KEWENANGAN BADAN PERADILAN MEMERIKSA SENGKETA DENGAN KLAUSULA. Authority of Judicature Board to Investigate Legal Dispute by Arbitration Clause

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEWENANGAN BADAN PERADILAN MEMERIKSA SENGKETA DENGAN KLAUSULA. Authority of Judicature Board to Investigate Legal Dispute by Arbitration Clause"

Transkripsi

1 KEWENANGAN BADAN PERADILAN MEMERIKSA SENGKETA DENGAN KLAUSULA Authority of Judicature Board to Investigate Legal Dispute by Arbitration Clause Feby Wisana, Sukarno Aburaera dan M. Said Karim ABSTRACT This research was carried out to investigate and comprehend; the judicature choice clause of the legal dispute settlement in the contract made by the parties, to what extent the authority of the judicature board to investigate the legal dispute which had the arbitration clause. The samples of the research were the Judges of Makassar Court of First Instance, Notaries, Legal Consultants/Lawyers. Data were collected by the methods of an interviews and a documentation. The data were analyzed qualitatively, then to be described. The results of the research are: 1) the clause of the judicature choice of the legal dispute settlement in the contract made by the parties occurs because of the agreement and of the type of the agreements made. The agreement adheres the principle of having contract freedom and pacta sunt servanda. However, the principle of having contract freedom has limitation, as long as it fulfils the stipulation of Article 1320 Civil Law, it does not break the public order, fairness, morality, and they are not determined by others expect by the Acts. Bankruptcy case which has the arbitration clause becomes the authority of the Trade Court (Article 303 of UUK and PKPU). 2) The Court of First Instance has the authority to investigate the legal dispute which has the arbitration clause based on the obligation to investigate by the judges (Article 10 Acts concerning Justice Authority) and it is related to the withdrawal of the arbitration verdict, if it fulfills the stipulation as it is regulated in Article 70 of Arbitration Act and is regarded to break the public order, it is contradictory with law and fairness. In this case, it is necessary to apply the principle of lex specialis derogat legi generalis, Acts of Justice Authority as the General Acts and Arbitration Acts as a Specific Acts. Keyword: judicature, court, arbitration. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) klausula pilihan peradilan penyelesaian sengketa dalam perjanjian yang dibuat para pihak, (2) kewenangan badan peradilan dalam memeriksa sengketa yang berklausula arbitrase. Penelitian ini bersifat deskriptif. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Notaris, dan Konsultan Hukum/Advokat. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Klausula pilihan peradilan penyelesaian sengketa dalam perjanjian yang dibuat para pihak terjadi karena kesepakatan dan dari jenis perjanjian yang dibuat. Kesepakatan menganut asas kebebasan berkontrak dan pacta sunt servanda. Tetapi, asas kebebasan berkontrak memiliki batasan, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, tidak melanggar ketertiban umum, kepatutan, kesusilaan dan tidak ditentukan lain oleh undang-undang. Perkara kepailitan yang berklausula arbitrase menjadi kewenangan Pengadilan Niaga (Pasal 303 UUK dan PKPU). 2) Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa berklausula arbitrase didasarkan kewajiban memeriksa oleh hakim (Pasal 10 UU Kekuasaan Kehakiman) dan berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase, apabila memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU Arbitrase dan dianggap melanggar ketertiban umum, bertentangan dengan hukum dan kepatutan. Untuk itu, perlu diterapkan asas lex specialis derogat legi generalis, UU Kekuasaan Kehakiman sebagai UU umum dan UU Arbitrase sebagai UU Khusus. Kata kunci: peradilan, pengadilan, arbitrase

2 PENDAHULUAN Hukum kontrak/perjanjian di Indonesia mempergunakan sistem terbuka, artinya adanya kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan berbagai macam perjanjian, asalkan tidak melanggar hukum, ketertiban umum dan kesusilaan (Subekti, 1990:13). Mengamati kegiatan bisnis/perdagangan yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari, tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute/difference) antar pihak yang terlibat. Makin banyak dan luas kegiatan bisnis/perdagangan, frekuensi terjadinya sengketa makin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa yang harus diselesaikan (Suyud Margono, 2004:12). Ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara lain melalui perjanjian informal, konsiliasi, arbitrase, dan pengadilan (Suyud Margono, 2004:15-16). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, yaitu: kepentingan (interest), hak-hak (rights) dan status kekuasaan (power). Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa lazimnya akan bersikeras mempertahankan ketiga faktor tersebut di atas (Suyud Margono, 2004:35). Di kalangan dunia usaha, terutama yang berskala nasional dan internasional, mengajukan sengketa ke pengadilan tidak menjadi pilihan yang populer. Hal ini kemungkinan disebabkan lamanya waktu yang tersita dalam proses persidangan sehubungan dengan tahapantahapan (banding dan kasasi) yang dilalui, atau disebabkan sifat pengadilan yang terbuka untuk umum sementara para pengusaha tidak menyukai masalahmasalah bisnis dipublikasikan, ataupun karena penanganan penyelesaian sengketa tidak dilakukan oleh tenagatenaga ahli dalam bidang tertentu yang dipilih sendiri (Gatot Soemartono, 2007:3-4). Pada tanggal 12 Agustus 1999, Pemerintah mengesahkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang untuk selanjutnya disingkat Undang-undang Arbitrase. Selain itu, pengakuan terhadap arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam Bab XII Pasal 58 dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (yang selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman), yang mengatur upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, dan arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, dan putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi dua konvensi internasional yang mengatur mengenai arbitrase, yaitu: 1. Konvensi New York (Convention of the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Award) melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention of the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Award (M. Yahya Harahap, 2006:21-22);

3 2. Konvensi Washington tentang Penyelesaian Antar Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement of Investment Dispute Between State and National of Order State-ICSID), yang telah diratifikasi pada tahun 1968 melalui Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal (M. Yahya Harahap, 2006:11). Selain konvensi-konvensi tersebut, terdapat juga aturan arbitrase, yaitu Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) (M. Yahya Harahap, 2006:40). Pada Pasal 5 Undang-undang Arbitrase mengatur bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa. Dengan demikian, tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal ini perlu dibedakan dua jenis sengketa perdata, yaitu: (Abdulkadir Muhammad, 1999:409). 1. sengketa perdata dalam hubungan hukum harta kekayaan adalah sepenuhnya dikuasai oleh pihakpihak karena penegakan hukumnya tidak bersangkut paut dengan dengan kepentingan umum (masyarakat, negara), melainkan kepentingan pribadi pihak-pihak; dan 2. sengketa perdata dalam hubungan hukum keluarga adalah sengketa perdata yang tidak sepenuhnya dikuasai oleh pihak-pihak karena penegakan hukumnya bersangkut paut dengan keentingan umum, ketertiban umum, kesusuilaan dalam masyarakat. Sengketa-sengketa yang menyangkut kepentingan umum, ketertiban umum dan kesusilaan atau sengketa perdata semacamnya tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase melainkan oleh peradilan Negara (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama). Lebih lanjut, dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Arbitrase mengatur bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Dan ketentuan Pasal 11 huruf a Undang-undang Arbitrase mengatur dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri, dan pada huruf b mengatur bahwa Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Namun, dalam kenyataannya, badan peradilan dalam hal ini Pengadilan Negeri masih memeriksa sengketa dan menjatuhkan putusan walaupun dalam perjanjiannya telah mencantumkan klausula arbitrase. Berikut contoh kasus antara PT. Perusahaan Dagang Tempo (Tempo) melawan PT. Roche Indonesia (Roche), dimana para pihak telah memilih BANI tetapi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetap menerima gugatan tempo dan memberikan putusan di bawah nomor 454/PDT.G/1999/PN.JAK.SEL) tanggal 25 Januari 2000 (Gatot Soemartono, 2006:71). METODE PENELITIAN A. Sifat Penelitian

4 Penelitian ini bersifat normatif empiris, yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder. Guna menunjang dan melengkapi data, dilakukan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari bahan kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan yang dimaksud dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data konkret yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan fakta-fakta di lapangan dengan analisis normatif empiris sehingga fakta-fakta tersebut mempunyai makna dan kaitan dengan permasalahan yang diteliti. B. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar. lokasi dipilih dengan pertimbangan bahwa Makassar merupakan kota metropolitan yang menjadi sentral di kawasan Timur Indonesia dalam bidang perdagangan dan sektor perekonomian dalam perjanjiannya telah menggunakan klausula arbitrase. C. Populasi dan Sampel Penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan dari Hakim di pengadilan Negeri Makassar, yang seluruhnya berjumlah 25 orang, Notaris, dan konsultan hukum/advocat, yang dari jumlah populasi tersebut peneliti hanya akan menetapkan beberapa sampel yang akan dijadikan responden dengan menerapkan non random sampling (pengambilan sampel secara tidak acak) dengan cara penarikan purposive sampling (penarikan sampel bertujuan), yaitu: jenis pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan calon sampel berdasarkan kriteria yang berhubungan erat dengan masalah yang akan diteliti. Penetapan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel yang didasarkan pada tujuan tertentu yang disebabkan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yaitu 3 (tiga) orang hakim, 3 (tiga) orang notaris dan 3 (tiga) orang konsultan hukum/advocat. D. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan untuk menunjang penelitian ini dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu : 1. Data primer, yang bersumber secara langsung dari responden dengan cara wawancara pada lokasi penelitian. 2. Data sekunder, yang bersumber dari sumber-sumber tertulis, seperti dokumen-dokumen termasuk juga literatur-literatur bacaan lainnya yang sangat berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. E. Teknik Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan menggunakam teknik wawancara (interview) mendalam yang dilakukan secara bebas terpimpin dengan responden. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dengan menggunakan teknik dokumentasi, yang digunakan untuk memperoleh bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan berbagai peraturan perundang-undangan, literatur, berkas perkara dan pendapat ahli hukum yang relevan. F. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder kemudian dianalisis dan hasil analisis digunakan untuk merumuskan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 A. Klausula Pilihan Peradilan Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Para Pihak Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak, yaitu suatu asas yang memberikan kebebasan pada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian dan pelaksanaan serta persyaratannya, menentukan bentuk perjanjian, tertulis atau lisan (Salim H.S., 2004:9). Pada saat para pihak menghadap notaris, notaris memiliki dua fungsi, yaitu pertama, mengetahui keinginan para pihak dengan jelas dan tepat. Sedangkan, fungsi kedua dari notaris adalah menuangkan keinginan para pihak dan membuatkan minuta akta, yang setelah dibacakan dan dijelaskan oleh notaris di hadapan para pihak, barulah minuta akta itu ditandatangani oleh para pihak, para saksi dan notaris. Tidak semua perjanjian berakhir dengan pemenuhan prestasi oleh salah satu pihak, dan tidak semua ketiadaan pemenuhan prestasi oleh salah satu pihak itu dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Yang dapat dipertanggung-jawabkan yaitu ketiadaan pemenuhan prestasi itu karena kesalahannya dan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya, yaitu ketiadaan pemenuhan prestasi karena overmacht (force majeure). Ada dua kekuatan bagi terlaksananya suatu perjanjian (kontrak) yang dibuat oleh para pihak, yaitu 1. Ketulusan atau keikhlasan persetujuan 2. Tulisan dan bentuk Keberadaan klausula pilihan peradilan yang digunakan oleh para pihak, dapat ditentukan dari kesepakatan para pihak dan dari jenis perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yang wajib tunduk pada badan peradilan tertentu karena telah diatur oleh undang-undang. 1. Kesepakatan Para Pihak Perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang berlaku sebagai undangundang bagi mereka, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Ini berarti bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini dikenal sebagai pacta sunt servanda. Namun, tidak berarti bahwa kebebasan para pihak tanpa batas. Adanya pembatasan terhadap kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa klasula pilihan peradilan penyelesaian sengketa yang dibuat para pihak, dapat dilakukan sebelum atau sesudah terjadinya sengketa yang didasarkan atas asas kebebasan berkontrak. Tetapi, kebebasan berkontrak tersebut terbatas sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, tidak bertentangan dengan undangundang, tdak melanggar ketertiban umum dan kepatutan maupun kesusilaan. 2. Jenis Perjanjian yang Dibuat Ada jenis perjanjian tertentu yang lebih tepat jika sengketa yang timbul diselesaikan melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi). Perjanjian yang menyangkut dunia bisnis/usaha berskala nasional maupun internasional lebih efektif jika menggunakan jalur penyelesaian sengketa melalui arbirase atau alternatif penyelesaian sengketa ditinjau dari efisien waktu, produktivitas dan kerahasiaan yang terjamin (Penjelasan Umum Undangundang Arbitrase). Berdasarkan hasil penelitian, dalam Pasal 303 UUK dan PKPU mengatur, menyangkut sengketa kapailitan yang berklausula arbitrase

6 maka menjadi kewenangan dari Pengadilan Niaga. Dengan demikian, penggunaan klausula pilihan peradilan penyelesaian sengketa dalam perjanjian,walaupun menganut asas kebebasan berkontrak dan pacta sunt sevanda, tetapi memiliki batasan, sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang. Para pihak bebas menggunakan klausula pilihan peradilan penyelesaian sengketa dalam perjanjian yang mereka buat. Salah satunya adalah dengan adanya alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase sebagai salah satu cara yang ditempuh di dalam penyelesaian sengketa dagang merupakan penyelesaian yang terbaik dengan menghindari publikasi dan putusannya bersifat final and binding. Oleh karena itu, dengan asas kebebasan berkontrak, pilihan hukum dan pilihan forum di dalam mengadakan perjanjian arbitrase, menentukan kompetensi absolut arbitrase dan sebaliknya pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili sengketa yang di dalamnya mengandung perjanjian arbitrase. Namun, tidak semua perjanjian yang berklausula arbitrase menjadi kewenangan lembaga arbitrase. Perjanjian berklasula arbitrase, yang menyangkut sengketa kepailitan menjadi kewenangan dari Pengadilan Niaga (Pasal 3030 UUK dan PKPU) dengan menerapkan asas lex specialis derogat legi generalis. B. Kewenangan Badan Peradilan Memeriksa Sengketa Dengan Klausula Arbitrase Berdasarkan hasil penelitian, penulis berpendapat dalam setiap hubungan hukum (perdata) terbuka kemungkinan terjadi sengketa terutama disebabkan keadaan dimana pihak yang satu mempunyai masalah dengan pihak yang lainnya dalam hubungan tersebut. Asal mula sengketa biasanya bermula pada situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Biasanya diawali oleh perasaan tidak puas, bersifat subyektif dan tertutup. Apabila beda pendapat ini terjadi berkelanjutan maka akan terjadi sengketa. Sengketa tersebut harus diselesaikan untuk menjaga keseimbangan hubungan yang telah terbentuk dan penyelesaian ini harus dilakukan menurut hukum atau berdasarkan kesepakatan awal para pihak yang umumnya tercantum dalam perjanjian yang mereka buat (pacta sunt servanda). Jadi, ketika suatu perselisihan/sengketa yang berklausula arbitrase dalam perjanjiannya diajukan ke Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri tetap memeriksa sengketa tersebut. Kewenangan badan peradilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri tersebut didasarkan pada dua hal, yaitu hakim mempunyai kewajiban memeriksa sebagaimana diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase (Pasal 70 UU Arbitrase). Ada dua macam penolakan perkara oleh hakim, yaitu: 1. Penolakan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas Penolakan memeriksa perkara dengan alasan bahwa tidak ada atau kurang kelas peraturan hukumnya tidak diperkenankan. Hakim dianggap mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuannya dan keyakinannya sendiri, dikenal dengan curia ius novit, artinya hakim dianggap mengetahui hukum. Sehingga hakim harus memutus perkara yang diperiksanya.

7 2. Penolakan karena alasan undangundang Alasan yang ditentukan undangundang adalah alasan yang membenarkan hakm untuk menolak memeriksa dan memutus perkara, misalnya alasan yang berhubungan dengan kompetensi, hubungan darah, sudah pernah diperiksa dan diputus (ne bis in idem). Asas ne bis in idem merupakan asas yang berhubungan dengan perkara yang telah diperiksa dan diputus oleh hakim. Hakim tidak boleh lagi memeriksa dan memutus untuk kedua kalinya karena hal ini bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum tentang suatu perkara yang sudah diputus oleh hakim. Alasan yang berhubungan dengan kompetensi tidak mutlak sifatnya karena hakim masih bisa memeriksa perkara itu lebih dulu dengan pertimbangannya. Dalam soal kompetensi relatif, hakim dapat saja menolak memeriksa perkara itu karena sebelum persidangan ia sudah dapat mengetahui bahwa perkara yang diajukan itu tidak termasuk wewenang pengadilan dimana ia bertugas, seharusnya menjadi wewenang pengadilan lain. Dalam soal kompetensi absolut, hakim bisa mengetahui apakah ia berwenang atau tidak memeriksa perkara itu setelah sidang berjalan. Di sinilah letak tidak mutlaknya penolakan perkara berdasarkan kompetensi. Menurut hemat penulis, terjadi benturan antara UU Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Arbitrase mengenai kewenangan pengadilan dalam memeriksa sengketa berklausula arbitrase. Di satu sisi, UU Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai kewajiban hakim untuk memeriksa setiap perkara yang diajukan. Sedangkan di sisi lain, Undang-undang Arbitrase meniadakan kewenangan pengadilan terhadap sengketa berklausula arbitrase. Maka, penerapan asas lex specialis derogat legi generalis diperlukan, dimana Undang-undang Arbitrase sebagai undang-undang khusus dan UU Kekuasaan Kehakiman sebagai undang-undang umum. Sehingga, pengadilan seharusnya tidak ikut campur mengenai sengketa yang berklausula arbitrase. Tetapi, terhadap sengketa kepailitan yang berklausula arbitrase, menjadi kewenangan Pengadilan Niaga (Pasal 303 UUK dan PKPU). Dengan demikian, terhadap sengketa yang berklausula arbitrase mutlak menjadi kewenangan lembaga arbitrase sehingga klausula arbitrase dalam suatu perjanjian benar-benar ditaati oleh para pihak (pacta sunt sevanda). 2. Pembatalan Putusan Arbitrase Berdasarkan hasil penelitian penulis, Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa dengan klausula arbitrase apabila berkaitan dengan pembatalan terhadap putusan yang dijatuhkan oleh lembaga arbitrase. Pasal 70 Undang-undang Arbitrase mengatur mengenai hal-hal yang dapat digunakan untuk membatalkan putusan arbitrase, tetapi pada praktiknya, putusan arbitrase juga dapat dibatalkan apabila putusan arbitrase tersebut di dalam pemeriksaan oleh hakim dianggap melanggar ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum serta kepatutan (1339 KUH Perdata). Dengan demikian, pada intinya terhadap sengketa/perkara yang sudah memiliki klausula arbitrase tidak bisa diajukan ke Pengadilan Negeri. Dan untuk perkara yang sudah dijatuhkan putusan arbitrasenya tidak bisa diajukan lagi ke Pengadilan Negeri, kecuali apabila ada perbuatan melawan hukum, sehingga pihak yang

8 dirugikan bisa menggugat ke Pengadilan Negeri atas dasar perbuatan melawan hukum dalam hal pengambilan putusan arbitrase yang tidak berdasar itikad baik, melanggar ketertiban umum (public policy), bertentangan dengan hukum dan kepatutan dan Pasal 70 Undangundang Arbitrase. Menurut penulis, badan peradilan umum dalam hal ini Pengadilan Negeri seharusnya menghormati lembaga arbitrase, tidak turut campur, karena pada dasarnya pengaturan mengenai arbitrase sudah cukup jelas sehingga alasan adanya perbuatan melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang maupun melanggar ketertiban umum (public policy) dan kepatutan tidak digunakan sebagai celah bagi pihak yang kalah untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase ke pengadilan. A. Kesimpulan PENUTUP 1. Klausula pilihan peradilan dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak dapat terjadi karena kesepakatan antara para pihak dan dari jenis perjanjian yang dibuat. Kesepakatan para pihak menganut asas kebebasan berkontrak dan pacta sunt servanda. Tetapi, asas kebebasan berkontrak memiliki batasan, yaitu sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, tidak melanggar ketertiban umum, kepatutan, dan kesusilaan maupun tidak ditentukan lain oleh undangundang. 2. Badan peradilan dalam hal ini Pengadilan Negeri tetap memeriksa sengketa dengan B. Saran klausula arbitrase karena didasarkan pada dua hal, yaitu hakim mempunyai kewajiban memeriksa dan berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase. Pasal 10 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman mengatur hakim tidak boleh menolak memeriksa suatu perkara. Terdapat benturan antara UU Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Arbitrase mengenai kewenangan pengadilan dalam memeriksa sengketa berklausula arbitrase. Maka, penerapan asas lex specialis derogat legi generalis diperlukan, dimana Undang-undang Arbitrase sebagai undang-undang khusus dan UU Kekuasaan Kehakiman sebagai undang-undang umum. Dengan demikian, pengadilan seharusnya tidak ikut campur mengenai sengketa yang berklausula arbitrase. Tetapi, terhadap sengketa kepailitan yang berklausula arbitrase, menjadi kewenangan Pengadilan Niaga (Pasal 303 UUK dan PKPU). Lebih lanjut, Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa dengan klausula arbitrase apabila berkaitan dengan pembatalan terhadap putusan arbitrase (Pasal 70 Undang-undang Arbitrase) tetapi pada praktiknya, putusan arbitrase juga dapat dibatalkan apabila putusan arbitrase tersebut dianggap terdapat perbuatan melawan hukum, melanggar ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum serta kepatutan (1339 KUH Perdata). 1. Notaris dan konsultan hukum diharapkan berperan aktif untuk mensosialisasikan mengenai klausula pilihan peradilan yang dapat digunakan dalam suatu

9 perjanjian termasuk batasanbatasannya. 2. Perlu sinkronisasi dan harmonisasi mengenai substansi antara UU Kekuasaan Kehakiman dengan Undang-undang Arbitrase. DAFTAR PUSTAKA Abdurrasyid, Priyatna Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Adolf, Huala Hukum Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Dirdjosisworo, Soedjono Kontrak Bisnis (Menurut Sistem Civil Law dan Praktik Dagang Internasional. Bandung: Mandar Maju. Fuady, Munir Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung: Citra Aditya Bakti Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis). Bandung: Citra Aditya Bakti. Gautama, Sudargo Arbitrase Dagang Internasional. Bandung: Alumni. Goodpaster, Gary. Felix Oentoeng Soebagjo dan Fatmah Jatim Arbitrase di Indonesia: Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktik, dalam Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Harahap, M. Yahya Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Bandung: Citra Aditya Bakti Arbitrase. Bandung: Citra Aditya Bakti. Margono, Suyud ADR (Alternative Disputes Resolution) dan Arbitrase (Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum). Bogor: Ghalia Indonesia. Muhammad, Abdulkadir Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Salim Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. Soemartono, Gatot Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Subekti, R Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta Aneka Perjanjian. Bandung: Alumni Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. Usman, Rachmadi Hukum Arbitrase Nasional. Jakarta: Grasindo. Widjaja, Gunawan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Rajagrafindo Persada Seri Hukum Bisnis: Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani Hukum Arbitrase. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Widjaya, Rai Merancang Suatu Kontrak-Contract Drafting

10 Teori dan Praktik. Jakarta: Kesaint Blanc. Widnyana, I Made Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR). Jakarta: Fikahati Aneska.

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000). 145 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000). Ashshofa, Burhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE Oleh Ni Made Asri Alvionita I Nyoman Bagiastra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE 20 FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE Oleh : Suphia, S.H., M.Hum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Jember Abstract Disputes or disagreements can happen anytime and anywhere without being limited space and

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum dan Peradilan Niaga SHPDT1210 2 VI Marnia Rani Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Mata kuliah Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kegiatan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian saja, tetapi juga

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum, yang mempunyai tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : SHAFIRA HIJRIYA

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL Oleh : I Nyoman Sudiawan I Gusti Ayu Agung Ariani Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Jurnal Repertorium Volume III No. 2 Juli-Desember 2016 PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Farizal Caturhutomo Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembahasan dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH

AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH Oleh : A.A. Dalem Jagat Krisno Ni Ketut Supasti Dharmawan A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) Astri Maretta astrimaretta92@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 KLAUSUL ARBITRASE DAN PENERAPANNYA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS 1 Oleh : Daru Tyas Wibawa 2 ABSTRAK Dari segi tipe penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menurut

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrasyid, Prijatna 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa (Suatu Pengantar), Fikahati Aneska, Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 (Farrah Ratna Listya, 07 140 189, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 77 Halaman)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja SENGKETA KOMPETENSI ANTARA SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN LIPPO

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS. Oleh : Deasy Soeikromo 1

KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS. Oleh : Deasy Soeikromo 1 Soeikromo D.: Kontrak Standar Perjanjian.. Vol.22/No.6/Juli /2016 Jurnal Hukum Unsrat KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS Oleh : Deasy Soeikromo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan hukum, masing-masing pihak harus mengantisipasi

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

MEKANISME PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT MELALUI PENGADILAN NIAGA I Gede Yudhi Ariyadi A.A.G.A Dharmakusuma Suatra Putrawan

MEKANISME PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT MELALUI PENGADILAN NIAGA I Gede Yudhi Ariyadi A.A.G.A Dharmakusuma Suatra Putrawan MEKANISME PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT MELALUI PENGADILAN NIAGA I Gede Yudhi Ariyadi A.A.G.A Dharmakusuma Suatra Putrawan Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Prosedur permohonan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE Oleh : Anak Agung Deby Wulandari Ida Bagus Putra Atmadja A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku:

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku: DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku: Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Simposium Hukum Perdata Nasional, Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan diskusi yang telah dikupas pada bagian sebelumnya dalam skripsi ini, maka dapat ditarik dua kesimpulan sebagai jawaban terhadap pokok persoalan yang

Lebih terperinci

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut: DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Perhatikan desain-desain handphone berikut: 1 1. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang SIRKUIT TERPADU (integrated

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP

PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP oleh Angela Paramitha Sasongko I Made Pujawan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam transaksi

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang ada dalam hukum kontrak dagang internasional

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA Oleh: I Made Adi Dwi Pranatha Putu Purwanti A.A. Gede Agung Dharmakusuma Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan tidak lenyap atau kerugian yang diderita dapat tergantikan.

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan tidak lenyap atau kerugian yang diderita dapat tergantikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, terjadi atau tidak terjadi sengketa dalam suatu perjanjian bisnis, masing-masing pihak tentunya menginginkan keuntungan-keuntungan tertentu bagi perjanjian

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Al-Bayyinah: Journal of Islamic Law-ISSN: (p); (e) Volume VI Number 2, pp

Al-Bayyinah: Journal of Islamic Law-ISSN: (p); (e) Volume VI Number 2, pp Al-Bayyinah: Journal of Islamic Law-ISSN: 1979-7486 (p); 2580-5088 (e) Volume VI Number 2, pp. 99-113 ALTERNATIF DALAM PENYELESAIAN SENGKETA (LITIGASI DAN NON LITIGASI) Rosita (Dosen Tetap STAIN Watampone,

Lebih terperinci

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Oleh Ketut Surya Darma I Made Sarjana A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai BAB IV PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan analisis mengenai bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di indonesia, maka dalam bab IV yang merupakan bab penutup ini, Penulis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak komprehensifnya ketentuan-ketentuan pengakuan

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 1 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI`AH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah

Lebih terperinci

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Oleh: Hengki M. Sibuea, S.H., C.L.A. apple I. Pendahuluan Arbitrase, berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012 [43] CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012 Afrik Yunari Sekolah Tinggi Agama Islam Hasanuddin (STAIH) Kediri Email:

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Indonesia akan menghadapi ASEAN Free Trade Area atau (AFTA) yang akan aktif pada tahun 2015 1. Masyarakat dikawasan ASEAN khususnya di Indonesia mau tidak

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM PERJANJIAN LISENSI DI BIDANG MEREK DAGANG ANTARA PARA PELAKU USAHA YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NO

PILIHAN HUKUM DALAM PERJANJIAN LISENSI DI BIDANG MEREK DAGANG ANTARA PARA PELAKU USAHA YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NO PILIHAN HUKUM DALAM PERJANJIAN LISENSI DI BIDANG MEREK DAGANG ANTARA PARA PELAKU USAHA YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NO.15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK Oleh : Nyoman Bob Nugraha Ngakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR Oleh: I Gusti Agung Lina Verawati Ngakan Ketut Dunia A.A Ketut Sukranatha Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2 PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2 ABSTRAK Arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak serta

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Fikahati Aneska, 2002.

DAFTAR PUSTAKA. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Fikahati Aneska, 2002. 143 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu Pengantar, Jakarta: Fikahati Aneska bekerja sama dengan Badan Arbitrase Nasioal Indonesia-BANI,

Lebih terperinci

hukum/perlawanan yaitu permohonan pembatalan putusan arbitrase. Kata kunci: Kewenangan, Arbitrasi, Sengketa.

hukum/perlawanan yaitu permohonan pembatalan putusan arbitrase. Kata kunci: Kewenangan, Arbitrasi, Sengketa. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA 1 Oleh: Jessicha Tengar Pamolango 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Kewenangan Arbitrase

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA Oleh: I Made Wirayuda Kusuma A.A. Ngurah Wirasila Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRAK Proses pembuatan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010.

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010. DAFTAR PUSTAKA Buku Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum dalam pembangunan di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1979 Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006. Adjie Habib,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DISTRIBUTOR DALAM CACAT PRODUK PADA TRANSAKSI E-COMMERCE MELALUI FACEBOOK

TANGGUNG JAWAB DISTRIBUTOR DALAM CACAT PRODUK PADA TRANSAKSI E-COMMERCE MELALUI FACEBOOK TANGGUNG JAWAB DISTRIBUTOR DALAM CACAT PRODUK PADA TRANSAKSI E-COMMERCE MELALUI FACEBOOK ABSTRACT oleh Nessya Nindri Sari I Ketut Westra Dewa Gede Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci