BAB II TINJAUAN TEORETIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORETIS"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Definisi kebijakan publik banyak dikemukakan oleh para ahli, antara lain yaitu dikemukakan oleh Friedrick (dalam Albab, 2007:14) yang menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Laswell dan Kaplan (dalam Albab, 2007:15) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah. Sejalan dengan Laswell dan Kaplan, Edwards dan Sharkansky (dalam Albab, 2007:15) juga mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik tersebut berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah. Selanjutnya dalam pandangan Eulau dan Prewitt (dalam Albab, 2007:18), kebijakan publik di dalamnya memuat beberapa istilah antara lain yaitu niat, tujuan, rencana atau usulan, program, keputusan atau pilihan dan pengaruh.

2 Niat (Intentions) adalah tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan. Tujuan (Goals) adalah keadaan akhir yang hendak dicapai. Rencana atau Usulan (Plans or Proposals) adalah cara yang ditetapkan untuk dapat mencapai tujuan. Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Keputusan atau Pilihan (Decisions or Choices) adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program. Sedangkan Pengaruh (Effects) adalah dampak dari program yang dapat diukur, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan dan bersifat primer atau sekunder. Beberapa pendapat dari para ahli tersebut dapat diambil suatu kesimpulan terkait dengan definisi kebijakan publik yaitu bahwa: Kebijakan publik didefinisikan sebagai apa saja yang diucapkan (says), apa saja yang dilakukan (does) dan apa saja yang tidak dilakukan (doesnot) oleh pemerintah dalam menyelesaikan suatu persoalan publik. Rumusan definisi tersebut dianggap cukup menjelaskan arti dari kebijakan publik yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan bahwa dalam menyelesaikan suatu masalah publik pada umumnya pemerintah mengambil langkah-langkah dalam bentuk ucapan (statement), tindakan (action) dan ketetapan untuk tidak bertindak (silent). Masing-masing langkah tersebut membawa dampak yang sama luasnya (Albab, 2007:19).

3 2. Tipologi Kebijakan Publik Menurut Agustino (2008:87-95) ada beberapa tipologi dalam kebijakan publik, antara lain yaitu: a. Kebijakan Substansial atau Kebijakan Prosedural Bentuk kebijakan dapat diklasifikasikan menjadi kebijakan substantif atau kebijakan prosedural. Kebijakan Substantif yaitu kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah dan pada dasarnya memberi tekanan pada subject matter dari apa yang dibutuhkan oleh warga. Sedangkan kebijakan prosedural yang jelas meliputi siapa yang akan melaksanakan atau bagaimana hal tersebut akan dilaksanakan. b. Kebijakan Liberal dan Kebijakan Konservatif Kebijakan Liberal adalah kebijakan yang mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan sosial mendasar yang diarahkan untuk memperbesar hak-hak persamaan (civil liberties and civil right). Kebijakan Konservatif lebih menekankan pada aturan sosial yang mereka anggap sudah baik dan mapan, jadi upaya untuk melakukan perubahan sosial tidak perlu dilakukan (mempertahankan status-quo). c. Kebijakan Distributif, Kebijakan Redistributif, Kebijakan Regulator dan Kebijakan Self-Regulatory

4 Kebijakan Distributif terdiri dari penyebaran pelayanan atau keuntungan pada sektor-sektor khusus, baik untuk individu, kelompok-kelompok kecil dan komunitas-komunitas tertentu. Kebijakan Redistributif termasuk usaha hati-hati yang dilakukan oleh pemerintah untuk memindahkan alokasi dana dari kekayaan pendapatan, pemilihan atau hak-hak diantara kelompokkelompok penduduk. Kebijakan Regulator adalah kebijakan tentang penggunaan pembatasan atau larangan perbuatan atau tindakan bagi orang atau kelompok orang. Kebijakan Self-Regulatory adalah peraturan kebijakan yang berupaya membatasi atau mengawasi beberapa kelompok yang biasanya dicari dan didukung oleh sekelompok aturan sebagai alat untuk melindungi atau menawarkan kepentingan mereka sendiri. d. Kebijakan Material dan Kebijakan Simbolis Kebijakan Material adalah kebijakan yang berupaya untuk menyediakan sumber penghasilan yang nyata atau kekuasaan yang sesungguhnya kepada orang-orang yang diuntungkan atau justru memberikan kerugian bagi yang terkena kerugian. Sedangkan Kebijakan Simbolis yaitu kebijakan yang memberikan keuntungan atau kerugian yang mempunyai dampak kecil pada manusia.

5 e. Kebijakan Kolektif dan Kebijakan Privat Kebijakan publik dapat juga dimasukkan dalam ketetapan yang merupakan barang kolektif (indivisible) atau barang privat (divisible). Yang disebut sebagai Kebijakan Kolektif yaitu kebijakan tentang penyediaan barang dan pelayanan bagi keperluan orang banyak (kolektif), sedangkan Kebijakan Privat adalah kebijakan yang dapat dibagi menjadi satuan-satuan dan dibiayai untuk pemakai tunggal dan dapat dipasarkan. 3. Model-model Formulasi Kebijakan Publik Menurut Dye (dalam Agustino, 2008: ) ada 9 (sembilan) model formulasi kebijakan, antara lain yaitu model sistem, model elite, model institusional, model kelompok, model proses, model rasional, model inkremental, model pilihan publik dan model teori permainan. a. Model Sistem Model ini menjelaskan bahwa suatu kebijakan tidak mungkin berwujud dalam ruang vakum tetapi ia menjadi suatu kebijakan karena interaksinya dengan lingkungan sekitar. b. Model Elite Model ini menyatakan bahwa proses formulasi kebijakan publik merupakan abstraksi dari keinginan elite yang berkuasa. Kebijakan yang dihasilkan dari model ini hampir dapat dipastikan

6 akan diwarnai oleh kepentingan elite-elite yang berkuasa dibandingkan dengan kebutuhan dan tuntutan publik. c. Model Institusional Model institusional atau disebut dengan model kelembagaan adalah model formulasi kebijakan yang ditugaskan secara sentral dari lembaga-lembaga pemerintahan secara otonom tanpa perlu melakukan interaksi dengan lingkungannya. d. Model Kelompok Model ini menjelaskan bahwa ada konflik kepentingan antar kelompok atau antar partai dalam suatu institusi atau pemerintahan dalam menetapkan kebijakan publik kemudian berusaha untuk menemukan kesetimbangan (titik kompromi) antara kepentingankepentingan yang sedang diperjuangkan oleh para kelompok/partai yang mempertahankan pengaruhnya. e. Model Proses Model ini mengemukakan bahwa dalam memformulasikan kebijakan ada standar-standar yang seharusnya dilakukan oleh para formulator kebijakan agar kebijakan yang dihasilkan minimal sesuai dengan apa yang hendak dicapai.

7 f. Model Rasional Prinsip dasar dari model formulasi kebijakan ini adalah bagaimana keputusan yang diambil oleh pemerintah harus sudah diperhitungkan rasionalitas cost and benefits-nya bagi warga masyarakat. g. Model Inkremental Model inkremental merupakan model formulasi kebijakan yang melanjutkan atau memodifikasi kebijakan-kebijakan yang tengah berlangsung ataupun kebijakan-kebijakan yang telah lalu. h. Model Pilihan Publik Model ini menyatakan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus kebijakan yang berbasis pada public choices (pilihan publik secara mayoritas). i. Model Teori Permainan (Game Theory) Prinsip dasar dari model ini adalah bahwa kebijakan publik berada dalam kondisi kompetisi yang sempurna, sehingga pengaturan strategi agar kebijakan yang ditawarkan kepada pengambil keputusan lain dapat diterima, khususnya oleh para penentang.

8 2.2 Implementasi Kebijakan 1. Definisi Implementasi Kebijakan Ada beberapa definisi terkait tentang implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya yaitu dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2008:139) yang mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai: Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. Menurut Van Metter dan dan Van Horn seperti yang dikutip oleh Agustino (2008:139), implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

9 2. Variabel Implementasi Kebijakan Ada beberapa variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan menurut Albab (2007:78-82) yaitu: a. Standar dan Sasaran Kebijakan Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh ada atau tidaknya standar dan sasaran kebijakan. Jika suatu kebijakan tidak memiliki standar dan sasaran maka kebijakan itu akan sulit diimplementasikan. Agar kebijakan itu dapat diimplementasikan dengan baik, maka standar dan sasaran kebijakan itu harus jelas dan terukur (dapat diukur). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan multiinterpretasi dan konflik diantara para agen implementasi (implementor). b. Sumber Daya (Resources) Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan baik perlu adanya dukungan sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human resources). Sumber daya manusia bisa berupa kompetensi implementor, sedangkan sumber daya non-manusia bisa berupa finansial. c. Komunikasi Agar implementasi kebijakan dapat berjalan dan berhasil dengan baik, maka para implementor kebijakan harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Untuk itu diperlukan adanya komunikasi dan sosialisasi secara baik dan benar kepada para implementor,

10 khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran kebijakan. Selanjutnya para implementor harus mensosialisasikan dan mengkomunikasikannya kepada kelompok sasaran (target group). d. Disposisi Disposisi adalah sifat kecenderungan yang dimiliki oleh implementor. Jika implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat mengimplementasikan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Sebaliknya, jika implementor memiliki disposisi yang tidak baik, maka dia tidak akan dapat mengimplementasikan kebijakan dengan baik. e. Karakteristik Implementor Menurut Metter dan Horn (dalam Albab, 2007:81), karakteristik implementor adalah karakteristik yang mencakup: 1) Karakteristik birokrasi implementor. 2) Norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi implementor. f. Lingkungan Kebijakan Struktur birokrasi yang pendek (simpel) lebih menjamin efektivitas kerja, lebih memudahkan pengawasan, serta menjadikan aktivitas birokrasi menjadi lebih fleksibel.

11 Sebaliknya, struktur birokrasi yang panjang (kompleks/rumit) kurang menjamin adanya efektivitas kerja, hal ini menyebabkan sulitnya dilakukan pengawasan dan birokrasi menjadi tidak fleksibel. g. Isi (Substansi) Kebijakan Menurut Grindle (dalam Albab, 2007:82), variabel isi kebijakan mencakup: 1) Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran (target group) termuat dalam isi kebijakan. 2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group. 3) Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. 4) Apakah letak sebuah program sudah tepat. 5) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya secara rinci. 6) Apakah sebuah program implementasi sudah didukung oleh sumber daya yang memadai. h. Lingkungan Implementasi Menurut Grindle (dalam Albab, 2007:82), variabel lingkungan implementasi mencakup: 1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.

12 2) Karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa. 3) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. 3. Model-model Implementasi Kebijakan Publik a. Model Van Metter dan Van Horn Model pendekatan Top - Down yang dirumuskan oleh Donald Van Metter dan Carl Van Horn yaitu disebut dengan A Model of The Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi. Ada 6 (enam) variabel menurut Van Metter dan Van Horn yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik yaitu: 1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika kebijakan tersebut realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan di level warga, maka sulit merealisasikan kebijakan publik hingga dapat dikatakan berhasil.

13 2) Sumber Daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan proses implementasi. Sumber daya lain yang perlu diperhitungkan yaitu sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Ketika SDM yang berkompeten dan capable telah tersedia sedangkan anggaran dana tidak tersedia, maka akan sulit untuk merealisasikan tujuan kebijakan publik. Begitu juga saat SDM giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi faktor ketidakberhasilan implementasi kebijakan. 3) Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.

14 Cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan juga perlu diperhitungkan ketika hendak menentukan agen pelaksana karena semakin luas cakupan implementasi kebijakannya maka semakin besar pula agen yang dilibatkan. 4) Sikap / Kecenderungan (Disposition) Pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana sangat mempengaruhi keberhasilan kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukan hasil dari formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang sedang mereka rasakan, tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan dari atas (topdown) yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak pernah mengetahui kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. 5) Komunikasi Antar organisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu

15 proses implementasi, maka sangat kecil kemungkinan akan terjadi kesalahan, begitu pula sebaliknya. 6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi faktor kegagalan kinerja implementasi kebijakan, karena itu upaya untuk mengimplementasikan suatu kebijakan harus memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. b. Model Mazmanian dan Sabatier Model implementasi kebijakan publik menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Mereka berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal dari keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel tersebut diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori besar yaitu: 1) Mudah atau Tidaknya Masalah yang akan Digarap a) Kesukaran-kesukaran Teknis Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis seperti kemampuan untuk

16 dapat mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Disamping itu, tingkat keberhasilan suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu. b) Keberagaman Perilaku yang Diatur Semakin beragam perilaku yang diatur maka semakin beragam pula pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit membuat peraturan yang tegas dan jelas. Jadi, semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pelaksana (administratur atau birokrat) di lapangan. c) Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah melalui implementasi kebijakan maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan akan lebih terbuka lagi peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan. d) Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki

17 Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan maka semakin sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya, ada sejumlah masalah yang lebih dapat dikendalikan apabila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidak terlalu besar. 2) Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat Para pembuat kebijakan dapat mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara yaitu: a) Kecermatan dan Kejelasan Penjenjangan Tujuan Resmi yang Akan Dicapai Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjukpetunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala prioritas kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan output kebijakan dari badan-badan pelaksana sejalan dengan petunjuk tersebut. b) Keterandalan Teori Kausalitas yang Diperlukan

18 Memuat teori kausalitas yang di dalamnya menjelaskan bagaimana tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan. c) Ketetapan Alokasi Sumber Dana Tersedianya dana pada tingkat tertentu agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal. d) Keterpaduan Hierarki di Lingkungan dan Diantara Lembagalembaga atau Instansi-instansi Pelaksana Yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hierarki badan-badan pelaksananya. e) Aturan-aturan Pembuat Keputusan dari Badan-badan Pelaksana Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang juga harus dapat mempengaruhi proses implementasi kebijakan dengan menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.

19 f) Kesepakatan Para Pejabat Terhadap Tujuan yang Termaktub dalam Undang-undang Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan karena top-down policy bukanlah perkara yang mudah untuk dapat diimplementasikan kepada para pejabat pelaksana di level lokal. g) Akses Formal Pihak-pihak Luar Peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor di luar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi yang dimaksudkan agar kontrol kepada para pejabat pelaksana yang ditunjuk,pemerintah pusat dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. 3) Variabel di Luar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi a) Kondisi Sosial - Ekonomi dan Teknologi Perbedaan waktu dan wilayah-wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang-undang. Untuk itu faktor

20 eksternal menjadi hal penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya implementasi kebijakan publik. b) Dukungan Publik Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk dapat mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Untuk itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik di lapangan. c) Sikap dan Sumber-sumber Kelompok Masyarakat Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil di tingkat masyarakat yang memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan kepada mereka. Ada semacam local genius (kearifan lokal) yang dimiliki oleh warga yang mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki oleh warga masyarakat setempat.

21 d) Kesepakatan dan Kemampuan Kepemimpinan Para Pejabat Pelaksana Kesepakatan para pejabat instansi merupakan suatu fungsi dari kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan pejabat-pejabat terasnya. Kemampuan berinteraksi antar lembaga atau individu di dalam lembaga untuk menyukseskan implementasi kebijakan menjadi indikasi penting dalam keberhasilan kinerja kebijakan publik. c. Model George Charles Edward III Edward III menamakan model implementasi kebijakan publik dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Ada 4 (empat) variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu: 1) Komunikasi Kebijakan yang dikomunikasikan harus tepat, akurat dan konsisten. Komunikasi atau disebut dengan pentransmisian informasi diperlukan agar para pembuat keputusan / implementor semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

22 2) Sumber Daya Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen yaitu: a) Staf b) Informasi c) Wewenang d) Fasilitas 3) Disposisi Disposisi yaitu sikap dari pelaksana kebijakan. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif maka para pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. 4) Struktur Birokrasi Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerja sama dari banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia maka sumber-sumber daya yang ada juga menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.

23 Ada 2 (dua) karakteristik menurut Edward III yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi / organisasi ke arah yang lebih baik yaitu dengan melakukan Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan bagi para pegawai atau pelaksana kebijakan/administratur/birokrat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pada tiap harinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai yang ada diantara beberapa unit kerja. d. Model Merilee S. Grindle Pendekatan implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Grindle dikenal dengan Implementation as a Political and Administrative Process. Menurut Grindle, keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhirnya (outcomes) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Pengukuran keberhasilan tersebut dapat dilihat dari 2 (dua) hal yaitu: 1) Prosesnya Apakah pelaksanaan kebijakan telah sesuai dengan yang ditentukan dengan merujuk pada aksi kebijakannya. 2) Pencapaian Tujuan Kebijakan

24 a) Impact atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok. b) Tingkat perubahan yang terjadi dan juga penerimaan kelompok sasaran. Selain itu, keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri yang terdiri atas Content of Policy dan Context of Policy. 1) Content of Policy, meliputi: a) Interest Affected Yaitu kepentingan yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan, karena implementasi kebijakan melibatkan banyak kepentingan dan sejauhmana kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasi kebijakan. b) Type of Benefits Yaitu dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan. c) Extent of Change Envision Yaitu seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi sehingga harus mempunyai skala yang jelas. d) Site of Decision Making Yaitu letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan.

25 e) Program Implementer Yaitu implementasi kebijakan atau program yang harus didukung oleh adanya pelaksana yang berkompeten dan capable. f) Resources Commited Yaitu sumber daya yang harus mendukung agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik. 2) Context of Policy, meliputi: a) Power, Interest and Strategy of Actor Involved Yaitu kekuasaan, kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. b) Institution an Regime Characteristic Yaitu karakteristik lembaga dan rezim yang sedang berkuasa sebagai lingkungan dimana implementasi kebijakan dijalankan. c) Compliance and Responsiveness Yaitu sejauhmana tingkat kepatuhan dan respon dari para pelaksana dalam menanggapi implementasi kebijakan yang dilakukan. Pendekatan Bottom-Up menurut Grindle yaitu memandang bahwa implementasi kebijakan tidak dirumuskan oleh lembaga yang tersentralisir dari pusat saja, namun berpangkal dari keputusan-

26 keputusan yang ditetapkan di level warga atau masyarakat yang merasakan sendiri persoalan / permasalahan yang mereka alami. Pada intinya, pendekatan Bottom-Up adalah model implementasi kebijakan dimana formulasi kebijakan berada di tingkat warga, sehingga mereka dapat lebih memahami dan mampu menganalisis kebijakan-kebijakan apa yang cocok dengan sumber daya yang tersedia di daerahnya dengan sistem sosio-kultur yang ada agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif dan dapat menunjang keberhasilan dalam implementasi kebijakan itu sendiri. 2.3 Corporate Social Responsibility (CSR) 1. Definisi CSR Solihin (2009:31) mengemukakan bahwa CSR adalah tanggung jawab suatu perusahaan atas dampak dari berbagai keputusan dan aktivitas mereka terhadap masyarakat dan lingkungan melalui suatu perilaku yang terbuka dan etis yang: a. Konsisten dengan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. b. Memperhatikan ekspektasi para pemangu kepentingan. c. Tunduk kepada hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma perilaku internasional. d. Diintegrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi.

27 Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan dalam memberikan kontribusi jangka panjang terhadap suatu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. (Sumber: diakses pada tanggal 6 Januari 2014) 2. Implementasi Program CSR Menurut Solihin (2009: ), dalam implementasi program CSR diperlukan beberapa kondisi yang akan menjamin terlaksananya implementasi program CSR dengan baik yaitu: a. Memperoleh Persetujuan dan Dukungan dari Para Pihak yang Terlibat Dimaksudkan agar pelaksanaan CSR didukung oleh sumber daya perusahaan yang meliputi sumber daya finansial maupun sumber daya manusia perusahaan. b. Pola Hubungan (Relationship) dari Pihak yang Terlibat Hal ini akan meningkatkan kualitas koordinasi pelaksanaan program CSR, karena tanpa adanya pola hubungan yang jelas di antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan CSR maka kemungkinan besar pelaksanaan program CSR tersebut tidak akan dapat berjalan secara optimal dan kemungkinan untuk berlanjut (sustainable) akan berkurang.

28 c. Adanya Pengelolaan Program yang Baik Pengelolaan program yang baik akan terwujud bila terdapat kejelasan tujuan program, durasi waktu pelaksanaan program, kesepakatan mengenai strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan program dan kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk memelihara kontinuitas pelaksanaan kegiatan bila program CSR sudah berakhir. 3. Manfaat Program CSR Wibisono (2007) menguraikan ada 10 (sepuluh) keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR), antara lain yaitu: a. Mempertahankan dan Mendongkrak Reputasi maupun Image Perusahaan Kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image/citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan. b. Layak Mendapatkan Sosial Licence to Operate Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan, ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan maka dengan sendirinya akan timbul rasa memiliki perusahaan, sehingga perusahaan dapat leluasa menjalankan roda bisnisnya di kawasan itu.

29 c. Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan suatu hal yang esensial demi kesuksesan usaha. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk merecovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program CSR. Oleh karena itu, pelaksanaan CSR perlu dilakukan sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders. d. Melebarkan Akses Sumber Daya Track records yang baik dalam pengelolaan CSR merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan untuk membantu melancarkan jalan menuju sumber daya yang diperlukan oleh perusahaan. e. Membentangkan Akses Menuju Market Investasi yang ditanamkan untuk program CSR dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar dalam memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. f. Mereduksi Biaya Banyak penghematan biaya yang dapat dilakukan melalui program CSR. Misalnya yaitu dengan mendaur ulang limbah pabrik

30 dalam proses produksi. Selain menghemat biaya produksi juga membantu agar limbah menjadi lebih aman bagi lingkungan. g. Memperbaiki Hubungan dengan Stakeholder Implementasi CSR akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust bagi stakeholders kepada perusahaan. h. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator Perusahaan yang melaksanakan CSR umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat. i. Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan Image / citra perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan tersebut, sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan. j. Peluang Mendapatkan Penghargaan

31 Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku CSR akan menambah peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan award. 4. Konsep Triple Bottom Line dalam Program CSR Elkington (1997) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat khususnya komunitas sekitar (people), serta lingkungan hidup (planet bumi). (Sumber: diakses pada tanggal 27 Maret 2014) Elkington mengemukakan suatu konsep 3P yaitu profit, people dan planet yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit (keuntungan ekonomis) sebuah korporasi juga harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Konsep ini biasa dikenal dengan konsep Triple Bottom Line dalam program CSR. Pada dasarnya konsep CSR mencakup segala sesuatu yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosial atas eksistensinya dalam kehidupan masyarakat dan terkait dengan usaha untuk mendapatkan keuntungan ekonomis.

32 Berdasarkan konteks tersebut, maka pelaksanaan program CSR merupakan pengimplementasian dari konsep triple bottom line demi tercapainya suatu tujuan pembangunan dan bisnis yang berkelanjutan. 2.4 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Dwi Kartini (2009) mengemukakan bahwa PKBL adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, dimana PKBL adalah istilah Corporate Social Responsibility (CSR) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di seluruh Indonesia. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi lebih tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Yang dimaksud dengan Usaha Kecil disini adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan yang telah diatur dalam peraturan pemerintah. Sedangkan Mitra Binaan adalah usaha kecil yang mendapatkan pinjaman dari program kemitraan. Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN dan pelaksanaannya dilaksanakan di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Dasar hukum PKBL adalah Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 5 Tahun 2007, bahwa setiap BUMN wajib untuk

33 membentuk suatu unit kerja khusus yang menangani langsung masalah pembinaan dan pemberdayaan masyarakat, dimana besaran alokasi PKBL tersebut bernilai 2% dari laba bersih. Pada umumnya isu-isu PKBL tersebut meliputi: 1. Program Kemitraan yang mayoritas dengan UMKM. 2. Program Bina Lingkungan yang terbagi dalam: a. Bantuan bencana alam b. Kesehatan masyarakat c. Pendidikan dan latihan masyarakat d. Keagamaan e. Pengembangan sarana umum f. Pelestarian alam 2.5 Landasan Hukum Terkait Tentang PKBL 1. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep- 236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 2. Surat Edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor SE- 433/MBU/2003 tanggal 16 September 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

34 3. Keputusan Direksi Nomor KD-51/PS150/COP-B /2006 tanggal 13 September 2006 tentang Organisasi Pusat Pengelolaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (Community Development Center). 4. Keputusan Direksi PT. Telkom Nomor KD-51/KU-200/PLK00/2003 tanggal 28 Agustus 2003 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. 5. Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 6. Keputusan Direksi Nomor KD-12/PS150/COP-B /2008 tanggal 05 Februari 2008 tentang Organisasi Pusat Pengelolaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (Community Development Center). 2.6 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya: 1. Dadang (2011) meneliti Pengaruh Implementasi Program Kemitraan PT Telkom Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Di Kota Bandung. Hasil penelitian pengujian hipotesis membuktikan bahwa implementasi program kemitraan PT Telkom yang terdiri dari empat sub variabel secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan usaha kecil di

35 wilayah Kota Bandung. Secara parsial, struktur birokrasi, sumber daya, disposisi dan komunikasi berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan mitra binaan di Kota Bandung. 2. Unang Dan Maulana (2012) meneliti KesejahteraanUMKM: Pendekatan Corporate Responsibility (SR)(Studi Kasus PTPN VII) hasil penelitian hasil pengujian hipotesis secara parsial, kesejahteraan UMKM hanya menunjukkan korelasi dan signifikansi yang bermakna dengan variabel CSR issue. Sedangkan variabel CSR goal dan Corporate Relation program tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Secara simultan, hasil uji regresi linear berganda menunjukkan variabel CSR goal, CSR issue dan Corporate Relation Program tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan UMKM. 2.7 Rerangka Pemikiran Teoretis Berdasarkan telah pustaka dan penelitian yang telah dipaparkan mengenai implementasi program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), maka dapat disusun kerangka pemikiran pemikran penelitian seperti yang disajikan dalam gambar berikut ini:

36 Peneliti mengembangkan teori atau membandingkan pola dengan teori lain Peneliti mencari pola (teori) Peneliti membentuk kategori Peneliti mengajukan pertanyaan Peneliti mengumpulkan informasi Sumber: Creswell (dalam Patilima, 2007:89) 2.8 Proposisi Penelitian Berdasarkan kajian teori yang relevan dengan permasalahan yang dibahas diatas, penelitian yang merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang hendak dianalisa sebagai berikut: Implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) usaha Sarung Tenun di Desa Wedani Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik oleh PT. Telkom Indonesia, Tbk Divre V Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan publik atau public policy merupakan salah satu bidang kajian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan publik atau public policy merupakan salah satu bidang kajian yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik Kebijakan publik atau public policy merupakan salah satu bidang kajian yang menjadi pokok perhatian administrasi negara. Bidang kajian ini amat penting bagi administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Penelitian Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian dalam dunia usaha hingga saat ini yaitu terkait tentang tanggung jawab sosial perusahaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang aparatur negara, tetapi juga terkait dengan governance yang menyentuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang aparatur negara, tetapi juga terkait dengan governance yang menyentuh 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Kebijakan Publik 2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan merupakan instrumen pemerintahan yang tidak hanya menyangkut tentang aparatur negara, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: a. Dye dalam Winarno (2012:20) mengatakankan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya menawarkan produk-produk kebijakan publik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini tidak hanya di dapat dari usaha dan tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga melainkan usaha dan tanggung

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN USAHA SARUNG TENUN OLEH PT. TELKOM INDONESIA, Tbk

IMPLEMENTASI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN USAHA SARUNG TENUN OLEH PT. TELKOM INDONESIA, Tbk IMPLEMENTASI PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN USAHA SARUNG TENUN OLEH PT. TELKOM INDONESIA, Tbk Ivan Rahman Wijaya ivanrahmanwijaya@yahoo.com Tri Yuniati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1. Pengertian CSR Definisi Corporate Social Responsibility yang biasanya disingkat CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari program corporate social responsibility

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Implementasi Kebijakan Publik 2.1. 1. Pengertian Implementasi Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam Solihin Abdul Wahab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. korporasi tidak hanya dituntut memiliki kepedulian pada isu-isu lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. korporasi tidak hanya dituntut memiliki kepedulian pada isu-isu lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri di Inggris (1760-1860), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan alam. Selain mengolah

BAB II LANDASAN TEORI. meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan alam. Selain mengolah BAB II LANDASAN TEORI II. Landasan Teori II.1. Pengertian Corporate Social Responsibility CSR merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan di dalam meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195) menjelaskan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195) menjelaskan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kebijakan Pengertian Implementasi Kebijakan Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195) menjelaskan bahwa: Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan suatu wacana yang sedang mengemuka di dunia bisnis atau perusahaan. Wacana CSR tersebut digunakan oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle Kuliah Ke-10 Model Implementasi Kebijakan : Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle 1 Model Implementasi Kebijakan Model van Horn dan van Metter Model Marlee S. Grindle Model Mazmanian dan Sabatier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan mempunyai tanggung jawab bukan hanya kepada pemegang saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga kepada lingkungan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis usaha di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk lebih berpikir ke depan guna menjalankan strategi yang terbaik

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya Oleh : Imronah*) Abstraksi Eugene Bardach dalam tulisannya mengatakan bahwa penulis yang lebih awal memberikan perhatian terhadap masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut Gray et al., (1995) teori kecenderungan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam berbagai bentuk pelayanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang direkomendasikan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tambang batubara. Keberadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi agenda penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi agenda penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi agenda penting dalam pembangunan nasional. Pembangunan merupakan suatu usaha yang terencana untuk menciptakan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. satu sumber daya utama. Tiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. satu sumber daya utama. Tiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modernisasi dan globalisasi saat ini, kebutuhan informasi dan teknologi semakin meningkat sejalan dengan persaingan semakin ketat pada setiap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi menjadikan masyarakat sebagai stakeholder semakin. kegiatan bisnisnya terhadap lingkungan dan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi menjadikan masyarakat sebagai stakeholder semakin. kegiatan bisnisnya terhadap lingkungan dan sekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan lingkungan bisnis yang sangat pesat akhir-akhir ini membuat banyak perubahan pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Meski bukan lagi menjadi isu baru, CSR dapat menjembatani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan beasiswa bagi pelajar atau pekerja yang berprestasi, disebabkan oleh aktifitas dari kegiatan produksi perusahaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan beasiswa bagi pelajar atau pekerja yang berprestasi, disebabkan oleh aktifitas dari kegiatan produksi perusahaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, perusahaan merupakan lembaga yang paling berpengaruh dan yang paling diharapkan bagi masyarakat luas seperti memberikan lapangan pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)).

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, menghadapi dampak globalisasi, kemajuan informasi teknologi, dan keterbukaan pasar, perusahaan harus secara serius dan terbuka memperhatikan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

Sri Yuliani FISIP UNS

Sri Yuliani FISIP UNS Sri Yuliani FISIP UNS Model Implementasi Implementasi kebijakan atau program pada dasarnya secara sengaja dilaksanakan untuk meraih kinerja yang tinggi, dimana selama proses itu berlangsung dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Setelah disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Setelah disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang memuat pasal tentang kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan, membuat isu Corporate Social

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya ini 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pelaksanaan program pembangunan infrastruktur pedesaan pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya ini diangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif yaitu pengumpulan dan penyajian datanya dituangkan dalam kata-kata dan

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif yaitu pengumpulan dan penyajian datanya dituangkan dalam kata-kata dan 72 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu pengumpulan dan penyajian datanya dituangkan dalam kata-kata dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi adalah sesuatu hal yang pasti. Perkembangan teknologi semakin lama semakin berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John Elkington (1997) yang

PENDAHULUAN. (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John Elkington (1997) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Satu terobosan besar perkembangan gema tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John Elkington (1997) yang terkenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) merupakan bagian penting dari strategi bisnis berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perekonomian negara dan masyarakat luas. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perekonomian negara dan masyarakat luas. Meskipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perusahaan merupakan salah satu pelaku ekonomi yang tentunya mempunyai peranan sangat penting terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN SKRIPSI PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN Mahasiswa Program Strata Satu (S-1) Jurusan Akuntansi Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mazmanian dan Sabsister dalam Siswadi (2012:24)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mazmanian dan Sabsister dalam Siswadi (2012:24) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Implementasi 1. Implementasi Menurut Mazmanian dan Sabsister dalam Siswadi (2012:24) implementasi merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

BAB V PE N U T U P A. Simpulan

BAB V PE N U T U P A. Simpulan BAB V PE N U T U P A. Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan berikut ini: 1. Kebijakan pembangunan sarana air bersih menunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Teori II.1.1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya (Novianty, 2011). Padahal di sisi lain perusahaan juga membawa

BAB I PENDAHULUAN. budaya (Novianty, 2011). Padahal di sisi lain perusahaan juga membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang menganggap bahwa perusahaan dapat meningkatkan kesejahterahaan masyarakat. Mulai dari menyediakan lapangan kerja, memproduksi barang yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk aktivitas tangggung jawab sosial perusahaan dengan cepat. 1

BAB I PENDAHULUAN. termasuk aktivitas tangggung jawab sosial perusahaan dengan cepat. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat dan informasi menjadi semakin mudah diakses. Dunia ekonomi semakin transparan. Era keterbukaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama kurun waktu 20-30 tahun terakhir ini, kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosial semakin meningkat. Banyak perusahaan besar

Lebih terperinci

: 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman praja mengenai. Konsep Rencana Strategis Daerah.

: 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman praja mengenai. Konsep Rencana Strategis Daerah. A. MENGENALI KONSEP RENCANA 2 STRATEGIS DAERAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : MENGENALI KONSEP RENCANA STRATEGIS DAERAH : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan bisnis tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Maraknya isu kedermawanan sosial perusahaan belakangan ini mengalami perkembangan yang sangat pesat sejalan dengan berkembangnya konsep tanggung jawab sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan telah menjadi isu perkembangan utama perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk menghalalkan segala cara untuk menekan biaya serendah-rendahnya dan meraih keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Signaling Theory Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana

Lebih terperinci

Pengantar. responsibility (CSR).

Pengantar. responsibility (CSR). Pengantar Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam suatu negara bukan merupakan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam suatu negara bukan merupakan tanggung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional dalam suatu negara bukan merupakan tanggung jawab pemerintah saja. Setiap warga negara mempunyai

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN STAKEHOLDERS

A. PENGERTIAN STAKEHOLDERS A. PENGERTIAN STAKEHOLDERS Stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Sangat banyak definisi mengenai apa yang disebut dengan kebijakan publik, pada setiap definisi memiliki penekanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya disebut CSR sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana CSR berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992

BAB I PENDAHULUAN. wacana CSR berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Saat ini persoalan lingkungan sudah menjadi persoalan yang menarik dan menjadi isu sentral bagi negara-negara di dunia. Semenjak tahun 1980-1990, wacana CSR

Lebih terperinci

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai BAB II KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik/Program Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai pengertian. Lasswell dan Kaplan (1970) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MALANG DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG. Niken Larasati

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MALANG DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG. Niken Larasati IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MALANG DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG Niken Larasati Abstrak Kemiskinan merupakan permasalahan yang penting untuk diatasi dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam menjalankan sebuah perusahaan tentunya akan dibatasi oleh beberapa hal, salah satunya ialah kebijakan dan etika bisnis yang berlaku. Kebijakan yang dimaksud ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu kegiatan sosial perusahaan, dari tahun ke tahun semakin menjadi perbincangan. CSR merupakan

Lebih terperinci

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA MUKADIMAH Profesional SDM Indonesia yang berada dibawah naungan Perhimpunan Manajemen Sumberdaya Manusia Indonesia (PMSM) menjunjung tinggi nilai-nilai yang diemban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa waktu dalam dasawarsa terakhir ini, konsep mengenai programprogram Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Kebijakan 2.1.1 Pengertian Implementasi kebijakan Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjaga eksistensinya, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan yang dihadapi dunia begitu cepat dan dinamis. Perkembangan ekonomi tentunya memberikan perubahan

Lebih terperinci

MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK Oleh Prof Dr Jamal Wiwoho. 6/22/

MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK Oleh Prof Dr Jamal Wiwoho. 6/22/ MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK Oleh Prof Dr Jamal Wiwoho 6/22/2012 www.jamalwiwoho.com 1 08122601681 Menurut Thomas R. Dye ada tujuh model dalam Kebijakan publik, yaitu : 1. Policy as a institutional activity,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan operasionalnya perusahaan dituntut bertindak secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan operasionalnya perusahaan dituntut bertindak secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan operasionalnya perusahaan dituntut bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan memiliki komitmen untuk berkontribusi dalam peningkatan ekonomi

Lebih terperinci

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2011/ 2012 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2011/ 2012 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2011/ 2012 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA MATA UJI : KEBIJAKAN PEMERINTAH JURUSAN/ CAWU : ILMU PEMERINTAHAN/ III HARI/ TANGGAL : SELASA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Sumber Daya Manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Sumber Daya Manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Sumber Daya Manusia Siagian (2008) menyatakan perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa depan.

Lebih terperinci