BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivisme Konstruktivisme menganggap pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia yang berasal dari lingkungannya (Tomo, 1997: 21). Dalam pembelajaran, guru tidak dapat secara langsung mentransfer gagasan atau pemikiran-pemikirannya kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus aktif membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya. Ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, maka dalam otaknya akan terbentuk struktur kognitif tertentu. Struktur kognitif ini disebut juga skemata. Skemata yang terbentuk akan lebih memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan lingkungannya yang semakin meningkat (Dahar, 1996: 150). Masuknya informasi baru ke dalam skemata siswa melalui dua mekanisme yaitu asimilasi dan akomodasi (Tomo, 1997: 18). Piaget berpendapat bahwa skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep, dsb) atau pengalaman baru ke dalam skemata yang sudah dimiliki. Misalnya, seorang siswa belum pernah melihat kapal induk. Stimulus (kapal induk) yang dialaminya akan diolah dalam pikirannya, dicocokkan dengan skemata yang telah ada dalam pikirannya. Mungkin saja skemata yang paling dekat dengan kapal induk 13

2 14 adalah landasan pesawat terbang, maka ia menyebut kapal induk itu sebagai landasan pesawat terbang karena stimulus kapal induk diasimilasikan ke dalam skemata landasan pesawat terbang. Proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata disebut akomodasi. Hal ini dikarenakan informasi baru agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada (Ratih, 2008: 14). Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam asimilasi informasi baru memasuki salah satu ranah kognitif yang cocok dengan skemata yang sudah ada, sehingga dalam asimilasi tidak terjadi perubahan dalam skemata. Sebaliknya, dalam akomodasi siswa mengubah skemata lama dengan skemata baru agar sesuai dengan informasi baru yang diterimanya. Dengan kata lain, asimilasi bersama dengan akomodasi menjadi penyebab terjadinya perkembangan intelektual siswa. Hergehnhan dalam Tomo et al (1997) menjelaskan proses terbentuknya asimilasi dan akomodasi seperti terlihat pada Gambar 2.1 berikut: Lingkungan Fisik Struktur Kognitif Persepsi Belajar Asimilasi Akomodasi Gambar 2.1 Bagan Proses Terbentuknya Asimilasi dan Akomodasi

3 15 Skemata yang ada pada siswa akan menentukan berapa banyak dan bagaimana informasi dari lingkungan dapat ditanggapi, dipahami, atau ditafsirkan. Dalam proses adaptasi terhadap lingkungan, individu berusaha untuk mencapai skemata yang stabil, artinya adanya keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget dalam Tomo et al, proses pembentukan atau konstruksi pengetahuan dan perkembangan kognitif sebagian tergantung pada akomodasi. Siswa harus mengembangkan pengetahuan awalnya dan memasuki domain pengetahuan yang tidak dikenalnya untuk dapat belajar. Siswa tidak mempelajari apa yang telah diketahuinya, ia tidak dapat mengandalkan asimilasi saja. Adanya keserasian di antara asimilasi dan akomodasi oleh Piaget disebut keseimbangan (equilibrium). Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menurut konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengkoordinasikan pengalaman mereka dengan cara mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Dalam konstruktivisme peranan guru sangatlah penting yaitu sebagai fasilitator yang diharapkan dapat mengupayakan terjadinya perubahan konseptual pada skemata siswa menuju konsep yang ilmiah (yang sesuai dengan konsep yang diterima ilmuan). B. Belajar Sebagai Upaya Mengubah Konsepsi Awal Siswa Siswa mengikuti pembelajaran tidak dengan kepala kosong. Mereka telah memiliki berbagai konsepsi awal yang diantaranya sering kali berbeda

4 16 dengan konsepsi ilmiah. Driver dan Easley menegaskan bahwa konsepsi awal yang dimiliki anak-anak dari berbagai belahan dunia ternyata konsisten dan sulit berubah. Anak tidak akan begitu saja mengubah konsepsi awalnya sekalipun ditunjukkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa konsepsi awal mereka tidak tepat (Arie Widodo, 2007: 92). Tugas guru dalam pembelajaran adalah mengetahui secara pasti konsepsi awal siswa secara individual terhadap konsep yang sedang dipelajari. Bila tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah (tidak sesuai dengan konsep yang diterima para ilmuan), maka guru harus berusaha memodifikasinya menuju konsepsi yang sesuai dengan konsep yang diterima oleh ilmuan pada umumnya. Agar terjadi perubahan konseptual, maka ada empat kondisi yang harus terpenuhi, khususnya dalam pembelajaran yaitu: a. Ketidakpuasan (dissatisfaction) yaitu kondisi yang menyebabkan siswa merasa tidak puas terhadap konsepsi awalnya. Peranan guru adalah mengaktifkan siswa dalam memunculkan konsepsi awal, meminta penjelasan-penjelasan, menunjukan keganjilan dan ketidaktepatan dan mendorong diskusi dan pertimbangan yang mendalam. Poster dalam Tomo et al menyebutkan bahwa membandingkan berbagai perbedaan konsepsi antar siswa dalam diskusi dapat mengarahkan mereka ke ketidakpuasan.

5 17 b. Pengalaman minimal (minimal understanding or intelligible) yaitu kondisi yang mengarahkan pengalaman minimal siswa terhadap konsep yang sedang dipelajari. c. Kemasukakalan awal (initial plausibility) yaitu kondisi yang memungkinkan konsep yang sedang dipelajari dapat diterima oleh akal siswa. d. Kebermaknaan (fruitfulness) dapat muncul sebagai hasil dari melihat bagaimana konsepsi-konsepsi ilmiah membantu menimbulkan rasa pengalaman baru, menjelaskan fenomena baru yang tidak dikenal dan lebih kompleks, dan mengarahkan kepada wawasan baru. C. Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick Salah satu model pembelajaran yang merujuk kepada pandangan konstruktivisme mengenai pembentukan pengetahuan adalah model pembelajaran yang dikemukakan oleh Nusbaumm dan Novick. Model pembelajaran tersebut mempunyai pola umum sebagai berikut: FASE I Exposing Alternative Framework FASE II Creating Conceptual Conflict FASE III Encouraging Cognitive Accommodation Gambar 2.2 Bagan Model Mengajar Novick Diadaptasi dari Osborne

6 18 1. Fase pertama, exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa) Terdapat dua hal utama yang perlu dilakukan dalam fase pertama yaitu mengungkap konsepsi awal siswa kemudian mendiskusikan dan mengevaluasi konsepsi awal siswa. a. Mengungungkap konsepsi awal siswa Mengungkapkan konsepsi awal siswa di dalam mengajar agar terjadi perubahan konseptual adalah kunci gagasan konstruktivisme yang memungkinkan siswa merekonstruksi konsepsi baru atas dasar konsepsi yang telah ada. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa bisa benar atau salah, untuk itu langkah paling penting yang harus dilakukan terlebih dahulu di dalam mengajar agar terjadi perubahan konseptual adalah membuat para siswa sadar akan gagasan mereka sendiri tentang topik atau peristiwa yang sedang dipelajari. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengungkap konsepsi awal siswa mengenai konsep yang sedang dipelajari, diantaranya adalah: 1) Menghadirkan suatu peristiwa Sajikan suatu fenomena untuk menimbulkan konsepsi para siswa, kemudian instruksikan siswa untuk membongkar atau menelaah fenomena tersebut. Membongkar atau menelaah fenomena adalah situasi yang memerlukan siswa untuk mengungkapkan konsepsi yang telah ada untuk menginterpretasikan peristiwa itu.

7 19 Ratih Komala menulis pendapat Chin dan Brewer bahwa pada saat membongkar atau menelaah fenomena mungkin akan ada dua jenis situasi, yaitu situasi dimana hasil tidaklah dikenal atau hasil dikenal. Dalam kasus yang tidak dikenal, guru meminta para siswa untuk meramalkan apa yang terjadi dengan fenomena tersebut dan menjelaskan hal apa yang mendasari ramalan mereka. Dalam kasus yang dikenal, guru tidak harus meminta para siswa membuat ramalan apapun tetapi siswa harus menjelaskan peristiwa tersebut. 2) Meminta siswa untuk mendeskripsikan atau menampilkan konsepsinya Para siswa dapat menghadirkan gagasan mereka dengan banyak cara. Mereka dapat menuliskan uraian, menggambarkan ilustrasi, menciptakan model, menggambarkan peta konsep, atau menciptakan banyak kombinasi dari cara tersebut sebagai bukti pemahaman mereka pada konsep tertentu. Jika di sekolah tersedia komputer dan perangkat lunak yang sesuai, para siswa dapat mengembangkan presentasi (menggunakan Power Point atau perangkat lunak lain), menciptakan model atau simulasi, atau membangun peta konsep. Tujuan langkah ini adalah untuk membantu para siswa mengenali dan mulai untuk memperjelas pemahaman dan gagasan mereka sendiri. Ketika konsepsi awal siswa telah terungkap secara

8 20 eksplisit maka guru dapat menggunakan hal ini sebagai dasar untuk instruksi lebih lanjut. b. Mendiskusikan dan mengevaluasi konsepsi awal siswa Tujuan langkah ini adalah untuk memperjelas dan meninjau kembali konsepsi awal para siswa melalui kelompok dan diskusi kelas. Jika ini adalah pengalaman pertama guru dalam menjalankan pembelajaran yang berdasar pada perubahan konseptual, pelaksanaan diskusi kelas dapat dimulai dengan menghadirkan diskusi kelas yang dibimbing guru untuk mengevaluasi proses tersebut sebelum para siswa mengevaluasi gagasannya satu sama lain di dalam kelompok kecil. Hal pertama yang dapat dilakukan guru adalah dengan bertanya kepada siswa tentang uraian konsepsi mereka. Setelah semua konsepsi siswa diungkapkan guru memimpin kelas itu untuk mengevaluasi masingmasing konsepsi yang diajukan berdasarkan kejelasannya atau kemengertiannya (intelligible); dapat masuk akal (plausible); dan peluang keberhasilan (fruitfull) dalam menjelaskan peristiwa yang dihadirkan. Nusbaumm dan Novick dalam Ratih Komala menyatakan bahwa pada langkah ini guru harus menerima semua penyajian dan menahan diri untuk tidak memberikan penilaian benar atau salah. Pada saat memimpin diskusi guru bisa memulai diskusi dengan memberikan pertanyaan, misalnya : siapa yang berpikir pendapat Budi adalah benar?. Setelah diskusi kelas, para siswa dengan konsepsi yang berbeda bekerja berkelompok untuk mengevaluasi gagasan mereka satu sama lain. Masing-masing kelompok

9 21 memilih satu konsepsi berdasarkan hasil kesepakatan, dan menampilkannya pada teman-teman sekelas. Motivasi siswa dapat meningkat dengan membiarkan para siswa untuk memilih konsepsi yang mereka pikir terbaik untuk menjelaskan atau membongkar peristiwa tersebut. 2. Fase kedua, creating conseptual conflict (menciptakan konflik konseptual) Menciptakan konflik konseptual atau disebut juga konflik kognitif dalam pikiran siswa adalah suatu tahap yang penting dalam pembelajaran, sebab hanya dengan adanya konflik tersebut siswa merasa tertantang untuk belajar, dengan kata lain mereka merasa tidak puas terhadap kenyataan yang sedang dihadapinya. Setelah siswa menjadi sadar akan konsepsi mereka sendiri dengan menyampaikannya pada orang lain dan telah dievaluasi melalui diskusi di kelas, siswa akan menjadi tidak puas dengan gagasan mereka sendiri. Pada saat itu konflik konseptual mulai dibangun. Dengan mengenali kekurangan konsepsi mereka, siswa menjadi lebih terbuka untuk mengubah konsepsinya. Untuk dapat menciptakan konflik yang lebih besar, guru menciptakan suatu keanehan atau situasi ganjil (discrepant event). Keanehan atau situasi ganjil adalah peristiwa atau situasi yang tidak bisa diterangkan oleh konsepsi siswa sekarang tetapi dapat diterangkan oleh konsep yang sedang dipelajari. Strike dan Poster dalam Ratih Komala menyatakan bahwa, peristiwa atau pengalaman ganjil (discrepant event) merupakan salah satu cara utama untuk membangkitan ketidakpuasan terhadap konsepsi lama, sehingga

10 22 memacu proses akomodasi dalam struktur kognitif seseorang. Berdasarkan pernyataan tersebut, jika siswa dihadapkan pada situasi atau gagasan baru yang terasa ganjil, maka dalam struktur kognitif akan terjadi konflik dan tertantang untuk mengubah konsep-konsep atau pengetahuan sebelumnya sesuai dengan situasi atau gagasan baru yang disebut anomali. Anomali akan menghasilkan ketidakpuasan dengan konsepsi yang ada pada diri siswa, jika: a. Siswa bertanya mengapa temuan percobaan menggambarkan anomali; b. Siswa percaya bahwa hal itu diperlukan untuk menerima kembali temuan sesuai dengan konsep yang dimiliki; c. Siswa melakukan pengurangan ketidaksesuaian antara keyakinan yang mereka miliki; d. Siswa tidak menerima kesimpulan atau temuan percobaan ke dalam konsepsi yang mereka anggap tidak berhasil. Dalam proses konflik konseptual, guru menciptakan situasi anomali, yaitu situasi yang bertentangan dengan pengetahuan awal siswa. Situasi anomali dapat diciptakan melalui demonstrasi yang bertentangan dengan prediksi siswa sebelumnya. Pada tahap ini diamati respon siswa terhadap situasi anomali yang diberikan. Pengakuan terhadap situasi anomali dapat berupa ketertarikan atau kecemasan. Fase inilah yang disebut fase konflik. Disini siswa mengalami pertentangan dalam struktur kognitifnya atas apa yang mereka ketahui sebelumnya dan fakta apa yang mereka lihat melalui demonstrasi atau percobaan yang mereka lakukan. Kemudian pada fase

11 23 penyelesaian, siswa akan berusaha menyelesaikan konflik dalam struktur kognitifnya dengan berbagai cara. Untuk menciptakan konflik konseptual, Niaz dalam Ratih Komala memberikan contoh beberapa situasi yang sekaligus menjadi indikator terjadinya konflik konseptual dalam diri siswa antara lain: a. Kejutan (surprise) yang ditimbulkan oleh munculnya dugaan seseorang yang kontradiksi dengan persepsinya, atau dihasilkan dari timbulnya kegelisahan. b. Pengetahuan yang penuh teka-teki, merasa gelisah, atau sebuah keingintahuan intelektualnya. c. Kekosongan akan pengalaman kognitif, seperti jika seseorang sadar bahwa sesuatu dalam struktur kognitifnya telah hilang. d. Ketidakseimbangan kognitif, dimana pertanyaan atau perasaan kosong muncul pada situasi yang diberikan. Penciptaan konflik konseptual dalam pembelajaran dapat dilakukan oleh guru dengan berbagai cara, diantaranya: mengajak siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar dan memberikan kegiatan kepada siswa. Misalnya melakukan percobaan yang hasilnya membantah konsepsi siswa yang tidak ilmiah. Peran guru dalam pembelajaran jika salah satu dari kedua cara tersebut digunakan adalah membantu siswa mendeskripsikan, menjelaskan ide-idenya kepada siswa lain yang terlibat dalam diskusi dan membimbing siswa melakukan percobaan serta

12 24 mengarahkan interpretasi siswa terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan. c. Fase Ketiga, encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif) Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan suatu proses terus menerus tentang keadaan keseimbangan dan ketidakseimbangan, karena itu maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan agar pikiran mereka kembali ke kondisi keseimbangan. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menyediakan suatu pengalaman belajar, misalnya percobaan (eksperimen) yang lebih menyakinkan mereka bahwa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai pada

13 25 tahap menyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang sifatnya menggali konsepsi siswa misalnya: Apa yang kamu maksud dengan..., mengapa...bisa terjadi, bagaimana hasilnya jika... dan sebagainya. Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang ia hadapi. Adapun syarat terjadinya akomodasi, adalah sebagai berikut: a. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsepsi lama yang telah ada dalam struktur kognitif, b. Ada konsepsi baru yang lebih bisa dimengerti (intelligible) c. Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal (plausible). d. Ada konsepsi baru yang menyajikan peluang keberhasilan (fruitfull) Tabel di bawah ini menunjukan kegiatan guru dan siswa pada model pembelajaran Novick: Tabel 2.1 Kegiatan Guru dan Siswa Pada Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick Fase Kegiatan Siswa Kegiatan Guru Pertama, exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa) 1. Siswa meramalkan fenomena yang diberikan dan menjelaskan hal apa yang mendasari ramalan mereka dalam bentuk tulisan uraian. 2. Siswa melakukan diskusi kelompok 1. Menghadirkan suatu fenomena melalui demonstrasi. 2. Menuntun siswa untuk melakukan diskusi kelompok

14 26 Kedua, creating conseptual conflict (menciptakan konflik konseptual) Ketiga, encouranging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif) 1. Siswa melakukan percobaan dan mengamati hasil percobaan 2. Mendeskripsikan hasil pengamatan dalam bentuk tulisan 3. Siswa menampilkan hasil pengamatannya dalam diskusi kelompok 1. Siswa menanggapi pernyataan yang diajukan guru 2. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya tentang konsep yang sedang dipelajari 3. Siswa membuat kesimpulan atas konsep yang dipelajari 1. Memberi petunjuk melakukan percobaan 2. Membimbing siswa melakukan diskusi kelas tentang laporan hasil percobaan 1. Guru memberikan pernyataan yang bersifat menggali 2. Guru memberikan penguatan konsep D. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang paling sering dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Menurut Ruseffendi (2006) pembelajaran konvensional umumnya memiliki kekhasan tertentu misalnya mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses dan pengajaran berpusat pada guru tersebut. Dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghapal materi pelajaran (Sanjaya, 2008: 261).

15 27 Dalam pembelajaran konvensional pada umumnya siswa bersifat pasif yaitu menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Guru dalam melaksanakan tugasnya sering menggunakan berbagai alat bantu, seperti papan tulis, kapur, dan gambar-gambar. Guru lebih mendominasi proses pembelajaran yang meliputi menerangkan materi pelajaran, memberikan contoh-contoh penyelesaian soal-soal serta menjawab semua pertanyaan yang diajukan siswa. Pada pembelajaran konvensional ini lebih banyak menggunakan ceramah, dan guru memegang peran sebagai sumber informasi utama bagi siswa. Berhubungan dengan metode ceramah yang digunakan ini, Nasution (1982) memberikan gambaran ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu: 1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok siswa di kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual. 2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru. 3. Siswa umumnya bersifat pasif karena harus mendengarkan penjelasan guru. 4. Kecepatan belajar siswa umumnya ditentukan oleh kecepatan guru dalam mengajar. 5. Keberhasilan belajar umumnya ditentukan oleh guru secara subyektif. 6. Diperkirakan hanya sebagian kecil saja dari siswa yang menguasai materi pelajaran secara tuntas. Menurut Wartono (1996) metode konvensional memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari metode ini adalah dapat digunakan untuk

16 28 siswa dalam jumlah yang besar dan dapat menyelesaikan suatu materi pelajaran dengan cepat sehingga sampai saat ini lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran di kelas. Adapun kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain: 1. Siswa seringkali tidak aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif. 2. Terutama bagi siswa yang belum cukup dewasa pembelajaran konvensional sering menimbulkan kesulitan. 3. Terutama untuk pendidikan sains bagi siswa yang masih muda (misalnya tingkatan SMP) pembelajaran ini tidak sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan sains yang modern, yaitu menuntut adanya pendidikan tentang metode ilmiah, sikap ilmiah, dan juga harus melatih keterampilan dan kecakapan. Dalam pelaksanaan metode ini biasanya guru selalu mengejar target waktu. Dengan metode ini lambat atau cepatnya penyampaian materi sepenuhnya bergantung kepada guru. E. Pemahaman Konsep Ratna Wilis dahar (1989: 95) mengungkapkan bahwa pentingnya pemahaman konsep didasarkan pada kenyataan bahwa keadaan di ala mini sangatlah kompleks, sehingga perlu adanya pengelompokan atas dasar keragaman objek, peristiwa, sifat, proses dan sebagainya. Pemahaman berasal dari kata paham dalam kamus bahasa Indonesia diartikan benar. Seseorang dikatakan paham terhadap sesuatu hal, apalbila

17 29 orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskannya. Selain itu, pemahaman dapat diartikan sebagai pengertian yang mendalam tentang sesuatu masalah dan mampu menafsirkan arti yang tersirat dari apa yang dipahami tersebut. Istilah pemahaman sering dihubungkan dengan bacaan, misalnya pemahaman bacaan (reading comprehension). Namum pemahaman yang dimaksudkan di sini mencakup ruang yang lebih luas, yaitu berkaitan dengan berbagai komunikasi (Bloom, 1978: 89). Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntun memahami, mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang dikomunikasikan, dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian. Kemampuan ini dapat dibagi menjadi tiga tipe pemahaman (Bloom: 1978), yaitu: 1. Menerjemahkan (Translation) Kemampuan menerjemahkan menduduki satu tempat diantara kemampuan yang dikelaskan dalam kategori pengetahuan dan jenis-jenis kemampuan yang diuraikan di bawah kemampuan interpretasi, ekstrapolasi, analisis, sintesis, aplikasi, dan evaluasi. Umumnya kemampuan pemahaman jenis menerjemahkan (translasion) ini bergantung kepada penguasaan pengetahuan terdahulu yang berkaitan. Pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan

18 30 (translasion) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, tetapi dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan ke dalam kata-kata ke dalam grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menerjemahkan (translation), diantaranya: a. Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain. Kemampuan ini meliputi: - Kemampuan menerjemahkan suatu masalah menggunakan bahasa sendiri. - Kemampuan menerjemahkan suatu uraian panjang menjadi suatu laporan singkat. - Kemampuan menerjemahkan suatu prinsip umum dengan memberikan ilustrasi dan contoh. b. Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau sebaliknya. Kemampuan ini meliputi: - Kemampuan menerjemahkan hubungan yang digambarkan dengan simbol, peta, tabel, diagram, grafik, formula dan persamaan matematis ke dalam bahasa verbal atau sebaliknya. - Kemampuan menerjemahkan konsep ke dalam suatu tampilan visual. - Kemampuan untuk menyiapkan tampilan grafik dari fenomena fisika atau data hasil observasi.

19 31 2. Menafsirkan (Interptetation) Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. Misalnya: diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar-gambar lainnya dalam pelajaran Fisika dan minta ditafsirkan. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan (interpretation) diantaranya ialah (Bloom, 1978: 96): - Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan berbagai bacaan secara jelas. - Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data. - Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial. - Kemampuan untuk membuat batasan (Qualification) yang tepat ketika menafsirkan suatu data. 3. Mengekstrapolasi (Ektrapolation) Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan kedua jenis pemahaman lainnya, dan lebih tinggi sifatnya. Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi, misalnya membuat telaah tentang kemungkinan apa yang akan berlaku. Ada juga yang bentuknya mirip dengan ekstrapolasi, yaitu intrapolasi. Jika siswa diminta untuk meramalkan kecenderungan dari suatu data, maka interpolasi berarti meramalkan kecenderungan yang hanya terdapat dalam data tersebut, lain halnya dengan ekstrapolasi,

20 32 pemahaman ekstrapolasi menuntut kemampuan untuk meramalkan kecenderungan suatu data dari suatu bentuk data lain namun serupa. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi (ekstrapolation) diantaranya ialah (Bloom, 1978: 96): - Kemampuan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan yang eksplisit. - Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data tersebut, menformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis). - Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data dilihat dari kecenderungannya. - Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dari suatu bentuk komunikasi yang digambarkan. - Kemapuan menjadi peka terhadap faktor-faktor yang dapat membuat prediksi tidak akurat. - Kemampuan untuk membedakan konsekuensi yang mempunyai peluang kebenaran rendah dan tinggi. - Kemampuan membedakan nilai pertimbangan dari suatu prediksi. F. Keterampilan Generik Sains Menurut Brotosiswoyo (2000) keterampilan generik sains dalam pembelajaran IPA dapat dikatagorikan menjadi 9 indikator yaitu 1) pengamatan langsung; 2) pengamatan tak langsung; 3) kesadaran tentang skala besaran; 4) bahasa simbolik; 5) kerangka logika taat asas; 6) inferensi logika; 7) hukum sebab akibat; 8) pemodelan matematik dan; 9) membangun konsep.

21 33 Makna dari setiap indikator keterampilan generik sains tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pengamatan langsung; sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku dalam sepanjang masih dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya keterampilan manusia untuk melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan sebab akibat dalam pengamatan tersebut. 2) Pengamatan tak langsung; dalam melakukan pengamatan langsung, alat indera yang digunakan manusia memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Beberapa gejala alam lain juga terlalu berbahaya jika kontak langsung dengan tubuh manusia, seperti arus listrik, zat-zat kimia beracun, untuk mengenalnya diperlukan alat bantu seperti ampermeter, indikator, dan lain-lain. Cara ini dikenal sebagai pengamatan tak langsung. 3) Kesadaran akan skala besaran; dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan memiliki kesadaran akan skala besaran dan berbagai obyek yang dipelajarinya. Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang dipelajarinya itu tentang dan ukuran yang sangat besar seperti jagad raya sampai yang sangat kecil seperti keberadaan pasangan elektron. Ukuran jumlah juga sangat mencengangkan, misalnya penduduk dunia lebih dan 5 milyar maka jumlah molekul dalam 1 mol zat mencapai 6,02 x buah.

22 34 4) Bahasa simbolik; untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu diperlukan bahasa simbolik, agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu tersebut. Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang unsur, persamaan reaksi, simbol-simbol untuk reaksi, reaksi kesetimbangan, resonansi dan banyak lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut. 5) Kerangka logika taat asas; pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dan sifat taat asasnya secara logika. Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat asas, maka perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas. 6) Inferensi logika; logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensi logika dan konsekuensi-konsekuensi logis hasil pemikiran dalam belajar sains. Misalnya titik nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan keberadaannya, tetapi orang yakin bahwa itu benar. 7) Hukum sebab akibat; rangkaian hubungan antara berbagai faktor dan gejala yang diamati diyakini sains selalu membantu hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat. 8) Pemodelan matematika; untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati diperlukan bantuan pemodelan matematika agar dapat diprediksi

23 35 dengan tepat bagaimana kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam. 9) Membangun konsep; tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu diperlukan bahasa khusus ini yang dapat disebut konsep. Jadi belajar sains memerlukan keterampilan untuk membangun konsep, agar bisa ditelaah lebih lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-konsep inilah diuji visibilitas penerapannya. G. Hubungan Fase-fase Model Konstruktivisme Tipe Novick dengan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Tabel 2.2 Hubungan fase-fase model konstruktivisme tipe Novick, pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains Fase-fase model konstruktivisme tipe Novick Fase pertama : Exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa) Fase kedua : Creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual) Karakteristik Kegiatan pembelajaran mengarah pada pengungkapan konsepsi awal siswa baik secara tertulis maupun lisan melalui berbagai cara. Kegiatan pembelajaran mengarah pada kegiatan yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibration) antara informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang dimilikinya melalui pemberian situasi ganjil. Keterampilan Generik Sains Pengamatan langsung Pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, bahasa simbolik, dan pemodelan matematika Pemahaman konsep Pemahaman translasi dan pemahaman interpretasi Pemahaman translasi dan pemahaman interpretasi

24 36 Fase ketiga : Encouranging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif) Kegiatan pembelajaran mengarah pada munculnya struktur kognitif yang baru. - Pemahaman translasi, pemahaman interpretasi, dan pemahaman ekstrapolasi H. Hubungan Pembelajaran Konvensional dengan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Tabel 2.3 Hubungan pembelajaran konvensional, pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains Tahapan pembelajaran konvensional Tahap pertama: Apersepsi Tahap kedua: Metode Ceramah Tahap ketiga: Tanya Jawab Tahap keempat: Latihan Soal Karakteristik Kegiatan pembelajaran mengarah pada penggalian konsepsi awal siswa mengenai konsep yang sudah dipelajari sebelumnya. Kegiatan pembelajaran mengarah pada pemberian konsep pembiasan cahaya oleh guru. Kegiatan pembelajaran mengarah pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai konsep yang belum dimengerti. Kegiatan pembelajaran mengarah pada latihan soal mengenai konsep yang baru dipelajari. Keterampilan Generik Sains Bahasa simbolik dan pemodelan matematika Pemahaman konsep - Pemahaman translasi Pemahaman translasi dan pemahaman interpretasi - Pemahaman translasi Bahasa simbolik dan pemodelan matematika Pemahaman translasi, pemahaman interpretasi, dan pemahaman ekstrapolasi

25 37 I. Materi Pembiasan Cahaya Pembiasan cahaya adalah pembelokan arah rambat cahaya ketika memasuki medium lain yang berbeda kerapatan optiknya. sinar datang bidang batas garis normal titik bias i medium 1 medium 2 r sinar bias Gambar 2.3 Istilah-istilah yang digunakan dalam pembiasan cahaya Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam pembiasan cahaya: a. Sinar datang : sinar yang jatuh pada bidang batas. b. Sudut datang (i) : sudut yang dibentuk oleh sinar datang dengan garis normal. c. Garis normal : garis yang melalui titik jatuh sinar dan tegak lurus bidang batas. d. Titik bias : titik pada bidang batas yang merupakan awal sinar bias. e. Sudut bias (r) : sudut yang dibentuk oleh sinar bias dengan garis normal. Kenyataan menunjukkan bahwa : (1). Sinar yang datang dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal. (2). Sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal. (3). Sinar yang datang tegak lurus bidang batas tidak dibiaskan melainkan diteruskan.

26 38 N N N i i r r (1) (2) (3) Gambar 2.4 Hukum pembiasan cahaya 1. Hukum Snellius a. Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar. b. Pada pembiasan cahaya berlaku: sin i sin r = v 1 v 2 = λ 1 λ 2 = n 2 n 1 (2.1) dengan: i = sudut datang r = sudut bias v 1 = cepat rambat cahaya pada medium 1 v 2 = cepat rambat cahaya pada medium 2 λ 1 = panjang gelombang cahaya pada medium 1 λ 1 = panjang gelombang cahaya pada medium 2 n 1 = indeks bias medium 1 n 2 = indeks bias medium 2 2. Indeks Bias

27 39 Indeks bias ada dua macam yaitu indeks bias mutlak dan indeks bias relatif. a. Indeks bias mutlak adalah perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan cahaya di medium tersebut. c n medium v (2.2) dengan n medium : indeks bias mutlak medium c v : cepat rambat cahaya di ruang hampa : cepat rambat cahaya di suatu medium b. Indeks bias relatif adalah perbandingan indeks bias suatu medium terhadap indeks bias medium yang lain. n 1 n12 atau n2 n 21 n n 2 1 (2.3) dengan: n 12 : indeks bias relatif medium 1 terhadap medium 2 n 21 : indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1 n 1 : indeks bias mutlak medium 1 n 2 : indeks bias mutlak medium 2 3. Pembiasan Cahaya pada Kaca Plan Paralel Jika seberkas sinar datang dari medium dengan indeks bias n 1 ke kaca plan paralel dengan indeks bias n 2 dimana n 2 > n 1, maka sinar keluar akan sejajar dengan sinar masuk. sinar masuk i Implementasi Model Pemberajaran Konstruktivisme r tipe Novick Untuk Meningkatkan r i sinar keluar

28 40 Gambar 2.5 Pembiasan pada kaca plan paralel a. Pergeseran sinar keluar terhadap sinar masuk Perhatikan gambar berikut! N i d r t Gambar 2.6 Pergeseran sinar terhadap sinar masuk t adalah pergeseran sinar dan d adalah tebal kaca plan paralel t = d. sin i r cos r (2.4) 4. Pembiasan Cahaya pada Prisma Kaca Prisma merupakan benda bening (transparan) yang terbuat dari kaca yang dibatasi oleh dua bidang permukaan yang membentuk sudut tertentu. Kedua bidang permukaan tersebut dinamakan bidang pembias. Dan sudut yang dibentuk oleh kedua permukaan dinamakan sudut pembias. Jalannya sinar yang masuk pada sebuah prisma ditunjukkan pada gambar berikut. β δ Pemahaman Konsep Pembiasan θ 1 Cahaya Dan Keterampilan θ Generik Sains Siswa SMKN θ 2 θ 4 3 sinar datang sinar keluar

29 41 Gambar 2.7 Jalannya sinar yang masuk pada prisma dengan: θ 1 = sudut datang pertama θ 1 = sudut bias akhir β = sudut pembias prisma δ = sudut deviasi Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan cahaya yang masuk ke prisma dengan cahaya yang meninggalkannya. Pada setiap deviasi berlaku θ 2 + θ 3 = β dan θ 1 + θ 4 = δ + β (2.5) Deviasi Minimum Prisma (δ min ) Deviasi minimum (δ min ) dicapai bila sudut datang pertama sama dengan sudut bias akhir, yaitu: θ 1 = θ 4 (2.6) Sehingga pada deviasi minimum berlaku θ 1 = θ 4 2θ 1 = 2θ 4 = δ m + β θ 2 = θ 3 2θ 2 = 2θ 3 = β sin 1 2 β + δ m = n p n m. sin 1 2 β (2.7) Jika β 10, maka (2.8)

30 42 5. Pembiasan Cahaya Pada Lensa δ min = n p n m 1. β Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua buah bidang lengkung atau satu buah bidang lengkung dan satu buah bidang datar. Berdasarkan kelengkungannya lensa digolongkan menjadi dua yaitu : a. Lensa Cembung (lensa positif/lensa konvergen) Yaitu lensa yang mengumpulkan sinar. Gambar 2.8 Lensa cembung bersifat mengumpulkan sinar Lensa cembung dibagi lagi menjadi tiga: 1. lensa cembung dua (bikonveks) 2. lensa cembung datar (plan konveks) 3. lensa cembung cekung (konkaf konveks) Gambar 2.9 Macam-macam lensa cembung b. Lensa Cekung (lensa negatif/lensa devergen) Yaitu lensa yang menyebarkan sinar. Gambar 2.10 Lensa cekung bersifat menyebarkan sinar Lensa cekung dibagi lagi menjadi tiga:

31 43 1. lensa cekung dua (bikonkaf) 2. lensa cekung datar (plan konkaf) 3. lensa cekung cekung (koveks konkaf) Gambar 2.11 Macam-macam lensa cekung 1). Pembiasan pada Lensa Cembung a. Berkas sinar-sinar istimewa pada lensa cembung Ada tiga macam sinar istimewa pada lensa cembung. Gambar 2.12 Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung (1). Sinar datang sejajar sumbu utama lensa, dibiaskan melalui titik fokus. (2). Sinar datang melalui titik fokus lensa, dibiaskan sejajar sumbu utama. (3). Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan diteruskan. b. Pembentukan bayangan pada lensa cembung Lensa cembung bersifat konvergen, yaitu mengumpulkan sinar. Untuk melukis bayangan yang dibentuk pada lensa cembung dibutuhkan paling sedikit dua sinar istimewa. 1. Bila benda berda di antara titik O dan F, maka bayangannya maya, tegak, diperbesar dari bendanya dan letaknya sepihak dengan benda dari lensa, dan berada di belakang benda.

32 44 2. Bila benda berada di titik F, maka tidak tidak terbentuk bayangan. 3. Bila benda berada di antara F dan 2F, maka bayangannya nyata, terbalik, diperbesar dari bendanya dan letaknya tidak sepihak dengan bendanya terhadap lensa. 4. Bila benda berada di 2F, maka bayangkannya nyata, terbalik, sama besar dengan bendanya, dan berada di titik 2F berlainan pihak dengan bendanya terhadap lensa. 5. Bila benda berada di antara titik 2F dan tak hingga, maka bayangannya nyata, terbalik, diperkecil dari bendanya dan berada berlainan pihak dengan bendanya terhadap lensa.

33 45 2). Pembiasan pada Lensa Cekung a. Berkas sinar-sinar istimewa pada lensa cekung Ada tiga macam sinar istimewa pada lensa cekung. Gambar 2.13 Sinar-sinar istimewa pada lensa (1). Sinar datang cekung sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus. (2). Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus lensa dibiaskan sejajar sumbu utama. (3). Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan diteruskan. b. Pembentukan bayangan pada lensa cekung Berikut ini gambar yang menunjukkan berbagai posisi benda di depan lensa cekung dan bayangan dari benda-benda tersebut.

34 46 Pada gambar terlihat bahwa bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung selalu maya, tegak pada bendanya, diperkecil dari bendanya, dan sepihak dengan bendanya terhadap lensa. 3). Penentuan Bayangan pada Lensa Cembung dan Lensa Cekung Pada lensa cembung dan lensa cekung berlaku 1 f 1 s 1 1 s (2.9) dan M 1 s s h' h (2.10) dengan s = jarak benda ke pusat optik lensa s = jarak bayangan ke pusat optik lensa f = jarak fokus h = tinggi benda h' = tinggi bayangan M = pembesaran bayangan Perjanjian tanda pada lensa 1. Untuk benda: a) benda nyata (di depan lensa): s positif b) benda maya (di belakang lensa): s negatif

35 47 2. Untuk bayangan: a) bayangan nyata (di belakang lensa): s positif b) bayangan maya (di depan lensa) s negatif 3. Untuk fokus: a) lensa cembung (konvergen): f positif b) lensa cekung (divergen): f negatif J. PENELITIAN RELEVAN Penelitian penerapan model pembelajaran Novick pada pembelajaran Fisika telah dilakukan oleh Muhammad Natsir (1997) pada tesis dengan judul Strategi Penggunaan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Pemahaman Siswa Tentang Listrik dalam Pembelajaran IPA di SD, menyimpulkan bahwa: a. Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA dapat ditingkatkan, hal ini terlihat dari turunnya rata-rata jumlah siswa yang berprilaku menyimpang pada tiap-tiap pembelajaran. b. Kesulitan guru dalam pembelajaran adalah sulit mengkondisikan kelas menjadi kondusif untuk kegiatan pembelajaran saat terjadi peralihan kegiatan dan sulit memfokuskan perhatian siswa diakhir pembelajaran.

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR A. Model Pembelajaran Novick Model Pembelajaran Novick merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pandangan konstruktivisme. Gagasan utama dari

Lebih terperinci

Macam-macam berkas cahaya: 1. Berkas mengumpul (Konvergen) 2. Berkas Menyebar ( divergen) 3. Berkas Sejajar.

Macam-macam berkas cahaya: 1. Berkas mengumpul (Konvergen) 2. Berkas Menyebar ( divergen) 3. Berkas Sejajar. BAB V CAHAYA Cahaya adalah gelombang yang memindahkan tenaga tanpa perambatan massa. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri dari beberapa macam warna. Di dalam ruang hampa warna warna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Belajar Belajar adalah hal yang penting dalam kehidupan seseorang. Dengan belajar kita dapat melakukan sesuatu hal yang awalnya kita tidak bisa atau tidak kita ketahui.

Lebih terperinci

Cahaya. Bab. Peta Konsep. Gambar 17.1 Pensil yang dicelupkan ke dalam air. Cermin datar. pada. Pemantulan cahaya. Cermin lengkung.

Cahaya. Bab. Peta Konsep. Gambar 17.1 Pensil yang dicelupkan ke dalam air. Cermin datar. pada. Pemantulan cahaya. Cermin lengkung. Bab 7 Cahaya Sumber: Dokumen Penerbit Gambar 7. Pensil yang dicelupkan ke dalam air Coba kamu perhatikan Gambar 7.. Sebatang pensil yang dicelupkan ke dalam gelas berisi air akan tampak bengkok jika dilihat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown dan Palincsar di tahun 1982. Model pembelajaran reciprocal teaching

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Generik Sains Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan sains

Lebih terperinci

O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I

O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I CAHAYA O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I PETA KONSEP Cahaya Dualisme Cahaya Kelajuan Cahaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 17 Menurunkan hukum pembiasan. 21 Mendeskripsikan pengertian bayangan nyata dan bayangan maya. INDIKATOR KD - 6.4 ( B. LENSA ) 18 Menjelaskan makna indeks bias medium. 19 Mendeskripsikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses (perbuatan) yang bertujuan untuk mengembangkan sesuatu. teruji, pengamatan yang seksama dan percobaan yang terkendali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses (perbuatan) yang bertujuan untuk mengembangkan sesuatu. teruji, pengamatan yang seksama dan percobaan yang terkendali. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Pengembangan diartikan sebagai proses atau cara perbuatan mengembangkan (Anonim,1991). Jika dibuat suatu pengertian, maka pengembangan adalah suatu proses (perbuatan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB III OPTIK. 2. Pemantulan teratur : terjadi jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang halus atau rata.

BAB III OPTIK. 2. Pemantulan teratur : terjadi jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang halus atau rata. BAB III OPTIK Kompetensi dasar : Memahami ciri-ciri cermin dan lensa Indikator Tujuan pembelajaran : : - Sifat dan fungsi cermin datar, cekung, dan cembung diidentifikasi - Hukum pemantulan dibuktikan

Lebih terperinci

MODUL FISIKA SMA Kelas 10

MODUL FISIKA SMA Kelas 10 SMA Kelas 0 A. Pendahuluan Optika geometri adalah ilmu yang membahas tentang sifat-sifat cahaya Sifat-sifat Cahaya yang dipelajari meliputi. Pemantulam cahaya 2. Pembiasan cahaya 3. Alat-alat optik Cahaya

Lebih terperinci

BAB 11 CAHAYA & ALAT OPTIK

BAB 11 CAHAYA & ALAT OPTIK BAB 11 CAHAYA & ALAT OPTIK KOMPETENSI INTI 3. Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, pembentukan bayangan, serta aplikasinya untuk menjelaskan penglihatan manusia, proses pembentukan bayangan pada mata serangga,

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

Lampiran I. Soal. 2. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! 3. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya!

Lampiran I. Soal. 2. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! 3. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! LAMPIRAN Tahap I : Menggambarkan garis normal dari bidang batas yang datar No. Soal No. Soal 1. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! 2. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA Kartinah 1 Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Semarang Jl.

Lebih terperinci

fisika CAHAYA DAN OPTIK

fisika CAHAYA DAN OPTIK Persiapan UN SMP 2017 fisika CAHAYA DAN OPTIK A. Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik sehingga cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa udara. Kecepatan cahaya merambat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA

PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA Siti Noor Fauziah 1, Ferdy S. Rondonuwu 1,2, Marmi Sudarmi 1 1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

OPTIKA. Gb.1. Pemantulan teratur. i p. Gb.3. Hukum pemantulan A A B B C C. Gb.4. Pembentukan bayangan oleh cermin datar A.

OPTIKA. Gb.1. Pemantulan teratur. i p. Gb.3. Hukum pemantulan A A B B C C. Gb.4. Pembentukan bayangan oleh cermin datar A. Pembinaan Juara OSN isika SMP Jateng 2009 - Page 1 of 15 A. ERMIN DATAR OPTIKA Pemantulan teratur : jika berkas sinar datang sejajar, maka berkas sinar pantulnyapun sejajar pula. Gb.1. Pemantulan teratur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

PENDALAMAN MATERI CAHAYA

PENDALAMAN MATERI CAHAYA PENDALAMAN MATERI CAHAYA Cahaya digolongkan sebagai suatu bentuk radiasi. Radiasi adalah sesuatu yang memancar keluar dari suatu sumber tetapi bukan merupakan zat. Cahaya dapat dilihat mata manusia. Cahaya

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA CERMIN DAN LENSA. Nirsal Dosen tetap yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo

PERANGKAT LUNAK PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA CERMIN DAN LENSA. Nirsal Dosen tetap yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo PERANGKAT LUNAK PEBENTUKAN BAYANGAN PADA CERIN DAN LENSA Nirsal Dosen tetap yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo Email: nirsal_e@yahoo.co.id Abstrak Dalam Ilmu isika banyak materi yang menarik untuk

Lebih terperinci

c n = v Konsep Cahaya Normal cahaya datang udara air cahaya bias Normal cahaya bias udara air i cahaya datang Tabel Indeks Bias Beberapa zat Medium

c n = v Konsep Cahaya Normal cahaya datang udara air cahaya bias Normal cahaya bias udara air i cahaya datang Tabel Indeks Bias Beberapa zat Medium II. Pembiasan Cahaya (Refraksi) Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I (Tab.1) Tabel Data Hasil Observasi Awal Siswa. Jenis Kelamin Skor Keterangan

LAMPIRAN I (Tab.1) Tabel Data Hasil Observasi Awal Siswa. Jenis Kelamin Skor Keterangan 97 LAMPIRAN I (Tab.1) Tabel Data Hasil Observasi Awal Siswa Skor nilai ulangan harian No Nomor Induk Jenis Kelamin Skor Keterangan 1. 1758 P 60 Tidak Tuntas 2. 1735 P 53 Tidak Tuntas 3. 1737 L 63 Tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENDAHULUAN BAB I

DAFTAR ISI PENDAHULUAN BAB I DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii ABSTRAK iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I BAB II BAB

Lebih terperinci

FIS 1 A. PENDAHULUAN C. PEMANTULAN CAHAYA PADA CERMIN B. PEMANTULAN CAHAYA

FIS 1 A. PENDAHULUAN C. PEMANTULAN CAHAYA PADA CERMIN B. PEMANTULAN CAHAYA A. PENDAHULUAN Optika adalah ilmu yang mempelajari tentang cahaya. Siatsiat cahaya: ) Memiliki cepat rambat 3,0 x 0 8 m/s 2) Merupakan gelombang transversal dan elektromagnetik 3) Merambat dalam arah lurus

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [FISIKA] [1.6 Sifat Cermin] [Susilo] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017 1.6 Materi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 08 Fisika

Antiremed Kelas 08 Fisika Antiremed Kelas 08 Fisika Cahaya - Latihan Soal Pilihan Ganda Doc. Name: AR08FIS0699 Version: 2012-08 halaman 1 01. Berikut yang merupakan sifat cahaya adalah. (A) Untuk merambat, cahaya memerlukan medium

Lebih terperinci

A. LEMBAR IDENTITAS 1. Nama : 2. Nim : 3. Kelas : Geotermal IIA 4. Jurusan/Prodi : Fisika Geotermal 5. Kelompok : 1 6. Judul Percobaan : Indeks Bias

A. LEMBAR IDENTITAS 1. Nama : 2. Nim : 3. Kelas : Geotermal IIA 4. Jurusan/Prodi : Fisika Geotermal 5. Kelompok : 1 6. Judul Percobaan : Indeks Bias A. LEMBAR IDENTITAS 1. Nama :. Nim : 3. Kelas : Geotermal IIA 4. Jurusan/Prodi : Fisika Geotermal 5. Kelompok : 1 6. Judul Percobaan : Indeks Bias Prisma 7. Tanggal Percobaan : Maret 016 8. Tanggal Memasukkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

LAMPIRAN I RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SATUAN PEMBELAJARAN

LAMPIRAN I RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SATUAN PEMBELAJARAN LAMPIRAN I RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SATUAN PEMBELAJARAN Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Kelas/Semester : X3 / II Sekolah : SMA Nation Star Academy Surabaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat, hal ini tentunya memerlukan daya dukung sumber daya manusia yang berkualitas agar dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ciri/karakter dari dinamika di abad ke-21, yang merupakan abad

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ciri/karakter dari dinamika di abad ke-21, yang merupakan abad BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan cepat dan pesat sering terjadi dalam berbagai bidang, seperti politik/ketatanegaraan, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Hudoyo (1988) mengartikan konsep sebagai ide yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok, sedangkan Berg (1991)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id HANDOUT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMPK Santo Yusup Mojokerto

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMPK Santo Yusup Mojokerto LAMPIRAN I RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMPK Santo Yusup Mojokerto Mata Pelajaran : Fisika Kelas : VIII A Semester : Genap Alokasi Waktu : 4 X 40 menit I. Standart Kompetensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di SMA Budaya Bandar Lampung diketahui bahwa rata-rata nilai test formatif siswa pada materi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran sains memegang peranan yang sangat penting dalam membangun karakter peserta didik dalam pengembangan sains dan teknologi. Kondisi ini menuntut pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan berbagi peristiwa dan kegiatan. Hal tersebut memberikan stimulus yang berbedabeda, sehingga menuntut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Generik Sains Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sains meliputi Kimia, Biologi, Fisika, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

L E N S A. I. TUJUAN INSTRUKIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mengetahui sifat lensa dan penggunaannya.

L E N S A. I. TUJUAN INSTRUKIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mengetahui sifat lensa dan penggunaannya. L E N S A I. TUJUAN INSTRUKIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mengetahui sifat lensa dan penggunaannya. II. TUJUAN INSTRUKIONAL KHUSUS. Menentukan panjang focus lensa positif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mahluk hidup pada siswa kelas VII-1 SMPN-2 Pangkalan Banteng, penggunaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mahluk hidup pada siswa kelas VII-1 SMPN-2 Pangkalan Banteng, penggunaan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya (Henny Rusiani) dengan materi Ciri-ciri mahluk hidup pada siswa kelas VII-1 SMPN-2 Pangkalan Banteng, penggunaan pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci

memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari.

memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Bab 14 Sumber: Dokumentasi Penerbit Hasil yang harus kamu capai: memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Setelah mempelajari bab ini, kamu harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif

Lebih terperinci

PEMBIASAN PADA KACA PLAN PARALEL

PEMBIASAN PADA KACA PLAN PARALEL Laporan Hasil Praktikum PEMBIASAN PADA KACA PLAN PARALEL Disusun Oleh : Daning Herawati 36 / XII IPA 5 SMA NEGERI 2 JEMBER Tahun ajaran 2014/2015 A. Tujuan Percobaan 1. Menyelidiki sifat pembiasan pada

Lebih terperinci

1. Rumus descrates umum pada cermin Cara 1. Maka diperoleh

1. Rumus descrates umum pada cermin Cara 1. Maka diperoleh . Rumus descrates umum pada cermin Cara. Maka diperoleh b = a + i dan c = b + i a + c = 2i Dengan menganggap sudut b, c, dan i sangat kecil (yaitu sinar-sinarnya paraksial dan karen jarak OB sangat kecil

Lebih terperinci

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu. OPTIK A. OPTIKA GEOMETRI Optika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya adalah kelompok sinar yang kita lihat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

JARAK FOKUS LENSA TIPIS

JARAK FOKUS LENSA TIPIS JARAK FOKUS LENSA TIPIS Dian Saputri Yunus, Ni Nyoman Putri Ari, Fitri Safitri, Sadri. LABORATORIUM FISIKA DASAR JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR Abstrak Telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

Lebih terperinci

g. Lensa Cembung Jadi kalau pada cermin pembahasan hanya pada pemantulan maka pada lensa pembahasan hanya pada pembiasan

g. Lensa Cembung Jadi kalau pada cermin pembahasan hanya pada pemantulan maka pada lensa pembahasan hanya pada pembiasan g. Lensa Cembung Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh bidang lengkung. Pada pembahasan lensa dianggap tipis sehingga dapat diabaikan apa yang terjadi dengan sinar didalam lensa dan pembahasan hanya

Lebih terperinci

1. Pembiasan Cahaya pada Prisma

1. Pembiasan Cahaya pada Prisma Pembiasan Cahaya pada Prisma dan pada Kaca Plan Paralel 1. Pembiasan Cahaya pada Prisma Prisma ialah sebuah zat bening yang dibatasi oleh dua buah bidang datar. Pembiasan pada Prisma Apabila seberkas sinar

Lebih terperinci

CAHAYA. Kamu dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. akibat. Tegak lurus.

CAHAYA. Kamu dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. akibat. Tegak lurus. Bab XXIII CAHAYA Tujuan Pembelajaran Kamu dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Peta Konsep Cahaya mengalami Perambatan cahaya Pemantulan cahaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah berubah, dalam hal ini yang dimaksud dengan belajar berarti usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I. : Sifat-sifat Cahaya dan Proses Melihat

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I. : Sifat-sifat Cahaya dan Proses Melihat RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I SMP / MTs Mata Pelajaran Tema Pokok bahasan Kelas / Semester : SMP N 1 Semanu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) : Cahaya dan Mata : Sifat-sifat Cahaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

Contoh Silabus dan RPP

Contoh Silabus dan RPP Lampiran 2 Contoh Silabus dan RPP PRODI PEDIDIKAN SAINS UNESA 2013 Pendidikan dan Latihan Profesi Guru 2012 Rayon 114 Unesa CONTOH SILABUS IPA SMP Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : IPA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN AKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Pembentukan bayangan pada cermin dan lensa untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara tentang pendidikan kita dewasa ini dalam perspektif masa depan. Dalam kenyataannya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

Gelombang Cahaya. Spektrum Gelombang Cahaya

Gelombang Cahaya. Spektrum Gelombang Cahaya Gelombang Cahaya Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan salah satu spektrum gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang merambat tanpa memerlukan medium. Cahaya memiliki sifat-sifat-sifat sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

BAB II METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN IPA DAN PEMAHAMAN SISWA. nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB II METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN IPA DAN PEMAHAMAN SISWA. nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya BAB II METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN IPA DAN PEMAHAMAN SISWA A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru kimia SMA Surya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru kimia SMA Surya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru kimia SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung diketahui bahwa rata-rata nilai tes formatif mata pelajaran kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIOANAL

OLIMPIADE SAINS NASIOANAL OLIMPIADE SAINS NASIOANAL Pelajaran Rumpun Materi Tingkat : Fisika : Cahaya dan Optika : Kabupaten / Kota A. PILIHAN GANDA 1. Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang berkaitan dengan cahaya : 1. Umbra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas belajar serta mengganggu konsentrasi siswa dalam menerima pengetahuan berikutnya. Semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) POE ini sering juga disebut suatu model pembelajaran dimana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka

Lebih terperinci

Kode FIS.18. Sumbu Utama

Kode FIS.18. Sumbu Utama Kode FIS.8 Sumbu Utama M r F i O R f F O F BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

Penerapan Metode Pembelajaran Kontruktivistik Pada Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di Kelas IV Pada SDN Pembina Salakan

Penerapan Metode Pembelajaran Kontruktivistik Pada Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di Kelas IV Pada SDN Pembina Salakan Penerapan Metode Pembelajaran Kontruktivistik Pada Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di Kelas IV Pada SDN Pembina Salakan Harman Sahan, Anthonius Palimbong, dan Jamaludin Mahasiswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

Lebih terperinci

ALAT OPTIK. Bagian-bagian Mata

ALAT OPTIK. Bagian-bagian Mata ALAT OPTIK Alat optik adalah alat yang bekerja dengan memanfaatkan sifat-sifat cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. Pada dasarnya alat optik merupakan alat penglihatan manusia baik secara alami maupun

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan Riwayat Hidup. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran

Lembar Pengesahan Riwayat Hidup. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran vi Lembar Pengesahan Riwayat Hidup Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran DAFTAR ISI i ii iii iv vi ix xi xii BAB I : PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Johnstone (1982) dan Talanquer (2011) membedakan representasi kimia ke dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Johnstone (1982) dan Talanquer (2011) membedakan representasi kimia ke dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Representasi Ilmu kimia Johnstone (1982) dan Talanquer (2011) membedakan representasi kimia ke dalam tiga tingkatan (dimensi). Dimensi pertama adalah makroskopik yang bersifat nyata

Lebih terperinci

Pengerian Lensa, Jenis Lensa dan Pembiasan pada Lensa

Pengerian Lensa, Jenis Lensa dan Pembiasan pada Lensa Pengerian Lensa, Jenis Lensa dan Pembiasan pada Lensa 1. Pengerian Lensa Lensa merupakan benda bening yang dibatasi oleh dua buah bidang lengkung.dua bidang lengkung yang membatasi lensa berbentuk silindris

Lebih terperinci