BAB I PENDAHULUAN. serta polusi udara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. serta polusi udara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan bidang industri dan transportasi, konsumsi bahan bakar minyak bumi semakin meningkat. Akibatnya persediaan minyak bumi yang terdapat di dunia semakin menipis perkiraan tentang penurunan produk minyak bumi pada massa yang akan datang dan ketergantungan yang besar terhadap sumber energi minyak bumi, mendorong penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif dari bahan bahan alam yang jumlahnya melimpah dan bersifat terbarukan (renewable natural resources). Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatife yang memungkinkan sebagai bahan bakar pengganti yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya mudah digunakan, ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun, dan mempunyai titik nyala yang lebih tinggi dari pada petroleum diesel sehingga lebih aman dalam penggunaannya. Biodiesel merupakan sumber daya yang dapat di perbaharui karena pada umumnya dapat diekstrak dari berbagai produk hasil pertanian dan perkebunan. Ada beberapa banyak macam minyak biodiesel ditinjau dari bahan bahan campurannya, ada yang menggunakan jarak pagar, ada yang menggunakan biji nyamplung, dan mungkin banyak lagi jenis jenis yang lain. Disini penulis menganalisa jenis biodiesel yang berasal dari biji alpukat, karena diketahui biji alpukat merupakan sumber daya yang cukup melimpah dan mudah untuk ditemui di masyarakat, selain itu juga biji alpukat juga memiliki beberapa keunggulan lain di antaranya kandungan minyaknya relatif tinggi dibandingkan tanaman lain yaitu sekitar 2638 liter/ha dalam 2217 kg/ha. Sedangkan tanaman seperti jarak adalah 1590 kg/ha : 1892 liter/ha dan bunga matahari 800 kg/ha : 925 liter/ha. Selain itu bahan bakar ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan karena kadar belerang dalam minyak tersebut kurang dari 15 ppm, sehingga pembakaran berlangsung sempurna dengan dampak emisi CO, CO 2 serta polusi udara yang rendah. Penelitian ini menggunakan biji alpukat sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel untuk dapat mengetahui perbandingan dari penggunaan biodiesel berbahan biji alpukat dan terhadap performansi ditinjau dari karakteristik panjang penyemprotan dan ukuran butiran. 1

2 1.2 Rumusan Masalah Biodiesel merupakan suatu sumber energy yang sangat baik, karena merupakan suatu energy terbarukan, akan tetapi karakteristik dari suatu biodiesel tersebut terlebih dahulu perlu di ketahui. Salah satu permasalahan yang ada adalah pengaruh dari viskositas biodiesel terhadap panjang penyemprotan dan ukuran butiran yang berdampak kepada performansi Bagaimana performansi suatu biodiesel dengan perbandingan 5%, 10%, 15%, dan 20% ditinjau dari panjang penyemprotan dan ukuran butirannya. 1.3 Batasan Masalah Adapun permasalah permasalahan yang ada, akan dibatasi untuk mendapatkan hasil penelitian yang terfokus dan tidak bias. Adapun batasan batasan permasalahan tersebut adalah : Solar digunakan sebagai data perbandingan untuk biodiesel minyak alpukat pada saat mengamati hasil penyemprotan. Alat uji yang dirancang agar dapat melakukan pengujian yang memungkinkan menyerupai kondisi ruang bakar Parameter pengujian yang diambil adalah pompa injeksi dan Nozel pada saat pemakaian biodiesel minyak alpukat dan solar serta dapat mengamati karakteristik semprotan dari biodiesel biji alpukat dan solar dengan tekanan pompa 10bar. Pada Tekanan 10 bar akan dilakukan pengukuran terhadap panjang penyemprotan dan ukuran butiran yang keluar dari Nozel. Penelitian dilakukan dalam volume dan tekanan konstan. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengetahui karakteristik dari suatu biodiesel ditinjau dari pengaruh viskositas biodiesel terhadap panjang penyemprotan dan ukuran butiran yang berdampak kepada performansi Mengetahui performansi suatu biodiesel dengan perbandingan 5%, 10%, 15%, dan 20% ditinjau dari panjang penyemprotan dan ukuran butirannya. 2

3 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Dapat mengetahui jenis karakteristik biodiesel minyak alpukat yang dapat menghasilkan performansi maksimal. 2. Memperdalam ilmu tentang biodiesel yang nantinya akan dapat bermanfaat untuk perkembangan keilmuan terutama yang berkaitan dengan mesin diesel 3. Memberikan informasi kepada mayarakat tentang pengunaan biodiesel minyak alpukat sebagai bahan bakar alternative pada mesin diesel. 4. Penggunaan biodiesel minyak alpukat yang lebih ramah lingkungan dan merupakan renewable energy dibandingan dengan solar. 3

4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Alpukat Alpukat, atau Persea Americana tumbuhan ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah dan kini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah sebagai tanaman perkebunan monokultur dan sebagai tanaman pekarangan di daerah daerah tropika lainnya di dunia, seperti juga Indonesia yang memiliki iklim tropis, pembudidayaan tanaman alpukat sendiri juga tidak terlalu sulit karena iklim yang cocok dengan Negara kita Indonesia. Alpukat merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak diminati. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran. Sebagai contoh, seorang grosir membutuhkan alpukat ton/minggu untuk pedagang pengecer di Bogor. Manfaat buah dan biji alpukat. Selain buah dan daunnya ternyata khasiat biji alpukat juga bermanfaat untuk beberapa penyakit, yaitu diantaranya adalah: Manfaat biji alpukat untuk pengobatan dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi, manfaat biji alpukat untuk maag dan kencing manis, dan banyak lagi maanfaat lain yang terdapat dalam kandungan biji alpukat. Pohon, dengan batang mencapai tinggi 20 m dengan daun sepanjang 12 hingga 25 cm. Bunganya tersembunyi dengan warna hijau kekuningan dan ukuran 5 hingga 10 milimeter. Ukurannya bervariasi dari 7 hingga 20 sentimeter, dengan massa 100 hingga 1000 gram; biji yang besar, 5 hingga 6,4 sentimeter. Selain dari beberapa keunggulan diatas alpukat juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku biodiesel. Bagian dari buah alpukat yang dapat digunakan sebagai biodiesel adalah bijinya. Bahan ini (biji alpukat) merupakan limbah yang begitu banyak orang membuangnya setelah memanfaatkan daging buah tersebut. Padahal biji alpukat mengandung lemak nabati yang tersusun dari senyawa yang bisa menghasilkan minyak. Senyawa ini sangat unik karena memiliki komposisi yang sama dengan bahan bakar diesel solar. Selain itu kadar belarang dalam alpukat lebih sedikit dibandingkan kadar belerang dalam solar. Hal ini membuat pembakaran berlangsung sempurna sehingga gas buangnya lebih ramah lingkungan. 4

5 Disamping itu, biji alpukat merupakan bahan biomassa yang mengandung trigliserida serta kandungan asam lemak bebas (FFA) pada minyak biji alpukat rendah yakni 0,367% sehingga dapat dijadikan biodiesel dengan proses transesterifikasi. Adapaun kandungan minyak nabati dari berbagai tanaman ditunjukkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1. kandungan minyak kandungan minyak alpukat lebih tinggi dibandingkan tanaman-tanaman seperti kedelai, jarak, bunga matahari, dan kacang tanah. Namun, kandungan minyak alpukat masih lebih rendah dibandingkan sawit. Karakteristik fisika minyak alpukat dapat dilihat pada tabel 2.2, disana ditunjukkan berbagai karakteristiknya seperti specific gravity, dan viscosity dari minyak biji alpukat. Asam-asam lemak/minyak tumbuh-tumbuhan terdiri dari komponen senyawa utamanya adalah trigliserida dimana karakteristik fisik minyak biji alpukat sebagai berikut: Tabel 2.2. Karakteristik fisika minyak biji alpukat 2.2 Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar alternatife yang diformulasikan khusus untuk mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio-oil). Proses pembuatan biodiesel adalah proses transesterifikasi antara minyak nabati dengan methanol dan katalis pada suhu 70 o C. Biodiesel memiliki keuntungan antara lain tidak diperlukan modifikasi mesin, 5

6 memiliki cetane number tinggi, ramah lingkungan, memiliki daya pelumasan yang tinggi, aman dan tidak beracun. Biodiesel juga merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbarukan (renewable) yang terbuat bukan dari minyak bumi. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk randu, minyak kemiri, minyak nyamplung dan masih ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk cair ini. Pada gambar 2.1 dapat dilihat biji dari alpukat yang masih utuh dan minyak yang berasal dari biji alpukat. Gambar 2.1. Biji dan minyak Alpukat Secara kimia, transesterifikasi berarti mengambil molekul asam lemak kompleks dari minyak nabati atau hewani, menetralkan asam lemak tak jenuh minyak nabati atau hewani dan menghasilkan alcohol-ester. Karena komposisi asam lemak tak jenuh pada minyak jarak sudah berkurang secara drastis, maka pembuatan biodiesel dengan bahanbaku minyak jarak diperkirakan akan terjadi dengan lebih cepat. Prinsip proses transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini: + C 2H 5OH Gambar 2.2. Proses Transesterifikasi Secara Kimia 6

7 2.3 Rapat Massa (Density) Adalah perbandingan antara massa bahan bakar dengan volume bahan bakar. Density bahan bakar dipengaruhi oleh temperatur, dimana semakin tinggi temperatur, maka density semakin turun dan sebaliknya. 2.4 Viskositas / kekentalan Kekentalan suatu bahan bakar menunjukkan sifat menghambat terhadap aliran, dan menunjukkan sifat pelumasannya pada permukaan benda yang dilumasi. Kekentalan bisa didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan suatu bidang dengan luas tertentu pada jarak tertentu dan dalam waktu yang tertentu pula. Viskositas bahan bakar mempunyai pengaruh yang besar terhadap bentuk semprotan bahan bakar. Dimana untuk bahan bakar dengan viskositas yang terlalu tinggi akan memberikan atomisasi yang rendah sehingga mengakibatkan mesin sulit di start. Selain itu, gas buang yang dihasilkan juga akan menjadi hitam dengan smoke density yang cukup tinggi. Jika viskositas bahan bakar terlalu rendah maka akan terjadi kebocoran pada pompa bahan bakarnya dan mempercepat keausan pada komponen pompa dan injektor bahan bakar. 2.5 Titik Nyala (flash Point) Flash point adalah temperatur pada keadaan di mana uap di atas permukaan bahan bakar (biodiesel) akan terbakar dengan cepat (meledak). Flash Point menunjukan kemudahan bahan bakar untuk terbakar. Makin tinggi flash point, maka bahan bakar semakin sulit terbakar.makin mudah bahan bakar untuk terbakar maka flash point-nya menurun dan bahan bakar lebih effisien. 2.6 Specific Gravity Berat bahan bakar atau Specific Gravity memegang peranan yang sangat penting dalam hal nilai kalor bahan bakar, flash point, dan sifat pelumasan pada mesin. Makin tinggi specific gravity berarti bahan bakar akan semakin berat, dan nilai kalor yang dihasilkan tiap volume akan semakin besar pula. Specific Gravity yang lebih tinggi juga menunjukkan sifat pelumasan yang lebih baik. Tetapi Specific Gravity yang terlalu tinggi akan menyebabkan viskositas yang terlalu tinggi, dan flash point yang terlalu tinggi. 7

8 Specific Gravity terhadap air = Nilai Kalor Nilai kalor dari bahan bakar diesel diukur dengan bomb kalorimeter. Untuk memperoleh perkiraan nilai kalornya, bisa dipakai rumus empiris di bawah ini: NK = 18, (API 10) BTU/lb API = API Gravity pada 60 o F = (141,5/Specific Gravity) 131, Untuk menghitung lower heating value (LHV ) dan higher heating Value digunakan persamaan sebagai berikut: LHV= HHV Minyak Solar Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi mentah bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih. Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin Diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur kecil yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih.(www. Com Pertamina: 2005 ), pada tabel 2.3 dapat dilihat spesifikasi bahan bakar solar. Tabel 2.3. Spesifikasi bahan bakar solar. 8

9 Air Fuel Ratio ( AFR) Air fuel ratio adalah perbandingan antara udara dan bahan bakar (proses pencampuran udara dan bahan bakar), bahan bakar yang hendak dimasukkan ke dalam ruang bakar haruslah dalam keadaan mudah terbakar, hal tersebut agar didapatkan effisiensi tenaga motor yang maksimal. Campuran bahan bakar yang belum sempurna akan sulit dibakar oleh percikan bunga api di dalam ruang bakar, bahan bakar tidak dapat terbakar tanpa adanya udara (O2), tentunya dalam keadaan yang homogen. Bahan bakar yang di gunakan dalam pembakaran sesuai dengan ketentuan sebab bahan bakar yang melimpah pada ruang bakar justru tidak meningkatkan tenaga dari motor tersebut, semakin banyak bahan bakar yang tidak terbakar pada ruang bakar akan mengakibatkan filament pada dinding silinder. Air fuel ratio adalah faktor yang mempengaruhi kesempurnaan proses pembakaran didalam ruang bakar. Merupakan komposisi campuran bahan bakar dan udara idealnya AFR bernilai 13,6 (1 bahan bakar : 13,6 udara) stoichiometry, berikut pengaruh AFR pada kinerja mesin: AFR Terlalu kurus : Tenaga mesin menjadi sangat lemah Sering menimbulkan detonasi Mesin cepat panas Dapat membuat kerusakan pada sillinder ruang bakar AFR Kurus : Tenaga mesin berkurang Terkadang terjadi detoansi Konsumsi bahan bakar irit AFR Ideal : Kondisi Paling Ideal AFR Kaya : Bensin agak boros Tidak terjadi detonasi 9

10 Mesin lebih bertenaga AFR Terlalu kaya : Bensin sangat boros Asap knalpot berwarna hitam Menimbulkan filament pada gesekan dinding sillinder dengan ring piston (Sumber : Wisnu Arya Wardana, 2001 : 38) Perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa ataupun dalam jumlah volume. AFR = mfu : mair = Vfuel : Vair 2.5 Besarnya AFR dapat diketahui dari uji coba reaksi pembakaran yang benar-benar terjadi, nilai ini disebut AFR aktual. Sedangkan AFR lainnya adalah AFR stoikiometri, merupakan AFR yang diperoleh dari persamaan reaksi pembakaran. Dari perbandingan nilai AFR tersebut dapat diketahui nilai Rasio Ekuivalen (ϕ) : φ = AFRs : AFRakt. 2.6 Untuk dapat mengetahui nilai AFR, maka harus dihitung jumlah keseimbangan atom C, H dan O dalam suatu reaksi pembakaran. Adapun rumus umum reaksi pembakaran yang menggunakan udara kering adalah : Motor Diesel Motor diesel ditemukan oleh seorang insinyur Jerman benama Rudolf Diesel pada tahun 1897 sebagai salah satu jenis motor pembakaran dalam (Internal Combustion Engine). Konsep dari mesin ini adalah memulai pembakaran dengan menyemprotkan bahan bakar cair ke dalam udara yang dipanaskan kompresi yang dapat menghasilkan efisiensi yang lebih dari motor bensin. Motor bakar diesel yang bebeda dengan motor bakar bensin proses penyalaan bukan dengan loncatan bunga api listrik. Pada langkah hisap hanyalah udara segar yang 10

11 masuk ke dalam silinder. Pada waktu torak hampir mencapai TMA bahan bakar disemprotkan ke dalam sillinder. Terjadilah penyalaan untuk pembakaran, pada saat udara masuk ke dalam silinder sudah bertemperatur tinggi. Tipe- Tipe Motor Diesel : Tipe Motor Diesel Injeksi Langsung (Direct Injection Type) Bahan bakar disemprotkan langsung ke Ruang bakar utama letak ruang bakar utama ada di antara piston & silinder headbagian atas piston dibuatkan ruang dengan desain khusus. Tipe Injeksi Tidak Langsung ( Indirect Injection Type) Pada ruang bakar Motor diesel Injeksi tidak langsung, Bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar pendahuluan (prechamber) yang telah dipanaskan dan disinilah awal pembakaran terjadi untuk mendapatkan campuran yang baik kemudian dilanjukan dengan pembakaran utama diruang bakar utama Prinsip Kerja Motor Diesel Empat Langkah Pada motor diesel empat langkah, katup masuk dan katup buang digunakan untuk mengontrol proses pemasukan dan pembuangan gas dengan membuka dan menutup saluran masuk dan saluran buang. Gambar 2.3. Prinsip kerja motor diesel 4 langkah 1. Langkah isap, yaitu waktu torak bergerak dari TMA ke TMB. Udara diisap melalui katup isap sedangkan katup buang tertutup. 11

12 2. Langkah kompresi, yaitu ketika torak bergerak dari TMB ke TMA dengan memampatkan udara yang diisap, karena kedua katup isap dan katup buang tertutup, sehingga tekanan dan suhu udara dalam silinder tersebut akan naik. 3. Langkah usaha, ketika katup isap dan katup buang masih tertutup, partikel bahan bakar yang disemprotkan oleh pengabut bercampur dengan udara bertekanan dan suhu tinggi, sehingga terjadilah pembakaran. Pada langkah ini torak mulai bergerak dari TMA ke TMB karena pembakaran berlangsung bertahap. 4. Langkah buang, ketika torak bergerak terus dari TMA ke TMB dengan katup isap tertutup dan katup buang terbuka, sehingga gas bekas pembakaran terdorong keluar Siklus Motor Diesel Siklus Diesel adalah Siklus teoretis untuk (Compression Ignition Engine) atau motor diesel.perbadaan siklus diesel dengan siklus otto adalah: pada motor diesel penambahan panas terjadi pada tekana tetap. Gambar:2.4. Siklus diesel digram P-V dan T-S Prosesnya: 1-2 Kompresi Isentropik (Reversibel Adiabatik). 2-2 Pembakaran Isobarik. 3-4 Ekspansi Isentropik (Reversibel Adiabatik) 4-1 Pembakaran kalor Isochoric. 12

13 Efisiensi teoritis siklus diesel η =1-2.1 Efisiensi teoritis siklus dual: η = Dimana: P3/P2 (Perbandingan tekana pada volume konstan) V4/V2 (Cut-off ratio/ perbandingan pemancuan). K = 1,40 r= V1/V Komponen Bahan Bakar Motor Diesel Gambar 2.5. Komponen Bahan bakar Motor diesel 13

14 Dapat dilihat pada gambar 2.5 komponen komponen bahan bakar pada motor diesel Adapun fungsi fungsi komponen tersebut : 1. Fuel tank berfungsi untuk menyimpan bahan bakar sementara yang akan digunakan dalam penyaluran bahan bakar yang dibutuhkan oleh mesin. 2. Feed pump atau pompa penyalur berfungsi untuk mengalirkan bahan bakar dengan cara memompa bahan bakar dari tangki dan mengalirkannya ke pompa injeksi. Didalam feed pump juga terpasang komponen yang bernama priming pump, yang berfungsi untuk mengeluarkan udara palsu dari sistem bahan bakar. 3. Fuel filter biasanya terdapat 2 (dua) yaitu pada bagian sebelum feed pump yang dilengkapi pula dengan water sedimenter yang berfungsi untuk memisahkan air dalam sistem bahan bakar dan fuel filter (saringan bahan bakar) yang berfungsi untuk menyaring kotoran kotoran yang terdapat pada bahan bakar untuk menjaga kualitas bahan bakar agar selalu bersih dan tidak menghambat aliran bahan bakar. 4. Injection pump yang berfungsi untuk menaikkan tekanan sehingga bahan bakar solar dapat mudah dikabutkan oleh nozzle. didalam pompa injeksi ada komponen yang bernama automatic timer dan governor yang fungsinya ada dibawah ini. 5. Automatic timer yang terpaang pada bagian depan pompa injeksi yang berhubungan dengan timing gear berfungsi untuk memajukan saat injeksi sesuai dengan putaran motor. 6. Governor terpasang pada bagian belakang pompa injeksi yang berfungsi sebagai pengatur jumlah injeksi bahan bakar sesuai dengan pembebanan motor. 7. Pengabut (Nozzle) berfungsi untuk mengabutkan bahan bakar agar mudah bercampur dengan oksigen sehingga mudah terbakar dalam silinder 8. Pipa tekanan tinggi terbuat dari bahan baja yang berfungsi untuk mengalirkan bahan bakar bertekanan tinggi dari pompa injeksi ke masing-masing pengabut 9. Busi pijar atau busi pemanas (glow plug) berfungsi untuk memanaskan ruangan prechamber pada saat mulai start. Dengan merubah energi listrik dari battery menjadi energi panas 10. Battery (aki) berfungsi sebagai sumber energi listrik yang mensupply energi yang dibutuhkan oleh busi pijar untuk memanaskan ruangan pre chamber 11. Kunci kontak (ignition switch) berfungsi sebagai saklar utama pada sistem kelistrikan kendaraan 12. Relay yang berfungsi sebagai pengaman dan pengatur saat pemanasan ruang pre chamber. 14

15 Tangki Bahan bakar Tangki bahan bakar terbuat dari bahan yang tidak korosi atau terbuat dari baja tipis yang bagian dalamnya melapisi bahan anti karat. Tangki bahan bahar harus bebas dari kebocoran dan tahan terhadap tekana minimal 0-3 bar, serta tahan terhadap getaran mekanis yang ditimbulkan pada saat motor beroperasi. Dalam tangki bahan bakar terdapat fuel sender gauge yang berfungsi untuk menujukan jumlah bahan bakar yang ada didalam tangki Filter Bahan Bakar Umur komponen system aliran bahan bakar motor diesel sangat ditentukan oleh mutu saringan / filter serta perawantan berkala system bahan bakar.tekanan bahan bakar dapat dibangkitkan oleh pompa injector melalui plunyer dan barel serta nozel. Hal ini mengharuskan bahan bakar yang selalu bersih dan tidak terkontaminasi oleh material lain sebelum masuk ke pompa injektor dan nozel Pompa Injeksi Berfungsi memberikan tekanan pada solar yang akan diinjeksikan / disemprotkan oleh nozzel. Pada gambar 2.6 dapat dilihat gambar pompa injector dan bagian bagianya. Gambar 2.6. Pompa Injektor 15

16 Injektor / Nozel Injektor / Nozel adalah Pemisahan fluida atau minyak menjadi tetesan kecil yang membutuhkan energi tertentu, energi yang diberikan melalui pompa yang memiliki tekanan, yang tinggi. Dengan pompa bertekanan tinggi akan memecahkan minyak atau fluida dengan kecepatan tertentu, tekanan dan kecepatan yang diberikan biasaya mencapai 100 psi sehinga memaksa fluida atau minyak melalui lubang nozel. Dapat dilihat pada gambar 2.7 model injektor / nozel dan bagian bagian dari injektor / nozel tersebut. Gambar 2.7. Injektor/Nozel Untuk mengatahui model laju aliran masa tekanan injeksi, tekanan udara lingkungan, sifat fisik bahan bakar yang diuji, dapat di notasi dengan L/D geometri lubang Nozel R/D Rasio Inlet. Parameter output koefisien debit aliran, kecepatan injeksi yang efektif, dan diameter efektif dapat digunakan persamaan sebagai berikut : 2.8 Keterangan : = mean velocity. = injeksi rate. 16

17 = liquid density. = nozel hole area. Dan untuk menghitung tekanan masuk dan keluar (P1, P2) digunakan persamaan Bernoulli s. 2.9 Dimana tekanan lingkungan (P2) akan diganti kooefisienya ( Cd) maka Fraksi kooefisenya adalah: Macam macam injektor seperti disebutkan diatas dengan sifat pengabutan dan karakteristik yang berbeda maka pemilihan untuk fungsi pemakaiannya juga berbeda yang tergantung pada proses pembakarannya dan proses pembakaran ini ditentukan oleh bentuk ruang bakarnya, untuk sifat-sifat injektor ini antara lain adalah seperti berikut: a. Injector berlubang satu (Single hole) proses pengabutannya sangat baik akan tetapi mememrlkukan tekanan injection pump yang tinggi. b. Demikian halnya dengan injektor berlubang banyak (multi hole) pengabutannya sangat baik. Injector ini sangat tepat digunakan pada direct injection (injeksi langsung). c. Injektor dengan model pin, injektor model pin ini model trotle maupun model pintle lebih tepat digunakan pada motor diesel dengan ruang bakar yang memiliki combustion chamber, kamar muka maupun kamar pusar (turbulen) dan Tipe Lanova. 17

18 2.13 Penyemprotan (Spray) Penyemprotan atau spray adalah aliran udara / gas yang mengandung droplet; atau droplet yang bergerak dalam aliran udara / gas.oleh karena itu, dalam proses pengabutan ini pada dasarnya adalah mencampur bahan bakar dengan oksigen, untuk itu proses pengabutan untuk memperoleh gas bahan bakar yang sempurna pada injector dapat dilakukan dengan tiga sistem pengabutan yaitu: a. Pengabutan Udara Proses pengabutan udara terjadi pada saat bahan bakar yang bertekanan 60 sampai 85 kg/cm² mengakibatkan tekanan pada rumah pengabut sebesar 60 kg/cm² yang selalu berhubungan langsung dengan tabung udara dengan tekanan bahan bakar dari pompa mencapai 70 kg/cm² pada Volume tertentu akan tertampung pada cincin pembagi dari pengabut tersebut. b. Pengabutan Tekanan Pada proses pengabut tekan ini saluran bahan bakar dan ruangan dalam rumah pengabut harus selalu terisi penuh oleh bahan bakar, dengan jarum pengabut yang tertekan oleh pegas sehingga saluran akan tertutup. Namun ketika bahan bakar dari injection pump yang beterkanan 250 kg/cm² mengalir kebagian takikan jarum pengabut, pengabut akan tertekan keatas sehingga saluran akan terbuka. Dengan demikian, bahan bakar akan terdesak melalui celah di antara jarum pengabut dalam bentuk gas. c. Pengabutan Gas Pengabutan ini dikonstruksi sedemikisn rupa dengan komponen komponen yang terdiri atas rumah pengabutan, katup dan bak pengabutan yang ditempatkan di bagian bawah dari pengabutan dan berada di dalam ruang bakar. Dalam proses pengabutan ini bahan bakar telah berada dalam keadaan bertekanan tinggi dan katup injeksi sudah terbuka sejak langkah pengisapan oleh torak dan pada kondisi demikan ini sebagian bahan bakar telah menetes ke bak pengabut yang di bagian sisinya terdapat lubang-lubang kecil (Taufiq, 2012). Pada gambar 2.8 dapat dilihat sistem semprotan (spray) yang terjadi pada proses pengabutan. 18

19 Gambar 2.8. Sistem peyemprotan ( spray) (Adapted from: Untuk mesin diesel, penetrasi ujung semprotan terlalu lama disebabkan oleh injeksi tekanan tinggi juga memiliki efek yang merugikan pada kontrol akurasi campuran dan kinerja emisi karena penguapan. Berdasarkan topik diatas sehingga untuk dapat mengetahui tingkat penyemprotan dengan tekanan atomisasi, dan dapat di ukur sudut kerucut berdasarkan jarak semprotan digunakan persamaan empiris dimana, dapat dilihat pada gambar 2.9 penyemprotan tip penetrasi, jarak penetrasi L oleh (Arai et al) Gambar 2.9. Penyemprotan tip Penetrasi

20 Dimana : L = Jarak penetrasian. = Tekana injeksi. = Lubang Nozel. = Break-up time = Udara lingkungan. = Diameter nozel. Diameter semprotan merupakan hasil rata rata dari panjang semprotan di sumbu vertikal dan sumbu horizontal. Berdasarkan data diameter hasil semprotan, menurut (Borman, 1998) besarnya sudut semprotan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Dimana : Ɵ = Sudut semprotan ( o ) Δp = Tekanan injector (MPa) = Diameter semprotan (mm) = Velocity (m/s) Sepanjang semprotan penetrasi ditentukan dengan mencari arah axial semprotan yang terjauh dari nozzel, sudut yang meliputi struktur semprotan dari nozzle hingga 1/3 dari penetrasi. Garis linear digunakan untuk mengukur sudut yang dekat dan garis singgung kontur yang ada sampai ujung semprotan. (Ghurri et.el) 20

21 Gambar Tip Penetrasi Pada gambar 2.10 dapat dilihat tip penetrasi yang terjadi pada nozel spray. Untuk menganalisis sifat penetrasi semprotan diatas digunakan persamaan Hiroyasu Dimana : = Diameter Nozel. = Penetrasi tip penyemprotan. = Waktu setelah mulai injeksi. = Break up time. = Kecepatan awal semprotan. = Discharge Koofisen Nozel. 21

22 = Tekanan Injeksi. = Fuel Density. = Density udara Lingkungan. = Volume fraction pengabutan dari semprotan. = Sudut kerusut semprotan. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) adalah menyatakan jumlah pemakaian bahan bakar yang dikonsumsi oleh motor untuk menghasilkan daya (Hp) dalam kurun waktu tertentu. Semakin rendah nilai Sfc maka semakin rendah pula konsumsi bahan bakar yang digunakan. Berikut ini merupakan hasil dari pengukuran konsumsi bahan bakar spesifik. Rumus yang digunakan untuk menghitung Sfc adalah : Dimana : Sfc mf P : Specific fuel consumption (Kg/Hp.jam) : laju aliran bahan bakar (Kg/jam) : daya yang dihasilkan oleh mesin (Hp) Sementara nilai diameter rata rata dari semprotan yang terjadi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Sauter Mean Diameter (SMD) berikut (Viriato, 1996) : Dimana : σ = Tegangan permukaan minyak ρl = Massa jenis minyak Va = Kecepatan Udara µl = Viskositas minyak ρa = Udara lingkungan AFR = Rasio bahan bakar dengan udara 22

23 2.14 Camera Camera High speed digunakan untuk mengambil proses gambar panjang penyemprotan dan ukuran butiran pada saat penetrasi bahan bakar. untuk menganalisis data dari panjang semprotan, dan ukuran butiran digunakan softwere. Adapun model camera high speed dapat dilihat pada gambar Gambar High Speed Camera 23

24 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kerangka Berpikir Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai beberapa keunggulan di antaranya mudah digunakan, ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun, bebas dari logam berat seperti sulfur dan senyawa aromatik serta memiliki titik nyala yang tinggi. Biji alpukat merupakan salah satu sumber minyak nabati yang melimpah, cukup mudah untuk dapat ditemukan dan memiliki kandungan minyak yang relatif tinggi dibandingkan dengan tanaman lain, sehingga dalam pengolahan menjadi minyak nabati memiliki keberlanjutan yang baik. Biodiesel dari minyak biji alpukat lebih ekonomis dan ramah lingkungan karena kadar belerang dalam minyak tersebut kurang dari 15 ppm. Memiliki angka setana yang tinggi, maka pembakaran biodiesel berlangsung lebih sempurna. Dengan berbagai hal di atas diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat mengetahui performansi mesin diesel yang menggunakan biodiesel minyak biji alpukat ditinjau dari panjang penyemprotan dan ukuran butirannya Konsep Dengan berbagai keunggulan yang terdapat pada biji alpukat dan memiliki kandungan minyak yang relative lebih besar bila dibandingkan dengan penggunaan sumber nabati yang lain dihitung per gram yang sama, maka akan di lakukan pengamatan dan analisis dari karaktersitik minyak biodiesel biji alpukat, adapun proses dalam pembuatan biodiesel biji alpukat diantaranya proses transesterifikasi dan titrasi untuk menentukan banyaknya katalis (KOH/NaOH) yang diperlukan Dari biodiesel tersebut akan diamati karakteristik panjang penyemprotan dan ukuran butiran dari masing masing campuran biodiesel 5%, 10%, 15%, dan 20%, maka akan dapat di ketahui karakteristik dari masing masing campuran tersebut yang berdampak terhadap performansi dan effisiensi. 24

25 2.3. Hipotesis Penelitian Mengacu pada pemasalahan di atas, hipotesis yang disampaikan dalam penelitian ini adalah biodiesel menghasilkan karakteristik panjang penyemprotan dan ukuran butiran yang lebih baik bila dibandingkan dengan minyak solar. 25

26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Pengujian dilakukan terhadap biodiesel biji alpukat dengan perbandingan campuran 5%, 10%, 15%, 20%, dan 100% solar, ditinjau dari panjang penyemprotan dan ukuran butiran, maka akan dapat diketahui karakteristik panjang penyemprotan dan ukuran butiran dari masing masing campuran. Dilakukan pengamatan dan analisis data dari masing masing hasil pengujian sehingga dapat menentukan campuran terbaik dari masing masing campuran tersebut. 4.2 Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di laboratorim Mekanik Politeknik Negeri Bali dan Laboratorium Konversi Energi Universitas Udayana Jimbaran Badung Bali. 4.3 Batas Dan Prosedur Pengujian Pengujian dilakukan dengan mengunakan Injektor / Nozel berdasarkan perbandingan bahan bakar biodiesel minyak biji alpukat dan minyak solar atau fosil. a. Pengujian dilakukan berdasarkan persentase campuran biodiesel minyak biji alpukat dengan minyak solar/fosil. b. Pengujian ini dilakukan tanpa modifikasi pada injektor/ Nozel agar dapat memperoleh fleksibilitas dalam penggunaan bahan bakar. c. Pengujian ini dilakukan pada tekan 150 bar pada nozel injektor 26

27 4.4 Skema Pembuatan Biodiesel Minyak Alpukat Biji Alpukat C Pengupasan & Pengeringan Esterifikasi (E1) Ekstraksi / Pengepresan Esterifikasi (E2) ET EET Cruid Oil T Transesterifikasi (T) Deguming Biodiesel Alpukat Refined Oil C Gambar. 4.1 Skema proses pengolahan biji alpukat menjadi biodiesel alpukat Dapat dilihat pada gambar 4.1 skema proses pengolahan biji alpukat menjadi biodiesel minyak alpukat. Biji alpukat dikupas dan dikeringkan terlebih dahulu lalu di ekstraksi menjadi crude oil, dimurnikan dengan H2SO4 / HCl sehingga minyak tersebut mengalami deguming / pengendapan, kemudian minyak nabati yang telah di murnikan tersebut di esterifikasi dengan penambahan katalis berupa KOH / NaOH, kemudian di transesterifikasi dengan penambahan ethanol / methanol, barulah di dapatkan hasil berupa biodiesel minyak alpukat. Pada gambar 4.2 di bawah ini dapat dilihat biji buah alpukat yang telah dikupas dan dikeringkan. 27

28 Gambar 4.2. Biji Buah Alpukat Gambar 4.3. Proses Pembuatan Biodiesel Minyak Alpukat Pada gambar 4.3 diatas dapat dilihat biji buah alpukat yang telah mengalami proses pengeringan dan di parut, lalu di ekstraksi agar dapat menghasilkan minyak biji alpukat. 28

29 Gambar 4.4. Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi Pada Gambar 4.4 dapat dilihat minyak nabati yang di murnikan agar menghasilkan degumming, dan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi agar dapat menghasilkan biodiesel minyak alpukat. Pada proses pemurnian di tambahkan H2SO4 / HCL pada temperature 80 o 100 o sehingga menghasilkan deguming, barulah kemudian dilanjutkan dengan penambahan katalis berupa NaOH, dan penambahan methanol untuk dapat menjadi biodiesel minyak alpukat. 29

30 \ Gambar 4.5. Gambar Peralatan dan Proses Pengujian Pada gambar 4.5 dapat dilihat alat alat pengujian yang di gunakan dalam penelitian ini, adapun alat uji yang di gunakan antara lain, rangkaian alat uji panjang semprotan dan ukuran butiran, alat uji flas dan fire point, dan alat uji bomb calorimeter. 30

31 4.5 Diagram Alir Pengujian Adapun proses diagram alir pengujian bahan bakar biodiesel minyak alpukat di tunjukkan pada gambar diagram alir di bawah ini : Persiapan Alat Pelaksanaan Pengujian Bahan Bakar BD & D Camera HS % BIODIESEL Hasil Semprotan % DIESEL / SOLAR Plot Grafik Keterangan : : Garis Pembanding Kesimpulan Gambar 4.6 Diagram Alir Pengujian 31

32 4.6 Proses Pengambilan Data Pada gambar 4.7 di bawah dapat dilihat skema proses pengambilan data pengujian, berikut merupakan proses alur pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian panjang semprotan, ukuran butiran, dan sudut semprotan bahan bakar. Nozzle berfungsi menginjeksikan bahan bakar biodiesel dan campuran biodiesel ke dalam ruang pengujian, adapun tekanan hidrolis pada nozzle tester adalah 150 bar. Bahan bakar di injeksikan ke dalam simulasi ruang bakar melalui nozell injector, kemudian bahan bakar yang masuk ke dalam simulasi ruang bakar di rekam dengan high speed kamera sehingga di dapatkan gambar sudut semprotan, ukuran butiran, dan panjang semprotan, tekanan ambinen dalam simulasi ruang bakar tersebut di kondisikan konstan sebesar 10 bar. Gambar 4.7. Skema Proses pengambilan Data 32

33 BAB V DATA PENELITIAN 5.1 Prosedur Penelitian Pada gambar 5.1 dapat dilihat pengujian penelitian panjang penyemprotan, sudut, dan ukuran butiran bahan bakar digunakan dua buah bahan bakar yaitu minyak biodiesel biji alpukat dan minyak solar. Pengujian ini dilakukan dengan memvariasikan campuran dari kedua bahan bakar minyak tersebut, adapun variasi campuran bahan bakar pengujian dapat dilihat pada gambar 5.2. Pengujian awal dari bahan bakar adalah pengujian 100% minyak solar, lalu 100% minyak biodiesel biji alpukat, 5%BD (5% Biodiesel + 95% Solar), 10% BD (10% Biodiesel + 90% Solar), 15%BD (15% Biodiesel + 85% Solar), 20%BD (20% Biodiesel + 80% Solar). Variable tetap pada pengujian ini adalah tekanan injector dari tester injector (Pinj) 150 bar dan tekanan ruang bakar (Pamb) 10 bar. Tangki Minyak Pipa kapiler Tekanan tester nozel 150 bar Tekanan Ruang bakar 10 bar Tester Nozel Simulasi Ruang bakar Kamera HD Gambar 5.1. Rangkaian Alat Pengujian 33

34 Gambar 5.2. Variasi Campuran Bahan Bakar Pengujian 5.2 Data Penelitian Data yang di dapat dari pengamatan kamera video pada penelitian adalah sebagai berikut, Panjang tip penetrasi semprotan (L), Kecepatan tip penetrasi (Uin), Sudut semprotan (Ɵ), Luas area semprotan (A), dan distribusi ukuran diameter dari butiran / droplet (D) yang terjadi pada semprotan minyak biodiesel. Untuk dapat menemukan nilai nilai dari karakter semprotan tersebut di atas, data mentah tersebut kemudian di ubah dalam format (jpg). Gambar 5.3 menunjukkan salah satu semprotan hasil pengujian yang telah di ubah formatnya menjadi format gambar (jpg). Gambar 5.3. Pengolahan data awal semprotan dengan program image J 34

35 5.3 Pengolahan Data Data panjang dan kecepatan tip penetrasi semprotan Gambar 5.4. di bawah ini menunjukkan pengukuran sudut dan panjang tiap variasi biodiesel hasil pengolahan dimana ditunjukkan karakteristik semprotan dimulai dari ujung nozzle hingga akhir semprotan (semprotan yang sempurna) untuk setiap variasi biodiesel. Gambar 5.4. Pengukuran sudut dan panjang tiap variasi biodiesel Panjang tip penetrasi semprotan (L) yang terbentuk pada tiap pengujian tersebut diatas rata rata menunjukkan panjang lebih besar dari pada 200 mm dan memiliki kecepatan yang bervariasi untuk terbentuknya tip penetrasi yang berbeda 35

36 untuk tiap pengujiannya. Dan berikut ini merupakan table lengkap dari hasil karakteristik semprotan yang terjadi pada tiap pengujian. Tabel 5.1 data sudut, kecepatan dan panjang semprotan untuk tiap variasi biodiesel 5 % BD 10 % BD Sudut Ѳ Jarak L Waktu t Kecepatan V Sudut Ѳ No ( Deg) ( 10-3 m) ( 10-3 s) (m/s) No (Deg ) Jarak L ( 10-3 m) Waktu t ( 10-3 s) Kecepatan V (m/s) % BD 20 % BD Sudut Ѳ Jarak L Waktu t Kecepatan V Sudut Ѳ No (Deg ) ( 10-3 m) ( 10-3 s) (m/s) No (Deg ) Jarak L ( 10-3 m) Waktu t ( 10-3 s) Kecepatan V (m/s) % BD 100 % D Sudut Ѳ Jarak L Waktu t Kecepatan V Sudut Ѳ No (Deg ) ( 10-3 m) ( 10-3 s) (m/s) No (Deg ) Jarak L ( 10-3 m) Waktu t ( 10-3 s) Kecepatan V (m/s)

37 Sedangkan untuk grafik karakteristik lengkap dari panjang tip penetrasi tiap semprotan pada pengujian ini dapat dilihat seperti pada grafik 5.1 sampai grafik 5.3 berikut : Grafik 5.1 Hubungan panjang tip penetrasi dengan waktu semprotan Dari grafik 5.1 diatas, dapat dijelaskan bahwa semakin besar kandungan persentase biodiesel sangat berpengaruh pada panjang tip penetrasi, dimana penambahan persentase biodiesel berdampak pada peningkatkan panjang tip penetrasi dan peningkatkan waktu semprotannnya. Grafik 5.2 Perubahan sudut penyemprotan setiap Pengujian Sedangkan dari grafik 5.2, dapat dijelaskan bahwa penambahan persentase biodiesel pada minyak solar berpengaruh pada terbentuknya sudut semprotan 37

38 bahan bakar tersebut, begitu juga berpengaruh terhadap waktu terbentuknya semprotan. Dimana semakin besar kandungan persentase biodiesel akan meningkatkan waktu penyemprotannya. Nilai sudut semprotan pada variasi campuran 5%BD, 10%BD, 15%BD, dan 20% BD, adalah 9.50 o, 7.72 o, 9.04 o, 9.04 o. Secara signifikan sudut semprotan pada minyak solar murni (100%D) cenderung lebih besar daripada minyak biodiesel murni dalam beberapa variasi dengan besar sudut maksimum sampai o sedangkan minyak biodiesel 100%BD sudut maksimum hanyan mencapai 7.77 o. Grafik 5.3 Variasi Kecepatan semprotan pengujian Grafik 5.3 diatas merupakan perbedaan kecepatan semprotan yang terdapat pada tiap persentase biodiesel. Grafik tersebut menunjukkan bahwa penambahan persentase biodiesel cenderung akan mengakibatkan semakin kecilnya kecepatan yang terbentuk pada semprotan yang berarti semakin lama terbentuknya semprotan pada persentase biodiesel yang lebih besar. Perbedaan kecepatan biodiesel murni (100%BD) dengan kecepatan solar murni (100%D) cukup besar dimana nilai kecepatan 100%BD 5.65 m/s sedangkan nilai kecepatan 100%D adalah m/s. 38

39 Grafik 5.4 Variasi Sudut semprotan pengujian Sedangkan grafik 5.4 diatas merupakan perbedaan sudut semprotan maksimal yang terjadi pada tiap persentase biodiesel. Grafik tersebut menunjukkan bahwa sudut semprotan yang terbentuk cenderung meningkat untuk tiap penurunan persentase kandungan biodiesel. Sudut maksimum yang mampu terbentuk oleh solar murni (100%D) adalah yang paling besar yaitu hingga 14,82 o. Namun hal ini berbeda signifikan dengan sudut semprotan pada minyak biodiesel murni (100%BD) dimana sudut maksimum yang terbentuk oleh minyak biodiesel murni adalah yang paling rendah yaitu sebesar 9,19 o, lebih kecil 3 o dari sudut semprotan solar murni. Data distribusi butiran (droplet) Selanjutnya untuk dapat mengetahui distribusi butiran untuk semprotan pada tiap pengujian, data yang telah berbentuk gambar seperti pada gambar 5.3 dan 5.4 diatas, dapat diketahui melalui olah data lebih lanjut dengan menggunakan program image J yang banyak beredar di pasaran. Hasil olah data lebih lanjut ini akan dapat diketahui berapa banyak jumlah butiran yang terdapat pada setiap semprotan, diameter butirannya, luas area semprotan, dan persentase jumlah dari tiap butiran dengan diameter tertentu. Gambar 5.5 berikut merupakan salah satu contoh hasil oleh data dengan menggunakan program Image J tersebut. 39

40 Gambar 5.5 hasil olah data dengan menggunakan program Image J Dan table 5.2 berikut merupakan contoh hasil keseluruhan distribusi butiran yang ada pada semprotan dengan campuran 5%BD, dan table 5.3 adalah hasil resume dari total tabel untuk tiap campuran biodiesel yang berbeda. Sedangkan grafik 5.5 sampai grafik 5.10 merupakan implementasi data yang mewakili tabel tabel distribusi diameter butiran pada masing masing semprotan. 40

41 Tabel 5.2 Data distribusi butiran semprotan pada campuran 5% BD Data ke-n Area Mean X Y D (µm) Tabel 5.3 Data total distribusi butiran tiap campuran biodiesel No Biodiesel / Diesel Jumlah Butir D Min D Max Luas Total (%) (n) (µm) % (µm) % (µm 2 ) 1 5 % BD % BD % BD % BD % BD % D

42 Grafik 5.5 Distribusi diameter butiran semprotan minyak 5% BD Gambar 5.6 Distribusi butiran semprotan minyak 5 % BD 42

43 Grafik 5.6 Distribusi diameter butiran semprotan minyak 10% BD Gambar 5.7 Distribusi butiran semprotan minyak 10 % BD 43

44 Grafik 5.7 Distribusi diameter butiran semprotan minyak 15% BD Gambar 5.8 Distribusi butiran semprotan minyak 15 % BD 44

45 Grafik 5.8 Distribusi diameter butiran semprotan minyak 20% BD Gambar 5.9 Distribusi butiran semprotan minyak 20 % BD 45

46 Grafik 5.9 Distribusi diameter butiran semprotan minyak 100% D Gambar 5.10 Distribusi butiran semprotan minyak 100% D 46

47 Grafik 5.10 Distribusi diameter butiran semprotan minyak 100 % BD Gambar 5.11 Distribusi butiran semprotan minyak 100 % BD Grafik 5.5 sampai 5.10 diatas menunjukkan distribusi butiran untuk tiap persentase biodiesel dan solar murni (100%D). Pada persentase biodiesel 5%BD sampai 20%BD (grafik 5.5 sampai 5.8) memiliki karakter distribusi butiran yang 47

48 relative sama, dimana nilai diameter butiran yang mendominasi berada pada diameter 45µm. Sedangkan pada biodiesel murni dan solar murni (grafik 5.9 dan grafik 5.10) memiliki nilai diameter butiran dominan pada nilai sekitar 50µm. Perbedaan yang cukup signifikan antara minyak biodiesel murni dengan solar murni adalah pada biodiesel murni banyak juga didominasi oleh ukuran butiran yang lebih besar dari 50 µm, sedangkan pada solar murni sedikit sekali jumlah butiran yang diameternya lebih dari 50 µm tersebut. Tabel 5.4 merupakan perbandingan persentase jumlah butiran yang terdapat pada semprotan tiap campuran biodiesel yang diuji, sedangkan grafik 5.11 berikutmerupakan imploementasi dari tabel 5.4 tersebut. Dari grafik 5.11 tersebut terlihat bahwa karakter distribusi semprotan pada biodiesel murni (100%BD) dan campurannya masih terdapat perbedaan yang cukup signifikan, Data Flash dan Fire Poin Dari tabel 5.4 dan 5.5 di bawah ini dapat dilihat flash point / titik nyala dan fire point dari masing masing campuran biodiesel minyak alpukat. Tabel 5.4 Flash Point Flash Point No t1( o C) t2( o C) Σt ( o C) 100 % D % BD 65, % BD % BD % BD % BD

49 Tabel 5.5 Fire Point Fire Point t1( o C) t2( o C) Σt( o C) 100 % D % BD % BD % BD % BD % BD Massa Jenis Bahan Bakar Tabel 5.6 Massa Jenis Bahan Bakar Massa Jenis Bahan Bakar (ρ) ml gr ρ (gr/ml) 5 % BD % BD % BD % BD % D % BD

50 Nilai Kalor Bahan Bakar Tabel 5.7 Nilai Kalor Bahan Bakar Nilai kalor Bahan Bakar No Standarisasi benzoid acid saample massa T1( C) T2( C) m.h2o HHV LHV (cal/gr C) (gr) (cal/gr) (cal/gr) 1 A A B B C C D D E E F F Keterangan : A : 100 % Diesel B : 5 % BD C : 10 % BD D : 15 % BD E : 20 % BD F : 100 % BD 50

51 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Anaslisis Panjang Tip Penetrasi Dari tabel 5.1 pada Bab 5 diatas di ketahui bahwa panjang tip penetrasi semprotan untuk masing masing pengujian memiliki kecendrungan yang serupa yaitu memiliki panjang lebih dari 200 mm, hal ini dapat di akibatkan oleh tekanan pada pompa injeksi yang memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tekanan ruang pengujian. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk campuran 5% BD jarak 0,2 m tercapai dalam waktu 0,0196 s sehingga kecepatan tip penetrasinya adalah 8,73 m/s sedangkan untuk solar murni (100%D) jaraknya 0,2 m tercapai hanya dalam waktu 0,0082 s sehingga kecepatan tip penetrasinya 19,13 m/s. Terlihat dari tabel tersebut bahwa semakin besar kandungan persentase biodiesel pada campuran akan berdampak pada penurunan kecepatan tip penetrasi. kecepatan tip penetrasi yang paling kecil terdapat pada minyak biodiesel murni 100%BD dimana nilai kecepatan tip penetrasinya tersebut hanya sekitar 5,65 m/s jauh lebih kecil dari nilai kecepatan pada minyak solar murni (100%D). Hal tersebut sangat di pengaruhi oleh kekentalan (viskositas) dari minyak biodiesel yang lebih besar dari pada minyak solar murni sehingga untuk dapat tercapainya tip penetrasi tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama. Terbentuknya panjang tip penetrasipun memiliki nilai yang berbeda beda untuk setiap pengujian yaitu pada pada 5%BD : 211,46x10-3, 10%BD : 231,13x10-3, 15%BD : 246x10-3, dan 20%BD 231,79x10-3 Sedangkan secara teoritis, panjang tip penetrasi ini juga dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan pada bab 2 diatas. Secara teoritis panjang tip penetrasi ini juga dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan Dengan nilai Lb dapat dihitung melalui rumus seperti pada persamaan Dimana diketahui bahwa dari data pada tabel pengujian dan tabel propertis minyak solar murni 100% D didapat : ΔPinj = 150 bar = 1,5 x 10 7 pa t = ms = 0,016s ρl = 840 kg/m 3 ρa do = 1,2 kg/m 3, dan = 0,2 mm 51

52 sehingga panjang Lb : Dan panjang tip penetrasi, L : Melalui mekanisme perhitungan yang sama dengan di atas, selanjutnya di dapat data panjang tip penetrasi untuk campuran yang lain. Berikut ini merupakan tabel perbandingan panjang tip penetrasi yang didapat melalui eksperimen dengan panjang tip penetrasi secara teoritis untuk tiap campuran biodiesel. Tabel 6.1 perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis % Jarak Aktual Waktu Jarak Teoritis No Campuran (mm) ms s (mm) 1 5%BD 211,46 29,2 0, % BD 231,13 39,00 0, % BD 246,64 38,00 0, % BD 237,21 44,00 0, % BD 245,00 54,00 0, % D 205,28 16,00 0, Panjang tip penetrasi yang didapat melalui perhitungan memiliki perbedaan dengan panjang tip penetrasi yang di dapat dengan pengujian, hal tersebut dapat diakibatkan oleh keterbatasan pada penelitian ini baik dari sisi alat pengujian, software, maupun tingkat ketepatan skala pada pengolahan data pengujian yang dilakukan secara manual. Jika dibandingkan dengan penelitian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga terdapat perbedaan yang relative besar tentang kecepatan tercapainya tip penetrasi ini. Waktu yang diperlukan untuk tercapainya panjang tip 52

53 penetrasi penuh berkisar antara rentang waktu 16,00 54,00 ms ( 16,00ms untuk 100%D, dan 54,00 ms untuk 100%BD). Sedangkan hasil yang didapat pada pengujian yang sama dengan tekanan injector yang sama pula sekitar 150 bar, waktu yang diperlukan untuk tercapainya tip penetrasi tersebuthanya berkisar pada nilai 1,2 ms saja (Liguan2007). Terjadinya perbedaan yang cukup jauh, ini besar dipengaruhi oleh alat (kamera) dan program yang digunakan untuk pengolahan data yang tidak memiliki spesifikasi yang memadai. High speed kamera yang digunakan pada penelitian sebelumnya telah menggunakan kamera yang memiliki nilai fps (fram per second) yang cukup tinggi yaitu sekitar fps (Yuan Gao et al, 2005) sedangkan high speed kamera yang digunakan pada penelitian ini hanya memiliki kemampuan 50 fps saja (NIKON D5200 series). Sehingga dapat dirasa wajar jika terjadi perbedaan dan masih cukup jauh dari hasil hasil yang telah di peroleh pada penelitian sebelumnya. Pada tabel 5.1 juga di dapatkan nilai kecepatan tip semprotan yang terjadi berkisar 19,13 m/s yang terjadi pada minyak diesel murni (100%D). sedangkan untuk minyak biodiesel murni (100%BD) nilai kecepatan semprotan paling rendah yaitu hanya sekitar 5,65 m/s. Nilai kecepatan semprotan ini dapat diperkirakan secara teoritis dengan menggunakan persamaan Dimana : Cd = 0,8 (asumsi) ρl = 840 kg/m 3 ΔPinj = 150 bar =1,5 x 10 7 Pa Sehingga nilai kecepatan semprotan ini adalah : = 151,2 m/s Nilai ini sangat berbeda jauh dengan nilai hasil pengujian pada minyak solar murni yang hanya sekitar 19,13 m/s. Besarnya nilai error tersebut dapat diakibatkan oleh kesalahan pada saat olah gambar dengan menggunakan program tertentu. 53

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Alpukat Alpukat, atau Persea Americana tumbuhan ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah dan kini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio-oil). Proses pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah PENGERTIAN SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian-nyala bunga api pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian-nyala ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. mm (0.2 m). yang membedakannya hanyalah kecepatan terbentuknya semprotran

BAB VI PEMBAHASAN. mm (0.2 m). yang membedakannya hanyalah kecepatan terbentuknya semprotran 6.1 Analisis panjang tip penetrasi BAB VI PEMBAHASAN Dari tabel 5.1 pada bab 5 diatas, diketahui bahwa panjang tip penetrasi semprotan untuk setiap pengujian semuanya memiliki panjang yang sama, yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. potensial sebagai bahan bakar mesin diesel. Keunggulan biodiesel dibandingkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. potensial sebagai bahan bakar mesin diesel. Keunggulan biodiesel dibandingkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar yang sangat potensial sebagai bahan bakar mesin diesel. Keunggulan biodiesel dibandingkan dengan bahan bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

Pendahuluan Motor Diesel Tujuan Rudolf Diesel Kesulitan Rudolf Diesel

Pendahuluan Motor Diesel Tujuan Rudolf Diesel Kesulitan Rudolf Diesel MOTOR DIESEL Pendahuluan Motor Diesel Penemu motor diesel adalah seorang ahli dari Jerman, bernama Rudolf Diesel (1858 1913). Ia mendapat hak paten untuk motor diesel pada tahun 1892, tetapi motor diesel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS ANDITYA YUDISTIRA 2107100124 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono K, M.Eng.Sc Kemajuan

Lebih terperinci

Uji Variasi Tekanan Nosel Terhadap Karakteristik Semprotan Bahan Bakar Biodiesel

Uji Variasi Tekanan Nosel Terhadap Karakteristik Semprotan Bahan Bakar Biodiesel Jurnal METTEK Volume 1 No 2 (2015) pp 35 44 ojs.unud.ac.id/index.php/mettek Uji Variasi Tekanan Nosel Terhadap Karakteristik Semprotan Bahan Bakar Biodiesel I Wayan Suma Wibawa 1)*, I Gusti Bagus Wijaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Motor Bakar Mesin Pembakaran Dalam pada umumnya dikenal dengan nama Motor Bakar. Dalam kelompok ini terdapat Motor Bakar Torak dan system turbin gas. Proses pembakaran

Lebih terperinci

TESIS PENGUJIAN PERFORMANCE BIODIESEL BIJI ALPUKAT DI TINJAU DARI KARAKTERISTIK PANJANG PENYEMPROTAN DAN UKURAN BUTIRAN

TESIS PENGUJIAN PERFORMANCE BIODIESEL BIJI ALPUKAT DI TINJAU DARI KARAKTERISTIK PANJANG PENYEMPROTAN DAN UKURAN BUTIRAN TESIS PENGUJIAN PERFORMANCE BIODIESEL BIJI ALPUKAT DI TINJAU DARI KARAKTERISTIK PANJANG PENYEMPROTAN DAN UKURAN BUTIRAN Anak Agung Surya Dwi Pramana NIM : 1091961001 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB V DATA PENELITIAN. Pengujian ini menggunakan dua buah bahan bakar, yaitu minyak biodiesel biji

BAB V DATA PENELITIAN. Pengujian ini menggunakan dua buah bahan bakar, yaitu minyak biodiesel biji BAB V DATA PENELITIAN 5. 1 Prosedur Pengambilan Data Pengujian ini menggunakan dua buah bahan bakar, yaitu minyak biodiesel biji nyamplung dan minyak solar. Pengujian dilakukan selama 3 kali pengujian,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan BAB II TEORI DASAR 2.1. Sejarah Mesin Diesel Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Rudolf Diesel. Mesin diesel sering juga disebut sebagai motor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Motor Bakar Motor bakar adalah mesin atau peswat tenaga yang merupakan mesin kalor dengan menggunakan energi thermal dan potensial untuk melakukan kerja mekanik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Pada penelitian ini, bahan yang digunakan dalam proses penelitian diantaranya adalah : 3.1.1. Mesin Diesel Mesin diesel dengan merk JIANGDONG R180N 4 langkah

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II Oktober 217 Terbit 64 halaman PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERFORMANCE BIODIESEL BIJI ALPUKAT DI TINJAU DARI KARAKTERISTIK PANJANG PENYEMPROTAN DAN UKURAN BUTIRAN

PENGUJIAN PERFORMANCE BIODIESEL BIJI ALPUKAT DI TINJAU DARI KARAKTERISTIK PANJANG PENYEMPROTAN DAN UKURAN BUTIRAN JURNAL LOGIC. VOL. 15. NO. 3. NOPEMBER 215 164 PENGUJIAN PERFORMANCE BIODIESEL BIJI ALPUKAT DI TINJAU DARI KARAKTERISTIK PANJANG PENYEMPROTAN DAN UKURAN BUTIRAN Anak Agung Surya Dwi Pramana 1), I Gusti

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA Suprihadi Agus Program Studi D III Teknik Mesin Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram No. 09 Tegal Telp/Fax (0283) 352000

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Mengenal Motor Diesel Motor diesel merupakan salah satu tipe dari motor bakar, sedangkan tipe yang lainnya adalah motor bensin. Secara sederhana prinsip pembakaran pada motor

Lebih terperinci

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO FINONDANG JANUARIZKA L 125060700111051 SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus thermodinamika yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin (Petrol Fuel)

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM BAHAN BAKAR MESIN DIESEL LOKOMOTIF

BAB IV SISTEM BAHAN BAKAR MESIN DIESEL LOKOMOTIF BAB IV SISTEM BAHAN BAKAR MESIN DIESEL LOKOMOTIF 4.1 Pengetahuan Dasar Tentang Bahan Bakar Bahan bakar adalah suatu pesawat tenaga yang dapat mengubah energi panas menjadi tenaga mekanik dengan jalan pembakaran

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED) Dwi Ardiana Setyawardhani 1), Sperisa Distantina 1), Anita Saktika Dewi 2), Hayyu Henfiana 2), Ayu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN 1 ) 2) 2) Murni, Berkah Fajar, Tony Suryo 1). Mahasiswa Magister Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami fluktuasi harga seiring menipisnya persediaan minyak dunia. Bila hal

BAB I PENDAHULUAN. mengalami fluktuasi harga seiring menipisnya persediaan minyak dunia. Bila hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar nabati semakin populer ketika bahan bakar fosil mulai mengalami fluktuasi harga seiring menipisnya persediaan minyak dunia. Bila hal tersebut terjadi terus

Lebih terperinci

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA 9.1. MESIN PENGGERAK UTAMA KAPAL PERIKANAN Mesin penggerak utama harus dalam kondisi yang prima apabila kapal perikanan akan memulai perjalanannya. Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Burhan Fazzry 1,*,

Lebih terperinci

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARTHUR K.M. BINTANG

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut njeksi Burhan Fazzry, ST, MT. (), Agung Nugroho, ST., MT. Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan nformatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Motor Bakar Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin kalor yang banyak dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan energi panas untuk

Lebih terperinci

Mesin Diesel. Mesin Diesel

Mesin Diesel. Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin diesel menggunakan bahan bakar diesel. Ia membangkitkan tenaga yang tinggi pada kecepatan rendah dan memiliki konstruksi yang solid. Efisiensi bahan bakarnya lebih baik

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kajian Pustaka Penelitian mengenai karakteristik injeksi dan kinerja mesin diesel menggunakan berbagai macam jenis bahan bakar telah banyak dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada bahan bakar minyak fosil (konvensional) khususnya pada transportasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pada bahan bakar minyak fosil (konvensional) khususnya pada transportasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi utama yang digunakan diberbagai negara masih tergantung pada bahan bakar minyak fosil (konvensional) khususnya pada transportasi dan generator pembangkit

Lebih terperinci

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal II. TEORI DASAR A. Motor Bakar Motor bakar adalah suatu pesawat kalor yang mengubah energi panas menjadi energi mekanis untuk melakukan kerja. Mesin kalor secara garis besar di kelompokaan menjadi dua

Lebih terperinci

Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS

Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS Andi Saidah 1) 1) Jurusan Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Jl. Sunter Permai Raya Sunter Agung Podomoro

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 (Philip Kristanto) Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 Philip Kristanto Dosen

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisa Diameter Rata-rata Dari hasil simulasi yang telah dilakukan menghasilkan proses atomisasi yang terjadi menunjukan perbandingan ukuran diameter droplet rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Bahan bakar yang dipergunakan motor bakar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yakni : berwujud gas, cair dan padat (Surbhakty 1978 : 33) Bahan bakar (fuel)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE)

UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE) UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE) Turmizi Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln. Banda Aceh - Medan, Buketrata,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Heru Setiyanto (2007), meneliti tentang pengaruh modifikasi katup buluh dan variasi bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin pada motor bensin dua langkah 110

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap di tempat yang berbeda, yaitu: 1) Tahap preparasi, dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TM Ari Budi Santoso NRP : Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

TUGAS AKHIR TM Ari Budi Santoso NRP : Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. TUGAS AKHIR TM091486 Ari Budi Santoso NRP : 2106100132 Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. Ale,B.B, (2003), melakukan penelitian dengan mencampur kerosin dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PERFORMA MESIN DIESEL DUAL FUEL SOLAR-CNG TIPE LPIG DENGAN PENGATURAN START OF INJECTION DAN DURASI INJEKSI

KARAKTERISASI PERFORMA MESIN DIESEL DUAL FUEL SOLAR-CNG TIPE LPIG DENGAN PENGATURAN START OF INJECTION DAN DURASI INJEKSI KARAKTERISASI PERFORMA MESIN DIESEL DUAL FUEL SOLAR-CNG TIPE LPIG DENGAN PENGATURAN START OF INJECTION DAN DURASI INJEKSI Ahmad Arif 1) dan Bambang Sudarmanta 2) 1) Program Studi Magister Rekayasa Konversi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Hidrogen adalah unsur kimia terkecil karena hanya terdiri dari satu proton dalam intinya. Simbol hidrogen adalah H, dan nomor atom hidrogen adalah 1. Memiliki berat

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1. Pengertian Perencanaan dan perhitungan diperlukan untuk mengetahui kinerja dari suatu mesin (Toyota Corolla 3K). apakah kemapuan kerja dari mesin tersebut masih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON 4.1 Analisa Peningkatan Performa Dalam perhitungan perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kamampuan mesin, yang meliputi

Lebih terperinci

Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar terhadap Unjuk Kerja Mesin

Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar terhadap Unjuk Kerja Mesin Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar terhadap Unjuk Kerja Mesin I Gusti Ngurah Putu Tenaya 1), I Gusti Ketut Sukadana 1), I Gusti Ngurah Bagus Surya Pratama 1) 1) Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana Kampus

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 % APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 % Oleh : Eko Deviyanto Dosen Pembimbing : Dr.Rr. Sri Poernomosari Sari

Lebih terperinci

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis.

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis. A. Sebenernya apa sih perbedaan antara mesin diesel dengan mesin bensin?? berikut ulasannya. Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) (simplenya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi masyarakat Indonesia. Setiap harinya bahan bakar minyak digunakan untuk membantu aktifitas masyarakat.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T Sarif Sampurno Alumni Jurusan Teknik Mesin, FT, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah suatu tenaga atau bagian kendaran yang mengubah energi termal menjadi energi mekanis. Energi itu sendiri diperoleh dari proses pembakaran. Pada

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI

BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI Motor penggerak mula adalah suatu alat yang merubah tenaga primer menjadi tenaga sekunder, yang tidak diwujudkan dalam bentuk aslinya, tetapi diwujudkan dalam

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE Darwin R.B Syaka 1*, Ragil Sukarno 1, Mohammad Waritsu 1 1 Program Studi Pendidikan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN 4..1. Analisis Reaksi Proses Proses Pembakaran 4.1.1 Perhitungan stoikiometry udara yang dibutuhkan untuk pembakaran Untuk pembakaran diperlukan udara. Jumlah udara

Lebih terperinci

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel A. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah 1. Prinsip Kerja Motor 2 Langkah dan 4 Langkah a. Prinsip Kerja Motor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL H. Sulaeman, Fardiansyah Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Semenjak tahun 1990 penggunaan

Lebih terperinci

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 4, No. 1, November 212 1 Pengaruh Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin Syahril Machmud 1, Untoro Budi Surono 2, Yokie Gendro Irawan 3 1, 2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2 Analisa Pengaruh Penggunaan Campuran Bahan Bakar Solar Dengan Minyak Goreng Bekas Terhadap Unjuk Kerja Motor Diesel Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2 Teknik Mesin STT Wiworotomo Purwokerto, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi semakin bertambah seiring dengan meningkatnya produktivitas manusia. Energi yang digunakan sebagai bahan bakar mesin umumnya adalah bahan bakar fosil.

Lebih terperinci

BAB Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar minyak yang berasal dari minyak bumi semakin hari semakin menipis, sedangkan kebutuhan akan bahan ba

BAB Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar minyak yang berasal dari minyak bumi semakin hari semakin menipis, sedangkan kebutuhan akan bahan ba PENGARUH PENGGUNANANN BIODIESEL TERHADAP GAS BUANGG (CO, O2,, NOx) x x) PADA MOTOR DIESELL DISUSUN OLEHH ::: PARLIN ROJERNI SAPUTRA LGG NRP :6306.030.002 BAB 1 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin cepat mendorong manusia untuk selalu mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi (Daryanto, 1999 : 1). Sepeda motor, seperti juga

Lebih terperinci

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor diesel Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam karakteristik utama pada mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain, terletak pada metode

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta e-mail : ismanto_ujb@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER Imron Rosyadi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : 1424210152 KK2 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN 2015

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin serta mencari refrensi yang memiliki relevansi terhadap judul

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PROSEDUR PENGUJIAN Pengambilan sampel pelumas yang sudah terpakai secara periodik akan menghasilkan laporan tentang pola kecepatan keausan dan pola kecepatan terjadinya kontaminasi. Jadi sangat

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Data Hasil Penelitian Mesin Supra X 125 cc PGM FI yang akan digunakan sebagai alat uji dirancang untuk penggunaan bahan bakar bensin. Mesin Ini menggunakan sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Motor Diesel 2.1.1 Sejarah Singkat Motor Diesel Pada tanggal 10 Agustus 1893 di jerman Rudolf Diesel mengadakan penelitian, bagaiamana agar penggunaan bahan bakar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERFORMANSI MOTOR DIESEL Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar lain terletak

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin bensin 4-langkah, alat ukur yang digunakan, bahan utama dan bahan tambahan..

Lebih terperinci

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke) MOTOR BAKAR TORAK Motor bakar torak (piston) terdiri dari silinder yang dilengkapi dengan piston. Piston bergerak secara translasi (bolak-balik) kemudian oleh poros engkol dirubah menjadi gerakan berputar.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Wijanarko (2013) melakukan penelitian nilai kalor minyak nabati, penentuan panas jenis dan nilai kalor menggunakan kalorimeter larutan dan kalorimeter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar Torak Motor bakar torak merupakan salah satu jenis penggerak mula yang mengubah energy thermal menjadi energy mekanik. Energy thermal tersebut diperoleh dari proses

Lebih terperinci

BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR

BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin penggerak yang banyak dipakai Dengan memanfaatkan energi kalor dari proses pembakaran menjadi energi mekanik. Motor bakar merupakan

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX

KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX Ahmad Thoyib Program Study Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci