BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Interaksi Sosial Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk dapat menjalin hubungan baik dengan orang yang lainnya. Dengan interaksi sosial, seseorang dapat memperoleh informasi dan dapat saling memberikan pengaruh atau perubahan satu sama lain. H. Bonner (dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Gillin dan Gillin, dalam Soekanto, 1990). Soekanto (1990) mengungkapkan bahwa interaksi sosial itu sendiri merupakan dasar proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan antar individu, antar kelompok, atau antara individu dan kelompok. 10

2 Dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan manusia satu dengan manusia yang lain baik orang perorangan, ataupun perorangan dengan kelompok, dan satu kelompok dengan kelompok yang dan saling melakukan komunikasi serta terjadi proses saling mempengaruhi satu yang lain Jenis-Jenis Interaksi Sosial Jenis-jenis interaksi sosial menurut Bales (dalam Santoso, 1992) adalah sebagai berikut : a. Interaksi antara individu dengan diri pribadi b. Interaksi antara individu dengan individu c. Interaksi antara individu dengan kelompok d. Interaksi antara kelompok dengan kelompok Dari keempat jenis interaksi sosial tersebut dapat diketahui bahwa interaksi dapat terjadi dengan siapa saja dalam kehidupan, bukan hanya dengan diri sendiri maupun satu orang, melainkan melibatkan lebih dari satu orang Faktor-Faktor Interaksi Sosial Menurut Santoso (1992) faktor-faktor yang berpengaruh dalam interaksi sosial adalah sebagai berikut : a. The nature of the social situation. Situasi sosial itu bagaimanapun memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. b. The norms previvailing in any given social group. Kekuasaan normanorma kelompok sangat berpengaruh terjadinya interaksi sosial antar individu. c. Their own personality trends. Masing-masing individu memiliki tujuan kepribadian, sehingga hal ini berpengaruh terhadap tingkah lakunya. 11

3 d. A person transitory tendencies. Setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara. e. The processes of perceiving and interpreting a situation. Setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga hal ini mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut. Dari faktor faktor diatas dapat diketahui bahwa interaksi sosial dapat dipengaruhi oleh situasi sosial yang ada, kekuasaan norma norma kelompok yang ada, tujuan kepribadian diri sendiri, sesuai dengan kedudukan dan kondisi individu, serta proses untuk melihat dan menafsirkan situasi yang ada Aspek-Aspek Interaksi Sosial Berikut empat aspek-aspek interaksi sosial yang dikemukakan oleh Santoso (1992) adalah sebagai berikut : a. Adanya hubungan Setiap interaksi sudah tentu terjaadi ketika adanya hubungan baik antara individu dengan individu maupun individu dalam hubungan kelompok. b. Adanya individu Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu-individu yang melaksanakan suatu hubungan. c. Ada tujuan Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi individu lain. d. Ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok, disamping itu tiap-tiap individu memiliki fungsi didalam kelompoknya. G.C. Homans (dalam Santoso, 1992) membagi aspek-aspek dalam interaksi sosial sebagai berikut : a. Adanya motif / tujuan yang sama Artinya setiap individu yang mengadakan interaksi mempunyai motif / tujuan tetentu. 12

4 b. Adanya suasana emosional yang sama Artinya bahwa setiap individu didorong oleh perasaan masing-masing yang sama dalam interaksi sosial. c. Adanya interaksi Artinya setiap individu dalam keadaan demikian pasti berhubungan dengan individu lain yang disebut dengan interaksi. Dipandang dari segi individu, maka interaksi itu disebut dengan aksi. d. Adanya pimpinan Artinya bahwa adanya interaksi, aksi dan sentimen ini menimbulkan suatu bentuk pimpinan dan umumnya berlangsung secara wajar serta merupakan bentuk piramida. e. Adanya eksternal sistem Artinya bahwa dengan adanya interaksi dan sentimen maka mereka tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh luar dan pengaruh dari luar ini disebut dengan eksternal sistem. f. Adanya internal sistem Artinya untuk menanggulangi pengaruh dari luar, maka masing-masing individu yang berinteraksi sosial semakin memperkuat dirinya masingmasing seperti menciptakan kesamaan pandangan, kesadaran, perbuatan, yang ini semua menimbulkan internal sistem. Sesuai dengan semua aspek aspek yang telah disebutkan diatas, baik dari Santoso maupun Homans, sebuah interaksi sosial harus dapat memenuhi semua aspek diatas agar proses interaksi sosial dapat berjalan dengan baik Fase-Fase Interaksi Sosial Bales (dalam Santoso, 1992) menganalisa dalam interaksi sosial terdapat fase-fase sebagai berikut : 1. Dalam interaksi terdapat aspek-aspek, artinya setiap interaksi harus memenuhi aspek-aspek tersebut diatas. 2. Dalam interaksi sosial ada dimensi waktu, artinya interaksi sosial pasti memiliki waktu untuk digunakan berinteraksi. 3. Dalam interaksi sosial apa problem yang timbul, baik bersifat individu maupun bersifat bersama dan dapat terjadi antara problem tersebut saling bertautan satu sama lain. 4. Dalam interaksi sosial timbul ketegangan dalam penyelesaian problem yang ada, ketegangan yang ada pada setiap individu. 5. Dalam interaksi sosial timbul suatu integrasi, artinya proses penyelesaian dari problem yang ada tersebut. 13

5 Dari fase fase tersebut dapat disimpilkan bahwa interaksi sosial dapat terjadi apabila dapat memenuhi semua aspek yang ada. Kemudian dalam interaksi sosial memiliki dimensi waktu untuk melaksanakan interaksi tersebut, yang setelah itu dalam interaksi sosial yang terjadi juga dapat menimbulkan satu problem yang menyebabkan suatu ketegangan, namun pada fase terakhir pada interaksi sosial pada akhirnya problem ataupun ketegangan dapat terselesaikan karena adanya proses interaksi sosial. 2.2 Konsep Kelompok Teman Sebaya Pengertian Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan remaja saat ini. Ini dikarenakan teman sebaya dirasa memiliki pemikiran yang sama antar satu anggota dengan anggota yang lain. Menurut kamus istilah konseling dan terapi (Mappiare, 2006) peer menunjuk pada teman sebaya yang memiliki kecenderungan beraktifitas bersamasama karena latar belakang sama, minat sama, dan kesenangan sama, kadang pula disebut kelompok teman sebaya atau peer group. Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Dalam kamus konseling (Sudarsono, 1997) mendefinisikan teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis; perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis. 14

6 Dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki tingkat usia yang sama, memiliki sifat, minat juga tujuan yang sama dan terjadi interaksi satu sama lain Latar Belakang Kelompok Teman Sebaya group : Menurut Santoso (1992) berikut uraian mengenai latar belakang peer 1) Adanya perkembangan proses sosialisasi Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mengalami proses sosialisasi, dimana mereka itu sedang belajar memperoleh kemantapan sosial dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa yang baru. 2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. 3) Perlu perhatian dari orang lain Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya, dimana individu merasa sama satu dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa. 4) Ingin menemukan dunianya Di dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, dimana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang. Dari penjelasan mengenai latar belakang tersebut, disimpulkan bahwa individu hidup dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat sehingga individu akan berinteraksi dalam dunia sosial yang menurut Havinghurst (dalam Santoso, 1992) terdapat dua jenis yaitu dunia orang dewasa dan dunia sebayanya, sehingga individu dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan yang lainnya. Pada prosesnya, teman sebaya lah yang dapat memberi pengaruh paling 15

7 besar kepada individu. Oleh karena itu, individu juga akan membutuhkan penghargaan dan perhatian dari teman sebayanya atas apa yang telah dicapainya serta dari ingin menemukan dunianya bersama teman sebayanya Fungsi Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bersosialisasi, mencoba untuk melakukan interaksi di dalamnya dan mereka cenderung mencari rasa penerimaan dari anggota kelompok teman sebaya yang lainnya sehingga dia bisa merasa bahwa dirinya diterima dalam masyarakat. Dengan fungsi tersebut, siswa akan memperoleh rasa aman dan nyaman berada di lingkungan luar selain keluarga dan melalui kelompok teman sebaya, siswa dapat mencoba membandingkan perilaku yang dilakukannya dengan anggota kelompok yang lain. Berikut beberapa fungsi positif kelompok teman sebaya menurut Santrock (2007) yakni : a. Anak-anak menggali prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dengan cara mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya. b. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya kedalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan (dalam Santrock, 2007) menambahkan beberapa fungsi positif teman sebaya, yaitu remaja belajar menjadi teman yang memiliki kemampuan dan sensitif terhadap hubungan yang lebih akrab dengan menciptakan persahabatan yang lebih dekat dengan teman sebaya yang dipilih. 16

8 Dibawah ini beberapa fungsi negatif peer groups menurut Santrock (2007) : a. Ditolak atau tidak diperhatikan teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan. b. Penolakan dan pengabaian dari teman sebaya ini berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. c. Budaya teman sebaya remaja sebagai pengaruh merusak yang mengabaikan nilai-nilai dan kontrol orang tua. d. Teman sebaya juga dapat mengenalkan remaja dengan alkohol, obat-obatan, kenakalan, dan bentuk tingkah laku lain yang dianggap oleh orang dewasa sebagai maladaptif. Menurut Santoso (1992) peer group memiliki fungsi sebagai berikut : a. Mengajarkan kebudayaan. b. Mengajarkan mobilitas sosial. c. Membantu peranan sosial yang baru. d. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat. e. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. f. Peer group mengajar moral orang dewasa. g. Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. h. Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru. Sesuai definisi mengenai fungsi positif dan negatif menurut Santrock dapat disimpulakan bahwa pada kelompok sebaya, individu dapat belajar untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain, namun disatu sisi terkadang juga akan timbul pertentangan di dalamnya karena adanya persaingan maupun karena terkadang dalam peer group terdapat perbedaan kebudayaan dari tiap anggota. 17

9 2.2.4 Hakikat Kelompok Teman Sebaya Berikut hakikat kelompok teman sebaya (Santoso, 1992) : a) Peer group bagaimanapun juga terbentuk mulai dari kelompok informal ke organisasi. b) Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam maupun ke luar. c) Peer group menyatakan tradisi-tradisi mereka, kebiasaan-kebiasaan, nilainilai, bahkan bahasa mereka. d) Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh harapanharapan orang dewasa. e) Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh sebagian besar orang tua dan guru. f) Secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi. Berdasarkan hakikat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok teman sebaya terbentuk dari kelompok informal menuju kelompok organisasi dimana dalam kelompok teman sebaya memiliki aturan aturan, kebiasaan, nilai bahkan bahasa sendiri, namun tidak terlepas dari pengaruh orang dewasa sehingga kelompok teman sebaya menjadi lembaga kedua untuk bersosialisasi Macam Macam Kelompok Teman Sebaya dibawah ini : Hurlock (1999) membagi macam-macam kelompok teman seperti a. Teman dekat : Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat. b. Teman kecil : Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman dekat. c. Kelompok besar : Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta dan berkencan. Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat berkurang di antara anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar diantara mereka. d. Kelompok terorganisasi : Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisaai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. Banyak remaja 18

10 yang mengikuti kelompok seperti ini merasa diatur dan berkurang minatnya ketika berusia tahun. e. Kelompok geng : Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan mengikuti kelompok geng. Anggota biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya memiliki banyak jenis dari teman dekat dimana biasanya hanya ada dua atau tiga orang saja didalamnya sampai dengan kelompok geng dimana anggotanya adalah anak anak yang memiliki minat untuk menghadapi penolakan teman yang lain melalui perilaku anti sosial Ciri-Ciri Kelompok Teman Sebaya sebagai berikut : Adapun ciri-ciri kelompok teman sebaya menurut Santoso (1992) adalah 1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas Peer group terbentuk secara spontan. Diantara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu diantara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. 2. Bersifat sementara Yang terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang bersifat sementara. 3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, dimana mempunyai aturanaturan atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda pula. 4. Anggotanya adalah individu yang sebaya Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP atau SMA, dimana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama. Sesuai ciri ciri yang disebutkan diatas, maka dapat diketahui bahwasanya dalam kelompok teman sebaya tidak memiliki sebuah struktur yang jelas, bersifat sementara, memberikan wawasan yang luas kepada individu 19

11 mengenai kebudayaan karena pada kelompok teman sebaya selalu memiliki perbedaan kebudayaan satu sama lain, serta seluruh anggotanya rata rata sebaya atau memiliki usia yang sama Pengaruh Kelompok Teman Sebaya Menurut Havinghurst (dalam Santoso, 1992), pengaruh perkembangan kelompok teman sebaya mengakibatkan adanya : a) Kelas-kelas sosial Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status sosial ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin. b) In dan Out group In group adalah teman sebaya dalam kelompok. Out group adalah teman sebaya diluar kelompok. Menurut Santoso (1992) pengaruh lain dalam kelompok teman sebaya ini ada yang positif dan yang negatif, yaitu : 1) Pengaruh positif dari kelompok teman sebaya adalah : a. Apabila individu didalam kehidupannya memiliki peer group maka mereka akan lebih siap mengahadapi kehidupan yang akan datang. b. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan. c. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya). d. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan melatih bakatnya. e. Mendorong individu untuk bersifat mandiri. f. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok. 2) Pengaruh negatif dari kelompok teman sebaya adalah : a. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan. b. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota. 20

12 c. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya. d. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok. e. Timbulnya pertentangan / gap-gap antar kelompok sebaya. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh teman sebaya sangatlah luas dan besar, dimana ada pengaruh positif dan pengaruh negatif di dalamnya. Pengaruh positifnya individu dapat belajar untuk saling menghargai dalam kelompok, dapat belajar mandiri, dapat belajar tentang mana yang baik dan yang benar, serta melalui kelompok teman sebaya individu lebih siap menghadapi kehidupan selanjutnya. Namun, pengaruh negatifnya juga tidak kalah besar, seperti dalam pertentangan dari anggota satu dengan anggota lain, kelas kelas sosial juga terbentuk, sulit menerima orang lain dalam kelompoknya sehingga akan terbentuk suatu status yaitu in group dan out group dan ini membuat individu lebih tertutup dan pemilih dalam berteman. 2.3 Definisi Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya Menurut Kutoyo, dkk (2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi di antara aneka gejala kehidupan yang dilakukan oleh manusia. Santrock (2007) yang mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial kelompok teman sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki usia yang sama, tujuan serta minat yang membentuk perilaku yang sama pula dimana terjadi interaksi dalam kelompok tersebut sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu sama lain. 21

13 2.4 Konsep Kemampuan Pengertian Kemampuan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008) mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kekayaan. Menurut Munandar (1985) kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan maupun proses latihan yang telah dijalani Jenis-Jenis Kemampuan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008) terdapat 5 jenis kemampuan, yaitu : 1) Kemampuan Bahasa Kecakapan seseorang menggunakan bahasa yang memadai dilihat dari sistem bahasa. 2) Kemampuan Berinteraksi Kecakapan seseorang untuk berinteraksi di suatu masyarakat bahasa, antara lain mencakupi sopan santun, memahami giliran di bercakapcakap, dan mengakhiri percakapan. 3) Kemampuan Komunikatif Kecakapan seseorang untuk menggunakan bahasa yang secara sosial dapat diterima dan memadai. 4) Kemampuan Manajerial Kecakapan menggunakan kesempatan mengorganisasi faktor produksi dan menggunakan teknik serta cara yang baru di proses ekonomi. 5) Kemampuan Verbal Kecakapan potensial di bidang bahasa yang dapat diukur melalui pengetahuan kosakata, melengkapi kalimat, hubungan kata dan wacana. 22

14 Dengan melihat jenis kemampuan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan memiliki 5 jenis kemampuan dimana empat kemampuan lebih mengarah pada kemampuan linguistik dan satu kemampuan manajerial. 2.5 Konsep Sosialisasi Pengertian Sosialisasi Sosialisasi merupakan proses yang cukup penting dalam membantu individu untuk dapat bersikap dan membawa diri dalam berperilaku sehingga individu itu dapat diterima dan berbaur dengan baik dalam kelompok atau masyarakat tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses interaksi antara seseorang dengan nilai yang hidup dalam masyarakat (Kutoyo dkk, 2004). Sejalan dengan Horton dan Hunt (dalam Damsar, 2011) memberi batasan sosialisasi sebagai proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah dagingkan, internalize) norma norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik. Scott (2012) mengatakan sosialisasi adalah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara efektif dan kemudian mempengaruhi satu sama lain. Narwoko & Suyanto (2007) juga mengatakan bahwa proses sosialisasi disebut juga proses belajar. Brinkerhoft dan White (dalam Damsar, 2011) mengartikan sosialisasi sebagai suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan keikutsertaan (partisipasi dalam institusi sosial. 23

15 Demikian dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah sebuah proses belajar yang dilakukan seseorang individu terhadap individu lain dalam suatu pola interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut dapat saling mempengaruhi pola perilaku individu yang bersangkutan Aktifitas Pelaksanaan Sosialisasi Aktifitas melaksanakan sosialisasi dikerjakan oleh person-person tertentu, yang sadar atau tidak dalam hal ini bekerja mewakili masyarakat. Mereka dibedakan menjadi dua (Narwoko & Suyanto 2007) yaitu : 1. Person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasaan atas individuindividu yang di sosialisasi. Misalnya ayah, ibu, guru, atasan, pemimpin, dan sebagainya. 2. Person-person yang mempunyai kedudukan sederajat (atau kurang lebih sederajat) dengan individu-individu yang telah di sosialisasi. Misalnya saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan sekelas, dan sebagainya. Dari aktifitas pelaksanaan sosialisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang mengerjakan sosialisasi didominasi oleh orang orang yang memiliki wibawa dan kekuasaan dibandingkan individu lain serta orang orang yang memiliki kedudukan yang sederajat dengan individu Tahap-Tahap Sosialisasi Menurut Kutoyo, dkk (2004) proses sosialisasi terjadi melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut : 1. Tahap pertama Pada tahap pertama anak mulai belajar mengambil peranan orang-orang di sekelilingnya, terutama orang yang paling dekat, yaitu keluarganya, seperti ayah, ibu, saudara, kakek dan nenek. 24

16 2. Tahap kedua Pada tahap kedua anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi ia mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain. 3. Tahap ketiga Pada tahap ketiga anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat luas. Dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam pelaksanaan sosialisasi melalui tiga tahapan dimana tahap pertama, anak mulai belajar mengambil peranan dari orang terdekatnya, kemudian tahap kedua anak tidak hanya mengerti perannya namun anak sudah mulai mengerti peranan orang lain, dan masuk pada tahap terakhir adalah dimana pada tahap ketiga ini anak mampu untuk menjalankan peranannya sendiri pada masyarakat yang lebih luas bukan dengan orang terdekatnya lagi Jenis Sosialisasi Menurut Damsar (2011) jenis sosialisasi memiliki tiga jenis, yaitu : 1. Sosialisasi berdasarkan kebutuhan Berdasarkan kebutuhan, sosialisasi diklasifikasi atas (1) sosialisasi primer; menunjuk pada suatu proses melaluinya seorang anak manusia mempelajari atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma, perilaku esensial, dan harapan agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat dan / atau menjadi anggota masyarakat, dan (2) sosialisasi sekunder; menurut Henslin (dalam Damsar, 2011) dikenal juga sebagai resosialisasi, secara harfiah berarti sosialisasi kembali, yaitu suatu proses mempelajari norma, nilai, sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi dalam kehidupan. 2. Sosialisasi berdasarkan cara yang dipakai Menurut Sunarto (dalam Damsar, 2011) menerangkan sosialisasi berdasarkan cara dapat berlangsung dalam dua bentuk : (1) Sosialisasi represif; menekankan pada kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang keliru dan (2) Sosialisasi partisipatif; menekankan pada otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak baik. 25

17 3. Sosialisasi berdasarkan keberadaan perencanaan Dilihat berdasarkan keberadaan perencanaan, maka sosialisasi dapat mengambil bentuk sosialisasi berdasarkan perencanaan dan tanpa perencanaan. Berdasarkan perencanaan dapat ditemui dalam dunia pendidikan formal serta pendidikan non formal. Sosialisasi tanpa perencanaan terjadi dalam suatu proses interaksi yang terjadi dalam masyarakat, misalnya keluarga, kelompok teman sebaya, atau lingkungan temapat tinggal. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis sosialisasi dimana berdasarkan kebutuhan lebih menekankan pada dari proses awal anak mulai belajar atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma yang ada didalam masyarakat sampai pada anak mengalami desosialisasi atau proses pencabutan diri yang kemudian anak akan melakukan resosialisasi, yaitu sosialisasi kembali, yaitu menurut Henslin (dalam Damsar, 2011) suatu proses mempelajari norma, niali, sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi dalam kehidupan Aspek-Aspek Sosialisasi Zuliatun (2010) dalam skripsinya menyebutkan, menurut Park dan Burgess (dalam Santoso, 2004) kemampuan sosialisasi siswa dengan siswa lain dapat dilihat dalam : 1. Komunikasi antar teman. Komunikasi yang baik dan lancar akan berpengaruh baik terhadap proses perkenalan atau bersosialisasi dengan teman lain. 2. Kerja sama antar siswa satu dengan siswa yang lain. Kerja sama dalam menyelesaikan tugas di sekolah, sehingga antara siswa satu dengan siswa lainnya bisa saling tukar pendapat dengan tugasnya. 3. Pertentangan siswa dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Persaingan siswa untuk mendapatkan nilai baik siswa satu dengan yang lain, sehingga untuk mendapatkan nilai yang baik sering menjadikan pertentangan siswa satu dengan yang lainnya. 26

18 4. Persesuaian hasil antara siswa satu dengan siswa yang lain. Penyesuaian hasil belajar dengan siswa lain sebagai bahan pertimbangan guru dalam mengajarkan materi yang diajarkan. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi siswa satu dengan yang lain dapat dilihat melalui beberapa hal diatas, yaitu komunikasi antar teman, kerja sama antar siswa dalam banyak hal, pertentangan siswa dalam menyelesaikan masalah ataupun tugas tugas dari guru, serta persesuaian hasil belajar antara siswa satu dengan yang lainnya Jenis-Jenis Media Sosialisasi Adapun media yang dapat menjadi tempat lajunya proses sosialisasi adalah sebagai berikut (Kutoyo dkk, 2004) : 1) Keluarga Dalam lingkungan pendidikan, keluarga dipahami sebagai tempat berlangsungnya pendidikan yang pertama dan utama. Dalam keluarga dikenal dua macam pola sosialisasi, yaitu sosialisasi represif (repressive socialization) yang mengutamakan adanya ketaatan anak kepada orang tua dan sosialisasi partisipasi (participatory socialization) yang mengutamakan adanya partisipasi oleh anak. Dari keluarga individu dapat belajar menyesuaikan diri, memperoleh pengalamanuntuk menghayati norma yang hidup didalam keluarganya. Norma itu akhirnya mengkristal pada diri individu yang sekaligus menjadi pedoman dalam bertindak dan bersikap. 2) Teman Sebaya Kelompok teman sebaya ini besar peranannya untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Mereka dapat memberi pengaruh yang penting terhadap sikap, tujuan dan perilaku seseorang. 3) Sekolah Sekolah mempersiapkan anak untuk menguasai peranan-peranan bagi masa depannya, agar anak tidak bergantung pada orang tuanya (mandiri). Guru sebagai wakil orang tua tidak hanya bertugas memberikan pengajaran, tetapi juga membimbing perserta didik. Anak dituntun untuk dapat menetapkan pilihannya sendiri sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 27

19 4) Lingkungan Kerja Di lingkungan kerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja, dengan pimpinan, dan dengan relasi bisnis. Dalam proses interaksi akan terjadi proses saling mempengaruhi. Pengaruh-pengaruh itu akan menjadi bagian dari dirinya. Pengaruh dari lingkungan kerja pada umumnya mengendap dalam diri seseorang dan sukar sekali untuk mengubahnya apabila seseorang lama bekerja di lingkungan kerja yang baru tertentu, kemudian pindah ke lingkungan kerja lain, ia akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja uyang baru tersebut. Di kalangan kelompoknya (para pekerja) muncul sikap mental yang dinamakan solider. 5) Kelompok Masyarakat Majemuk Dalam suatu masyarakat dimana setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap orang harus mampu menentukan cara mengatasi tantangan yang serba bertentangan. Manusia mengatasi masalah ini dengan mengkompartementasikan kehidupan mereka, mengembangkan suatu diri yang berbeda bagi setiap kelompok, dimana mereka bergerak. Atau mereka dapat memiliki kelompok lain yang disukai sesuai dengan kehidupan nyata. Diperlukan wawasan luas dan toleransi yang tinggi dalam masyarakat majemuk. 6) Media Massa Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar dan majalah) dan media elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam dan kaset). Media itu merupakan alat komunikasi yang dapat menjangkau masyarakat luas. Segala pengetahuan yang didapatkan dari berbagai media itu terakumulasi dan mengkristal dalam dirinya. Akhirnya, pengetahuan itu menjadi nilai atau norma yang dipatuhi ataupun diabaikan. Dengan demikian perilakunya tersosialisasi oleh media massa. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi dapat terjadi melalui banyak agen sosialisasi dimana bukan hanya agen formal ataupun informal, namun media massa juga memberi pengaruh besar untuk kelangsungan sosialisasi. 28

20 2.6 Definisi Kemampuan Sosialisasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008) mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kekayaan. Menurut kamus istilah konseling dan terapi, sosialisasi dalam psikologi perkembangan menunjuk pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi mahluk sosial dimana anak melewati proses imitasi dan identifikasi peran untuk penataan identitas diri (Mappiare, 2006). Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi adalah kecakapan yang dimiliki seorang individu dalam berbaur dan berkomunikasi dengan individu lainnya dalam suatu pola interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar atau latihan dalam rangka untuk penataan identitas diri. 2.7 Hubungan Interaksi Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dengan Kemampuan Sosialisasi Zanden (dalam Damsar, 2011) mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat. Dengan melihat masing masing definisi mengenai interaksi sosial dan sosialisasi dimana dalam definisi keduanya mengandung arti untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku individu sesuai dengan kebiasaan, sikap, norma, nilai, aturan, dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Sesuai dengan Vebriarto (dalam Tim Penyusun Kreatif, 2013) yang mendefinisikan dan hal yang berkaitan 29

21 dengan sosialisasi sebagai berikut : (1) sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dimana individu menahan, mengubah impuls impuls dalam dirinya, dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya, (2) dalam proses sosialisasi tersebut individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide ide, pola pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat tempat ia hidup, (3) semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Selanjutnya, H. Bonner (dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Tim Penyusun Kreatif (2013) menyebutkan bahwa interaksi sosial sebagai fondasi hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan nilai dan norma sosial yang berlaku dan diterapkan dalam masyarakat. Tim Penyusun Kreatif (2013) menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi sosialisasi adalah lingkungan atau sarana sosialisasi dimana lingkungan atau sarana sosialisasi salah satunya terdiri dari interaksi dengan sesama dimana interaksi dengan sesama diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan dan emosional, serta untuk mempelajari pola pola kebudayaan dan cara - cara berpartisipasi dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial sangat penting dalam proses sosialisasi karena merupakan suatu cara untuk melatih seseorang hidup bermasyarakat. 30

22 Santoso (1992) menyebutkan secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi. Sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, dimana individu bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompoknya. Berbeda dengan pra penelitian yang dilakukan peneliti pada siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Pabelan yang menghasilkan hubungan yang negatif antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi dengan hasil koefisien korelasi r = 0,103 pada taraf signifikan p = 0,529 > 0,05 dimana ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Pabelan. 2.8 Hipotesis Menurut Sugiyono (2011), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan didalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis kerja (Hi) dan hipotesis nol (H0). Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif sedangkan hipotesis nol dikatakan dalam kalimat negatif. 31

23 Didalam penelitian ini, rumusan hipotesis yang terbentuk adalah : 1. Hi = Terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan. H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan. 32

BAB I PENDAHULUAN. berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain. Untuk dapat hidup berdampingan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan. dan Warren, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan. dan Warren, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan Seperti telah diungkap oleh berbagai literatur ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis Penelitian Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian korelasional. Menurut Azwar (997) penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 4. SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIANLATIHAN SOAL BAB 4. Pemerintah. Masyarakat. Media Massa.

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 4. SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIANLATIHAN SOAL BAB 4. Pemerintah. Masyarakat. Media Massa. SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 4. SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIANLATIHAN SOAL BAB 4 1. Seorang anak sebagai generasi penerus dibekali dengan keimanan, ketakwaan serta pemahaman pada nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan utama, menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di rumah atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Subjek Penelitian 1.1.1 Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di SMP N 2 Pabelan yang beralamat di Jembrak, Pabelan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan potensi genetik seseorang. Lingkungan berperan dalam menyiapkan fasilitasfasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tentu akan bersosialisasi dengan manusia lainnya agar bisa bertahan hidup. Dari sejak lahir, manusia selalu belajar dari apa

Lebih terperinci

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Nelly Oktaviyani (nellyokta31@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The purpose of this study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang diberikan kesempurnaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Sejak dilahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam setiap kehidupan sosial terdapat individu-individu yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang dalam arti perilakunya tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri. Didalam situasi dan keadaan seperti apapun manusia selalu membutuhkan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu adanya hubungan yang baik antar sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui Bimbingan kelompok pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tanjungbintang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui Bimbingan kelompok pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tanjungbintang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Peningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya melalui Bimbingan kelompok pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tanjungbintang untuk itu akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sosial pada remaja ditandai dengan meningkatnya intensitas komunikasi dengan teman sebaya.dimana perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Remaja adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Remaja adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan nasional. Keterlibatan remaja sebagai generasi penerus berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sekolah merupakan salah satu badan pendidikan yang memiliki peran penting dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas. Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB V SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

BAB V SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB V SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk 5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial telah dibekali naluri untuk selalu mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut diantaranya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan individu. Kemajuan ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif. Politik juga melekat dalam lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif. Politik juga melekat dalam lingkungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Politik adalah aspek dari semua perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif. Politik juga melekat dalam lingkungan hidup manusia,

Lebih terperinci

Berasal dari bahasa latin karena merupakan akar dari segala bahasa

Berasal dari bahasa latin karena merupakan akar dari segala bahasa Sosiologi Socius Logos Socius : teman atau kawan yang membentuk masyarakat (Latin) Logos : Ilmu (Yunani) Berasal dari bahasa latin karena merupakan akar dari segala bahasa Saling membutuhkan karena makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain atau disebut manusia sebagai makhuk sosial. Semua itu didapatkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. lain atau disebut manusia sebagai makhuk sosial. Semua itu didapatkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahkluk individu, memiliki perbedaan berbagai macam kebutuhan. Dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya manusia memerlukan orang lain atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock, 2003). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah teknologi pada hakikatnya diciptakan untuk membuat hidup manusia menjadi semakin mudah dan nyaman. Kemajuan teknologi yang semakin pesat ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bereaksi dan terjadi pada dua orang induvidu atau lebih. Sedangkan sosial adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bereaksi dan terjadi pada dua orang induvidu atau lebih. Sedangkan sosial adalah 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Interaksi Sosial Kata interaksi secara umum dapat diartikan saling berhubungan atau saling bereaksi dan terjadi pada dua orang induvidu atau lebih. Sedangkan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA BAB II PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA 2.1 Keluarga Sejahtera Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam kehidupan dikarenakan adanya percepatan arus globalisasi yang dapat memberikan nilai tambah tersendiri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Keterampilan Mengajar Guru 2.1.1 Pengertian Keterampilan Mengajar Guru. Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam mengubah sesuatu hal menjadi lebih bernilai dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu yang tidak bisa hidup sendiri dan juga merupakan makhluk sosial yang selalu ingin hidup berkelompok dan bermasyarakat. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi berasal dari kata motif. Motif artinya keadaan dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II PERANAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA (PEER GROUP) DALAM PERKEMBANGAN REMAJA. Dosen Pengampu: Dra. Titik Muti ah, M.A, P.hD.

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II PERANAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA (PEER GROUP) DALAM PERKEMBANGAN REMAJA. Dosen Pengampu: Dra. Titik Muti ah, M.A, P.hD. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II PERANAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA (PEER GROUP) DALAM PERKEMBANGAN REMAJA Dosen Pengampu: Dra. Titik Muti ah, M.A, P.hD. Disusun oleh : Isnaini Muslikhah (2014011010) FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tahap perkembangan remaja, kebanyakan mereka tidak lagi mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Offset, 2014, hlm Ibid, hlm Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya

BAB I PENDAHULUAN. Offset, 2014, hlm Ibid, hlm Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat esensial dalam kehidupan manusia untuk membentuk insane yang dapat memecahkan permaslahan dalam kehidupannya. Tiga tempat pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar untuk mengarahkan tindakan orang lain sebagai reaksi antara pihakpihak

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar untuk mengarahkan tindakan orang lain sebagai reaksi antara pihakpihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi pada dasarnya merupakan suatu hubungan timbal balik yang secara sadar untuk mengarahkan tindakan orang lain sebagai reaksi antara pihakpihak bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai homo socius (makhluk sosial) tidak bisa hidup tanpa keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhannya. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

1. Disregulasi Neurologik

1. Disregulasi Neurologik Berdasarkan beberapa bukti penelitian yang pernah dilakukan dapat diketahui paling tidak ada enam faktor penyebab kenakalan remaja, dan masing-masing faktor tidak berdiri sendiri. Keenam faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas. Dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci