llrr ii,, i!.'ix i', l i'-\lil{lr\ i l :i;l!lil,", 'l t,i' i7l: il iltt,,,.,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "llrr ii,, i!.'ix i', l i'-\lil{lr\ i l :i;l!lil,", 'l t,i' i7l: il iltt,,,.,"

Transkripsi

1 llrr ii,, i!.'ix i', l i'-\lil{lr\ i l :i;l!lil,", 'l t,i' i7l: il iltt,,,.,

2

3

4 c sljldh s rqkrrurha6i rdl

5

6

7 !i er!!h, rsrdu krlol ^i rrr hrcn

8 BAB I TATA HUKUM INDONESIA Tujuan Umum Pembelajaran Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa mampu memahami: Pengertian tata hukum Indonesia, tata hukum Indonesia, hubungan antara pengantar ilmu hukum (PIH) dengan pengantar hukum Indonesia (PHI), sejarah tata hukum Indonesia, lapangan-lapangan hukum di Indonesia. Tujuan Khusus Pembelajaran Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan pengertian tata hukum Indonesia 2. Menjelaskan tata hukum Indonesia 3. Menjelaskan hubungan antara pengantar ilmu hukum (PIH) dengan pengantar hukum Indonesia (PHI) 4. Menjelaskan sejarah tata hukum Indonesia 5. Menjelaskan lapangan-lapangan hukum di Indonesia. A. Pengertian Tata Hukum Indonesia Tata Hukum berasal dari kata dalam bahasa Belanda recht orde, ialah susunan hukum, artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum. Maksud dengan memberikan tempat yang sebenarnya yaitu menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam hidup supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap peristiwa hukum yang terjadi.tata atau susunan itu pelaksanaannya berlangsung selama ada pergaulan hidup manusia yang berkembang. Dalam tata hukum ada aturan hukum yang berlaku pada saat tertentu di tempat sejenis yang pernah berlaku dan tetap dinamakan hukum (recht). Dapat dimengerti bahwa dalam tata hukum itu adalah hukum positif 1

9 di samping aturan-aturan hukum tertentu yang pernah berlaku sebagai hukum positif. 1 Pada saat ini, semua bangsa di dunia ini telah mempunyai tata hukumnya sendiri. Demikian pula Negara Republik Indonesia telah mempunyai tata hukum yang disebut dengan Tata Hukum Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa Pengantar Tata Hukum Indonesia khusus membicarakan Hukum yang berlaku dalam batas wilayah Negara Republik Indonesia (Hukum Positif Indonesia), yaitu keseluruhan aturan Hukum dari berbagai cabangnya yang kini berlaku dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Maka untuk lebih jelas, dalam hubungan ini kita kutip pendapat yang dikemukakan oleh Sudiman Kartohadiprodjo dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia halaman 46 sebagai berikut: Tata Hukum di Indonesia adalah hukum yang berlaku sekarang di Indonesia. Berlaku, berarti memberi akibat hukum kepada peristiwa-peristiwa dalam pergaulan hidup. Sekarang, menunjukkan kepada pergaulan hidup yang ada pada saat ini, dan tidak kepada pergaulan hidup yang telah lampau, pula tidak kepada pergaulan hidup yang dicita-citakan di kemudian hari. Di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup itu terdapat di Indonesia dan tidak di negara lain; tidak di Amerika Serikat, tidak di Rusia, tidak di Filipina dan tidak pula di Australia atau India. 2 Mempelajari Tata Hukum Indonesia, adalah untuk mengetahui perbuatan atau tindakan manakah yang menurut hukum, dan yang manakah yang melawan hukum, bagaimanakah kedudukan seseorang dalam masyarakat, apakah kewajiban-kewajiban dan wewenangnya, semua itu menurut hukum Indonesia. Dengan perkataan lain untuk mengetahui hukum yang berlaku sekarang ini di dalam wilayah 1 R. Abdoel Djamali, 2003, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Sudiman Kartohadiprojo, 1981, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm

10 Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik hukum tertulis ataupun hukum yang tidak tertulis. 3 B. Tata Hukum Indonesia Tata Hukum adalah berasal dari perkataan tertib berdasarkan hukum. Adanya Tata Hukum akan terlihat dan merupakan suatu keharusan bagi negara yang bersendikan kepada hukum. Negara yang bersendikan kepada Hukum disebut dengan Negara Hukum (Rechtstaat), artinya dimana pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara senantiasa didasarkan kepada ketentuan-ketentuan Hukum. Republik Indonesia adalah Negara Hukum, sesuai dengan Penjelasan UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara yang menyatakan Indonesia, ialah Negara yang berdasar atas Hukum (Rechtstaat). Dalam batang tubuh UUD 1945 (amandemen ke tiga) Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian sebagai Negara hukum tidak boleh tidak Indonesia memiliki tata hukum. Tata hukum Indonesia itu baru ada sejak adanya Negara Republik Indonesia. Dengan berdirinya Negara Republik Indonesia, maka dibentuk pulalah Tata Hukum Indonesia itu, dan hal ini dinyatakan dalam: 1. Proklamasi Kemerdekaan: Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. 2. Pembukaan UUD 1945: Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya kehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia.

11 Adapun arti yang terkandung di dalam pernyataan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan Indonesia suatu Negara yang merdeka dan berdaulat; 2. Pada saat itu juga ditetapkan Tata Hukum Indonesia yang kemudian diberi bentuk dan dituangkan dalam UUD Kenyataannya sampai hari ini memang tidak dapat diingkari, bahwa memang masih relatif kita memiliki undang-undang organik yang menjabarkan Tata Hukum Indonesia. Sehingga dalam hubungan ini amat pentinglah arti ketentuan pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 dalam rangka menghindari terjadinya rechtsvacuum atau kekosongan hukum dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Sehingga dengan menggunakan Pasal 2 Aturan Peralihan tersebut masih diperlakukan peraturan-peraturan sebelumnya, selama belum diadakan yang baru menurut UUD Lengkapnya pasal tersebut berbunyi: Segala Badan Negara dan peraturan yang masih ada langsung berlaku, selama belum diadakannya yang baru menurut UUD ini. Sungguhpun demikian, tidaklah dapat diartikan bahwa Indonesia tidak mempunyai Tata Hukum sendiri, karena sebaliknya telah dibuktikan oleh hasil penelitian Cornelis Van Vollenhoven bahwa tata hukum asli Indonesia adalah Hukum adat yang sebagian besar tidak tertulis. 4 C. Hubungan Antara Pengantar Ilmu Hukum Dengan Pengantar Hukum Indonesia Selain Pengantar Ilmu Hukum, dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum di Indonesia terdapat juga mata kuliah lain yaitu Pengantar Hukum Indonesia (disingkat: PHI), yang dahulu dinamakan Pengantar Tata Hukum Indonesia (disingkat: PTHI). Pengantar Ilmu Hukum merupakan pendahuluan untuk memudahkan mempelajari Pengantar

12 Hukum Indonesia, yakni menyediakan sarana (konsep-konsep yuridik dan konsep-konsep lain yang digunakan dalam Ilmu Hukum) yang diperlukan untuk mengolah dan memaparkan Sistem Hukum Indonesia. Pengantar Ilmu Hukum menguraikan Ilmu Hukum pada umumnya yang bersifat universal, sedangkan obyek Pengantar Hukum Indonesia adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia. Pengantar Hukum Indonesia bertujuan untuk: 1. Mempelajari sistem hukum positif Indonesia; 2. Pengetahuan ringkas tentang keseluruhan tata hukum di Indonesia dalam garis besarnya, menjelaskan Sistem Hukum Indonesia (Tatanan Hukum Indonesia) dan latar belakang sejarahnya serta latar belakang kulturalnya. 3. Mempelajari subsistem pokok dari sistem hukum Indonesia yang mencakup juga asas-asas hukum yang melandasi dan menjiwai tiap subsistem pokok tersebut. 4. Mempelajari ciri-ciri dan sifat-sifat khas dari tata hukum Indonesia. Pengantar Hukum Indonesia lebih bersifat deskriptif analitikal, maksudnya adalah cara menggambarkan sesuatu (obyek) dengan menjelaskan sesuatu atau obyek tersebut sebagaimana adanya dengan menjabarkannya ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsurnya serta dengan memperlihatkan tempat dan perkaitan antara bagian-bagian atau unsur-unsur itu tadi sehingga keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur itu tampak mewujudkan suatu kesatuan yang secara rasional dapat dipahami. Pengantar Tata Hukum Indonesia merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan hukum di samping Pengantar Ilmu Hukum yang masingmasing mempunyai obyek penyelidikan sendiri. Pengantar Tata Hukum Indonesia menyelidiki atau mempelajari hukum yang sekarang sedang berlaku di Indonesia dengan perkataan lain obyek Pengantar Tata Hukum Indonesia itu adalah hukum positif Indonesia 5

13 (hukum positif: ius constitutum). Sedang Pengantar Ilmu Hukum menyelidiki hukum pada umumnya, artinya tidak terbatas pada hukum yang sedang berlaku sekarang di Indonesia saja, melainkan juga hukum yang berlaku di tempat atau di negara lain serta pada waktu kapan saja. Dengan demikian penyelidikannya tidak terbatas pada ius constitutum saja melainkan juga menyelidi ius constituendum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Pengantar Ilmu Hukum merupakan dasar atau basic dari Pengantar Tata Hukum Indonesia. Pengantar Tata Hukum Indonesia sebenarnya dipergunakan untuk mengantarkan bagi setiap orang yang ingin mempelajari aturan-aturan hukum Indonesia atau dengan perkataan lain ingin mempelajari aturan-aturan hukum yang sedang berlaku di Indonesia; berlaku berarti, yang memberi akibat hukum bagi peristiwa-peristiwa atau perbuatan-perbuatan di dalam masyarakat pada saat ini. Sedang di Indonesia menunjukkan suatu tempat, yaitu di dalam Negara Republik Indonesia. 3 Dengan demikian, Tata Hukum Indonesia adalah merupakan tatanan hukum yang berlaku di Indonesia sekarang. Tata hukum itu menata, menyusun, mengatur tata tertib kehidupan masyarakat. Tata hukum itu sah berlaku bagi suatu masyarakat tertentu, dibuat, ditetapkan dan dipertahankan atas daya paksa penguasa (authority) masyarakat itu 4. Dengan demikian maka Tata Hukum Indonesia itu menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat Indonesia. Tata Hukum Indonesia dengan sendirinya ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia (Negara Republik Indonesia). Oleh karena itu tata hukum Indonesia ada sejak saat Proklamasi Kemerdekaan, berarti: 1. Negara Republik Indonesia dibentuk oleh Bangsa Indonesia, dan 6 3 Hartono Hadisoeprapto, 2004, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm Kusumadi Pudjosewodjo, 1997, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, PD Aksara, Jakarta, hlm. 46.

14 2. Sejak saat itu pula Bangsa Indonesia telah mengambil keputusan menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri yaitu hukum bangsa Indonesia dengan tata hukumnya yang baru, Tata Hukum Indonesia. Maka dari itu Proklamasi merupakan ketentuan atau norma pertama atau disebut sebagai ketentuan pangkal daripada Tata Hukum Indonesia. Oleh karena itu Proklamasi tidak dapat dicari dasar hukumnya, dasar wewenangnya kepada aturan-aturan atau ketentuan yang lainnya secara konstitusional. Dengan demikian, maka tidak dapat dikatakan bahwa tata hukum yang ada sebagai kelanjutan dari tata hukum sebelumnya 5. Hal ini dapat disimpulkan dari bunyi Proklamasi itu sendiri: hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ketentuan ini dipertegas lagi setelah Indonesia mempunyai Undang-Undang Dasar yaitu Undang-Undang Dasar 1945 di dalam Pasal II Aturan Peralihan, sebagai berikut: segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. 7 D. Sejarah Tata Hukum Indonesia Tata Hukum Indonesia memang masih saja dipengaruhi oleh Tata Hukum Belanda. Hal ini disebabkan pada masa Indonesia dijajah oleh Belanda (Zaman Hindia Belanda) tata hukum yang diterapkan di Indonesia adalah sama dengan tata hukum di Negeri Belanda berdasarkan Azaz Concordance. Sampai saat ini kenyataannya peraturan hukum zaman Hindia Belanda sebahagian masih diperlakukan, dan hal ini dibenarkan oleh Pasal 2 aturan peralihan 5 Hartono Hadisoeprapto. Op. Cit, hlm. 2.

15 UUD Sehingga, hukum positif yang berlaku di Indonesia sekarang ini terdiri dari peraturan perundang-undangan yang dibuat zaman Hindia Belanda, ada yang dibuat pada zaman pendudukan Pemerintah Militer Jepang, dan ada pula yang dibuat oleh pemerintah Indonesia merdeka, yang semuanya dalam rangka mempelajari Tata Hukum Indonesia mau tidak mau harus diperhatikan. 1) Zaman Penjajahan Belanda a) Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie ( ) Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang Belanda Tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antar para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang-orang pribumi dengan tujuan dapat memperoleh keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintah Belanda kemudian diberi hak-hak istimewa (octrooi) seperti hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan hak mencetak uang. Dengan hak octrooi itu VOC melakukan ekspansi penjajahan di daerah-daerah kepulauan nusantara yang didatangi, terutama kepulauan Maluku dan menanamkan penekanan dalam bidang perekonomian dengan memaksakan aturan-aturan hukumnya. Di kepulauan Maluku aturanaturan hukum yang dipaksakan pentaatannya bagi orang-orang pribumi, ketentuan-ketentuannya merupakan hukum positif orang Belanda di daerah perdagangan, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang dijalankan di atas kapal-kapal dagang di samping asas-asas hukum Romawi. Ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di atas kapal dagang itu sama dengan hukum Belanda Kuno (Oud Nederlandscrecht) berdasarkan asas konkordan. 8

16 Pada Tahun 1610 pengurus pusat VOC di Belanda memberikan wewenang kepada Gubernur Jenderal Pieter Both untuk membuat peraturan dalam menyelesaikan perkara istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC di daerah-daerah yang dikuasai, di samping ia dapat memutuskan perkara perdata dan pidana. Peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal itu kemudian berlaku berdampingan dengan peraturan yang dibuat-tetapkan sendiri oleh Direksi VOC di Belanda dengan nama Heeren Zeventien. Sejak Gubernur Jenderal diberi wewenang dapat membuat peraturan yang diperlukan untuk kepentingan VOC di daerah-daerah yang dikuasai, maka tetap peraturan yang diumumkan berlakunya melalui plakat, dan plakat-plakat yang memuat setiap peraturan setelah diumumkan tidak pernah dikumpulkan dengan tatanan yang baik. Dalam perkembangannya, maka pada Tahun 1635 tidak diketahui lagi plakat mana yang masih berlaku dan plakat mana yang sudah dicabut atau diubah. Kemudian selama tujuh tahun sejak itu semua plakat yang pernah diumumkan dikumpulkan lagi; dan bagi plakat yang masih berlaku disusun secara sistematik. Setelah penyusunannya selesai, maka pada Tahun 1642 diumumkan di Batavia dengan nama Statuta van Batavia (Statuta Batavia). Usaha semacam ini dilakukan lagi dan selesai pada Tahun 1766 dan diberi nama Nieuwe Bataviasche Statuten (Statuta Batavia Baru). Peraturan statuta yang berlaku di daerah-daerah kekuasaan VOC berdampingan berlakunya dengan aturan-aturan hukum lainnya sebagai satu sistem hukum tersendiri dari orang-orang pribumi dan orang-orang pendatang di luar orang Eropa. Terhadap aturan-aturan hukum itu pernah dibuat suatu penelitian antara lain yang dilakukan oleh Freijer dan menghasilkan suatu kitab hukum pada Tahun Kitab hukum (kompendium) Freijer itu ternyata hanya berisi aturanaturan hukum perkawinan dan hukum waris Islam. 9

17 Sampai berakhirnya masa penjajahan VOC tanggal 31 Desember 1799, karena dibubarkan oleh pemerintah Belanda akibat banyak menanggung utang, tidak ada aturan-aturan hukum lainnya lagi yang berlaku, kecuali yang disebutkan tadi. 10 b) Penjajahan Pemerintah Belanda ( ) Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Bataavsche Republiek yang kemudian diubah menjadi koninklijk Holand. Kepulauan nusantara sejak saat itu mengalami masa-masa penjajahan pemerintah Belanda dengan melaksanakan pedoman pemerintahan dan aturan-aturan hukum sendiri. Untuk mengurus daerah-daerah jajahan raja Belanda yang monarkhi-absolut waktu itu menunjuk Deandles sebagai Gubernur Jenderal. Ia ditugaskan mempertahankan tanah jajahan nusantara dalam menghadapi kemungkinan serangan Inggris. Pelaksanaan tugas ini banyak menimbulkan korban, terutama bagi orang-orang di pulau Jawa yang dipaksa menjadi pekerja rodi seperti dalam pembuatan jalan dari Anyar ke Penarukan, Sumedang ke Bandung dan pembuatan pangkalan angkatan laut dengan bentengnya di daerah Banten. Dalam bidang pemerintahan, Deandles membagi pulau Jawa menjadi sembilan keresidenan (prefektur). Sedangkan para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda dan diangkat oleh pemerintah di Batavia dengan menerima gaji. Untuk menambah keuangan, maka pelaksanaan pertanian diperketat dengan pajak, bahkan tanah pemerintah banyak yang dijual kepada partikelir. Pada Tahun 1811, Deandles diganti oleh Jansens yang tidak lama memerintah, karena tahun itu juga kepulauan nusantara dikuasai oleh Inggris. Pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur. Dalam pemerintahan Raffles, prefektur di Jawa diubah menjadi sembilan belas dan kekuasaan para

18 bupati dikurangi. Seluruh rakyat dibebani land-rante (pajak bumi). Dalam bidang hukum, Raffles mengutamakan mengenai susunan pengadilan yang dikonkordansikan susunannya seperti pengadilan di India terdiri dari: 11 (1) Division s Court Terdiri dari beberapa pegawai pribumi, yaitu Wedana atau Demang dan pegawai bawahannya. Mereka berwenang mengadili perkara pelanggaran kecil dan sipil dengan pembatasan sampai 20 ropyen. Naik banding dalam perkara sipil dapat dilakukan kepada Bopati s Court. (2) District s Court atau Bopati s Court Terdiri dari bupati sebagai ketua, penghulu, jaksa dan beberapa pegawai Bumiputera di bawah perintah bupati. Wewenangnya mengadili perkara sipil. Dalam memberikan putusan, bupati meminta pertimbangan jaksa dan penghulu. Kalau tidak ada persesuaian pendapat, maka perkaranya harus diajukan kepada Residen s Courts. (3) Residen s Court Terdiri dari residen, para bupati, hooft jaksa dan hooft penghulu. Wewenangnya mengadili perkara pidana dengan ancaman bukan hukuman mati. Dalam perkara sipil mengadili perkara yang melebihi 50 ropyen. (4) Court of Circuit Terdiri dari seorang ketua dan seorang anggota. Bertugas sebagai pengadilan keliling dalam menangani perkara pidana dengan ancaman hukuman mati. Dalam peradilan ini dianut sistem juri yang terdiri dari 5 sampai 9 orang Bumiputera R. Abdoel Djamali, Op.Cit, hlm

19 Raffles tidak melakukan perubahan terhadap hukum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat Bumiputera. Anggapannya, aturan-aturan hukum yang berlaku itu identik dengan hukum Islam. Bahkan bagi hakim diperintahkan untuk tetap memberlakukan ketentuan-ketentuan hukum Bumiputera dalam menyelesaikan perkara. Tetapi, walaupun demikian hukum Bumiputera dianggap lebih rendah derajatnya dari hukum Eropa. Setelah Inggris menyerahkan Nusantara kepada Belanda pada Tahun 1816 sebagai hasil Konvensi London 1814, maka seluruh tata pemerintahannya mulai diatur dengan baik. Sejak saat itu sejarah perundang-undangan membagi tiga masa perundang-undangan yang berjalan sebagai berikut: 12 (1) Masa Besluiten Regerings ( ) Berdasarkan Pasal 36 Nederlands Grondwet Tahun 1814, menyatakan bahwa Raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di bagian-bagian lain, maka raja dalam monarki konstitusional ini langsung mengurus dan mengatur daerah-daerah jajahan. Dalam melaksanakan kekuasaannya hanya raja yang berhak membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan sebutan Algemene Verondening (peraturan pusat). Karena peraturan pusat itu dibuat oleh raja, maka dinamakan juga Koninklijk Besluit (besluit raja). Pengundangan dari besluit-besluit yang dibuat oleh raja melalui Publicatie, yaitu surat selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal. Koninklijk Besluit itu sebenarnya kalau dilihat dari isi mempunyai dua sifat tergantung dari kebutuhan dibuatnya peraturan tersebut, (1) Besluit itu sebagai tindakan eksekutif hanya merupakan ketetapan raja untuk melakukan suatu pengangkatan, misalnya pengangkatan Gubernur Jenderal. (2) sebagai tindakan

20 legislatif untuk mengatur, maka sebagai Algemene Verordening, misalnya peraturan di Belanda yang disebut Algemene Maatregel von Bestuurj (AmvB). Untuk melaksanakan pemerintahan di kepulauan nusantara yang oleh Belanda disebut Nederlands Indie (Hindia Belanda), raja mengangkat Komisaris Jenderal yang terdiri dari Elout, Buykes dan Van der Capellen. Mereka tidak mengetahui secara menyeluruh peraturan-peraturan yang dibuat oleh Inggris. Karena itu tetap memberlakukan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris berkuasa terutama mengenai Landrente dalam bidang hukum, peraturan-peraturan yang berlaku bagi orang-orang Belanda sejak VOC tidak diganti atau dicabut. karena menunggu rencana pengkodifikasian hukum nasional Belanda. Setelah Belanda untuk beberapa tahun mengalami pendudukan Perancis dan merdeka kembali Tahun 1814, maka pemerintahannya memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata nasional. Pekerjaan itu selesai pada Tanggal 15 Juli 1830 dan dirancangkan akan dinyatakan berlaku pada jam antara Tanggal 31 Desember 1830 dan 1 Januari Tetapi dalam bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda yang akhirnya terjadi pemisahan antara Belanda dengan Kerajaan Belgia. Timbulnya pemberontakan itu mengakibatkan diundurkan pengundangan pengkodifikasian hukum perdata dan baru dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober Kemudian untuk Hindia Belanda dikehendaki juga adanya kodifikasi hukum perdata yang akan diberlakukan bagi orangorang Belanda sesuai dengan keadaan daerah jajahan. Untuk maksud itu pada Tanggal 15 Agustus 1839 Menteri jajahan di Belanda mengangkat Komisi Undang-Undang bagi Hindia Belanda yang terdiri dari Mr. Scholten van Oud Haarlem sebagai ketua, Mr. I Schneiter dan Mr. I.F.H van Nes masing-masing sebagai anggota. 13

21 Komisi ini dalam tugasnya dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr. H.I. Wicher disempurnakan dan terdiri dari: (1) Reglement of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP) (2) Algemene Bapelingen van Wetgeving (AB) atau ketentuan umum tentang perundang-undangan. (3) Burgelijke Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) (4) Wetboek van Koophandel (Wvk) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). (5) Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering (RV) atau peraturan tentang Acara Perdata (AP) Semua peraturan itu diundangkan berlakunya di Hindia- Belanda, sejak Tanggal 1 Mei 1848 melalui S. 1847: 23). Peraturan hukum yang telah dikodifikasikan diberlakukan sebagai hukum positif bagi orang-orang Eropa di Hindia-Belanda. Politik hukum yang dijalankan oleh pemerintah penjajahan Belanda di Hindia Belanda secara tidak jelas semula dicantumkan dalam Pasal 11 Algemene Bapelingen van Wetgeving (AB). Pasal ini menyatakan, memuat perintah kepada hakim untuk memperlakukan hukum perdata Eropa bagi golongan Eropa dan hukum perdata adat bagi golongan lain di dalam menyelesaikan perkara. Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka pemerintah penjajahan Belanda melaksanakan poiltik hukumnya dengan bentuk hukum tertulis dan tidak tertulis. Bentuk hukum perdata tertulis ada yang dikodifikasikan dan terdapat di dalam Burgelijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK); yang tidak dikodifikasikan terdapat di dalam undang-undang dan peraturan lainnya yang dibuat sengaja untuk itu. Sedangkan yang tidak tertulis yaitu hukum perdata adat dan berlaku bagi setiap orang di luar golongan Eropa. Corak hukumnya 14

22 dilaksanakan dengan dualistis, yaitu satu sistem hukum perdata yang berlaku bagi golongan Eropa dan satu sistem perdata lain yang berlaku bagi golongan Indonesia. Membedakan golongan untuk memberlakukan hukum perdata berdasarkan sistem hukum dari masing-masing golongan menurut Pasal 11 AB itu sangat sulit dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan tidak adanya asas pembeda yang tegas walaupun ada ketentuan Pasalnya. Ketentuan yang menetapkan perbedaan golongan pokok, yaitu orang Eropa dan orang Bumiputera. Siapa yang termasuk orang-orang Eropa dan siapa yang termasuk orang-orang Bumiputera tidak dijelaskan dalam ketentuannya. Hanya dalam pasal itu dinyatakan orang Eropa, orang Bumiputera, orang yang disamakan dengan orang Eropa dan orang yang disamakan dengan orang-orang Bumiputera. Pembagian golongan menurut pasal-pasal itu hanya berdasarkan kepada perbedaan agama, yaitu yang beragama Kristen selain orang Eropa disamakan dengan orang Eropa dan yang tidak beragama Kristen disamakan dengan orang Indonesia. Karena itu dapat dikatakan bahwa bagi setiap orang yang beragama Kristen yang bukan orang Eropa kedudukan golongannya sama dengan orang Eropa: berarti bagi orang Indonesia Kristen termasuk orang yang disamakan dengan orang Eropa. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beragama Kristen selain orang Indonesia dipersamakan kedudukannya dengan orang Bumiputera. Pembagian golongan ini menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan pemerintah waktu itu. Karena ketidajelasan kedudukan golongan bagi orang Indonesia Kristen yang dipersamakan dengan golongan orang Eropa. Tetapi karena Pasal 10 AB memberikan wewenang kepada Gubernur Jenderal untuk menetapkan peraturan pengecualian bagi orang Indonesia Kristen, maka melalui S. 1848: 10, dalam Pasal 3, Gubernur Jenderal menetapkan bahwa orang 15

23 Indonesia Kristen dalam lapangan hukum sipil dan hukum dagang, juga mengenai perundang-undangan pidana dan peradilan pada umumnya tetap dalam kedudukan hukumnya yang lama. Dengan demikian berarti bahwa bagi orang Indonesia Kristen tetap termasuk golongan orang Bumiputera dan tidak dipersamakan dengan orang Eropa. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 10 AB itu pembagian golongan Hindia Belanda yang bertolak pangkal perbedaan agama (Kristen dan bukan Kristen) bagi yang dipersamakan, maka dalam kehidupan sehari-hari bagi yang berperkara di pengadilan akan diselesaikan oleh hakim dengan menggunakan aturan hukumnya masing-masing. (2) Masa Regering Reglement ( ) Pada Tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan terhadap Grondwetnya sebagai akibat dari pertentangan De Staten General (Parlemen) dengan Raja yang berakhir dengan kemenangan Parlemen dalam bidang mengelola kehidupan bernegara. Kemenangan itu mengubah sistem pelaksanaan pemerintahan dari monarki menjadi konstitusional parlementer. Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan juga terjadinya perubahan terhadap pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda di Indonesia. Hal ini terutama dengan dicantumkannya ketentuan Pasal 9 ayat I, II dan IV Grondwet yang menyatakan bahwa: Ayat I Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan. Ayat II Aturan-aturan tentang kebijaksanaan pemerintah ditetapkan melalui undang-undang. Sistem keuangan ditentukan melalui undang-undang. 16

24 Ayat IV Hal-hal lain yang menyangkut mengenai daerah-daerah jajahan dan harta, kalau diperlukan akan diatur melalui undang-undang. Berdasarkan ketentuan Pasal 59 itu, maka kekuasaan raja terhadap daerah jajahan menjadi dikurangi walaupun masih banyak mengeluarkan peraturannya sendiri. Suatu undang-undang (wet) yang mengatur keadaan daerah jajahan tidak dibuat oleh raja bersama-sama parlemen. Peraturan dasar tentang pemerintahan yang dibuat untuk kepentingan daerah jajahan di Indonesia dan berbentuk undangundang (wet) waktu itu dinamakan Regerings Reglement (RR), dan RR ini diundangkan pada Tanggal 1 Januari 1854, tetapi mulai berlaku Tahun 1855 melalui S. 1885: 2. Kalau dilihat dari isinya yang terdiri dari dalam 8 bab, 130 pasal dan mengatur tentang tata pemerintahan di Hindia Belanda, maka RR itu dianggap sebagai undang-undang dasar Pemerintah Jajahan Belanda. Politik hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang pelaksanaan tata hukum pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan dalam Pasal 75 RR yang pada asasnya seperti tertera dalam Pasal 11 AB. Sedangkan pembagian nya tetap dalam dua golongan, hanya saja tidak berdasarkan perbedaan agama lagi, melainkan atas kedudukan yang menjajah dan yang dijajah, dan ketentuan terhadap pembagian golongan ini dicantumkan dalam Pasal 109 Regerings Reglement. Pada Tahun 1920 RR itu mengalami perubahan terhadap beberapa pasal tertentu dan kemudian setelah diubah dikenal dengan sebutan RR (baru) dan berlaku sejak Tanggal 1 Januari 1920 sampai 1926 dinamakan masa Regerings Reglement. Sedangkan politik hukum dalam Pasal 75 RR (baru) mengalami perubahan asas terhadap penentuan menjadi pendatang dan yang didatangi. Dan golongannya dibagi dalam tiga golongan, yaitu golongan Eropa, 17

25 Indonesia dan Timur Asing. Kedua pasal tersebut disalin tetapkan tanpa penambahan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang hal yang sejenis pada masa berlakunya Indische Staatsregeling (IS). Suatu hal yang perlu diketahui bahwa selama berlakunya RR itu, maka melalui S. 1866: 55 diundangkannya sebuah kitab hukum pidana. Diperuntukkan bagi orang-orang Eropa sebagai hasil saduran dari Code penal yang waktu itu berlaku di Belanda. Kemudian pada tahun 1872 kitab hukum itu ditambah dengan Algemene Politie Strafreglement Sedangkan bagi orang-orang Eropa, melalui S : 85 diundangkan berlakunya sebuah kitab hukum pidana yang isinya hampir sama dengan kitab hukum pidana Eropa Tahun Kemudian melalui S. 1872: 111 diperlukan juga sebuah Politiestrafreglement bagi orang bukan Eropa. Pada Tahun 1915 dengan S. 1915: 1915 di Hindia Belanda diundangkan Wetboek van Strafrecht dalam suatu kodifikasi yang berlaku bagi setiap golongan pada Tanggal 1 Januari (3) Masa Indische Staatsregeling ( ) Pada Tahun 1918 oleh pemerintah Belanda dibentuk sebuah Volksraad (Wakil Rakyat) sebagai hasil dari perjuangan bangsa Indonesia yang menghendaki ikut menentukan nasib bangsanya. Semula Wakil Rakyat Indonesia itu hanya mempunyai hak sebagai penasehat pemerintah saja, tetapi sejak Tahun 1926 diberi hak ikut membuat undang-undang. Sebenarnya dengan dibentuknya Wakil Rakyat Tahun 1918 itu, maka pemerintah jajahan Belanda merencanakan untuk merubah Regerings Reglement. Rencana itu baru terlaksana beberapa tahun kemudian setelah Grondwet Belanda mengalami perubahan lagi Tahun Perubahan tersebut menyangkut wewenang raja terhadap daerah jajahan. Dalam Grondwet Belanda Tahun 1922, Pasal 60-nya menyatakan bahwa 18

26 Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas Hindia Belanda. Kemudian Pasal 61: 1. Menyatakan susunan Negara Hindia-Belanda akan ditentukan dalam undang-undang, hal lainnya akan diatur oleh undang-undang (wet) kalau ada kebutuhan terhadap itu. 2. Menyatakan tanpa mengurangi ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini, maka pengaturan tentang hal lainnya di Hindia-Belanda diserahkan kepada alat-alat perlengkapan yang telah ada, sebagaimana caranya telah ditentukan oleh undang-undang, kecuali kalau undang-undang menentukan bahwa hak untuk mengatur hal-hal dan peristiwa tertentu ada di tangan raja. Akibat dari perubahan Grondwet terutama pasal-pasal di atas, maka tata pemerintahan Hindia-Belanda mengalami perubahan juga. Regerings Reglement yang berlaku sejak Tahun 1855 diubah dan diganti menjadi Indische Staatsregeling (IS), mulai berlaku pada Tanggal 1 Januari 1926 melalui S. 1925: 415. Indische Staatsregeling mencantumkan politik hukumnya dalam Pasal 131 yang seluruh isinya merupakan salinan dari Pasal 75 RR (baru). Pasal itu terdiri dari 6 ayat yang menyatakan: (1) Hukum perdata dan pidana material dan formil akan ditulis dalam ordonansi. (2) a. Memberi pedoman kepada pembentuk ordonansi untuk hukum perdata materil yang harus diatur bagi orang Eropa. b. Memberi pedoman kepada pembentuk ordonansi hukum perdata materil yang harus diatur bagi orang Indonesia dan orang Timur Asing. (3) Untuk hukum acara perdata dan hukum acara pidana ketentuan yang sama seperti mengenai hukum pidana. (4) Orang-orang Indonesia dan Timur Asing, sepanjang mereka belum tunduk kepada aturan-aturan bersama orang-orang Eropa, 19

27 berhak untuk menundukkan dirinya secara sukarela yang diatur dengan ordonansi. (5) Menyatakan tidak berlakunya ordonansi berdasarkan pasal ini di daerah-daerah yang berlaku hukum adat. (6) Tetap berlakunya hukum adat bagi orang Indonesia dan Timur Asing sepanjang tidak ditentukan lain oleh ordonansi. Dilihat dari ketentuan pasal itu, maka secara prinsipil isinya mengandung makna pengertian sebagai berikut: 1. Mengandung asas hukum tertulis dan tidak memuat perintah untuk mengkodifikasikan hukum di Hindia-Belanda dalam kitab hukum, tetapi menghendaki supaya hukum itu ditetapkan dalam ordonansi. 2. Membuka kemungkinan untuk unifikasi hukum bagi semua golongan, tetapi tidak mengharuskan unfikasi itu dilaksanakan; hanya kalau dikehendaki atas kepentingan umum jalan unifikasi dapat ditempuh bagi golongan Indonesia dan Timur Asing. 3. Adanya wewenang bagi pembentuk ordonansi untuk melakukan penyimpangan terhadap hukum Adat yang berlaku bagi golongan Indonesia dan Timur Asing atas dasar kepentingan umum. 4. Menempuh corak dualistis dalam memberlakukan hukum perdata. Hal ini dapat dilihat dari Ayat (2) bahwa bagi golongan Eropa berlaku sistem hukum perdata dengan asas konkordansi, sedangkan bagi golongan Indonesia dan Timur Asing berlaku sistem hukum perdata adat masing-masing. 5. Kalau dilihat dari sistem hukum adat yang berlaku bagi masingmasing golongan Indonesia dan Timur Asing maka berarti corak berlakunya sistem hukum adat itu pluralistis. Dari isi pasal itu tampak bahwa pemerintah jajahan Belanda masih menganggap harus ada perbedaan kedudukan hukum yang lebih tinggi bagi Eropa dari orang-orang lainnya di Indonesia waktu itu. 20

28 Dalam ketentuan Pasal 131 IS dinyatakan ada 3 (tiga) golongan penduduk Hindia-Belanda yang terdiri dari golongan Eropa, golongan Indonesia dan golongan Timur Asing. Hindia-Belanda yang termasuk golongan-golongan itu ditetapkan dalam Pasal 163 IS, dan Pasal tersebut seluruh isinya dikutip dari Pasal 109 RR (baru). Isinya terdiri dari 6 ayat dan yang perlu diketahui 4 ayat yang pertama, karena 2 ayat berikutnya mengatur mengenai wewenang Gubernur Jenderal tentang ketentuan pasal ini serta kepentingan penduduk yang masih ragu-ragu termasuk golongan mana dan dapat meminta penetapan hakim dalam hal itu. Dari 4 ayat dalam Pasal 163 IS menyatakan: (1) Apabila ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, dalam peraturan umum dan peraturan setempat, aturan-aturan, peraturan polisi dan administrasi membedakan antara orang-orang Eropa, orang-orang Indonesia dan Timur Asing, maka berlaku untuk pelaksanaannya aturan-aturan sebagai berikut. Penjelasan: Ayat ini mempunyai sifat imperatif (tidak memaksa). Maksudnya tidak ada suatu keharusan untuk membagi Hindia-Belanda dalam tiga golongan. Tetapi dalam kalimat ayat tertera kata membedakan, yang kemudian dilaksanakan berdasarkan ayat-ayat berikutnya, berarti fungsi pasal ini menjadi interpretasi (menafsirkan). (2) Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Eropa ialah: a. semua orang Belanda b. semua orang yang berasal dari Eropa yang tidak termasuk Butir 1 c. semua orang Jepang, dan selanjutnya semua orang yang berasal dari tempat lain termasuk Butir 1 dan di negaranya akan tunduk kepada hukum keluarga yang sama dengan hukum Belanda. 21

29 d. Anak sah atau yang diakui menurut undang-undang dan ketentuan selanjutnya dari orang yang dimaksud dalam Butir 2 dan 3. Penjelasan: Ada beberapa ukuran (kriteria) dari ayat ini dalam menentukan orang-orang yang termasuk golongan Eropa, antara lain: 1) Asas kebangsaan, yaitu orang Belanda dan orang Jepang. Bagi orang Belanda sudah jelas bahwa maksudnya untuk setiap orang Belanda adalah merupakan orang Eropa. Tetapi bagi orang Jepang dan geografi negaranya termasuk Asia menjadi orang dalam golongan Eropa, akan menimbulkan persoalan. Sebenarnya pemerintah Belanda melihat hal itu dari kepentingan hubungan antara kedua negara dalam bidang perdagangan. Adanya perjanjian dagang Belanda Jepang pada Tahun 1896 yang dimuat dalam S : 49 mengakibatkan diberlakukannya S : 202 yang antara lain memuat bahwa semua orang Jepang dipersamakan kedudukannya dengan orang Eropa. Dengan ketentuan staatsblad itu kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan ayat tersebut. 2) Kata berasal dari Eropa tidak diberi batasan secara tegas. Semula ungkapan itu menimbulkan perbedaan pendapat karena kata berasal dapat ditafsirkan dengan setiap orang dari manapun juga kalau menetap di sebuah negara Eropa dan datang ke Hindia-Belanda berarti orang Eropa. Kemudian untuk memecahkan persoalan itu ada pendapat dari Mr. P.H. Kleintjes dalam bukunya staats instellingen van nederlands indie, perkataan berasal diartikan kelahiran atau keturunan yang merupakan faktor penentu. Pendapat ini mempunyai arti bahwa kalau seseorang keturunan Eropa dan atau kelahiran 22

30 Eropa akan termasuk orang golongan Eropa. Kedua pendapat tersebut tidak dapat menyelesaikan persoalan, karena bagi orang yang berasal dari Afrika atau Asia yang secara turun temurun ada di sebuah negara Eropa, kalau datang ke Indonesia berdasarkan pendapat tersebut adalah orang Eropa. Tentu persoalan seperti itu akan menambah beban untuk memperluas penafsiran yang hasilnya tidak menyelesaikan persoalan. Kalau kata berasal itu diartikan bahwa seorang yang datang ke Indonesia memiliki kewarganegaraan yang georgrafis Eropa, maka akan lebih mudah menyatakan bagi orang tersebut termasuk golongan Eropa atau bukan Eropa. Misalnya seorang negro datang ke Indonesia dengan memiliki kewarganegaraan salah satu negara di Eropa, karena secara turun temurun dilahirkan di negara itu. Terhadapnya dapat ditentukan bahwa bukan orang yang termasuk golongan Eropa, karena geografisnya Afrika. 3) Asas hukum keluarga, dapat menentukan seseorang termasuk golongan Eropa kalau orang itu berasal dari tempat lain dari Indonesia. Dan yang dimaksud dengan asas hukum keluarga orang Belanda, yaitu dalam hukum keluarga tersebut mengandung dasar-dasar: a) monogami; b) pembatasan undang-undang antara usia anak-anak dan usia dewasa; c) perbedaan dalam kedudukan hukum antara anak sah dan anak luar kawin; d) sistem perhubungan kerabat; e) pengakuan kepribadian sendiri dari anak dan isteri. 4) Asas keturunan, maksudnya anak sah atau anak yang diakui menurut undang-undang sebagai keturunan selanjutnya dari 23

31 mereka yang tertera dalam Butir 2 dan 3 ayat (2) yang dilahirkan di Indonesia. Sebenarnya asas keturunan ini dapat dijadikan alat untuk meniadakan kriterium kebangsaan (Butir 1) karena adanya pengakuan menurut undang-undang mengakibatkan seseorang dapat menjadi orang Eropa walaupun yang diakui itu bukan termasuk geografis Eropa. (3) Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Indonesia, kecuali kedudukan hukum bagi orang-orang Kristen Pribumi yang harus diatur dengan ordonansi, ialah semua orang yang termasuk penduduk asli Hindia Belanda dan tidak pindah ke dalam kelompok lain dari Indonesia, demikian pula mereka yang pernah menjadi kelompok penduduk lain dari Indonesia, namun telah meleburkan diri dengan penduduk asli. Penjelasan: Yang termasuk golongan Bumiputera ialah setiap orang Indonesia yang berada di Hindia-Belanda. Indonesia ukurannya bukan kelahiran dan dibesarkan di Indonesia, melainkan orang yang sejak zaman prasejarah sudah berdiam di Indonesia. Karena itu orang Indonesia hanyalah orang Indonesia asli. Jadi, ukuran kebenarannya adalah etnologi atau kebangsaan. Bagi orang Indonesia Kristen tetap masuk orang Indonesia walaupun dalam ayat ini dinyatakan kedudukan hukumnya dapat diatur dalam peraturan tersendiri. Maksudnya, pemerintah Hindia-Belanda tidak mengatur kedudukan hukum pada umumnya, melainkan yang berkenaan dengan Ordonansi Perkawinan orang Indonesia Kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon. Pengertian golongan Indonesia menurut ayat ini terdiri dari: a. orang Indonesia asli; b. golongan lain yang meleburkan diri, yaitu: 24

32 1) kalau orang dari golongan lain dalam kehidupannya meniru kehidupan dari orang Indonesia asli dalam keadaan seharihari dan meninggalkan hukumnya atau hukum adatnya; 2) sebagai akibat dari perkawinan yaitu bagi wanita lain golongan yang menikah dengan laki-laki dari golongan Indonesia, maka wanita itu menjadi golongan Indonesia. Dengan demikian, peleburan diri ini mengubah kedudukan golongan lain menjadi golongan Indonesia. (4) Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Timur Asing, kecuali kedudukan hukum yang harus diatur dengan ordonansi bagi orang-orang di antara mereka yang menganut agama Kristen, ialah semua orang yang tidak terkena syarat-syarat yang disebut dalam ayat (2) dan (3) pasal ini. Penjelasan: Ketentuan ayat ini dengan menyatakan siapa yang termasuk golongan Timur Asing dirumuskan secara negatif. Hal ini dapat dilihat bahwa tidak ditentukan siapa orang Timur Asing itu dan hanya dinyatakan terdiri dari mereka yang tidak termasuk golongan Eropa atau golongan Indonesia. Pembentuk undang-undang membuat ketentuan ayat ini untuk menjaga jangan sampai tidak ada yang dilewatkan dari pembagian golongan tersebut. Tetapi kemungkinan akan terjadi bahwa bagi seorang anak yang diketemukan di Indonesia dengan bentuk fisik Eropa, dirinya akan menjadi orang Timur Asing kalau orang tuanya tidak diketahui. Pembagian golongan berdasarkan Pasal 163 IS itu sebenarnya untuk menemukan sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan dalam hukum positifnya. Hukum positif dapat berlaku secara baik di dalam pergaulan hidup manusia kalau didasarkan pada kesadaran hukum pergaulan hidup itu selain politik hukum negara (pergaulan hidup manusianya). Dalam melaksanakan politik hukum hendaknya ditujukan kepada bagaimana mengatur pergaulan hidup itu supaya tertib. Selama bangsa 25

33 Indonesia dijajah oleh pemerintah Belanda, adanya tata tertib hidup itu sebagai akibat dari tetap berlakunya hukum dari masing-masing golongan seperti yang dicantumkan dalam Pasal 131 IS. Tetapi berdasarkan kesadaran hukumnya sendiri, maka hukum positif akan dapat berlaku secara unifikasi kalau benar-benar mencerminkan kepada kebutuhan akan hukum masyarakatnya sudah dapat dipenuhi. Tata Hukum Indonesia sebagaimana yang telah dikemukakan adalah tata hukum yang ditetapkan oleh Bangsa Indonesia sendiri atau oleh Negara Indonesia. Oleh karena itu adanya tata hukum Indonesia juga sejak saat adanya negara Indonesia yaitu pada Tanggal 17 Agustus 1945, dimana kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Dengan adanya Proklamasi tersebut berarti pula bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah mengambil keputusan untuk menentukan dari melaksanakan hukumnya sendiri, yaitu hukum bangsa Indonesia dengan tata hukumnya sendiri, yaitu Tata Hukum Indonesia. Memorandum DPRGR Tanggal 9 Juni 1966, antara lain menyatakan bahwa: Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada Tanggal 17 Agustus 1945 adalah detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan tertib hukum nasional, tertib hukum Indonesia dan seterusnya. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa dengan Proklamasi itu berarti: (1) menegaskan Indonesia menjadi suatu Negara, dan (2) pada saat itu pula menetapkan Tata Hukum Indonesia. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa Tata Hukum Indonesia berpokok pangkal kepada Proklamasi itu. Guna kesempurnaan negara dan Tata Hukum-nya itu maka pada Tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ditetapkan, disahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar

34 Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 inilah tertulis secara garis besar Tata Hukum Indonesia, sekedar mengenai bagian yang tertulis. Sebab kalau dilihat dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan bahwa UUD suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Dalam UUD hanya terdapat rangka atau denah Tata Hukum Indonesia. Banyak ketentuan-ketentuan yang masih perlu diselenggarakan lebih lanjut dalam perbagai undang-undang organik. Meskipun demikian tidak dapat dikatakan bahwa Tata Hukum Indonesia itu merupakan kelanjutan dari Tata Hukum Hindia-Belanda, sebab peraturan-peraturan yang diberlakukan itu bersifat sementara saja, selama belum diganti dengan yang baru dan sekedar tidak bertentangan dengan jiwa UUD Di dalam perkembangan sejarah selanjutnya, UUD 1945 mengalami pasang surut dan pasang naik. Pernah sejak Tanggal 17 Agustus 1950, UUD itu tidak berlaku. Tetapi dengan adanya Dekrit Presiden pada Tanggal 5 Juli 1959 berlaku lagi UUD 1945 tersebut. 27 E. Lapangan-Lapangan Hukum Untuk mendapatkan pandangan yang luas tentang Hukum sesuai dengan tujuan mempelajari Tata Hukum Indonesia yaitu untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang Hukum yang berlaku dalam wilayah Republik Indonesia maka sudah pada tempatnya kita membagi-bagi hukum itu menurut lapangan-lapangan hukum agar mempermudah kita untuk selanjutnya dalam memahami Tata Hukum Indonesia. Namun sebelum dilakukan pembagian tersebut ada baiknya dimengerti tentang pengertian hukum Positif. Hukum positif adalah keseluruhan hukum yang berlaku terhadap suatu masyarakat tertentu pada waktu tertentu. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan hukum positif Indonesia adalah semua hukum yang berlaku terhadap masyarakat

35 indonesia, dalam pengertian berlakunya semenjak dan selama kelangsungan Negara Republik Indonesia. Hukum positif dikenal juga dengan istilah Ius Constitutum, sedangkan lawannya ialah apa yang disebut dengan Ius Constituendum, artinya semua aturan yang dicita-citakan agar memberi akibat kepada peristia hukum dalam pergaulan hidup manusia. Hukum positif dapat dibagi menjadi 2 golongan, masingmasingnya adalah sebagai berikut: a. Hukum Objetif Yaitu perauturan hukum yang berlaku umum dan belum dihubungkan dengan subjek hukum tertentu, atau hukum yang belum dilekatkan pada persoon tertentu. b. Hukum Subjetif Yaitu aturan hukum yang telah dihubungkan dengan subjek hukum tertentu, atau telah dilekatkan pada person yang tertentu sehingga menimbulkan perhubungan hukum, yang selajutnya dapat menimbulkan hak dan (atau) kewajiban. Lebih lanjut hukum Objektif tersebut dapat pula dibagi kedalam beberapa golongan lagi yaitu: 1. Ditinjau dari segi sumbernya, dapat dibedakan kedalam; a. Hukum Tertulis ; yaitu hukum yang bersumberkan kepada Undang-undang dan peraturan lainya yang biasanya adalah tertulis. b. Kebiasaan ; yaitu hukum yang timbul dari praktek yang dilakukan berulang kali oleh anggota masyarakat, sehingga menjadi suatu kezaliman yang biasanya tidak tertulis. Pembagian hukum sepeti itu lebih sering juga disebut dengan pembagian hukum menurut bentuknya, yaitu tertulis, atau tidak tertulis. 28

36 Pembagian hukum menurut sumbernya juga dilakukan oleh E. Utrecht. Beliau membagi hukum berdasarkan/menurut sumber sebagai berikut : a. Undang-undang (wetenrecht) yaitu hukum yang tercantum dalam Undang-undang dan peraturan lainnya. b. Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat (gewonte en adatrecht) yaitu hukum yang termuat dalam kebiasaan dan adat istiadat yang mendapat pengakuan dari penguasa. c. Hukum Traktat (tractaten recht) yaitu hukum yang terdapat dalam traktat/perjanjian antar bangsa. d. Hukum Yurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim. e. Hukum Ilmu (wetenschap recht) yaitu hukum yang berdasarkan kepada pendapat dan saran dari para ahli hukum. 2. Dilihat dari segi isi dan sifatnya ; a. Hukum Publik yaitu peraturan hukum yuang mengatur dan melindungi kepentingan umum, sehingga dipertahankan oleh kekuasaan umum. b. Hukum Privat yaitu hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan perseorangan, dan dipertahankan oleh kekauasan umum bersadarkan inisitif orang perseorangan. 3. Dari segi sistematikanya dapat dibedakan : a. Hukum Umum yaitu hukum yang berlaku umum. b. Hukum Khusus yaitu peraturan hukum yang berlaku khusus untuk orang atau golongan tertentu saja. Catatan ; Ukuran tersebut tidak selalu demikian, setidak-tidaknya ukuran itu telah mulai bergeser, seperti pendapat Scholten bahwa BW adalah Hukum umum karena Negara harus juga tunduk pada BW sedangkan selebihnya adalah Hukum Khusus. Akan tetapi 29

37 sebenarnya secara singkat dapat dikatakan bahwa apa bila terjadi penyimpangan dari azaz-azas umum, baik dalam lapangan perdata atau pun pidana, maka hukum itu disebut hukum khusus. 4. Ditinjau dari sifatnya atau ditinjau dari daya kerjanya (menurut Van Apeldoorn) hukum itu dapat pula dibedakan antara : a. Hukum yang memaksa (dwingend recht) yaitu aturan hukum yang dalam keadaan kongkrit tidak dapat dikesampingkan oleh yang berkepentingan, artinya hukum itu mengikat secara muktak dan sebab itu disebut juga dengan hukum yang mutlak atau hukum yang memerintah. b. Hukum yang mengatur atau menambah (regelend recht atau aanvoelend recht) yaitu hukum yang dalam situasi kongkrit dapat dikesampingkan oleh yang berkentingan apabila dikehendaki, jadi tidak mengikat secara mutlak dan oleh sebab itu disebut juga dengan hukum relative atau hukum dispositif. Dalam hal ini E. Utrecht, untuk membedakan kedua hukum tersebut, menggunakan ukuran lain yaiu memakai ukaran sanksi. 5. Dilihat dari segi daerah berlakunya hukum itu, dapat pula dibedakan antara : a. Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku dalam batas wilayah suatu negara tertentu, sepeti wilayah Republik Indonesia. b. Hukum Internasional yaitu hukum yang berlaku atas beberapa negara tertentu. Selain membagi ke dalam kedua jenis pembagian hukum tersebut, ditinjau dari daerah berlakunya dikenal pula pembagian dengan menggunakan istilah baru, yaitu hukum regional yaitu hukum yang berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu, seperti semua konsep landasan kontinen (continental shelf) dan 30

38 konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resource of the sea) yang mula-mula merupakan hukum regional Amerika Latin. Menyangkut dengan istilah hukum nasional dalam pembicaraan sehari-hari, dimaksudkan bukan saja hukum yang berlaku dalam wilayah negara tertentu, melainkan pula hukum itu merupakan ciptakaan atau produk dari negara yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan hukum peninggalan penjajah dengan hukumnya sendiri. 6. Dilihat dari segi fungsinya atau cara pempertahankan Hukum itu dapat pula dibedakan. a. Hukum material yaitu aturan hukum yang megatur isi hubungan hukum antara dua pihak, atau menerangkan perbuatan mana yang menurut hukum dan perbuatan mana pula yang bertentangan dengan hukum. b. Hukum formal yaitu peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan agar hukum material itu tetap berjalan. Kalau kita melihat pada UUDS (1950) pernah disebut beberapa lapangan hukum yang ada di Indonesia yaitu dalam Pasal 102 dan 108. Dalam Pasal 102 disebutkan: a. Hukum Perdata dan Hukum dagang. b. Hukum Pidana Sipil dan Hukum Pidana Militer. c. Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana. Pasal 108 menyebut pula Hukum Tata Usaha. Namun ke dua pasal ini tidaklah memuat pembagian lapangan hukum di Indonesia, sehingga tidak disebut secara lengkap semua lapangan hukum. 7 Pasal 31 7 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.177.

SEJARAH HUKUM INDONESIA

SEJARAH HUKUM INDONESIA SEJARAH HUKUM INDONESIA GAMBARAN SEJARAH HUKUM INDONESIA ADAT VOC 1622-1799 AB RR IS JEPANG UUD 45 170845 RIS 1949 UUDS 1950 UUD 45 1959 SAAT INI INGGRIS SBL BLD PENJAJAHAN BELANDA SEBELUM BELANDA Hukum

Lebih terperinci

1. Perbedaan PIH dan PHI 2. Hukum dalam masyarakat 3. Pengetian dasar sistem hukum 4. Sumber Hukum 5. Klasifikasi/Pembedaan Hukum 6.

1. Perbedaan PIH dan PHI 2. Hukum dalam masyarakat 3. Pengetian dasar sistem hukum 4. Sumber Hukum 5. Klasifikasi/Pembedaan Hukum 6. 2006/2007 1. Perbedaan PIH dan PHI 2. Hukum dalam masyarakat 3. Pengetian dasar sistem hukum 4. Sumber Hukum 5. Klasifikasi/Pembedaan Hukum 6. Asas Konkordansi 7. Pluralisme di Indonesia 8. Pembidangan

Lebih terperinci

Sejarah Tata Hukum Dan Poliik di Indonesia

Sejarah Tata Hukum Dan Poliik di Indonesia Sejarah Tata Hukum Dan Poliik di Indonesia PRA KEMERDEKAAN 1. Masa Vereenigde Oosindische Compagnie (1602-1799) Pada masa ini bermula dari hak isimewa yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada VOC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Pendapat Umum, yang dimaksud dengan Hukum adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Pendapat Umum, yang dimaksud dengan Hukum adalah: BAB I PENDAHULUAN A. HUKUM PERDATA 1. Pengertian Hukum Perdata Para ahli banyak memberikan pengertian-pengertian maupun penggunaan istilah Hukum Perdata. Adapun pengertian-pengertian tersebut tergantung

Lebih terperinci

Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara

Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara HUKUM PERDATA 1. Sejarah Hukum perdata (burgerlijkrecht) bersumber pokok burgerlijk wet boek (KHUS) atau kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku

Lebih terperinci

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

PENGANTAR HUKUM INDONESIA PENGANTAR HUKUM INDONESIA A. Hukum dalam Arti Tata Hukum 1. Pengertian Tata Hukum Jika kita berbicara hukum, maka hukum dalam bahasa Inggris Law, Belanda Recht, Jerman Recht, Italia Dirito, Perancis Droit.

Lebih terperinci

II. Istilah Hukum Perdata

II. Istilah Hukum Perdata I. Pembidangan Hukum Privat Hukum Hukum Publik II. Istilah Hukum Perdata = Hukum Sipil >< Militer (Hukum Privat Materil) Lazim dipergunakan istilah Hukum Perdata Prof.Soebekti pokok-pokok Hukum Perdata

Lebih terperinci

Hukum Perdata. Rahmad Hendra

Hukum Perdata. Rahmad Hendra Hukum Perdata Rahmad Hendra Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi

Lebih terperinci

C. HUKUM MENURUT TEMPAT BERLAKUNYA

C. HUKUM MENURUT TEMPAT BERLAKUNYA Penggolongan Hukum Menurut Drs. C.S.T. Kansil, S.H hukum digolongkan menurut sumber, bentuk, tempat berlakunya, waktu berlakunya, cara mempertahankan, sifatnya, wujudnya, dan isinya. Pembagian hukum dalam

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN 23 BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN A. Pengertian Umum Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap Warga Negara Indonesia dalam arti hak memperoleh akta autentik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 berlakulah dualisme hukum di Indonesia, yaitu di samping berlakunya hukum Belanda kuno

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN KERANGKA

Lebih terperinci

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA PENGERTIAN HUKUM E. UTRECHT : Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintahperintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu

Lebih terperinci

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012 TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012 1. Pada saat ini terdapat beberapa aturan Hindia Belanda yang masih berlaku di Indonesia. Mengapa peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun di Indonesia hukum yang diterapkan adalah hukum secara terlulis.

BAB I PENDAHULUAN. Namun di Indonesia hukum yang diterapkan adalah hukum secara terlulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perdata adalah salah satu macam dari dua jenis hukum yang ada di Indonesia. Salah satu cara bagaimana masyarakat luas bisa mengetahui hukum hukum di Indonesia

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MATERI UUD NRI TAHUN 1945 B A B VIII MATERI UUD NRI TAHUN 1945 A. Pengertian dan Pembagian UUD 1945 Hukum dasar ialah peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya seluruh peraturan perundangan dalam suatu Negara. Hukum dasar merupakan

Lebih terperinci

PENGGOLONGAN HUKUM. Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03)

PENGGOLONGAN HUKUM. Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03) PENGGOLONGAN HUKUM Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03) Penggolongan Hukum Hukum menurut bentuknya. Hukum menurut tempat berlakunya.

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 HUKUM PERDATA Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM PERDATA

POKOK-POKOK HUKUM PERDATA POKOK-POKOK HUKUM PERDATA 1 m.k. hukum perdata 2 m.k. hukum perdata 3 m.k. hukum perdata 4 m.k. hukum perdata 5 PERBEDAAN COMMON LAW/ANGLO SAXON CIVIL LAW/EROPA KONT SISTEM PERATURAN 1. Didominasi oleh

Lebih terperinci

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA 40 BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA A. Gambaran Umum Tentang KUH Perdata. 1. Sejarah KUH Perdata Sejarah terbentuknya KUH Perdata di Indonesia tidak terlepas dari

Lebih terperinci

KISI UAS PPKN 20 Desember 2014

KISI UAS PPKN 20 Desember 2014 KISI UAS PPKN 20 Desember 2014 1. Asas Kekeluarganegaraan 2. Sistem Kekeluarganegaraan 3. Deninisi Hukum 4. Hukum Campuran 5. HAM 6. Pembagian / Jenis HAM 7. Pembangunan Nasional 8. Demokrasi PEMBAHASAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Undang-Undang Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau konstitusi adalah keseluruhan sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA

BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA A. Pengertian Tata Hukum Indonesia Saat ini tidak ada satu bangsa pun yang tidak memiliki hukumnya sendiri. Jika dalam bahasa Indonesia mempunyai tata bahasa, begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan-peraturan penerbangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di lihat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang strategis antara dua benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa oleh pendatang

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA ASAS-ASAS HUKUM PERDATA Hukum perdata yang dimaksud dalam hal ini adalah hukum perdata material (bukan hukum perdata formal), adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI.

HUKUM PERDATA H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI. HUKUM PERDATA H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI. A. PENDAHULUAN I. Pembidangan Hukum Privat Hukum Hukum Publik II. Istilah Hukum Perdata = Hukum Sipil >< Militer (Hukum Privat Materil) Lazim dipergunakan istilah

Lebih terperinci

BAB. IV POLITIK HUKUM

BAB. IV POLITIK HUKUM BAB. IV POLITIK HUKUM I. PENGERTIAN POLITIK HUKUM POLITIK H U K U M CARA MENENTUKAN TUJUAN YANG AKAN DICAPAI DENGAN DIBUAT DAN DIBERLAKUKANNYA HUKUM CARA MENENTUKAN STRATEGI YANG DIPILIH UNTUK MENCAPAI

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA) Sumber: LN 1961/15; TLN NO. 2154 Tentang: PERUBAHAN ATAU PENAMBAHAN NAMA KELUARGA

Lebih terperinci

Warganegara dan Negara

Warganegara dan Negara Warganegara dan Negara 5 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan menghargai kedudukan dan peranan setip warganegara dalam negara hukum indonesia Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, UU 19/1959, PENETAPAN "UNDANG UNDANG DARURAT NO. 27 TAHUN 1957 TENTANG PENAGIHAN PAJAK NEGARA" (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1957 NO. 84 SEBAGAI UNDANG UNDANG *) Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan PENGANTAR ILMU HUKUM Henry Anggoro Djohan Mengatur hubungan antara manusia secara perorangan dengan suatu masyarakat sebagai kelompok manusia. Beberapa definisi hukum dari sarjana hukum 1. E. Utrech memberikan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh: M. Guntur Hamzah gunturfile@gmail.com SEJARAH PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) DI INDONESIA Masa Penjajahan dan Pendudukan Masa Kemerdekaan 1 Masa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM

BAB III SUMBER HUKUM BAB III SUMBER HUKUM A. Pengertian Sumber Hukum Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

Hukum, Negara dan Pemerintahan

Hukum, Negara dan Pemerintahan Hukum, Negara dan Pemerintahan Hukum Hukum peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang di buat oleh badan resmi yang berwajib, apabila melakukan pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata

Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata Modul 1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Perdata Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., dkk. U PENDAHULUAN ntuk memahami hukum perdata, maka penting untuk diketahui pengertian dan ruang lingkup hukum perdata

Lebih terperinci

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL A. Sistem Hukum Nasional 1. Definisi Hukum Hukum adalah kumpulan peraturan (perintah dan larangan ) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

Sistem Hukum dan Peradilan Nasional

Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Sistem Hukum dan Peradilan Nasional 1. Pengertian Sistem Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa upaya untuk mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA EDITOR Rakyat Dalam Suatu Negara Penduduk Bukan Penduduk Warga Negara Bukan WN KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA Asas Kewarganegaraan Penduduk dan Warga Negara Indonesia Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu mengadakan ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

HUKUM PERBANKAN INDONESIA

HUKUM PERBANKAN INDONESIA HUKUM PERBANKAN INDONESIA Oleh: Irdanuraprida Idris HUKUM Dalam Pandangan Masyarakat Ketika seseorang berhadapan dengan Hukum pada saat kondisi sedang normal, orang cenderung berpandangan bahwa Hukum adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hukum pertambangan harus merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden/Panglima

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hukum pertambangan harus merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden/Panglima

Lebih terperinci

HUKUM EKONOMI DALAM SISTEM HUKUM 1

HUKUM EKONOMI DALAM SISTEM HUKUM 1 2 CARA DALAM MEMPERMUDAH MEMAHAMI LEVEL KOMPETENSI III: DALAM SISTEM 1 MEMAHAMI UNSUR MEMAHAMI PEMBIDANGAN SUMBER: MATERIEL FORMIL BENTUK: TERTULIS TIDAK TERTULIS FUNGSI MEMPERTAHANKAN: MATERIEL (SUBSTANSI)

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa upaya untuk mewujudkan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan. Tabel Hak-hak atas Tanah yang ada di Indonesia No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara 1. Definisi Hak turun-temurun, Hak mengusahakan Hak untuk mendirikan Hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH SEBUAH MATA KULIAH PENGANTAR PENGANTAR HUKUM INDONESIA Pengantar Hukum Indonesia HUKUM SEBAGAI PRANATA SOSIAL sistem norma yang bertujuan untuk mengatur tindakan maupun kegiatan masyarakat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

BAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya BAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum adalah penamaan umum bagi semua akibat hukum karena melanggar suatu norma hukum. Apabila yang dilanggar norma hukum pidana maka ganjarannya adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut dengan UUD 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Syarat negara

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci