BAB II KAJIAN TEORI. yang sebenarnya terjadi dan mereka lebih banyak melupakan peristiwa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. yang sebenarnya terjadi dan mereka lebih banyak melupakan peristiwa"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kebahagiaan (Happiness) 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman, kebahagiaan adalah keadaan dimana seseorang lebih banyak mengenang peristiwa-peristiwa yang menyenankan daripada yang sebenarnya terjadi dan mereka lebih banyak melupakan peristiwa buruk. 28 Kebahagiaan merupakan suatu istilah yang menggambarkan perasaan positif. Seligman memberikan gambaran individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada khidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan. 29 Seligman juga menyatakan dalam bukunya yang berjudul Authentic Happines bahwa kebahagiaan sesungguhnya merupakan suatu hasil penilaian terhadap diri dan hidup, yang memuat emosi positif, seperti kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap, maupun aktivitas yang 28 Martin Seligman. Op.Cit. h:48 29 Petra Anić, Marko Tončić. (2013). Orientations to Happiness, Subjective Well-being and Life Goals. Psihologijske teme 22: Department of Psychology, Faculty of Humanities and Social Sciences, University of Rijeka. P:136 14

2 15 positif yang tidak memenuhi komponen emosi apapun, seperti absorbsi dan keterlibatan. 30 Ryan dan Deci menguraikan teori kebahagiaan dalam dua pandangan yakni pandangan hedonic dan eudaimonic. Pada pandangan hedonic menyatakan bahwasanya kebahagiaan hanya didapatkan apabila tersedianya pilihan-pilihan serta kenikmatan bagi pikiran dan tubuh, pandangan ini menyatakan bahwa kebahagiaan bersifat subjektif. 31 Hal ini sejalan pula dengan yang diungkapkan oleh Seligman bahwa kebahagiaan hedonic bersumber dari kesenangan-kesenangan yang datang dari luar diri individu. Misalnya kita dapat merasakan kebahagiaan dari segi kesenangan materiil dan berusaha untuk mendapatkan kenikmatan diri yang lebih agar mencapai kebahagiaan. 32 Sedangakan pandangan eudaimonic memiliki makna yang berbeda terkait eksistensi kebahagiaan, pandangan eudaimonic menyatakan kebahagiaan lebih bersifat objektif dan kesenangan yang subjektif tidak dapat disetarakan dengan kebahagiaan. 33 Hal ini Seligman menyebut kebahagiaan eudaimonic sebagai gratifikasi. Menurutnya kebahagiaan eudaimonic sifatnya benar-benar muncul dari dalam diri individu tersebut dan tidak terpengaruh dari kondisi eksternal individu tersebut. Menurutnya kebahagiaan eudaimonic hanya akan 30 Martin Seligman. Op.Cit. h:41 31 Teuku Eddy, F.R. (2007). Psikologi Kebahagiaan. Yogyakarta: Progresif Books. h: Martin Seligman. Op.Cit. h:62 33 Teuku Eddy, F.R. Op.Cit. h:17

3 16 didapatkan melalui aktifitas yang sejalan dengan tujuan hati yang sebenarnya. 34 Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga merasa tenang serta damai. Kebahagiaan bersifat abstrak dan tidak dapat disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat berhubungan dengan kejiwaan dari yang bersangkutan. Kebahagiaan autentik diperoleh dari meningkatkan kualitas diri sendiri, bukan dari membandingkan diri anda dengan orang lain. 35 Menurut Carr dalam bukunya yang berjudul Positive Psychology dikatakan bahwa orang yang berbahagia merupakan orang yang dapat membuka diri, optimis, memiliki harga diri yang tinggi serta memiliki control diri yang baik. 36 Sumner menggambarkan kebahagiaan sebagai memiliki sejenis sikap positif terhadap kehidupan, dimana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. 37 Aspek kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan, yang diukur baik melalui standar atau harapan, dari segi afektif kebahagiaan terdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai suatu rasa 34 Martin Seligman. Op.Cit. h: Ibid. h:19 36 Alan Carr. (2004). Positive Psychology The Science of Happiness and Human Strengths. USA and Canada. Brunner-Rotledge. h:42 37 Veenhoven, R. (2004). Rising Happiness in Nations, A Reply to Easterlin Social Indicators Research, Vol.77, 1-16

4 17 kesejahteraan (sense of well being), menemukan kekayaan hidup atau menguntungkan atau perasaan puas atau dipenuhi oleh hal-hal tersebut. Diener menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan subjective wellbeing dimana subjective wellbeing terbagi atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah komponen afektif dan komponen kognitif. 38 Ditambahkan pula bahwa konsep kebahagiaan adalah merupakan sinonim dari kepuasan hidup atau satisfaction with life. 39 Diener juga menyatakan bahwa terdapat dua hal yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kebahagiaan yaitu afeksi dan kepuasan hidup. 40 Satisfaction with life merupakan bentuk nyata dari happiness atau kebahagiaan dimana kebahagiaan tersebut merupakan sesuatu yang lebih dari suatu pencapaian tujuan dikarenakan pada kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan dengan kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang lebih baik. 41 John Stuart Mill menyatakan bahwa kebahagiaan adalah datanganya kesenangan dan berakhirnya penderitaan. Meyers juga mengatakan bahwa terdapat empat tanda yang ada pada orang yang 38 Ed Diener, Eunkook M.suh. (1999). Subjective Well-Being: Three Decades of Progress. Psychological Bulletin, Vol:125, P: Veenhoven, R. Loc.Cit. P:6 40 Teuku Eddy, F.R. Op.Cit. h: Kristin Hool. (2011). Character strengths, life satisfaction and orientations to happiness a study of the Nordic countries. Master Thesis:University of Bergen. h:13

5 18 memiliki kebahagiaan dalam hidupnya yakni orang yang menghargai dirinya sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri. 42 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah perasaan positif yang dapat membuat pengalaman menyenangkan berupa perasaan senang, damai dan termasuk juga didalamnya kesejahteraan, kedamaian pikiran, kepuasan hidup serta tidak adanya perasaan tertekan ataupun menderita. Semua kondisi ini adalah merupakan kondisi kebahagiaan yang dirasakan seorang individu. Peneliti menggunakan teori kebahagiaan yang mengacu pada Authentic Happiness milik Seligman. Hal ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan diantaranya karena kebahagiaan pernikahan bersifat dinamis atau selalu berubah. Dengan sifatnya yang dinamis tersebut dibutuhkan kebahagiaan yang benar-benar murni dari individu tersebut agar terwujud kebahagiaan yang sejati. Hal ini relevan dengan kebahagiaan pernikahan yang memerlukan kebahagiaan autentik atau yang sifatnya datang dari diri individu itu sendiri tanpa terpengaruh dengan faktor eksternal seperti materi, fisik, atau hal-hal lainnya yang sifatnya subjektif agar dapat tercipta pernikahan dan hubungan rumah tangga yang harmonis serta langgeng. 2. Aspek-Aspek Kebahagiaan Menurut Seligman terdapat lima aspek utama yang menjadi sumber kebahagiaan sejati, yaitu : Teuku Eddy, F.R. Op.Cit. h:58 43 Martin Seligman. Op.Cit. h:333

6 19 a. Terjalinnya hubungan positif dengan orang lain, hubungan positif atau positive relationship bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang positif dengan individu yang ada disekitar. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang. b. Keterlibatan Penuh, keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobby dan aktivitas bersama keluarga. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut. c. Penemuan makna dalam hidup, dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang dilakukan. d. Optimisme yang realistis, orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan. e. Resiliensi, orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun.

7 20 3. Karakteristik Orang yang Bahagia Setiap orang dapat sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang dapat memiliki kebahagiaan. Menurut Myers, seorang ahli kejiwaan yang berhasil mengadakan penelitian tentang solusi mencari kebahagiaan bagi manusia modern. Ada empat karakteristik yang selalu ada pada orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu : 44 a. Menghargai diri sendiri Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka cenderung setuju dengan pernyataan seperti Saya adalah orang yang menyenangkan. Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti diatas. b. Optimis Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau pesimis, yaitu dimensi permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan dimensi pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi). Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar individu tersebut dapat mengalami peristiwa baik lagi. 45 Sedangkan orang yang pesimis 44 David, G.Myers. (2012). Social Psychology. Jakarta: Salemba Humanika. h: Martin, Seligman. Op.Cit. h:121

8 21 menyerah di segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu. c. Terbuka Orang yang bahagia pada umumnya lebih terbuka terhadap orang lain serta lebih senang membantu orang lain yang membutuhkan bantuannya. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang tergolong extrovert dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan yang lebih besar. d. Mampu mengendalikan diri Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada hidupnya. Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya mereka berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan. Sehingga kunci utama untuk dapat mewujudkan kebahagiaan adalah merasa bahagia yang ditandai dengan keempat karakteristik diatas. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan Berikut adalah faktor-faktor ekternal yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang, yaitu: 46 a. Budaya, Triandis mengatakan bahwa faktor budaya dan sosial politik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang. b. Kehidupan Sosial, Menurut Seligman, orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit 46 Ibid. h:74

9 22 menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi. c. Agama atau Religiusitas, orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius. Hal ini dikarenakan agama memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidup bagi manusia. d. Pernikahan, Seligman mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan hal ini berlaku pada laki-laki maupun perempuan. e. Usia, kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek positif sedikit melemah, dan afek negatif tidak berubah menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan mencapai puncak dunia dan terpuruk dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman. f. Uang, Seligman menjelaskan bahwa di Negara yang sangat miskin, kaya bisa berarti lebih bahagia. Namun di Negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahagiaan. g. Kesehatan, kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan. Menurut Seligman yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita.

10 23 h. Jenis Kelamin, jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria. Wanita mengalami lebih banyak emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan pria. Seligman juga menjelaskan bahwa tingkat emosi rata rata pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan juga lebih sedih daripada pria. Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Menurut Seligman, terdapat tiga faktor internal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan, yaitu : 47 a. Kepuasan terhadap masa lalu, kepuasan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara: 1) Melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan seseorang. 2) Gratitude (bersyukur) terhadap hal-hal baik dalam hidup akan meningkatkan kenangan-kenangan positif. 3) Forgiving dan forgetting (memaafkan dan melupakan) perasaan seseorang terhadap masa lalu tergantung sepenuhnya pada ingatan yang dimilikinya. Salah satu cara untuk menghilangkan emosi negatif mengenai masa lalu adalah dengan memaafkan. Defenisi memaafkan menurut Affinito adalah memutuskan untuk tidak menghukum pihak yang menurut seseorang telah berlaku tidak adil padanya, bertindak sesuai dengan keputusan tersebut dan 47 Martin Seligman. Op.Cit. h:80

11 24 mengalami kelegaan emosi setelahnya. Memaafkan dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemungkinan terciptanya kepuasan hidup. 48 b. Optimisme terhadap masa depan, optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi lebih banyak hal baik dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang. 49 c. Kebahagiaan pada masa sekarang, kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu: 1) Pleasure yaitu kesenangan yang memiliki komponen sensori dan emosional yang kuat, sifatnya sementara dan melibatkan sedikit pemikiran. Pleasure terbagi menjadi dua, yaitu bodily pleasures yang didapat melalui indera dan sensori, dan higher pleasures yang didapat melalui aktivitas yang lebih kompleks. Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara, yaitu menghindari habituasi dengan cara memberi selang waktu cukup panjang antar kejadian menyenangkan; savoring (menikmati) yaitu menyadari dan dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan; serta mindfulness (kecermatan) yaitu mencermati dan menjalani segala pengalaman dengan tidak terburu buru dan melalui perspektif yang berbeda. 2) Gratification yaitu kegiatan yang sangat disukai oleh seseorang namun tidak selalu melibatkan perasaan tertentu, dan durasinya 48 Ibid. h:97 49 Alan Carr. Op.Cit. h:22

12 25 lebih lama dibandingkan pleasure, kegiatan yang memunculkan gratifikasi umumnya memiliki komponen seperti menantang, membutuhkan keterampilan dan konsentrasi, bertujuan, ada umpan balik langsung, pelaku tenggelam di dalamnya, ada pengendaian, kesadaran diri pupus, dan waktu seolah berhenti. Dapat disimpulkan dari tiga faktor internal dari Seligman yang merumuskan tiga emosi positif berdasarkan orientasi waktunya, yakni emosi positif yang ditujukan pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Emosi positif yang ditujukan pada masa lalu, seperti rasa puas, damai dan bangga. Emosi positif yang ditujukan pada masa sekarang, seperti kenikmatan lahiriah (misalnya kelezatan makanan, kehangatan, dan orgasme) dan kenikmatan yang lebih tinggi seperti senang, gembira, dan nyaman. Emosi positif yang ditujukan pada masa depan, seperti optimisme, harapan, kepastian (confidence), kepercayaan (trust), dan keyakinan (faith). Emosi positif pada masa depan tersebut ditunjang oleh bagaimana individu memandang masa depannya Kebahagiaan Dalam Perspektif Islam Ajaran agama islam datang dengan membawakan kedamaian dan kebahagiaan bagi setiap makhluk Allah yang ada di seluruh dunia. Islam merupakan sebuah ajaran yang banyak mengajarkan konsep dan upaya 50 Martin, Seligman. Op.Cit. h:143

13 26 pencapaian kebahagiaan bagi umatnya yang tidak hanya berpusar pada kebahagiaan duniawi, namun juga kebahagiaan ukhrowi dan tidak hanya kebahagiaan lahir saja namun terdapat pula kebahagiaan batin. 51 Menurut Imam Al-Ghaz al i (1058M-1111M), kebahagiaan ditafsirkan sebagai penyatuan antara ilmu, amal, rohani dan jasmani. Ciriciri kebahagiaan yang dijelaskan oleh Al-Ghaz a l i adalah terletak kepada semua ilmu yang bermanfaat kepada manusia mencakupi ilmu teori dan ilmu amali. Ilmu teori adalah tergolong daripada ilmu mengenal Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan ilmu akidah karena seluruhnya mempunyai tempat yang tertinggi yakni mengenal Allah. Al-Ghaz al i menyatakan ilmu mengenal Allah SWT (ma rifat Allah) adalah kunci kebahagiaan. Sedangkan ilmu amali ialah ilmu yang diterapkan dalam perbuatan dan amalan dalam keseharian seperti sosial, undang-undang, politik, syariah, ekonomi dan sebagainya. Dengan adanya hal tersebut kebahagiaan akan tercapai jika kesemua ilmu-ilmu teori dan amali digabungkan kerana kedua-dua ilmu tersebut memberi kebaikan serta kenikmatan kepada hidup manusia. 52 Menurut Syamsi, kebahagiaan tidak terletak pada apa yang kita miliki, akan tetapi kebahagiaan terletak pada bagaimana kemampuan kita memanfaatkannya dengan baik dan tepat. Kebahagiaan juga tidak terletak pada apa yang kita inginkan, tetapi terletak pada manfaat yang bisa kita 51 Teuku Eddy, F.R. Op.Cit. h:9 52 Nur Zahidah, Raihanah. (2011). Model Keluarga Bahagia Menurut Islam. Jur.Fiqih., Vol: 25-44, No:8, P:28

14 27 dapatkan dari kebahagiaan tersebut. Mengikuti petunjuk Allah, itulah jalan kebahagiaan. 53 Kebahagiaan adalah kondisi dimana jiwa terdapat perasaan tenang, damai, ridha terhadap diri sendiri, dan puas terhadap ketetapan Allah. Kebahagiaan merupakan keimanan kepada Allah dan penguasaan terhadap makna dari ibadah serta memahaminya dengan pemahaman yang sempurna dan menerapkannya dalam kehidupan seluruhnya baik yang berkenaan dengan perkara umum ataupun khusus. 54 Kata yang tepat untuk menggambarkan kebahagiaan dalam kebahagiaan pernikahan, kata bahagia dapat digambarkan dalam kata Sakinah yang berarti berbahagia. Jika dalam pengertian agama Islam juga dapat disebut dalam kata aflaha, aflaha mengandung banyak makna seperti, beruntung, menang, makmur, berhasil, berjaya, dan sebagainya. Dalam Al- Quran kita dapat menemukan banyak ayat yang menerangkan tentang kebahagiaan dan bagaimana kita mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan kita. 55 Kebahagiaan adalah hasil dari perbuatan di dunia yang langsung dirasakan. Tetapi ada juga kebahagiaan yang dinikmati di akhirat, yaitu di dalam surga yang kenikmatannya tidak pernah terputus. Adapula manusia yang sukses atau bahagia di dunia, namun celaka atau mederita di akhirat 53 Dr.Hassan Syamsi. (2006). Menuju Bahagia. Jakarta: Qisthi Press. h:3 54 Al-Quayyid, Ibrahim Hamd. (2004). Panduan Menuju Hidup Bahagia dan Sukses. Jakarta: Maghfirah Pustaka. h Teuku Eddy, F.R. Op.Cit. h:10

15 28 dan mendapatkan tempat di neraka. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh firman Allah Surat Hud ayat : Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-nya; Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia (105). Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih) (106). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki (107). Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya (108). 56 Makna kebahagiaan di dunia dan akhirat yang dijelaskan dalam Al- Quran merupakan penjelasan yang memberi makna bahwa bagaimana kesuksesan dapat menjadi suatu kenikmatan, yakni ketika seseorang memperoleh surga (mendapat keridhaan Allah) dan ketika kesuksesan itu berasal dari ketenangan jiwa dan keadilan antara manusia. Mereka yang berbahagia adalah hamba Allah SWT yang paling banyak timbangan 56 Depag RI : 233

16 29 kebaikannya ketika datang hari perhitungan (yaum al-hisab) (QS. Al-A raf : 8): Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka Barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah orangorang yang beruntung. 57 Mereka yang termasuk orang berbahagia juga yang telah bertaubat setelah berbuat dosa dengan sebenar-benarnya taubat, beriman dan selalu beramal shaleh. (QS.Al-Qashash:67) Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga Dia Termasuk orang-orang yang beruntung. 58 Adapun ciri orang yang berbahagia dalam kitab Mukhtaaral Hadist Rasulullah SAW berkata " Kebahagiaan yg paling bahagia ialah panjang umur dalam ketaatan kepada Allah. (HR. Ad-Dailami dan Al Qodho i) serta dalam hadistnya yang lain, Rasulullah juga menunjukan ciri bahagianya seseorang. "Empat perkara yang merupakan kebahagian dari seseorang, yaitu: mempunyai isteri yang shalehah, mempunyai anak yang berbakti, mempunyai teman yang shaleh dan mencari rizki di negerinya sendiri (HR. Dailami dari Ali ra). 57 Depag RI. (1998). Hal: Depag RI. (1998). Hal: 393

17 30 Menurut Usman terdapat empat golongan orang yang dikatakan berbahagia, yakni : Pertama, Manusia yang termasuk "Sa'iidun fiddunyaa wa sa'iidun fil akhirat" orang yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat itulah karakter orang yang menemukan 'hasanah fiddunya, hasanah fil akhirat". jabatan tinggi, harta berlimpah, keluarga sehat, dia taat beribadah kepada Allah dan banyak memberi kemanfaatan terhadap sesama. Kedua, Manusia yang termasuk "Sa'iidun fiddunya, saqiyyun fi aakhirat" orang yang "bahagia" hidup di dunianya tapi tidak bahagia (celaka) kehidupan akhiratnya. Terdapat tanda petik dalam kalimat bahagia, karena kebahagiaaan yang dimaksud sebatas pengertian lahiriah manusia, dia bahagia dalam segala keberlimpahan materi, tapi dia jauh dari Allah, tidak pernah mau berbagi dan memberi manfaat pada sesama manusia. Ketiga, Manusia yang termasuk "Saqiyyun fiddunya, Wa Sa'iidun fil aakhirat" orang yang tidak bahagia atau sengsara hidup di dunianya, tetapi dia bahagia hidup di akhiratnya. Boleh jadi dia hidup dalam serba kekurangan, tidak bahagia dalam pandangan manusia kebanyakan, miskin harta, tapi dia rajin beribadah kepada Allah, memiliki sikap yang baik dalam menjalani kehidupan, menikmati kemiskinannya dan baik pergaulannya dengan sesama manusia, banyak memberi manfaat dengan apapun yang dimilikinya. Keempat, manusia yang tergolong " saqiyyun Fiddunya wa Saqiyyun fil akhirat" orang yang tidak bahagia di dunia dan tidak bahagia juga hidupnya di akherat pada golongan inilah yang paling sengsara dan celakanya manusia. Dia hidup miskin, serba kurang, sombong, malas

18 31 beribadah, sama orang bermusuhan, dan ketika meninggal dalam kehidupan akhirat kelak lebih celaka. Rasulullah SAW berkata "Aku benci orang kaya yang sombong, tapi aku lebih benci orang miskin yang sombong". 59 Kebahagiaan merupakan motivasi untuk semua orang dalam melakukan kebaikan. Islam telah menjelaskan bahwa kebahagiaan di dapat dengan iman, amal shaleh yang banyak untuk menambah timbangan kebaikan pada hari perhitungan dan hanya kebaikannya saja yang tersisa ketika hidup di dunia dari seluruh amal perbuatannya. Kebahagiaan dan rasa tenang sumbernya hanya berasal dari Allah. Oleh karena hal tersebut kita harus memiliki cara yang tepat dengan belajar lebih dahulu untuk mewujudkannya. B. Persiapan Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Menurut Ensiklopedi Indonesia makna kata nikah mempunyai arti yang sama dengan kata kawin. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, pernikahan berasal dari kata nikah yang berarti menjalin kehidupan baru dengan bersuami atau beristri, menikah, melakukan hubungan seksual atau bersetubuh. 60 Menurut Undang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan pernikahan yaitu: pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan 59 Usman Kusumana. (27 Juli 2012). Menemukan Makna Kebahagiaan Sesungguhnya. Retrived from 60 Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2003). Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka

19 32 seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 61 Lebih lanjut lagi dalam Undang-Undang perkawinan disebutkan bahwa pernikahan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 62 Pernikahan menurut hukum islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah. Pernikahan adalah tuntutan kodrat hidup yang tujuan didalamnya antara lain untuk mendapatkan keturunan. 63 Definisi tersebut tidak terdapat perbedaan yang mendasar apabila dibandingkan dengan yang tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun Menurut Walgito dalam hal umur dikaitkan dengan pernikahan tidak ada ukuran pasti. 64 Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pernikahan adalah : a. Kematangan fisiologis dan kejasmanian, bahwa untuk melakukan tugas sebagai akibat dari pernikahan dibutuhkan keadaan jasmani yang cukup matang dan cukup sehat. Pada umur 16 tahun kematangan emosi seorang wanita dan umur 19 tahun kematangan jasmani seorang pria diperoleh. 61 Bimo Walgito. Op.Cit. h:12 62 Undang-Undang Reprublik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. (2006). Bandung: Fokusmedia 63 Ahmad Azhar Basyir. (2000). Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press. h:2 64 Bimo Walgito. Op.Cit. h:29

20 33 b. Kematangan Psikologis, dalam sebuah pernikahan selalu diketahui akan terjadi berbagai macam hal dimana diperlukan keadaan psikologis untuk mengatasinya. Kematangan psikologis akan diperoleh ketika seseorang telah mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan perkataannya dimana akan diperoleh pada umur dewasa, yaitu umur 21 tahun. c. Kematangan sosial terutama sosial ekonomi, kematangan sosial, terutama sosial ekonomi sangat penting didalam pernikahan, karena ekonomi merupakan penyangga roda perekonomian keluarga. Pada umur yang masih muda, umumnya belum mempunyai pegangan dalam hal sosial ekonomi, sedangkan jika seseorang telah memasuki pernikahan, maka keluarga tersebut haris berdiri sendiri tidak menggantungkan kepada pihak lain termasuk orang tua. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk mewujudkan tujuan pernikahan yang sebenarnya dan disahkan secara hukum yang berlaku di Indonesia. 2. Tujuan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu aktivitas individu yang umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian juga dalam hal pernikahan. Pernikahan merupakan suatu aktivitas dari suatu pasangan, maka sudah selayaknya mereka juga

21 34 mempunyai tujuan tertentu. Menurut Basyir tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya. 65 Berdasarkan undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 1, tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan melangsungkan pernikahan akan memperoleh suatu keberhasilan baik materiil maupun spiritual. 66 Selain itu pernikahan bersifat kekal, sehingga perlu ditanamkan pada masing-masing pihak adanya pengertian akan pernikahan yang berlangsung seumur hidup tanpa perceraian. "Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Q.S Ar-Ruum (30) : 21) Berdasarakan uraian tersebut di atas, maka tujuan perikahan adalah untuk membentuk keluarga harmonis, menjalin hubungan yang bersifat kekal dengan suami dan istri dengan cara yang legal, serta untuk melanjutkan keturunan. Seperti dikemukakan di atas pula bahwa tanpa adanya pengertian yang mendalam mengenai tujuan ini, hal tersebut akan menjadi sumber kesulitan bagi kehidupan keluarga. Tujuan tersebut tentunya milik bersama, dan akan dicapai secara bersama-sama. 65 Ahmad Azhar Basyir. Op.Cit. h:13 66 Bimo Walgito. Op.Cit. h:13

22 35 3. Syarat-syarat Pernikahan Berdasarkan definisi dan tujuan pernikahan yang telah diuraikan di atas, tentunya sebuah pernikahan membutuhkan syarat-syarat tertentu sehingga keluarga yang dibentuk dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan yang diinginkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Bab II pasal 6 yang merupakan persyaratan formal, syaratsyarat pernikahan yaitu: 67 a. Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. b. Untuk melangsungkan pernikahan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat restu kedua orang tua. c. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan yang tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. e. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di 67 Ibid. h:24

23 36 antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hokum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan pernikahan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini. f. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menetukan lain. Sedangkan dalam pasal 7 ditambahkan bahwa syarat-syarat perkawinan lain diantaranya: (1) pernikahan diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun, (2) kedua belah pihak tidak ada hubungan sedarah, (3) tidak sedang terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali telah mendapatkan izin dari pihak-pihak terkait. 68 Disamping persyaratan-persyaratan yang umum, masing-masing individu juga mempunyai persyaratan-persyaratan yang bersifat pribadi. Persyaratan itu akan berbeda dengan individu lainnya. Namun dalam kenyataannya seseorang kadang sulit menemukan calon pasangan yang memenuhi persyaratan yang dituntut secara tuntas. 68 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. (2006). Bandung: Fokusmedia

24 37 4. Persiapan Pernikahan Menurut Blood, 69 sebelum memasuki dunia pernikahan diperlukan suatu kesiapan pada pasangan yang hendak melakukan pernikahan. Kesiapan menikah merupakan keadaan siap atau bersedia dalam berhubungan dengan seorang pria atau seorang wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai seorang suami atau seorng istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan siap untuk mengasuh anak. 70 Pada persiapan pernikahan yang perlu diperhatikan adalah usia individu saat menikah, level kematangan, waktu menikah (timing), motivasi (alasan), kesiapan untuk berhubungan secara seksual, kemandirian emosional (emotional emancipation), tingkat peendidikan dan pekerjaan. 71 Badger menambahkah kemampuan istri dalam menjalankan perannya (family capacities), kompetensi interpersonal dalam menjalin hubungan (interpersonal competencies in relationship), kepatuhan terhadap norma (norm compliance), serta tanggung jawab personal (personal responsibility). 72 Walgito menambahkan kematangan fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, serta tinjauan masa depan sebagai persyaratan menuju pernikahan Euis Sunarti, dkk. (2012). Kesiapan Menikah Dan Pemenuhan Tugas Keluarga Pada Keluarga Dengan Anak Prasekolah. Jur.Ilm.Kel&Kons. Vol.5, No.2. P: Ibid. h: Dian Wisnuwardhani, Sri, F.M. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika. h:79 72 Sarah Badger. (2005). Ready or not? Perception of marriages readliness among emerging adult. Bringman Young University. P:9 73 Bimo Walgito. Op.Cit. h:26

25 38 Berdasarkan hasil penelitian Booths dan Edwards dalam Wisnuwardhani & Sri mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hal yang secara signifikan berhubungan dengan kesiapan menikah, yaitu usia saat menikah, tingkat kedewasaan pasangan, waktu pernikahan, motivasi untuk menikah, kesiapan untuk sexual exclusiveness, dan tingkat pendidikan serta aspirasi pekerjaan dan derajat pemenuhannya. 74 Usia dan tingkat kedewasaan kematangan merupakan indikator yang penting dalam mengevaluasi kesiapan untuk menikah. Persiapan pernikahan butuh pemikiran dan pemantapan dari tiap tiap bagian yang diinginkan. Mempersiapkan pesta pernikahan, baju pengantin, tata rias, dan mas kawin yang akan digunakan. Persiapan-persiapan yang telihat secara fisik seperti hal tersebut bisa diserahkan atau diwakilkan kepada pihak yang sudah profesional, yang biasa disebut dengan wedding organize. Menurut Wisnuwardhani persiapan-persiapan pernikahan yang harus dimiliki oleh pasangan yang hendak menikah adalah: Persiapan mental yakni pasangan harus memiliki mental yang kuat untuk menghadapi suatu pernikahan, menerima segala kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pasangan. Persiapan keilmuan yakni untuk memperlajari bagaimana hidup dengan pasangannya nanti. Persiapan fisik yakni untuk saling menjaga kesehatan agar nantinya memperoleh keturunan yang sehat. Dan persiapan terakhir adalah persiapan finansial, 74 Dian Wisnuwardhani, Sri, F.M. Op.Cit. h:92

26 39 bagi para calon pengantin tidak mungkin mengandalkan orang lain untuk menutupi biaya pernikahan maupun kehidupan rumah tangga, karena jika persiapan finansial ini tidak dipikirkan matang maka akan menimbulkan banyak permasalahan di masa mendatang. 75 Kematangan emosi merupakan aspek yang juga sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak ditentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Pasangan yang memiliki kematangan emosi ketika memasuki pernikahan cenderung lebih mampu mengelola perbedaan yang ada di antara mereka. Menurut Rice, Kematangan emosi adalah suatu keadaan untuk menjalani kehidupan secara damai dalam situasi yang tidak dapat diubah, tetapi dengan keberanian individu mampu mengubah hal-hal yang sebaiknya diubah, serta adanya kebijaksanaan untuk menghargai perbedaan. 76 Dengan dilangsungkannya pernikahan maka status sosial pasangan akan diakui sebagai pasangan suami istri dan sah secara hukum. Batas usia dalam melangsungkan pernikahan sangatlah penting. Hal ini karena pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia pernikahan yang terlalu muda dapat meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. 75 Ibid. h:94 76 Rahma Khairani, Dona Eka Putri. (2008). Kematangan Emosi Pada Pria dan Wanita yang Menikah Muda. Jurnal Psikologi Vol.1, No. 2. h:137

27 40 5. Aspek-Aspek Persiapan Pernikahan Menurut Blood, untuk menciptakan suatu pernikahan yang bahagia dan kekal dibutuhkan suatu persiapan pada pasangan pernikahan. Blood menyatakan bahwa persiapan menikah ini meliputi dua aspek, yaitu persiapan menikah pribadi (personal) dan persiapan menikah situasi (circumstantial). 77 a. Persiapan pribadi (Personal) 1) Kematangan Emosi Konsep kematangan emosi dalam diri seseorang dapat di artikan sebagai kemampuan untuk dapat siaga terhadap dirinya sendiri dan kemampuan untuk mengidentifikasi perasannya sendiri. Kematangan emosi yaitu konsep normatif dalam perkembangan psikologis yang berarti bahwa seseorang individu telah menjadi seorang yang dewasa. Kematangan emosi dapat di peroleh dari pengalaman yang cukup terhadap suatu perubahan dan suatu permasalahan. Individu dewasa memiliki kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan pribadi, mampu mengerti perasaan orang lain (empati), mampu mencintai dan dicintai, mampu untuk memberi dan menerima, serta sanggup membuat komitmen jangka panjang. Komitmen jangka panjang merupakan salah satu bentuk dari tanggung jawab dalam suatu pernikahan, yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan. Sebaliknya, individu yang belum dewasa secara emosional hanya 77 Euis Sunarti, dkk. Loc.Cit. h:112

28 41 diliputi oleh keinginannya sendiri tanpa tahu bagaimana cara mengerti perasaan orang lain dan tidak mampu membuat komitmen jangka panjang. Kehidupan pernikahan yang memiliki pasangan yang matang secara emosi dan memiliki harapan-harapan pernikahan yang realistik akan lebih mudah dipertahankan. Dalam hal ini Murray menambahkan kriteria kematangan emosi, yaitu: 78 a) Memiliki kemampuan untuk memberi dan menerima kasih sayang. Individu yang matang adalah individu yang mampu mengekspresikan rasa kasih dan sayang yang diberikan orang lain. Berlawanan dengan ketidakmatangan emosi yang bersikap egosentris yakni hanya mau menerima kasih sayang orang lain tetapi tidak mau mengasihi orang lain. b) Memiliki kemampuan untuk saling memberi dan menerima secara seimbang. Kematangan emosi juga ditandai dengan kemampuan seseorang dalam menghargai kemampuan dirinya sendiri dan kemampuan orang lain. Individu yang memiliki kualitas emosi yang matang bersedia memperhatikan kebutuhan orang lain dan memberikan kesempatan bagi orang yang dikasihinya untuk meningkatkan kualitas diri, seperti halnya dirinya yang bersedia menerima dukungan dan saran dari orang lain secara seimbang. 78 Jerome Murray,Ph.d. (2003). Are You Growing Up-Or Just Getting Older? Emotional Maturity: Last modified on Monday, January 27, 2003

29 42 c) Memiliki kemampuan untuk menghadapi kenyataan. Individu yang memiliki kematangan emosi bersedia menghadapi kenyataan dengan cara terbaik untuk meyelesaikan permasalahan hidup yang terjadi, bukan lari dari masalah. d) Memiliki kemampuan untuk menghadapi peristiwa kehidupan secara positif. Individu yang matang melihat sebuah pengalaman hidup sebagai pembelajaran. Ketika pengalaman tersebut positif, individu akan menikmatinya. Dan sebaliknya, jika pengalaman tersebut negatif, individu akan menerima hal tersebut sebagai tanggung jawab pribadi dan bersedia belajar untuk meningkatkan kualitas diri. e) Memilki kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Individu yang memiliki kematangan emosi dapat menghadapi kenyataan dan berhubungan secara positif dengan pengalaman hidup dan bersedia untuk belajar dari pengalaman. Sedangkan individu yang tidak memiliki kematangan emosi ialah individu yang menganggap bahwa pengalaman positif dan negatif tersebut datang karena takdir dan tidak ada usaha untuk mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman tersebut. f) Memiliki kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang menimbulkan frustasi. Individu yang matang secara emosi adalah individu yang mempertimbangkan untuk menggunakan

30 43 pendekatan atau cara lain ketika pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah tidak berhasil. Individu yang matang tidak terpaku pada kegagalan namun bersedia membuka lembaran baru kehidupan. g) Memiliki kemampuan untuk mengatasi kesukaran secara konstruktif. Kemampuan mengatasi kesukaran secara konstruktif yang diartikan sebagai kemampuan untuk tidak menyalahkan orang lain ketika frustasi. Selain hal tersebut, individu yang memiliki kematangan emosi tidak menyerang orang lain ketika terjadi masalah tetapi menghadapi masalah tersebut dan mampu mengendalikan energinya untuk mencari solusi permasalahan tersebut. 2) Kesiapan Usia Kesiapan usia berarti melihat usia yang telah cukup untuk melakukan pernikahan, menjadi pribadi yang dewasa atau matang secara emosi membutuhkan waktu, sehingga usia merupakan hal yang berkaitan dengan kedewasaan. 3) Kematangan Sosial Kematangan sosial dapat dilihat dari: a) Pengalaman hidup sendiri (enough single life), yang membuat individu memiliki waktu luang untuk dirinya sendiri agar mandiri dan waktu bersama orang lain. Seorang individu harus

31 44 mengetahui identitas pribadi secara jelas sebelum siap untuk melakukan pernikahan. b) Pengalaman menjalin hubungan dengan orang lain, yakni yang dilihat dengan adanya kemampuan untuk mengabaikan lawan jenis yang tidak dikenal dekat dan membuat komitmen dalam membangun hubungan hanya dengan seseorang yang khusus. Saat seseorang letih terhadap hubungan yang tidak aman, maka individu secara sosial siap untuk menikah dan hanya terfokus pada orang yang paling menarik perhatiannya. c) Kesehatan Emosional Permasalahan emosional yang dimiliki manusia diantaranya adalah kecemasan, merasa tidak nyaman, curiga, dan lain sebagainya. Jika hal tersebut tetap berada pada diri seseorang maka seseorang tersebut akan sulit menjalin hubungan dengan orang lain. Permasalahan emosi biasanya menjadi tanda dari ketidakmatangan, yakni bersikap posesif, ketidakmampuan bertanggung jawab dan tidak dapat diprediksi. 4) Kesiapan Model Peran Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik dengan melihat figur ayah dan ibu mereka. Kehidupan pernikahan harus dijalani dengan mengetahui peran-peran individu yang telah menikah sebagai suami istri. Peran yang ditampilkan harus sesuai dengan tugas-tugas mereka sebagai suami ataupun

32 45 istri. Orang tua yang memiliki figur suami dan istri yang baik dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka. b. Kesiapan Situasi 1) Kesiapan Finansial Kesiapan finansial tergantung dari nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Menurut Cutright, semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk menikah. Pernikahan yang masih mendapat bantuan dari orang tua ataupun dari keluarga dapat mempengaruhi hubungan pasangan dalam rumah tangga. 79 2) Kesiapan Waktu Persiapan sebuah pernikahan akan berlangsung dengan baik jika masing-masing pasangan memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala hal, meliputi persiapan sebelum ataupun setelah melakukan pernikahan. Persiapan rencana yang tergesagesa akan mengarah pada persiapan pernikahan yang buruk dan memberi dampak yang kurang baik pada awal-awal kehidupan pernikahan. 79 Euis Sunarti, dkk. Loc.Cit. h:116

33 46 c. Pernikahan Dalam Perspektif Islam Dalam pandangan islam, pernikahan adalah sebuah ikatan yang sakral dan agung antara laki-laki dan perempuan. Allah Ta ala menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalizhan atau perjanjian yang sangat teguh. 80 Menurut sebagian ulama Hanafiah, pernikahan merupakan akad yang memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenangsenang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna mendapatkan kenikmatan biologis. Sedangkan menurut sebagian mazhab Maliki, pernikahan merupakan sebuah ungkapan (sebutan) atau titel bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata. Pada mazhab Syafi iah menikah dikatakan sebagai akad yang menjamin kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunakan lafal inkah atau tazwij. Menurut mazhab Hanabilah mendefinisikan pernikahan dengan akad yang dilakukan dengan kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan. 81 Pernikahan adalah jembatan menuju pembentukan keluarga yang menuju kepada tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Dalam bahasa arab, pernikahan biasa disebut zawaj yang artinya persandingan, penyatuan, atau perkumpulan. Kata zawaj merupakan kebalikan dari kata fard (sendirian). 82 Hal ini seperti firman Allah (QS. An-Najm ayat 45) 80 Surah an-nisaa ayat 21. Depag RI. (1998) : Mardani Hukum perkawinan islam dunia modern. Yogyakarta:Graha Ilmu. h:4 82 DR. Fahd bin Abdul Karim. Az-Zawaj wa Ad-Dirasah (Dirasah Fiqhiyah Ijtima iyah). Terj. Anshari Taslim. (2005). Jakarta:Cerdekia Sentra Muslim. h:29

34 47 Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. 83 Dalam Al-Quran surat Ar-Ruum ayat 21 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. 84 Diantara fitrah yang telah Allah ciptakan dalam kehidupan di dunia adalah pernikahan. Pernikahan merupakan ciri khas dan naluri setiap makhluk hidup di dalamnya. Dengan adanya sebuah pernikahan dapat tercipta regenerasi dan dengan adanya pernikahan pula manusia dapat memenuhi hasrat dan kebutuhan biologisnya yang merupakan fitrah dari setiap jiwa yang telah diciptakan. Menikah adalah hal yang disyariatkan, sementara hukum asalnya adalah sunnah. 85 Hal ini sesuai dengan firman Allah: (QS. An-Nuur ayat 32) 83 Depag RI. (1998). Hal: Depag RI. (1998). Hal: DR. Fahd bin Abdul Karim. Az-Zawaj wa Ad-Dirasah (Dirasah Fiqhiyah Ijtima iyah). Terj. Anshari Taslim. Op.Cit. h:31

35 48 Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-nya) lagi Maha mengetahui. 86 Pernikahan memiliki banyak hikmah bagi umat islam yang menjalankannya, adapun hikmah dari pernikahan diantaranya: Menjaga orang yang melaksanakannya dari perbuatan haram. Hal ini karena pernikahan adalah solusi terbaik yang sesuai dengan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan seksual. 2. Dapat melestarikan keturunan melalui pernikahan 3. Melestarikan nasab dan membangun kluarga besar yang dapat menciptakan masyarakat makmur sentosa. 4. Untuk menjaga keturunan dan memperjelas tanggung jawab akan pengasuhan anak. 5. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa yang akhirnya akan membawa pada kebahagiaan. C. Kebahagiaan Pernikahan dengan Persiapan dan Tanpa Persiapan Kebahagiaan adalah keadaan dimana seseorang lebih banyak mengenang peristiwa-peristiwa yang menyenankan daripada yang sebenarnya 86 Depag RI. (1998). Hal: DR. Fahd bin Abdul Karim. Az-Zawaj wa Ad-Dirasah (Dirasah Fiqhiyah Ijtima iyah). Terj. Anshari Taslim. Op.Cit. h:44

36 49 terjadi dan mereka lebih banyak melupakan peristiwa buruk. Kebahagiaan merupakan suatu istilah yang menggambarkan perasaan positif. Seligman memberikan gambaran individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada khidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan. 88 Menurut Duvall & Miller, menikah merupakan hubungan antara pria dan wanita yang melibatkan hubugan seksual, kekuasaan dalam hal mengasuh anak, dan membentuk tugas masing-masing sebagai suami dan istri. 89 Membentuk suatu hubungan dan memilih pasangan dengan bijak merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menuju suatu pernikahan yang bahagia. Namun, banyak pula pasangan yang terlihat serasi dan saling mencintai belum tentu merasa siap untuk menikah. Hal tersebut dikarenakan suatu pernikahan meliputi banyak aspek kehidupan dan memerlukan tanggung jawab lebih dari inividu yang akan menikah. Untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal dibutuhkan sumber dan keterampilan khusus dari masingmasing pasangan, seperti apakah pasangan tersebut telah cukup matang secara personal untuk menerima tanggung jawab dalam pernikahan. 90 Sebelum melakukan pernikahan diperlukan suatu kesiapan. 91 Kesiapan menikah merupakan keadaaan siap atau bersedia dalam 88 Martin Seligmanartin. Op.Cit. h:48 89 Euis Sunarti,dkk. Loc.Cit. h: Ibid. h: Ibid. h:111

37 50 berhubungan dengan seorang pria atau seorang wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai seorang suami atau seorang istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan siap untuk mengasuh anak. 92 Kebahagiaan pernikahan sangatlah erat kaitannya dengan persiapan dalam melakukan pernikahan. Pernikahan yang dilakukan tanpa persiapan emosi, fisik, sosial, maupun material yang memadahi dapat berdampak pada perjalanan rumah tangga yang dijalani dan nantinya juga berpengaruh pada tingkat kebahagiaan yang diperoleh pasangan pernikahan tersebut. Jika seseorang telah memiliki kesiapan maka pernikahan yang bahagia dan kekal akan dicapai oleh pasangan suami istri. D. Kerangka Pemikiran Pernikahan Dengan Persiapan Tanpa Persiapan Kebahagiaan Pernikahan 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 92 Ibid. h:111

38 51 E. Hipotesis Hipotesis sebagai tindak lanjut dari anggapan dasar merupakan langkah penyelesaian masalah yang tahap kebenarannya secara teoritis. Sebagaimana yang pernyataan Suharsimi bahwa Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. 93 Berdasarkan teori-teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha : Ada perbedaan kebahagiaan terhadap pasangan yang menikah dengan persiapan dan tanpa persiapan. Pasangan yang menikah dengan persiapan memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan pasangan yang menikah tanpa persiapan. 93 Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. h:71

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan Dengan Persiapan Dan Tanpa Persiapan Pada Komunitas Young Mommy Tuban Sofia Halida Fatma. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. KEBAHAGIAAN II.A.1. Definisi Kebahagiaan Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan dengan Persiapan dan Tanpa Persiapan pada Komunitas Young Mommy Tuban

Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan dengan Persiapan dan Tanpa Persiapan pada Komunitas Young Mommy Tuban JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA VOLUME 10, NO. 1, APRIL 2015: 103 114 Perbedaan Kebahagiaan Pasangan Pernikahan dengan Persiapan dan Tanpa Persiapan pada Komunitas Young Mommy Tuban Sofia Halida Fatma dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang BAB II LANDASAN TEORI A. Dewasa Awal 1. Definisi dewasa awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH I. Pendahuluan Allah SWT menurunkan Agama Islam sebagai rahmatan lil alamin, Agama Islam merupakan tuntunan dan petunjuk bagi umat dalam memelihara hubungan dengan Allah, hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 : BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sunnahtullah yang berlaku kepada semua makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh bagi umat manusia untuk mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 me 2.1.1 Pengertian me Seligman (1991) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan kelompok sosial yang terkecil dalam masyarakat yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan membangun suatu

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebahagiaan juga meliputi penilaian seseorang tentang hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. itu kebahagiaan juga meliputi penilaian seseorang tentang hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Umumnya manusia dalam kehidupannya mencari ketenangan dan kebahagiaan, tetapi apa bahagia itu, dimana tempatnya, bagaimana cara memperolehnya, hampir semua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk meneruskan keturunan dengan jalan menikah dan berkeluarga sebagai hak asasi manusia pemberian dari Tuhan. Meskipun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

MENGHAYATI PERAN ISTRI

MENGHAYATI PERAN ISTRI MENGHAYATI PERAN ISTRI Perhiasan yang paling indah Bagi seorang abdi Allah Itulah ia wanita shalehah Ia menghiasi dunia.. --------------------------------------------------------------------- Ada yang

Lebih terperinci

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY)

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY) KAYA TAPI ZUHUD Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY) Kaya sering dipahami sebagai melimpahnya harta yang dimiliki seseorang. Orang kaya adalah orang yang memiliki harta yang berlimpah

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan BAB I PENDAHULUAN I.A.Latar Belakang Masalah Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan interpersonal lainnya, masalah

Lebih terperinci

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

Perkawinan dengan Wali Muhakkam FIQIH MUNAKAHAT Perkawinan dengan Wali Muhakkam Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

MAKALAH ISLAM. Urgensi Perjanjian Suci Dalam Perkawinan

MAKALAH ISLAM. Urgensi Perjanjian Suci Dalam Perkawinan MAKALAH ISLAM Urgensi Perjanjian Suci Dalam Perkawinan 10 April 2014 Makalah Islam Urgensi Perjanjian Suci Dalam Perkawinan Anwar Saadi (Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Ditjen Bimas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekspektasi mengenai dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. 1 Pernikahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. 1 Pernikahan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tuntutan keagamaaan dan duniawi baik laki-laki maupun perempuan. dalam pernikahan adanya ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan pemahaman umum mengenai seberapa senang seseorang akan kehidupannya sendiri atau secara formal merupakan tingkat dimana seseorang menilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendapatkan pasangan hidup yang terbaik, tentu menjadi harapan setiap manusia. Pasangan hidup saling membutuhkan kasih sayang, perhatian dan kecukupan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang mensyari atkan pernikahan bagi umatnya. Menikah dalam Islam adalah salah satu sarana untuk menggapai separuh kesempurnaan dalam beragama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

ANTARA PRIA DAN WANITA

ANTARA PRIA DAN WANITA ANTARA PRIA DAN WANITA Di dalam Al Quran, Allah swt. berfirman berkaitan dengan keberadaan manusia, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sebagai berikut, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:???????????????????????????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

Mempersembahkan... SEQ. Training Kewirausahaan. Menjadi Pebisnis Amanah & Tawadhu

Mempersembahkan... SEQ. Training Kewirausahaan. Menjadi Pebisnis Amanah & Tawadhu Mempersembahkan... SEQ Training Kewirausahaan Menjadi Pebisnis Amanah & Tawadhu ENTREPRENEUR CENTER Amalan Agama Yang Membawa Keberuntungan Sabda Rasulullah: Setiap amal tergantung pada niatnya. Dan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang mempersatukan dua insan yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup bersama, hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa perkawinan yang oleh masyarakat disebut sebagai peristiwa yang sangat penting dan religius. Arti perkawinan sendiri ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan pasti akan dihadapkan dengan cobaan untuk mengetahui sebagaimana usaha lahir dan batin seseorang ketika dihadapkan pada ujian,

Lebih terperinci