DRAFT NASKAH MASUKAN RUU KOTA OLEH RUJAK CENTER FOR URBAN STUDIES SEPTEMBER, 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DRAFT NASKAH MASUKAN RUU KOTA OLEH RUJAK CENTER FOR URBAN STUDIES SEPTEMBER, 2014"

Transkripsi

1 DRAFT NASKAH MASUKAN RUU KOTA OLEH RUJAK CENTER FOR URBAN STUDIES SEPTEMBER, 2014

2 Daftar Isi Pengantar Bab 1. Kota-Kota Indonesia Pertumbuhan Kota Ketimpangan Pembangunan Antar Kota Kota dan Lingkungan Kota dan Perubahan Iklim Kenyamanan Berkota Kemendesakan di Tiga Kota..15 Bab 2. Cita -Cita untuk Kota di Indonesia 2.1 Cita-cita menurut Rancangan Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) Cita Cita menurut MP3EI Cita-cita oleh Kota-Kota di Indonesia 22 Bab 3. Bagaimana Mewujudkan Cita-Cita Kota di Masa Depan Legislasi Baru Apakah Solusi? Transformasi Penutup..32 2

3 Pengantar Pada 2007, UNFPA menerbitkan laporan tentang penduduk dunia dengan tajuk Unleashing the Potential of Urban Growth. Dalam laporannya tersebut, UNFPA menyebutkan bahwa pada tahun 2008, untuk pertama kalinya dalam sejarah, lebih dari separuh penduduk dunia, sejumlah 3, 3 milyar orang, akan bertempat tinggal di kota. Pada 2030, diprediksi bahwa jumlah itu akan meningkat menjadi 5 milyar. Salah satu wilayah yang berkontribusi dalam peningkatan jumlah penduduk di wilayah kota adalah benua Afrika dan Asia, termasuk kota-kota di Indonesia. Urbanisasi, sebagai fenomena migrasi internal, telah terjadi di seluruh belahan dunia. Menurut data dari United Nations (2009), sejarah mencatat bahwa pada tahun 1800 hanya 3% penduduk dunia yang tinggal di perkotaan, namun angka tersebut meningkat pesat menjadi hampir 14% pada Tahun 1900 dan 30% pada Tahun Kota-kota di Indonesia juga mengalami peningkatan proses urbanisasi. Hasil proyeksi, pada tahun 2050, 85% penduduk Indonesia akan tinggal di kawasan perkotaan (KSPPN, 2013). Peningkatan jumlah penduduk di kota, atau kerap disebut sebagai urbanisasi disebabkan oleh beragam faktor, utamanya; migrasi desa- kota, petumbuhan alami penduduk dan reklasifikasi desa menjadi kota. Tekanan pada kota, melalui pertumbuhan penduduk, membawa banyak tantangan pada pengelolaan kota seperti peningkatan kebutuhan infrastruktur termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Kebutuhan atau desakan adanya layanan publik yang lebih baik diprediksi akan meningkat dikarenakan tren populasi kota yang semakin cerdas dengan meningkatnya populasi kelas menengah dan bertambahnya lulusan perguruan tinggi yang menetap di kota secara drastis mendekati angka 6 juta di tahun 2012 yang sebelumnya hanya 3,5 juta di tahun Tekanan di atas semakin bertambah dengan konteks peningkatan dampak perubahan iklim, terbukanya Pasar ASEAN mulai 2015, dan peningkatan jumlah penduduk muda yang berpotensi memberikan bonus demografi atau ancaman peningkatan angka pengangguran di masa depan. Kemiskinan kota turut menambah tekanan dengan meningkatnya jumlah atau luasan kawasan kumuh di kota sebagai wujud kegagalan pemerintah menyediakan perumahan rakyat yang terjangkau. Sejarah kehidupan kota perlu menjadi poin yang perlu diperhatikan dalam proses menjawab tantangan pengelolaan kota. Pembangunan sebagai respon atas kebutuhan infrastruktur seringkali menghapus bagian dari sejarah kota seperti keberadaan kampung, sungai-sungai, bangunan bersejarah dan juga keberadaan pasar tradisional yang tergeser oleh masifnya pembangunan mall dan tersebarnya mini market di penjuru kota. Bagaimana menjawab tantangan pengelolaan kota tanpa menghilangkan sejarah dan menurunkan kualitas lingkungan di kota? Pemerintah Nasional melalui Kementerian Dalam Negeri mendorong adanya RUU Kota sebagai upaya menjawab tantangan tersebut. 1 Cities after 2014: Do we need a law on city development, March 22,

4 Dalam proses-nya, Rujak Center for Urban Studies melibatkan diri untuk memberikan masukan terkait perumusan RUU Kota bekerjasama dengan mitra di tiga kota; Gerobak Hysteria (Semarang), Ayorek (Surabaya) dan Jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah Universitas Tanjung Pura (Pontianak). Perumusan masukan dilakukan melalui serangkaian lokakarya di tiga kota tersebut. Pihak yang terlibat dalam lokakarya adalah mereka yang memiliki perhatian atas kota atau bekerja di isu kota seperti akademisi, komunitas, NGO, dan Pemerintah Kota. Dalam lokakarya, terumuskan kemendesakan dan cita-cita masa depan ketiga kota. Tujuan dari naskah masukan RUU Kota ini adalah memberikan sudut pandang tentang kemendesakan dan cita-cita kota dan bagaimana mewujudkan cita-cita tersebut. 4

5 Bab 1. Kota-Kota Indonesia 1.1 Pertumbuhan Kota Pada 2007, UNFPA menerbitkan laporan tentang penduduk dunia dengan tajuk Unleashing the Potential of Urban Growth. Dalam laporannya tersebut, UNFPA menyebutkan bahwa pada tahun 2008, untuk pertama kalinya dalam sejarah, lebih dari separuh penduduk dunia, sejumlah 3,3 milyar orang, akan bertempat tinggal di kota. Faktanya, pada Tahun 2009, terdapat 47% dari penduduk dunia yang tinggal di perkotaan atau mencapai 3,42 milyar penduduk. Pada 2030, diprediksi bahwa jumlah itu akan meningkat menjadi 5 (lima) milyar dan akan meningkat menjadi 60% pada tahun 2050 atau sekitar 6.29 Milyar jiwa 2. Salah satu wilayah yang berkontribusi dalam peningkatan jumlah penduduk di wilayah kota di dunia adalah benua Afrika dan Asia, termasuk kota-kota di Indonesia 3. Urbanisasi, sebagai fenomena migrasi internal, telah terjadi di seluruh belahan dunia. Menurut data dari United Nations (2009), sejarah mencatat bahwa pada tahun 1800 hanya 3% penduduk dunia yang tinggal di perkotaan. Angka tersebut meningkat pesat menjadi hampir 14% pada Tahun 1900 dan 30% pada Tahun Komposisi penduduk perkotaan di Indonesia mencapai lebih dari 50%, dengan tingkat pertumbuhan penduduk 2,75% per-tahun yang melebihi rata-rata pertumbuhan penduduk nasional yaitu sebesar 1,17% pertahun (BPS, 2012) 4. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, penduduk perkotaan di Indonesia sudah mencapai 120 juta, hampir dari separuh jumlah penduduk Indonesia pada saat sensus berlangsung 5. Pertumbuhan tersebut melonjak sejak periode otonomi daerah pada tahun Pada tahun 1950, hanya terdapat empat kota otonom di Indonesia dan meningkat tajam menjadi 73 kota pada Tahun 1990 (KSPPN, 2013: hal 7). Angka tersebut menjadi berkali lipat berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri hingga Desember 2013 di mana terdapat 539 Daerah Otonom di Indonesia yang terdiri atas 34 provinsi, 412 kabupaten, dan 98 kota. Di masa depan, tingkat urbanisasi dan jumlah penduduk perkotaan diprediksi akan meningkat tajam mencapai 67,7% pada tahun 2025 dan mencapai 85% pada tahun 2050 (KSPPN hal 6). Jumlah kota besar dengan populasi lebih dari satu juta meningkat secara signifikan. Pada 1950, hanya Jakarta, kota yang memiliki lebih dari satu juta penduduk. Di tahun 2014, jumlah kota berpenduduk lebih dari satu juta telah meningkat menjadi 12 kota di mana enam di antara nya, termasuk Jakarta, adalah bagian dari kawasan 2 Rancangan kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN). Bappenas: Hal State of World Population 2007 : Unleashing the Potential of Urban Growth. UNFPA: Hal 1. 4 Rancangan kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN). Bappenas: 2013.hal. 6 5 The Need for a National Urban Development Policy in Indonesia. Jakarta Post, 20 September

6 Jabodetabek yaitu kota Tanggerang, Kota Tanggerang Selatan, Kota Bekasi, Depok, Bogor 6. Kota-kota tumbuh berkembang sebagian besar (67%) di Pulau Jawa dan Sumatera, sisanya tersebar 9% di Kalimantan, 11% di Sulawesi, 4% di Bali dan Nusa tenggara, 4% di Kepulauan Maluku, dan hanya 2% di Papua 7. Pulau Jawa adalah wilayah yang mengalami proses urbanisasi paling masif dengan hampir 70% penduduk tinggal di wilayah kota di Pulau Jawa. Bahkan, seperlima dari keseluruhan penduduk wilayah perkotaan di Indonesia, tinggal di wilayah Jabodetabek 8. Proporsi di Jawa dan luar Pulau Jawa (70% : 30%) tidak mengalami perubahan sejak tahun Pulau Jawa masih menjadi pusat aglomerasi penduduk perkotaan di Indonesia. Total penduduk perkotaan di Jawa terus meningkat dari 23 juta di tahun 1980 hingga hampir 63 juta di tahun Sementara penduduk perkotaan di luar pulau Jawa meningkat dari 10 juta di tahun 1985 menjadi hampir 29 juta di tahun Urbanisasi menurut (Firman, 2010) adalah transformasi aktivitas ekonomi pedesaan ke aktivitas industri. Urbanisasi dianggap sebagai salah satu perubahan sosialekonomi yang paling fenomenal di dunia. Dalam artian sempit, urbanisasi adalah fenomena demografis, didefinisikan sebagai tingkat perubahan ke arah kehidupan dengan karakteristik perkotaan pada suatu komunitas atau bangsa. Ada tiga ciri penentu urbanisasi, yaitu pertumbuhan penduduk alamiah, migrasi desa-kota, dan reklasifikasi desa menjadi kota 10. Untuk definisi perkotaan, Sensus Penduduk tahun 1980, 1990, dan 2000 serta SUPAS 2005 mendefinisikan suatu daerah menjadi perkotaan jika memenuhi tiga syarat berikut; (1) memiliki kepadatan penduduk 5000 jiwa atau lebih setiap kilometer persegi luas wilayah; (2) memiliki 25% atau kurang keluarga yang bekerja di sektor pertanian; dan (3) memiliki delapan atau lebih fasilitas perkotaan. Tingkat urbanisasi di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak 1920 hingga 2005, dengan perkembangan sebagai berikut: Tahun 1920 : tingkat urbanisasi 5,8%. Tahun 1945 : tingkat urbanisasi mencapai 10% Tahun : tingkat urbanisai mengalami peningkatan dari 22,3% menjadi 30,9%. Tahun 2000 : tingkat urbanisasi mencapai 42% 6 Ibid. 7 Rancangan kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN). Bappenas:2013. halaman 23 8 The Need for a National Urban Development Policy in Indonesia. Jakarta Post, 20 September State of Indonesian Cities: Hal.61. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Penataan Ruang 10 State of Indonesian cities Hal. 57. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Penataan Ruang 6

7 Tahun 2005 : tingkat urbanisasi mencapai 43,1% Dari ketiga ciri penentu urbanisasi, lebih dari sepertiga (35,2%) pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia pada periode disebabkan oleh pertumbuhan alami dan sisanya disebabkan proses migrasi dan reklasifikasi (64,8%). Faktor pertumbuhan penduduk juga masih dominan (37%) sebagai faktor urbanisasi pada periode di mana 63% lainnya disebabkan oleh migrasi dan reklasifikasi. Urbanisasi yang pesat memberikan dampak tidak hanya bagi kota dan kawasan perkotaan, namun juga bagi kawasan di sekitarnya. Dampak tersebut terlihat dari perubahan karakteristik desa menjadi karakteristik kota. Menurut World Bank, reklasifikasi dari desa ke kota merupakan faktor utama dalam pertumbuhan penduduk perkotaan pada tahun 1990-an, sekitar 30-35%. Transformasi kawasan di sekitar kota metropolitan agak berbeda antara kawasan metropolitan di sekitar Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk perkotaan di kota-kota pusat, termasuk Jakarta, mengalami perlambatan pertumbuhan, sedangkan pinggiran kota-kota besar, seperti Bogor- Tangerang-Bekasi-Depok justru mengalami pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi. Untuk kawasan Jabodetabek, jumlah penduduk Jakarta sebagai proporsi penduduk kawasan Jabodetabek mengalami penurunan dari 54,6% menjadi 47,92% selama periode dan menurun lebih jauh menjadi 33,16% pada tahun Bahkan, sepanjang , hampir 60% dari migrasi penduduk yang masuk ke Kabupaten Bogor dan Bekasi berasal dari Jakarta. Peningkatan arus migrasi dari Jakarta ke kota-kota di sekitarnya mempengaruhi angka pertumbuhan penduduk perkotaan di sebagian kota dan kabupaten sebagai berikut: 1. Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 2,18% 2. Kota Bogor mengalami pertumbuhan 7,18% 3. Kabupaten Bekasi mengalami pertumbuhan 4,54% 4. Kabupaten Tanggerang mengalami pertumbuhan 3,98%. Hal sebaliknya terjadi pada proses transformasi kawasan metropolitan di luar Jawa, sebagai berikut 11 : Perbandingan Kota dan kawasan Tahun 2000 Tahun 2005 Kota Medan terhadap kawasan Mebidangro 43,66% 48,63% Kota Denpasar terhadap Kawasan Sarbagita 32,07% 32,23% Kota Makassar terhadap Mamminasata 51,83% 51,92% 11 State of Indonesian cities Hal.57. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Penataan Ruang 7

8 Perkembangan spasial kawasan pinggiran kota di Pulau Jawa membentuk apa yang disebut oleh Tomy Firman sebagai sabuk penghubung kota-kota besar di mana perbedaan antara "pedesaan" dan "urban" semakin kabur dan bercirikan peningkatan pencampuran kegiatan ekonomi pedesaan, terutama pertanian, dengan aktivitas industri perkotaan. Sabuk tersebut mencakup Jakarta-Bandung-Cirebon-Semarang-Yogyakarta- Semarang dan Surabaya-Malang Ketimpangan Pembangunan Antar Kota Konsentrasi penduduk di suatu kawasan membawa peningkatan pendapatan kawasan. Jabodetabek memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu menyumbang 25% total GDP. Kota metropolitan lainnya seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan Makassar, semuanya menyumbang 15% dari GDP. Angka di atas menunjukkan belum optimalnya peran kota sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi regional. Rata-rata Tahun kota hanya mampu memberikan kontribusi ekonomi terhadap nasional sebesar 40% sedangkan jika dilihat proses urbanisasi dalam kurun waktu sebesar 2,12%. Kota metropolitan memberikan kontribusi paling besar rata-rata sebesar 27% ( ) dengan jumlah kota hanya 15% dari jumlah kota yang ada. Kota sedang (56% ) hanya mampu memberikan sumbangan ekonomi sebesar 7% dan terlihat juga mengalami penurunan dalam kurun waktu Kota kecil belum memberikan peran pertumbuhan yang baik, kontribusi terhadap perekonomian nasional masih di bawah 1% begitu juga kota besar masih berada di angka 5% 13. Terkait dengan PDRB, kota metropolitan mengalami peningkatan PDRB yang jauh lebih tinggi dibandingkan kota-kota lain. PDRB kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil tumbuh tidak proporsional. Persentase PDRB antara kota besar dan kota metropolitan pada tahun 2005 memiliki perbandingan 14:67 pada tahun 2010 sebesar 15:69. Antara kota sedang dan kota besar Tahun 2005 memiliki perbandingan 18:14 pada Tahun 2010 sebesar 16:15. Ketimpangan antar wilayah atau disparitas regional disebabkan oleh beragam faktor yang antara lain adalah : (i) faktor geografi, yang mempengaruhi perbedaan distribusi sumber daya alam, topografi, iklim, curah hujan, sumber daya mineral (ii) faktor sejarah (iii) faktor politik (iv) faktor kebijakan (v) faktor administratif (vi) faktor sosial dan (vii) faktor ekonomi. Faktor ekonomi sebagai salah satu penyebab ketimpangan wilayah disebabkan oleh antara lain : (i) konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah (ii) alokasi investasi (iii) tingkat mobilitas faktor produksi antar daerah (iv) perbedaan sumber daya alam (SDA) (v) 12 State of Indonesian Cities 2010: hal. 66. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Penataan Ruang 13 Rancangan kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN). Bappenas:2013. Hal. 34 8

9 perbedaan kondisi demografis antara wilayah dan (vi) kurang lancarnya perdagangan antar wilayah 14. Ketimpangan wilayah antar kawasan tersebut membawa dampak negatif khususnya bagi kota-kota besar dan metropolitan, maupun bagi kota-kota sedang dan kecil. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan metropolitan, antara lain: (i) eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam di sekitar kota-kota besar dan metropolitan, (ii) terjadinya konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan terbangun, (ii) menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan, menurunnya kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena permasalahan sosialekonomi, dan penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan. Salah satu wujud dari ketimpangan wilayah adalah ketimpangan dalam penyediaan sarana dan prasarana perkotaan, sebagai berikut 15 : 1. Ketimpangan dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi baik udara, laut maupun darat. Untuk transportasi udara, hingga 2010, 16 dari 29 bandara internasional (55%) terkonsentrasi di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Beberapa tahun terakhir, peningkatan kualitas sarana transportasi udara (bandara) sudah membaik dengan renovasi bandara seperti Bandara Hasanuddin Makassar, Bandara di Kota Labuan Bajo, dll. Untuk transportasi laut, prasarana dan sarana penyebrangan masih kurang jika dibandingkan dengan kebutuhan berdasarkan kondisi geografis (sebaran pulaupulau) dan jumlah pulau di Indonesia (sekitar pulau). Berdasarkan jumlah lintasan, saat ini baru ditetapkan sejumlah 172 lintas, tetapi yang baru beroperasi adalah 130 lintas. jumlah pelabuhan di Indonesia seluruhnya sudah mencapai 500 di mana hanya 111 yang komersil dan sebagian besar berpusat di kota-kota utama di pulau-pulau bagian barat Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara). Untuk ketersediaan sarana terminal yang menghubungkan jalur bis antar kota, terminal type A tersebar di kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatera. Begitupun dengan moda transportasi kereta api, hanya terbatas melayani kota-kota di Pulau Jawa, Madura dan Sumatera. 2. Ketimpangan infrastruktur. Terdapat kesenjangan khususnya antara kota di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa untuk infrastruktur air bersih, sanitasi, dan jaringan listrik. Kota-kota di Pulau Jawa memiliki infrastruktur yang paling lengkap dan paling banyak dibandingkan kota-kota di luar Pulau Jawa. salah satu contoh yang dianggap dominan adalah pembangunan jaringan jalan baik secara kuantitas maupun kualitas. Dari total , 83 km panjang jalan di Indonesia, 47% ( km) di antara nya berada di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. 14 State of Indonesian Cities, Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Penataan Ruang Halaman State of Indonesian Cities Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Penataan Ruang Halaman

10 Ketimpangan sarana dan prasarana dan pendapatan antar kota menjadikan rendahnya daya saing perkotaan dalam Lingkup Regional Wilayah. Menurut Bappenas dalam KSPPN, daya saing kota-kota besar dan metropolitan di Indonesia memiliki daya saing yang masih rendah. Kegiatan ekonomi masih terpusat di Kawasan Barat Indonesia menyebabkan lemahnya keterkaitan ekonomi antar wilayah barat dan timur Indonesia. Jika dibandingkan ketimpangan kota Indonesia bagian barat dengan kota Indonesia bagian timur maka sangat terjadi ketimpangan kegiatan ekonomi. Ketimpangan kegiatan ekonomi ini semakin meningkat dari 6 kali lipat di Tahun 2005 menjadi 7 kali lipat di Tahun Kota dan Lingkungan Tekanan pada kota, melalui pertumbuhan penduduk, membawa banyak tantangan pada pengelolaan kota seperti peningkatan kebutuhan infrastruktur termasuk penyediaan perumahan rakyat. Persoalan dalam pemenuhan perumahan rakyat tergambarkan dari meningkatnya angka backlog perumahan. Berdasarkan data BPS , angka backlog 2013 mencapai 13,6 juta unit hunian, sedangkan pasokan produksi rumah hanya unit per tahun (studi Bank Dunia). Dari tahun , Rumah Tangga tanpa keamanan bertempat tinggal terus meningkat mencapai 4,69 juta Rumah Tangga pada tahun Data menunjukkan belum adanya langkah efektif untuk menyelesaikan ketimpangan pemenuhan kebutuhan akan rumah yang layak 16. Meningkatnya angka backlog perumahan berimplikasi pada penambahan luas perumahan kumuh dari hektar pada 1996 menjadi hektar pada 2000 dan 54 ribu hektar di tahun Selain persoalan pertambahan kawasan kumuh di kota, pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan juga menambah persoalan baru. 1. Polusi udara dan kualitas udara. Ada lima kota besar di Indonesia (Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya) yang tergabung dalam Jaringan pemantau Kualitas Udara Ambien. Berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) selama kurun waktu , kelima kota di atas pernah mengalami hari tidak sehat atau bahkan lebih buruk. Artinya udara di lima kota tersebut tercemar 18. Peningkatan jumlah penduduk dan tingkat penggunaan kendaraan bermotor, selain menambah persoalan pencemaran udara, juga menimbulkan kemacetan kronis. 2. Limbah Padat dan berbahaya. Tingkat limbah di daerah perkotaan telah meningkat dalam rentang sebagian besar limbah padat di perkotaan berasal dari rumah tangga, industri pertanian, institusi, kantor pemerintah, dan swasta. Penanganan limbah belum terintegrasi dari hulu ke hilir. tingkat pengumpulan limbah 16 Pembangunan Perumahan Tantangan, Visi dan Arahan Program Pembangunan Nasional (Bappenas), 25 November Suryono Herlambang dalam Politik Ekonomi Perumahan Rakyat dan Utopia Jakarta Kota di Persimpangan Jalan : Pedoman Perancangan Strategi Pengendalian Emisi dari Sektor Transportasi Jalan di Kawasan Perkotaan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup,

11 padat di seluruh wilayah Indonesia masih rendah. Hanya sekitar 50% dari jumlah total kota besar yang memiliki tingkat pengumpulan sampah tinggi. selain itu, sekitar 90% limbah yang dihasilkan oleh kegiatan di kota dibuang atau ditempatkan secara ilegal tanpa pengamanan terhadap lingkungan. 3. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan UU Penataan Ruang No 26 tahun 2007, 30% wilayah di kota ditargetkan sebagai Ruang Terbuka Hijau. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung, luasan RTH teah berkurang dari 35% di awal tahun 1970 menjadi kurang dari 10% di tahun 2010; Jakarta (9,97%), Bandung (8,76%), Bogor (19,32 %), Surakarta (16%), Malang (4%), Makassar (3%), Mdan (8%), Jampi (4%), dan Palembang (5%). Di tahun 2014, luasan RTH di Surabaya meningkat menjadi 21%. Kota Surabaya bahkan menargetkan untuk meningkatkan luas RTH nya menjadi 35%. Untuk wilayah Jabodetabek, hanya Jakarta yang memiliki RTH di bawah 10%, dengan Kabupaten Bekasi memiliki luas RTH 16% 19, dan kota Tanggerang (11%) Kota dan Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah suatu proses berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia 21. Terkait dampak perubahan iklim pada wilayah perkotaan, curah hujan yang berlebihan dapat mengakibatkan banjir dan longsor. Namun sebaliknya, curah hujan yang terlalu sedikit mengakibatkan kekeringan dan penurunan ketersediaan air. Penurunan ketersediaan air akan mempengaruhi pasokan ketersediaan air untuk wilayah perkotaan dan pertanian. Resiko penurunan ketersediaan air yang sangat tinggi terdapat di wilayah Jawa-Bali, Sumatera, Nusatenggara dan Sulawesi Selatan. Sementara itu, resiko banjir sangat tinggi terdapat di daerah retensi, kota-kota di pinggir pantai, bantaran sungai dan daerah-daerah rendah di hilir sungai besar seperti kota-kota di pinggir sungai besar di Pulau Jawa, Sumatera bagian timur, Kalimantan Barat, Timur dan Selatan; timur Sulawesi dan Selatan Papua 22. Selain kekeringan dan banjir, dampak perubahan iklim yang nyata terhadap kota adalah kenaikan muka air laut. Wilayah resiko penggenangan wilayah pesisir antara lain adalah : di Pulau Sumatera (Riau, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Lampung). Pesisir Utara Pulau Jawa (DKI Jakarta, Tanggerang, Semarang dan Tanjung Muria), Nusatenggara (Pulau Lombok, pesisir Teluk Saleh di Pulau Sumbawa, Pantai Ende dan Larantuka di Pulau Flores), Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin dan Samarinda), Sulawesi Selatan, Kota Ambon dan Kota Jayapura dan Pulau Biak Soal Ruang Terbuka Bekasi Kagumi Surabaya, 24 November Tanggerang Targetkan 20% RTH, 9 September State of Indonesian Cities : Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Penataan Ruang Halaman RAN Adaptasi Perubahan Iklim, Bappenas. halaman Ibid. Hal

12 Pada 2009, SIDA menghasilkan Climate Change Vulnerability Mapping for Southeast Asia. Dari pemetaan tersebut teridentifikasi dari keseluruhan kota di Asia Tenggara, Jakarta adalah kota yang paling rentan terhadap bencana seperti banjir juga bahaya kebakaran. Hal ini disebabkan karena Jakarta merupakan kota terpadat di Asia Tenggara 24. Selain itu, pemetaan juga menghasilkan temuan 50 wilayah terentan terhadap perubahan iklim di Indonesia di mana hampir 60% kota-kota tersebut tersebar di Pulau Jawa, khususnya kota-kota dan kabupaten di Jawa Barat Kenyamanan Berkota Bersandar pada Survey Most Livable City Index 2011 menunjukkan bahwa kondisi kota kota besar di Indonesia berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Dalam press release dikatakan bahwa mayoritas kondisi kota-kota besar di Indonesia dinilai tidak nyaman oleh warganya. Berdasarkan survey yang dilakukan di 15 kota besar, diketahui bahwa nilai rata-rata (mean) indeks kenyamanan kota adalah 54,26. Indeks dengan persepsi tingkat kenyamanan tertinggi di Kota Yogyakarta (66,52) dan Kota Denpasar (63.63). Sedangkan dan persepsi kenyamanan warga yang paling rendah adalah Kota Medan (46,67) dan Kota Pontianak (46.92). Kota kota dengan indeks diatas rata rata adalah : Yogyakarta, Denpasar, Makassar, Menado, Surabaya dan Semarang. Sedangkan kota kota dengan indeks dibawah rata-rata adalah Banjarmasin, Batam, Jayapura, Bandung, Palembang, Palangkaraya, Jakarta, Pontianak dan Medan. Kota Jakarta, sebagai Ibukota negara dirasakan semakin tidak nyaman terutama dalam aspek tata kota, kualitas lingkungan dan transportasi yang buruk. Jika dilakukan perbandingan dengan data index MLCI pada tahun 2009, ada beberapa kota yang mengalami kenaikan yaitu : Yogyakarta, Makassar, Surabaya, Semarang, Banjarmasin dan Pontianak. Sedangkan kota Manado, Jayapura, Bandung, Palangkaraya, Jakarta dan Medan mengalami penurunan. Berdasarkan survey terhadap persepsi masyarakat yang telah dilakukan diketahui beberapa temuan yang cukup menarik, diantaranya adalah : Kota Paling Nyaman Kota dengan persepsi warga paling nyaman adalah Kota Yogyakarta dengan indeks 66,52%. Hampir pada semua kriteria, persepsi warga Kota Yogyakarta selalu diatas 30 %, kecuali untuk kriteria ketersediaan lapangan kerja (29%). Budaya masyarakat Kota Yogya yang lembut, sopan, ramah, penurut dan tidak banyak menuntut merupakan salah satu alasan tingginya persepsi kenyamanan warga terhadap kotanya selain tentu saja pencapaian pembangunan kota yang telah dilakukan pemerintah bersama dengan warga kota Yogya. Kota lainnya yang dianggap cukup nyaman oleh warganya adalah Kota Denpasar dengan indeks Sebagai kota pariwisata, Denpasar dirasakan cukup nyaman oleh warganya kecuali untuk variabel tingkat pencemaran lingkungan, dimana warga kota merasakan adanya pencemaran lingkungan yang cukup tinggi. 24 Climate Change Vulnerability Mapping for Southeast Asia: EEPSEA, Singapore. halaman Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), Bappenas, Jakarta 12

13 Kota Paling Tidak Nyaman Kota Medan dan Kota Pontianak memiliki persepsi kenyamanan warga yang rendah hampir pada semua kriteria. Kota Medan dipersepsikan warganya memiliki kondisi tata kota dan kualitas lingkungan yang buruk, kualitas pedestrian yang buruk, perlindungan bangunan bersejarah yang buruk dan tingginya tingkat kriminalitas kota. Nampaknya perkembangan Kota Medan yang cukup pesat tidak diimbangi dengan penataan kota yang baik dan perlindungan terhadap bangunan bersejarah di kota tersebut. Kota Pontianak dipersepsikan warganya memiliki tata kota yang buruk, biaya hidup yang tinggi, kesempatan kerja yang rendah, kualitas air bersih yang kurang. Dari aspek fisik dapat dilihat bahwa Kota Pontianak memiliki lahan gambut yang sangat luas, hal ini berdampak pada keterbatasan areal pengembangan kota, limitasi bagi pengembangan infrastruktur dan ketersediaan air bersih Kriteria Penataan Kota Untuk Kriteria Penataan Kota, Kota Palangkaraya memiliki angka prosentase tertinggi dipersepsikan oleh warganya memiliki penataan kota yang baik, yaitu sebanyak 60 %. Kota Palangkaraya meskipun masih jauh dari ukuran ideal, namun memiliki kondisi penataan kota yang cukup baik. Jaringan jalan yang lebar dengan pengaturan bangunan yang baik menjadikan struktur kota yang rapid dan teratur. Akomodasi ruang Kota Palangkaraya terhadap pertumbuhan penduduk dinilai masih memadai. Hal yang sebaliknya terjadi dengan Kota Bandung dan Kota Medan. Kota dengan persepsi terendah untuk aspek tata kota adalah Kota Bandung yaitu hanya 3 % dan Kota Medan yaitu 5%. Hal ini artinya bahwa hanya 3 % responden warga Kota Bandung dan 5% warga Kota Medan yang menganggap kualitas penataan kotanya baik, selebihnya % menganggap aspek penataan Kota Medan dan Kota Bandung adalah buruk. Angka 3 % ini merupakan angka terendah dari semua kriteria di semua kota, dan itu ada di Kota Bandung. Hal ini mengindikasikan bahwa warga Kota Bandung sangat tidak puas dengan kondisi penataan kota Bandung sekarang. Salah satu hal yang dapat dilihat secara kasat mata adalah indikasi komersialisasi kota yang bergerak terlalu jauh yang merampas ruang-ruang publik yang tentu hal ini dinilai tidak baik oleh masyarakat kota. Tentu saja indikasi ini harus menjadi perhatian bagi semua stakeholder pembangunan Kota Bandung, baik pihak pemerintah, swasta, akademisi, praktisi dan pihak masyarakat dan swasta untuk ikut mengawal kondisi Tata Kota Bandung menuju penataan kota yang lebih baik. Pada dasarnya, kepentingan umum seperti perasaan keteraturan, kenyamanan dan keamanan dapat terwujud dengan penataan yang terarah, teratur dan berkualitas. Sehingga dengan demikian kriteria penataan kota ini berdampak besar terhadap aspek kehidupan perkotaan lainnya Kriteria Ketersediaan Lapangan Kerja. Untuk kriteria ini warga Kota Palembang dan Kota Medan memiliki persepsi yang paling rendah, yaitu hanya 16% dan 17 %. Sedangkan Kota Batam dipersepsikan warganya sebagai kota dengan kesempatan lapangan kerja yang tinggi yaitu 75% Transportasi Publik Ketersediaan angkutan umum dipersepsikan cukup baik oleh warga kota, yaitu ratarata pada index 60.4%. Ketersediaan berbagai moda angkutan umum mulai dari bis 13

14 kota dan angkutan kota yang cukup banyak. Tetapi kualitas dari angkutan umum dirasakan rendah dengan index 38,67%, hal ini menunjukkan tingkat pelayanan dari angkutan umum tersebut masih rendah. Untuk itu diperlukan adanya pengembangan sistem angkutan umum masal di setiap kota, terutama untuk kota Medan, Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya Fasilitas untuk kaum Difabel Semua kota belum memberikan fasilitas yang memadai bagi penyandang cacat. Buruknya fasilitasi bagi penyandang cacat ini dapat diartikan pula bahwa semua kota belum memiliki fasilitasi yang baik bagi kaum manula dan ibu hamil, padahal mereka semua juga merupakan warga kota yang harus diperhatikan. Pada dasarnya kenyamanan hidup berkota adalah hak setiap warga kota, maka pemerintah kota sebagai pihak yang diberi mandat oleh warga harus berusaha untuk merencanakan, membangun dan mengendalikan kawasan perkotaan demi terciptanya lingkungan perkotaan yang nyaman untuk dihuni. Begitupun pihak warga harus paham, mengerti dan menjalankan kewajiban sebagai warga kota yang baik, tidak sekedar menjadi masyarakat kota saja tetapi benar-benar menjadi warga kota (citizen) yang turut mewujudkan kenyamanan kota. Indeks ini paling tidak memberikan Snapshot yang Simple dan Aktual mengenai persepsi warga kota menunjukkan bahwa kota-kota besar Indonesia saat ini masih jauh dari kondisi yang ideal sebagai kota yang nyaman. Kondisi ini akan semakin tidak nyaman apabila tidak ada tindakan berani, kreatif dan progresif dari para pemimpin kota, terutama walikota, untuk mengambil dan menerapkan kebijakan pembangunan kota yang berani. 14

15 1.6. Kemendesakan di Tiga Kota Di bawah ini adalah beberapa persoalan mendesak yang ditemukan di tiga kota : Transportasi Publik Kota Pontianak sangat miskin pelayanan transportasi publik. Jumlah angkutan kota (angkot) sangat tidak memadai, dan kondisinya tak terurus. Tidak semua jalan-jalan utama dilalui oleh trayek angkutan umum. Harga kendaraan bermotor roda dua yang sangat murah serta kemudahan dalam proses kepemilikan, membuat masyarakat Pontianak sangat mengandalkan kendaraan bermotor pribadi untuk melakukan pergerakan. Akibatnya, kemacetan terus mewarnai wajah kota ini, terlebih pada jam-jam tertentu. Pertumbuhan kendaraan bermotor di Kalbar khususnya sepeda motor teramat tinggi, mencapai angka 16.58%. Pertambahannya unit setiap tahun atau unit perbulan. Sedangkan untuk infrastruktur jalan, pada 2007, di Kalbar hanya memiliki jalan sepanjang ,816 km. [Borneo Tribun, 16 Juli 2011]. Jumlah kendaraan roda dua ini akan terus tak terbendung karena pemerintah seakan membiarkan masyarakat mencari solusi dan jalannya sendiri dalam memecahkan kebuntuan pada kebutuhan mobilitas. Untuk Surabaya, kemacetan telah menjadi keluhan utama warga Surabaya. Transportasi publik belum menjadi moda alternatif untuk mobilitas. Ketergantungan pada kendaraan pribadi juga tinggi Kesenjangan pembangunan wilayah Ada kesenjangan dalam pembangunan dan alokasi dana antara wilayah Utara dan Selatan Surabaya. Dana yang diberikan oleh pemerintah lebih banyak diberikan ke daerah Selatan, Pembangunan di daerah Selatan seringkali lebih mudah tercapai. Pembangunan di Utara seringkali tidak mencapai target. Padahal, ada banyak pemukiman kumuh di daerah Utara yang pengolahan limbahnya kurang bagus. Begitu juga dengan kota Pontianak, antara wilayah Timur dan Barat. Kecamatan Pontianak Utara dan Pontianak Timur yang berada di sisi lain Sungai Kapuas, cenderung lebih tertinggal dibanding kecamatan-kecamatan lain di sisi barat Sungai Kapuas. Jika ini terus dilakukan, maka kesenjangan akan meningkat, dan orang-orang akan berpindah dari utara ke daerah lainnya. Jika pemerintah menghadapi daerah bermasalah, justru perlu dicari cara untuk menghidupkan dan meregenerasi. Perlu dipertimbangkan juga sistem evaluasi yang mempertimbangkan kesenjangan ini, yang mungkin memerlukan jangka waktu lebih panjang Perlunya pendidikan tentang kota Banyak dari warga kota yang tidak mengenal kotanya sendiri. Apa yang terjadi di kota, ruang publik mana yang bisa digunakan, kegiatan publik apa yang bisa diikuti, bagaimana metaboliseme kota bekerja, asal produk untuk konsumsi kota, kemana dan bagaimana sampah produksi warga dikelola? dll. 15

16 Sistem pendidikan saat ini mengasingkan kita dari lingkungan sekitar. Misalnya ketika mahasiswa ditugaskan untuk bekerja dengan komunitas, tak jarang mereka membuat komunitas imajiner, karena tidak mengenal komunitas sekitarnya yang bisa diajak bekerjasama. Pendidikan penting diwujudkan, karena saat ini pendidikan formal semakin baku dan semakin fokus terhadap pekerjaan dan tujuan praktis. Sistem pendidikan saat ini tidak mendorong murid untuk mengenal kotanya malah, membuat murid menjadi asing dengan kotanya. Padahal banyak sekali fasilitas-fasilitas yang tersedia di kota (museum, planetarium, misalnya) yang bisa membantu warga kota menjajaki dunia apa yang bisa mereka lakukan untuk hidup mereka. Perlu ada pendidikan, baik formal maupun informal, mengenai sejarah kota, blusukan ke kota, yang mengajak murid/warga lebih mengenal kota dan lingkungan sekitarnya Bencana Terkait kerentanan terjadap bencana, kota Semarang dan Pontianak kerap mengalami banjir. Untuk Semarang, banjir rob didominasi karena penurunan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut. Untuk Pontianak, Kota ini sering tergenang saat intensitas hujan meningkat apalagi jika bersamaan dengan pasang air sungai. Wilayah genangan yang terdapat di Kota Pontianak sebagian besar merupakan genangan sesaat yang disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Selain karena curah hujan tinggi, banjir di kota Pontianak juga disebabkan oleh beberapa faktor berikut: (1). Minimnya daerah resapan (2). Banyaknya terjadi penyempitan saluran primer dan keberadaan jembatan di beberapa saluran primer. (3). Perilaku masayarakat yang masih membuang sampah ke Sungai (4). Banyaknya bangunan di sepanjang bantaran sungai dan di atas parit. (5). Kondisi permukaan wilayah kota berada pada permukaan yang rendah. (6). Perencanaan drainase relatif sulit dan lahan yang tergenang air akibat pasang bisa mencapai 47% Pencemaran Lingkungan Kota Pontianak rentan terhadap pencemaran udara (kabut asap) yang dihasilkan oleh kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang berlangsung pada tahun 2006 merupakan salah satu dampak kekeringan cukup parah yang melanda wilayah kota Pontianak dan sekitarnya. Kebakaran hutan menghasilkan asap tebal yang bertahan lama di atmosfer, dimana visibilitas akan berkurang bahkan hingga kurang dari 100 m. Selain itu, polusi asap juga sangat menggangu kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan, dan gangguan terhadap sektor perhubungan. Untuk kota Semarang, pencemaran udara (25 kasus) masih menempati urutan pertama persoalan disusul dengan pencemaran limbah cair (19). Persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah soal penertiban galian C. Berdasarkan data Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Energi dan Sumber Daya Mineral (PSDA dan ESDM) Kota Semarang, hingga saat ini terdapat 20 usaha pertambangan bukan logam dan mineral (galian C) di wilayahnya. Ironisnya, dari jumlah itu, 19 diantaranya 16

17 merupakan usaha pertambangan ilegal alias tidak berizin. Celakanya rata-rata daerah galian C itu berada di wilayah Semarang atas, misalnya Tembalang. Perkembangan terakhir tahun 2014 sudah tak ada izin lagi mengenai galian C namun aktivitasnya masih ada dan rasa-rasanya Pemerintah Kota Semarang tidak mengambil tindakan yang tegas. Ada lagi yang perlu diperhatikan yakni tentang pengembangan Daerah Aliran Sungai Kaligarang, pasca diresmikannya Waduk Jatibarang tentu akan merubah banyak kawasan tersebut. Mulai dari persoalan pertambahan penduduk yang bisa jadi akan mempengaruhi alih fungsi lahan, dan persoalan persoalan turunan lainnya Ruang Terbuka Hijau Meskipun saat ini Kota Pontianak masih terlihat cukup hijau, namun pada dasarnya pemenuhan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) hingga 30% untuk 20 tahun ke depan bukanlah hal yang mudah. Selain masalah ketersediaan lahan, kualitas RTH yang ada belum terlalu memadai untuk memenuhi berbagai fungsi RTH secara baik, seperti fungsi ekologi, estetika, sosial dan ekonomi. Selain itu, potensi menghijaukan kota melalui RTH privat kurang menjadi perhatian pemerintah. Sejauh ini kegiatan-kegiatan sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat untuk menghijaukan pekarangan rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggal, cenderung sangat kurang. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengadaan RTH pekarangan rumah juga masih sangat rendah Pelestarian Cagar Budaya Cagar budaya yang ada di kota Pontianak cukup banyak jumlah dan macamnya, baik dalam bentuk masa peninggalan dari masa prasejarah hingga masa kemerdekaan. Melihat banyaknya potensi cagar budaya yang ada, maka sesungguhnya Kota Pontianak mempunyai sumbangan yang besar dalam memperkaya khasanah budaya. Namun, Pemerintah Kota Pontianak belum secara maksimal memberdayakan dan melestarikan keberadaannya. Saat ini bangunan-bangunan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah semakin terdesak oleh bangunan baru yang lebih memiliki nilai ekonomis. Beberapa persoalan yang dihadapi saat ini di antaranya, tidak/belum ada peraturan yang mampu menegaskan apakah pengelolaan peninggalan tersebut dikelola oleh ahli waris atau oleh pemerintah, terbatasnya alokasi anggaran APBD untuk kegiatan pelestarian, serta kurangnya pengetahuan berbagai pihak mengenai pentingnya arti pelestarian Krisis Air Bersih Di dalam pemenuhan kebutuhan air bersih, mayoritas masyarakat Kota Pontianak memanfaatkan pelayanan air bersih dari PDAM. Selain PDAM, untuk mencukupi kekurangan air bersih, kebiasaan hidup masyarakat Kota Pontianak adalah memanfaatkan air hujan, terutama untuk memasak dan minum. Sedangkan untuk 17

18 kegiatan mandi dan mencuci, masyarakat memanfaatkan air permukaan seperti air kolam dan air sungai. Musim kemarau merupakan masalah bagi masyarakat Kota Pontianak untuk mendapatkan air bersih karena suplai air bersih dari PDAM akan dihentikan disebabkan intrusi air laut, sedangkan persediaan air bersih yang bersumber dari air hujan akan habis. Pemanfaatan air tanah juga kurang ekonomis karena air tanah di wilayah Kota Pontianak mengandung kadar besi/fe yang tinggi. Jalan yang ditempuh masyarakat adalah dengan memanfaatkan air permukaan berupa air kolam dan air sungai, yang tidak memenuhi syarat sebagai sumber air bersih Krisis Energi Listrik Pelayanan kebutuhan listrik di Kota-kota Indonesia, khususnya yang di luar Jawa masih sering tejadi. Begitu juga dengan kota Pontianak. PLN sering sekali memberlakukan pemadaman listrik secara bergilir. Dalam program jangka panjang, PLN Wilayah Kalbar sudah memiliki rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan bakar batu bara di beberapa sistem kelistrikan. Termasuk, upaya pengembangan jaringan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Berhembus pula wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang masih menimbulkan pro-kontra. Pada dasarnya, masalah krisis listrik Pontianak sebenarnya merupakan bagian dari masalah besar krisis energi di Kalimantan Barat bahkan di Pulau Kalimantan, akibat minimnya program-program dan realisasi pembangunan infrastruktur wilayah di pulau ini. Banyak investor yang mau berinvestasi di Kalimantan, seperti di sektor industri pengolahan, perhotelan, rumah sakit, dan perumahan, kemudian menarik diri karena mereka tidak sanggup menyediakan dana besar untuk biaya operasional akibat kesulitan mendapatkan pasokan listrik dari PT PLN (Persero) Tata Ruang Menghilangnya kampung dan budaya kampung yang terjepit antara pembangunan skala massif (mall, food court, dll) di Surabaya. Untuk Kota Semarang, tata ruang dianggap penting memperhatikan aspek zonasi, intensitas guna lahan, penataan visual kota (artistik), serta semakin menurunnya ketersediaan lahan pemakaman. 18

19 Bab 2. Cita -Cita untuk Kota di Indonesia 2.1. Cita-cita menurut Rancangan Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) Dalam pengantarnya, Rancangan Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN), Kota-kota Indonesia ke depan adalah kota- kota yang layak huni untuk tempat bermukim, kota yang hijau dan mampu mengantisipasi perubahan iklim dan bencana, serta kota yang berdaya saing berbasis teknologi komunikasi dan informasi (ICT), sesuai dengan karakter geografis, sosial, dan budaya Indonesia yang sangat beragam dari Sumatera hingga Papua. Selain itu, kota-kota Indonesia ke depan juga dimaksudkan sebagai sentra pertumbuhan ekonomi yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah kesenjangan antar kota wilayah Jawa dan luar Jawa, serta antara kawasan perkotaan dan perdesaan. KSPPN adalah sebuah dokumen perencanaan di tingkat nasional yang disusun oleh Bappenas dan memiliki kedudukan tertentu terhadap dokumen-dokumen perencanaan lainnya, baik dokumen perencanaan pembangunan, dokumen penataan ruang, maupun dokumen penganggaran yang telah disusun oleh Kementerian/Lembaga lain dan Pemerintah Daerah. KSPPN akan menjadi acuan pembangunan perkotaan di Indonesia untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun, mulai dari Tahun 2015 sampai dengan Tahun Dalam dokumen KSPPN disebutkan bahwa visi pembangunan perkotaan nasional adalah : Terwujudnya Kota Berkelanjutan Tahun 2050 yang hijau, layak huni dan berdaya saing untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dibangun berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi, dan budaya lokal. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan pemerataan pembangunan kota-kota sesuai peran dan fungsinya dalam sistem perkotaan nasional 2. Mengembangkan prasarana dan sarana dalam memenuhi Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) berdasarkan tipologi dan karakteristik kota 3. Membangun hunian kota yang layak, aman, dan nyaman, berbasis lingkungan, sosial, dan budaya yang beragam. 4. Membangun kegiatan perekonomian, pemerintah, dan masyarakat kota berdaya saing yang produktif, kreatif, dan inovatif, efisien, serta berbasis ICT. 5. Mengendalikan ruang dan kegiatan pembangunan kota, dengan menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan kota, serta responsif dan adaptif terhadap perubahan iklim dan bencana. 6. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan kota yang transparan, akuntabel,dan partisipatif Untuk terwujudnya visi dan misi, ada beberapa sasaran pembangunan perkotaan nasional yang mencakup : 19

20 1. Perwujudan sistem perkotaan nasional; salah satu tujuan utama dari sistem perkotaan nasional adalah menyeimbangkan pembangunan kawasan Timur Indonesia dengan kawasan barat Indonesia. 2. Pemenuhan pelayanan perkotaan dan perwujudan kota masa depan; asumsi yang diterapkan di sini adalah bahwa perwujudan kota masa depan dapat dipenuhi setelah kota-kota dan kawasan perkotaan mampu memenuhi Standar Pelayanan Perkotaan. Kota-kota yang telah memenuhi Standar Pelayanan Perkotaannya dapat melanjutkan ke perwujudan kota Hijau, Kota Layak Huni, Kota cerdas dan berdaya saing. Apabila kriteria-kriteria kota masa depan tersebut terpenuhi, maka kota tersebut menjadi kota Berkelanjutan. Dalam perencanaan disebutkan bahwa kota-kota diberikan kebebasan untuk menentuka target perwujudan kota masa depan mana yang terlebih dahulu dipenuhi. 3. Peningkatan tata kelola dan kelembagaan pemerintah. Tujuan yang dicitacitakan melalui butir ini adalah peningkatan tata kelola dan kelembagaan pemerintah yang lebih transparan, akuntabel dam partisipatif. Tata kelola pemerintah yang dicita-citakan adalah yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat; melibatkan sektor swasta dan masyarakat; kerjasama antar kota di itngkat regional, nasional maupun internasional. Perwujudan 3 (tiga) sasaran tersebut direncanakan dapat tercapai dalam kurun waktu 35 tahun, mulai dari Tahun 2015 sampai dengan Tahun

21 2.2. Cita Cita menurut MP3EI MP3EI adalah Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI adalah dokumen kerja yang berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Visi MP3EI adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu: 1) Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2) Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. 3) Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy. MP3EI memiliki target untuk menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD USD dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode , dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode menjadi 3,0 persen pada Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. Prinsip Kerja MP3EI MP3EI meyakini bahwa Indonesia membutuhkan percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan lebih dini. Perwujudan diupayakan melalui langkah-langkah percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk itu dibutuhkan perubahan pola pikir (mindset) yang didasari oleh semangat Not Business As Usual antara lain adalah : 1. Kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan Swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated) dengan skema di mana proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi akan semakin kecil. Dinamika ekonomi negara pada akhirnya akan tergantung pada dunia usaha yang mencakup BUMN, BUMD, dan swasta domestik dan asing. 21

22 2. Regulasi harus mampu mendorong partisipasi dunia usaha secara maksimal untuk membangun berbagai macam industri dan infrastruktur yang diperlukan. Menurutnya perlu diambil langkah-langkah strategis untuk merevisi dan merubah regulasi sehingga mendorong partisipasi maksimal dari dunia usaha. 3. Penyediaan infrastruktur melalui model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP) dengan terus mengembangkan metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan kegiatan produksi. Peran Pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah sekitar pusat pertumbuhan ekonomi. MP3EI menetapkan sejumlah program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi 8 fokus pengembangan strategi dan kebijakan, antara lain : (i) pertanian, (ii) pertambangan, (iii) energi, (iv) industri, (v) kelautan,(vi) pariwisata, dan (vii) telematika, serta (viii) pengembangan kawasan strategis. Terkait pengembangan kota, salah satu pendekatan yang akan diterapkan dalam memfasilitasi MP3EI adalah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang ditujukan untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia, salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) MP3EI Cita-cita oleh Kota-Kota di Indonesia Cita-cita akan kota masa depan yang terangkum dari lokakarya di tiga kota (Surabaya, Semarang dan Pontianak), adalah: Kota harus dilihat sebagai sebuah sistem, terutama dilihat dari sisi ekologi. Kota sebagai sebuah sistem juga harus dilihat tidak hanya sepenuhnya mekanistis, tetapi juga membuka ruang untuk spontanitas, yang dapat menciptakan dan mengisi ruang. Kota dicita-citakan menjadi satu ruang berbagi, yang tidak mengacu pada perhitungan take and give yang kaku. Kota merangkum kreativitas yang tidak melulu 22

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota Rujak Center for Urban Studies Pertumbuhan Penduduk Dunia Tahun 2008, : lebih dari separuh penduduk dunia (3,3 milyar orang), bertempat tinggal di kota Tahun 2009

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

MLCI tahun 2011: menghadapi tantangan dekade kedua abad 21

MLCI tahun 2011: menghadapi tantangan dekade kedua abad 21 Memasuk dekade kedua abad 21, kota-kota indonesia mengalami berbagai persoalan yang berujung pada menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Permasalahan lingkungan, sosial, kependudukan, infrastruktur,

Lebih terperinci

INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011

INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011 INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011 LIVABLE CITY Livable City merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Most Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni

Most Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni Most Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni Dani Muttaqin, ST* Kota, kota, kota. Pada umumnya orang akan setuju kota merupakan tempat dimana mereka dapat merealisasikan setiap mimpi. Kota

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

PENYUNTING : Ir. Bernardus Djonoputro Ir. Irwan Prasetyo, PhD Ir. Teti Armiati Argo, PhD Ir. Djoko Muljanto Dhani Muttaqin, ST

PENYUNTING : Ir. Bernardus Djonoputro Ir. Irwan Prasetyo, PhD Ir. Teti Armiati Argo, PhD Ir. Djoko Muljanto Dhani Muttaqin, ST PENYUNTING : Ir. Bernardus Djonoputro Ir. Irwan Prasetyo, PhD Ir. Teti Armiati Argo, PhD Ir. Djoko Muljanto Dhani Muttaqin, ST 1. PENGANTAR Perkembangan kawasan perkotaan di Indonesia yang terjadi dengan

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Outline

Lebih terperinci

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 20 MEI 2011 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah kemerdekaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1996, United Nations Centre for Human Programme (UNCHS/UN-HABITAT) untuk pertama kalinya mengembangkan Global Urban Indicator Program (GUIP). GUIP merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau daerah (Timmer, 2005). Kota layak huni merupakan kota dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. atau daerah (Timmer, 2005). Kota layak huni merupakan kota dengan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Livability didefinisikan sebagai kualitas hidup penghuni pada suatu kota atau daerah (Timmer, 2005). Kota layak huni merupakan kota dengan kondisi lingkungan dan suasana

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2 MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1 Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2 PENDAHULUAN Seiring dengan dikeluarkannya Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Gubernur terpilih pada masa jabatan. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi penyebab, sekaligus penanggung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode VISI, MISI dan AGENDA PRIORITAS Walikota dan Wakil Walikota Samarinda Periode 2016-2021 1 INDIKATOR MAKRO KOTA SAMARINDA TARGET TAHAP 3 RPJPD KOTA SAMARINDA 2005-2025 PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS KOTA

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perkembangan Kota Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN Tiar Pandapotan Purba 1), Topan Himawan 2), Ernamaiyanti 3), Nur Irfan Asyari 4) 1 2) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 Oleh : Menteri PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam acara Musyawarah

Lebih terperinci

Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan

Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan TA 2014 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. istilah urbanisasi. Urbanisasi merupakan salah satu isu kependudukan yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. istilah urbanisasi. Urbanisasi merupakan salah satu isu kependudukan yang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan kependudukan yang muncul di Indonesia yaitu terkait dengan perpindahan penduduk atau migrasi. Ada banyak jenis migrasi, salah satunya perpindahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci