BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan tata kelola pemerintahan, collaborative governance

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan tata kelola pemerintahan, collaborative governance"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Dalam perkembangan tata kelola pemerintahan, collaborative governance (tata kelola pemerintahan kolaboratif) menjadi trend dan fenomena baru yang menarik diteliti dan dikaji. Collaborative governance sendiri telah dikembangkan selama dua dekade terakhir (Ansell dan Gash, 2007: 543). Di Indonesia, anjuran untuk melibatkan multipihak (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam manajemen dan kebijakan publik sektor lingkungan hidup tersirat dalam beberapa regulasi pemerintah. Salah satunya adalah UU No. 32 / 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Inisiasi pemerintahan berpola collaborative governance terlihat terus berkembang di berbagai daerah seiring dengan adanya agenda otonomi daerah. Pernyataan ini berdasar pada potret pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar yang mengikutsertakan pihak swasta dan masyarakat secara aktif mulai dari formulasi sampai evaluasi program green and clean (hijau dan bersih). Praktek yang dilakukan dalam program green and clean lebih dari sekedar pola kerjasama pemerintah swasta (KPS) sebagaimana yang sering dilakukan oleh pemerintah dalam perencanaan proyek infrastruktur. Konsep dan prinsip collaborative governance yang diterapkan di berbagai negara atau daerah relatif sama. Adapun yang membedakannya terletak pada sektornya, tujuannya, strukturnya, prosesnya dan dampaknya. Dengan adanya 1

2 perbedaan tersebut, tentu menjadi daya tarik tersendiri untuk dipahami lebih lanjut. Terutama pada kasus yang terjadi di tingkat kabupaten atau kota. Komitmen, kepercayaan dan kewenangan diantara kolaborator di setiap daerah selalu memiliki dinamika tersendiri. Ada lokalitas kedaerahan yang memicu munculnya perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Mengkaji suatu kasus tata pemerintahan berbasis collaborative governance dimaksudkan untuk mengetahui potret best practices (praktek-praktek terbaik) dan worst practices (praktek-praktek terburuk). Alasan utama mengkaji fenomena MGC beranjak dari kesadaran bahwa collaborative governance merupakan instrumen kebijakan publik (Gray dkk, 2003: 8). Praktek pemerintahan yang terjadi dalam program Makassar Green and Clean (MGC) berbasis collaborative governance. Alasan mendasar mengklaim MGC sebagai wujud dari collaborative governance karena program ini melibatkan organ pemerintah dan non pemerintah aktif bekerjasama. Ini mencirikan praktek governance. Disamping itu, isu-isu seperti kepercayaan, kesepahaman, komitmen, kepemimpinan, kelembagaan dan sumber daya tampak dalam program MGC. Ini mencirikan sebuah praktek collaborative. Jadi, aktivitas collaborative governance ada dalam program MGC. Program MGC diinisiasi oleh Yayasan Peduli Negeri (YPN), Pemerintah Kota Makassar dan PT Unilever Indonesia pada tahun Untuk selanjutnya ditindaklanjuti melalui kolaborasi dengan Media Fajar dan PT Pertamina. Dalam kolaborasi tersebut, komunitas masyarakat dilibatkan secara aktif sebagai fasilitator dan kader lingkungan. Untuk 2

3 selanjutnya, pada tahun 2010 dibentuk Forum Kampung Bersih dan Hijau (FORKASIH) sebagai paguyuban masyarakat. Praktek collaborative governance dalam program MGC dinilai memiliki pengaruh terhadap situasi dan kondisi lingkungan hidup di kota Makassar. Ikatan kesepahaman antara kolaborator yang tetap utuh selama kurang lebih enam tahun menjadi catatan tersendiri. Program berbasis collaborative governance tingkat lokal yang mampu eksis selama enam tahun merupakan pencapaian yang patut di apresiasi. Keterlibatan aktif komunitas masyarakat sebagai bagian dari program memberi nuansa yang lebih unik. Program MGC dianggap mampu merubah pola pikir masyarakat kota Makassar dalam mengelola lingkungan hidup. Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang dimaksud yakni penghijauan pemukiman dan pengelolaan sampah. Program MGC mampu mendorong kota Makassar memperoleh Sertifikat Adipura tahun 2010 dan Piala Adipura tahun Mengaitkan antara program MGC dengan penghargaan Adipura berdasar pada pernyataan Walikota Makassar. Walikota Makassar ( ), Ilham Arief Sirajuddin, mengatakan bahwa MGC terbukti turut andil atas penghargaan sertifikat Adipura 2010 yang diraih kota Makassar ( Program yang salah satunya mengantarkan Makassar meraih piala Adipura 2013 adalah program MGC ( Namun, terjadi dinamika tersendiri pada hasil program MGC di tingkat RW sebagai praktek pelaksanaan collaborative governance. Hasil pelaksanaan program di wilayah yang menjadi lokasi MGC terbagi menjadi dua bagian. Ada yang tergolong berhasil. Adapula yang tergolong kurang atau tidak 3

4 berhasil. Beberapa RW yang menjadi wilayah MGC mampu eksis secara berkelanjutan, begitupun sebaliknya. Terjadinya dua fenomena tersebut pada suatu program lingkungan hidup di kota Makassar menarik dikaji secara komparatif. Minimal beranjak dari penelitian ini dapat diketahui mengapa pada wilayah tertentu berhasil dengan baik (jangka pendek dan jangka panjang) dan pada beberapa wilayah kurang atau tidak berhasil dengan baik (jangka pendek dan jangka panjang). Cakupan hasil yang dimaksud dikaitkan dengan kondisi fisik dan non fisik lingkungan hidup kota Makassar selama program MGC diimpementasikan. Pelaksanaan dan hasil program MGC sebagai wujud collaborative governance penting diketahui ruang lingkupnya supaya pengetahuan terhadap kasus lebih komprehensif. Penelitian ini tidak fokus pada lingkup best practices atau worst practices secara parsial. Lebih pada studi komparasi antara yang baik dan buruk agar dapat diketahui semua hal yang terkait dengan hasil collaborative governance pada program MGC. Secara umum, pelaksanaan upaya penghijauan dan pengelolaan sampah dapat dilakukan karena governance melingkupi Pemerintah Kota Makasar, PT Unilever Indonesia, Media Fajar dan Yayasan Peduli Negeri serta FORKASIH dalam program MGC mampu berkolaborasi. Prinsip governance dalam sektor lingkungan hidup merupakan suatu keharusan karena upaya kerjasama dan hubungan sinergis mutlak ada di antara domain governance menurut Budiati (2012: 5). Desain kolaborasi public-private-society dalam tata kelola lingkungan merupakan salah satu penjabaran lanjutan dari konsep governance. Organisasi pemerintah dan non pemerintah sudah mulai mengedepankan apa yang disebut 4

5 tata kelola kolaboratif sektor lingkungan hidup (collaborative environmental governance). Pada dasarnya collaborative governance dalam program MGC bisa terwujud karena program lingkungan hidup Pemerintah Kota Makassar bersinergi dengan aksi corporate social responsibility (CSR) PT Unilever Indonesia dan Media Fajar. Juga bersinergi dengan gerakan peduli lingkungan Yayasan Peduli Negeri. Biddle (2011: 9) menyebutkan bahwasanya banyak peneliti telah menyarankan collaborative governance diantisipasi untuk membawa hasil lingkungan yang membaik. Ruang lingkup dari praktek collaborative governance dalam program MGC erat kaitannya dengan desentralisasi urusan lingkungan hidup. Program MGC sendiri tetap eksis karena adanya dukungan dari sistem desentralisasi lingkungan. Seiring dengan eksisnya program MGC, penting untuk diketahui bahwa berdasar hasil peninjauan pelaksanaan otonomi daerah lingkungan hidup oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2013), ada beberapa masalah yang masih dihadapi selama pelaksanaan desentralisasi lingkungan seperti: 1. Kebijakan atau peraturan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup (PPLH) daerah yang belum jelas, termasuk didalamnya visi dan misi kepala daerah yang kurang terhadap lingkungan. 2. Sarana dan prasarana atau infrastruktur daerah (kantor, laboratorium dan sebagainya) yang belum memasdai. 3. Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lingkungan hidup secara kualitas dan kuantitas yang belum memadai. 4. Pengalokasian anggaran yang sangat terbatas. 5

6 5. Iklim politik yang masih kurang berpihak kepada lingkungan. Kelima poin tersebut merupakan deskripsi umum problem pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia beberapa tahun terakhir. Ternyata banyak problematika yang belum terselesaikan di berbagai daerah. Bahkan masalah demi masalah terus bermunculan secara perlahan dan pasti. Meskipun gambaran umumnya demikian, pastinya tidak semua kabupaten atau kota memiliki semua masalah sebagaimana yang dijelaskan. Penjelasan masalah desentralisasi lingkungan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup bersifat universal di seluruh pemerintah daerah. Kalaupun mayoritas daerah mengalami persoalan sebagaimana yang disebutkan, tentu tingkatannya berbeda-beda antar pemerintah daerah. Ada pemerintah daerah yang mengalami semua persoalan yang diutarakan. Ada pemerintah daerah yang hanya mengalami beberapa saja. Adapula pemerintah daerah yang tidak mengalami satu masalah pun. Peluang bervariasinya tingkatan masalah dikarenakan setiap pemerintah daerah memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengelola urusan lingkungan hidup didaerahnya masing-masing. Keberpihakan Pemerintah Kota Makassar dalam mengelola lingkungan hidup dibuktikan dengan dieksiskannya program MGC dari 2008 sampai 2013 secara berkelanjutan. Selain itu, keseriusan pemerintah dalam membuat regulasi terkait lingkungan hidup dibuktikan pula dengan dibuatnya beberapa regulasi seperti Peraturan Walikota Makassar No. 37 / 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup dan 6

7 Peraturan Daerah Kota Makassar No. 4 / 2011 tentang Pengelolaan Sampah. Terkait regulasi, saat ini sedang dirampungkan Peraturan Daerah untuk merevisi Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang No. 25 /1997 tentang Penghijauan Dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang. Guna mendukung tata kelola lingkugan hidup kota Makassar, pada tahun 2009 dibentuk Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Makassar untuk membantu Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DPK) Kota Makassar. Kunci kesuksesan atau kegagalan upaya penghijauan pemukiman dan pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh kepiawaian pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas kewilayahan. Kemampuan daerah memperadakan program berbasis collaborative governance seperti MGC menjadi nilai tambah tersendiri. Pemerintah bukan lagi aktor tunggal pembangunan. Patut di apresiasi daerah yang tidak menjadikan pemerintahnya sebagai aktor tunggal dalam manajemen publik. Terutama sektor lingkugan lingkungan hidup yang memang sangat sulit diselesaikan tanpa pelibatan multipihak. Kondisi lingkungan yang memprihatinkan dari tahun ke tahun perlu ditanggulangi semaksimal mungkin. Aturan perundang-undangannya sangat jelas diatur dalam UU No. 32 / 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut menuntut keikutsertaan semua kalangan dalam pengendalian lingkungan. Beberapa asas yang ditekankan yakni partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah. Undang-undang ini mempertegas landasan yuridis pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. 7

8 Pembahasan terkait manajemen dan kebijakan publik sektor lingkungan hidup dengan mengaitkannya dengan collaborative governance dalam program MGC berarti muatan utamanya adalah interkorelasi Pemerintah Kota Makassar, PT Unilever Indonesia, Media Fajar, Yayasan Peduli Negeri dan juga FORKASIH. Tentunya ada hal pendukung dan penghambat yang turut mengiringi program atau kegiatan lingkungan yang melibatkan multi pihak. Dinamika yang baik dari pihak-pihak yang terlibat dalam tata kelola akan menjadi pemicu keberhasilan collaborative governance. Sebaliknya, dinamika yang buruk dari pihak-pihak yang terlibat akan menjadi pemicu kegagalan collaborative governance. Untuk menentukan baik atau buruknya suatu hubungan pemerintah, swasta dan masyarakat, dapat dikaji pada proses keterlibatan, motivasi dan kapasitas kolaborator selama program MGC dilaksanakan. Ketiganya merupakan bahan kajian yang menarik. Oleh Emerson, dkk (2011) menyebutnya sebagai dinamika collaborative governance. Collaborative governance sektor lingkungan terkadang masih diperbincangkan, antara substansi atau simbol (Rodrigue, Magnan dan Cho, 2012). Adapun praktek kolaborasi yang dilakukan oleh banyak pihak pada program MGC telah mengindikasikan adanya pengutamaan muatan substansi. Adanya sesuatu hal yang dihasilkan terhadap kolaborator dan kondisi lingkungan hidup menjadi alasan mendasarnya, meskipun belum merata berhasil di seluruh wilayah yang menjadi area pelaksanaan program. Collaborative governance yang dilakukan sudah cukup tepat untuk dijadikan sebagai bahan penelitian pada kasus kolaboratif dalam pembangunan berkelanjutan. Ini mengingat masih jarang daerah 8

9 yang mengelola lingkungannya dengan mengedepankan praktek collaborative governance. Dalam Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHD) 2012 dijelaskan peranan multipihak pihak terdiri dari dunia usaha, Badan Usaha Milik Nnegara (BUMN), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat hukum ada, media, perguruan tinggi dan masyarakat luas dalam mengelola lingkungan hidup. Sayangnya, laporan SLHD tersebut belum menjelaskan satu sub bab pun tentang sejauhmana eksistensi kerjasama yang dilakukan pihak-pihak tersebut. Sementara itu, penting untuk disadari bahwa aksi dalam penghijauan dan pengelolaan sampah dapat berimpak pada kualitas lingkungan hidup. Kolaborasi dalam pengelolaan lingkungan penting digalakkan mengingat situasi dan kondisi lingkungan hidup di kota Makassar masih memprihatinkan. Secara khusus SLHD Kota Makassar 2013 merilis bahwa : 1. Pencemaran air limbah akibat sampah domestik dari rumah tangga menunjukkan kecenderungan naik. Kanal, sungai dan laut mengalami pencemaran dari limbah industri. 2. Pencemaran udara terus terjadi yang disebabkan oleh emisi aktivitas industri, transportasi dan timbulan sampah dalam jumlah besar. Data SLHD Kota Makassar 2013 minimal mengingatkan kepada semua pihak untuk turut mengambil bagian. Oleh karena konteks sebab akibat masalah lingkungan bersumber dari berbagai kalangan maka pengendaliannya jangan diparsialkan. Bagaimanapun juga, masalah lingkungan sulit ditangani oleh satu pihak. Pengendalinya bukan hanya pemerintah melainkan juga pihak swasta dan masyarakat. Secara umum pemerintahan yang melibatkan pemerintah, swasta dan 9

10 masyarakat pada sektor lingkungan dikenal dengan konsep environmental governance (tata kelola lingkungan). Pergeseran paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi lingkungan dan dari environmental government ke environmental governance merupakan suatu hal yang bersifat transformatif sekaligus reformis. Dengan demikian, suatu keharusan atau kewajiban bagi pemerintah daerah bersama swasta dan masyarakat setempat untuk menunaikan amanat negara dengan maksimal. Perubahan teks mesti seiring dengan perubahan konteks. Wujud nyata dari environmental governance diperlukan dalam pembangunan berkelanjutan. Suatu collaborative governance sektor lingkungan hidup baik apabila semua pihak bisa bekerjasama tanpa konflik dan aksinya memunculkan perbaikan lingkungan hidup. Fenomena itulah yang mengemuka sehingga hal tersebut penting untuk dikaji lebih lanjut. Secara ringkas, pemilihan telaah pada program MGC di kota Makassar didasarkan pada beberapa alasan berikut : 1. Program MGC melibatkan pemerintah, perusahaan, media, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat. Sebuah wujud dari collaborative environmental governance. Interkorelasi antara pihak memunculkan fakta sosial yang menarik diteliti dan dikaji dalam sudut pandang manajemen dan kebijakan publik. 2. Program serupa juga dilaksanakan di beberapa kota besar meliputi Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Medan, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan, Manado dan Denpasar. Pelaksanaan di kota Makassar 10

11 memiliki karakteristik tersendiri sehingga penting untuk diketahui dengan pendekatan studi kasus. 3. Program MGC telah dijadikan program unggulan Pemerintah Kota Makassar sejak tahun 2008 dalam rangka menyelesaikan masalah lingkungan kota. Selama pelaksanaannya, ada dinamika collaborative governance yang menarik untuk dikaji. Dalam hal ini, secara khusus terkait isu-isu collaborative governance seperti komunikasi, komitmen dan kepemimpinan. 4. Program MGC menekankan upaya penghijauan dan kebersihan (pengelolaan sampah) kota Makassar. Sejak program dirintis, ada dampak yang dirasakan terhadap perbaikan lingkungan hidup. Khususnya penghijauaan dan pengelolaan sampah. 5. Program MGC di Makassar diklaim sebagai pelopor sekaligus percontohan praktek collaborative environmental governance di Indonesia bagian timur. Dalam konteks ini, ada fenomena yang menarik diketahui dan dikembangkan agar kelebihannya bisa dimaksimalkan dan kelemahannya bisa diminimalisir. Pada prinsipnya collaborative environmental governance sangat penting untuk diteliti sebagai bagian dari kepedulian terhadap instrumen kebijakan dan tata kelola lingkungan hidup daerah. Penelitian terhadap fenomena-fenomena sosial dari aspek collaborative governance yang terjadi dalam program MGC menarik dan tepat bila ditinjau dari disiplin ilmu administrasi negara atau manajemen dan kebijakan publik. Sebagaimana diketahui bahwa collaborative 11

12 governance merupakan instrumen kebijakan publik sekaligus desain manajemen publik. Baik atau buruknya collaborative environmental govenrnance akan menjadi catatan dalam pengelolaan lingkungan hidup masa kini dan masa akan datang. Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul Collaborative Governance Dalam Program Makassar Green and Clean (MGC) Secara spesifik peneliti mengkaji ruang lingkup dari kolaborasi dalam tata kelola lingkungan hidup (collaborative environmental governance). Peneliti fokus pada dinamika isu dan aksi para kolaborator. Kemudian diakaitkan dengan hasil dari aksi yang dilakukan terhadap perbaikan lingkungan hidup. Oleh karena kolaborasi terkait dengan sektor lingkungan hidup maka pembahasannya erat kaitannya dengan upaya penghijauan dan pengelolaan sampah. I.B. Pertanyaan Penelitian Secara umum, penelitian ini mengarah pada kajian environmental governance di era desentralisasi. Untuk selanjutnya penelitian fokus pada collaborative governance dengan studi kasus pada program MGC di kota Makassar. Setelah memahami kolaborasinya, selanjutnya ditelaah dampaknya terhadap lingkungan perkotaan. Beranjak dari hal tersebut, peneliti merangkum 2 pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana berlangsungnya collaborative governance dalam program Makassar Green and Clean (MGC) ? 12

13 2. Sejauhmana collaborative governance tersebut menghasilkan kondisi lingkungan perkotaan yang lebih baik? I.C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Baik dalam teori maupun praktek, collaborative governance sektor lingkungan merupakan suatu hal yang menarik sehingga peneliti mencoba mengkaji dalam satu penelitian dengan tujuan tertentu. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji dan mengembangkan studi manajemen dan kebijakan publik yang terkait dengan praktek kolaborasi. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui collaborative governance dalam program Makassar Green and Clean (MGC) Mengetahui sejauhmana collaborative governance tersebut memperbaiki kondisi lingkungan perkotaaan. Suatu penelitian diharapkan mempunyai manfaat bagi dunia akademisi dan praktisi. Oleh karena studi administrasi publik, manajemen publik dan kebijakan publik berbentuk ilmu terapan dan penelitian ini berbentuk kajian akademik maka kemanfaatan penelitian pada aspek teori dan praktek sudah menjadi keharusan. Bagaimanapun juga, hasil dari penelitan ini tetap berorientasi pada pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut manfaat yang diharapkan berdasar kategorinya: 1. Dalam aspek akademik, penelitian ini mengembangkan kerangka collaborative governance sektor lingkungan sehingga membantu para ilmuwan atau akademisi dalam mengkaji pola hubungan antara pemerintah 13

14 daerah, swasta dan masyarakat lokal dalam menyelesaikan masalah lingkungan. Juga memberi tambahan referensi ilmu pengetahuan dalam studi manajemen dan kebijakan publik atau administrasi publik serta ilmu pemerintahan. 2. Dalam aspek praktis, penelitian ini dapat membantu pemerintah daerah, swasta dan masyarakat lokal dalam memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi upaya pengendalian dan perlindungan lingkungan hidup. Juga dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman atau pertimbangan dalam pembuatan program hijau (green) dan bersih (clean) berbasis kota berkelanjutan di Indonesia. 14

BAB VII PENUTUP. masih pada tahap pengembangan format yang utuh menuju suatu collaborative

BAB VII PENUTUP. masih pada tahap pengembangan format yang utuh menuju suatu collaborative BAB VII PENUTUP VII.A. Kesimpulan Praktek collaborative govenrance yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar, PT Unilever Indonesia, Media Fajar, Yayasan Peduli Negeri dan juga Forum Kampung Bersih

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas

Lebih terperinci

Grafik 1. Area Bencana

Grafik 1. Area Bencana Untuk mendapatkan gambaran awal sejauh mana masyarakat Indonesia sadar akan isuisu lingkungan dan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam jangka panjang, pada penghujung tahun 2013, WWF-Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, terutama

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Adipura adalah sebuah penghargaan yang diperoleh oleh sebuah kota yang berhasil menjaga lingkungan perkotaannya bersih dan teduh, dengan menerapkan manajemen

Lebih terperinci

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dinamika dan perkembangan sistem pemerintahan mengalami perubahan yang sangat pesat sejalan dengan perubahan paradigma yang berkembang di masyarakat. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012) 4.1 Sasaran dan Arahan Tahapan Pencapaian. Bab empat (IV) ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman tahun 2012-2016 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Lamandau ada beberapa isu strategis yang krusial yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan pembangunan kota yang terus berkembang dan pertumbuhan populasi penduduk dengan berbagai aktifitasnya yang terus meningkat dengan pesat menyebabkan pemenuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD BLHD a. Visi Dalam rangka mewujudkan perlindungan di Sulawesi Selatan sebagaimana amanah Pasal 3 Ung-Ung RI Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1 1.1. Latar Belakang. Dalam kontek Program Pembangunan Sektor Sanitasi Indonesia (ISSDP), sanitasi didefinisikan sebagai tindakan memastikan pembuangan tinja, sullage dan limbah padat agar lingkungan rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di era modern seperti sekarang ini banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia berdampak tidak baik bagi lingkungan. Saat ini adalah dimana terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mengatur dan mengelola sumber daya produktif, serta melayani,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mengatur dan mengelola sumber daya produktif, serta melayani, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Surabaya yang merupakan Ibukota Jawa Timur dengan penduduk metropolisnya mencapai 3 juta jiwa menurut pemerintah kota Surabaya untuk dapat mengatur dan mengelola

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1.1. Permasalahan Umum Dalam mencapai peran yang diharapkan pada Visi dan Misi Kepala

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada

Lebih terperinci

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem .BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

Definisi Perubahan Iklim. Adaptasi perubahan iklim. Knowledge Management Forum 2017 Surabaya, April

Definisi Perubahan Iklim. Adaptasi perubahan iklim. Knowledge Management Forum 2017 Surabaya, April Knowledge Management Forum 2017, 25-27 April 2017 Definisi Perubahan Iklim AKSI ADAPTASI DAN MITIGASI BERBASIS MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKETAHANAN IKLIM Knowledge Management

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan arti keseimbangan antar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan investasi yang dilakukan pemerintah daerah dengan mengeluarkan kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kota Bogor 4.1.1 Pernyataan Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa berkarya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI (Studi Kasus: PT Coca Cola Bottling Indonesia Divisi Jawa Tengah, PT. Leo Agung Raya, PT Djarum Kudus, dan Sentra Industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Bab 1 1.1. Latar Belakang Penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan bertempat tinggal di kawasan padat dan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEBIJAKAN AMDAL

BAB 4 EVALUASI KEBIJAKAN AMDAL BAB 4 EVALUASI KEBIJAKAN AMDAL 4.1. METODOLOGI PENULISAN Metode yang digunakan adalah dengan menerapkan metode RIA yang berupa analisis deskriptif kualitatif yaitu melakukan wawancara mendalam dengan pihak

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa perjalanan yang peneliti lakukan di beberapa daerah di Indonesia, terutama sejak akhir 2004 hingga akhir 2008, telah banyak usaha-usaha dari berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA TAHUN LOGO2013 VISI Terciptanya Kondisi Lingkungan Masyarakat yang Sehat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009) ABSTRAK KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility PPMJ

Corporate Social Responsibility PPMJ Corporate Social Responsibility PPMJ Latar Belakang Rangkaian Tragedi Lingkungan dan Kemanusiaan : Minamata (Jepang), Bhopal (India), Chernobhyl (Uni soviet), Shell (Nigeria), Grasberg (Indonesia), Ok

Lebih terperinci

Makna yang terkandung dalam visi tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Makna yang terkandung dalam visi tersebut dijabarkan sebagai berikut: BAB 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Visi merupakan tujuan akhir yang akan dicapai oleh suatu organisasi untuk mencapai citacita yang diinginkan. Dalam konteks

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi SKPD

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi SKPD BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi SKPD Pada bagian identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi Bappeda Kabupaten

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online SISTEM KESEHATAN DAERAH : ISU DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN DI INDONESIA Oleh : Dona Budi Kharisma * Naskah diterima: 15 Februari 2018; disetujui: 23 Februari 2018 Saat ini, sektor kesehatan di Indonesia

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun daerah. Salah satu dampak dari reformasi tersebut adalah keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dampak globalisasi, kemajuan informasi teknologi dan keterbukaan pasar membuat perusahaan harus secara serius dan terbuka memperhatikan pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, perusahaan perusahaan multinasional saat ini semakin banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan kinerjanya demi persaingan global.

Lebih terperinci

Dana Alokasi Khusus Lingkungan Hidup: Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah POLICY BRIEF

Dana Alokasi Khusus Lingkungan Hidup: Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah POLICY BRIEF Dana Alokasi Khusus Lingkungan Hidup: Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah POLICY BRIEF Dana Alokasi Khusus Lingkungan Hidup: Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan di Era

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja pemerintah saat ini sering menjadi sorotan publik. Masyarakat yang merima pelayanan dari instansi pemerintah mulai mempertanyakan kinerja pemerintah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan asas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah kota/kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN KOTA SORONG PERIODE

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN KOTA SORONG PERIODE VISI DAN MISI PEMBANGUNAN KOTA SORONG PERIODE 2017-2022 Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Sorong Drs. Ec. Lamberthus Jitmau, MM & dr. Hj. Pahima Iskandar A. LATAR BELAKANG Kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak berupa tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan daerah di setiap negara, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

LEMBAR KESEPAKATAN MEMORANDUM PROGRAM SEKTOR SANITASI PEMERINTAH KOTA MAKASSAR

LEMBAR KESEPAKATAN MEMORANDUM PROGRAM SEKTOR SANITASI PEMERINTAH KOTA MAKASSAR 2.1.1 Lembar Kesepakatan Pemerintah Kab / Kota PEMERINTAH KOTA MAKASSAR Nomor : Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan pembagian kewenangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. satu sumber daya utama. Tiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. satu sumber daya utama. Tiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modernisasi dan globalisasi saat ini, kebutuhan informasi dan teknologi semakin meningkat sejalan dengan persaingan semakin ketat pada setiap sektor

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke IV. GAMBARAN UMUM A. Jurusan Ilmu Pemerintahan Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke governance pada dekade 90-an memberi andil dalam perubahan domain Ilmu Pemerintahan.

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 37 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu merealisasikan pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang lainnya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaksang Masalah Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab sebelumnya legitimasi legal formal peran serta masyarakat dalam

Lebih terperinci

Lampiran LEMBAR KESEPAKATAN PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) PEMERINTAH KABUPATEN PATI

Lampiran LEMBAR KESEPAKATAN PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) PEMERINTAH KABUPATEN PATI Lampiran 2.1.1 Lembar Kesepakatan Pemerintah Kabupaten Pati LEMBAR KESEPAKATAN PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) PEMERINTAH KABUPATEN PATI Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya perubahan paradigma sesuai dengan amanat undangundang otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran sehingga akan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Koordinasi Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi Jawa Barat Dinas Olahraga dan Pemuda

Lebih terperinci

kepentingan pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan terencana untuk mencapai tujuan khusus maupun

kepentingan pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan terencana untuk mencapai tujuan khusus maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai pelaku dunia usaha adalah salah satu dari pemangku kepentingan pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas lokal) yang berperan sebagai informal business unit, sektor swasta sebagai formal business unit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap lingkungan yang memunculkan tuntutan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap lingkungan yang memunculkan tuntutan tanggung jawab 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggungjawab sosial muncul dan berkembang sejalan dengan adanya interelasi antara pihak perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan dari berbagai dampak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) merupakan dokumen perencanaan yang bersifat jangka panjang sampai dengan tahun 2036. RUPM berfungsi untuk mensinergikan & mengoperasionalisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi politik yang bergulir sejak Tahun 1998 merupakan upaya untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu pemerintahan yang berkeadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan lingkungan strategis nasional maupun internasional yang dihadapi dewasa ini dan dimasa yang akan datang mensyaratkan perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergeraknya kegiatan bisnis yang dilakukan. Penunjang tersebut berguna

BAB I PENDAHULUAN. bergeraknya kegiatan bisnis yang dilakukan. Penunjang tersebut berguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berjalannya kegiatan usaha dari perusahaan di suatu negara akan melibatkan pihak-pihak atau lingkungan sekitarnya sebagai penunjang bergeraknya kegiatan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci