Desentralisasi Fiskal dan Perdagangan antarprovinsi di Indonesia: Pendekatan Model Gravitasi
|
|
- Leony Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Rangkuman Desentralisasi Fiskal dan Perdagangan antarprovinsi di Indonesia: Pendekatan Model Gravitasi Amalia Firdhauzy Abstraks Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dari desentralisasi fiskal terhadap perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Melalui pendekatan model gravitasi, penelitian ini memasukkan unsur economic size setiap provinsi dan jarak antarprovinsi sebagai hambatan perdagangan. Penelitian ini menggunakan metode estimasi OLS (Ordinary Least Squares) untuk periode waktu tahun 2001, 2006 dan Data yang menunjukkan arus perdagangan antarprovinsi menggunakan data MAT (Matriks Asal Tujuan) pergerakan arus barang moda transportasi darat yang diperoleh dari Dirjen Perhubungan Darat sebagai dependent variable dalam penelitian ini. Variable of interest menggunakan total dana perimbangan dengan akumulasi DAU, DAK dan DBH ataupun masing-masing kategori dana perimbangan secara terpisah. Control variable dalam penelitian ini memasukkan data infrastruktur sebagai saran penting dalam arus perdagangan domestik dan komunikasi sebagai penunjang terciptanya perdagangan domestik dan komunikasi sebagai penunjang terciptanya perdagangan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara arus perdagangan terhadap dana perimbangan secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal dapat mendukung terjadinya perdagangan antarprovinsi di Indonesia sebagai salah satu komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penelitian ini juga membuktikan bahwa infrastruktur yang memadai dapat mendukung terciptanya aktivitas perdagangan antarprovinsi. Untuk melihat dimensi regional provinsi, penelitian ini menggunakan dummy variable yang meliputi dummy pulau Jawa, dummy barat dan tengah berbasis pembagian waktu Indonesia, dummy provinsi kepulauan dan dummy dataran rendah. Penelitian ini membuktikan bahwa dana perimbangan secara merata tersebar di seluruh Indonesia dan mampu meningkatkan perdagangan antarprovinsi. Keywords: Model Gravitasi, Desentralisasi Fiskal, MAT pergerakan arus barang.
2 PENDAHULUAN Sistem pemerintahan di Indonesia mengalami transisi dari sistem pemerintahan yang terpusat menjadi sistem pemerintahan yang terdesentralisasi sejak terbentuknya UU No 22 dan 25 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan. Mekanisme pemerintahan desentralisasi adalah diberikannya wewenang dan otoritas untuk mengatur dan mengurus sendiri apa yang menjadi urusan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan publik. Proses desentralisasi fiskal menjadi komponen penting dengan adanya transfer fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah menjadi lebih efektif. Transfer fiskal di Indonesia memiliki beberapa instrumen, diantaranya Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Instrumen fiskal tersebut dapat dikategorikan sebagai dana perimbangan. Mekanisme dari komponen dana perimbangan memiliki tujuan masing-masing yang menjadi prioritas dari dana transfer tersebut. Persentase transfer dana di setiap daerah juga berbeda, karena ditentukan berdasarkan kebutuhan masing-masing daerah. Oleh karena itu, indikator yang dapat menjelaskan kebutuhan setiap daerah menjadi penting dalam formula penetapan transfer fiskal. Aktivitas pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat dapat berjalan secara optimal dari seberapa besar transfer dana yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sama halnya dengan penyediaan sarana dan prasarana dan Infrastruktur yang memadai dapat mendukung jalannya aktivitas perdagangan secara optimal. Sektor perdagangan menjadi salah satu faktor penting dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara. Perdagangan mampu menciptakan suatu lapangan kerja baru dan secara langsung mampu meningkatkan pendapatan yang menjadi dasar bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini yang menjadi dasar bagi penelitian ini untuk fokus terhadap pengaruh dari desentralisasi fiskal terhadap perdagangan dalam negeri di 33 provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan model gravitasi dengan periode waktu tahun 2001, 2006 dan 2011 dan metode estimasi yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Squares). Data yang menunjukkan arus perdagangan antarprovinsi pada penelitian ini menggunakan data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat. Data ini sangat mungkin belum mencerminkan volume arus barang yang sesungguhnya dengan mengingat masih ada moda moda transportasi barang dari kereta api, kapal laut dan pesawat terbang. LANDASAN TEORITIS DAN EMPIRIS Desentralisasi Fiskal Proses sistem desentralisasi adalah memperkuat unit pemerintahan lokal dan pengambilan keputusan untuk otonomi, sumber daya dan otoritas dari level tertinggi hingga level terendah dalam pemerintahan (Bird, 1993; Falleti, 2004). Sistem pemerintahan yang
3 terdesentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana pemerintah daerah memiliki wewenang dalam mengambil suatu keputusan dan kebijakan di setiap wilayahnya sendiri. Pemerintahan yang terdesentralisasi tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa adanya alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, hal ini yang membuat desentralisasi fiskal menjadi komponen utama dalam sistem pemerintahan yang terdesentralisasi. Shah (2007) menjelaskan bahwa terdapat dua kategori transfer antar pemerintah, yaitu transfer untuk tujuan umum dan transfer untuk tujuan tertentu. Transfer untuk tujuan umum disediakan sebagai anggaran dasar dalam mempertahankan otonomi lokal dan dapat meningkatkan ekuitas interyuridiksional. Transfer untuk tujuan tertentu dimaksudkan dapat memberikan intensif bagi pemerintah dalam melaksanakan program atau kegiatan tertentu. Implementasi transfer fiskal di Indonesia lebih dikenal sebagai dana perimbangan. Dana perimbangan menjadi komponen yang penting bagi pemerintah daerah dalam menjalankan tanggung jawabnya untuk penyediaan layanan publik. Komponen dari dana perimbangan meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana bagi Hasil pajak dan sumber daya alam (DBH). Bodman et al (2009) melakukan penelitian pada faktor-faktor penentu desentralisasi fiskal dengan fokus terhadap dampak tingkat pendapatan pada tingkat desentralisasi fiskal. Proxy desentralisasi dalam model penelitian menggunakan data expenditure dan revenue subnasional sebagai variabel dependen. Variabel independen dalam model meliputi luas area, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, military expenditure dan perdagangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proxy desentralisasi memiliki hubungan yang positif terhadap luas area dan populasi, namun memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap perdagangan. Mayrowani (2006) dalam penelitiannya ingin melihat pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap industri perdagangan. Fokus pada hasil perdagangan untuk sektor pertanian, peneltian ini menemukan bahwa pemerintahan daerah setelah otonomi daerah hanya terfokus pada peningkatan PAD sebagai pendapat daerah melalui pajak dan retribusi daerah. Peraturan dan pungutan yang saling tumpah tindih mengakibatkan biaya perdagangan antarwilayah menjadi begitu besar. Model Gravitasi Model gravitasi telah digunakan oleh banyak peneliti untuk memperkirakan volume perdagangan bilateral sebagai fungsi dari dua komponen utama, ukuran ekonomi kedua negara dan jarak antar keduanya (Helpman et al, 2008). Asal mula model gravitasi menurut teori Newton juga dijelaskan oleh Head (2003) dengan mengacu pada formula di bawah ini: (1)
4 Y ij merupakan arus dari asal wilayah i menuju wilayah j, dan Y menunjukkan total volume interaksi antara i dan j. X i dan X j relevan terhadap ukuran ekonomi dari kedua wilayah tersebut. D 2 ij adalah jarak untuk kedua wilayah i dan j yang sesuai dalam hukum Newton. Bentuk sederhana pada model gravitasi untuk perdagangan dapat juga diartikan sebagai volume interaksi antara dua mitra dagang, yaitu fungsi dari peningkatan pendapatan nasional dan fungsi penurunan jarak antara keduanya (Wall, 1999). Secara khusus dengan menggunakan Xi dan Xj untuk menunjukkan pendapatan nasional dan Dij untuk jarak (ditunjukkan juga dalam persamaan 1), arus barang dari wilayah i ke wilayah j dapat dinyatakan juga dalam bentuk log-linier, seperti persamaan berikut ini: Penggunaan dummy variable dalam model gravitasi sangat umum digunakan oleh para peneliti. Dummy variable bertujuan untuk menangkap efek kedekatan, kesamaan budaya, sejarah seperti dijajah dengan koloni yang sama atau integrasi regional. Kessing dan Kalamova (2010) dalam penelitiannya mencoba untuk mempertimbangkan implikasi pemerintahan yang terdesentralisasi terhadap perdagangan intranasional dan perdagangan internasional. Desentralisasi dapat menciptakan hambatan untuk perdagangan intranasional, namun untuk perdagangan internasional membuatnya lebih menarik. Penelitian ini menggunakan model gravitasi dan arus perdagangan bilateral sebagai variabel dependen. Derajat desentralisasi untuk negara i dan negara j menggunakan data tingkat pengeluaran pemerintah subnasional sebagai variabel independen dalam model di kedua negara eksportir dan importir. Domestic ij adalah dummy variable, dimana 1 untuk perdagangan domestik trade ii dan 0 untuk perdagangan internasional trade ij (i j). Miraskari et al (2011) ingin mengidentifikasikan peran dari ICT (Information and Communication Technology) terhadap perdagangan bilateral di 30 negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna internet di negara eksportir memiliki hubungan yang positif dan signifikan dalam meningkatkan import. Metodologi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dengan periode waktu untuk tahun 2001, 2006 dan 2011, dimana data ini merupakan data cross section. Pada pengujian pertama, model penelitian yang dibangun menggunakan tujuh variabel yang diantaranya meliputi data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat; PDRB riil untuk provinsi i dan j; jarak antar provinsi i ke j; proxy desentralisasi fiskal sebagai variable of interest; proxy infrastruktur dan proxy komunikasi sebagai control variable. (2) Pengujian kedua pada penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh terhadap desentralisasi fiskal ketika variabel regional masuk ke dalam model. Variabel yang digunakan dalam pengujian kedua meliputi data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat;
5 PDRB riil untuk provinsi i dan j; jarak antar provinsi i dan j; proxy desentralisasi sebagai variable of interest dan dummy variable sebagai regional dimensions. Variable of interest ditunjukkan dengan FD dalam model, meliputi total dana perimbangan ataupun secara terpisah yaitu DAU, DAK dan DBH. Control variable ditunjukkan dengan Infras yang menggunakan data panjang jalan menurut tingkat kewenangan, akumulasi dari kewenangan provinsi hingga kabupaten-kota. Variabel kom menunjukan indikator komunikasi yang menggunakan data persentase rumah tangga pengguna akses internet. Selanjutnya, dummy variable ditunjukkan dengan D meliputi dummy untuk provinsi dengan dataran rendah, provinsi kepulauan, pulau jawa dan pembagian waktu Indonesia sebagai regional dimensions. Semua variabel dinyatakan dalam bentuk natural logarithm, kecuali untuk dummy variable tidak dinyatakan dalam bentuk natural logarithm. Data dalam penelitian ini menggunakan data provinsi secara teritorial dengan akumulasi data provinsi dan kabupatenkota. Hasil Penelitian Penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa ada signifikansi yang positif antara desentralisasi fiskal atau transfer fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Dependent variabel dalam model penelitian ini menggunakan data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat sebagai variabel yang menunjukkan perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan periode waktu untuk tahun 2001, 2006 dan 2011 yang menunjukkan sistem pemerintahan Indonesia yang setelah transisi menuju sistem pemerintahan yang terdesentralisasi. Penelitian ini ingin membuktikan tingkat signifikansi antara dana perimbangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dan pengaruhnya terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi di Indonesia. Semua variabel dinyatakan dalam bentuk natural logarithm. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode estimasi OLS. Pengujian untuk variabel dana perimbangan, DAU dan DAK menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat arus perdagangan kecuali untuk variabel DBH menunjukkan hubungan yang negatif terhadap tingkat arus perdagangan. Penambahan variable control tidak mempengaruhi secara signfikan terhadap perubahan beta untuk variable of interest dalam model penelitian, menjelaskan bahwa dengan atau tanpa control variable, variable of interest konsisten mempunyai hubungan terhadap dependent variable.
6 Untuk melihat dari sisi regional dimensions, penelitian ini memasukkan dummy variable ke dalam model penelitian. Tujuannya untuk melihat bagaimana variabel regional dapat dipengaruhi dan bagaimana pengaruhnya terhadap desentralisasi fiskal ketika variabel regional masuk ke dalam model penelitian. Dummy variable dalam model meliputi dummy untuk pulau jawa, dummy untuk waktu Indonesia, dummy untuk dataran rendah dan dummy untuk provinsi kepulauan. Variabel dummy untuk pulau jawa memiliki nilai 1 jika provinsi berada pada pulau jawa dan 0 untuk lainnya. Variabel dummy berikutnya menggunakan dummy untuk waktu indonesia dengan menggunakan dua variabel dummy yang meilputi dummy barat dan dummy tengah. Dummy barat memiliki nilai 1 untuk provinsi-provinsi yang berada pada wilayah waktu Indonesia bagian Barat dan 0 untuk lainnya. Dummy tengah memiliki nilai 1 untuk provinsi yang berada pada wilayah waktu Indonesia bagian Tengah dan 0 untuk lainnya. Variabel dummy yang ketiga menggunakan dummy dataran rendah yang memiliki nilai 1 untuk provinsi yang termasuk dalam kategori dataran rendah dan 0 untuk lainnya. Variabel dummy yang terakhir menggunakan dummy provinsi kepulauan yang memiliki nilai 1 jika provinsi termasuk dalam provinsi kepulauan dan 0 untuk lainnya. Fokus terhadap variabel dana perimbangan untuk provinsi i menunjukkan bahwa hasil konsisten memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap arus perdagangan pada tahun 2006 dan 2011 walaupun variabel regional masuk ke dalam model. Variabel dummy untuk jawa mempunyai nilai 1 jika provinsi berada pada pulau jawa dan nilai 0 untuk lainnya. Hasil estimasi juga menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara dummy variabel pulau jawa terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi. Koefisien untuk dana perimbangan tahun 2006 sebesar 0.68 menjelaskan bahwa kenaikan satu persen pada variabel dana perimbangan akan meningkatkan variabel perdagangan sebesar 0.68 persen. Terjadi perubahan terhadap nilai koefisien dana perimbangan yang menurun sebesar 0.04 ketika variabel dummy masuk ke dalam model penelitian. Namun estimasi untuk tahun 2011 menunjukkan hasil yang berbeda dengan estimasi tahun 2006, dimana adanya perubahan nilai koefisien pada variabel dana perimbangan yang meningkat sebesar 0.08 ketika variabel dummy masuk dalam model penelitian. Tahun 2001 menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara variabel total dana perimbangan terhadap variabel perdagangan. Penjelasan untuk hubungan yang negatif antara kedua variabel tersebut telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tahun 2001 adalah tahun permulaan bagi sistem desentralisasi. Pemerintah daerah menciptakan beragam pungutan dalam bentuk pajak dan retribusi daerah yang mengakibatkan biaya perdagangan menjadi tinggi. Sehingga menghambat perdagangan antarprovinsi di Indonesia.
7 Hasil yang diperoleh pada model penelitian yang kedua menunjukkan signifikansi dan berhubungan positif untuk kedua variabel dummy barat dan tengah terhadap arus perdagangan antarprovinsi. Hasil ini menjelaskan bahwa perdagangan antarprovinsi banyak terjadi pada provinsi di wilayah yang termasuk dalam kategori pembagian waktu indonesia barat dan tengah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Alokasi transfer fiskal pada setiap daerah memiliki persentase yang berbeda-beda. Penggunaan formula khusus sebagai instrumen untuk menghitung besarnya alokasi transfer fiskal bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan setiap daerah. Distribusi alokasi dana melalui formula khusus menggunakan indikator dari jumlah penduduk, luas daratan yang terkait pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Hal inilah yang menjadi masalah terkait dengan keadaan geografi pada beberapa provinsi atau daerah di Indonesia yang cenderung memiliki pulau-pulau besar daripada luas wilayah daratan. Penentuan dana perimbangan menjadi tidak adil dengan hanya mempertimbangkan luas daratan saja, ini yang menjadi dasar terbentuknya provinsi kepulauan di Indonesia. Ada beberapa provinsi yang dikategorikan sebagai provinsi kepulauan, yaitu provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini menggunakan variabel dummy untuk provinsi kepulauan sebagai variabel yang menunjukkan dimensi regional. Variabel dummy untuk provinsi kepulauan memiliki nilai 1 jika provinsi termasuk dalam kategori provinsi kepulauan dan 0 untuk lainnya. Pada tabel berikut ini menunjukkan hasil estimasi dengan memasukkan variabel dummy provinsi kepulauan dalam model penelitian dan variable of interest menggunakan total dana perimbangan. Hasil estimasi untuk tahun 2001 dan 2006 tidak menunjukkan adanya signifikansi antara variabel dummy kepulauan terhadap keseluruhan model penelitian. Variabel total dana perimbangan memperoleh hasil yang konsisten signifikan dan positif dengan atau tanpa variabel dummy masuk ke dalam model. Untuk tahun 2011 diperoleh hasil yang signifikan dan hubungan yang positif antara variabel dummy provinsi kepulauan terhadap arus perdagangan antaprovinsi. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat aktivitas perdagangan yang bernilai positif atau lebih besar yang terjadi pada provinsi kepulauan jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Selanjutnya dengan menggunakan DAU sebagai variable of interest, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel DAU konsisten memiliki signifikansi yang positif terhadap tingkat arus perdagangan dengan ataupun tanpa variabel dummy. Tahun 2006 menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan total dana perimbangan sebagai variable of interest bahwa tidak terdapat signifikansi antara variabel dummy dengan tingkat arus perdagangan.
8 Kesimpulan Penelitian ini menganalisis hubungan dari desentralisasi fiskal terhadap perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia dengan pendekatan model gravitasi untuk periode waktu tahun 2001, 2006 dan 2011 dengan menggunakan metode estimasi OLS. Pertama, estimasi untuk model gravitasi secara keseluruhan periode penelitian menunjukkan hasil yang diharapkan. Terdapat hubungan yang positif pada variabel PDRB baik untuk provinsi i ataupun provinsi j, hal ini menunjukkan bahwa economic size provinsi asal ataupun provinsi tujuan akan mempengaruhi tingkat arus perdagangan antar kedua provinsi. Variabel jarak memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap variabel perdagangan, hal ini menjelaskan bahwa jarak dapat menjadi hambatan bagi perdagangan antarprovinsi. Kedua, hasil estimasi secara keseluruhan untuk total perimbangan ataupun variabel desentralisasi fiskal yang terpisah menjadi DAU, DAK dan DBH menunjukkan hubungan yang positif dan memiliki signifikansi terhadap arus perdagangan antarprovinsi. Namun untuk tahun 2001, hasil yang diperoleh belum menunjukkan yang diharapkan, hal ini disebabkan pada tahun ini masih menjadi tahun permulaan bagi sistem desentralisasi di Indonesia. Pemerintah daerah belum menggunakan dana trasnfer secara optimal untuk merangsang kegiatan perdagangan, namun menciptakan beragam pungutan yang dapat menghambat aktivitas perdagangan. Ketiga, dengan menambahkan control variable dalam model meliputi variabel infrastruktur dan komunikasi, hasil menunjukkan hubungan yang positif pada keseluruhan estimasi. Variabel desentralisasi fiskal menunjukkan hasil yang konsisten tidak berubah dengan atau tanpa control variable. Control variable untuk komunikasi menggunakan data persentase pengguna akses internet dan infrastruktur menggunakan data panjang jalan menurut kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten-kota. Data yang tersedia untuk kedua variabel kontrol hanya untuk periode tahun 2006 dan 2011 saja, ini disebabkan tidak tersedianya data untuk tahun Sehingga analisis terhadap variabel komunikasi dan infrastruktur hanya dapat dilakukan untuk tahun 2006 dan Untuk variabel pengguna akses internet menunjukkan hasil yang positif dan signifikan mempengaruhi arus perdagangan antarprovinsi, begitu juga dengan variabel panjang jalan menurut kewenangan juga menunjukkan hasil yang sama. Hal ini menjelaskan bahwa pemerintah daerah dituntut untuk mengelola transfer dana secara efisien, khususnya dalam menyediakan pelayanan publik berupa infrastruktur yang memadai dan komunikasi yang dapat mendukung aktivitas perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Dan keempat, dengan memasukkan karakteristik wilayah ke dalam model penelitian, estimasi menunjukkan bahwa transfer dana secara konsisten tetap menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi di Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa transfer dana secara merata di seluruh provinsi di Indonesia
9 mampu meningkatkan aktivitas perdagangan dalam negeri di Indonesia. Tingkat perdagangan yang tumbuh secara positif dapat menunjang pertumbuhan ekonomi negara dan diharapkan mampu memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Penelitian ini dapat dikatakan masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diperlukan saran dan masukan untuk menunjang penelitian ini selanjutnya. Rekomendasi bagi studi selanjutnya untuk memasukkan variabel yang menunjukkan disagregasi data komoditas ke dalam model penelitian agar diperoleh penjelasan yang lebih luas mengenai perdagangan antarprovinsi dari segi komoditas berdasarkan karakteristik dari masingmasing provinsi. Daftar Pustaka Aritenang, Adiwan dan Sonn, Jung Won. The Effect of Decentralization and Free Trade Agreements on Regional Disparity in a Developing Economy: The Case of Indonesia, Bergeijk, van P. A. G & Brakman, S The Comeback of the Gravity Model. Bodman, P. et al What Drives Fiscal Decentralisation?. ISSN Broadway, Robin dan Shah, Anwar Public Sector Governance and Accountability Series. Intergovernmental Fiscal Transfer Principle and Practice. The World Bank Falleti, Tulia G A Sequential Theory of Decentralization and its Effect on the Intergovernmental Balance of Power: Latin American Cases in Comparative Perspective. Kellog Institute Working Paper 314. Grindle, Merilee S Good Enough Governance Revisited. Development Policy Review 25(5): Head, Keith Gravity for Beginners Hofman et al Decentralizing Indonesia. A Regional Public Expenditure Review Overview Report. The World Bank Hofman et al Evaluatin Fiscal Equalization in Indonesia. The World Bank-Poverty Reduction and Economic Management Network Jie, LI et al Interregional Protection: Implications of Fiscal Decentralization and Trade Liberalization. China Economic Review 14 (2003) Kalamova, Margarita M. & Kessing, Sebastian G Trade and Decentralization. Mayrowani, H Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 4(3), pp Miraskari, Sayed R. et al The Effect of the Internet on Trade Flows. Economic and Finance Review Vol. 1(6), pp Oates, Wallace E An Essay on Fiscal Federalism. Journal of Economic Literature Vol. XXXVII, pp PT. Lapi ITB Hasil Pengolahan Data Survei Asal Tujuan Transportasi Nasional 2006 :Executive Summary. Departemen Perhubungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sidik, M Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional. DJPK, Departemen Keuangan RI.
10 Wall, Howard J Gravity Model Spesification and the Effects of the Canada-U.S. Border. Federal Reserve Bank Of St. Louis Working paper, A. Wall, Howard J Using the Gravity Model to Estimate the Costs of Protection. Federal Reserve Bank of St. Louis. Journal Review
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otonomi daerah yang berarti bahwa daerah memiliki hak penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat
Lebih terperinciANALISIS PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KOTA PALEMBANG AZWARDI *
1 ANALISIS PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KOTA PALEMBANG AZWARDI * This research is purposed to know the impact of regional outonomy in Palembang, especially in fiscal aspects. To solve the problem, that
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciFormula Dana Desa: CATATANKEBIJAKAN. No. 13, November Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar
No. 13, November 2016 CATATANKEBIJAKAN Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar REKOMENDASI Formula transfer Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah perlu diperhitungkan lagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pengalokasian anggaran belanja modal merupakan suatu pengalokasian dana dalam bentuk APBD yang bertujuan untuk menambah aset tetap. Anggaran belanja modal sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dan banyak provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, kecamatan, kelurahan dan dibagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang (UU) No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai wujud dari desentralisasi sistem pemerintahan telah dilaksanakan secara efektif di Indonesia sejak 1 Januari 2001. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah permasalahan umum yang dihadapi oleh setiap negara. Tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum terkendala oleh karena kemiskinan yang merupakan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan secara empiris mengenai pengaruh positif pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,
Lebih terperinciBAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan
BAB I 1.1 Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan undang undang membawa konsekuensi tersendiri bagi daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat. Ini dapat dibuktikan dengan jelas dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Definisi Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. Desentralisasi merupakan tujuan untuk mempercepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daearh merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aspek yang sangat krusial dalam desentralisasi (otonomi daerah) adalah permasalahan desentralisasi fiskal. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan absolut (absolute poverty) merupakan salah satu masalah ekonomi utama yang dihadapi sebagian besar pemerintahan di dunia. Data World Bank pada tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dikenal ada dua pendekatan yang menghubungkan pemerintah pusat dan daerah yaitu pendekatan secara sentralisasi dan pendekatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Pada penelitian ini dilakukan analisis hasil pengumpulan data penelitian dari 34 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan data yang berupa laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran
Lebih terperinciBABV PENUTUP. signifikan antara variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi
65 BABV PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji teori-teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai memasuki babak baru dalam kehidupan bermasyarakatnya. Setelah lengsernya Presiden Soeharto dan rezim orde barunya yang bersifat otoriter
Lebih terperinciBAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan tersebut meliputi sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Selama ini di Indonesia tedapat hubungan yang asimetris antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah di bidang keuangan publik. Pemerintah daerah sangat tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa Lebih Perhitungan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah negara. Dalam sebuah Negara, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah memberikan wewenang penuh untuk mengatur dan mengelola daerahnya masing-masing. Hal ini merupakan berkat di satu sisi, namun disisi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3.1.Variabel penelitian dan Definisi Operasional
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Variabel penelitian dan Definisi Operasional Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperlukan beberapa variabel yang perlu diteliti.variabel penelitian
Lebih terperinciBAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Dalam perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah dilaksanakan secara efekif. Hal ini merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dijalankan secara sentralisasi. Segala wewenang dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa Orde Baru tahun 1966 sampai dengan tahun 1998, tata pemerintahan Indonesia dijalankan secara sentralisasi. Segala wewenang dalam mengeluarkan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai pemerintah kabupaten/kota dan UU Nomor 25 tahun 1999 mengenai
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang mengacu pada UU Nomor 22 tahun 1999 mengenai pemerintah kabupaten/kota dan UU Nomor 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir akhir ini membawa dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan daerah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen anggaran daerah disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi. Menurut ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi yaitu penyerahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciDESENTRALISASI FISKAL DAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN
DESENTRALISASI FISKAL DAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2013 Ikrom Laily Shiyamah, Sujarwoto Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
Lebih terperinciDESENTRALISASI PENGELUARAN DI INDONESIA
Signifikan Vol. 2 No. 2 Oktober 2013 DESENTRALISASI PENGELUARAN DI INDONESIA Siti Herni Rochana Universitas Winaya Mukti sitiherni.roch@gmail.com Abstract. Since the implementation of Law 22/1999 and Law
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Pembagian daerah Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diterapkan Indonesia sejak tahun 2004 mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan beberapa urusan untuk diselesaikan
Lebih terperinciAnalisis derajat desentralisasi dan kemandirian PAD serta hubungannya dengan produktivitas belanja daerah di Kota Jambi
Analisis derajat desentralisasi dan kemandirian PAD serta hubungannya dengan produktivitas belanja daerah di Kota Jambi Viozana Demora Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen et al (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat
Lebih terperinci