Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif
|
|
- Ivan Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif Elfa Adila SLB Negeri Serdang Bedagai I. PENGANTAR Pendidikan inklusif merupakan suatu pendekatan pendidikan yang lebih humanis dan inovatif dalam memperluas akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk anak dengan disabilitas. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan inklusif juga dapat dimaknai sebagi satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, serta peningkatan mutu pendidikan. (Ilahi, 2013:72). Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O Neil, 1994). Inklusi merupakan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa melihat multidimensi perbedaan, dimana disini sistem menyesuaikan dengan kebutuhan setiap anak. Pendidikan inklusif merupakan suatu strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat (Stubbs.2002). Pendidikan inklusif menjamin akses dan kualitas. Hak semua anak untuk berpartisipasi dalam pendidikan berkualitas yang bermakna untuk setiap individu. Sekolah inklusi bukan hanya Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 1
2 memindahkan anak disabilitas ke sekolah biasa, tetapi inklusi mengandung makna bagaimana memandang anak berdasarkan individunya bukan secara klasikal. Hal ini sesuai dengan salah satu Salamanca Statement yang berbunyi : Inclusive education means that... schools should accommodate all children regardless of their physical, intellectual, social, emotional, linguistic or other conditions. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from remote or nomadic populations, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and children from other disadvantaged or marginalised areas or groups.. (The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education, part 3) Filosofi pendidikan inklusif adalah melaksanakan pendidikan dengan semangat kebersamaan dalam perbedaan. Sekat-sekat yang membatasi perolehan hak pendidikan seperti kondisi kelainan atau tingkat kemampuan belajar yang berbeda dihilangkan dengan memberi kesempatan yang sama kepada mereka untuk turut belajar bersama dengan anak seusianya dalam kelas yang sama. Semua anak terlepas dari abilitas maupun disabilitasnya, latar belakang sosial ekonomi, suku, bahasa atau budaya, agama atau jenis kelamin merasakan sebagai anggota komunitas sekolah yang sama (Watterdal et al., 2010) Pendidikan Inklusif merupakan wadah yang sangat ideal, yang diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua terutama anakanak berkebutuhan khusus yang selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan sebagaimana layaknya anak-anak lain. Penyelengaraan sistem pendidikan inklusif merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusif (inclusive society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan. Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 2
3 Nasional Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. Undang undang tentang pendidikan inklusi dan bahkan uji coba pelaksanaan pendidikan inklusinya pun konon telah dilakukan. Berdasarkan Undang-undang itu Indonesia terus bergerak mengembangkan sekolah inklusif, walaupun secara nyata sekolah inklusif belum secara merata ada di seluruh kabupaten di Indonesia. Kebijakan nasional tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia telah ditetapkan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 sebagai turunan dari Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional yang sebelumnya memuat layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Peraturan tersebut mengatur tentang pelaksanaan pendidikan inklusif dan memuat kewajiban pemerintah daerah untuk turut mengembangkan pendidikan inklusif. Pasal 4 Permendiknas tersebut menyatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota wajib menunjuk sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) disetiap kecamatan dan satu satuan pendidikan menengah ditingkat kabupaten untuk menyelenggarakan pendidikan inlusif. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat sebuah kewajiban agar pendidikan inklusif dapat terselenggara dan dikembangkan mulai pada tingkat kecamatan (Jananto : 2016) Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 3
4 II. PERMASALAHAN Penyelenggaraan pendidikan inklusif saat ini semakin berkembang di Indonesia. Tercatat sekolah inklusif telah diselenggarakan yang melayani lebih dari anak berkebutuhan khusus, sehingga angka partisipasi anak berkebutuhan khusus meningkat dari 10% pada awal tahun 2000 menjadi sekitar 34% (Tarsidi, 2015). Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang saat ini dikembangkan di Indonesia dan menjadi arah perubahan sistim pendidikan yang dilakukan. Dengan bertambahnya layanan pendidikan inklusi dan banyaknya sekolah-sekolah inklusi yang tersebar di Indonesia adalah suatu trend yang positif, dimana telah banyak sekolah yang sudah memperhatikan hak-hak anak dan sudah banyak sekolah yang mau menerima anak berkebutuhan khusus untuk bisa belajar bersama dengan anak reguler. Namun, semakin berkembangnya dan bertambahnya jumlah sekolah inklusif di beberapa daerah, tidak diimbangi dengan meningkatnya pelayanan dan kualitas sekolah inklusif sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif. Harapan pendidikan inklusif adalah pendidikan untuk semua tanpa memandang anak normal ataupun anak tidak normal masih menyimpan berbagai permasalahan yang banyak ditemui di lapangan. Permasalahan yang sering ditemui dalam menerapkan pendidikan inklusif di sekolah adalah ditemui adanya sekat untuk anak berkebutuhan khusus dan anak regular, dimana anak berkebutuhan khusus ditempatkan diruangan yang berbeda dengan anak normal dan disatukan pada pelajaran tertentu. Senada dengan hal tersebut, sekolah inklusi yang seakan-akan hanya memasukkan anak disabilitas / anak berkebutuhan khusus ke dalam sekolah umum, tanpa adanya sistem yang dibuat khusus untuk menunjang belajar Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 4
5 anak, seperti kurikulum, sarana, maupun prasarananya. Selanjutnya yang banyak juga ditemui adalah sekolah inklusif lebih memperhatikan anak-anak disabilitas saja, belum memperhatikan anak-anak regular yang bersekolah disitu. Selayaknya anak disabilitas, dan anak-anak regular merupakan satu kesatuan dari sistem penyelenggaraan sekolah inklusif. Sasaran pendidikan inklusif adalah semua anak usia sekolah termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), yang terdiri atas anak yang mengalami hambatan permanen, temporer, maupun dalam perkembangan. Anak-anak dengan kebutuhan khusus yang dapat dilayani pendidikan inklusif adalah hambatan fisik, intelektual, social, emosional, cerdas dan bakat istimewa, anak yang tinggal di daerah terpencing atau terbelakang, suku terasing, korban bencana alam, tunawisma, anak terbuang, anak daerah konflik, anak pengemis dan anak terkena dampak HIV/AIDS dan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya (Alimin,2005). Prinsip sekolah inklusi adalah menerima semua keadaan anak dan memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Sebuah sekolah inklusi yang baik dan ideal adalah sekolah yang tidak memandang anak berdasarkan ras, ekonomi, prestasi maupun fisiknya. Namun, ditemui di lapangan, ada fenomena sekolah yang berlabel sekolah inklusi memilah milih peserta didik yang akan masuk ke sekolah. Anak berkebutuhan khusus yang diterima hanya anak-anak yang hambatannya ringan, seperti tunarungu, tunanetra maupun yang lamban belajar (Slow Learner). Dan anak tunagrahita ataupun anak-anak lain yang hambatannya lumayan berat seringkali ditolak oleh sekolah berlabel inklusi dengan alasan belum adanya guru pendamping khusus, maupun alasan anak tidak mampu mengikuti pembelajaran di kelas reguler. Selanjutnya permasalahan yang sering ditemui di sekolah-sekolah yang berlabel inklusi Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 5
6 adalah penolakan dari guru reguler untuk memasukkan anak ABK ke kelas mereka karena ditakutkan akan menghambat penyampaian materi sehingga tingkat ketuntasan pembelajaran tidak tercapai, hal ini terjadi karena belum adanya pembekalan yang diberikan kepada guru-guru tentang sekolah inklusif dan pembelajaran yang bersifat inklusif. Selain itu ada beberapa kasus yang ditemui, sekolah memungut biaya ataupun mensyaratkan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk pembiayaan guru pendamping khusus yang mendampingi anaknya di kelas reguler. Dari beberapa gambaran permasalahan diatas, dapat dilihat bahwa selayaknya dalam mendirikan atau membangun sekolah yang berlabel inklusi, hendaklah dibangun, didirikan, dan dikembangkan dengan prinsipprinsip inklusif, bukan hanya sekolah yang berlabel inklusi tetapi masih membedakan hak-hak belajar anak. Hendaklah para stakeholder, baik itu dinas pendidikan, kepala sekolah, dan para guru memahami prinsip-prinsip pembangunan sekolah inklusif, sehingga berbagai permasalahan diatas dapat dihindari. Selanjutnya dalam pendirian dan pelaksanaan sekolah inklusif di Indonesia belum ada ketentuan yang baku dalam prasyarat sekolah layak dijadikan sekolah inklusif, dan ini sangat jauh berbeda dengan pengembangan sekolah inklusi yang ada di luar negeri, seperti halnya inggris dan amerika yang memberikan garis atau aturan yang jelas dalam pendirian dan pengembangan sekolah inklusif. Berdasarkan masalah diatas, penulis ingin mengangkat tema tentang Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif, dimana penulis akan menjabarkan bagaimana sebaiknya sekolah inklusi itu didirikan dan dikembangkan sehingga nantinya menjadi sekolah inklusif yang memegang prinsip-prinsip inklusi sesuai dengan amanat undang-undang. Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 6
7 III. PEMBAHASAN DAN SOLUSI Menurut McLeskey dan Waldron (2000) dalam bukunya inclusive school in action making differences ordinary, ada beberapa langkah untuk mendirikan dan mengembangkan sekolah inklusif yang banyak digunakan oleh sekolah-sekolah inklusi di luar negeri. McLeskey mengatakan, langkah ini bukanlah resep, tetapi sebagai bentuk masukan, kerangka kerja dalam perencanaan dan pengembangan sekolah inklusi yang nantinya bisa disesuaikan dengan karakteritik sekolah, kearifan lokal, dan kebutuhan. Singkatnya, pendekatan sistematis diperlukan, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan individu sekolah setempat. Berikut langkah sistematis dalam mendirikan dan mengembangkan sekolajh inklusif, Berikut langkahlangkah pendirian dan pengembangan sekolah inklusif yang penulis jabarkan dalam beberapa langkah, sebagai berikut: A. Langkah 1, Memulai Diskusi Tentang Sekolah Inklusif Sebagai guru, administrator, dan stakeholder lainnya hendaknya memahami apa program yang diperlukan dan yang akan dikembangkan oleh sekolah. Para stakeholder sekolah harus memutuskan perubahan-perubahan apa yang perlu dikembangkan untuk pembangunan sekolah inklusi ini. mereka harus mengembangkan pernyataan visi awal untuk melayani sebagai pedoman. Selanjutnya mereka tidak boleh terjebak dan harus menghindari isu-isu yang akan menghambat dalam pengembangan sekolah inklusif, misal isu finansial, isu-isu dari sekolah lain, dan lainnya. "Tujuan dari sekolah inklusif adalah untuk mempersiapkan dan mendukung guru untuk lebih memenuhi kebutuhan semua siswa yang masuk ke kelas mereka. Dari semua siswa di sekolah, bukan hanya mereka yang disabilitas. Perubahan yang dilakukan sekolah untuk menuju sekolah inklusif sekecil apapun akan mempengaruhi pendidikan untuk semua siswa. Selain itu Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 7
8 perubahan harus berusaha untuk meningkatkan pendidikan untuk semua siswa, tidak hanya untuk satu kelompok kecil siswa saja. Diskusi awal ini diharapkan dapat membentuk satu visi dan misi yang baik yang menggambarkan tujuan sekolah, praktik pembelajaran yang mendukung keberagaman siswa, dan kerja sama tim guru, kepala sekolah, administrator maupun dinas pendidikan. B. Langkah 2, Pembentukan Tim Menurut (Jenlink, Reigeluth, Carr, &Nelson, 1998) idealnya dalam pembentukan dan perencanaan sekolah inklusif harus melibatkan seluruh orang yang ada di sekolah. Dalam pembentukan tim yang dipilih harus mewakili sekolah. Misalnya, guru kelas, guru dari pendidikan umum, guru khusus, guru dengan spesialis subjek, dan guru dari pendidikan khusus harus terwakili dalam pembuatan tim ini. Tujuan utama dari tim adalah untuk membimbing komunitas sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan program inklusif yang sukses. C. Langkah 3, Peninjauan Kemampuan Sekolah Sebelum mendirikan dan mengembangkan sekolah inklusif, hendaknya para stakeholder dan tim harus memahami dan melihat potensi sekolah yang akan dijadikan sekolah inklusi. Hal yang harus dipersiapkan adalah memastikan bahwa program dan sekolah inklusi yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada, Memiliki pondasi yang kuat untuk menentukan sumber belajar yang efektif dan harus memiliki stakeholder yang mampu mengembangkan rencana bagi sekolah inklusif. Disini sekolah sangat tidak disarankan untuk membuat sekolah inklusif ataupun mengklaim telah menjadi sekolah inklusi tanpa adanya kesiapan dan kecakapan menjalankan sekolah inklusi yang sesuai dengan kebutuhan dan Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 8
9 prinsip inklusif yang baik yang memperhatikan kebutuhan anak dan kesiapan semua stakeholder sekolah. D. Langkah 4, Peninjauan Sekolah Inklusi Lain Salah satu strategi sukses dalam mengembangkan sekolah inklusi adalah melihat sekolah inklusif lain yang telah ada terlebih dahulu dan sukses menjalankan programnya. Menurut Roach (1995) banyak guru yang tidak memiliki gambaran inti tentang sekolah inklusif dan bagaimana pelaksanaan sekolah inklusif, sehingga dengan adanya observasi, studi lapangan, maupun wawancara kepada sekolah yang telah terlebih dahulu sukses dengan program inklusif sangat mampu menggambarkan pelaksanaan sekolah inklusif. Selain itu, tujuan lain peninjauan sekolah ini adalah untuk melihat bagaimana program atau sistem belajar yang inklusif, pengaturan kelas, pengaturan kegiatan belajar, penanganan peserta didik dan program-program lain yang dirasa perlu untuk mengembangan sekolah inklusif yang baik. E. Langkah 5, Mengembangkan Rencana Pembentukan Sekolah Inklusif Mengembangkan rencana pembentukan sekolah inklusif harus berdasarkan sumber daya, kebutuhan, dan preferensi sekolah. Hasil informasi yang telah dikumpulkan pada langkah sebelumnya harus sebagai dasar untuk perencanaan. Tim perencanaan inti hendaknya mengambil tanggung jawab utama untuk membimbing rencana pembentukan sekolah ini. Menurut Sunaryo (2009) Rencana pembentukan sekolah inklusif hendaknya membahas tentang kurikulum, pengajaran, penempatan siswa, dan perubahan organisasi sekolah untuk memenuhi kebutuhan siswa yang lebih baik. Rencana pembentukan sekolah inklusif hendaknya mampu menjawab semua isu yang ada di sekolah, seperti : (1) Bagaiman kurikulum Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 9
10 yang cocok diadaptasi untuk siswa disabilitas?, (2) Bagaimana penyesuaian program individual (IEP)?, (3) Bagaimana penyesuaian penilaian, (4) Bagaimana seleksi dan penerimaan siswa disabilitas?, dan (5) Bagaimana evaluasi? Jadi hendaknya sebelum sekolah inklusif dijalankan, perencanaan yang disusun harus mampu memenuhi prinsip-prinsip dari sekolah inklusif. F. Langkah 6, Publikasi kepada Seluruh Komunitas Sekolah Publikasi ini dilaksanakan setelah semua rencana yang diusulkan selesai dengan matang. Langkah ini diperlukan untuk memastikan bahwa semua stakeholder di sekolah, seperti guru, penjaga sekolah, orang tua, dan karyawan tata usaha memahami bagaimana perencanaan pelaksanaan sekolah inklusif yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Tujuan utama publikasi ini adalah untuk menginformasikan kepada seluruh stakeholder yang ada di sekolah tentang perencanaan sekolah inklusif dan mendengarkan masukan atau saran yang dapat diberikan sehingga dalam pelaksanaannya nantinya dapat berjalan sesuai dengan konsep sekolah inklusif yang diharapkan. G. Langkah 7, Pelaksanaan, Pengawasan, dan Evaluasi Sesuai Kebutuhan Setelah melaksanakan persiapan pembentukan sekolah inklusif secara sistematis, langkah terakhir adalah melaksanakan program yang telah disusun, melakukan pengawasan dan melaksanakan evaluasi. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah : (1) apakah siswa berkebutuhan khusus mendapat keuntungan atau manfaat dari program sekolah inklusif ini, baik dari segi akademik maupun social, (2) Apakah siswa yang tidak berkebutuhan khusus Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 10
11 atau siswa reguler mendapat manfaat dari program sekolah inklusi ini, dan (3) Apakah guru mendukung program sekolah inklusi. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi sangat penting dilaksanakan untuk meninjau sejauh mana program dapat dijalankan dan perbaikanperbaikan yang diperlukan, sehingga program sekolah inklusif ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terlibat. KESIMPULAN Pendidikan Inklusif merupakan wadah yang sangat ideal, yang diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua terutama anakanak berkebutuhan khusus yang selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan sebagaimana layaknya anak-anak lain. Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusi (inclusive society).pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang memperhatikan kesamaan hak anak secara individu. Dengan adanya program sekolah inklusif, diharapkan semua anak mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan, tanpa memandang ras, suku, agama, ekonomi, letak geografis, keadaan fisik, maupun status sosial. Sekolah inklusif diharapkan mampu memberikan pelayanan pendidikan untuk semua anak dengan keanekaragaman kebutuhannya. Dalam menyusun, mendirikan dan melaksanakan sekolah inklusif hendaknya memperhatikan beberapa hal atau langkah dalam pelaksanaan sekolah inklusif, sehingga program sekolah inklusi dapat berjalan dengan baik dan memegang prinsip-prinsip inklusif. Ada tujuh langkah yang harus diperhatikan sebagai langkah sistematis dalam mengembangkan sekolah inklusif. Ketujuh langkah-langkah yang sudah dijabarkan di atas merupakan rujukan dalam menyusun sekolah inklusif Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 11
12 sehingga sekolah inklusif mampu mewujudkan pendidikan untuk semua (Education For All). Harapan Penulis Dalam pengembangan sekolah inklusif yang ideal memerlukan rencana dan persiapan yang matang dari semua aspek penunjang pendidikan anak, Hendaknya sekolah-sekolah yang telah melaksanakan program inklusif harus memikirkan rencana yang matang, sehingga pada aplikasi di lapangan program-program inklusif yg direncanakan bisa dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya pengembangan sekolah inklusif, hendaknya semua aspek harus inklusif, baik dari pelayanan kepada anak, pembelajaran kepada anak, dan aspek lain. Jadi sekolah inklusif bukan hanya sekedar project pemerintah dan bukan untuk mendatangkan keuntungan kepada beberapa pihak, tapi layaknya suatu sekolah inklusif bisa memandang seorang anak berdasarkan potensi individu yang dimilikinya. DAFTAR PUSTAKA Alimin,Z. (2010). Menjangkau Anak-anak Yang Terabaikan Melalui Pendekatan Inklusif Dalam Pendidikan. Bandung Ilahi,M.T. (2013). Pendidikan Inklusif : Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: ARuzz Media. Jenkins, J,.Jewell,M., Leicester,N.,O Conner. (1994). Accommodations for Individuals Differences Without Class Room Ability Group: An experiment in school restructuring. Exceptional Children. Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 12
13 McLenskey,J & Waldron,N.L. (2000). Inclusive School In Action, Making Differences Ordinary. USA: Association For Supervision and Curriculum Development. McLenskey,J & Waldron,N.L. (2002). School Change and inclusive schools:lessons Learned From Practice. Phi Delta Kappan, O Neil. (1994). Can Inclusive Work? A Conversation With James Kauffman and Mara Sapon-Shevin. Boston: Educational Leadership. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. Stubbs, S. (2002). Inclusive Education Where There Few Resources Norway: The Atlas Alliance. Sunaryo.(2010). Manajemen Pendidikan Inklusif (Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa). Bandung: Sunaryo.Makalah. Diunduh : Tarsidi,D. (2002). Jaringan Kerja untuk Inklusi. Disajikan pada Seminar Pendidikan Inklusif Peringatan hari Kelahiran Louis Braille.Bandung : Artikel-Tarsidi. Diunduh : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. UNESCO. (1994). The Salamca Statement And Framework For Action, On Special Needs Education Salamanca, Spain: United Nations Educational, Scientific And Cultural Organization. Richards,G,.& Armstrong,F. (2010). Teaching And Learning In Diverse And Inclusive Classroom. New York: Routledge. Roach,V. (1995). Supporting Inclusion: Beyond the Rhetoric. Phi Delta Kappan.77, Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 13
14 Watterdal, T. Skjorten,M,.Hauschild,A,.Sletmo,E.,& Tahir,M. (2010) List Of Concepts & Terminologies Education For All Inclusive Education Child-Friendly Education Disabilities Disabling Health Conditions. Kabul: UNESCO Kabul. Pendekatan Sistematis untuk Mengembangkan dan Melaksanakan Sebuah Sekolah Inklusif 14
BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinci1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah
Lebih terperinciAHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap warga dari suatu negara. Rumusan pendidikan sebagai bagian dari HAM itu terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti anak dengan hambatan penglihatan, anak
Lebih terperinci2016 PELAKSANAAN AKOMODASI KURIKULUM BAHASA INDONESIA BAGI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA OLEH GURU DI SD NEGERI CIBAREGBEG KABUPATEN SUKABUMI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak yang harus didapatkan oleh setiap individu. Sejalan dengan itu, upaya pemberian pendidikan bagi setiap warga Negara sudah di atur dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi
Lebih terperinci37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA
37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Indah Permata Darma, & Binahayati Rusyidi E-mail: (indahpermatadarma@gmail.com; titi.rusyidi06@gmail.com) ABSTRAK Sekolah inklusi merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinciPROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk
PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG Juang Sunanto, dkk Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
PENDIDIKAN INKLUSIF Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Seperti sebuah lagu yang baru saja diluncurkan, pendidikan inklusif mendapat sambutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu Promote equal access to all levels of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anakanak yang mempunyai kelainan
Lebih terperinciPENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN
PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN A. PERUBAHAN PANDANGAN TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN PENDIDIKANNYA Paham humanisme yang berkembang di negara-negara Barat saat ini mempengaruhi cara pandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class merupakan salah satu terobosan besar yang dicetuskan di dunia pendidikan. Hal ini karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan,
Lebih terperinciJaringan Kerja untuk Inklusi. Didi Tarsidi Jurusan PLB, FIP, UPI, Bandung
Jaringan Kerja untuk Inklusi Didi Tarsidi Jurusan PLB, FIP, UPI, Bandung Disajikan pada Seminar Pendidikan Inklusif peringatan hari kelahiran Louis Braille Suku Dinas Pendidikan Luar Biasa, Bandung 28
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut
Lebih terperinciPERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP
PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE INTELIGENT PADA SISWA INKLUSI UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA TINGKAT SMP
MENGEMBANGKAN MODEL PEMBELAJARAN MULTIPLE INTELIGENT PADA SISWA INKLUSI UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA TINGKAT SMP Maulana Suhadi Guru SMPIT Darul Abidin Jalan: Karet Hijau No.29, Beji, Depok Pos-el: maudeli99@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,
Lebih terperinciLandasan Pendidikan Inklusif
Bahan Bacaan 3 Landasan Pendidikan Inklusif A. Landasan Filosofis 1) Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Pendidikan telah menjadi bagian kehidupan yang diamanatkan secara nasional maupun internasional. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Sejak tahun 1901, Indonesia telah menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan
Lebih terperinciImplementasi Pendidikan Segregasi
Implementasi Pendidikan Segregasi Pelaksanaan layanan pendidikan segregasi atau sekolah luar biasa, pada dasarnya dikembangkan berlandaskan UUSPN no. 2/1989. Bentuk pelaksanaannya diatur melalui pasal-pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan
Lebih terperinci2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46
Lebih terperinciPendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Nuraeni Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram E-mail: sasakrengganis@gmail.com Abstract: Inclusive education should be started
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi
PENDIDIKAN INKLUSIF Nenden Ineu Herawati ABSTRAK Uraian singkat tentang pendidikan inklusif adalah pendidikan yang ramah untuk semua anak, dengan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan
Lebih terperinci2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi peserta didik memperoleh layanan pendidikan yang bermutu adalah hak. Tidak terkecuali peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Sejauh ini layanan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Lebih terperinciIndeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar
Riset Indeks Inklusi dalam Pembelajaran Indeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang luar biasa pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan juga pada
Lebih terperinciA. Perspektif Historis
A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk
Lebih terperinciMODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF
MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh: H i d a y a t (Dosen PLB & Psikologi FIP UPI) A. Pendahuluan Indonesia dapat dipromosikan menjadi laboratorium hidup Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak diselenggarakan secara segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari lingkungan dan budaya yang berbeda-beda
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan mengenai Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan keadaan normal saja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciKesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi
Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Nurul Hidayati Rofiah 1*, Muhammad Ragil Kurniawan 2 1,2 PGSD UAD *Email: nurulhidayati@pgsd.uad.ac.id Keywords: Wajib belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... viii DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iii vi vii DAFTAR
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang didalamnya terdapat proses sosialisasi mengenai norma-norma dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anak. Jika
Lebih terperinciP 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta
P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciSUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) RINGAN MELALUI PEMBELAJARAAN KOOPERATIF SETTING INKLUSIF SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri Abstrak: Salah satu masalah
Lebih terperinciPESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin
PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh Mohamad Sugiarmin Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang
Lebih terperinciGURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI
GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI Dieni Laylatul Zakia Program Magister Pendidikan Luar Biasa UNS dienizuhri@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasiperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN
SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia
Pendidikan Inklusif Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia Perkembangan SLB di Dunia 1770: Charles-Michel de l Epee mendirikan SLB pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adanya perubahan paradigma baru tentang pendidikan, yaitu pendidikan untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas usia, tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak berkebutuhan khusus bukan menjadi hal yang baru bagi masyarakat dalam beberapa dekade terakhir ini. Menurut World Health Organization, diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu
Lebih terperinciEducation and Human Development Journal, Vol. 01. No. 01, September 2016 MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR SUMBERSARI 1 KOTA MALANG
27 MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR SUMBERSARI 1 KOTA MALANG Ina Agustin FKIP, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban Email: inaagustin88@gmail.com Abstrak. Penyelenggaraan pendidikan inklusi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSI ANAK USIA DINI
PENDIDIKAN INKLUSI ANAK USIA DINI Yusria Abstrak : Pendidikan inklusi atau Inklusif (inclusive education) merupakan penggabungan pendidikan reguler dan pendidikan khusus (special education) ke dalam satu
Lebih terperinciE-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)
PENDIDIKAN INKLUSIF DISEKOLAH DASAR KOTA PADANG Oleh: Afrina Devi Marti Abstrak: Penelitian ini di latarbelakangi oleh Permendiknas No.20 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Tujuan
Lebih terperinciPENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS. Kuliah 2 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi
PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS Kuliah 2 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Pendidikan khusus Ialah instruksi pengajaran yang khusus didesign untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelum ini, selanjutnya penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang layak sesuai kebutuhan dan potensinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Paradigma terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus kian hari kian berubah dan mengalami perkembangan yang menggembirakan, perubahan ini ditunjukkan terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak berpartisipasi penuh dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan
Lebih terperinci2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki arti yang cukup penting dalam membangun karakter suatu bangsa. Pendidikan yang merata diberbagai wilayah di Indonesia diharapkan mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif merupakan salah satu perwujudan dari pendidikan berkualitas. Pendidikan inklusif merujuk pada sistem pendidikan atau lembaga pendidikan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciKata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.
SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI PERWUJUDAN PENDIDIKAN TANPA DISKRIMINASI (Studi Kasus Pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 9 Surakarta) Nurjanah K8409047 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK
Lebih terperinciwww. psld. uin-suka.ac.id
www. psld. uin-suka.ac.id Facts about Education and PWDs Gap Kebijakan-Kebijakan Perubahan Persepsi-Paradigma Hambatan yang dialami mhs difabel di PT Apa yang dilakukan PSLD 1 Rendahnya partisipasi penyandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB
PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB ASPEK LEGAL Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan bebas dari diskriminasi dalam bentuk apapun.
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA
PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA Disusun oleh: ZULKIFLI SIDIQ NIM 029519 A. PENDAHULUAN Selama beberapa tahun kita telah mengamati bahwa anak-anak dan remaja berhenti sekolah
Lebih terperinciEducational Psychology Journal
EPJ 1 (1) (2012) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj TINJAUAN PSIKOLOGIS KESIAPAN GURU DALAM MENANGANI PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PROGRAM INKLUSI (STUDI
Lebih terperinci