LAPORAN BEDAH KASUS. NOMOR REGISTER PERKARA: 21/Pid.Sus/ 2012/PN-PBR ATAS NAMA TERDAKWA DRS. H. BURHANUDDIN HUSIN, MM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN BEDAH KASUS. NOMOR REGISTER PERKARA: 21/Pid.Sus/ 2012/PN-PBR ATAS NAMA TERDAKWA DRS. H. BURHANUDDIN HUSIN, MM"

Transkripsi

1 LAPORAN BEDAH KASUS Tindak Pidana Korupsi Perizinan Bidang Kehutanan Penilaian dan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan IUPHHK HT 12 Perusahaan Tanaman Industri tahun di Provinsi Riau NOMOR REGISTER PERKARA: 21/Pid.Sus/ 2012/PN-PBR ATAS NAMA TERDAKWA DRS. H. BURHANUDDIN HUSIN, MM

2 BAGIAN I PENDAHULUAN A. RESUME KASUS POSISI Drs. H Burhanuddin Husin MM divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru karena terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi kehutanan berupa pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk 12 perusahaan di bidang usaha hutan tanaman industri di Propinsi Riau, saat terpidana menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode Vonis majelis hakim berbeda jauh dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa 6 tahun penjara. Sidang perdana pada 11 Juni Sidang telah ditaja 20 kali: tiga kali bulan Juni ( ), tujuh kali di bulan Juli ( ), empat kali di bulan September ( ,24), empat kali dibulan Oktober (01-24). Total 45 saksi telah diperiksa majelis hakim: 11 saksi korporasi, 29 orang saksi pejabat pemerintahan, 4 ahli dari Penuntut Umum, dan 1 ahli dari terdakwa. 1 Jaksa Penuntut Umum mendakwa Burhanuddin Husin dengan dakwaan subsidiaritas. Dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Dakwaan subsider melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Meski mengajukan dua dakwaan, JPU menuntut terdakwa dengan dakwaan primer. Intinya Burhanuddin Husin telah melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara saat mensahkan RKT Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) untuk korporasi pemegang IUPHHK-HT di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. RKT syarat utama perusahaan dapat menebang hutan. Korporasi-korporasi yang memiliki IUPHHKHT di Kabuten Pelalawan dan Kabupaten Siak mengajukan surat permohonan penilaian dan pengesahan Usulan Rencana Kerja Tahunan (URKT) UPHHKHT kepada terdakwa sebagai dasar melakukan penebangan kayu hutan alam di areal IUPHHKHT dengan alasan guna penyiapan lahan atau land clearing yang isinya antara lain memuat rencana penebangan dan target produksi penebangan hutan alam. Tembusan juga diberikan pada Drs Edi Suriandi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan dan Amin Budiadi, Kepala Dinas Kehutanan Siak. 1 Lihat: Page 1 of 61

3 Edi Suriandi di Pelalawan dan Amin Budiadi di Siak lantas melakukan survei untuk mengetahui potensi tegakan kayu hutan alam di areal IUPHHKHT yang dimohonkan penilaian dan pengesahan RKT. Hasil survei berisi hutan alam di atas 5m3/ha lantas disampaikan pada terdakwa. Terdakwa menerima hasil survei itu memerintahkan Fadrizal Labay, Kasubdin Pengembangan Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi Riau, lantas Fadrizal Labay memerintahkan Frederik Suli untuk koordinasi dengan Purna Irwansyah MM. Purnama Irwansyah membuat nota dinas tentang penghitungan potensi tegakan kayu hutan alam pada areal yang dimohonkan penilaian dan pengesahan URKT UPHHKHT oleh korporasi. Isi Nota dinas menyimpulkan dalam blok RKT yang diusulkan terdapat potensi kayu hutan alam Terdakwa mengetahui IUPHHKHT yang diterbitkan Bupati Pelalawan H Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak Arwin As bertentangan dengan Kepmenhut. Terdakwa mengetahui URKT yang dimohonkan penilaian dan pengesahan tersebut berisi rencana penebangan kayu hutan alam yang memiliki potensi tegakan lebih dari 5m3/ha, yang seharusnya menurut Kepmenhut tidak boleh ditebang, tetap mengesahkah URKT-UPHHKHT yang diajukan oleh korporasi Setelah RKT terbit PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Selaras Abadi Utama, CV Alam Lestari, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Trio Mas FDI, PT Madukoro (Pelalawan), dan PT Seraya Sumber Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber and Forest Product (Siak) melakukan penebangan kayu hutan alam melebihi tegakan kayu lebih dari 5m3/ha. Penebangan hutan alam bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan; 1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; 2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi; 3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tanggal 8 Juni 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. 5. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2003 tanggal 5 Februari 2003 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman melalui Penawaran dalam Pelelangan. Akibat perbuatan perbuatan terdakwa mengesahkan rkt hutan alam tersebut telah memperkaya atau menguntungkan delapan korporasi di Pelalawan senilai total Rp , dan korporasi di Siak total Rp Perbuatan terdakwa juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara total Rp Page 2 of 61

4 B. LATAR BELAKANG BEDAH KASUS KORUPSI PERIZINAN KEHUTANAN a. Tujuan Bedah Kasus Pelaksanaan kegiatan bedah kasus tindak pidana korupsi ini merupakan bagian pengawasan publik terhadap kinerja hakim dan penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana korupsi. Disadari bahwa analisis dan evaluasi terhadap proses dan materi persidangan pada perkara tindak pidana korupsi dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam meningkatkan kinerja pengadilan. Namun, dalam kenyataannya, kesadaran untuk melakukan analisis dan mengevaluasi tersebut, khususnya di komunitas hukum, masih sangat rendah, yang salah satu penyebabnya adalah belum terbukanya akses secara luas terhadap materi persidangan. Oleh karena itu, untuk mendorong hakim dan penegak hukum agar dapat bekerja secara independen dan profesional, dibutuhkan keterlibatan aktif dari pemangku kepentingan seperti akademisi, praktisi hukum, lembaga swadaya masyarakat (yang memfokuskan diri di isu anti korupsi), dan lain-lain, untuk melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi, salah satunya adalah melakukan bedah kasus tindak pidana korupsi secara berkelanjutan. Melalui program pendanaan yang disalurkan oleh USAID/MSI, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan program pengawasan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan melakukan bedah kasus terhadap perkara tindak pidana korupsi dengan komposisi: 1. Ada 3 (tiga) perkara tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta; 2. Ada 1 (satu) perkara tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pekanbaru; dan 3. Ada 1 (satu) perkara tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Surabaya. Tujuan pelaksanaan bedah kasus ini adalah untuk meningkatkan kinerja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melalui penguatan pengawasan publik, pelibatan pemangku kepentingan secara luas, penyusunan analisis dan evaluasi terhadap materi dan proses persidangan tindak pidana korupsi, dan penyusunan rekomendasi kepada pihak yang berkepentingan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY). b. Justifikasi Pemilihan Kasus Justifikasi bisa juga titik perhatian kasus. Putusan majelis hakim yang memvonis terdakwa 2,6 dinilai jauh dari semangat dan upaya hakim memberantas korupsi. Putusan majelis hakim tidak memberi keadilan pada hutan yang telah dirusak perusahaan akibat izin yang diterbitkan terdakwa. Page 3 of 61

5 Dalam perkara tersebut tiga majelis hakim berbeda pendapat terkait apakah terdakwa melanggar dakwaan primer atau dakwaan subsider? Ketua majelis Hakim Isnurul Syamsul Arif dan hakim anggota Krosbin (keduanya hakim karir) memvonis terdakwa dengan dakwaan subsider. Hakim ad hoc Rakhman Silaen yang melakukan dissenting opinion sebaliknya, terdakwa terbukti dalam dakwaan primer dan sejalan dengan tuntutan Jaksa Penuntu Umum. Pilihan hakim pada dakwaan subsider dalam pertimbangannya terlihat membingungkan, inkonsiten dan tidak mengikuti yurisprudensi dalam perkara korupsi kehutanan di Riau, padahal yurisprudensi salah satu sumber hukum Indonesia. Yang terlihat, hakim hanya berpikiran terdakwa harus dihukum, meskipun hukumannya ringan. Namun, pilihan majelis hakim tidak luput dari dasar dakwaan jaksa penuntut umum dengan bentuk dakwaan subsider. Selanjutnya, ada persoalan mendasar beschiking yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. C. METODOLOGI EKSAMINASI a. Fokus Eksaminasi Bedah kasus ini titik fokus pada 3 (tiga) aspek, modus tindak pidana korupsi, analisis hukum terhadap berkas perkara, dan analisis hukum terhadap rekaman persidangan. Modus Tindak Pidana Korupsi Perizinan Kehutanan Modus utama terlihat dari peran terdakwa dan perusahaan. Sejak awal perusahaan menyadari bahwa izin yang mereka ajukan berupa URKT berada di areal hutan alam, bukan di atas areal hutan tanaman. Setelah URKT masuk ke Dinas Kehutanan, terdakwa meminta staf melakukan telaah dan survey. Hasil temuan staf menemukan URKT berada di hutan alam yang bertentangan dengan beschiking Menteri Kehutanan. Meski mengetahui URKT di atas hutan alam, terdakwa dengan sengaja tetap memberikan pengesahan berupa tandatangan RKT. Selanjutnya perusahaan menebang kayu dari hutan alam. Dari modus tersebut, peran aktor memperlihatkan ada unsur kesengajaan berupa tidak mematuhi beschiking Kementerian Kehutanan. Analisa Hukum atas Berkas Perkara Berkas perkara berupa putusan, dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum menjadi kajian utama dalam melakukan analisi dan eksaminer. Analisis mendalam dibedah oleh Examiner. Eksaminer sesuai dengan keahlian di bidangnya masing-masing membedah lebih dalam dengan menggunakan pendekatan teoretis dan praktis atau istilah lainnya menggunakan pendekatan filosopis, yuridis, sosilogis dan responsive. Intinya analisis berkars perkara, akan menemukan serangkain kejanggalan dalam putusan majelis hakim. Analisa atas Temuan Rekaman Video Page 4 of 61

6 Rekaman Video sidang menjadi bahan berikutnya untuk menilai dan menelaah lebih dalam proses selama persidangan berlangsung. Terdakwa, Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim dan Pengunjung menjadi bahan analisa termasuk pertanyaan yang diajukan majelis hakim terhadap terdakwa. Sisi ini hendak melihat kejanggalan selama proses persidanangan berlangsung. b. Pendekatan Analisa Untuk melakukan analisis terhadap hal-hal yang dijelaskan dalam focus pelaksanaan bedah kasus di atas, MaPPI menggunakan 3 (tiga) pendekatan sebagai pisau analisis dalam kegiatan bedah kasus ini, yaitu pendekatan hukum pidana materiil, pendekatan hukum pidana formil (hukum acara pidana), dan pendekatan teknis dan perilaku. 1) Penerapan Hukum Pidana Formil Hukum Pidana Materiil digunakan untuk melakukan analisis terhadap materi persidangan yaitu untuk melihat bagaimana asas-asas hukum pidana diterapkan oleh penegak hukum dalam perkara tindak pidana korupsi. Adapun yang dijadikan acuan adalah teori-teori yang berkembang dalam hukum pidana maupun pengaturan hal tersebut dalam peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK), Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan sebagainya. 2) Penerapan Hukum Pidana Materil Hukum Pidana Formil digunakan untuk melakukan analisis terhadap penerapan hukum pidana materiil oleh penegak hukum. Dalam istilah yang lebih sederhana, hukum pidana formil mengatur bagaimana proses acara pidana dijalankan oleh penegak hukum, yang dalam hal ini coba dibatasi pada tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Yang dijadikan acuan dalam menggunakan pendekatan ini adalah teori-teori yang berkembang dalam hukum acara pidana dan memadukannya dengan berbagai pengaturan hukum acara pidana di peraturan perundang undangan seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK), dan UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 3) Perilaku Jaksa, Hakim, Advokat, Terdakwa dan Para Pihak dalam Persidangan, dst Pendekatan Teknis akan difokuskan pada bagaimana seharusnya Penuntut Umum, Majelis Hakim, dan Advokat/Penasehat Hukum bertindak dalam hubungannya dengan pencarian kebenaran materiil dalam persidangan tindak pidana korupsi, misalnya pengajuan pertanyaan kepada Terdakwa/ Saksi/Ahli, pengajuan alat bukti dan barang bukti dalam persidangan, dan sebagainya. Mengenai pendekatan perilaku, analisis akan difokuskan bagaimana Penuntut Umum, Majelis Hakim, dan Advokat menjalankan kode etik di masing-masing institusi ketika menjalankan perannya dalam suatu persidangan tindak pidana korupsi. Pendekatan perilaku ini tentu tidak dapat dilepaskan dengan kedua pendekatan di atas (hukum pidana materiil dan hukum pidana formil/hukum acara pidana) mengingat ketiga pendekatan ini bersinggungan satu sama lain. Melalui analisis dengan menggunakan Page 5 of 61

7 pendekatan perilaku ini, akan diperoleh suatu rekomendasi terhadap pelaksanaan kode etik dan pedoman perilaku sehingga Penuntut Umum, Majelis Hakim, dan Advokat dapat meningkatkan kualitas ketika menangani perkara tindak pidana korupsi. c. Pembentukan Panel Bedah Kasus Analis mengajukan nama-nama menjadi examiner yang telah disetujui oleh MaPPI, USAID/MSI, dan KPK untuk melakukan pembahasan terhadap 3 (tiga) isu di atas, yang terdiri dari: 1. Dr Saifuddin Syukur, SH, MCL Dr Saifuddin Syukur, SH, MCL, dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Riau juga Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Produk Hukum Daerah Universitas Islam Riau. Doktor (Ph.D) yang beliau raih di Fakulty of Law, University of New Delhi tahun 2005 pada bedah kasus ini membedah dari sisi beschiking Kemenhut yang saling berbenturan untuk pemanfaatan hutan alam, satu sisi hutan alam dilarang untuk untuk izin hutan tanaman, sisi lain hutan tanaman berada di atas hutan alam. secara normative dan praktek mengkaji beschiking kemenhut dari aspek hukum administrasi Negara. 2. Suryadi, SH Suryadi SH, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, pada bedah kasus ini membedah terkait kelemahan dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum serta putusan majelis hakim yang ditelisik dari sisi aturan normative dan hukum progresif yang melihat sisi Filosofis, yuridis dan sosiologis 3. Muslim, SP Muslim, Koordinator Jikalahari. Dalam bedah kasus ini Muslim menelisik fakta lapangan perusakan hutan serta penghitungan kerugian Negara dengan pendekatan ekologisekonomis. d. Diskusi Panel Eksaminasi dan Focus Group Discussion Pembahasan terhadap materi kasus dilakukan antara Analis, Senior Analis, Examiner, dan Narasumber dalam 3 (tiga) diskusi terarah/focus Group Discussion (FGD), yang terbagi atas: 1. FGD I Ditaja pada 12 April 2013 di Hotel Amaris. Dalam FGD I, examiner menyampaikan pandangan dan analisis awal terhadap materi persidangan yang telah disampaikan dalam bentuk berkas perkara dan rekaman persidangan. Examiner mempresentasikan analisis mereka untuk selanjutnya didiskusikan dengan peserta FGD. Terakhir, Analis memfasilitasi examiner untuk membagi tugas di antara mereka, menentukan jadwal pelaksanaan FGD II, dan mengingatkan output yang harus dihasilkan di akhir FGD III yaitu berupa anotasi hukum dan analisis rekaman persidangan bagi masing-masing examiner dan laporan bedah kasus dan matriks bedah kasus yang harus dihasilkan sebagai satu tim. 2. FGD II Ditaja pada 29 April 2013 di Hotel Amaris Pekanbaru. Pada FGD II, Examiner kembali mempresentasikan pandangan dan analisis mereka terhadap kasus yang sedang dibedah. Selanjutnya, analisis examiner ditanggapi oleh beberapa narasumber yang Page 6 of 61

8 dihadirkan dalam FGD untuk memberikan masukan terhadap analisis tersebut. Adapun yang dihadirkan sebagai narasumber pada FGD II adalah: a. Prof Bambang Hero Saharjo, M.Agr, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Beliau dihadirkan sebagai ahli untuk menghitung kerugian Negara dari sektor Ekologis-Ekonomis. Ini penting lantaran, selama ini Jaksa Penuntut Umum hanya menggunakan pendekatatan penghitungan PSDH DR untuk kasus korupsi perizinanan sector kehutanan. Sebaiknya Jaksa KPK menggunakan penghitungan Ekologis-Ekonomis, sebab RKT perusahaan illegal atau bertentangan dengan beschiking Kemenhut. b. DR Saifuddin Syukur, SH. MCL, dosen tetap Universitas Islam Riau (UIR). Beliau ahli hukum tata Negara dan hukum administrasi Negara. Beliau hadir sebagai ahli untuk menilai beschiking kemenhut yang saling berbenturan. Selanjutnya, Analis memfasilitasi examiner untuk membahas masukan yang diberikan oleh narasumber, membagi tugas di antara examiner, menentukan pelaksanaan FGD III, dan mengingatkan kembali mengenai output yang harus dihasilkan di akhir FGD III. 3. FGD III Ditaja pada 15 Juni 2013 di Hotel Amaris. Sebelum pelaksanaan FGD III, ketiga examiner telah menyampaikan anotasi hukum dan laporan analisis rekaman persidangan kepada Analis. Selanjutnya, Analis menggabungkan output yang dihasilkan oleh examiner menjadi sebuah draft Laporan Bedah Kasus dan draft Matriks Bedah Kasus atas perkara yang sedang dibedah. Setelah itu, Analis mengirimkan output tersebut kepada examiner dan Senior Analis untuk mendapatkan masukan sebelum dibahas pada FGD III. Pada FGD III, Analis, Senior Analis, dan Examiner membahas draft Laporan Bedah Kasus dan Matriks Bedah Kasus yang telah disusun oleh Analis berdasarkan analisis examiner untuk difinalisasi menjadi analisa akhir. Analisis Akhir dari tim yang membahas perkara a quo. Selanjutnya, Analis akan memfasilitasi examiner untuk memeriksa dan menyepakati draft presentasi (berbentuk power point presentation) untuk disampaikan pada Media Briefing dan Workshop Nasional dan menunjuk seorang examiner untuk mewakili tim dalam presentasi di kedua kegiatan tersebut. D. Diseminasi Hasil Eksaminasi Terhadap hasil analisis yang dilakukan oleh examiner, MaPPI akan menyebarluaskan dokumen tersebut dalam berbagai kegiatan diseminasi, di antaranya: 1. Media Briefing Media Briefing diselenggarakan oleh MaPPI dengan bantuan Analis untuk memastikan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan secara luas. Media Briefing bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada jurnalis dan menyebarluaskan Analisis Akhir Page 7 of 61

9 Bedah Kasus yang telah dibedah sebelumnya. Selanjutnya, MaPPI dan perwakilan dari examiner akan mempresentasikan Analisis Akhir tersebut kepada para peserta dan menerbitkan press release. 2. Workshop Nasional Workshop Nasional diselenggarakan dengan tujuan untuk menyebarluaskan Analisis Akhir dari kelima kasus yang dibedah dalam kegiatan Bedah Kasus ini secara langsung kepada pemangku kepentingan utama seperti KPK, Kejaksaan Agung/Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri, Mahkamah Agung/Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri, dan masyarakat. Page 8 of 61

10 BAGIAN II ANALISA KASUS / ANOTASI PERKARA A. TEMUAN DAN ANALISA MODUS TINDAK PIDANA KORUPSI PERIZINAN KEHUTANAN 1. Tinjauan Modus Tindak Pidana Korupsi Sektor Kehutanan Indonesian Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia, kerap mempublikasi hasil kajian terkait modus, pola dan praktek tindak pidana korupsi perizinanan kehutanan, salah satunya di Propinsi Riau. Tabel: Praktek atau Pola Korupsi Sektor Kehutanan Meski ICW dan TII memakai istilah Praktek dan Pola, hasil temuan mereka sama-sama mengkonfirmasi bahwa praktek dan pola korupsi di sektor kehutanan di Riau dimulai dari tahap atau rantai perizinan. TII bahkan menyebut bermula dari rantai peraturan. Praktek dan pola korupsinya berlangsung di semua tahapan yang dimulai suap oleh pengusaha. Pengusaha dalam praktek dan pola terlihat aktif melakukan suap kepada pejabat publik. Tabel: modus korupsi perizinan kehutanan versi KPK. Garis merah menunjukkan modus perbuatan melawan hukum Page 9 of 61

11 Temuan ICW dan TII tak jauh berbeda dengan modus yang ditemukan KPK dalam korupsi sektor kehutanan. Temuan KPK dalam Kasus korupsi perizinan IUPHHK HT terpidana Azmun Jaafar (Bupati Pelalawan) dan Arwin As Bupati Siak) KPK menemukan modus korupsi terlihat sebelum IUPHHK HT diterbitkan oleh Bupati. Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah dan Kepmenhut dimulai sejak perusahaan memasukkan permohonan IUPHHKHT. Areal atau lokasi yang dimohonkan oleh perusahaan memang berada di atas hutan alam. Artinya perusahaan sengaja mengajukan IUPHHKHT yang bertentangan dengan Kepmenhut. Kemudian Bupati setelah menerima permohonan izin memerintahkan Dinas Kehutanan Kabupaten melakukan survei lapangan untuk melihat apakah areal perusahaan di atas hutan alam. Dishut melaporkan kepada Bupati hasil survei benar di atas hutan alam dan IUPHHK HT berada di atas hutan alam, bukan padang alang-alang, semak belukar atau hutan tidak produktif. Bupati meski mengetahui permohanan IUPHHKHT bertentangan dengan PP dan Kepmenhut tetap memberikan izin UPHHK HT di atas hutan alam, bukan di atas hutan tanaman. Berdasarkan Putusan Pengadilan, motif utama Bupati mengeluarkan IUPHHKHT karena perusahaan memberi sejumlah uang kepada Bupati. Setelah perusahaan memperoleh IUPHHK HT dari Bupati, selanjutnya untuk melakukan penebangan, perusahaan wajib mengajukan RKT kepada Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau. Setelah memperoleh IUPHHKHT dari Bupati, perusahaan harus memperoleh RKT dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau untuk melakukan penebangan. Meski IUPHHKHT bertentangan dengan hukum atau illegal, atas dasar IUPHHKHT illegal tersebut Kepala Dinas Kehutanan menerbitkan RKT. Motif menerbitkan RKT yang illegal bermacam-macam. Kasus terpidana Asral Rachman (Kadishut Riau periode ) menerima sejumlah uang dari perusahaan saat sebelum RKT terbit. Kasus terpidana Syuhada Tasman (Kadishut Riau periode ) juga menerima sejumlah uang dari perusahaan sebelum menerbitkan RKT. Dua kepala dinas kehutanan tersebut menerbitkan RKT dengan modus utama sengaja menerbitkan KRT yang bertentangan dengan beschiking Kemenhut karena perusahaan memberi sejumlah uang kepada dua terpidana tersebut. 2. Modus Tindak Pidana Korupsi dalam Perkara Burhanuddin Husin a. Pelanggaran sistematis Perizinan sektor kehutanan Dari total 45 saksi yang telah diperiksa majelis hakim: 11 saksi korporasi, 29 orang saksi pejabat pemerintahan, 4 ahli dari Penuntut Umum, dan 1 ahli dari terdakwa. Para saksi fakta 11 saksi korporasi, 29 saksi pejabat pemerintah, 4 ahli mengakui URKT dan RKT memang berada di atas hutan alam. Sebelum URKT diajukan ke Dinas Kehutanan, korporasi sadar areal berada di atas hutan alam. Berikut gambaran modus pelanggaran sistematis perizinan URKT dan RKT sektor kehutanan: 1. Kesaksian Direktur-Direktur Perusahaan Page 10 of 61

12 Modus ini penting untuk melihat bagaimana kejahatan berlangsung yang dilakukan oleh korporasi melalui direktur-direkturnya. Berikut ringkasan table kesaksian direktur perusahaan : Dalam catatan riau corruption trial terlihat jelas bahwa delapan orang direktur perusahaan yang diajukan Penuntut Umum sebagai saksi membenarkan areal perusahaan mereka berupa hutan alam, sedangkan izinnya untuk hutan tanaman. Hutan alam tersebut di land clearing untuk ditanami hutan tanaman. Hasil kayu alam dijual dan mereka mendapat sejumlah keuntungan dari penjualan tersebut. Mereka adalah Soe Erwin Direktur PT Mitra Tani Nusa Sejati dan PT Rimba Mutiara Permai berlokasi di Pelalawan. Supendi Direktur PT Uniseraya dan PT Triomas FDI di Pelalawan serta PT Bina Daya Bintara dan PT Seraya Sumber Lestari di Siak. Guno Widagdo Direktur PT Merbau Pelalawan Lestari di Pelalawan. Ficky ZZ Direktur PT Bina Daya Bintara di Siak. Samuel Soengjadi Direktur PT Seraya Sumber Lestari dan PT Bina Daya Bintara di Siak. Heriyanto Direktur PT National Timber and Forest Product di Siak. Soenarijo Direktur PT National Timber and Forest Product di Siak. Said Edi Direksi CV Alam Lestari pun mengakui areal perusahaannya berupa hutan alam. Said Edi juga Direktur PT Persada Karya Sejati (PKS). Ia katakan di depan persidangan bahwa PT PKS melakukan kegiatan operasional di lapangan menebang kayu alam di areal beberapa perusahaan di Pelalawan. Perusahaan tersebut: PT Madukoro, CV Alam Lestari, dan PT Selaras Abadi Utama. Ketiga perusahaan ini merupakan mitra kerja PT PKS. Saksi fakta di persidangan mengungkapkan kayu alam yang ditebang dijual ke RAPP untuk keperluan bubur kertas. Said Edi Direktur PT Persada Karya Sejati (PKS) yang melakukan kegiatan operasional di areal milik PT Madukoro, CV Alam Lestari dan PT Page 11 of 61

13 Selaras Abadi Utama mengatakan bahwa hasil kayu alam perusahaan-perusahaan tersebut dijual ke PT RAPP. PT PKS sendiri saat awal pendiriannya tahun 2003 dipegang oleh Rosman selaku direktur. Rosman adalah Manager Forestry PT RAPP. Rosman digantikan oleh Said Edi pada tahun Menurut keterangan Budi Surlani staf dinas kehutanan Pelalawan, PT Madukoro didirikan atas permintaan Tengku Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan saat itu. PT Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, PT Bhakti Praja Mulia, PT Mutiara Lestari, CV Alam Lestari milik keluarga Azmun Jaafar. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan untuk mengurus izin hutan tanaman. Pada akhirnya perusahaan-perusahaan ini berkasus karena menebang hutan alam. Setelah izin prinsip hutan tanaman terbit, perusahaan-perusahaan tersebut, kecuali PT Madukoro, langsung di take over oleh PT PKS. Perusahaan yang ditake over PT PKS, kata Budi Surlani, mendapat fee hingga Rp 3 miliar. Pemilik PT PKS saat itu adalah Rosman Manager Forestry PT RAPP. Budi Surlani di depan persidangan mengaku mengenal Rosman. Saat perusahaan-perusahaan tersebut hendak di take over, Budi bilang Azmun minta ia untuk menghubungi Rosman. Lim Wi Lin Direktur Keuangan PT RAPP turut memberikan keterangan di persidangan Burhanuddin Husin. Sebagai orang dalam di PT RAPP, ia mengakui PT RAPP melakukan kerjasama dengan PT PKS untuk menjalankan perusahaannya. PT RAPP juga pernah melakukan land clearing di lahan milik PT Selaras Abadi Utama, CV Alam Lestari, CV Tuah Negeri, PT Mutiara Lestari, dan PT Putri Lindung Bulan. Perusahaanperusahaan tersebut melakukan hubungan mitra kerjasama dengan PT PKS. PT RAPP bahkan pernah membayarkan PSDH dan DR untuk perusahaan-perusahaan tersebut dan hasil kayunya dibawa oleh PT RAPP. Perusahaan-perusahaan pun mendapat fee dari PT RAPP. Alasan utama RAPP melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan pemegang izin tersebut, karena kekurangan pasokan kayu untuk bubur kertas. Ditebang kayu alam untuk ditanam kayu akasia. Hasilnya dijual ke RAPP untuk diolah menjadi kertas, kata Lim Wi Lin, Direktur Keuangan PT RAPP. Keterlibatan PT RAPP diungkapkan pula oleh Soenarijo Direktur PT National Timber and Forest Product di depan persidangan. Ia katakan perusahaannya dikerjakan oleh PT Cahaya Mas Lestari Jaya anak perusahaan PT RAPP. Direktur PT Cahaya Mas Lestari Jaya adalah Rosman, Manager Forestry PT RAPP. Baik Lim Wi Lin maupun Soenarijo sama-sama mengungkapkan bahwa PT RAPP membayar sejumlah fee ke perusahaan atas kayu alam yang dibeli. Misal PT Mitra Tani Nusa Sejati, kata Lim Wi Lin, mendapat fee sebesar Rp 21 miiar dari land clearing hutan alam tersebut. Soenarijo Direktur PT National Timber and Forest Product juga mendapat fee Rp juta dari PT Cahaya Mas Lestari Jaya, anak perusahaan PT RAPP. Page 12 of 61

14 2. Kesaksian Pegawai Dinas Kehutanan Berikut table ringkasan kesaksian pegawai dinas kehutanan yang melakukan survey terhadap kebenaran kayu alam ditebang perusahaan. Saksi fakta di persidangan mengungkapkan mereka mendapat sejumlah bayaran atas kerja melakukan survey di areal perusahaan. Surakhmat tim survei PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Madukoro, PT Uniseraya, PT Selaras Abadi Utama mengatakan mendapat honor dari perusahaan tersebut sebesar Rp 400 ribu per hari. Wahyu Idris tim survei PT Rimba Mutiara Permai mendapat honor dari perusahaan senilai Rp 2,5-3,5 juta per orang. Sandra Wibawa tim survei PT Seraya Sumber Lestari katakan dapat honor dari perusahaan senilai Rp juta untuk semua anggota tim survei. Amin Budiadi Kadishut Siak mengakui terima Rp 85 juta dari perusahaan yang pernah dibuat pertimbangan teknisnya. Edi Suriandi Kadishut Pelalawan juga mengatakan ada terima dana dari perusahaan pada proses pengesahan RKT. Para petugas P2LHP pun mendapat honor dari perusahaan atas kerja mereka di lapangan. Hal ini diakui oleh Fachrudin P2LHP PT Mitra Tani Nusa Sejati dan Selaras Abadi Utama, Tri Rahayu Widodo P2LHP PT Merbau Pelalawan Lestari, Amrizal P2LHP PT Triomas FDI, Djamalis P2LHP PT Uniseraya, Irianto P2LHP CV Alam Lestari, Andi Stevanus Aritonang P2LHP PT National Timber and Forest Product, Kusriantono P2LHP PT Rimba Mandau Lestari, Winarto P2LHP PT Seraya Sumber Lestari, Ajis P2LHP PT Bina Daya Bintara dan Balai Kayang Mandiri. Page 13 of 61

15 Uang yang diterima dari keterangan mereka tidak sama jumlahnya. Amrizal bersaksi mendapat uang transport Rp 1 juta per bulan selama 3 tahun dari PT Triomas FDI. Djamalis mendapat honor Rp 500 ribu sekali turun ke lapangan dari PT Uniseraya. Irianto mendapat honor Rp 500 ribu sekali turun ke lapangan dari CV Alam Lestari. Abdul Haris KCDK Siak mengaku terima uang dari Agus Syamsir, staf Dishut Siak senilai Ro ribu per bulan. Uang tersebut diterimanya selama 2 tahun. Sebagai KCDK, Abdul Haris bertugas mengesahkan PSDH dan DR yang dibayarkan perusahaan. Menurut dakwaan Jaksa Penuntut umum modusnya sebagai berikut: Korporasi-korporasi yang memiliki IUPHHKHT di Kabuten Pelalawan dan Kabupaten Siak IUPHHKHT bertentangan dengan hukum--mengajukan surat permohonan penilaian dan pengesahan Usulan Rencana Kerja Tahunan (URKT) UPHHKHT kepada terdakwa sebagai dasar melakukan penebangan kayu hutan alam di areal IUPHHKHT dengan alasan guna penyiapan lahan atau land clearing yang isinya antara lain memuat rencana penebangan dan target produksi penebangan hutan alam. Tembusan juga diberikan pada Drs Edi Suriandi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan dan Amin Budiadi, Kepala Dinas Kehutanan Siak. Edi Suriandi di Pelalawan dan Amin Budiadi di Siak lantas melakukan survei untuk mengetahui potensi tegakan kayu hutan alam di areal IUPHHKHT yang dimohonkan penilaian dan pengesahan RKT. Hasil survei berisi hutan alam di atas 5m3/ha lantas disampaikan pada terdakwa. Terdakwa menerima hasil survei itu memerintahkan Fadrizal Labay, Kasubdin Pengembangan Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi Riau, lantas Fadrizal Labay memerintahkan Frederik Suli untuk koordinasi dengan Purnama Irwansyah MM. Purnama Irwansyah membuat nota dinas tentang penghitungan potensi tegakan kayu hutan alam pada areal yang dimohonkan penilaian dan pengesahan URKT UPHHKHT oleh korporasi. Isi Nota dinas menyimpulkan dalam blok RKT yang diusulkan terdapat potensi kayu hutan alam. Terdakwa mengetahui IUPHHKHT yang diterbitkan Bupati Pelalawan H Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak Arwin As bertentangan dengan Kepmenhut. Terdakwa juga mengetahui URKT yang dimohonkan penilaian dan pengesahan tersebut berisi rencana penebangan kayu hutan alam yang memiliki potensi tegakan lebih dari 5m3/ha, yang seharusnya menurut Kepmenhut tidak boleh ditebang, tetap mengesahkah URKT- UPHHKHT yang diajukan oleh korporasi. Menurut Ahli Suhariyanto, seharusnya Kepala Dinas Kehutanan menghentikan URKT tersebut. Setelah RKT terbit PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Selaras Abadi Utama, CV Alam Lestari, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Trio Mas FDI, PT Madukoro (Pelalawan), dan PT Seraya Sumber Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber and Forest Product (Siak) melakukan penebangan kayu hutan alam melebihi tegakan kayu lebih dari 5m3/ha. Page 14 of 61

16 Pemebangan hutan alam bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan; 1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; 2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi; 3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tanggal 8 Juni 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. 5. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2003 tanggal 5 Februari 2003 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman melalui Penawaran dalam Pelelangan. Akibat perbuatan perbuatan terdakwa mengesahkan rkt hutan alam tersebut telah memperkaya atau menguntungkan delapan korporasi di Pelalawan senilai total Rp , dan korporasi di Siak total Rp Perbuatan terdakwa juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara total Rp Tabel: Setelah IUPHHKHT terbit korporasi harus mendapatkan RKT. Garis merah menunjukkan RKT yang bertentangan dengan aturan kepmenhut Berdasarkan kesaksian direktur perusahaan, pegawai dinas kehutanan terlihat dengan jelas bahwa motif utama perusahaan mengajukan IUPHHKHT dan RKT di atas hutan alam meski dengan cara melanggar aturan karena keuntungan ekonomi yang besar. Lihat keuntungan besar perusahaan dalam table berikut ini: Page 15 of 61

17 b. Beschiking Kemenhut saling berbenturan Beschiking Kemenhut selain mengatur perizinan hutan alam, juga mengatur perizinan hutan tanaman untuk industry kayu dan pulp and paper. Pengaturan tersebut diatur dalam bentuk Kepmenhut sebagai berikut: 1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; 2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi; 3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tanggal 8 Juni 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. 5. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2003 tanggal 5 Februari 2003 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman melalui Penawaran dalam Pelelangan. Intinya IUPHHK HT tidak boleh di atas lahan hutan alam. Untuk penebangan hutan alam ada izin tersendiri namanya IUPHHK HA. Untuk memperoleh IUPHHK HA kriterianya Page 16 of 61

18 sangat ketat. Namun, untuk IUPHHK HT cukup di padang alang-alang atau bukan di atas hutan alam. Namun, dalam perjalanan Kepmenhut sering berubah-ubah terkait pemanfaatan hutan alam. Hal tersebut bisa dilihat dari keterangan terdakwa dan pertimbangan majelis hakim terkait Kepmenhut yang saling berbenturan, yaitu; 1. URKT IUPHHKHT yang IUPHHKHT diterbitkan Bupati Pelalawan dan Siak secara substansial tidak sesuai dengan Kepmenhut No.10.1/Kpts-II/2000 jo Kepmenhut No 21/Kpts-II/2001 tentang pedoman pemberian izin UPHHKHT yaitu areal yang diberikan masih berupa hutan alam yang potensi tegakan kayunya melebihi 5 m3/ ha. 2. Keputusan IUPHHK HT Pelalawan dan Kabupaten Siak mengandung cacat yuridis subtantif, namun IUPHHK HT tersebut masih berlaku atau belum dibatalkan pihak yang memiliki wewenang dalam hal ini Menteri Kehutanan. 3. Majelis hakim tidak sependapat dengan Ahli Ir Sugeng Widodo yang menerangkan IUPHHK HT harus dicabut Bupati jika lahan potensi tegakannya melebihi 5m3/ha atau berada di hutan alam atau melanggar Kepmenhut No 10.1/kPTS-II/2000. Karena menurut majelis hakim izin tersebut masih berlaku, terbukti sebelum pengesahan RKT oleh terdakwa izin IUPHHKHT masih berlaku. 4. Menteri telah menerbitkan Permenhut No P.03/Menhut-II/2005 tentang pedoman verifikasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan atau pada hutan tanaman yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota. Dalam pelaksanaanya telah diverifikasi terhadap IUPHHKHT. 5. Dalam nota pembelaan terdakwa terungkap tahun 2003 Kemenhut telah mengeluarkan kebijakan tentang percepatan pembangunan Hutan Tanaman untuk pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas dengan dikeluarkannya Kepmenhut No: SK.101/Menhut- II/ Telah terjadi perubahan kebijakan dengan terbitnya Kepmenhut No. SK 101/Menhut-II/ 2004 tanggal 24 Maret 2004, walau tidak langsung menghapus ketentuan Kepmenhut No SK 10.1/Menhut-II/2000. Namun, Kemenhut telah membenarkan proses penyiapan lahan (land clearing) dengan melakukan penebangan huta alam. 7. IUPHHKHT belum dicabut, bahkan sebagian telah diverifikasi dan terbit pembaharuan izin oleh Menhut dan ada program jangka pendek berupa percepatan pembangunan HTI sampai 2009 membenarkan kayu hasil land clearing pada hutan alam. Maka pengesahan RKT terdakwa meski secara hukum bertentangan dengan Kepmenhut No SK 10.1/Menhut- II/2000, namun sesuai Kepmenhut No sk.101/menhut-ii/2004, perbuatan terdakwa dapat dibenarkan. 8. Walau secara normatif perbuatan terdakwa dibenarkan, pengakuan tedakwa RKT sepenuhnya dilimpahkan pada pejabat tekhnis. Terdakwa tinggal teken. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan pembiaran dilakukan terdakwa tidak mampu kontrol penebangan hutan alam. Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasikan penyalahgunaan wewenang yang juga merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum. Perbuatan terdakwa cacat yuridis secara substantif melanggar Kepmenhut No 10.1/Menhut-II/2000. Namun majelis hakim membenarkan perbuatan terdakwa sesuai Kepmenhut No sk.101/menhut-ii/2004, dan IUPHHKHT belum dicabut Menhut malah ada pembaharuan izin Menhut. Artinya perubahan Beschiking Kepmenhut yang saling Page 17 of 61

19 berbenturan terkait pemanfaatan hutan alam untuk industry pulp and paper menunjukkan areal berbahaya dalam proses perizinan sektor kehutanan. c. Modus titik lemah Pasal 2 dan Pasal 3 KPK membuat alur korupsi dalam proes usaha kehutanan. Tindak Pidana Korupsi sektor kehutanan masuk dalam wilayah KPK jika dalam proses tahapan dan rantai perizinan ada unsur melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, suap dan kerugian keuangan Negara bila dilakukan oleh pejabat Negara yang memang punya fungsi supervise, regulasi dan perizinan. Dalam kasus ini Jaksa KPK menggunakan dakwaan subsidiaritas, primer menggunakan Pasal 2 dan subsiber menggunakan pasal 3. Ini menunjukkan KPK ragu apakah terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang? Modus utama yang terlihat adalah ada celah membebaskan atau meringankan terdakwa terkait pilihan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. Titik lemah UU Tipikor ada pada hukuman minimal berbeda pasal 2 dan pasal 3. Kelemahan ini ada cela bagi majelis hakim untuk meringakan atau membebaskan terdakwa dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. 1) TEMUAN DAN ANALISIS DAKWAAN DAN TUNTUTAN a. TERKAIT DAKWAAN BENTUK SUBSIDAIR Berdasarkan Pasal 143 KUHAP mengenai syarat surat dakwaan, ditentukan dua syarat harus dipenuhi dalam surat dakwaan. a. Harus memenuhin syarat formal berupa; (i) surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum/jaksa, dan (ii) Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka b. Harus memenuhi syarat materil berupa; (i) uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tinda pidana yang didakwakan, (ii) menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti) Dalam surat dakwaan setebal 48 halaman, Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat formal dan syarat materil, hal tersebut tergambar dan terlihat jelas dalam surat dakwaan. Atas perbuatan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan Subsidair, sebagai berikut; Dakwaan Primer: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana Dakwaan Subsidiair: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor Page 18 of 61

20 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Bentuk dakwaan Subsidair terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan (berturut-turut), mulai dari dakwaan tindak pidana yang terberat sampai kepada dakwaan tindak pidana yang ringan. Artinya hanya satu dakwaan yang akan dibuktikan. Inti dari dakwaan Subsidair adalah hanya satu saja hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa dan memberi kebebasan hakim untuk memilih dakwaan mana yang diangga terbukti. Pidana penjara dakwaan Primer Pasal 2 ayat paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp 200 juta, paling banyak Rp 1 Milyar. Pidana penjara dakwaan Subsider Pasal 3 paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp 50 juta, paling banyak Rp 1 Miliar. Lazimnya, bentuk dakwaan subsidair diajukan apabila peristiwa pidana yang terjadi karena menimbulkan suatu akibat dan akibat yang ditimbulkan meliputi atau bertitik singgung dengan beberapa ketentuan pasal pidana yang hampir saling berdekatan cara melakukan tindak pidana tersebut. Menurut M Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP edisi kedua, menyebutkan dalam menyusun dakwaan subsidair fakta bahwa tindak pidana dilakukan terdakwa telah menyentuh beberapa ketentuan pidana asal akan tetapi jaksa penuntut umum ragu, dan tidak berani menentukan secara pasti bahwa akibat itu telah mengena terhadap satu pasal pidana tertentu. Akibatnya Jaksa tak mau mengambil resiko yang memungkinkan terdakwa tidak terbukti kesalahannya jika hanya bertumpu atas satu dakwaan saja. Intinya jaksa memasang jerat, dengan perhitungan salah satu jerat yang dipasang akan mengena terdakwa. Keraguan Jaksa Penuntut Umum terlihat pada unsur dalam dakwaan primer dan subsidair terkait perbuatan melawan hukum dengan penyalahgunaan wewenang. Meski dalam persidangan pembacaan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum setebal 431 halaman terhadap terdakwa dengan percaya diri Jaksa penuntut umum menyatakan terdakwa Burhanuddin Husin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diancan pidana dalam dakwaan Primer, menjatuhkan pidana penjara 6 (enam) tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan pidana denda sebesar Rp 250 juta, subsidiair 5 (lima) bulan kurungan, dengan perintah supaya terdakwa tetap dalam tahanan, dengan barang bukti sebanyak 640 berkas surat. Namun, pada akhirnya majelis hakim ternyata membebaskan terdakwa dari dakwaan primair, karena berdasarkan pemeriksaan majelis hakim, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh JPU. Dalam Hukum Pidana unsure Delik adalah unsure yang terpenting dalam pengungkapan sebuah kasus dalam pidana, yang menurut Moelyatno suatu Delik memiliki unsure-unsur : 1. Perbuatan (manusia), Page 19 of 61

21 2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formal), 3. Bersifat melawan hukum (syarat formil). Bahwa selain itu yang terpenting dalam hukum pidana adalah pertanggung jawaban pidana yang memuat tiga hal : 1. Sifat melawan hukum, 2. Adanya kemampuan bertanggung jawab bagi pelaku delik, dan 3. Tidak adanya alasan penghapus pidana. Jika memperhatikan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang No.14 tahun1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila Pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang dianggap bertanggung jawab bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya Maka hal tersebut adalah sejalan dengan ketentuan pasal 1 Butir 7 dan pasal 137 serta pasal 140 ayat (1) KUHAP yang pada pokoknya mengandung pengertian antara lain: Pembuatan surat dakwaan harus secara sempurna; Surat dakwaan adalah dasar dari pemeriksaan hakim. Hal ini merupakan asas dari hukum acara pidana bahwa surat dakwaan memegang peranan penting sekali dalam proses perkara pidana. Bahwa ruang lingkup pemeriksaan dipersidangan dibatasi oleh fakta yang didakwakan, sehingga hakim dalam menjatuhkan putusannya hanya semata-mata berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian terhadap fakta yang diuraikan dalam surat dakwaan yang dianggap terbukti. Dengan demikian, surat dakwaan menjadi sangat penting bagi Penuntut Umum sendiri, karena ia merupakan dasar untuk melakukan penuntutan, pembuktian, pembahasan yuridis dalam tuntutan pidana (requisitoir) dan selanjutnya dasar untuk melakukan upaya hukum. Juga penting bagi Terdakwa, karena surat dakwaan merupakan dasar dalam pembelaan dan menyiapkan bukti-bukti tandingan terhadap apa yang telah didakwakan terhadapnya dan demikian pula penting bagi hakim, karena surat dakwaan merupakan dasar untuk pemeriksaan disidang pengadilan dan merupakan dasar putusan yang akan dijatuhkan tentang terbukti tidaknya kesalahan Terdakwa sebagaimana dimuat dalam surat dakwaan. Oleh karena itu pada umumnya surat dakwaan diartikan oleh para ahli hukum, dengan pengertian: Surat Akte Yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, Perumusan mana yang ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada Terdakwa, Page 20 of 61

22 Dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang Pengadilan (lihat M.Yahya Harahap,SH,Penerapan KUHAP,Jilid 1,halaman 414). Jika kita memperhatikan hukum positif yang berlaku sekarang ini, masih terdapat ketidak seragaman mengenai penyebutan surat dakwaan, seperti misalnya dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Pokok Kejaksaan (UU No.5/1961) pada itu menyebutkan Surat Tuduhan. Tetapi yang jelas, baik surat dakwaan maupun surat tuduhan, makna dan maksudnya adalah sama, yang berbeda adalah landasan berpijak Undang-undangnya. Dengan diberlakukannya KUHAP maka secara resmi dipergunakan istilah Surat Dakwaan dan ini berarti surat dakwaan yang tidak mematuhi ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b batal demi hukum sedangkan surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf a dapat dibatalkan. Jika kita memperhatikan surat dakwaan saudara Penuntut Umum sebagaimana yang telah dibacakan dalam persidangan tanggal 11 Juni 2013 dan dihubungkan dengan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 143 ayat (2) terlihat jelas bahwa pada dakwaan tersebut maka dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi secara formil telah benar dan tidak mengandung cacat yuridis. Bahwa menurut Arres Hoge Raad mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh surat dakwaan antara lain : Dalam putusannya 9 Nopember 1948,NJ 1949 nomor 37,dengan catatan dari WP, menentukan bahwa semua unsur dari tindak pidana yang didakwakan Terdakwa itu harus dicantumkan dalam surat dakwaan; Dalam putusannya tanggal 27 juni 1854,W.1667 berpendapat bahwa suatu surat dakwaan yang tidak memuat unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa itu harus dinyatakan batal dan pengadilan tidak boleh memutus pelepasan dari segala tuntutan hukum. Dengan mendasarkan pada pendapat Arres Hoge Raad tersebut, maka dengan demikian jelas bahwa surat dakwaan saudara Penuntut Umum tersebut 2 memenuhi pasal 143 ayat (2) KUHAP, sehingga mengakibatkan dakwaan tersebut jelas,oleh karena itu dakwaan saudara Penuntut Umum harus dinyatakan telah memenuhi ketentuan formil dalam hukum pidana. Dalam konteks penegakan hukum pidana yang berkembang saat ini menurut semestinya Jaksa Penuntut Umum tidak lagi memakai model pendekatan doktrin pidana yang hanya memasang jaring-jaring sebanyak-banyak nya.karena dari salah satu jaring yang terpasang tersebut pasti akan ada yang dikenakan karena hal ini seiring perkembangan hukum pidana yang terjadi. 22 Baca Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru tahun 2013 Page 21 of 61

23 Dapat terlihat seolah-olah dakwaan Jaksa ini konsisten dan terkesan mencari-cari kesalahan terdakwa yang hal itu akan berdampak fatal bagi putusan yang akan diambil oleh majelis hakim apalagi jika dicermati dalam dualisme pasal terkait pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang membawa dampak implikasi pada putusan yang meringankan Terdakwa. Hal tersebut dapat kita bandingkan dari segi ancaman Pidana yang tertera dalam pasal 2 ayat (1) dalam Undang-undang tersebut mempunyai ancaman minimal 4 tahun sedangkan pasal 3 mempunyai ancaman minimal satu tahun, hal ini jika dihubungkan dengan dakwaan Jaksa Penuntut umum diatas maka dakwaan subsidiaritas mempunyai konsekwensi pada pilihan hakim akan menggunakan dakwaan yang akan meringankan terdakwa sebagaimana dalam doktrin pidana jika didakwakan dakwaan terhadap terdakwa pada beberapa pasal maka hakim memilih dakwaan yang paling meringankan terdakwa Undangundang yang diajukan oleh JPU pada perkara aquo juga memungkinkan untuk itu. Semestinya, jika sedari sejak semula Jaksa Penuntut umum yakin menerapkan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi maka harus dengan keyakinan dengan bukti-bukti yang ada untuk memastikan dakwaan tersebut dapat dibuktikan dipersidangan. d. TERKAIT TUNTUTAN Bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dituntut berdasarkan surat tuntutan NO.TUT-27/24/10/2012. Supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan Terdakwa Drs Burhanuddin Husin,MM terbukti bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana dalam dakwaan Primair 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Terdakwa Drs Burhanuddin Husin,MM berupa pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp ,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsidair 5 (lima) bulan kurungan,dengan perintah supaya teerdakwa tetap dalam tahanan. 3. Menyatakan barang bukti berupa : 1) Uang Tunai Rp ,- yang disita dari SUPENDI Direktur PT. BINA DAYA BINTARA dan PT.SERAYA SUMBER LESTARI (AA1) 2) Uang Tunai Rp ,- yang disita dari SUPENDI Direktur PT. BINA DAYA BINTARA dan PT.SERAYA SUMBER LESTARI (AA2) 3) Uang Tunai Rp ,- yang disita dari SUPENDI Direktur PT. BINA DAYA BINTARA dan PT.SERAYA SUMBER LESTARI (AA3) Page 22 of 61

24 4) Uang Tunai Rp ,- yang disita dari SUNARIYO Direktur PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT. (AA4) 5) Uang Tunai Rp ,- yang disita dari FICKY ZZ Direktur PT. BINA DAYA BINTARA (AA5) Dirampas untuk negara Barang bukti berupa : 1. Petikan Keputusan Gubernur Riau Nomor : Kpts.383/VII/2005 Tanggal 9 Agustus 2005 tentang pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau atas nama Drs. Burhanuddin Husin,MM selaku Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau (L.13a). Dikembalikan pada Terdakwa. 4. Menetapkan agar terdakwa Drs. Burhanuddin Husin,MM dibebani biaya perkara sebesar Rp ,- (sepuluh ribu rupiah) Jika kita mencermati Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini maka Jaksa Penuntut Umum dalam membuat Tuntutan kepada terdakwa tampak ragu-ragu dalam menerapkan pasal karena menggunakan bentuk surat Dakwaan Subsidairitas sementara dalam Tuntutan dakwaan primer saja yang diajukan dalam penuntutan hal ini menurut hemat penulis sangat berbahaya karena Jaksa Penuntut umum ragu-ragu dalam membuat tuntutan hal mana dalam dakwaan JPU menerapkan dakwaan primer dan subsider sedangkan dalam tuntutan JPU menuntut sesuai dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana dalam dakwaan Primair. Hal ini menunjukkan adanya keraguan Saudara Jaksa Penuntut Umum dan mengindikasikan hanya untuk menjerat Terdakwa. sehingga jika dihubungkan dengan fakta persidangan jelas bahwa saksi-saksi yang dihadirkan dapat memastikan dengan jelas terdakwa benar-benar melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan dituntut oleh saudara Jaksa Penuntut Umum. Maka sangat jelaslah bahwa terdakwa merupakan Pelaku dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.dan jika Majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan primer yang diajukan JPU tidak dapat diterapkan ataupun tidak terbukti maka konsekwensi dari penerapan hukum pidana Terdakwa harus dilepaskan dan atau dibebaskan. Bila ditarik kesimpulan terkait dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum terlihat: 1. Bahwa telah terjadi ketidak cermatan JPU dalam membuat Tuntutan 2. Bahwa Tuntutan JPU terlihat ragu-ragu dan tidak konsisten hal mana jika dihubungkan dalil teori koherensi sebagaimana dalam kebenaran filsafat yang ditulis jean Paul Sartre Page 23 of 61

25 dalam Psikologi Imajiner dihubungkan dengan Tuntutan JPU maka hal ini dapat dikatakan tidak mempunyai nilai kebenaran 3. Bahwa berdasarkan fakta persidangan yang ada dalam persidangan maka terbukti sah dan meyakinkan berdasarkan hukum untuk dapat menyatakan terdakwa bersalah. 4. Bahwa berdasarkan azas kepastian Hukum terhadap perkara ini tidak terdapat kepastian hukum yang jelas karena Dakwaan dan tuntutan dibuat secara subsidiaritas oleh Saudara Jaksa Penuntut Umum dan terlihat hanya berkeinginan menjerat saja padahal telah sama-sama kita ketahui surat dakwaan berfungsi sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana, karena surat dakwaan menjadi dasar dan menentukan batas-batas pemeriksaan bagi hakim. e. MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DARI SEKTOR PSDH DR DAN EKOLOGIS- EKONOMIS Dalam dakwaan dan tuntutan untuk menghitung kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara Jaksa Penuntut Umum menghadirkan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Melalui Keterangan Ahli Nasrul Wathon yang menghitung kerugian keuangan negara berdasarkan PSDH-DR dengan metode penghitungan kerugian Negara dihitung dari kubikasi kayu tebangan, lantas ditentukan nilai kayu hasil tebangan. Keterangan Ahli Nasrul Wathon dari BPKP berpendapat bahwa ahli tidak menghitung adanya dampak yang ditimbulkan atas adanya penebangan-penebangan karena di luar kompetensi ahli seperti perubahan alam cuaca dan lain-lain. Ahli hanya menghitung kerugian riil saja. Artinya, JPU KPK hanya menghitung kerugian Negara hanya bersifat riil saja. Padahal Penghitungan Kerugian Negara bukan saja bisa dihitung bersifat riil, tapi juga bersifat potensial. Kerugian dalam praktik Undang-undang Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilihat dalam petunjuk BPKP. 3 Menurut Petunjuk (PSP) terbitan BPKP menjelaskan : 1) Pengertian Pemeriksaan khusus yang dimaksud dalam buku petunjuk ini, adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap kasus penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan Negara/kekayaan Negara dan/atau perekonomian Negara, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya indikasi TPK ataupun perdata pada kasus yang bersangkutan. 2) Sedangkan pengertian kerugian keuangan adalah Negara/kekayaan Negara adalah suatu kerugian Negara yang tidak hanya bersifat riil yaitu benar-benar telah terjadi, namun juga yang bersifat potensial yaitu yang belum terjadi seperti adanya pendapatan Negara yang akan diterima dan lain sebagainya. Karena BPKP memberi petunjuk penghitungan bersifat potensial, seharusnya Jaksa KPK juga bisa meminta BPKP untuk melakukan penghitungan yang bersifat potensial. Harusnya kerugian Negara tidak hanya dihitung dari PSDH DR saja, sebab berdasarkan RKT yang diterbitkan terdakwa bertentangan dengan Keputusan Menhut. Itu berarti RKTnya illegal, 3 Theodorus M Tuanakotta dalam Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam tindak pidana korupsi hal 89 Page 24 of 61

26 sebab di hutan alam, bukan di hutan tanaman. Areal yang illegal itu bisa dihitung kerugian ekologisnya. Menurut Prof Bambang Hero Saharjo, dekan Fakultas Kehutanan IPB, kerugian ekologis ekonomis masuk dalam penghitungan ril, dan ini sesuai dengan petunjuk BPKP. Salah satu model penghitungan kerugian Negara lainnya (bersifat ril) yang bisa dipakai adalah versi Kementerian Lingkungan Hidup. Pada tahun 2006, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan panduan perhitungan ganti kerugian. Dalam penghitungan itu Komponen yang dihitung: Kerugian Ekologis dan Kerugian Ekonomis meliputi: Nilai Kayu alam yang hilang dan nilai pakai lahan yang hilang selama 100 tahun. Perhitungan model Kementerian Lingkungan Hidup ini pernah dipakai oleh Satgas PMH pada tahun 2011 saat menghitung kerugian keuangan Negara untuk kasus dugaan illegal logging 14 perusahaan HTI di Riau. Satgas PMH menghitung kerugian keuangan Negara 14 HTI di Riau mendekati Rp Triliun. Tiga dari 14 perusahaan dalam illegal logging Riau yaitu PT Madukoro, PT Merbau Pelalawan Lestari dan PT Rimba Mandau Lestari juga terlibat dalam kasus terdakwa Burhanuddin Husin. Berdasarkan hasil investigasi langsung di lapangan dan berdasarkan analisa laboratorium yang dilakukan Prof Bambang Hero Saharjo, perhitungan beban biaya pemulihan kerusakan lingkungan hidup akibat kerusakan hutan alam salah satunya di IUPHHK-HT PT Merbau Pelalawan Lestari dan penghitungan total yang dilakukan Muslim Rasyid dari Jikalahari di areal RKT adalah sebagai berikut : Estimasi Kerugian Lingkungan Akibat Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode Kerusakan Ekologis Akibat kegiatan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman dan tanah rusak, maka sebagai pengganti fungsi tanah pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK- HT PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Selaras Abadi Utama, CV Alam Lestari, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Trio Mas FDI, PT Madukoro, PT Seraya Sumber Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber and Forest Product. Sebagai penyimpan air yang rusak maka perlu dibangun tempat penyimpan air buatan dengan membuat reservoir buatan. Reservoir tersebut harus mempunyai kemampuan menyimpan air sebanyak 401 m3/ha. a. Biaya Pembuatan Reservoir : Untuk menampung air hujan sebanyak 401 m3/ha diperlukan reservoir berukuran lebar 15 m x panjang 20 m x tinggi 1,5 m. Biaya pembangunan diasumsikan per m2 = Rp ,- Per hektar tanah yang rusak diperlukan biaya : = [ (2 x 1,5 m x 15 m) + (2 x 1,5 m x 20 m) + (15 m x 20 m)] x Rp /m2 = 405 m2 x Rp /ha Page 25 of 61

27 = Rp ,-/ha Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode Perusahaan Page 26 of 61 Luas RKT (Ha) Biaya pembuatan reservoir (Luas RKT x Rp ,- /ha/th x 100 tahun) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp.9,112,500,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp.12,150,000,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp.10,627,200,000,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp.23,372,550,000,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp.16,329,600,000,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp.29,528,550,000,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp.11,753,100,000,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp.2,571,750,000,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp.24,065,100,000, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp.19,731,600,000, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp.16,807,500,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp.13,620,150,000, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp.7,776,000,000,000 Total Biaya Pembuatan Reservoir Rp.197,445,600,000,000 b. Pengaturan Tata Air Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air dari daerah aliran sungai (DAS) menurut Manan, Wasis, Rusdiana, Arifjaya dan Purwowidodo (1999) adalah sebesar Rp ,-/ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas RKT (Ha) Biaya Pengaturan Tata Air (Luas RKT x Rp ,- /ha/th x 100 tahun) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp.5,132,250,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp.6,843,000,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp.5,985,344,000,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp.13,163,651,000,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp.9,196,992,000,000

28 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp.16,630,771,000,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp.6,619,462,000,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp.1,448,435,000,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp.13,553,702,000, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp.11,113,032,000, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp.9,466,150,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp.7,671,003,000, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp.4,379,520,000,000 Total Biaya Pengaturan Tata Air Rp.111,203,312,000,000 c. Pengendalian Erosi dan Limpasan Biaya pengendalian erosi dan limpasan akibat konversi hutan alam menjadi hutan tanaman dan tanah rusak dengan pembuatan teras dan rorak didasarkan perhitungan Manan et al (1998) yaitu sebesar Rp per ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas RKT (Ha) Biaya Pengendali Erosi & Limpasan (Luas RKT x Rp ,- /ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp13,500,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp18,000,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp15,744,000,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp34,626,000,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp24,192,000,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp43,746,000,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp17,412,000,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp3,810,000,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp35,652,000, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp29,232,000, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp24,900,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp20,178,000, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp11,520,000,000 Total Biaya Pengendali Erosi dan Limpasan Rp.292,512,000,000 d. Pembentukan Tanah Page 27 of 61

29 Biaya pembentukan tanah akibat rusak karena perusakan didasarkan kepada perhitungan Pangestu dan Ahmad (1998) yaitu sebesar Rp ,-/ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Page 28 of 61 Luas RKT (Ha) Biaya Pembentukan Tanah (Luas RKT x Rp ,- /ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp1,125,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp1,500,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp1,312,000,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp2,885,500,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp2,016,000,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp3,645,500,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp1,451,000,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp317,500,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp2,971,000, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp2,436,000, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp2,075,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp1,681,500, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp960,000,000 Total Biaya Pembentukan Tanah Rp.24,376,000,000 e. Pendaur Ulang Unsur Hara Biaya pendaur ulang unsur hara yang hilang akibat perusakan tanah didasarkan kepada perhitungan Pangestu dan Ahmad (1998) yaitu sebesar Rp per ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas RKT (Ha) Biaya Daur Ulang Unsur Hara (Luas RKT x Rp ,- /ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp10,350,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp13,800,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp12,070,400,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp26,546,600,000

30 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp18,547,200,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp33,538,600,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp13,349,200,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp2,921,000,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp27,333,200, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp22,411,200, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp19,090,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp15,469,800, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp8,832,000,000 Total Biaya Pendaur Ulang Unsur Hara Rp.224,259,200,000 f. Pengurai Limbah Biaya pengurai limbah yang hilang karena kerusakan lahan menurut perhitungan Pangestus dan Ahmad (1998) yaitu sebesar Rp per ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Page 29 of 61 Luas RKT (Ha) Biaya Pengurai Limbah (Luas RKT x Rp ,- /ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp978,750,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp1,305,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp1,141,440,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp2,510,385,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp1,753,920,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp3,171,585,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp1,262,370,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp276,225,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp2,584,770, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp2,119,320, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp1,805,250, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp1,462,905, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp835,200,000 Total Biaya Pengurai Limbah Rp.21,207,120,000 g. Keanekaraganman Hayati Akibat rusaknya lahan karena konversi lahan hutan alam menjadi hutan sekunder dan tanah terbuka maka tidak sedikit keanekaragaman hayati yang hilang untuk itu biaya yang

31 dibutuhkan untuk memulihkan keanekaragaman hayati menurut perhitungan Pangestu dan Ahmad (1998) yaitu sebesar Rp ,- per ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas RKT (Ha) Biaya Keanekaragaman Hayati (Luas RKT x Rp ,-/ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp6,075,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp8,100,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp7,084,800,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp15,581,700,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp10,886,400,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp19,685,700,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp7,835,400,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp1,714,500,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp16,043,400, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp13,154,400, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp11,205,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp9,080,100, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp5,184,000,000 Total Biaya Keanekaragaman Hayati Rp.131,630,400,000 h. Sumberdaya Genetik Biaya pemulihan akibat hilangnya sumberdaya genetik adalah sebesar Rp ,- per ha (Pangestu dan Ahmad, 1998). Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas RKT (Ha) Biaya Sumberdaya Genetik (Luas RKT x Rp ,- /ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp922,500,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp1,230,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp1,075,840,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp2,366,110,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp1,653,120,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp2,989,310,000 Page 30 of 61

32 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp1,189,820,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp260,350,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp2,436,220, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp1,997,520, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp1,701,500, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp1,378,830, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp787,200,000 Total Biaya Sumberdaya Genetik Rp.19,988,320,000 i. Pelepasan Karbon Akibat adanya konversi hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman maka menurut Wasis, (2003) telah hilang karbon pada hutan tropik sebanyak 359 ton/ha, dan biaya yang dibutuhkan untuk pemulihan Rp ,- per ton per ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas RKT (Ha) Biaya Pelepasan karbon (Luas RKT x 359 ton/ha x Rp ,-/ha) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp72,697,500,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp96,930,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp84,781,440,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp186,461,010,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp130,273,920,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp235,572,210,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp93,763,620,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp20,516,850,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp191,986,020, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp157,414,320, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp134,086,500, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp108,658,530, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp62,035,200,000 Total Biaya Pelepasan Karbon Rp.1,575,177,120, Kerusakan Ekonomi a. Nilai Kayu Tegakan Hutan Page 31 of 61

33 Menurut Darusman (2003) nilai kayu hutan alam sebesar Rp ,-/m3. Akibat pengambilan kayu/ log untuk BBS dan kayu pertukangan dari kegiatan konversi hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Luas (Ha) Potensi Tgk (M3/Ha) Nilai Kayu Tegakan (Luas RKT x Potensi tgk x Rp ,-/m3) 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2, Rp969,333,750,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3, Rp1,383,822,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2, Rp1,385,472,000,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5, Rp2,166,860,454,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4, Rp1,322,576,640,000 6 PT. UNISERAYA 7, Rp2,585,279,235,000 7 PT. TRIOMAS FDI 2, Rp952,297,104,000 8 CV. ALAM LESTARI Rp361,033,695,000 9 PT. MADUKORO 5, Rp3,073,059,792, PT. BINA DAYA BINTARA 4, Rp2,090,088,000, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4, Rp1,780,350,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3, Rp1,442,727,000, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1, Rp823,680,000,000 Total Potensi Tegakan Rp.20,336,579,670,000 b. Nilai Pakai Lahan Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur pakai lahan selama 100 tahun. Untuk itu seandainya lahan tersebut digunakan untuk menanam tanaman semusim. Menurut penelitian Tim Demfam IPB (2002) adalah Rp ,- /ha. Rincian dan total kerugian yang terjadi pada perusakan hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : Perusahaan Page 32 of 61 Luas RKT (Ha) Biaya Pelepasan Karbon (Luas RKT x Rp ,- /ha/th x 100 th 1 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 2,250 Rp7,200,000,000,000 2 PT. MITRA TANI NUSA SEJATI 3,000 Rp9,600,000,000,000 3 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 2,624 Rp8,396,800,000,000 4 PT. RIMABA MUTIARA PERMAI 5,771 Rp18,467,200,000,000 5 PT. SELARAS ABADI UTAMA 4,032 Rp12,902,400,000,000 6 PT. UNISERAYA 7,291 Rp23,331,200,000,000

34 7 PT. TRIOMAS FDI 2,902 Rp9,286,400,000,000 8 CV. ALAM LESTARI 635 Rp2,032,000,000,000 9 PT. MADUKORO 5,942 Rp19,014,400,000, PT. BINA DAYA BINTARA 4,872 Rp15,590,400,000, PT. SERAYA SUMBER LESTARI 4,150 Rp13,280,000,000, PT. RIMBA MANDAU LESTARI 3,363 Rp10,761,600,000, PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT 1,920 Rp6,144,000,000,000 Total Nilai Pakai Lahan Rp.156,006,400,000, Pemulihan ekologi Sebenarnya mustahil untuk mengembalikan lahan yang rusak kembali pulih seperti sediakala, karena ekosistem hutan alam klimaks yang terbentuk merupakan hasil suksesi vegetasi selama jutaan tahun. Biaya pemulihan untuk mengaktifkan fungsi ekologi yang hilang di areal Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode adalah : No. Rincian Jumlah (Rp) Penyediaan air melalui pembangunan reservoir Pengendalian limpasan dan erosi Pembentukan tanah Pendaur ulang unsur hara Pengurai limbah Keanekaragaman hayati Sumberdaya genetik Pelepasan karbon Rp.197,445,600,000,000,- Rp.292,512,000,000,- Rp.24,376,000,000,- Rp.224,259,200,000,- Rp.21,207,120,000,- Rp.131,630,400,000,- Rp.19,988,320,000,- Rp.1,575,177,120,000,- Jumlah Rp.199,734,750,160,000,- Total yang biaya kerugian yang terjadi pada hutan alam menjadi tanah rusak dan hutan tanaman di IUPHHK-HT berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) yang dikeluarkan Burhanudin sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau periode : No. Rincian Jumlah (Rp) Kerusakan ekologi Kerusakan ekonomi Pemulihan ekologi Rp.310,938,062,160,000 Rp.176,342,979,670,000 Rp.199,734,750,160,000 Jumlah Rp.687,015,791,990,000 Estimasi Total kerugian Perusakan Ekologis akibat di areal RKT yang bertentangan dengan hukum : Rp.687,015,791,990,000 atau setidaknya Rp 687 Triliun. Bandingkan dengan Page 33 of 61

35 penghitungan PSDH DR yang dilakukan oleh BPKP total Rp atau setidaknya hanya Rp 519 miliar. Setidaknya dengan Jaksa Penuntut Umum melakukan penghitungan kerugian Negara di sector Ekologis-Ekonomis, bisa mempengaruhi keyakinan majelis hakim agar menghukum terdakwa lebih berat. Ini juga untuk memberi rasa keadilan bagi hutan yang sudah rusak akibat perbuatan terdakwa. f. PENAMBAHAN KETERANGAN AHLI Keterangan Ahli yang didatangkan oleh jaksa KPK terlalu sedikit. Dalam dakwaan JPU KPK menghadirkan empat ahli, tiga dari kehutanan, satu dari BPKP. Melihat pertimbangan majelis hakim memilih dakwaan subsider dibanding dakwaan primer dalam pertimbangan majelis hakim tidak ditemukan reasoning hukum yang jelas. Majelis hakim hanya melakukan pertimbangan suka-suka terkait unsur perbuatan melawan hukum dengan penyalahgunaan wewenang. Dan pertimbangan utama majelis hakim meringankan terdakwa karena perbuatan RKT yang diterbitkan terdakwa belum dicabut Menhut. Karena masuk pada wilayah keahlian tertentu di bidang hukum administrasi Negara, hukum pidana sebaiknya Jaksa Penuntut Umum menambah keterangan ahli. Sebaiknya jaksa KPK mendatangkan ahli minimal 3 (tiga) orang Ahli, 1 (satu) orang dari bidang kelimuan Ilmu Hukum bidang Kajian Hukum Pidana, 2 (dua) orang bidang Hukum Administrasi Negara. Ini agar bisa memberikan keyakinan pada majelis hakim bahwa tidak ada multitafsir dalam unsur-unsur sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. A. TEMUAN DAN ANALISIS PUTUSAN Dr M Syamsudin, SH, MH dalam bukunya Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim berbasis Hukum Progresif. Dalam buku tersebut Syamsudin meneliti kasus korupsi di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tipikor. Kritik sentral buku tersebut ada pada Hakim yang memutus perkara. Proses pembuatan putusan oleh hakim pengadilan, terutama dalam perkara pidana, merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit dilakukan sehingga memerlukan pelatihan, pengalaman dan kebijaksanaan. Menurut Artidjo Alkotsar, sebagai figure sentral penegak hukum, para hakim memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab professional untuk menguasai knowledge, memiliki skill berupa legal technical capacity dan kapasitas moral standar. Dengan adanya kecukupan pengetahuan dan keterampilan tekhnis, para hakim dalam memutus suatu perkara akan dapat memberikan pertimbangan hukum (legal reasoning) yang tepat dan benar. Jika suatu putusan pengadilan tidak cukup mempertimbangkan tentang hal-hal yang relevan yuridis dan sah muncul di persidangan, maka akan terasa adanya kejanggalan yang akan menimbulkan matinya akal sehat. Putusan pengadilan yang tidak logis akan dirasakan pula oleh masyarakat yang paling awam, karena putusan pengadilan menyangkut nurani kemanusiaan. Penegak hukum bukanlah budak kata-kata yang dibuat pembentuk undang-udang, melainkan lebih dari itu mewujudkan keadilan berdasarkan norma hukum dan akal sehat. Page 34 of 61

36 Jika hakim menggunakan pemaknaan sempit tentang unsur-unsur tindak pidana korupsi, ada kecenderungan putusan tidak bersalah (bebas) dan atau jikalau dijatuhi vonis pidana, sanksinya ringan sangat ringan. Sebaliknya, jika hakim mengikuti pemaknaan luas tentang unsur-unsur tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, terdapat kecenderungan putusan bersalah (dipidana). Terhadap putusan pemidanaan ini ada yang menjatuhkan sanksi pidannya bervariasi, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Namun kecenderungan hakim menjatuhkan pidana dengan kategori ringan. Penafsiran luas adalah penafsiran yang memaknai TPK secara materil yang memasukkan unsur kepatutan dan perbuatan tercela yang bersumber dari ketentuan hukum yang tidak tertulis. Penafsiran sempit adalah penafsiran yang memaknai TPK hanya berdasarkan aturan perundanga-undangan tertulis dan mengabaikan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Pada praktik menunjukkan, terdapat hubungan yang sangat erat antara karakteristik penafsiran hukum dan putusan hakim. Baik tidaknya atau berbobot tidaknya kualitas putusan hakim salah satunya dapat dilihat dari bagaimana hakim menafsirkan suatu rumusan pasal tertentu dalam undang-undang, dikaitkan dengan perkara yang akan diputus serta kontekstualisasinya dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Data perbandingan putusan majelis hakim yang menangani perkara korupsi di Pengadilan Umum dan Pengadilan Tipikor menunjukkan sejak berdiri tahun , pengadilan Tipikor berhasil menyelesaikan perkara korupsi sebanyak 145 perkara. Semuanya diputus dipidana. Pengadilan Tipikor tidak mengenal vonis percobaan maupun vonis di bawah satu tahun penjara. Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis penjara rata-rata 50,90 bulan penjara atau 4,24 tahun penjara. Perkara korupsi yang diputus hakim di Pengadilan Umum berdasarkan statistik sejak menunjukkan bahwa perkara korupsi yang diperiksan dan diputus oleh majelis hakim di pengadilan umum selama jika diperbandingkan antara yang diputus tidak bersalah dan yang diputus bersalah adalah 349 : 413 atau 45, 81 % : 54,19 % dari total perkara 762. Pengadilan umum menjatuhkan sanksi pidana penjara terhadap terdakwa korupsi pada kategori sanksi pidana yang sangat ringan. Kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan penanganan perkara yang ditangani pengadilan Tipikor. Selama tahun pengadilan Tipikor berhasil memeriksa dan memutus perkara Tipikor sebanyak 105 perkara. Dari jumlah itu seluruhnya divonis bersalah dan tidak ada satupun yang divonis bebas dan lepas. Di pengadilan Tipikor rata-rata perkara Tipikor divonis 4,4 tahun penjara. Di pengadilan Umum perkara Tipikor kecenderungannya divonis ringan, yakni dibawah satu tahun penjara. Penelitian tersebut menunjukkan kualitas putusan hakim pada Pengadilan Umum yang menangani perkara korupsi dengan vonis ringan belum berhasil menunjukkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Artinya hakim karir di Pengadilan Umum belum menunjukkan upaya pemberantasan korupsi. Page 35 of 61

37 Putusan Mejlis Hakim terhadap terpidana Burhanuddin Husin pada Pengadilan Tipikor Pekanbaru memperlihatkan bahwa hakim karir memang belum menunjukkan upaya pemberantasan korupsi. Meskipun para hakim dalam menafsirkan makna korupsi, batas-batas, unsur-unsur dan juga vonisnya selalu mengacu dan sangat terikat pada batasan-batasan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang terkait korupsi. Sebab dalam memeriksa perkara korupsi hakim terikat pada surat dakwaan yang diajukan JPU. Pada 24 Oktober 2012, Majelis hakim memvonis Burhanuddin Husin 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Burhanuddin Husin divonis lebih ringan dari terpidana dalam kasus kehutanan sebelumnya terpidana Asral Rahman (5 tahun) dan terpidana Syuhada Tasman (4 tahun) yang sama-sama terlibat kasus korupsi kehutanan saat jabat Kadishut Riau. Lantaran majelis hakim tak mengenakan dakwaan primer. Dakwaan primer tak dapat digunakan karena salah satu unsurnya tak terpenuhi, kata Isnurul. Hakim Krosbin Lumban Gaol juga sepakat dengan pendapat Isnurul. Meskipun Rahman Silaen, Hakim Anggota dua (hakim ad hoc) lakukan disenting opinion karena, kata Silaen, semua unsur melakukan perbuatan melawan hukum dalam dakwaan primer bisa dibuktikan. Majelis hakim Menurut Isnurul dan Krosbin, pada unsur Perbuatan Melawan Hukum dengan mengesahkan 12 Reknacana Kerja Tahunan (RKT), Boy sudah tak dapat dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum. Pertama, Menhut telah menerbitkan Permenhut No P03/Menhut II/ 2005 tentang pedoman verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Usaha Kayu pada Hutan Alam (IUPPPHKHA) dan atau Izin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHKHT) yang ditebitkan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam pelaksanaanya telah dilakukan verfikasi. Dalam persidangan, Burhanuddin Husin juga telah menunjukan adanya beberapa perusahaan yang sudah diverifikasi oleh Kepmenhut dan izinya masih berjalan hingga sekarang karena setelah diverifikasi dikeluarkan izin pembaharuan rentang tahun Perkara Tipikor Burhanuddin Husin ditangani tiga majelis Hakim. Isnurul Syamsul Arif, SH MH dan Krosbin Lumban Gaol, SH, MH (hakim karir) dan Rakhman Silaen SH, MH (Hakim ad hoc). Petikan putusan majelis hakim: 1. Menyatakan terdakwa Drs. H Burhanuddin Husin, MM tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diancam dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana dalam dakwaan Primair 2. Membebaskan terdakwa Drs H Burhanuddin Husin, MM dari dakwaan tersebut 3. Menyatakan terdakwa Drs H Burhanuddin Husin, MM terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah BERSAMA-SAMA MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI 4. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Drs H Burhanuddin Husin, MM berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan, dan pidana denda Rp Page 36 of 61

38 (seratus juta rupiah) sebesar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan kurungan 5. Menetapkan masa selama terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 6. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan 7. Menyatakan barang bukti berupa: vide putusan...dst 8. Menetapkan agar terdakwa Drs H Burhanuddin Husin, MM membayar biaya perkara sebesar Rp (sepuluh ribu rupiah) Sebagaimana kaidah hukum, suatu putusan pidana, idealnya harus memenuhi unsur yuridis, sosiologis, dan filosofis. Hakim akan menggunakan metode analisis yuridis komprehensif untuk memecahkan hukum dari perkara yang ditanganinya. Aspek yuridis sebagai pendekatan pertama dan utama, yaitu sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Pendekatan filosofis, yaitu berintikan pada kebenaran dan rasa keadilan, sedangkan pendekatan sosiologis, yaitu sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat. Perihal pentingnya suatu putusan pidana harus memenuhi tiga unsur, yaitu yuridis, sosiologis, dan filosofis sebagaimana Soerjono Soekanto mengemukakan alasannya sebagai berikut: o o Apabila hanya mementingkan aspek yuridisnya, maka putusannya menjadi tidak hidup; Apabila hanya mementingkan aspek sosiologisnya, maka putusannya menjadi sarana pemaksa dan apabila hanya mementingkan aspek filosofisnya, maka putusannya menjadi tidak realistik. Dr M Syamsudin, SH, MH dalam bukunya Kontruksi Baru Budaya Hukum Hakim berbasis Hukum Progresif dalam bukunya halaman mengurai sebenarnya dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan, hakim dapat menghukum atau membebaskan terdakwa, hal itu bukan bergantung pada undang-undang, melainkan pada mau-maunya/selera hakim. Jika sang hakim berkehendak menghukum terdakwa, ia dapat menggunakan perspektif tertentu dan mencarikan dalil, undang-undang yang dapat dijadikan pembenar. Sebaliknya, jika hakim berkehendak membebaskan terdakwa, ia dapat memilih perspektif, dalil, dan undang-undang yang lain lagi. Pilihan hakim atas perspektif itu secara formal dapat disusun dengan sangat logis, sehingga secara formal pula terasa benar. Karena sifatnya nisbi dan bergantung pada perspektif tertentu, andai hakim akan membuat putusan yang sebaliknya, dapat dibuat argument yang secara yuridis formal juga logis dengan cara mengganti perspektif, dalil dan undangudang yang dijadikan argumennya. Dengan kebebasannya memilih perspektif secara sepihak, terbuka kemungkinan bagi hakim untuk mengeosiasikan atau menawarkan putusan sambil minta imbalan tertentu, baik melalui transaksi uang maupun transaksi politik. Apapun putusan yang dikehendaki dapat dibangunkan logikanya yang dapat diterima. Kalau tidak terjadi hal yang luar biasa, transaksi judicial corruption dapat mudah lolos karena dalam putusan dan memilih perspektif, hakim dapat berlindung di bawah prinsip kebebasan hakim untuk membuat putusan atas nama keyakinannya. Page 37 of 61

39 Mau-maunya/selera hakim dan terasa benar tergambar dalam pertimbangan majelis hakim dalam perkara terdakwa Burhanuddin Husin. Alasan utamanya pertimbangan majelis hakim ambigu dan tidak konsisten serta mengabaikan yurisprudensi dalam perkara yang sama. c. PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MEMBINGUNGKAN, INKONSISTEN DAN MENGABAIKAN YURISPRUDENSI DALAM PERKARA YANG SAMA 1. Terkait Memperkaya Diri Sendiri dan Menguntungkan diri sendiri Sebelum memutuskan majelis hakim melakukan pertimbangan apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya. Terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan berbentuk subsidair. Intinya dakwaan primer tidak terbukti, dakwaan subsider terbukti. Dalam dakwaan Primer terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Dalam dakwaan Subsidiair terdakwa didakwa Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Pertimbangan majelis hakim dalam dakwaan primer: Tidak terpenuhinya salah satu unsur dalam dakwaan primer, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer. Ia harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. Page 38 of 61

40 Pertimbangan Majelis hakim dalam dakwaan subsider: Menurut pertimbangan majelis hakim, dengan terpenuhinya unsur-unsur dalam dakwaan subside tersebut, maka terdakwa terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana Bersama-sama Melakukan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu unsur tidak terpenuhi dalam dakwaan primer yaitu unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi (lihat warna kuning) karena perusahaan telah membayar PSDH DR, belum ada IUPHHK HT yang dibatalkan dan terdakwa tidak memperoleh keuntungan pribadi. Namun dalam pertimbangan unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi (lihat bold warna hijau), meski terdakwa tidak memperoleh keuntungan pribadi tidak terpenting akibat perbuatan terdakwa telah menguntungkan orang lain atau suatu korporasi. Jelas pertimbangan majelis hakim membingungkan. Sebab dalam penjelasan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ada menjelaskan terkait unsur-unsur memperkaya diri sendiri dan menguntungkan diri sendiri. Page 39 of 61

41 Ada beberapa referensi untuk menjelaskan persamaan memperkaya diri sendiri dan menguntungkan diri sendiri. R Wiyonno, dalam Pembahasan UU Pemberantasan Tipikor, menjelaskan yang dimaksud dengan memperkaya adalah perbuatan yang dilakukan untuk menjadi lebih kaya lagi. Yang dimaksud dengan menguntungkan sama artinya dengan mendapatkan untung, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran, terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya. Cifor dalam Panduan Investigasi dan Penuntutan dengan Pendekatan Hukum Terpadu. Memperkaya diri sendiri adalah upaya mengumpulkan kekayaan yang tidak setara dengan penghasilannya atau penambahan kekayaan dari sumber yang tidak sah (Sukardi 2009). Pengertian lain perbuatan yang dilakukan untuk lebih kaya, sedangkan berdasarkan putusan pengadilan negeri Tangerang tanggal 13 Mei 1992 No 18/Pid/B-1992/PN/TNG memperkaya adalah menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya atau yang sudah kaya bertambah kaya (Wiyono 2006). Sedangkan menguntungkan diri sendiri adalah upaya untuk mengumpulkan kekayaan yang tidak setara dengan penghasilannya atau penambahan kekayaan dari sumber yang tidak sah (Sukardi 2009). Pengertian lain adalah dengan mendapatkan keuntungan, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran. Dari rumusan tersebut terlihat jelas bahwa, memperkaya diri sendiri dan menguntungkan diri sendiri tidak ada perbedaan, justru sama-sama adanya penambahan kekayaan. Menurut Dr H Juni Sjafrien Jahja, SH MH dalam Say No To Korupsi! Menyebut memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dilihat dari konstruksi yuridis dalam undangundang pemberantasan korupsi yang dianut di Indonesia sangat meluaskan jangkauannya. Walaupun pelaku tindak pidana tidak mendapat sesuatu keuntungan sama sekali tetapi harus mempertanggungjawabkan kerugian keuangan Negara yang timbul karenanya. Ini menunjukkan majelis hakim inkonsisten dalam menjelaskan unsur memperkaya dan menguntungkan. Karena memperkaya dan menguntungkan tidak ada bedanya, seharusnya majelis hakim menggunakan unsur memperkaya diri sendiri, karena dalam frasa memperkaya sudah masuk unsur menguntungkan. 2. Terkait Perbuatan Melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang Secara teoritis terdapat perbedaan konsep dan parameter perbuatan melawan hukum dengan penyalahgunaan wewenang. Dalam praktek kerap dicampur adukkan. Menurut Minarno, secara implisit penyalahgunaan wewenang inhaeren (sama) dengan melawan hukum, karena penyalahgunaan wewenang esensinya merupakan perbuatan Page 40 of 61

42 melawan hukum. Unsur perbuatan melawan hukum merupakan genusnya, unsur penyalahgunaan wewenang spesiesnya. Meskipun penyalahgunaan wewenang dan melawan hukum inhaeren tidaklah berarti jika unsur melawan hukum dapat dibuktikan, lantas secara mutatis mutandis unsur penyalahgunaan wewenang juga terbukti. Atau sebaliknya. Penggunaan unsur melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang sebagai dakwaan terhadap pejabat atau pegawai negeri, haruslah dipilih pasal 3. Namun Pasal 2 juga bisa dipakai karena unsur setiap orang. Bahwa lebih muda membuktikan delik yang tercantum dalam perumusan Pasal 3 daripada Pasal 2. Hanya dalam satu hal saja perumusan Pasal 3 lebih sulit daripada pasal 2, yaitu dengan adanya kata-kata menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang menunjukkan bahwa subjek delik pada Pasal 3 harus memenuhi kualitas sebagai pejabat atau mempunya kedudukan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ketentuan pasal 3 ini adalah luas dalam rumusnya karena mempergunakan istilah umum menyalahgunakan dan tidak mengadakan perincian seperti halnya dengan Pasal 52 KUHP dengan kata oleh karena melakukan tindak pidana yang diperolehnya dalam jabatannya. Penjelasan ini sebenarnya belum membuat terang atau jelas apa yang dimaksud dengan kedududkan itu. Menurut Sudarto, istilah kedudukan di samping perkataan jabatan adalah meragukan. Jika kedudukan ini diartikan fungsi pada umumnya, maka seorang direktur bank swasta juga punya kedudukan. Sudarto juga mengemukakan bahwa badan (korporasi) di situ tidak hanya badan swasta, misalnya PT, Yayasan, dan sebagainya, tetapi juga badan pemerintah, misalnya kantor, jawatan/dinas, dan sebagainya (Prof Andi Hamzah dalam Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Hal ) Penjelasan Pasal 2 dan pasal 3 terkait unsur setiap orang dalam pertimbangan majelis hakim tidak ada perbedaan, hakim menyatakan telah terpenuhi. Artinya setiap orang masuk dalam kategori tesebut. Dalam pertimbangan dakwaan Primer majelis hakim terbukti bahwa perbuatan penyalahgunaan wewenang berupa pembiaran adalah inhaeren dengan perbuatan melawan hukum, dan majelis hakim menyatakan perbuatan melawan hukum terpenuhi. Dalam pertimbangan dakwaan subsider majelis pada unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanaya karena jabatan atau kedududkan mempertimbangkan: terdakwa tidak melakukan penilaian sebagaimana yang diamanatkan kepadanya. Ia sepenuhnya mempercayakan begitu saja penilaia itu dilakukan oleh pejabat tekhnis dibawahnya, bahkan di persidangan diakuai terdakwa ia sama sekali tidak memahami peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya melakukan penilaian dan pengesahan RKT tersebut, artinya meskipun terdakwa telah menandatangani pengesahan RKT pada hakekatnya ia tidak melakukan sesuatu perihal menilai dan mengesahkan RKT dimaksud. Perbuatan terdakwa Page 41 of 61

43 termasuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam unsur ketiga dalam dakwaan subside dengan demikian unsur ini terpenuhi. Pertimbangan majelis hakim keliru dan tidak memperhatikan urutan peristiwa dan prosedur sebelum RKT disahkan. Dalam Surat Tuntutan dalam dakwaan primer gambaran kronologis bahwa terdakwa bukan membiarkan, tapi sengaja melakukan perbuatan melawan hukum: Korporasi-korporasi yang memiliki IUPHHKHT di Kabuten Pelalawan dan Kabupaten Siak mengajukan surat permohonan penilaian dan pengesahan Usulan Rencana Kerja Tahunan (URKT) UPHHKHT kepada terdakwa sebagai dasar melakukan penebangan kayu hutan alam di areal IUPHHKHT dengan alasan guna penyiapan lahan atau land clearing yang isinya antara lain memuat rencana penebangan dan target produksi penebangan hutan alam. Tembusan juga diberikan pada Drs Edi Suriandi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan dan Amin Budiadi, Kepala Dinas Kehutanan Siak Edi Suriandi di Pelalawan dan Amin Budiadi di Siak lantas melakukan survei untuk mengetahui potensi tegakan kayu hutan alam di areal IUPHHKHT yang dimohonkan penilaian dan pengesahan RKT. Hasil survei berisi hutan alam di atas 5m3/ha lantas disampaikan pada terdakwa Terdakwa menerima hasil survei itu memerintahkan Fadrizal Labay, Kasubdin Pengembangan Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi Riau, lantas Fadrizal Labay memerintahkan Frederik Suli untuk koordinasi dengan Purna Irwansyah MM Purnama Irwansyah membuat nota dinas tentang penghitungan potensi tegakan kayu hutan alam pada areal yang dimohonkan penilaian dan pengesahan URKT UPHHKHT oleh korporasi. Isi Nota dinas menyimpulkan dalam blok RKT yang diusulkan terdapat potensi kayu hutan alam Terdakwa mengetahui IUPHHKHT yang diterbitkan Bupati Pelalawan H Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak Arwin As bertentangan dengan Kepmenhut Terdakwa mengetahui URKT yang dimohonkan penilaian dan pengesahan tersebut berisi rencana penebangan kayu hutan alam yang memiliki potensi tegakan lebih dari 5m3/ha, yang seharusnya menurut Kepmenhut tidak boleh ditebang, tetap mengesahkah URKT-UPHHKHT yang diajukan oleh korporasi Atas dasar pengesahan RKT tersebut Korporasi-korporasi melakukan penebangan kayu hutan alam atau menebang melebihi tegakan kayu lebih dari 5m3/ha Atas perbuatan terdakwa mengesahkan rkt hutan alam tersebut telah memperkaya atau menguntungkan sembilan korporasi di Pelalawan senilai total Rp , dan korporasi di Siak total Rp Perbuatan terdakwa juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara total Rp Perhatikan angka 3, 5 dan 6, terlihat jelas bahwa terdakwa sempat membaca surat tembusan, lantas memerintahkan staf untuk menganalisis, lantas staf menemukan URKT perusahaan mencakup hutan alam dan bertentangan dengan Kepmenhut, dan terdakwa menyadari dan sengaja mengetahui bahwa URKT bertentangan dengan Kepmenhut, namun tetap melanjutkan mengesahkan. Page 42 of 61

44 Ringkasnya, ada unsur kesengajaan terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum berupa melanggar keputusan Menhut, padahal salah satu kewenangan Kepala Dinas Kehutanan waktu itu tidak memberikan izin jika melanggar aturan. Bukan factor pembiaran sebagaimana pertimbangan majelis hakim. Jadi jelas perbuatan terdakwa sepantasnya Perbuatan melawan hukum, karena berdasarkan penilaian staf Dinas Kehutatanan ditemukan URKT bertentangan dengan Kepmenhut sebagaiman dalam dakwaan jaksa penuntut Umum. 3. Disparitas Putusan Hakim mengabaikan Yurisprudensi dalam perkara yang sama Laporan penelitian Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI tahun 2010 bertajuk Kedudukan dan Relevansi Yurisprudensi untuk Mengurangi Disparitas Putusan Pengadilan menyimpulkan laporan Terjadinya disparitas putusan Hakim bukanlah disebabkan karena ketidakjelasan tentang pengertian dan pengaturan mengenai kriteria unsur memperkaya dan atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, akan tetapi disebabkan kurangnya sikap progresif aparat penegak hukum, khususnya Hakim (berupa komitmen, determinasi, dan keberanian) melawan korupsi yang telah merugikan keuangan negara. Semestinya demi kepentingan negara / rakyat, maka setiap aparat penegak hukum khususnya Hakim harus mencanangkan suatu perubahan sikap, dengan melakukan inovasi bahwa Hakim Indonesia adalah Hakim yang memiliki nurani (conscience of the court) dan nurani itu adalah anti korupsi. Dengan demikian putusan Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan, senantiasa berada dalam batas minimum dan maksimum ancaman pidana, sehingga bisa dicapai suatu "keserasian dalam pertimbangan" (consonant of consideration) yang menghasilkan suatu "kesamaan dalam pemidanaan" (parity in sentence). Oliver Wendel Holmes, bekas Hakim Agung Amerika Serikat yang terkenal, pernah memberikan perumusan tentang hakikat hukum yang kemudian menjadi terkenal, yaitu: "hukum itu adalah apa yang menurut perkiraan orang diputuskan oleh pengadilan". Jadi menurut Holmes, hukum itu bukannya yang tercantum di dalam perundang-undangan, melainkan perkiraan orang mengenai apa yang nantinya akan diucapkan oleh Hakim dalam putusannya. Pendapat Holmes ini berharga untuk diperhatikan dalam rangka pembicaraan mengenai efektifitas peraturan hukum ini. Sebab, apa yang dikemukakan oleh Holmes itu mengandung arti, bahwa ada hubungan antara tafsiran orang mengenai apa yang merupakan hukum dengan keputusan-keputusan Hakim. Sekalipun misalnya perbuatan itu diancam dengan pidana 10 (sepuluh) tahun, akan tetapi Hakim "hanya" menjatuhkan pidana 5 (lima) bulan, maka hal ini akan mampu "membuat hukum baru di dalam pemikiran orang-orang", bahwa perbuatan atau kejahatan itu sebetulnya pidananya adalah 5 bulan. Mereka akan memperhitungkan, bahwa batas ancaman hukuman pidana 120 (seratus dupuluh) bulan itu pada akhirnya hanya dijatuhi hukuman 5 (lima) bulan saja. Dengan menambahkan masalah konsistensi dalam pelaksanaan hukum tersebut dalam hubungan dengan efektivitas peraturan hukum, maka muncul pula peranan Hakim sebagai salah satu mata rantai yang penting dalam turut membina efektifitas tersebut. Page 43 of 61

45 Yurisprudensi atau putusan hakim dalam perkara yang sama, merupakan salah satu sumber hukum formal dalam hukum. Yurisprudensi yang esensi pembentukan hukumnya melalui putusan pengadilan. Di Indonesia Yurisprudensi melalui putusan pengadilan, diakui sebagai dokumen hukum, mendapat posisi terhormat sebagai salah satu sumber hukum, dijadikan dasar serta acuan pula oleh hakim-hakim lain/berikutnya dalam menangani kasus yang serupa atau sejenis. Pertimbangan putusan hakim berdasarkan yurisprudensi bahwa dalam memutus perkara untuk memberikan suatu putusan (vonis), hakim mengikuti putusan-putusan hakim terdahulu apabila menemukan dan memerlukan penanganan atas kasus yang sama dan yurisprudensi ini akan menjadi yurisprudensi tetap apabila secara terus menerus dipakai sebagai acuan oleh hakim berikutnya dalam memutus kasus yang sama (sejenis). Kekuasaan Kehakiman di Indonesia berdasarkan Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, merupakan kekuasaan merdeka menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Hakim di Indonesia menganut aliran rechtsvinding dimana hakim diberikan keleluasaan, berdasarkan Undang-Undang, untuk menyelaraskan hukum yang ada dalam Undang- Undang. Hal ini untuk mencegah hukum tertinggal dari fenomena kemajuan zaman dimana delik atau peristiwa hukum yang terjadi mungkin belum diatur dalam Undang-Undang. Beberapa alasan pentingnya yurisprudensi, yaitu: o menciptakan standar hukum; o menciptakan kesatuan landasan hukum yang sama; o menciptakan kepastian hukum; o mencegah terjadinya disparitas putusan pengadilan; Dalam kasus korupsi perizinan IUPHHK dan RKT di Provinsi Riau sudah ada 5 (lima) putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Dua Bupati, tiga Kepala Dinas Kehutanan saat ini masih dalam penjara. Kasus Korupsi Perizinan IUPHHK HT dan RKT pertama kali masuk dalam persidangan pada tahun 2008 dengan terpidana Tengku Azmun Jaafar Bupati Pelalawan hingga tahun Page 44 of 61

46 Dalam putusan majelis terpidana Azmun Jaafar, Asral Rahman, Arwin AS, dan Syuhada Tasman majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur Pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satunya terlihat dalam pertimbangan majelis hakim: Menimbang, bahwa dengan memperhatikan uraian pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dapat disimpulkan bahwa pengertian tersebut mengandung arti telah terjadi adanya penambahan sejumlah uang atau harta benda. Disamping itu unsur ini juga bersifat alternatif sehingga cukup dibuktikan satu saja. telah terpenuhi dan terbukti. (Putusan No 16/PID.B/TPK/2010/PN.JKT- PST atas nama Asral Rachman, halaman 674) Menimbang bahwa unsur melakukan perbuatan memkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ini bersifat alternatif yang artinya perbuatan dengan tujuan menguntungkan tersebut bisa ditujukan untuk diri sendiri atau untuk orang lain atau korporasi.telah terpenuhi. (Putusan No: 10/PID.SUS/2011/PN.PBR atas nama terpidana Arwin As, halaman 339) Artinya pertimbangan majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan dakwaan Primer tidak terpenhui minim argumentasi dan tidak sesuai dengan yurisprudensi dalam perkara yang sama. Pilihan alternative majelis hakim jauh dari semangat pemberantasan korupsi sebagaimana dalam penjelasan umum UU Tipikor mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan Negara, tapi juga melanggar hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Putusan ini menunjukkan kurangnya sikap progresif aparat penegak hukum, khususnya Hakim (berupa komitmen, determinasi, dan keberanian) melawan korupsi yang telah merugikan keuangan negara. d. MAJELIS HAKIM TIDAK CERMAT MENGANALISIS TERKAIT WAKTU PENGESAHAN RKTOLEH TERDAKWA, VERIFIKASI MENHUT DAN SK PEMBARUAN MENHUT TERKATI IUPHHKHT Majelis Hakim menyatakan pembuktian unsur melakukan perbuatan melawan hukum telah terpenuhi. Dengan pertimbangan; 1. URKT IUPHHKHT yang IUPHHKHT diterbitkan Bupati Pelalawan dan Siak secara substansial tidak sesuai dengan Kepmenhut No.10.1/Kpts-II/2000 jo Kepmenhut No 21/Kpts-II/2001 tentang pedoman pemberian izin UPHHKHT yaitu areal yang diberikan masih berupa hutan alam yang potensi tegakan kayunya melebihi 5 m3/ ha. Page 45 of 61

47 2. Keputusan IUPHHK HT Pelalawan dan Kabupaten Siak mengandung cacat yuridis subtantif, namun IUPHHK HT tersebut masih berlaku atau belum dibatalkan pihak yang memiliki wewenang dalam hal ini Menteri Kehutanan. 3. Majelis hakim tidak sependapat dengan Ahli Ir Sugeng Widodo yang menerangkan IUPHHK HT harus dicabut Bupati jika lahan potensi tegakannya melebihi 5m3/ha atau berada di hutan alam atau melanggar Kepmenhut No 10.1/kPTS-II/2000. Karena menurut majelis hakim izin tersebut masih berlaku, terbukti sebelum pengesahan RKT oleh terdakwa izin IUPHHKHT masih berlaku. 4. Menteri telah menerbitkan Permenhut No P.03/Menhut-II/2005 tentang pedoman verifikasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan atau pada hutan tanaman yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota. Dalam pelaksanaanya telah diverifikasi terhadap IUPHHKHT. 5. Dalam nota pembelaan terdakwa terungkap tahun 2003 Kemenhut telah mengeluarkan kebijakan tentang percepatan pembangunan Hutan Tanaman untuk pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas dengan dikeluarkannya Kepmenhut No: SK.101/Menhut-II/ Telah terjadi perubahan kebijakan dengan terbitnya Kepmenhut No. SK 101/Menhut-II/ 2004 tanggal 24 Maret 2004, walau tidak langsung menghapus ketentuan Kepmenhut No SK 10.1/Menhut-II/2000. Namun, Kemenhut telah membenarkan proses penyiapan lahan (land clearing) dengan melakukan penebangan huta alam. 7. IUPHHKHT belum dicabut, bahkan sebagian telah diverifikasi dan terbit pembaharuan izin oleh Menhut dan ada program jangka pendek berupa percepatan pembangunan HTI sampai 2009 membenarkan kayu hasil land clearing pada hutan alam. Maka pengesahan RKT terdakwa meski secara hukum bertentangan dengan Kepmenhut No SK 10.1/Menhut-II/2000, namun sesuai Kepmenhut No sk.101/menhut-ii/2004, perbuatan terdakwa dapat dibenarkan. 8. Walau secara normatif perbuatan terdakwa dibenarkan, pengakuan tedakwa RKT sepenuhnya dilimpahkan pada pejabat tekhnis. Terdakwa tinggal teken. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan pembiaran dilakukan terdakwa tidak mampu kontrol penebangan hutan alam. Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasikan penyalahgunaan wewenang yang juga merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum. Inti pertimbangan majelis hakim: 1. Perbuatan terdakwa cacat yuridis secara substantif melanggar Kepmenhut No 10.1/Menhut-II/2000. Namun majelis hakim membenarkan perbuatan terdakwa sesuai Kepmenhut No sk.101/menhut-ii/2004, dan IUPHHKHT belum dicabut Menhut malah ada pembaharuan izin Menhut. 2. Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi penyalahgunaan wewenang karena terdakwa melakukan pembiaran tidak mampu mengontrol penebangan hutan alam Bahwa unsur Perbuatan Melawan Hukum menurut pertimbangan majelis hakim telah terpenuhi, menurut kami sudah tepat. Namun, alasan Majelis hakim tidak memperhatikan secara runut waktu pengesahan RKT oleh terdakwa, Verifikasi Menhut terhadap IUPHHK HT, Page 46 of 61

48 dan SK Pembaharuan dari Menhut. Majelis hakim hanya mendasari pertimbangannya pada Pledooi terdakwa. Padahal dalam pledooi terdakwa Burhanuddin Husin halaman menerangkan salah satu dasar penilaian dan pengesahan RKT tahun 2006 oleh Terdakwa adanya surat dispensasi dari Departemen Kehutanan yang ditandatangani langsung oleh Menteri Kehutanan kepada Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau, yaitu: Surat Nomor: S.439/Menhut-VI/2006 tanggal 17 Juli 2006 yang isinya: Sehubungan dengan surat PT Riau Andalan Pul and Paper Nomor : 26/RAPP-J/V/2006 tanggal 8 Mei Pada pokoknya: Bahwa sesuai dengan peraturan Menhut No P.03/Menhut-II/2005 jo P.05/Menhut- II/2005, IUPHHK HT yang dikeluarkan oleh Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Indragiri Hulu yang berjumlah 8 (delapan) perusahaan yakni PT Mitra Taninusa Sejati, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Rimba Mutiara Permai, PT National Timber and Forest Product, PT Bina Daya Bintara, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Bukit Betabuh Sei Indah, sedang dalam proses verifikasi oleh Departemen Kehutanan. Sambil menunggu penyelesaian proses verifikasi dan untuk menghindari terhentinya kegiatan pembangunan HTI yang meliputi pembukaan lahan, penanaman, dan pemberian kesempatan kerja masyarakat di sekitar hutan, maka pada prinsipnya kami dapat menyetujui kepada 8 (delapan) perusahaan dimaksud, untuk diberi pelayanan administrasi berupa pengesahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman untuk tahun Sesuai Keputusan Menhut No 151/Kpts-II/2003 jo No SK.45/Menhut/II/2004, Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman hanya diberikan 1 (satu) kali. Berdasarkan butir 1 s/d 3 di atas, kepada 8 (delapan) perusahaan tersebut dapat diberikan pelayanan administrasi berupa BK UPHHKHT HT untuk tahun Surat Nomor : S.554/Menhut-VI/2006 tanggal 29 Agustus 2006 yang isinya Sehubungan dengan surat PT Arara Abadi No 11/AA-JKT/VI/2006 tanggal 31 Mei Pada pokoknya: Bahwa sesuai dengan peraturan Menhut No P.03/Menhut-II/2005 jo P.05/Menhut- II/2005, IUPHHK HT yang dikeluarkan oleh Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Indragiri Hulu atas nama PT Balai Kayang Mandiri, PT PT Rimba Mandau Lestari, PT Rimba Rokan Perkasa dan PT Bina Daya Bentala, sedang dalam proses verifikasi oleh Departemen Kehutanan. Sambil menunggu penyelesaian proses verifikasi dan untuk menghindari stagnasi kegiatan di lapangan yang berdampak social terutama ketenagakerjaan (PHK), dan mencegah terjadinya okupasi kawasan hutan dan illegal logging, maka pada prinsipnya kami dapat menyetujui kepada 4 (empat) perusahaan dimaksud untuk diberi pelayanan administrasi berupa pengesahan BK UPHHK HT untuk tahun Page 47 of 61

49 Sesuai keputusan Menhut No 151/Kpts-II/2003 jo No SK.45/Menhut/II/2004, Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman hanya diberikan 1 (satu) kali. Berdasarkan butir 1 s/d 3 di atas, kepada 4(empat) perusahaan tersebut dapat diberikan pelayanan administrasi berupa BK UPHHKHT HT untuk tahun Dari Pledoi di atas tergambar bahwa dua kali Menhut mengirim surat ke Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau. Surat pertama tertanggal 17 Juli 2006 dan surat kedua tertanggal 29 Agustus Inti kedua surat perihal: 1. Menhut sedang memverifikasi perusahaan 2. Kadishut memberikan layanan Administrasi berupa BK UPHHKHT untuk tahun Artinya Menhut sedang memverifikasi 12 perusahaan. Khusus untuk kasus terdakwa Burhanuddin Husin hanya ada 6 (enam) perusahaan yang masuk dalam daftar verifikasi: Lantas, setelah Menhut melakukan verifikasi, selanjutnya Menhut menerbitkan Pembaruan izin. Khusus dalam kasus Burhanuddin Husin hanya ada 8 (delapan perusahaan) yang diberikan SK Permbaruan oleh Menhut: Melihat dari table tanggal surat Menhut terkait verifikasi dan pembaharuan izin, terlihat bahwa Terdakwa Burhanuddin Husin Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau telah menerbitkan RKT UPHHKHT sebelum ada surat dari Menhut terkait Verifikasi dan Pembaharuan izin. Artinya RKT UPHHKHT sudah terbit sebelum adanya verifikasi dari Menhut. Hanya ada satu perusahaan yang diterbitkan terdakwa di atas bulan Juli 2006 yaitu PT National Timber Forest and Product pada tanggal 1 September Page 48 of 61

50 Note: RKT yang diteken terdakwa Burhanuddin Husin Dan pembaharuan izin terbit setelah terdakwa tidak lagi menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau. Menurut keterangan terdakwa dalam Pledoinya terdakwa menjabat sebagai Kadishut Riau pada tanggal 10 Agustus 2005 sampai dengan tanggal 6 September Sementara izin Pembaharuan Menhut terbit 22 Desember 2006 hingga Mei Artinya hakim tidak cermat dan runut memperhatikan perusahaan mana saja yang sedang diverifikasi Menhut lantas terbit pembaruan izin. e. TELAAHAN ATAS BESCHIKING SALING BERBENTURAN YAITU KEPMENHUT NO 10.1/MENHUT-II/2000 BERBENTURAN DENGAN KEPMENHUT NO SK.101/MENHUT- II/2004. MANA YANG BENAR DARI SISI HUKUM ADMINSTRASI? Kebijakan dibidang kehutanan di Indonesia, jika dilihat dari konsideran dan asas yang termuat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, haruslah: 1. Memposisikan hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia; 2. Memeperlakukan hutan sebagai kekayaan yang dikuasai oleh Negara yang dapat memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia; 3. Keberadaan hutan wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang; Page 49 of 61

Berani Jujur, Hebat!

Berani Jujur, Hebat! Berani Jujur, Hebat! Biar Jujur dan Hebat Klik www.riaucorruptiontrial.wordpress.com http://riaucorruptiontrial.wordpress.com KEJAHATAN KEHUTANAN, BISNIS MENGUNTUNGKAN DI BUMI MELAYU Korupsi Kehutanan

Lebih terperinci

KEJAHATAN KEHUTANAN, BISNIS MENGUNTUNGKAN DI BUMI MELAYU

KEJAHATAN KEHUTANAN, BISNIS MENGUNTUNGKAN DI BUMI MELAYU BENTANGAN PRA PUTUSAN KASUS KORUPSI KEHUTANAN TERDAKWA BURHANUDDIN HUSIN KEJAHATAN KEHUTANAN, BISNIS MENGUNTUNGKAN DI BUMI MELAYU Bagaimana korporasi menebang hutan alam hingga merugikan Negara setengah

Lebih terperinci

Hutan Alam ditebang, Dijual ke PT RAPP

Hutan Alam ditebang, Dijual ke PT RAPP BENTANGAN RCT PERBUATAN MELAWAN HUKUM Khusus Kesaksian Direktur Korporasi Hutan Alam ditebang, Dijual ke PT RAPP Ditebang kayu alam untuk ditanam kayu akasia. Hasilnya dijual ke RAPP untuk diolah menjadi

Lebih terperinci

Quo Vadis Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kasus Korupsi Kehutanan DORMIUNT ALIQUANDO LEGES NUNQUAM MORIUNTUR

Quo Vadis Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kasus Korupsi Kehutanan DORMIUNT ALIQUANDO LEGES NUNQUAM MORIUNTUR Quo Vadis Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kasus Korupsi Kehutanan DORMIUNT ALIQUANDO LEGES NUNQUAM MORIUNTUR A. SEKILAS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI KUHP tidak mengenal pertanggungjawaban korporasi.

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

Menghentikan Deforestasi Hutan Alam di Kawasan Hutan Produksi

Menghentikan Deforestasi Hutan Alam di Kawasan Hutan Produksi JARINGAN KERJA PENYELAMAT HUTAN RIAU Menghentikan Deforestasi Hutan Alam di Kawasan Hutan Produksi Pendekatan ILEA (Studi Kasus Kebijakan Gubernur Riau terhadap pemberian Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

A. Kasus Posisi. Pengadilan Negeri Sumedang yang mengadili perkara pidana dengan

A. Kasus Posisi. Pengadilan Negeri Sumedang yang mengadili perkara pidana dengan BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUMEDANG Nomor 13/Pid.B/2015/PN.Smd DALAM PERKARA PIDANA EKSPLOITASI SUMBER DAYA AIR OLEH PT.COCA COLA BOTTLING INDONESIA (PT. CCBI) SUMEDANG A. Kasus Posisi Pengadilan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak BAB IV ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN PADA PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 235/PID.SUS/2012/PTR Tindak Pidana dan Tanggung Jawab Korporasi di Bidang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 PENGANTAR Kasus tindak pidana yang dituduhkan dan kemudian didakwakan kepada seseorang dalam jabatan notaris telah banyak terjadi di

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.45/MENHUT-II/2007 TENTANG TATA CARA IZIN PERALATAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DAN BUKAN KAYU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009 Tentang PENGGANTIAN NILAI TEGAKAN DARI IZIN PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU DARI PENYIAPAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

Kasus Korupsi PD PAL

Kasus Korupsi PD PAL Kasus Korupsi PD PAL banjarmasinpost.co.id Mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Banjarmasin yang diduga terlibat dalam perkara korupsi i pengadaan dan pemasangan jaringan

Lebih terperinci

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 101/Menhut-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN PT. MITRA HUTANI JAYA ATAS

Lebih terperinci

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH. KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 58 PK/Pid.Sus/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana khusus pada pemeriksaan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

RILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan

RILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan RILIS MEDIA Hasil Eksaminasi Publik Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah Provinsi Jambi Tahun 2009 Putusan Pengadilan Tipikor Nomor: 08/PID.B/TPK/2012/PN.JBI (Terdakwa: Drs. A. Mawardy Sabran, MM, Ketua STIE-ASM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 69/Pid.Sus/2014/PT.Bdg

P U T U S A N. Nomor 69/Pid.Sus/2014/PT.Bdg P U T U S A N Nomor 69/Pid.Sus/2014/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam buku pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUHAP) disebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 198/PID.B/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;

P U T U S A N NOMOR : 198/PID.B/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; P U T U S A N NOMOR : 198/PID.B/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 10/G/2015/PTUN-Pbr DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 10/G/2015/PTUN-Pbr DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 10/G/2015/PTUN-Pbr DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN NOMOR 377 K/PID.SUS/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus pada tingkat kasasi memutuskan sebagai

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara 1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Putusan Nomor : 217/Pid.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap : SUWARSONO ALS WAK NO

P U T U S A N. Putusan Nomor : 217/Pid.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap : SUWARSONO ALS WAK NO P U T U S A N Nomor : 217/PID.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ

P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PENINGKATAN JALAN NANTI AGUNG - DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA

KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PENINGKATAN JALAN NANTI AGUNG - DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PENINGKATAN JALAN NANTI AGUNG - DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA http://www.beritasatu.com 1 Bengkulu - Kepala Polda Bengkulu, Brigjen Pol. M. Ghufron menegaskan,

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN DAN PERLUASAN AREAL KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM HUTAN TANAMAN PADA

Lebih terperinci

Nomor : 20/PID.SUS/2011/PT-MDN.-

Nomor : 20/PID.SUS/2011/PT-MDN.- P U T U S A N Nomor : 20/PID.SUS/2011/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara Pidana dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 330/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

: Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Hadirin harap berdiri. (Majelis Hakim memasuki ruang persidangan)

: Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Hadirin harap berdiri. (Majelis Hakim memasuki ruang persidangan) Panitera : Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Hadirin harap berdiri. (Majelis Hakim memasuki ruang persidangan) Panitera : Dipersilakan duduk kembali. Hakim Ketua : Sidang perkara tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN.

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. P U T U S A N Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA --------- PENGADILAN TINGGI MEDAN yang mengadili perkara - perkara tindak pidana korupsi dalam peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

Realease Atas Examinasi Publik Putusan atas nama Terdakwa Arwin AS Mantan Bupati Siak Reg. Per. 10/Pid.Sus./2011/PN.PBR

Realease Atas Examinasi Publik Putusan atas nama Terdakwa Arwin AS Mantan Bupati Siak Reg. Per. 10/Pid.Sus./2011/PN.PBR Realease Atas Examinasi Publik Putusan atas nama Terdakwa Arwin AS Mantan Bupati Siak Reg. Per. 10/Pid.Sus./2011/PN.PBR Examinasi Publik dalam perkara pidana Reg. Per. 10/Pid.Sus./2011/PN.PBR, dalam perkara

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang mengaturnya, karena hukum merupakan seperangkat aturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1

KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1 KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1 Latar Belakang Penangganan tindak pidana kehutanan khususnya kasus penebangan pohon secara tidak sah atau yang secara popular dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua

Lebih terperinci

P U T U S A N 10/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR

P U T U S A N 10/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR Nomor P U T U S A N 10/PID.SUS-LH/2017/PT.PBR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 24/PID.SUS/2013/PTR

P U T U S A N NOMOR : 24/PID.SUS/2013/PTR P U T U S A N NOMOR : 24/PID.SUS/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan yang tidak

Lebih terperinci

KORUPSI KEHUTANAN DI RIAU STUDY KASUS BURHANUDDIN DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TAHUN Oleh : Suryadi,S.H

KORUPSI KEHUTANAN DI RIAU STUDY KASUS BURHANUDDIN DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TAHUN Oleh : Suryadi,S.H KORUPSI KEHUTANAN DI RIAU STUDY KASUS BURHANUDDIN DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TAHUN 2012 Oleh : Suryadi,S.H A. Pendahuluan Sekalipun telah 14 tahun reformasi bergulir namun praktek korupsi terlihat

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.617, 2015 KKI. Pelanggaran Disiplin. Dokter dan Dokter Gigi. Dugaan. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 763/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 763/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 763/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Sigit Budi Santosa 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi: Korupsi sampai saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci