PERMBERDAYAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERMBERDAYAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH"

Transkripsi

1 PERMBERDAYAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEGIATAN PEMBINAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH JAKARTA, 2007

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 ABSTRAK... 2 I LATAR BELAKANG... 3 II SEJARAH SINGKAT... 4 Landasan Yuridis-Legalistik... 4 Landasan Teoritis-Ilmiah... 6 Kondisi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Saat Ini III KEGIATAN UTAMA Mengapa Perlu Diberdayakan? Apakah Indikator Yang Menentukan Bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Telah Berfungsi Dengan Baik? Strategi, Program, dan Kegiatan Pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah IV PROGRAM INOVATIF V INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBERDAYAAN VI PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

3 ABSTRAK Kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai wadah peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan salah satu implikasi dari otonomi pemerintahan pada umumnya dan otonomi pendidikan pada khususnya. Penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan penyelenggaraan pendidikan pada khususnya harus melibatkan peran serta masyarakat. Itulah sebabnya maka pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang pendidikan telah melahirkan pula manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school-based management (SBM). Salah satu karakteristik manajemen berbasis sekolah tidak lain adalah pelibatan peran serta orangtua dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memiliki landasan teoritis yang cukup kuat. Secara konseptual Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara bahkan telah mengemukakan konsep tripusat pendidikan, yang menegaskan bahwa keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan satu kesatuan sinergis yang bertanggung jawab bukan saja hasil belajar peserta didik tetapi juga proses pendidikan itu sendiri. Dalam buku bertajuk How Communities Build Stronger Schools, Anne Wescott dan Jean L. Konzal menggambarkan pola hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang berkembang menjadi paradigma baru yang bekerja sama secara sinergis. Dewasa ini Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah terbentuk. Pelaksanaan peran dan fungsinya memang belum optimal dalam mendukung upaya peningkatan mutu layanan pendidikan. Itulah sebabnya upaya pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui berbagai program dan kegiatan, seperti (1) workshop Dewan Pendidikan, (2) pemberian subsidi stimulant Dewan Pendidikan, (3) pemilihan Komite Sekolah Hibah Bersaing, (4) lokakarya Komite Sekolah Hibah Bersaing, dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan program dan kegiatan tersebut tidak lain bertujuan untuk memberdayakan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut dilaksanakan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional (key development milestones), yaitu: (1) 50% Dewan Pendidikan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan Nasional terlah terbentuk pada tahun Untuk mencapai sasaran dalam Renstra tersebut, program pemberdayaan ini perlu mengembangkan standar kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang akan digunakan sebagai indikatorindikator pelaksanaan peran dan fungsi dengan baik tersebut. Kata-kata kunci: Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, otonomi daerah, MBS, tripusat pendidikan, key development milestones, peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, indikator pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. 2

4 I. LATAR BELAKANG Education is the shared responsibility of students, teachers, parents, tertiary educators and the community (Curriculum Framework for Kindergaten to Year 12 Education in Western Australia, hal. 17) Di masa sekarang dan yang akan datang pengelolaan pendidikan harus lebih demokratis dalam bentuk memberikan otonomi seluas-luasnya kepada masyarakat. Saat ini pemerintah sedang menggulirkan kebijakan otonomi pendidikan. Ini merupakan momentum bagi masyarakat untuk berpartisipasi tidak saja dalam aspek manajemennya, lebih penting lagi adalah dalam memperkaya muatan pendidikan dengan wacana kultural, sosial, agama, dan lain sebagainya yang berkembang di lingkungan sekitarnya (Abdul Malik Fadjar) Kelahiran Komite Sekolah ibarat bayi cantik yang sedang ditimang-timang oleh banyak orang. Masyarakat, sebagai pihak konsumen pendidikan (customer), mempunyai harapan yang sangat besar terhadap pelaksanaan peran dan fungsi Komite Sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara itu pemerintah, sebagai pihak penyedia layanan pendidikan (provider), mengharapkan kelahiran Komite Sekolah sebagai mitra yang diharapkan dapat bekerja sama secara sinergis untuk bersama-sama melaksanakan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada beberapa pertanyaan yang kemudian muncul. Pertama, apakah keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memiliki landasan yuridis formal yang kuat, atau lahir dari produk hukum dan perundang-undangan yang kuat sebagai amanat rakyat. Dengan kata lain, apakah kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang benar-benar menjadi bayi yang diharapkan kelahirannya oleh rakyat banyak? Kedua, apakah kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah - -- di sisi lain --- juga memiliki dasar argumentasi teoritis-ilmiah yang cukup kuat? Ketiga, apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pada saat ini sudah diterima sebagai mitra oleh pihak birokrasi dan legislatif, serta pemangku kepentingan (stakeholder) yang lain. Keempat, apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. Kelima, 3

5 kalau belum, apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah menyusun program dan kegiatan yang inovatif sehingga dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya, agar benar-benar memiliki manfaat besar dalam upaya peningkatan mutu layanan pendidikan? Lima pertanyaan itulah yang akan dikupas tuntas dalam tulisan ini. II. SEJARAH SINGKAT Sekolah tidak dapat lagi kita pikirkan sebagai suatu lembaga sosial yang berdiri sendiri, terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang lain. Sekolah harus kita pandang sebagai suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang ada di sekitarnya, baik masyarakat lokal, maupun masyarakat daerah atau masyarakat nasional. Kemudian, pendidikan tidak dapat lagi kita bayangkan sebagai kegiatan yang hanya dilaksanakan oleh sekolah, dan bersifat terlepas dari kegiatan pembinaan anak yang terjadi di lingkungan keluarga serta kegiatan pengembangan diri yang dialami anak dalam lingkungan masyarakat (Mochtar Buchori) What can all of us together do to educate all children well. (Anne Wescott dan Jean L. Konzal) Landasan Yuridis-Legalistik Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah lahir sebagai amanat UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Amanat rakyat tersebut oleh Departemen Pendidikan Nasional dijabarkdan lebih lanjut ke dalam Kepmendiknas 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kepmendiknas tersebut telah melahirkan Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang digunakan sebagai acuan pembentukan dan pelaksanaan kegiatan operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Ketika proses penyusunan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, substansi Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah kemudian menjadi salah satu bahan untuk substansi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana kita 4

6 ketahui, kelahiran UU Nomor 20 Tahun 2003 merupakan pengganti UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dinilai sudah tidak sepenuhnya sesuai dengan paradigma otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan. Sebagian besar substansi Kepmendiknas Nomor 044/U/ 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah kemudian dimasukkan (insert) utamanya ke dalam pasal 56 ayat 1 sampai dengan ayat 4 dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut: Pasal 56 (1): Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Pasal 56 (2): Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Pasal 56 (3): Komita sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Pasal 56 (4): Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan Pasal 56 (4) tersebut pada saat ini masih sedang dirumuskan oleh Kelompok Kerja dalam bentuk RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam waktu dekat RPP tersebut akan segera diterbitkan menjadi PP yang akan menjadi acuan operasional yang lebih rinci tentang proses pembentukan dan pelaksanaan organisasi dan manajemen Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Sekilas sejarah pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut telah memberikan gambaran yang demikian jelas bahwa kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sesungguhnya telah memiliki landasan hukum yang amat kuat, bukan hanya dalam bentuk Kepmendiknas, tetapi dalam bentuk undang- 5

7 undang, dan diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama tentang dapat segera diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Landasan Teoritis-Ilmiah Dalam buku bertajuk How Communities Build Stronger Schools, Anne Wescott dan Jean L. Konzal menggambarkan pola hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam tiga paradigma yang mengalami perubahan dan perkembangan. Ketiga paradigma hubungan tripusat pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Paradigma lama Orangtua dalam keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat serta warga masyarakat memiliki hubungan sesuai dengan kepentingan masingmasing dalam urusan pendidikan. Dalam paradigma lama ini, hubungan tripusat pendidikan ini berlangsung sebagai satuan pranata sosial yang berdiri sendiri dan berada dalam posisi yang terpisah-pisah. Menurut Anne Wescott dan Jean L. Konzal, paradigma ditandai dengan adanya beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) menitikberatkan pada kecakapan akademik dan pengetahuan, (2) hubungan sekolah terkontrol, komunikasi satu arah, (3) birokratis, impersonal, dan terjadi komunikasi satu arah, (4) saling melindungi diri, defensif, (5) hirarkis, tidak semua orang dipandang sama, (6) perbedaan kultural dan sosial tidak mendapatkan perhatian secara wajar, (7) beberapa keluarga dan siswa termarjinalisasi, (8) orangtua dipandang sebagai sumber masalah dan kritik, dan (9) masyarakat dipandang sebagai orang lain, kecuali diperlukan. Guru dan dan warga sekolah dalam paradigma lama ini pada umumnya masih berkutat pada pertanyaan, what can parents, community members, and organizations do for us? atau apa yang orangtua, warga masyarakat, dan organisasi masyarakat dapat lakukan untuk kami (sekolah)? Jawaban yang ingin mereka dapatkan dari pihak orangtua dan masyarakat hannyalah hanya berupa uang transpor atau baju seragam atau honorarium kelebihan 6

8 jam mengajar. Jadi, guru dan warga sekolah masih terfokus pada dukungan finansial dari keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, keluarga dan warga masyarakat pun sudah merasa telah memberikan peran utamanya, jika ia telah memberikan dukungan finansial kepada sekolah. Masalah proses belajar mengajar, urusan belajar anak di rumah, pembinaan moral peserta didik, seluruhnya telah diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Orangtua dan masyarakat hanya ingin tahu bahwa anaknya lulus dengan nilai yang tinggi. Kalau kemudian ada anak yang perilakunya tidak baik, atau tidak dapat mencapai standar kelulusan, orangtua dan masyarakat akan segera mengembalikan tanggung jawab semua itu kepada sekolah. Paradigma tersebut digambarkan sebagai berikut: PARADIGMA LAMA SEKOLAH Apa yang dilakukan orangtua, masyarakakat untuk kita (sekolah)? KELUARGA MASYARAKAT 2. Paradigma Transisional Dalam paradigma transisional, hubungan antara sekolah dan orangtua telah berkembang sebagai hubungan kerja sama yang sudah interaktif. Pola hubungan dalam paradigma transisional ini memiliki beberapa karakteristik yang agak berbeda dengan karakteristik paradigma lama, antara lain adalah: (1) menitikberatkan pada penguasaan akademik dan perkembangan individual siswa, (2) hubungan sekolah diarahkan, (3) kurang birokratis, 7

9 lebih manusiawi, dan telah terjadi hubungan dua arah, (4) proaktif, (5) lebih inklusif, (6) perbedaan kultural dan sosial sudah memperoleh perhatian, (7) kerja sama dengan orangtua sudah terbentuk secara terbatas, (8) menjalin hubungan dengan masyarakat jika bermanfaat kepada sekolah, dan (9) guru mulai mengadakan penelitian tentang kegiatan belajar mengajar tetapi belum melibatkan orangtua dalam proses ini. Beberapa karakteristik paradigma lama sudah mulai mengalami perubahan, meski belum secara total. Sebagai contoh, perhatian orangtua dan masyarakat terhadap anak-anak dari keluarga tidak mampu sudah mulai tumbuh, misalnya dengan adanya program beasiswa atau program subsidi silang. Dengan demikian, lembaga pendidikan sekolah sudah tidak terlalu birokratis lagi. Sekolah sudah menjadi lebih inklusif. Dalam konteks paradigma transisional, sekolah dan keluarga menanyakan kepada diri dan masayakat how can parents, community members, organizations helps us do our job better atau bagaimana orangtua, warga masyarakat, organisasi sosial dapat membantu kita untuk melaksanakan tugas secara lebih baik. Paradigma tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: PARADIGMA TRANSISIONAL SEKOLAH KELUARGA Apa yang dilakukan masyarakakat agar dapat membantu kita (sekolah) untuk membantu sekolah MASYARAKAT 8

10 3. Paradigma Baru Karatkteristik hubungan tripusat pendidikan dalam paradigma baru ini telah benar-benar berubah secara total, yang berbeda dengan paradigma sebelumnya, yakni: (1) menitikberatkan perhatian pada siswa secara keseluruhan, baik aspek akademis maupun perkembangan individualnya, (2) tidak ada batas hubungan antar keluarga, sekolah, dan masyarakat, (3) terjadi budaya menemukan, belajar, melindungi, dan membimbing; guru dan orangtua melaksanakan penelitian tindakan bersama-sama, (4) keikutsertaan secara personal, (5) tidak hirarkis, sepenuhnya inklusif, setiap orang merasa dirangkul, (6) perbedaan budaya dan sosial dihargai dan dipelihara dengan baik, (7) terdapat kerjasama antara orangtua dan masyarakat, (8) orangtua dan warga masyarakat sebagai patner, (9) menemukan manfaat bersama sebagai tujuan, (10) pilihan banyak dan cara untuk mencapainya juga banyak. Dalam paradigma baru ini, semua orang (orangtua dalam keluarga, kepala sekolah dan guru di sekolah, serta warga masyarakat) secara bersama-sama mengajukan pertanyaan tentang what can all of us together do to educate all children well atau tentang apa yang kita dapat kerjakan bersama untuk mendidik semua anak dengan baik. Dalam hal ini, pertanyaan tentang bagaimana cara mendidik peserta didik itu tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab profesional para pendidik dan kepala sekolah dan tenaga administrasi di sekolah saja, melainkan telah melibatkan peran serta secara sinergis dari semua stakeholder pendidikan. Dengan kata lain, pemangku kepentingan pendidikan (stakeholder) tidak lagi pernah menyebut murid saya, atau siswa saya, atau siswa-siswa itu atau anak-anak saya, melainkan dengan sebutan kolektif anak-anak kita. Dengan demikian, paradigma baru tentang hubungan tripusat pendidikan ini telah memandang lembaga pendidikan sekolah sebagai milik bersama. Dengan kata lain, tidak ada lagi single fighter dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 9

11 Paradigma tersebut digambarkan sebagai berikut: PARADIGMA BARU SEKOLAH Apa yang dapat kita kerjakan bersamasama untuk mendidik semua peserta didik dengan baik? MASYARAKAT KELUARGA Berdasarkan kajian teoritis-ilmiah tersebut di atas, paradigma hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat di Indonesia masih dalam paradigma lama dan mulai berubah ke paradigma transisional. Beberapa indikasi utama dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Keluarga, sekolah, dan masyarakat masih memandang hasil belajar siswa lebih pada sisi kecakapan akademik dan pengetahuan Nuansa akademik masih lekat dalam pandangan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keberhasilan siswa dalam pendidikan lebih diukur dari aspek akademis semata-mata. Orangtua, sekolah, dan masyarakat merasa sudah melaksanakan tugas pendidikan jika anak-anak telah berhasil menggondol juara kelas atau menduduki peringat satu dalam aspek akademis. Aspekaspek yang berkenaan dengan perkembangan kepribadian anak, disiplin, moralitas, dan berbagai macam kemampuan nonakademisnya seharusnya juga memperoleh perhatian yang sama. Kelahiran Kurikulum Berbasis Kompetensi pada hakikatnya bertujuan mengurangi orientasi akademis 10

12 dengan menekankan aspek kompetensi dalam seluruh aspek kemampuan siswa. 2. Hubungan keluarga dan sekolah masih bersifat satu arah dan bersifat biokratis dan hierarkis Hubungan seperti ini masih kental dalam kegiatan sekolah. Orangtua siswa akan datang ke sekolah dalam acara pengambilan rapor, pertemuan orangtua siswa, penerimaan siswa baru, atau panggilan resmi dari kepala sekolah karena ada masalah yang berkenaan dengan kenakalan siswa masih bersifat birokratis. Dengan kata lain, hubungan sekolah dan orangtua siswa masih bersiifat satu arah, yakni dari sekolah kepada orangtua siswa. Belum banyak arah yang sebaliknya. Paling-paling surat pemberitahuan karena anaknya sakit, atau memintakan izin anak karena ada keperluan keluarga. Belum ada misalnya surat dari warga masyarakat atau orangtua yang berisi evaluasi atau masukan kepada sekolah. Dalam paradigma lama, sekolah dipandang sebagai unit birokratis yang terendah dalam satu hierarkis organisasi departemen pendidikan. Sebagai unit birokratis, maka pola layanan pendidikan kepada keluarga dan masyarakat menjadi kaku, karena adanya jalur-jalur birokrasi tertentu. Sebagai misal, untuk mengundang orangtua siswa perlu surat resmi dari sekolah. Sehingga kehadiran orangtua siswa ke sekolah yang tidak kerena surat panggilan seperti itu sering menimbulkan pertanyaan ada apa atau apakah Anda menerima surat panggilan dari sekolah. Dalam hal ini sekolah lebih memosisikan dirinya lebih tinggi dari orangtua siswa. Posisi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat seharusnya setara. 3. Antara keluarga dan sekolah masih saling bersifat defensif Merasa sebagai unit birokrasi terendah, maka hubungan antara sekolah dan keluarga lebih bersifatr defensif. Sekolah tidak merasa perlu berhubungan dengan keluarga dan masyarakat jika tidak ada keperluannya. Demikian 11

13 juga sebaliknya pandangan orangtua dan masyarakat terhadap sekolah. Kalau ada masalah kenakalan anak, prestasi belajar yang rendah, sebagai misal, orangtua akan menyalahkan sekolah. Sebaliknya, menurut keluarga dan masyarakat, kesalalahan itu terletak pada pundak sekolah. Masalah itu seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. 4. Perbedaan kultural dan sosial masih kurang mendapatkan perhatian secara wajar dan beberapa siswa termarjinalisasi, misalnya karena faktor sosial ekonomi Sebagaimana proses belajar mengajar yang berlaku secara klasikal, maka perbedaan kultural dan sosial peserta didik kurang memperoleh perhatian dari sekolah secara wajar. Sebagai contoh, seorang guru kelas atau wali kelas tidak secara dini mengetahui latar belakang keluarga siswa. Sang guru baru mengetahui kondisi keluarga seorang siswa ketika sang anak tidak membayar uang sekolah untuk sekian bulan. Setelah ia menanyakan kepada siswa tersebut barulah diketahui bahwa siswa tersebut ternyata berasal dari keluarga yang beban hidupnya ditopang dari pekerjaan ibunya sebagai tukang cuci untuk para tetangganya. Seharusnya masalah tersebut sejak dini telah menjadi kepedulian bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Mediator antara tripusat pendidikan ini dapat dilakukan oleh Komite Sekolah. 5. Sekolah masih sering memandang orangtua sebagai sumber masalah dan kritik Ada kecenderungan saling menyalahkan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat jika terjadi permasalahan peserta didik. Sekolah menganggap keluarga dan masyarakat hanya sebagai tukang kritik. Sebaliknya keluarga dan masyarakat menganggap sekolah kurang cakap dalam mendidik anakanak mereka, tanpa memberikan masukan kepada sekolah. 12

14 6. Sekolah sering memandang masyarakat sebagai orang lain atau pihak yang berada di luar sekolah, kecuali diperlukan Terkait dengan hubungan yang bersifat birokratis dan hierarkis tersebut, sekolah sering memandang masyarakat sebagai pihak yang berada di luar sekolah, kecuali diperlukan. Jadi keluarga, sekolah, dan masyarakat akan berhubungan jika diperlukan saja. Komitmen perlunya berkomunikasi dan bekerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat hanya merupakan komitmen insidental, temporer, bukan komitmen abadi untuk kepentingan generasi muda bangsa. Berdasarkan gambaran singkat tentang pola hubungan tripusat pendidikan tersebut, maka kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah memiliki landasan teoritis-ilmiah yang cukup kuat. Doharapkan kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat memperbaiki pola hubungan tripusat pendidikan menjadi lebih baik lagi di masa mendatang sesuai dengan paradigma baru. Beberapa karakteristik dalam paradigma lama memang masih melekat dalam hubungan tripusat pendidikan di Indonesia. Namun demikian, di beberapa sekolah swasta di Indonesia pola hubungan itu mungkin lebih maju dibandingkan dengan di sekolah negeri. Hal ini terjadi, karena sekolah negeri di masa lalu lebih banyak memperoleh perhatian dan bantuan yang lebih banyak dibandingkan dengan sekolah swasta. Sementara kehidupan sekolah swasta amat ditentukan oleh peran serta orangtua dan masyarakatnya. Oleh karena itu, tidak boleh tidak sekolah swasta harus dapat menggandeng orangtua dan masyarakat untuk menyatu secara singergis dalam membangun sekolah dan meningkatkan mutu pendidikannya. Sekolah dan orangtua serta masyarakat dalam posisi yang saling memerlukan. Pola hubungan tripusat pendidikan diharapkan akan berubah menjadi lebih baik dengan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang menjadi wadah peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan catatan, lembaga itu tidak hanya sekedar menjadi stempel sekolah, seperti yang terjadi dengan BP3 atau POMG di masa lalu. 13

15 Sebagai contoh, inilah yang terjadi di satu Sekolah Dasar yang boleh disebut telah mulai menerapkan paradigma baru ini. Menjelang kegiatan ulangan semester, semua orangtua siswa diundang ke sekolah. Dalam arena pertemuan yang sengaja dibuat tidak formal itu, semua siswa dan didampingi oleh masing-masing orangtuanya bertatap muka dengan kepada sekolah dan semua guru. Kepala sekolah menjelaskan tentang rencana kegiatan ulangan semester itu, yang menurut jadwal kurang dua minggu lagi. Akan lebih baik lagi jika jadwal ini dapat dilihat setiap hari pada papan pengumuman di halaman sekolah. Bunyinya Ulangan Semester kurang 14 hari lagi. Setiap hari papan pengumuman ini akan diganti menjadi kurang 13 hari lagi, kurang 12 hari lagi dan seterusnya. Sehari kemarin papan pengumuman itu masih tertulis Ulangan Semester kurang 15 hari lagi. Pada saat papan pengumuman tersebut tertulis Ulangan Semester kurnag 14 hari lagi, semua orangtua telah diundang ke sekolah untuk memperoleh penjelasan dari kepala sekolah, tentang apa yang telah dilakukan sekolah selama ini, dan apa saja yang perlu dilakukan oleh orangtua, termasuk untuk mendorong anaknya untuk belajar, dan memberikan doa restu kepada anak-anak kita. Acara diakhiri dengan acara permohonan doa restu anak-anak kepada orangtua dan kepada semua gurunya dengan cara saling berjabat tangan. Ini merupakan satu prosesi yang terjadi di satu sekolah dasar swasta terkenal di Yogyakarta. Contoh tersebut minimal dapat dijadikan satu model atau bahan diskusi lebih lanjut tentang apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak-anak kita, anak-anak pewaris masa depan bangsa. Kondisi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Saat Ini Apakah kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah diterima oleh birokrasi dan legislatif, dan pemangku kepentingan lainnya? Jawabannya belum sepenuhnya. Belum semua lembaga eksekutif dan legislatif menerima dengan tangan terbuka untuk kemitraan yang akan dibangun oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Setidaknya ada empat indikasi dapat diberikan dalam tulisan ini. Pertama, ada walikota yang dengan cara yang arogan telah membubarkan Komite 14

16 Sekolah. Kedua, ada bupati yang baru terpilih dalam pilkada yang telah memecat Ketua Dewan Pendidikan, dengan alasan tertentu. Ketiga, ada kepala sekolah yang telah memecat komite sekolah, karena tidak mau menandatangani laporan pertanggungjawaban BOS. Keempat, masih ada beberapa gubernur belum memiliki respon dalam pembentukan Dewan Pendidikan Provinsi. Walaupun bagaimana, eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah cukup diterima di beberapa daerah. Beberapa indikasi dapat disebutkan sebagai berikut. Pertama, ada Ketua Dewan Pendidikan yang secara kolegial dapat menggandeng bupati/walikota dam legislatif untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan. Kedua, ada seorang ketua DPRD yang ternyata telah memiliki pemahaman komprehensif tentang kedudukan Dewan Pendidikan, yakni bukan sebagai subordinasi dari Dinas Pendidikan. Ketiga, ada beberapa orang gubernur yang sangat akomodatif menerima rekomendasi dari Dewan Pendidikan setiap tahun. Keempat, ada ketua Dewan Pendidikan yang dapat dengan mudah menggandeng walikota untuk meluncurkan program pemberian beasiswa bagi peserta didik yang berprestasi dan hadiah kepada guru-guru yang berprestasi. Jika eksistendi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah sepenuhnya dapat diterima oleh pihak-pihak birokasi, legislatif, dan pemangku kepentingan yang lain, atau jika semua pihak tersebut telah memiliki pemahaman yang benar tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pada gilirannya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah akan mampu melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. III. KEGIATAN UTAMA Sekolah-sekolah kita terletak pada jantung masyarakat. Mereka memiliki satu tradisi yang kaya tentang keikutsertaan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan (Menteri Pendidikan dan Pelatihan, Ontario, Kanada) 15

17 Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. (Kepmendiknas Nomor 044/U/2002) Mengapa Perlu Diberdayakan? Dalam keadaan plus minus kondisi dan masalah yang telah dijelaskan dalam uraian di atas, secara kuantitatif Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat dijelaksan sebagai berikut. Pertama, dewasa ini Komite Sekolah telah dibentuk hampir di semua satuan pendidikan sekolah/madrasah di Indonesia. Kedua, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota telah dibentuk hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Ketiga, meskipun PP yang mengatur tentang pembentukan Dewan Pendidikan Provinsi belum terbit, namun dewasa ini Dewan Pendidikan Provinsi telah dibentuk di dua puluh provinsi di Indonesia. Keempat, proses pembentukan Dewan Pendidikan Nasional masih sedang dipersiapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Meskipun demikian, dari segi kualitatif kondisi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masih ada yang belum sepenuhnya dengan ketentuan yang berlaku. Kedua, beberapa Komite Sekolah dibentuk hanya untuk tujuan sesaat, yakni sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh subsidi. Ketiga, ada beberapa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bahkan ada yang belum memiliki AD/ART. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa beberapa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut belum dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara obtimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan nasional. Apakah Indikator Yang Menentukan Bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Telah Berfungsi Dengan Baik? Berbagai alasan itulah yang menyebabkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah perlu diberdayakan, agar kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat 16

18 meningkat lebih tinggi lagi. Dengan kata lain, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah perlu diberdayakan agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. Singkat kata, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah perlu diberdayakan antara lain melalui proses revitalisasi, baik organisasinya, kebijakan, program, dan kegiatannya, sehingga lembaga mandiri ini benar-benar dapat berfungsi dengan baik, sebagaimana telah diamanatkan dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa: (1) 50% Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan Nasional telah dibentuk pada tahun Apakah karakteristik Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang telah berfungsi dengan baik? Beberapa indikator berikut ini dapat dijadikan pegangan. Tabel 1 Indikator Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Yang Telah Berfungsi Dengan Baik No. Fungsi Indikator 1 Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen 1 Memiliki AD/ART Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masyarakat terhadap penyelenggaraan 2 Menyusun program kerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pendidikan yang bermutu 3 Menjalin komunikasi efektif dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan 4 Menyusun rencana, melaksanakan, dan melakukan evaluasi pelaksanaan program 2 Melakukan kerja sama dengan masyarakat (institusi terkait) 3 Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan dari masyarakat 4 Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah dan sekolah dan kegiatan pemberdayaan masyarakat 5 Melaksanakan kerja sama (MOU) dengan institusi terkait. 6 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kerja sama (MOU) 7 Melaksanakan kegiatan pendataan, survai, pemetaan masalah pendidikan, studi, kajian, seminar, dan sebagainya, serta mengumumkan kepada masyarakat 8 Melaksanakan inventarisasi aspirasi, ide, tuntutan, dan kebutuhan masyarakat tentang pendidikan 9 Memberikan rekomendasi secara periodik, terutama secara tertulis, kepada pemerintah dan sekolah 10 Mengawasi pelaksanaan rekomendasi 17

19 tentang: a. kebijakan dan program pendidikan b. kriteria kinerja daerah dan sekolah c. kriteria tenaga kependidikan, d. kriteria fasilitas pendidikan e. hal-hal yang terkait dengan pendidikan 5 Mendorong orangtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan 6 Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan. tersebut dan meminta klarifikasi kepada pemerintah dan sekolah tentang rekomendasi yang belum dilaksanakan. 11 Menyusun berbagai kriteria, standar, norma, dan panduan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah dan sekolah 12 Memberikan andil yang besar dan aktif dalam proses penyusunan Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan 13 Menyusun program-program inovatif yang secara langsung memiliki dampak mendorong orangtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan 14 Mengevaluasi pelaksanaan programprogram inovatif tersebut secara berkelanjutan. 15 Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pendidikan 16 Menyusun laporan pelaksanaan program dan kegiatan serta hasil kegiatan pengawasan. 17 Menyampaikan laporan kegiatan dan hasil pengawasan kepada pihak-pihak yang terkait. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah akan dapat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik jika memenuhi minimal 17 (tujuh belas) indikator tersebut. Dengan demikian, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah benar-benar dapat menjadi lembaga masyarakat yang duduk sama rendah, berdiri sama tinggi jika disejajarkan dengan posisi lembaga birokrasi, legislatif, dan pemangku kepentingan lanilla. Dengan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak boleh lagi hanya menjadi lembaga stempel. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga tidak boleh menjadi eksekutor yang ditakuti oleh lembaga yang harus diajak mandiri. Yang diharapkan adalah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang benar-benar dapat mengembangkan pola kemitraan dengan daerah dan sekolah. 18

20 Strategi pemberdayaan Komite Sekolah Pertama, pemberdayaan Komite Sekolah dilakukan secara bottom up oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota harus memiliki tenaga fasilitator yang mempunyai tugas untuk melakukan pendampingan kepada Komite Sekolah. Kegiatan pendampingan ini dikoordinasikan oleh fasilitator dari Dewan Pendidikan Provinsi. Konsep pemberdayaan Komite Sekolah ini merupakan peningkatan dari kegiatan sosialisasi yang biasanya telah dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota selama ini. Kegiatan sosialisasi selama ini memang telah dilaksanakan oleh Dewan Pendidikan. Namun kegiatan itu lebih merupakan kegiatan pertemuan, yang isinya berupa ceramah dan tanya jawab. Peserta kegiatan ini biasanya bersifat massal, dan selepas pertemuan, peserta biasanya akan kembali kepada kebiasaan lama, tidak banyak mengubah pola pikir (mindset). Kegiatan sosialisasi seperti itu hanya berupa penyampaian informasi tanpa menimbulkan perubahan sikap dan kebiasaan dalam kinerja organisasi. Lalu, apakah pemberian informasi seperti itu memang tidak diperlukan lagi? Secara umum memang masih bisa dilaksanakan. Namun, pemberian informasi seperti itu, harus diikuti dengan penerapan pola-pola yang lebih bersifat pendampingan atau fasilitasi langsung kepada Komite Skeolah. Dengan demikian, kegiatan sosialisasi itu perlu ditingkatkan menjadi kegiatan pemberdayaan, dengan titik berat sebagai kegiatan pendampingan kepada setiap kelompok Komite Sekolah, menyerap langsung masalah yang dihadapi, dan kemudian bersama-sama Komite Sekolah berusaha untuk memecahkannya. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota perlu memiliki Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota, yang terjun langsung ke setiap Komite Sekolah, atau setidaknya ke berbagai forum kegiatan Komite Sekolah. Fasilitator bukanlah birokrat yang sedang turun ke lapangan atau sedang melakukan turba (turun ke bawah). Fasilitator adalah pendamping yang setia Komite Sekolah, yang bersama-sama ikut membentuk Komite Sekolah secara demokratis, transparan, dan akuntabel. 19

21 Foto: Penyampaian Pengalaman Dewan Pendidikan, dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan Kedua, pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah sekaligus mempunyai tujuan ibarat pisau bermata dua. Satu sisi memang untuk memberdayaan Komite Sekolah, di sisi lain sekaligus juga untuk memberdayaan Dewan Pendidikan. Untuk dapat melaksanakan program pemberdayaan Komite Sekolah dengan baik, maka Dewan Pendidikan harus dapat memberdayakan dirinya sendiri. Tahap awal mengirimkan master trainer untuk mengikuti training of trainer (TOT) di Jakarta, dan pada tahap berikutnya melakukan TOT mandiri dengan menggunakan master trainer yang telah dimilikinya. 20

22 Foto: Penyampaian Paparan Materi Penggunaan Subsidi Stimulan Dewan Pendidikan, dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan Ketiga, untuk menghasilkan fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah sebagaimana yang diharapkan tersebut, perlu diadakan TOT (training of trainer) fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah, yang diikuti oleh calon-calon fasilitator yang dikirimkan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Melalui kegiatan TOT Pemberdayaan Komite Sekolah ini, para peserta diharapkan dapat menjadi fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah, dengan tugas antara lain: (1) memberikan fasilitasi Komite Sekolah, khususnya dalam proses pembentukan Komite Sekolah, (2) memberikan pendampingan dalam perumusan program dan kegiatan Komite Sekolah selaras dengan peran dan fungsi Komite Sekolah, (3) membentuk Komite Sekolah Inti (KSIn) dan Komite Sekolah Imbas (KSIm), (4) membangun forum komunikasi Komite Sekolah di daerah kabupaten/kota, dan (5) memberikan fasilitasi untuk menjalin hubungan yang tidak harmonis antara Komite Sekolah dengan pihak sekolah, serta dunia usaha dan industri (DUDI). Hasil kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dilaporkan kepada Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dengan demikian, Dewan Pendidikan 21

23 Kabupaten/Kota dan Provinsi secara berkala memperoleh laporan tentang keadaan dan masalah Komite Sekolah di daerahnya. Foto: Penutupan Kegiatan dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan Keempat, kegiatan TOT tersebut memerlukan bahan atau materi pemberdayaan Komite Sekolah. Untuk menyiapkan materi dasar yang akan digunakan oleh tim fasilitator perlu dibuatkan beberapa modul pemberdayaan Komite Sekolah. Modulmodul tersebut bukan hanya akan diberikan sebagai materi yang akan diberikan dalam kegiataan TOT, tetapi akan menjadi bekal dasar yang akan digunakan oleh fasilitator untuk melaksanakan tugasnya di lapangan. Untuk tahap awal, tiga modul telah disusun oleh tim penulis yang ditunjuk oleh Direktroat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada tahun anggaran 2005 tiga modul pemberdayaan Komite Sekolah telah berhasil disusun. Pada tahun anggaran 2006, modul-modul tersebut digunakan sebagai materi TOT, dan kemudian dicetak untuk kemudian disebarluaskan kepada Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. 22

24 Tiga moful pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 2 Tiga Modul Pemberdayaan Komite Sekolah Modul Topik Subtopik 1 Penguatan Kelembagaan Komite Sekolah Pembentukan --- Revitalisasi --- Komite Sekolah Pelaksanaan Peran dan Fungsi Komite Sekolah Untuk Meningkatkan Layanan Pendidikan Membangun Hubungan Kemitraan dan Kerjasama Secara Sinergis Antara Komite Sekolah dengan Keluarga, 2 Peningkatan Kemampuan Organisasional Komite Sekolah 3 Peningkatan Wawasan Kependidikan Pengurus Komite Sekolah, dan Masyarakat 2.1. Memutar Roda Organisasi dan Manajemen Komite Sekolah 2.2. Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan Rencana Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) 2.3. Menjalin Hubungan Kemitraan dan Kerjasama Sinergis Komite Sekolah dengan Institusi Terkait 1. Sekolah Sebagai Suatu Sistem 2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 3. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) Ketiga modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut diharapkan dapat dikuasai oleh fasilitator yang dilatih dalam kegiatan TOT. Lebih dari itu, ketiga mdoul Pemberdayaan Komite Sekolah kemudian dapat digunakan menjadi bekal dasar dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah. Apakah Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi dapat menyusun modul sendiri untuk melaksanakan pemberdayaan Komite Sekolah? Tentu saja dapat. Dewan Penddiikan Kabupaten/Kota dapat saja menyusun modul muatal lokal untuk kepentingan daerahnya masing-masing. Untuk masa mendatang, modul-modul lain pun dapat dikembangkan lebih lanjut. 23

25 IV. PROGRAM INOVATIF Selain progrram pemberdayaan Komite Sekolah yang diharapkan akan menjadi program primadona Dewan Pendidikan, pada tahun-tahun sebelumnya Dewan Pendidikan telah didorong untuk mengembangkan program-program inovatif sesuai dengan kondisi dan masalah di daerahnya masing-masing. Sebagai contoh, beberapa program inovatif Dewan Pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Program SABAS (Siap Aktif Bantu Sekolah). Program ini dikembangkan oleh Dewan Pendidikan Kota Batam. Dengan memanfaatkan banyaknya perusahaan yang ada di daerah ini, Dewan Pendidikan Kota Batam berhasil menggandeng perusahaan di daerahnya untuk membantu sekolah. Menteri Pendidikan Nasional, Bapak Abdul Malik Fadjar, ketika itu telah diminta untuk menandatangani piagam SABAS bersama dengan Wali Kota Batam dalam acara charity night di sebuah hotem berbintang yang dihadiri para pengusaha di Kota Batam. Mirip Program SABAS ini di Jawa Barat dikenal dengan GEMALA atau Gerakan Amal Alumni. Dalam rangka menggalang dana masyarakat untuk membantu pendidikan juga telah dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kotamadya Jakarta Barat, dengan kegiatan pemberian beasiswa untuk siswa berprestasi dan guru berprestasi. Acara pemberian beasiswa ini dilaksanakan di Arena Taman Impian Jaya Ancol, dan beasiswa secara simbolis diberikan oleh Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta. 2. Sosialisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah melalui media radio dan televisi. Kegiatan ini telah dilakukan oleh beberapa Dewan Pendidikan, antara lain Dewan Pendidikan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewan Pendidikan Kabupaten Ponorogo. 3. Penyampaian rekomendasi pendidikan kepada pemerintah daerah telah dilakukan antara lain oleh Dewan Pendidikan Provinsi Bangka Belitung. Rekomendasi pendidikan disampaikan setiap tahun, dan pada tahun berikutnya pelaksanaan rekomendasi itu dievaluasi secara kritis oleh Dewan Pendidikan. 24

26 4. Usulan Peraturan Daerah (Perda) tentang pendidikan. Beberapa Dewan Pendidikan telah secara aktif memberikan masukan tentang pentingnya peraturan daerah tentang pendidikan. Yang pertama kali memberikan usulan kepada pemerintah daerah dan DPRD adalah Dewan Pendidikan Kota Malang. Berkat Perda yang sudah diterbitkan tersebut, aset pendidikan di Kota Malang dapat diselamatkan dari proses tukar guling menjadi aset nonpendidikan. Meskipun PP yang mengatur tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan belum juga berhasil diterbitkan oleh pemerintah, beberapa daerah provinsi dan kabupaten/kota telah berhasil menerbitkan Perda tentang pendidikan di daerahnya. Semua itu antara lain berkat kerja keras Dewan Pendidikan di daerah tersebut. 5. Menjalin hubungan dan kerja sama antara Dewan Pendidikan dan birokrasi dan legislatif. Berkat jalinan hubungan dan kerja sama tersebut, beberapa masalah disharmoni antara pemerintah dan masyarakat dapat diselesaikan dengan baik. Masalah pembubaran Komite Sekolah yang terjadi di satu kota, berhasil diklarifikasi dengan baik oleh Dewan Pendidikan, dan akhirnya surat perintah pembubaran Komite Sekolah tersebut telah dicabut kembali oleh Walikota yang bersangkutan. 6. Kajian dan seminar untuk mengkaji berbagai masalah pendidikan. Beberapa Dewan Pendidikan telah secara aktif melakukan beberapa kajian, misalnya peran dunia usaha dan industri dalam peningkatan pendidikan. Kegiatan kajian dan seminar ini misalnya telah dilaksanakan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Wonogiri, Dewan Pendidikan Kabupaten Pasuruan, dan sebagainya. Masih banyak program inovatif tersebut tidak dapat dipaparkan semua dalam tulisan ini. Berbagai program inovatif didiseminasikan kepada Dewan Pendidikan lain melalui kegiatan workshop Dewan Pendidikan yang diselenggarakan setiap tahun. Untuk terus dapat meningkatkan program inovatifnya, Dewan Pendidikan telah memperolah subsidi stimulan yang diberikan dengan sistem evaluasi kinerjanya. Dengan sistem ini Dewan Pendidikan diberikan motivasi untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. Melalui program inovatif tersebut, diharapkan Dewan Pendidikan dapat terus meningkat kinerjanya dari 25

27 waktu ke waktu, sejalan dengan sasaran milestone yang telah ditetapkan Depdiknas bahwa 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun Foto: Acara Panyampaian Paparan Tentang Pengalaman Dewan Pendidikan dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan V. INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBERDAYAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat dinilai berhasil jika telah tercapai beberapa indikator sebagai berikut: 1. Proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan tidak lagi dilakukan secara instan, melainkan melalui proses dan mekanisme yang demokratis, transparan, dan akuntabel sesuai dengan AD/ART. 2. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan benar-benar telah menjadi lembaga masyarakat yang mandiri, dengan melaksanakan prinsip manajemen yang demokratis, transparan, dan akuntabel. 26

28 3. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan benar-benar telah menjadi lembaga masyarakat yang diakui eksistensinya secara mantap oleh pemangku kepentingan (stakeholder). 4. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan dapat menjalin hubungan dan kerja sama kemitraan dengan institusi terkait untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. 5. Dengan kata lain, tidak ada lagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah stempel dan Komite Sekolah eksekutor. Dengan kata lain, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang berhasil dibentuk adalah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang memiliki semangat kemitraan dengan pemerintah daerah dan satuan pendidikan sekolah/madrasah. 6. Jika ada permasalahan antara pemerintah daerah dengan Dewan Pendidikan dan antara satuan pendidikan sekolah/madrasah dan Komite Sekolah dapat diselesaikan secara mandiri oleh Dewan Pendidikan dan satuan pendidikan sekolah/madrasah. 7. Secara bertahap diharapkan agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah segera dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di daerah dan satuan pendidikan sekolah/madrasah masing-masing. VI. PENUTUP Kesimpulan: Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan, beberapa kesimpulan dapat dipetik sebagai berikut: 1. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan lembaga mandiri wadah peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan; 2. Lembaga masyarakat yang kemudian diberi nama Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut mempunyai status dan posisi yang cukup kuat karena eksistensinya ada di dalam produk hukum yang berlaku, yakni (1) UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) , (2) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional 27

29 Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 3. Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, sebagai penjabaran dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sampai dengan tulisan ini diturunkan masih dalam proses penyusunan oleh Kelompok Kerja. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sedang menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tersebut; 4. Kondisi dan kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sampai saat ini masih sangat variatif, baik dari secara kuantitatif maupun kualitatif; 5. Untuk mencapai sasaran Renstra Departemen Pendidikan Nasional, khususnya untuk mencapai milestone pembangunan pendidikan: (1) 50% Dewan Pendidikan berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% Komite Sekolah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan Nasional telah dibentuk pada tahun 2009, perlu dilaksanakan program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 6. Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah sebuah asa. Tiada asa yang sia-sia. Keberhasilan usaha dan kegiatan tersebut hanya tergantung kepada kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kemauan dan kemampuan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menjadi kuncinya. 7. Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat diibaratkan pisau bermata dua, satu sisi untuk memberdayaan Komite Sekolah, dan di sisi lain untuk memberdayakan Dewan Pendidikan. Rekomendasi: Beberapa rekomendasi disusun, baik untuk pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan masyarakat luas, sebagai berikut: 1. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah meminta kepada pemerintah untuk segera dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur antara lain tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 28

30 2. Program pemberdayaan untuk 33 (tiga puluh tiga) Dewan Pendidikan Provinsi, 435 lebih Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, dan ribuan Komite Sekolah untuk satuan pendidikan sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dan juga pada jalur pendidikan luar sekolah memerlukan komitmen dan dukungan anggaran yang cukup besar dari pemerintah; 3. Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dapat dipastikan akan sangat memerlukan dukungan dari pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota), khususnya sebelum PP yang mengatur tentang hal itu dapat diterbitkan; 4. Keberhasilan program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah amat tergantung pada komitmen dan kerja keras Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah itu sendiri. Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah memiliki peran untuk menjadi fasilitator dalam pelaksanaan program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; DAFTAR PUSTAKA Dodd, Anne W. dan Konzal, Joan L How Communities Build Stronger Schools, Stories, Strategies and Promising Practices for Education Every Child. New York: Palgrave Macmillan. Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 29

PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DAN DEWAN PENDIDIKAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DAN DEWAN PENDIDIKAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DAN DEWAN PENDIDIKAN UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN A. Pendahuluan Oleh: Dwi Rahdiyanta Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Kelahiran Dewan Pendidikan

Lebih terperinci

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd Pendahuluan Govinda (2000) dalam laporan penelitiannya School Autonomy and Efficiency Some Critical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pendidikan berkaitan erat dengan proses pendidikan. Tanpa proses pelayanan pendidikan yang bermutu tidak mungkin diperoleh produk layanan yang bermutu. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan berkenaan dengan peningkatan kualitas manusia, pengembangan potensi, kecakapan dan karakteristik generasi muda kearah yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH TAHUN

PETUNJUK TEKNIS PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH TAHUN PETUNJUK TEKNIS PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH TAHUN 2007 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEGIATAN PEMBINAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu pembangunan pendidikan memerlukan

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh: Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2010 Latar Belakang l Lahirnya pendidikan inklusif sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (PROPENAS) Tahun Dalam BAB VII PROPENAS. ini memuat tentang Pembangunan Pendidikan, dimana salah satu arah

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (PROPENAS) Tahun Dalam BAB VII PROPENAS. ini memuat tentang Pembangunan Pendidikan, dimana salah satu arah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hubungan kemitraan antara pihak Sekolah dengan Orang Tua peserta didik, mula-mula tergabung dalam wadah yang diberi nama Persatuan Orang Tua Murid dan Guru

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menimbang : 1. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun di luar sekolah atau beberapa satuan pendididkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal satu disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi diri peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses reformasi yang sedang bergulir, membawa perubahan yang sangat mendasar pada tatanan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikeluarkannya UU No 22 tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERAN MASYARAKAT DALAM BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF PERAN SERTA Click to edit Master subtitle style MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh: Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2010 Latar Belakang Lahirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan penyempurnaan pendidikan di Indonesia terus diupayakan. Pendidikan pada umumnya merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH NOMOR 044/U/2002 MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Menurut Syaiful Sagala (2009: 246), masyarakat merupakan pemilik sekolah, dan sekolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Tinjauan Tentang Kualitas Pendidikan Setiap negara diseluruh dunia begitu menekankan pentingnya kualitas pendidikan. Salah satu langkah konkret untuk meningkatkan

Lebih terperinci

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Engripin dan Sugi Hermanto Dosen FKIP Universitas Palangka Raya

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Engripin dan Sugi Hermanto Dosen FKIP Universitas Palangka Raya MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH Oleh : Engripin dan Sugi Hermanto Dosen FKIP Universitas Palangka Raya Abstrak Di Indonesia, penataan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sebenarnya telah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Peran dan fungsi komite sekolah dalam peningkatan mutu sekolah merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 berdampak ke hampir seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu dampak dari adanya reformasi adalah perubahan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan berhubungan dengan proses penyelenggaraan pendidikan, sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi

Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi 1 Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi i ii Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Setifikasi Kompetensi SAMBUTAN Direktur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kepmendiknas tersebut telah. operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah..

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kepmendiknas tersebut telah. operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah lahir sebagai amanat Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 2004. Amanat rakyat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Guru yang profesional, secara ideal, adalah seorang guru yang telah memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 I T A S M U H A M M A D I V E R S U N I YA H S U R A K A R T A NASKAH

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP LATAR BELAKANG Taman Kanak-kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan anak usia dini jalur formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai masuk pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan dalam otonomi daerah mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini tercermin dalam pola pengelolaan sekolah yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. Bahwa dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan telah diyakini sebagai salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga Negara yang handal profesional dan berdaya

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi wewenang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN 106 BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui serangkaian proses pengamatan empirik, kajian teoritik, penelitian lapangan, dan pembahasan peran komite sekolah dalam peningkatan mutu

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA Oleh : RENALDO DELEON PAULUS Salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom adalah bidang pendidikan. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar (SD) yang tergabung dalam Gugus Diponegoro Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Di Gugus Maju terdapat 7

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 71 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN Mengenal Komite Sekolah dan Peranannya dalam Pendidikan {133 MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN Rahmat Saputra Tenaga pengajar STAI Teungku Dirundeng Meulaboh Abstract The school committee

Lebih terperinci

ORIENTASI DAN PENDALAMAN TUGAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA. saripedia.wordpress.com

ORIENTASI DAN PENDALAMAN TUGAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA. saripedia.wordpress.com ORIENTASI DAN PENDALAMAN TUGAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA saripedia.wordpress.com I. PENDAHULUAN Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No. 1449, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Sentra Pemberdayaan Pemuda. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SENTRA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian terdiri dari 25 orang yang diambil dari pengurus komite sekolah dari 3 SMP Negeri yang ada di Kecamatan Musuk, Kabupaten

Lebih terperinci

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT TITIK TOLAK: MPMBS DIPERLUKAN KEMANDIRIAN DAN KREATIVITAS SEKOLAH DALAM MENGGALI SUMBER DAYA MASYARAKAT TENAGA, PIKIRAN, UANG, SARANA PRASARANA PENDIDIKAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Lebih terperinci

Kinerja Dewan Pendidikan di Kota Salatiga

Kinerja Dewan Pendidikan di Kota Salatiga Kinerja Dewan Pendidikan di Kota Salatiga Oleh : Nur Hasanah NIM : Q100030016 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Manajemen Sekolah PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dibidang peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan tertutama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dibidang peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan tertutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai dari tahapan perencanaan, proses pelaksanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan, partisipasi masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan persoalan yang paling mendasar yang dihadapi dunia

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pengantar Pembiayaan adalah persoalan yang sangat dinamis. Di samping secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, masalah ini juga terkait

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai 2017 2017 KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian

Lebih terperinci

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) Pedoman Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) (Edisi September 2011) Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

: Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor

: Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor Penyusun: Tim Pengembang Madrasah Nama Madrasah Alamat : MTs Al Inayah : Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor Program Prioritas MTs. Al Inayah STANDAR ISI 0 MENENTUKAN PROGRAM PRIORITAS

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite 110 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Metro dapat diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya kebijakan pemerintah dengan kehadiran UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah membawa dampak yang cukup besar dalam berbagai aspek pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara detail latar belakang dan alasan pemilihan judul tesis, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoritik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

Bansos Peningkatan Kapasitas Tempat Uji Kompetensi

Bansos Peningkatan Kapasitas Tempat Uji Kompetensi 1 i ii SAMBUTAN Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kebijakan pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk mewujudkan pendidikan yang berkeadilan, bermutu dan relevan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia akan terwujud dengan baik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekolah,ketua komite sekolah, orang tua siswa maupun guru-guru, diperoleh gambaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekolah,ketua komite sekolah, orang tua siswa maupun guru-guru, diperoleh gambaran BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan baik kepala sekolah,ketua komite sekolah, orang tua siswa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa pendidikan harus mampu menjawab

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN BAB I BAB I BAB I 1 A Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) merupakan perwujudan dari tekad melakukan reformasi pendidikan untuk menjawab tuntutan

Lebih terperinci