taman RT juga berfungsi sebagai pengendali udara dan tempat bermain anak. Namun pada kenyataanya taman tersebut kurang perawatan sehingga fungsi taman tidak maksimal dan tidak nyaman untuk digunakan. Jenis vegetasi yang ada pada taman RT kurang memenuhi standar dan fasilitas yang ada di dalam taman juga sudah tidak memadai lagi. Pada dasarnya, taman dalam lingkup rukun tetangga merupakan tanggung jawab bagi masyarakat sekitar yang tinggal di area taman tersebut. Namun kesadaran masyarakat akan ruang terbuka hijau masih sangat kurang. Oleh karena itu, diperlukan arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala rukun tetangga (RT) yaitu : - Adanya penambahan taman RT minimal 1 (satu) taman dalam cakupan skala rukun tetangga; - Luasan untuk taman RT ± 250 m 2 atau dengan standar 1 m 2 per penduduk dan radius pencapaian kurang dari 300 m; - Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 70%-80% dari luas taman; - Taman harus menyediakan fasilitas minimal bangku taman dan fasilitas mainan anakanak; - Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dan minimal terdapat 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang; - Perlunya penyuluhan kepada masyarakat untuk pengelolaan dan perawatan taman; - Perlunya pengawasan Pemerintah tentang pengelolaan dan pengembangan taman RT. b) Taman Rukun Warga (RW) Berdasarkan skala pelayanannya taman rukun warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam satu lingkup RW yang terdiri dari sekitar penduduk atau 10 lingkungan. Di Kota Pontianak, untuk taman dengan cakupan skala rukun warga (RW) masih sangat sedikit dan jarang, bahkan terkadang dalam cakupan satu rukun warga (RW) tidak terdapat ruang terbuka hijau sama sekali. Hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan di area permukiman untuk peruntukkan ruang terbuka hijau. Taman RW setidaknya dapat mewadahi berbagai kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RW khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Namun ruang terbuka hijau taman yang ada tidak berfungsi secara maksimal dan tidak terawat dengan baik dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk merawat serta mengelolanya. Hal ini juga menyebabkan taman sebagai ruang terbuka aktif menjadi taman dengan ruang terbuka pasif yang tidak ada interaksi sosial di dalamnya. Selain itu, jenis vegetasi yang ada belum memenuhi kriteria yang sesuai untuk sebuah taman. Setidaknya di dalam satu taman dibutuhkan tanaman pelindung dari berbagai jenis pohon. Adapun arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala rukun warga (RW) yaitu : - Adanya penambahan taman RW minimal 1 (satu) taman dalam cakupan skala rukun warga; - Luasan untuk taman RW ± m 2 atau dengan standar 0,5 m 2 per penduduk dan radius pencapaian m; - Lokasi taman RW dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW seperti balai pertemuan, dekat dengan TK, pertokoan lingkungan, pos hansip dan lain-lain; Laporan Akhir III-13

44 - Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 70%-80% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; - Taman dapat dilengkapi dengan fasilitas beberapa unit bangku taman dan fasilitas lapangan seperti lapangan voli, bulutangkis dan lain-lain; - Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dan minimal terdapat 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang; - Perlunya penyuluhan kepada masyarakat untuk pengelolaan dan perawatan taman; - Perlunya pengawasan Pemerintah tentang pengelolaan dan pengembangan taman RW. c) Taman Kelurahan Taman Kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kelurahan yaitu sekitar penduduk. Berdasarkan kondisi eksisting di Kota Pontianak, jenis taman untuk cakupan skala kelurahan masih sangat kurang jumlahnya. Tidak semua bagian wilayah Kota Pontianak memiliki taman kelurahan. Jumlah taman yang ada masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya dan taman kelurahan yang ada di Kota Pontianak penyebarannya tidak merata hanya terdapat pada area kecamatan Pontianak Selatan, Pontianak Tenggara dan Pontianak Kota. Selain itu, fasilitas yang ada pada taman juga kurang memadai dan kurang terawat. Vegetasi yang ada juga belum memenuhi standar, karena setidaknya di dalam taman kelurahan tersebut terdapat beberapa jenis pohon pelindung. Vegetasi yang tumbuh dan berkembang di taman bahkan ada yang mati karena kurangnya perawatan. Berikut arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala kelurahan : - Adanya penambahan taman keluarahan sekurang-kurangnya 1 (satu) taman dalam cakupan skala kelurahan; - Luasan untuk taman kelurahan sekitar m 2 atau dengan standar 0,3 m 2 per penduduk; - Lokasi taman kelurahan dapat berada pada wilayah yang bersangkutan dan sebaiknya berdekatan dengan fasilitas pendidikan sehingga bermanfaat untuk murid; - Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 80-90% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; - Taman dapat dilengkapi dengan fasilitas berupa lapangan olahraga, lokasi pertandingan olahraga, upacara, serta kursi-kursi taman. - Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai keperluan, untuk taman aktif minimal 25 (dua puluh lima) pohon pelindung (jenis pohon kecil dan sedang), dan untuk taman pasif minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung (jenis pohon kecil dan sedang); - Perlunya penyuluhan kepada masyarakat untuk pengelolaan dan perawatan taman; - Perlunya pengawasan Pemerintah tentang pengelolaan dan pengembangan taman kelurahan. d) Taman Kecamatan Taman Kecamatan ditujukan untuk melayani penduduk dalam satu kecamatan yang melayani sekitar penduduk. Di Kota Pontianak yang dapat dikategorikan sebagai taman kecamatan hanya taman terdapat di kawasan Universitas Tanjungpura (Untan) kecamatan Pontianak Tenggara. Jumlah tersebut sangat tidak mencukupi untuk jumlah penduduk Kota Pontianak yang semakin bertambah setiap tahunnya. Padahal penduduk Laporan Akhir III-14

45 sangat membutuhkan ruang terbuka hijau untuk menampung segala aktifitas sosial serta kegiatan lainnya. Keterbatasan lahan untuk peruntukkan ruang terbuka hijau juga menjadi kendala dalam ketersediaan ruang terbuka hijau. Hal ini menyebabkan jumlah ruang untuk taman sangat sedikit sehingga ruang terbuka hijau tidak bisa teroptimalisasi dengan baik. Selain itu, pada taman kelurahan yang ada di areal Universitas Tanjungpura tersebut, jumlah dan jenis vegetasinya, masih sangat kurang. Vegetasinya belum memenuhi kriteria untuk taman kecamatan, yang harus terdapat banyak pohon pelindung dan pohon tahunan. Oleh karena itu, diperlukan arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala kecamatan yaitu sebagai berikut : - Adanya penambahan taman kecamatan sekurang-kurangnya 1 (satu) taman dalam cakupan skala kecamatan; - Luasan untuk taman kecamatan sekitar m 2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2 m 2 per penduduk; - Lokasi taman kecamatan dapat berada pada wilayah yang bersangkutan dan sebaiknya berdekatan dengan fasilitas pendidikan sehingga bermanfaat untuk murid; - Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 80-90% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; - Fasilitas yang ada pada taman kecamatan dapat berupa lapangan terbuka, lapangan basket, upacara serta kursi-kursi taman; - Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai keperluan, untuk taman aktif minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung (jenis pohon kecil dan sedang dan untuk taman pasif minimal 100 (seratus) pohon tahunan (jenis pohon kecil dan sedang); - Perlunya penyuluhan kepada masyarakat untuk pengelolaan dan perawatan taman; - Perlunya pengawasan Pemerintah tentang pengelolaan dan pengembangan taman kecamatan. e) Taman Kota Taman kota adalah taman yang melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota yang melayani minimal penduduk. Taman ini dapat berbentuk sebagai ruang terbuka hijau (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi, taman bermain (anak/balita), taman balita, taman khusus (lansia), fasilitas olahraga terbatas, serta kompleks olahraga. Di Kota Pontianak, taman yang dapat dikategorikan sebagai taman skala kota sebenarnya belum ada, karena taman-taman tersebut belum memenuhi kategori sebagai taman berskala kota baik dari sisi luasan area hingga fasilitas dan vegetasi di dalamnya yang masih sangat kurang. Selain itu, masyarakat Kota Pontianak juga sudah terbiasa berkumpul dan berinteraksi sosial di area perbelanjaan dan hiburan seperti mall, sehingga aktifitas masyarakat terpusat di kawasan tersebut. Hal ini disebabkan karena kurangnya wadah untuk menampung segala aktifitas sosial masyarakat serta kegiatan lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkanlah suatu wadah ruang terbuka hijau berupa taman kota untuk mewadahi segala kegiatan interaksi sosial masyarakat. Adapun arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala kota yakni sebagai berikut : - Luasan untuk taman kota minima m 2 atau dengan standar 0,3 m 2 per penduduk; - Lokasi taman kota berada di tempat yang strategis sehingga mudah diakses oleh semua masayarakat; - Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) 80-90% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; Laporan Akhir III-15

46 - Fasilitas yang ada pada taman kota dapat berupa lapangan hijau terbuka yang dilengkapi fasilitas rekreasi dan olahraga, kompleks olahraga, area bermain anak, dan kursi-kursi taman, serta fasilitas lainnya yang mendukung. - Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai berupa pohon tahunan (pohon sedang dan kecil), semak, perdu, penutup tanah yang ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan; - Perlunya penyuluhan kepada masyarakat untuk pengelolaan dan perawatan taman kota; - Perlunya pengawasan Pemerintah tentang pengelolaan dan pengembangan taman kota. f) Hutan Kota Hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan kota (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati). Hutan kota juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas sosial masyarakatn(secara terbatas, meliputi aktifitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca, atau aktifitas yang aktif seperti jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi, penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur), wahana pendidikan dan penelitian. Hutan kota di Kota Pontianak masih kurang merata penyebarannya untuk tiap wilayah. Saat ini hutan kota hanya terdapat di kecamatan Pontianak Selatan dan Pontianak Tenggara. Hutan kota sebaiknya terdapat pada setiap bagian wilayah Kota Pontianak, hal ini dikarena fungsi hutan kota sebagai penyangga lingkungan yakni untuk : - Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; - Meresapkan air; - Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan - Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati. Hutan kota memiliki struktur yang terdiri dari komunitas tumbuh-tumbuhan pepohonan dan rumput. Hutan kota dapat berbentuk seperti : - Bergerombol atau menumpuk : hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan; - Menyebar : hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal m 2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil; - Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas % dari luas hutan kota; - Berbentuk jalur : hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Dengan lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter. Laporan Akhir III-16

47 Laporan Akhir III-17

48 Laporan Akhir III-18

49 Laporan Akhir III-19

50 3.3. JALUR HIJAU JALAN Jalur hijau merupakan jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawas jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. Ruang terbuka hijau jalan meliputi pulau jalan, median jalan, dan jalur pejalan kaki. Taman pulau jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti pada persimpangan tiga atau bundaran jalan. Median jalan berupa jalur pemisah yang membagi jalan menjadi dua jalur atau lebih. Sedangkan ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Setiap jiwa membutuhkan jalur hijau dengan luas 15 m 2 yang letaknya menyebar. Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan (RUMIJA) sesuai dengan kelas jalan. Berikut adalah ilustrasi bagian bagian pada jalan : Gambar 3.5 Bagian Bagian Jalan Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Pasal Ketersediaan RTH Jalur Hijau Jalan Di Kota Pontianak Jalur hijau pejalan kaki di Kota Pontianak terdapat pada setiap ruang-ruang jalan, terutama pada jalan-jalan arteri primer, jalan kolektor primer serta jalan arteri sekunder. Adapun jalanjalan di Kota Pontianak yang memiliki jalur hijau jalan yaitu : Jalan A. Yani, Veteran, Pahlawan, Sultan Hamid II, Tanjung Pura, Rahadi Usman, Pak Kasih, Gusti Situt Mahmud, Khatulistiwa, Imam Bonjol, Adi Sucipto, HRA. Rachman, Husein Hamzah, Gajahmada, Pattimura, Hasanuddin, Teuku Umar, KH. Wahid Hasyim, Sutan Syahrir, Gusti Lelanang, dan lain sebagainya. Berikut beberapa ilustrasi jalur hijau jalan di Kota Pontianak yang tersebar di setiap kecamatan : Laporan Akhir III-20

51 Tabel 3.7 Contoh RTH Jalur Hijau Jalan Di Kota Pontianak No Ilustrasi RTH Lokasi Keterangan Pontianak Selatan 1 Jl. A Yani Median Jalan 2 Jl. Veteran Pulau Jalan Pontianak Tenggara 3 Jl. AR. Saleh Median Jalan 4 Jl. A Yani Bahu Jalan dan Jalur Pejalan Kaki Pontianak Kota 5 Jl. Zainuddin Pulau Jalan 6 Jl. Pattimura Bahu Jalan Laporan Akhir III-21

52 No Ilustrasi RTH Lokasi Keterangan Pontianak Barat 7 Jl. HRA Rachman Bahu Jalan Pontianak Timur 8 Jl. Sultan Hamid II Bahu Jalan Pontianak Utara 9 Jl. Khatulistiwa Bahu Jalan Sumber : Hasil Analisis Kebutuhatn RTH Jalur Hijau Jalan Di Kota Pontianak Jalur hijau berfungsi sebagai cadangan atau sumber-sumber alam sekaligus sebagai filter dari polusi yang dihasilkan oleh industri. Diperlukan penyedia jalur hijau sebagai jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota dengan lokasi menyebar. Setiap jiwa membutuhkan jalur hijau dengan luas 15 m 2 yang letaknya menyebar. Di Kota Pontianak pembagian jalur hijau jalan merata pada setiap bagian jalan. Jalur hijau jalan hanya ada pada jalan-jalan arteri primer, kolektor primer serta arteri sekunder. Pada kecamatan Pontianak Selatan, Tenggara dan Pontianak Kota, jalur hijau tertata dengan cukup rapi dan bersih. Namun pada daerah kecamatan Pontianak Barat, Utara dan Timur area jalur hijau belum tertata dengan rapi. Hal ini disebabkan kurangnya pengelolaan dari Pemerintah terhadap area jalur hijau tersebut. Perkembangan dan penataan jalur hijau hanya terkonsentrasi pada area pusat kota. Jalur hijau yang terdiri dari pulau jalan, median jalan serta jalur pejalan kaki mempunyai fungsi sebagai pendukung dalam suatu jaringan jalan. Untuk jalur pejalan kaki yang terdapat pada bahu jalan, difungsikan sebagai ruang bagi pejalan kaki. Namun, fungsi tersebut terkadang berubah menjadi area pedagang kakil lima berjualan. Hal ini dapat mengganggu intensitas pengguna jalur pejalan kaki. Selain itu, pemilihan vegetasi pada area jalur hijau juga belum memenuhi kriteria seharusnya. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang sesuai untuk jalur hijau jalan di Kota Pontianak ini. Dalam perencanaan jalur hijau, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan agar tercipta jalur hijau yang selaras dan seimbang yaitu sebagai berikut : Laporan Akhir III-22

53 a. Penentuan Lokasi Penanaman 1) Jalur penanaman Pohon pada sistem jaringan jalan di dalam kota dapat ditanam di batas ruang manfaat jalan (RUMAJA). 2) Perletakkan tanaman - Jarak tanaman terhadap perkerasan : Jarak titik tanam pohon dengan tepi perkerasan minimal 3 m, sedangkan jarak titik tanam perdu dengan tepi perkerasan minimal 25 cm (untuk perdu dengan lebar miniman 50 cm). - Jarak antara tanaman : Letak tanam dapat berbaris dan berkelompok dengan jarak titik tanam rapat, tidak rapat, dan jarang. 3) Kriteria pengaturan penanaman : Tabel 3.8 Kondisi Penanaman Pada Ruang Milik Jalan No Lokasi Pengaturan Jarak Tanam Keterangan 1 Ruas jalan / sepanjang tangents 4,00 m untuk perkotaan Tanaman tidak melebihi tiang listrik dan telepon, tidak merusak utilitas bawah tanah serta tidak menutupi cahaya lampu jalan. 2 Median (lebar < 1,50 m) 0,50 dari tepi garis jalan Pelihara tinggi semak/pohon pada 1,00 m. Tidak ada bagian tanaman yang ditanam pada perkerasan jalan. 3 Median 0,50 dari tepi garis jalan Tidak ada bagian tanaman yang (lebar > 1,50 m) ditanam pada perkerasan jalan. 4 Median terbuka 2,50 m diukur dari median Pelihara tinggi semak pada 0,50 m. terbuka 0,50 m depan garis tepi 5 Sepanjang lengkung horizontal Mengacu pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Ruang bebas vertikal 5,00 m dari perkerasan harus dipelihara. Jalan Antar Kota No. 038/TBM/ Median terbuka pada 2,50 m diukur dari median Pelihara tinggi semak pada 0,50 m. lengkung horizontal terbuka 0,50 m depan garis tepi 7 Persimpangan tidak bersinyal Jarak pengukuran 80,00 m dari pusat persimpangan Semak-semak sampai jarak pandang henti harus dipelihara pada ketinggian pada masing-masing kaki 0,50 m dan daun-daun serta cabangcabang pohon tidak melebihi di atas 5,00 m pada daerah ruang bebas vertikal. 8 Persimpangan bersinyal Jarak pengukuran 65,00 m dari pusat persimpangan pada masing-masing kaki 9 Bundaran 30,00 m dan 5,00 m radius terluar bundaran ke pohon/objek pertaman pada jalan arteri dan lokal berurutan 10 Simpang susun Ikuti pengaturan jarak seperti pada tikungan atau ruas jalan. Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Semak-semak di daerah naungan harus dipelihara pada ketinggian 0,50 m. Tidak ada pohon merambat di atas 5,00 m pada daerah ruang bebas vertikal. Daerah naungan pada simpang susun harus bersih dari pohon/objek berbahaya. Pelihara ketinggian semaksemak pada 0,50 m di daerah naungan. Tanam hanya semak-semak dan pohon kecil sampai daerah titik-titik. Laporan Akhir III-23

54 b. Penentuan Jenis Tanaman 1) Keadaan ekologis Jenis tanaman asli setempat adalah jenis yang terbaik jika dilihat dari segi ekologi untuk ditanam di daerah jalan yang akan ditanami. Faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu iklim, tanah, cahaya matahari, dan drainase. 2) Kelompok tanaman Kelompok tanaman dapat berupa pohon, perdu atau semak, terna, dan liana. 3) Bentuk tanaman - Tinggi tanaman : untuk pohon kecil sampai dengan 7 m, pohon sedang 7-12 m, pohon besar lebih dari 12 m. - Tajuk tanaman : tajuk bulat, tajuk memayung, oval, kerucut, menyebar bebas, persegi empat, kolom, dan vertikal. 4) Umur tanaman Pemilihan jenis tanaman jalan harus mempertimbangkan faktor umur dikaitkan dengan fungsinya sebagai tanaman jalan. 5) Kriteria tanaman berdasarkan kondisi organ tanaman : - Akar : tidak merusak struktur jalan, kuat, dan bukan akar dangkal. - Batang : kuat dan tidak mudah patah, tidak bercabang di bawah. - Dahan/Ranting : tidak mudah patah, tidak terlalu menjuntai ke bawah sehingga menghalangi pandangan. - Daun : tidak mudah rontok, tidak terlalu rimbun, tidak terlalu besar sehingga jika jatuh tidak membahayakan pengguna jalan. - Bunga : tidak mudah rontok dan tidak beracun. - Buah : tidak mudah rontok, tidak berbuah besar, dan tidak beracun. - Sifat lainnya : cepat pulih dari stress salah satu cirinya dengan mengeluarkan tunas baru, dan tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri. c. Fungsi Tanaman Jalan - Mengurangi pencemaran CO 2 : semua tanaman berklorofil dapat mengurangi pencemaran CO 2. - Penyerap kebisingan : jenis tanaman yang paling efektif meredam suara adalah yang mempunyai tajuk yang tebal dan bermassa daun padat. - Penghalang silau : untuk jalur tepi jalan dipilih pohon atau perdu yang bermassa daun padat, ditanam rapat pada ketinggian 1,5 m. untuk median jalan sebaiknya ditanam semak, agar sinar lampu kendaraan dari arah berlawanan dapat dikurangi. - Pembatas pandang : untuk pembatas pandang jenis tanaman tinggi dan perdu/semak yang bermassa daun padat yang dapat ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat. - Pengarah : jenis tanaman dapat berupa pohon tinggi maksimal 5 m, atau pohon kecil/perdu ataupun semak yang disusun berbaris dengan jarak sama. - Memperindah lingkungan : semua jenis tanaman yang ditata rapi dan bersih dapat memperindah lingkungan sekitarnya. - Penahan benturan : jenis tanaman perdu yang berakar kuat dan tumbuh dengan baik dapat menjadi penahan benturan yang keras. - Pencegah erosi : pohon, perdu dan rumput dapat membantu dalam mengendalikan erosi tanah. - Habitat satwa : jalur hijau jalan dapat menjadi habitat satwa sebagai tempat mencari makan serta tempat berlindung, salah satunya burung. Laporan Akhir III-24

55 - Pengalih parkir ilegal : penanaman jenis tanaman perdu atau pohon pada tepi jalan dapat mencegah parkir liar, sedangkan pada luasan yang terbatas dapat menggunakan pohon kecil atau perdu untuk menghalangi pengendara parkir di daerah larangan parkir. - Pemecah angin : jenis tanaman yang dapat memecah angin harus tanaman tinggi dan perdu/semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat kurang dari 3 m. Laporan Akhir III-25

56 Laporan Akhir III-26

57 3.4. RTH FUNGSI TERTENTU Ruang terbuka hijau fungsi tertentu meliputi ruang terbuka hijau jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, tempat pemakaman umum, buffer zone TPA serta buffer zone PLN pembangkit. RTH fungsi tertentu ini memiliki fungsi sebagai pengaman kawasan, penyaring polusi dan lain sebagainya. a) RTH pada Jaringan Listrik Tegangan Tinggi Jaringan listrik tegangan tinggi digunakan untuk mendistribusikan tenaga listrik dari pada pusat pembangkit tenaga listrik ke konsumen diperkotaan. Jaringan listrik tegangan tinggi dapat berupa SUTT dan SUTET. SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di udara bertegangan diantara Kilo Volt (kv) sesuai standar di bidang ketenagalistrikan. Sedangkan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang di udara yang bertegangan di atas 245 kv. Panjang dan lebar Tower SUTT/SUTET adalah 12,5 x 12,5, bentangan kabelnya sekitar 500 meter. Radius aman dari SUTT/SUTET adalah 50 m kanan-kiri tower. b) RTH Pemakaman Umum (TPU) Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman umum disamping memiliki fungsi utama sebagai tempat penguburan jenasah, juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung dan juga fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan. c) Buffer Zone TPA dan PLN Pembangkit Daerah penyangga adalah wilayah yang berfungsi untuk memelihara dua daerah atau lebih untuk beberapa alasan. Daerah penyangga ini dibiarkan sebagaimana aslinya untuk memelihara keseimbangan ekologi dan menjadi paru-paru kota, sehingga racun CO maupun buangan CO 2 hasil pembakaran kendaraan bermotor dan asap industri dapat terserap dalam kawasan penyangga dan dengan proses fotosintesa diubah menjadi oksigen yang diperlukan oleh kehidupan Ketersediaan RTH Fungsi Tertentu Di Kota Pontianak Di Kota Pontianak ruang terbuka hijau dengan fungsi tertentu ini dapat berupa RTH jaringan listrik tegangan tinggi, pemakaman umum (TPU), buffer zone TPA dan buffer zone PLN Pembangkit. Untuk RTH buffer zone TPA dan PLN pembangkit hanya terdapat di wilayah kecamatan Pontianak Utara. Sedangkan RTH pemakaman umum yang secara merata tersebar pada tiap-tiap wilayah kecamatan di Kota Pontianak yakni sebagai berikut : Tabel 3.9 Ketersediaan RTH Tempat Pemakaman Umum Di Kota Pontianak NO NAMA MAKAM KECAMATAN KELURAHAN LUAS (Ha) 1 Makam Besar Cina Batu Layang 5,231 2 Makam Sultan Batu Layang Batu Layang 1,143 3 Makam Jl. Teluk Sahang Batu Layang 0,544 4 Makam S. Selamat Siantan Hilir 0,237 5 Makam Jl. Khatulistiwa Siantan Hilir 0,378 6 Makam Jl. Dharma Putra Siantan Hilir 1,178 7 Makam Jl. Parwasal Pontianak Siantan Tengah 0,968 8 Makam Utara Siantan Tengah 0,218 9 Makam Siantan Tengah 0, Makam Jl. Selat Malaka Siantan Tengah 0, Makam Jl. S. Sahang Siantan Hulu 0, Makam Simpang Jl. Selat Bali Siantan Tengah 0, Makam Jl. Selat Bali Siantan Tengah 0, Makam Jl. Budi Utomo Siantan Tengah 0,199 Jumlah 12,698 Laporan Akhir III-27

58 NO NAMA MAKAM KECAMATAN KELURAHAN LUAS (Ha) 1 Makam Nipah Kuning Sungai Beliung 0,480 2 Makam Sungai Beliung 0,261 3 Makam Jl. Kom Yos Sudarso Sungai Beliung 0,260 4 Makam Jl. Tebu Sungai Jawi Dalam 0,158 5 Makam Simpang Jl. Tebu - Tabrani Ahmad Sungai Jawi Dalam 1,040 6 Makam Jl. Tabrani Ahmad Sungai Jawi Dalam 0,216 7 Makam Jl. Suwignyo Pontianak Sungai Jawi 0,172 8 Makam Jl. Apel Barat Sungai Jawi Luar 0,261 9 Makam Jl. Haruna Sungai Jawi Dalam 0, Makam Jl. Selamat 1 Sungai Jawi Dalam 0, Makam Jl. Sukapadi Sungai Jawi Luar 0, Makam Jl. Kom Yos Sudarso (dekat Jl. Jambu Mente) Sungai Jawi Luar 0, Makam Jl. Hasanudin Sungai Jawi Luar 0, Makam Jl. Husein Hamzah Jumlah Pal 5 0,196 4,680 1 Makam Jl. Alianyang - Putri Dara Nante (Sui Bangkong) Sungai Bangkong 3,669 2 Makam Jl. Kutilang Mariana 1,560 3 Makam Jl. R. A Kartini Tengah 1,001 4 Makam Jl. A. R Hakim Darat Sekip 0,624 Pontianak Kota 5 Makam Jl. Lembah Murai Mariana 0,313 6 Makam Jl. Pak Kasih Mariana 0,199 7 Makam Jl. Danau Sentarum Sungai Bangkong 0,209 8 Makam Jl. Danau Sentarum Sungai Bangkong 0,976 Jumlah 8,551 1 Makam Jl. Siam Benua Melayu Darat 0,829 2 Makam Jl. Tanjung Pura Pontianak Benua Melayu Laut 0,400 3 Makam Jl. Tanjung Pura (dekat Sungai Kapuas) Selatan Benua Melayu Laut 0,729 4 Makam Jl. Palapa 3C Benua Melayu Darat 0,209 Jumlah 2,167 1 Makam Jl. P. A. Rani Tambelan Sampit 0,563 2 Makam Jl. Pemda Tambelan Sampit 1,057 3 Makam Jl. Pemda (Tepi Sungai) Tambelan Sampit 0,448 4 Makam Jl. Tanjung Raya 1 Dalam Bugis 1,857 5 Makam Jl. Tritura Tanjung Hilir 0,450 6 Makam Jl. Panglima Aim Dalam Bugis 0,530 Pontianak 7 Makam Jl. Tanjung Raya 1 Dalam Bugis 0,097 Timur 8 Makam Antara Jl. Paralell Tol dan Jl. Sultan Hamid 2 Dalam Bugis 0,489 9 Makam Jl. Ya' M. Sabran Tanjung Hulu 0, Makam Jl. Ya' M. Sabran dekat Batas Kota Tanjung Hulu 0, Makam Simpang Jl. Tanjung Harapan Banjar Serasan 0, Makam Jl. Tanjung Harapan Banjar Serasan 0, Makam Jl. Tanjung Harapan (Perbatasan dengan Kel. Parit Mayor) Jumlah Banjar Serasan 0,150 6,108 1 Makam Jl. Sepakat 1 Bangka Belitung Laut 0,473 2 Makam Jl. A. R. Saleh Pontianak Bangka Belitung Laut 0,527 3 Makam Jl. Adi Sucipto (dekat Batas Kubu Raya) Tenggara Bangka Belitung Laut 0,817 4 Makam Jl. Paris 2 (belakang Mesjid Quba) Jumlah Bansir Darat 0,229 2,046 Sumber : Hasil Analisis TOTAL Berikut gambaran ketersediaan RTH pemakaman umum dan buffer zone di Kota Pontianak : Tabel 3.10 Contoh RTH Fungsi Tertentu Di Kota Pontianak No Ilustrasi RTH Jenis RTH Pontianak Utara 1 Pemakaman Tionghoa 36,251 Laporan Akhir III-28

59 No Ilustrasi RTH Jenis RTH 2 Buffer zone TPA 3 Buffer zone PLN Pembangkit Pontianak Kota 4 Pemakaman Muslim Sumber : Hasil Analisis Kebutuhan RTH Fungsi Tertentu Di Kota Pontianak Kebutuhan RTH fungsi tertentu khususnya untuk RTH pemakaman umum dan buffer zone sangat penting di Kota Pontianak ini, apalagi untuk daerah yang cukup padat dan penduduknya yang semakin bertambah. Perencanaan dan penataan kawasan yang baik untuk daerah pemakaman umum serta daerah-daerah penyangga akan membuat kota yang lebih tertata dan berkesinambungan. a) RTH Jaringan Listrik Tegangan Tinggi Jaringan listrik tegangan tinggi yang terdapat di Kota Pontianak adalah saluran udara tegangan tinggi (SUTT). SUTT merupakan bagian dari sistem transmisi tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan listrik berkapasitas besar (KHA ± 1000 A) dari pembangkit tenaga listrik ke Gardu Induk. Polemik keberadaan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) antara berbagai pihak menjadikannya sebagai hal yang sering diperdebatkan. Dari segi ketersediaan ketenagalistrikan pembangunan jaringan transmisi adalah dalam rangka efisiensi dan keandalan dalam penyediaan listrik secara cukup, merata dan berkelanjutan. Sementara di pihak lain yang bersifat kontra lebih mempermasalahkan dampak terhadap kesehatan dan aktivitas manusia yang berada di jalur jaringan transmisi tersebut. Dengan adanya pembangunan SUTT dampak proyek terhadap lingkungan yang muncul adalah timbulnya keresahan masyarakat terutama yang tinggal di bawah jalur SUTT. Yang menyebabkan keresahan masyarakat tersebut adalah timbulnya medan magnet, medan listrik dan corona serta adanya pembatasan pendirian bangunan secara vertikal di bawah jalur SUTT. Oleh karena itu, pada lingkungan SUTT tidak boleh didirikan bangunan ataupun kegiatan lainnya karena dapat menimbulkan dampak-dampak yang negatif. Untuk memanfaatkan ruang tersebut, dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau pada jaringan listrik tegangan tinggi. Hal ini tentu saja dapat mengurangi masyarakat untuk beraktifitas di sekitar jaringan listrik tegangan tinggi, namun dapat menambah ruang Laporan Akhir III-29

60 terbuka hijau khususnya di daerah perkotaan. Adapun ketentuan lebar sempadan jaringan tenaga listrik yang dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut : - Garis sempadan jaringan tenaga listrik adalah 64 m yang ditetapkan dari titik tengah jaringan tenaga listrik; - Ketentuan jarak bebas minimum antara penghantar SUTT dengan tanah dan benda lain ditetapkan sebagai berikut : Tabel 3.11 Jarak Bebas Minimum SUTT No Lokasi SUTT 66 KV 150 KH 1 Bangunan beton 20 m 20 m 2 Pompa bensin 20 m 20 m 3 Penimbunan bahan bakar 50 m 20 m 4 Pagar 3 m 20 m 5 Lapangan terbuka 6,5 m 20 m 6 Jalan raya 8 m 20 m 7 Pepohonan 3,5 m 20 m 8 Bangunan tahan api 3,5 m 20 m 9 Rel kereta api 8 m 20 m 10 Jembatan besi / tangga besi / kereta listrik 3 m 20 m 11 Dari titik tertinggi tiang kapal 3 m 20 m 12 Lapangan olahraga 2,5 m 20 m 13 SUTT lainnya penghantar udara tegangan rendah, 3 m 20 m jaringan telekomunikasi, televisi dan kereta gantung Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 b) RTH Pemakaman Umum (TPU) Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kota Pontianak dialokasikan secara komunal dalam beberapa lokasi. Secara umum tidak ada patokan khusus mengenai kebutuhan ruang bagi TPU dan perkembangannya disesuaikan dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, penggunaan lahan pada pemakaman umum menjadi semerawut dan tidak teratur sehingga banyak ruang-ruang yang tidak bisa digunakan untuk lahan pemakaman. Lahan pemakaman semakin sempit dan padat karena tidak tertata rapih. Hal ini disebabkan juga karena kurangnya pengelolaan dan pengawasan dari pihak Pemerintah. Tempat pemakaman umum (TPU) yang sekarang menjadi tanggung jawab pihak masing-masing kecamatan. Selain itu, pemilihan vegetasinya juga belum sesuai hanya berdasarkan vegetasi yang sudah ada pada lahan tersebut. Adapun ketentuan bentuk untuk penyediaan RTH pemakaman sebagai berikut : - Ukuran makam 1 m x 2 m; - Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m; - Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan; - Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat; - Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar cm dengan deretan pohon pelindung disalah satu sisinya; - Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antar pagar buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung; Laporan Akhir III-30

61 - Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang hijaunya. c) Buffer Zone TPA Lokasi tempat pemprosesan akhir (TPA) sampah di Kota Pontianak saat ini berlokasi di jalan Kebangkitan Nasional Kecamatan Pontianak Utara. Buffer zone TPA berada 300 m dari garis terluar TPA. Lokasi tersebut cukup jauh dari area permukiman penduduk. TPA tersebut sudah dilengkapi kawasan penyangga berupa hutan yang mengelilingi area TPA. Dengan adanya buffer zone, dapat mereduksi bau dari sampah, kebisingan, lalat dan vektor penyakit. Namun keberadaan buffer zone masih kurang memadai, hal ini disebabkan karena vegetasi di dalamnya yang masih kurang dan perlunya penataan kembali. Oleh karena itu, diperlukanlah vegetasi berupa pohon-pohon pelindung sebagai penyaring polusi pada daerah tempat pemprosesan akhir (TPA) sampah. d) Buffer Zone PLN Pembangkit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Kota Pontianak berada di area permukiman penduduk. Hal ini tentu saja sangat mengganggu kehidupan masyarakat sekitar yang tinggal pada area tersebut. Kurangnya zona penyangga (buffer zone) pada daerah sekitar PLN pembangkit tersebut menimbulkan dampak langsung antara lain dapat berupa pencemaran lingkungan akibat bahan buangan dan sisa industri yang dapat mengotori udara dan air tanah; kebisingan kontinyu maupun impulsive yang dapat menimbulkan penyakit; lingkungan menjadi tidak nyaman untuk permukiman; pandangan yang kurang sedap di daerah industri. Selain itu, juga dapat menimbulkan dampak tidak langsung antara lain berupa urbanisasi serta perubahan nilai sosial budaya. Pada mesin tenaga diesel zatzat yang terkandung dalam bahan bakar yang mempengaruhi pengoperasian mesin diesel antara lain arang, sedimen (pengendapan) dan studge, air, sulfur, dan debu. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan suatu daerah penyangga untuk mereduksi pencemaran yang ditimbulkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) tersebut. Di dalam daerah penyangga dibutuhkan vegetasi yang dapat menyerap polusi serta dapat meredam kebisingan dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Laporan Akhir III-31

62 Laporan Akhir III-32

63 3.5. KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU Berdasarka Undang-Undang Penataan Ruang secara tegas mengamanatkan 30% dari wilayah kota berwujud Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan minimal 20% merupakan RTH publik. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologi, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota. Dalam upaya mewujudkan ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka publik, khususnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Tabel 3.12 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Pontianak PERSENTASE KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KEKURANGAN NO JENIS RUANG TERBUKA HIJAU KEKURANGAN RTH (Ha) RTH (Ha) RTH (Ha) RTH 1 Kawasan Lindung a. Kawasan Gambut > 4 m *) 1.489, ,83 0,00 0,00% b. Sempadan Sungai 53,10 53,10 0,00 0,00% 2 Taman dan Hutan Kota a. Taman dan Lapangan Olah Raga 74,92 271,81 196,89 8,46% b. Hutan Kota 13,69 264,40 250,71 10,77% 3 Jalur Hijau Jalan 3,02 85,64 82,62 3,55% 4 Fungsi Tertentu a. Jaringan Listrik Tegangan Tinggi 53,92 53,92 0,00 0,00% b. Pemakaman Umum (TPU) 36,25 33,22-3,03-0,13% c. Buffer Zone TPA 70,62 70,62 0,00 0,00% d. Buffer Zone PLN Pembangkit 4,76 4,76 0,00 0,00% e. Buffer Zone Balai Benih lkan Dinas Pertanian Perikanan dan 0,87 0,00-0,87-0,04% Kelauatan Kota Pontianak f. Buffer Zone Gedung Bulutangkis Kota Pontianak dan SMK Negeri 9 0,28 0,00-0,28-0,01% TOTAL 1.801, ,30 526,04 22,60% Sumber : Hasil Analisis *) Kawasan Gambut > 4m termasuk Kawasan Lindung Gambut dan Kawasan Pertanian/Agribisnis (KSA) Berdasarkan data perhitungan ruang terbuka hijau antara ketersediaan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Pontianak dan kebutuhan (rencana) ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak, maka kekurangan ruang terbuka hijau di Kota Pontianak adalah sebesar 526,04 Ha atau sekitar 22,60 persen dari total keseluruhan kebutuhan (rencana) ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak. Oleh karena itu, penambahan ruang terbuka hijau sangat diperlukan agar dapat memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau tersebut. Dan penambahan ruang terbuka hijau tersebut khusus pada sektor taman dan hutan kota serta jalur hijau jalan sehingga penyebaran ruang terbuka hijau di Kota Pontianak merata dan seimbang. Adapun untuk memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau tersebut, diperlukan lahan atau tanah kosong yang dapat diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau. Berikut data lahan kosong berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Pontianak : Laporan Akhir III-33

64 NO Tabel 3.13 Data Tanah Kosong Yang Diperuntukkan Di Kota Pontianak LOKASI LUAS TANAH (Ha) NO REGISTRASI PONTIANAK UTARA 1 Jl. Khatulistiwa - Terminal Siantan 0, /TNH/PEMKOT/U 2 Jl. Penunjang / Jl. S. Malaya 1, /TNH/PEMKOT/U 3 Jl. Parit Pangeran 0, /TNH/PEMKOT/U Lokasi belum diketahui 4 Jl. Parit Pangeran 0, /TNH/PEMKOT/U Lokasi belum diketahui 5 Jl. Parit Pangeran 0, /TNH/PEMKOT/U Lokasi belum diketahui Jumlah 1,487 PONTIANAK BARAT 1 Jl. Kom Yos Sudarso 0,389 38/TNH/PEMKOT/B 2 Kelurahan Sui Jawi Dalam 0,043 49/TNH/PEMKOT/B 3 Gg. Kemauan Sui Jawi Dalam 0,034 75/TNH/PEMKOT/B 4 Kelurahan Pal 5 0,051 81/TNH/PEMKOT/B 5 Kelurahan Pal 5 0,060 82/TNH/PEMKOT/B 6 Jl. Husein Hamzah Gg. Berdikari/Gg. Bukit Batu 2, /TNH/PEMKOT/B 7 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 8 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 9 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 10 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 11 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 12 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 13 Jl. Nipah Kuning 0, /TNH/PEMKOT/B 14 Jl. Berdikari 0, Jl. Komyos Soedarso Gg. Perumnas II 0,277 40/TNH/PEMKOT/B 16 Jl. Husein Hamzah 0,035 83/TNH/PEMKOT/B Lokasi belum diketahui 17 Gg. Haji Umar 0,019 86/TNH/PEMKOT/B Lokasi belum diketahui 18 Jl. Komyos Soedarso Gg. Bunga 0,056 41/TNH/PEMKOT/B Lokasi belum diketahui Jumlah 5,129 PONTIANAK KOTA 1 Taman SPBU Kota Baru Jl. M. Yamin 0, /TNH/PEMKOT/K 2 Jl. Ampera 0, /TNH/PEMKOT/K 3 Kelurahan Sui Jawi 0, /TNH/PEMKOT/K 4 Jl. Karimata 0, /TNH/PEMKOT/K 5 Jl. Tanjungpura Kel. Darat Sekip 0, /TNH/PEMKOT/K 6 Jl. U. Pandang Kel. Sei. Jawi Gg. Hanura 1, /TNH/PEMKOT/K 7 Jl. Rahadi Usman Kel. Tengah 0, /TNH/PEMKOT/K 8 Jl. Zainuddin / Jl. Rahadi Usman 0, /TNH/PEMKOT/K 9 Jl. Rahadi Usman Kel. Tengah 0, /TNH/PEMKOT/K 10 Kelurahan Sui Jawi 0, /TNH/PEMKOT/K 11 Jl. P. Natakusuma Kel. Sui Bangkong 0, /TNH/PEMKOT/K Lokasi belum diketahui 12 Jl. Danau Sentarum Kel. Sui Bangkong 0, /TNH/PEMKOT/K Lokasi belum diketahui 13 Kelurahan Sungai Bangkong 0, /TNH/PEMKOT/K 14 Jl. Danau Sentarum 0, /TNH/PEMKOT/K Lokasi belum diketahui 15 Jl. Danau Sentarum 0, /TNH/PEMKOT/K Lokasi belum diketahui Jumlah 2,192 PONTIANAK SELATAN 1 Kelurahan Parit Tokaya 0, /TNH/PEMKOT/S 2 Jl. Harapan Jaya 0, /TNH/PEMKOT/S 3 Jl. Harapan Jaya Gg. Gunung Kota 0, /TNH/PEMKOT/S 4 Jl. Harapan Jaya Gg. Gunung Kota 0, /TNH/PEMKOT/S KETERANGAN Laporan Akhir III-34

65 NO LOKASI LUAS TANAH (Ha) NO REGISTRASI KETERANGAN 5 Kel. Parit Tokaya 0, /TNH/PEMKOT/S 6 Jl. Harapan Jaya Gg. Kesehatan 0, /TNH/PEMKOT/S 7 Jl. Harapan Jaya Gg. Kesehatan 0, /TNH/PEMKOT/S 8 Jl. Harapan Jaya 0, /TNH/PEMKOT/S 9 Jl. Harapan Jaya Gg. Kesehatan 0, /TNH/PEMKOT/S 10 Jl. Perdana 0, /TNH/PEMKOT/S Lokasi belum diketahui 11 Jl. Prof. M. Yamin Kel. Parit Tokaya 0, /TNH/PEMKOT/S Lokasi belum diketahui Jumlah 1,476 PONTIANAK TENGGARA 1 Kelurahan Bangka Belitung 0, /TNH/PEMKOT/S 2 Jl. Sui Raya Dalam 0, /TNH/PEMKOT/S 3 Jl. Sui Raya Dalam 0, /TNH/PEMKOT/S 4 Taman Jl. Sui Raya Dalam 0, /TNH/PEMKOT/S 5 Taman Jl. Sui Raya Dalam 0, /TNH/PEMKOT/S 6 Taman Jl. Paris 1 0, /TNH/PEMKOT/S 7 Taman Jl. Paris 2 0, /TNH/PEMKOT/S 8 Jl. P.H. Husien Kel. Bangka Belitung 0, /TNH/PEMKOT/S 9 Jl. P.H. Husien Kel. Bangka Belitung 0, /TNH/PEMKOT/S 10 Kel. Bangka Belitung 0, /TNH/PEMKOT/S 11 Kel. Bangka Belitung 0, /TNH/PEMKOT/S 12 Jl. A. Yani Gg. Sepakat I 0, /TNH/PEMKOT/S Lokasi belum diketahui 13 Jl. Sei Raya Dalam Gg. Kpl Disbun 0, /TNH/PEMKOT/S Lokasi belum diketahui Jumlah 0,391 PONTIANAK TIMUR 1 Taman Komp. Seruni Indah Kel. Dalam Bugis 0, /TNH/PEMKOT/T 2 Jl. H. Rais Parit Mayor 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 3 Jl. Padat Karya Kel. Tanjung Hulu 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 4 Jl. Tanjung Hulu Kel. Tanjung 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 5 Taman Jl. Ya' M. Sabran 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 6 Taman Jl. Tanjung Raya Kel. Banjar Serasan 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 7 Taman Jl. Tekam Kel. Saigon 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 8 Taman Jl. Tanjung Raya Kel. Dalam Bugis 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 9 Taman Jl. Tanjung Raya Kel. Dalam Bugis 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 10 Taman Jl. Panglima Aim Gg. Seruni 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui 11 Taman / Tempat Bermain Jl. Perumnas 3 Saigon 0, /TNH/PEMKOT/T Lokasi belum diketahui Jumlah TOTAL 2,159 12,836 Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Pontianak Laporan Akhir III-35

66 Laporan Akhir III-36

67 Laporan Akhir III-37

68 Laporan Akhir III-38

69 Laporan Akhir III-39

70 Ruang terbuka hijau kota adalah ruang terbuka hijau di dalam kota yang pemanfaatannya bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah atau budidaya tanaman oleh manusia seperti : jalur hijau, pertamanan, lahan pertanian, hutan kota. Ruang terbuka hijau dapat terdiri dari jalur hijau dan biru yang saling terintegrasi.jalur biru dapat berupa aliran sungai ataupun drainase lainnya. Ruang terbuka hijau perkotaanmempunyai manfaat kehidupan yang tinggi.berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaan ruang terbuka hijau perkotaan meliputi fungsi ekologis, sosial, ekonomi dan arsitektural, serta nilai estetika yang dimilikinya (objek dan lingkungan), tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan ruang terbuka hijau yang fungsional dan estetika dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan keinginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsional ini. Kelestarian ruang terbuka hijau suatu wilayah harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya. Dalam penyusunan Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak, diperlukan suatu arahan pengembangan dan konsep yang matang untuk menciptakan tata ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Berdasarkan undang-undang penataan ruang, dijelaskan bahwa proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologi, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota KONSEP RTH KAWASAN LINDUNG a) Kawasan Lindung Gambut Dalam arahan pengendalian perkembangan penggunaan lahan pada kawasan gambut dengan ketebalan lebih dari 4 meter direkomendasikan sebagai kawasan lindung dimana lahan terbangun yang diarahkan untuk dikeluarkan dari kawasan ini atau dengan KDB 20% untuk kawasan terbangun yang tetap dipertahankan. Selain itu, peraturan zonasi untuk kawasan bergambut adalah : Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan ysng berpotensi merubah tata air dan ekosistem unik; Pengendalian material sedimen yang masuk ke kawasan bergambut melalui badan air. Laporan Akhir IV-1

71 Kriteria vegetasi pada kawasan lindung gambut dapat berupa tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran lokal seperti lidah buaya, pepaya, jeruk, duku, langsat, manggis, durian, nanas, melon, rambutan dan semangka. Hal ini disebabkan karena kandungan unsur organiknya sehingga sangat subur dan sangat cocok sebagai lahan pertanian. b) Sempadan Sungai Arahan dalam pengendalian perkembangan pada kawasan sempadan sungai terbagi menjadi dua untuk sungai bertanggul dan sungai tidak bertanggul yaitu : Sungai Bertanggul : o Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di sebelahluar sepanjang kaki tanggul; o Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurangkurangnya 5 m di sebelahluar sepanjang kaki tanggul; o Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya,tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan sungai; o Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahanyang diperlukan untuk tapak tanggul baru harus dibebaskan. Sungai Tidak Bertanggul : o Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasa nperkotaan ditetapkan sebagai berikut : - Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; - Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; - Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m,garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. o Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut : - Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 km 2 atau lebih, penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya 100 m; - Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai kurang dari 500 km 2, penetapan garis sempadannya sekurang-kurangnya 50 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. o Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul diukur ruas per ruas dari tepi sungai dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai padaruas yang bersangkutan. o Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan,dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan harusmenjamin kelestarian dan keamanan sungai sertabangunan sungai. Untuk pemilihan vegetasi untuk kawasan sempadan sungai harus memperhatikan kriteria sebagai berikut : Sistem perakaran yang kuat, sehingga mampu menahan pergeseran tanah; Tumbuh baik pada tanah padat; Laporan Akhir IV-2

72 Sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan; Kecepatan tumbuh bervariasi; Tahan terhadap hama dan penyakit tanaman; Jarak tanam setengah rapat sampai rapat 90% dari luas area, harus dihijaukan; Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; Berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya; Dominasi tanaman tahunan; Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung. Adapun gambaran ruang terbuka hijau untuk daerah sempadan sungai sebagai berikut : Gambar 4.1 Sempadan Sungai Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ KONSEP RTH TAMAN DAN HUTAN KOTA a) Taman Rukun Tetangga (RT) Bentuk arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala rukun tetangga (RT) yaitu : Luasan untuk taman RT ± 250 m 2 atau dengan standar 1 m 2 per penduduk dan radius pencapaian kurang dari 300 m; Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 70%-80% dari luas taman; Taman harus menyediakan fasilitas minimal bangku taman dan fasilitas mainan anakanak; Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dan minimal terdapat 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. b) Taman Rukun Warga (RW) Berikut arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala rukun warga (RW) yaitu : Luasan untuk taman RW ± m 2 atau dengan standar 0,5 m 2 per penduduk dan radius pencapaian m; Lokasi taman RW dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW seperti balai pertemuan, dekat dengan TK, pertokoan lingkungan, pos hansip dan lain-lain; Laporan Akhir IV-3

73 Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 70%-80% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; Taman dapat dilengkapi dengan fasilitas beberapa unit bangku taman dan fasilitas lapangan seperti lapangan voli, bulutangkis dan lain-lain; Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dan minimal terdapat 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. c) Taman Kelurahan Adapun bentuk pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala kelurahan : Luasan untuk taman kelurahan sekitar m 2 atau dengan standar 0,3 m 2 per penduduk; Lokasi taman kelurahan dapat berada pada wilayah yang bersangkutan dan sebaiknya berdekatan dengan fasilitas pendidikan sehingga bermanfaat untuk murid; Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 80-90% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; Taman dapat dilengkapi dengan fasilitas berupa lapangan olahraga, lokasi pertandingan olahraga, upacara, serta kursi-kursi taman. Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai keperluan, untuk taman aktif minimal 25 (dua puluh lima) pohon pelindung (jenis pohon kecil dan sedang), dan untuk taman pasif minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung (jenis pohon kecil dan sedang). d) Taman Kecamatan Arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala kecamatan yaitu sebagai berikut : Luasan untuk taman kecamatan sekitar m 2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2 m 2 per penduduk; Lokasi taman kecamatan dapat berada pada wilayah yang bersangkutan dan sebaiknya berdekatan dengan fasilitas pendidikan sehingga bermanfaat untuk murid; Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) minimal 80-90% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; Fasilitas yang ada pada taman kecamatan dapat berupa lapangan terbuka, lapangan basket, upacara serta kursi-kursi taman; Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai keperluan, untuk taman aktif minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung (jenis pohon kecil dan sedang dan untuk taman pasif minimal 100 (seratus) pohon tahunan (jenis pohon kecil dan sedang). e) Taman Kota Adapun arahan pengelolaan dan pengembangan untuk taman dalam cakupan skala kota yakni sebagai berikut : Luasan untuk taman kotaminima m 2 atau dengan standar 0,3 m 2 per penduduk; Lokasi taman kotaberada di tempat yang strategis sehingga mudah diakses oleh semua masayarakat; Laporan Akhir IV-4

74 Luas area yang ditanamani tanaman (ruang hijau) 80-90% dari luas taman dan sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktifitas; Fasilitas yang ada pada taman kota dapat berupa lapangan hijau terbuka yang dilengkapi fasilitas rekreasi dan olahraga, kompleks olahraga, area bermain anak, dan kursi-kursi taman, serta fasilitas lainnya yang mendukung. Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai berupa pohon tahunan (pohon sedang dan kecil), semak, perdu, penutup tanah yang ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan. Selain itu, ada beberapa kriteria tambahan untuk pemilihan vegetasi pada taman lingkungan dan taman kota yaitu sebagai berikut : (1) Tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi; (2) Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; (3) Ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain yang seimbang; (4) Perawakan dan bentuk tajuk cukup indah; (5) Kecepatan tumbuh sedang; (6) Habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya; (7) Jenis tanaman tahunan dan musiman; (8) Jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal; (9) Tahan terhadap hama penyakit tanaman; (10) Mampu menjerat dan menyerap cemaran udara; (11) Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung. f) Hutan Kota Hutan kota dapat berbentuk seperti : Bergerombol atau menumpuk : hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan; Menyebar : hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal m 2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil; Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas % dari luas hutan kota; Berbentuk jalur : hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Dengan lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter. Selain itu, kriteria pemilihan vegetasi untuk ruang terbuka hijau hutan kota adalah sebagai berikut : Memiliki ketinggian yang bervariasi; Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung; Tajuk cukup rindang dan kompak; Mampu menjerat dan menyerap cemaran udara; Tahan terhadap hama penyakit; Berumur panjang; Toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air; Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri; Batang dan sistem percabangan kuat; Batang tegak kuat, tidak mudah patah; Laporan Akhir IV-5

75 Sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor; Seresah yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat alelopati, agar tumbuhan lain dapat tumbuh dengan baik sebagai penutup tanah; Jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (decidous); Memiliki perakaran yang dalam KONSEP RTH JALUR HIJAU JALAN Dalam perencanaan jalur hijau, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan agar tercipta jalur hijau yang selaras dan seimbang yaitu sebagai berikut : A. Penentuan Lokasi Penanaman 1) Jalur penanaman Pohon pada sistem jaringan jalan di dalam kota dapat ditanam di batas ruang manfaat jalan (RUMAJA). Gambar 4.2 Jalur Tanaman Pada Jalan Tanpa Lereng Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 2) Perletakkan tanaman Jarak tanaman terhadap perkerasan : Jarak titik tanam pohon dengan tepi perkerasan minimal 3 m, sedangkan jarak titik tanam perdu dengan tepi perkerasan minimal 25 cm (untuk perdu dengan lebar miniman 50 cm). Gambar 4.3 Jarak Titik Tanam Pohon Dengan Tepi Perkerasan Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Laporan Akhir IV-6

76 Gambar 4.4 Jarak Titik Tanam Perdu/Semak Dengan Tepi Perkerasan Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Jarak antara tanaman : Letak tanam dapat berbaris dan berkelompok dengan jarak titik tanam rapat, tidak rapat, dan jarang. o Letak Tanam Berbaris : Gambar 4.5 Jarak Titik Tanam Rapat Untuk Tanaman Perdu/Semak Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Gambar 4.6 Jarak Titik Tanam Tidak Rapat (Untuk Tanaman Pohon Dan Tanaman Perdu/Semak) Tanaman Pohon Tanaman Perdu/Semak Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Laporan Akhir IV-7

77 Gambar 4.7 Jarak Titik Tanam Jarang (Untuk Tanaman Pohon Dan Tanaman Perdu/Semak) Tanaman Pohon Tanaman Perdu/Semak Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 o Letak Tanaman Berkelompok : Gambar 4.8 Perletakkan Tanaman Pada Jarak Tanam Cara Berkelompok Sistem Tanam Bujur Sangkar Sistem Tanam Persegi Panjang (Memanjang) Sistem Tanam Segi Tiga (Silang) Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 3) Kriteria pengaturan penanaman a) Sepanjang Ruas Jalan Tepi Jalan : o Tanaman tidak melebihi tiang listrik dan telepon, tidak merusak utility bawah tanah serta tidak menutupi cahaya lampu jalan. o Jarak atur tanaman minimum 9 m dari tepi perkerasan untuk daerah luar perkotaan dan 4 m untuk daerah perkotaan. Median : o Median dengan lebar kurang dari 1,5 m : Ditanam tanaman dengan ketinggian kurang dari 1 m dengan pengaturan jarak tanam 0,5 m dari tepi garis jalan, serta tidak ada bagian tanaman yang ditanam pada perkerasan jalan. Laporan Akhir IV-8

78 o Median dengan lebar lebih dari 1,5 m : Pengaturan jarak tanam adalah 0,5 m dari tepi garis jalan dan tidak ada bagian tanaman yang ditanam pada perkerasan jalan. o Median terbuka :Pengaturan jarak tanam 2,5 m diukur dari median terbuka dan 0,5 m dari garis tepi jalan, serta ketinggian perdu/semak 0,5 m. b) Sepanjang Lengkung Horizontal Tepi Jalan :Ketinggian maksimum untuk perdu/semak 0,5 m dan ruang bebas minimum dari jalan ke tajuk pohon harus diatur minimal setinggi 5 m. Gambar 4.9 Jarak Atur Tanam Pada Tikungan Bagian Dalam Lengkung Horizontal Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Median :Pengaturan jarak tanam 2,5 m diukur dari median terbuka dan 0,5 m dari garis tepi jalan. Pohon yang ditanam daunnya harus tidak bermassa padat, seperti pohon dengan cabang kecil. Namun pohon dan perdu dengan diameter kurang dari 10 cm dapat digunakan. c) Pada Persimpangan Daerah bebas hambatan/pandang di mulut persimpangan: o Diperlukan daerah bebas pandang dengan ketentuan mengenai jarak atur tanam yang disesuaikan dengan kecepatan kendaraan dan bentuk persimpangannya. o Tanaman rendah, berbentuk tanaman perdu ketinggian lebih dari 0,5 m. o Tanaman tinggi, berbentuk pohon dengan percabangan di atas 2 m. o Berikut kriteria pemilihan tanaman pada persimpangan jalan : Laporan Akhir IV-9

79 Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Tanaman Pada Persimpangan Jalan Jarak dan Jenis Tanaman No Bentuk Persimpangan Letak Tanaman Kecepatan 40 km/jam Kecepatan 60 km/jam 1 Persimpangan kaki empat tegak lurus tanpa kanal Pada ujung persimpangan 20 m Tanaman rendah Mendekati 80 m Tanaman persimpangan tinggi 2 Persimpangan kaki empat 30 m tidak tegak lurus Pada ujung Tanaman rendah persimpangan 80 m Tanaman tinggi Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ m Tanaman rendah 100 m Tanaman tinggi 50 m Tanaman redah 80 m Tanaman tinggi Pemilihan jenis tanaman pada persimpangan : o Daerah bebas pandang tidak diperkenankan ditanamitanaman yang menghalangi pandangan pengemudi. o Sebaiknya digunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian kurang dari 0.50 m dan jenisnya merupakan berbunga atau berstruktur indah. Gambar 4.10 Jalur Tanaman Pada Daerah Bebas Pandang Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 o Pulau lalu lintas atau kanal pada persimpangan jalan yang memungkinkan untuk ditanami, sebaiknya ditanami perdu rendah. o Penggunaan tanaman tinggi berbentuk pohon sebagai tanaman pengarah. o Berikut jarak pandang persimpangan di Perkotaan : Tabel 4.2 Jarak Pandang Persimpangan Di Perkotaan Kecepatan Jarak Pandang Minimum (M) Rencana (km/jam) Bersinyal Tidak Bersinyal Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Laporan Akhir IV-10

80 Persimpangan Tidak Bersinyal o Semak-semak sampai jarak pandang henti dipelihara pada ketinggian 0,5 m dan daun-daun serta cabang-cabang pohon tidak melebihi diatas 5 m pada daerah ruang bebas vertikal. o Pengaturan penanaman pohon diukur dari pusat persimpangan ke baris pohon pertama yang ditanam di tepi jalan berjarak 80 m dengan berdasarkan kecepatan rencana sebesar 40 km/jam dari jalan utama tersebut. Gambar 4.11 Jarak Atur Tanam Pada Persimpangan Tidak Bersinyal (Kecepatan Rencana 40 km/jam) Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 Persimpangan Bersinyal o Semak-semak di daerah naungan harus dipelihara dengan ketinggian 0,5 m dan tidak ada pohon merambat di atas 5 m pada ruang bebas vertikal. o Pengaturan jarak tanam diukur 65 m dari pusat persimpangan pada masing-masing kaki. Gambar 4.12 Jarak Atur Tanam Pada Persimpangan Bersinyal (Kecepatan Rencana 40 km/jam) Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 d) Bundaran Daerah naungan harus bersih bebas dari pohon/objek berbahaya dengan ketinggian semak tidak lebih dari 0,5 m. Pengaturan jarak tanam dari radius terluar bundaran ke pohon/objek pada jalan arteri 30 m dan pada jalan lokal 5 m. Laporan Akhir IV-11

81 Gambar 4.13 Jarak Pandang Di Bundaran Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 B. Penentuan Jenis Tanaman 1) Keadaan ekologis Jenis tanaman asli setempat adalah jenis yang terbaik jika dilihat dari segi ekologi untuk ditanam di daerah jalan yang akan ditanami. Faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu iklim, tanah, cahaya matahari, dan drainase. 2) Kelompok tanaman Kelompok tanaman sangat bervariasi antara lain dapat berupa : - Pohon : Tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu; - Perdu atau semak : Suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah, biasanya kurang dari 5-6 m; - Terna : Tumbuhan yang batang lunak karena tidak membentuk kayu; - Liana : Suatu habitus tumbuhan yang merambat, memanjat, atau menggantung. Gambar 4.14 Kelompok Tanaman Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 3) Bentuk tanaman - Tinggi tanaman : untuk pohon kecil sampai dengan 7 m, pohon sedang 7-12 m, pohon besar lebih dari 12 m. Laporan Akhir IV-12

82 Gambar 4.15 Tinggi Tanaman Jalan Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ Tajuk tanaman : Tanaman memiliki beberapa bentuk tajuk antara lain seperti tajuk bulat, tajuk memayung, oval, kerucut, menyebar bebas, persegi empat, kolom, dan vertikal. Gambar 4.16 Bentuk Tajuk Tanaman Tajuk Bulat Tajuk Memayung Tajuk Oval Tajuk Kerucut Tajuk Menyebar Bebas Tajuk Persegi Empat Tajuk Kolom Tajuk Vertikal Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 4) Umur tanaman Pemilihan jenis tanaman jalan harus mempertimbangkan faktor umur dikaitkan dengan fungsinya sebagai tanaman jalan. Laporan Akhir IV-13

83 5) Kriteria tanaman berdasarkan kondisi organ tanaman : - Akar : tidak merusak struktur jalan, kuat, dan bukan akar dangkal. - Batang : kuat dan tidak mudah patah, tidak bercabang di bawah. - Dahan/Ranting : tidak mudah patah, tidak terlalu menjuntai ke bawah sehingga menghalangi pandangan. - Daun : tidak mudah rontok, tidak terlalu rimbun, tidak terlalu besar sehingga jika jatuh tidak membahayakan pengguna jalan. - Bunga : tidak mudah rontok dan tidak beracun. - Buah : tidak mudah rontok, tidak berbuah besar, dan tidak beracun. - Sifat lainnya : cepat pulih dari stress salah satu cirinya dengan mengeluarkan tunas baru, dan tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri. C. Fungsi Tanaman Jalan - Penyerap polusi udara (Mengurangi pencemaran CO 2 ): semua tanaman berklorofil dapat mengurangi pencemaran CO 2 dan jarak tanam rapat serta bermassa daun padat. Gambar 4.17 Jalur Tanaman Tepi Penyerap Polusi Udara Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ Penyerap kebisingan : jenis tanaman yang paling efektif meredam suara adalah yang mempunyai tajuk yang tebal dan bermassa daun padat. Gambar 4.18 Tanaman Berfungsi Sebagai Penyerap Kebisingan Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ Peneduh : tanaman ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi median), percabangan 2 m di atas tanah, bentuk percabangan batang tidak merunduk, bermassa daun padat, berasal dari perbanyakan biji, ditanam secara berbaris, tidak mudah tumbang. Gambar 4.19 Laporan Akhir IV-14

84 Tanaman Berfungsi Sebagai Peneduh Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ Penghalang silau : untuk jalur tepi jalan dipilih pohon atau perdu yang bermassa daun padat, ditanam rapat pada ketinggian 1,5 m. untuk median jalan sebaiknya ditanam semak, agar sinar lampu kendaraan dari arah berlawanan dapat dikurangi. Gambar 4.20 Jalur Tanaman Berfungsi Sebagai Penghalang Silau Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ Pembatas pandang : untuk pembatas pandang jenis tanaman tinggi dan perdu/semak yang bermassa daun padat yang dapat ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat. Gambar 4.21 Jalur Tanaman Berfungsi Sebagai Pembatas Pandang - Pengarah : jenis tanaman dapat berupa pohon tinggi maksimal 5 m, atau pohon kecil/perdu Sumber ataupun : Peraturan semak Menteri yang Pekerjaan disusun berbaris Umum Nomor dengan 05/PRT/M/2012 jarak sama. Gambar 4.22 Laporan Akhir IV-15

85 Jalur Tanaman Berfungsi Sebagai Pengarah Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/ Memperindah lingkungan : semua jenis tanaman yang ditata rapi dan bersih dapat memperindah lingkungan sekitarnya. - Penahan benturan : jenis tanaman perdu yang berakar kuat dan tumbuh dengan baik dapat menjadi penahan benturan yang keras. - Pencegah erosi : pohon, perdu dan rumput dapat membantu dalam mengendalikan erosi tanah. - Habitat satwa : jalur hijau jalan dapat menjadi habitat satwa sebagai tempat mencari makan serta tempat berlindung, salah satunya burung. - Pengalih parkir ilegal : penanaman jenis tanaman perdu atau pohon pada tepi jalan dapat mencegah parkir liar, sedangkan pada luasan yang terbatas dapat menggunakan pohon kecil atau perdu untuk menghalangi pengendara parkir di daerah larangan parkir. - Pemecah angin : jenis tanaman yang dapat memecah angin harus tanaman tinggi dan perdu/semak, bermassa daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam rapat kurang dari 3 m KONSEP RTH FUNGSI TERTENTU a) RTH Jaringan Listrik Tegangan Tinggi Dalam menentukan ruang terbuka hijau jaringan listrik tegangan tinggi, diperlukan suatu arahan berupa ketentuan lebar sempadan jaringan tenaga listrik yang dapat digunakan sebagai ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut : - Garis sempadan jaringan tenaga listrik adalah 64 m yang ditetapkan dari titik tengah jaringan tenaga listrik; - Ketentuan jarak bebas minimum antara penghantar SUTT dengan tanah dan benda lain ditetapkan sebagai berikut : Tabel 4.3 Jarak Bebas Minimum SUTT No Lokasi SUTT 66 KV 150 KH 1 Bangunan beton 20 m 20 m 2 Pompa bensin 20 m 20 m 3 Penimbunan bahan bakar 50 m 20 m 4 Pagar 3 m 20 m 5 Lapangan terbuka 6,5 m 20 m 6 Jalan raya 8 m 20 m Laporan Akhir IV-16

86 No Lokasi SUTT 66 KV 150 KH 7 Pepohonan 3,5 m 20 m 8 Bangunan tahan api 3,5 m 20 m 9 Rel kereta api 8 m 20 m 10 Jembatan besi / tangga besi / kereta listrik 3 m 20 m 11 Dari titik tertinggi tiang kapal 3 m 20 m 12 Lapangan olahraga 2,5 m 20 m 13 SUTT lainnya penghantar udara tegangan rendah, jaringan telekomunikasi, televisi dan kereta gantung 3 m 20 m Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor - 05/PRT/M/2008 Selain penentuan sempadan, untuk ruang terbuka hijau pada jaringan listrik tegangan tinggi dapat diberikan vegetasi yang sesuai dengan kriteria pemilihan serta pola tanam sebagai berikut : - Jenis tanaman yang dapat ditanam adalah tanaman yang memiliki dahanyang kuat, tidak mudah patah, dan perakaran tidak mengganggu pondasi; - Akarnya menghujam masuk ke dalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar daripada tanaman yang akarnyabertebaran hanya di sekitar permukaan tanah; - Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatansedang; - Bukan merupakan pohon yang memiliki bentuk tajuk melebar; - Merupakan pohon dengan katagori kecil (small tree); - Fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa; - Ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia; - Pola penanaman pemilihan vegetasi memperhatikan ketinggian yangdiijinkan; - Buah tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia; - Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%); - Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. Gambar 4.23 Ruang Terbuka Hijau Pada Jaringan Listrik Tegangan Tinggi b) Sumber RTH Pemakaman : Hasil Analisis Umum (TPU) Adapun ketentuan bentuk untuk penyediaan RTH pemakaman sebagai berikut : Ukuran makam 1 m x 2 m; Laporan Akhir IV-17

87 Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m; Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan; Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat; Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar cm dengan deretan pohon pelindung disalah satu sisinya; Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antar pagar buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung; Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang hijaunya. Selain ketentuan bentuk, dalam penyediaan RTH pemakaman juga diperlukan kriteria dalam pemilihan vegetasi yakni sebagai berikut : Sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan; Batang tegak kuat, tidak mudah patah dan tidak berbanir; Sedapat mungkin mempunyai nilai ekonomi, atau menghasilkan buah yang dapat dikonsumsi langsung; Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; Tahan terhadap hama penyakit; Berumur panjang; Dapat berupa pohon besar, sedang atau kecil disesuaikan dengan ketersediaan ruang; Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung. Gambar 4.24 Contoh Pola Penanaman RTH Pemakaman Umum Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 c) BufferZone TPA Buffer zone TPA berada 300 m dari garis terluar TPA. Lokasi tersebut cukup jauh dari area permukiman penduduk. Arahan yang diperlukan dalam pengembangan buffer zoneyaitu : Ditanami pohon pelindung dengan ketebalan berkisar antara 20 m sampai dengan 50 m dari batas luar daerah operasional TPA yang didukung dengan penanaman jenis pohon yang cepat tumbuh dalam waktu 1 tahun mencapai 4 m; Pemilihan vegetasi yang tidak mudah patah akibat pengaruh angin dengan kerapatan atau jarak antar pohon 2 m; Laporan Akhir IV-18

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau ( RTH )di permukiman Kota

Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau ( RTH )di permukiman Kota Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau ( RTH )di permukiman Kota Wacana ini merupakan hasil diskusi dengan Ir. Sukawi, MT yang dituangkan menjadi sebuah paper. Pendahuluan Masalah perkotaan pada saat

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 Kondisi Administratif Gambar 3.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya Sumber : www.jogjakota.go.id Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7 30' - 8 15' lintang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA MAGELANG 3.1.1 Tinjauan Administratif Wilayah Kota Magelang Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak di tengah Jawa Tengah dengan memiliki luas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 47 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada Bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kelurahan Tamansari yang diantaranya berisi tentang kondisi geografis dan kependudukan, kondisi eksisting ruang

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI

BAB IV GAMBARAN LOKASI BAB IV GAMBARAN LOKASI 4.1 Tinjauan Umum Kota Banjar Baru A. Lokasi Kota Banjarbaru sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 memiliki wilayah seluas ±371,38 Km2 atau hanya 0,88% dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

KELURAHAN SELINDUNG BARU

KELURAHAN SELINDUNG BARU Tabel II.21 Ruang Terbuka Hijau Kelurahan Selindung Baru N0. JENIS RTH LOKASI LUAS (M 2 ) 1. Pekarangan SMP 7 RT.01 10.000,0 2. Pekarangan Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan RT.01 4.771,0 3. Kuburan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012-2032 I. UMUM Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci