TINJAUAN PUSTAKA. Anak Usia 6-14 Tahun
|
|
- Yulia Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia 6-14 Tahun Definisi Definisi anak usia 6-14 tahun adalah usia masa peralihan dari balita menjadi anak-anak dan remaja, ditandai dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai membesar dan meningginya organ tubuh. Anak usia ini lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, klub olahraga, dan tempat mainnya. Anak usia ini juga sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan teman sebaya, guru, istruktur olahraga, dan idolanya (Mahan & Escott Stump 2004). Karakteristik Usia Sekolah (6-14 tahun) Kelompok usia ini merupakan usia wajib sekolah 9 tahun (dari SD s/d SMP). Beberapa karakteristik anak usia ini adalah sebaga berikut: Anak banyak menghabiskan waktu diluar rumah Aktifititas fisik anak semakin meningkat Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya. Anak akan banyak berada diluar rumah untuk jangka waktu antara 4 sampai 5 jam. Pada saat waktu bangun pagi kadar gula darah anak dalam tingkatan minimal, jika anak berangkat tanpa makan pagi, berarti setiba di sekolah akan keadaan hipoglikemi. Aktifitas fisik anak yang semakin meningkat, seperti pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh energi sesuai kebutuhannya, maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya. Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya, dan akan sangat mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya, dimana pengaruhnya sangat kuat, seperti anak akan mengalami berbagai perubahan, termasuk perubahan kebiasaan makan. Pengaruh media massa terutama televisi juga turut membentuk pola kebiasaan makan, pemilihan bahan makanan, kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu, dan jajan yang tidak
2 6 terkontrol, sehingga menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi anak tidak cukup. Keseluruhan faktor tersebut menjadi perhatian orang tua, sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah gizi pada anak. Menanamkan kebiasaan makan dan memilih makanan yang baik, etika dan sopan santun di meja makan harus ditanamkan pada usia ini (Moehyi 1996). Umur dan Jenis Kelamin. Umur dan jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, dan akan berpengaruh terhadap status gizi, sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dan status gizi (Apriadji 1986). Untuk mengobservasi perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan adalah dengan penentuan body fat dan muscle. Perbedaan kandungan body fat antara jenis kelamin terus berlangsung selama rantai kehidupan. Selama usia prepubescent (8-13 tahun), bodyfat pada perempuan meningkat sangat cepat, dan sampai pada puncaknya setelah usia 11 tahun (Hui 1985). WHO (2000) menyatakan bahwa perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengkonsumsi sumber karbohidrat yang lebih banyak sebelum pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung mengkonsumsi makanan kaya protein, Tetapi hasil penelitian Proper et al. (2006) menyatakan bahwa lakilaki lebih memungkinkan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat waktu senggang dibandingkan wanita. Status Gizi Definisi status gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang, atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan masalah gizi. Depkes (2002), menyebutkan status gizi adalah keadaan fisiologis sebagai akibat dari kesimbangan antara intake dengan
3 7 penggunaan zat gizi oleh tubuh. Menurut almatsier (2001), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut Jahari (2002), menyebutkan bahwa status gizi disebut seimbang, atau gizi baik, bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan. Status gizi tidak seimbang, dapat dipresentasikan dalam bentuk kurang gizi, yaitu bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan, dan dalam bentuk gizi lebih, yaitu bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan. Status gizi lebih merupakan kondisi dimana berat badan melebihi standar berat badan normal. Gizi lebih dapat terjadi pada semua lapisan umur, dari mulai bayi, balita, anak-anak, orang dewasa, dan lansia. Persatuan ahli gizi rumah sakit Cipto Mangun Kusumo ( RSCM), mengatakan gizi lebih yang dapat menyebabkan kegemukan dibagi dua yaitu berat badan overweight yang berarti berat badan lebih dari % dari berat badan ideal, dan obesitas yaitu kondisi tubuh memiliki berat badan lebih 20 % berat badan ideal. Overweight adalah kondisi berat badan melebihi berat normal, sedang obesitas adalah kondisi kelebihan berat badan akibat tertimbunnya lemak, pada pria 20 % sedang pada wanita 25 % (Rimbawan dan Siagian 2004). Cara Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi secara garis besar dibedakan menjadi 2 jenis, salah satunya yaitu Penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2002). Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Menurut Gibson (2005), antropometri merupakan salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia, sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain : 1. Berat badan menurut umur (BB/U)
4 8 2. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 3. Tinggi badan menurut umur (TB/U) 4. Lingkar lengan atas (LILA) 5. Lingkar kepala (LIKA) 6. Tebal lemak bawah kulit menurut umur 7. Rasio lingkar panggul dengan pinggul Untuk penilaian status gizi pada anak usia 6-14 tahun dalam hal tingkat kegemukan, dapat dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Untuk menentukan kurus adalah apabila nilai IMT kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari nilai rerata, dan berat badan (BB) lebih jika nilai IMT lebih dari 2SD nilai rerata standar WHO 2007 (Tabel 1). Tabel 1 Standar Penentuan Kekurusan dan Kegemukan menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin (WHO 2007) Umur (Tahun) Laki-laki Perempuan Rerata IMT -2SD +2SD Rerata IMT -2SD +2SD 6 15,3 13,0 18,5 15,3 12,7 19,2 7 15,5 13,2 19,0 15,4 12,7 19,8 8 15,7 13,3 19,7 15,7 12,9 20,6 9 16,1 13,5 20,5 16,1 13,1 21, ,4 13,7 21,4 16,6 13,5 22, ,9 14,1 22,5 17,3 13,9 23, ,5 14,5 23,6 18,0 14,4 24, ,2 14,9 24,8 18,8 14,9 26, ,0 15,5 25,9 19,6 15,5 27,3 Penilaian dengan menggunakan IMT ini direkomendasikan sebagai dasar indikator antropometri untuk anak dan remaja yang kurus dan gemuk. Ditegaskan juga penilaian status gizi pada anak dan remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB 2 yang dikenal dengn Indeks Masa Tubuh berdasarkan umur (BMI for age) yang kemudian dinilai baku WHO-NCHS dalam bentuk pensentil.
5 9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Berdasarkan studi kepustakaan yang ditemukan sebelumnya yaitu; beberapa variabel bebas (independen) yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi adalah sebagai berikut: Asupan Zat Gizi. Asupan gizi merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Masalah gizi biasanya timbul karena terjadi ketidakseimbangan asupan zat gizi. Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang, merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Makanan yang ideal yaitu makanan yang mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial, tersedia dalam jumlah yang cukup, dan sesuai kebutuhan sehari-hari. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dimakan, bagaimana zat gizi diserap, dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri (Pudjiadi,2000). Asupan zat gizi untuk memenuhi kecukupan gizi seseorang, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Kebutuhan gizi merupakan ukuran kebutuhan seseorang terhadap zat gizi, yang dipengaruhi, umur, jenis kelamin, aktiftas, basal metabolic indexs. Menurut Mahan & Escott Stump (2004) menyatakan bahwa keturunan /genetika dan lingkungan merupakan determinan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan merupakan refleksi dari kondisi kesehatan seseorang, sedangkan penyebab langsung seorang anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik adalah cukupnya masukan zat gizi serta terbebasnya dari penyakit infeksi. Pada usia pertengahan biasanya anak-anak mempunyai nafsu makan yang bagus. Mereka banyak makan karena kegiatannya menuntut energi yang. banyak, dan dalam usia ini berat badannya meningkat dua kali lipat. Untuk mendukung pertumbuhan spontan ini, anak-anak memerlukan kalori setiap hari, 34 gram protein, dan rata-rata karbohidrat yang tinggi, minimum harus tetap dipertahankan (Williams & Cakiendo 1984). Kebutuhan energi anak yang sehat berbeda-beda, hal ini ditentukan atas dasar kebutuhan kalori, tingkat pertumbuhan, dan pengeluaran energi. Kebutuhan energi berhubungan dengan konsumsi makanan yang cukup untuk memenuhi
6 10 kebutuhan kalori, protein, mineral dan vitamin sebagai zat sumber tenaga, pertumbuhan dan untuk cadangan energi tetapi tidak berlebihan, sehingga menjadi obesitas. Ukuran kebutuhan energi berdasar kelompok zat gizi adalah 50%-60% dari karbohidrat 25%-35% dari lemak, dan 10%-15% dari protein. Kebutuhan energi bervariasi tergantung aktifitas fisik; anak yang kurang aktif, dapat menjadi kelebihan berat badannya atau mungkin obesitas. Adapun anak yang sangat aktif akan membutuhkan energi yang lebih banyak dari yang direkomendasikan. Tabel 2 Kecukupan Energi dan Protein Anak Usia 6-14 tahun Umur (tahun) Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) Angka Kecukupan Energi (Kal/orang//hari) Angka Kecukupan Proteian (gram/orang/hari) Pria Wanita Sumber : Hardinsyah dan Tambunan (2004) diacu dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Perilaku dan Kebiasaan Makan. Perilaku dan kebiasaan makan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas pada seseorang. Penderita obesitas ternyata sering berasal dari keluarga yang punya kebiasaan makan dalam porsi besar, frekuensi sering, selalu punya persediaan makanan kecil, dan makan diluar waktu makan (Taviano 2005). Makan adalah aktivitas sosial yang dilakukan berulang, dan banyak kebiasaan makan didapatkan dari keluarga dan tradisi. Anak cenderung untuk untuk mengikuti pola makan orang tuanya (Bhadrinath 1990 & Root 1990 diacu dalam Institute of Medicine of the National Academies 2001). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dengan nilai-nilai yang dianut seseorang atau suatu kelompok dalam masyarakat. Selanjutnya Khumaidi (1994) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah bagaimana tindakan manusia terhadap makan dan makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan perasaan apa yang dirasakan serta persepsi tentang hal tersebut Pola makan
7 11 memberi andil yang besar terhadap kegemukan atau obesitas. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak akan menyebabkan keseimbangan energi positif (terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak). Pola makan yang sesuai untuk gaya aktif dapat berlanjut setelah seseorang berubah menjadi gaya hidup lebih sedentary (Institue of Medicine of the National Academies 2001). Seseorang yang menderita obesitas cenderung untuk menukar waktu makan ke waktu yang berikutnya dan biasanya melangkahi sarapan (Berteus, Forslund,Lindroos, Sjostrom, & Lissner 2002; Ortega et al diacu dalam Phelann &Wadden (2004). Seseorang yang melangkahi waktu makan utama atau memiliki pola makan yang berubah-ubah, cenderung untuk mempunyai rasa lapar yang lebih besar. Konsumsi Sayur dan Buah. Mengkonsumsi sayur dan buah merupakan upaya yang dapat mencegah kejadian obesitas, karena dapat mengurangi lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Sayur dan buah juga mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi (Hui 1995). Konsumsi sayuran dan buah adalah bagian dari strategi diet dalam mengontrol kegemukan dan obesitas (He et al. 2004). Epstein et al (2001) menyatakan bahwa peningkatan intervensi sayuran dan buah menurunkan asupan tinggi lemak dan gula, sedangkan intervensi penurunan lemak dan gula tidak berpengaruh pada perubahan asupan sayuran dan buah. Peningkatan konsumsi buah lebih baik dibandingkan sayuran dalam megontrol berat badan, karena buah lebih mudah dimakan sebagai snack sedangkan sayuran sering dikombinasikan dengan bahan lain yang mengandung energi seperti mentega, saus, minyak, dan keju, dan buah juga mengandung serat yang menimbulkan efek mempercepat rasa kenyang (Drapeau el al. 2004). Penelitian Newby et al. (2005) juga menyatakan bahwa pola makan tinggi serat, seperti konsumsi sayuran, buah-buahan, sereal, dan kacang-kacangan berhubungan terbalik dengan IMT, overweight, dan obesitas. Selain itu penelitian drapeau et al.(2004), menyatakan bahwa konsumsi sayuran dan buahbuahan yang tinggi dapat menurunkan berat badan atau mencegah kenaikan berat badan.
8 12 Makanan/Minuman Manis. Makanan dan minuman manis merupakan bentuk makanan yang kaya energi, karena biasanya merupakan sumber karbohidrat, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan asupan energi berlebihan. Peningkatan konsumsi HFCS (high fructose corn syrup) berhubungan dengan apidemi obesitas. HFCS dan minuman manis biasanya berperan pada peningkatan total energi yang berkontribusi pada epidemic obesitas (Bray et al. 2004). Review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) memperlihatkan bahwa urbanisasi pada negara berkembang, kuat hubungannya dengan peningkatan konsumsi makanan manis. Mekanisme fisiolog, mengapa konsumsi makanan manis meningkatkan lemak tubuh, hal itu dikarenakan melibatkan tingginya densitas energi dan efek rasa lezat makanan manis. Review yang dilakukan malik et al. (2006) menunjukkan bahwa pada beberapa penelian cross sectional terdapat hubungan positif, negatife, positif, atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dengan obesitas.. Konsumsi Makanan Berlemak. Makanan berlemak merupakan salah satu hal penyebab terjadinya obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Guarllar- Castillon et al. (2007), terhadap orang spanyol yang berumur tahun, menunjukkan bahwa makanan gorengan (food fried) berhubungan positif dengan obesitas umum karena dapat menghasilkan energi yang tinggi. Huot et al. (2004) menyatakan bahwa konsumsi makanan berlemak berhubungan dengan pada lakilaki, namun tidak pada perempuan. Hal ini disebabkan karena makanan berlemak memiliki energy dencity yang lebih besar dan tidak mengenyangkan, selain itu makanan berlemak memiliki rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan dan akan terjadi konsumsi yang berlebihan (Hidayati et al. 2001). Penyebab lain adalah karena lemak mengandung kalori dua kali lebih banyak dibandingkan protein. Makan makanan berlemak dengan jumlah yang sama dengan protein akan memberikan energi yang lebih besar. Selain itu, makanan berlemak terasa lezat dan memiliki mouth feel yang enak. Makanan berlemak biasanya rendah serat, sehingga lebih lembut dan hanya memerlukan
9 13 sedikit waktu untuk dikunyah dan ditelan daripada jenis makanan lain (Atkinson 2005) Penelitian lain mengemukakan bahwa konsumsi makanan yang digoreng berhubungan positif dengan kegemukan (baik itu general maupun central obesity). Hal ini terjadi hanya pada subjek dimana asupan tertinggi dan energinya berasal dari makanan gorengan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan gorengan lebih banyak, berisiko 1.26 kali (pria) dan 1.25 kali (wanita) lebih tinggi untuk mengalami kegemukan (Castillon et al. 2007) Konsumsi Jeroan. Jeroan adalah organ-organ selain otot dan tulang hewan ternak yang masih banyak dikonsumsi. Di berbagai daerah di Indonesia hamper semua jeroan dimasak untuk makanan manusia, sebut saja ayam. Jeroan ayam banyak diambil sebagai makanan seperti hati, ampela, usus. Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/sfa). Jeroan mengandung 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging (Wikipedia 2009). Jeroan memiliki kandungan kalori dan kolesterol yang tinggi sehingga tidak baik untuk kesehatan. Makanan berlemak tinggi, seperti jeroan dan sebagainya dapat merangsang seseorang untuk mengkonsumsi kalori dalam jumlah lebih sehingga dapat memacu kegemukan Penyakit Infeksi. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan bakteri, virus, yang mengakibatkan kondisi tubuh dalam kondisi sehat. Penyakit infeksi mempunyai pengaruh yang besar terhadap terhambatnya pertambahan berat badan anak (Rohde 1979). Penelitian di Guatemala, Amerika Tengah menunjukkan bahwa ada hubungan erat, antara infeksi dengan kegagalan untuk menambah berat badan. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi salurasan pernafasan akut (ISPA) dan infeksi saluran pencernaan makanan. Infeksi pada saluran pencernaan umumnya timbul karena diare. Menurut Depkes RI (2005). Bahwa pada anak yang mendapat makanan cukup, tetapi sering terkena diare atau demam akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah dan dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi.
10 14 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga. Sosial ekonomi keluarga adalah keadaan keluarga dilihat dari pendidikan orang tua, penghasilan keluarga, status pekerjaan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Kelas sosial dan status sosial ekonomi mempengaruhi prevalensi terjadinya overweight. Pada beberapa negara di dunia, status sosial ekonomi yang rendah berhubungan dengan peningkatan berat badan (Molarius et al. di acu dalam Institute of Medicine of National Academies 2001). Sejalan dengan pendapatan per kapita, kecenderungan pola makan pun berubah, yaitu terjadi peningkatan dalam asupan lemak dan protein hewani serta gula, dikuti dengan penurunan lemak dan protein nabati dan karbohidrat. Peningkatan pendapatan juga berhubungan dengan frekuensi makan di luar rumah yang biasanya tinggi lemak (WHO 2000). Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan ibu. Pendidikan orang tua, merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai pengetahuan yang tinggi, karena orang yang berpendidikan tinggi biasanya lebih mudah untuk menyerap informasi. Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi (Apriadji 1986). Seseorang yang hanya tamat SD belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi seimbang dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi, karena sekalipun berpendidikan rendah, apabila orang tersebut rajin mendengarkan informasi dan rajin mengikuti penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2001), di Denpasar menyatakan bahwa anak sekolah yang memiliki ayah berpendidikan SMA dan pendidikan tinggi, berisiko 1.3 kali untuk menjadi obes dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah berpendidikan SMA ke bawah. Hal ini ditimbulkan oleh adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan. Semakin tingi pendidikan ayah, maka semakin tinggi pendapatan dan konsumsi pangan juga akan meningkat.
11 15 Hasil penelitian Hidayat (1980) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola konsumsi makanan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung memilih makanan dari segi kuantitas dan kualitas lebih baik dibandingkan yang mempunyai pendidikan lebih rendah. Menurut Ritchie (1979), menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan erat dengan pengetahuan yang memungkinkan dimilikinya informasi. Selanjutnya menurut Sediaoetama (1987), pengetahuan tentang kesehatan dan gizi menjadi faktor yang menonjol dalam mempengaruhi pola konsumsi pangan. Pendidikan orang tua akan mempengaruhi status gizi anaknya, semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka cenderung mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pendidikan biasaanya sejalan dengan pengetahuan, semakin tinggi pengetahuan gizi, maka semakin baik dalam pemilihan bahan makanan. Menurut penelitian Nugroho (1999), ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kegemukan. Dalam hubungannya dengan obesitas, pengetahuan gizi ibu turut menentukan dalam penentuan jenis makanan yang kaya energi. Jika jenis makanan kaya energi yang dipilih untuk disajikan di rumah tangga cukup besar maka energi yang masuk dalam tubuh akan meningkat dan akhirnya jika berlebihan akan menimbulkan obesitas (Susilowati 1992) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka status gizi anak semakin baik. Hal ini diasumsikan bahwa pendidikan orang tua yang tinggi berarti mempunyai pengetahuan gizi yang lebih baik. Tingginya pendidikan ibu berkaitan dengan pola distribusi makan dalam keluarga dan pola pengasuhan anak (Roedjito dkk dalam Asih 2001) Anak-anak dari ibu yang berpendidikan tinggi akan tumbuh lebih baik, karena menurut Suhardjo (1989) dalam Rijanti (2002) menyatakan tingkat pengetahuan gizi sejalan dengan tingkat pendidikan ibu. Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik diharapakan dapat mewujudkan penyediaan makanan sehari-hari dalam keuarga serta memberikan pendidikan gizi yang baik pada anak-anak.
12 16 Pekerjaan Orang Tua. Pekerjaan orang tua merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua (ayah dan ibu ) akan berpengaruh terhadap besar pendapatan. Kemampuan keluarga dalam penyediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi pendapatan dan daya beli yang dimiliki. Hal ini menunjukkan, bahwa, pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan (Suhardjo 1989a). Pekerjaan orang tua juga secara tidak langsung melalui pendapatan dapat menentukan fasilitas yang dimiliki keluarga sehingga dapat menentukan type aktifitas fisik anggota keluarga. Untuk ibu yang bekerja, terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan anak. Apabila seorang ibu dalam keluarga juga berperan dalam mencari nafkah, maka ibu yang bekerja diluar rumah akan menghabiskan banyak waktunya diluar rumah. Hal ini akan menyebabkan rasa bersalah ibu kepada anaknya khususnya terhadap penyiapan makan, sehingga ibu yang bekerja akan lebih sering membelikan makanan diluar rumah. Biasanya pilihan terbatas pada fast food yang dijual di restoran cepat saji atau di tempat penjualan lainnya (WHO 2000). Hal demikian dapat menyebabkan perilaku makan yang salah.jika makanan yang diberikan tinggi kalori, rendah serat dan hal ini berkelanjutan, maka dapat menimbulkan masalah gizi pada anak, yaitu gizi lebih. Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cambell dan Sanjur (1992), diacu dalam Susanti (1999) yang menunjukkan bahwa anak usia prasekolah mempunyai kecenderuangan berat badan lebih, jika ibu bekerja di luar rumah. Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga.pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relative tinggi pula ( Guhardja et al. 1992). Pendapatan akan menentukan daya beli seseorang atau keluarga terhadap pangan yang diperlukan (Harper et al. 1986). Pendapatan
13 17 keluarga merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi konsumsi pangan, akan tetapi merupakan faktor penentu utama baik atau buruknya keadaan gizi seseorang atau kelompok (Riyadi 2001). Terdapat hubungan positif antara pendapatan dan status gizi (Subardja 2004). Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja di luar rumah (Susanti 1999). Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan membeli beragam bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas (Suhardjo 1989a). Banyak keluarga muda yang memanjakan anaknya, termasuk dalam pemberian makanan yang berlebihan, khususnya yang tinggi kalori dan lemak karena meningkatnya daya beli pangan ( Soelistjani dan Helianty 2003). Perubahan pola makan anak pada golongan social ekonomi tertentu akibat meningkatnya daya beli turut mempengaruhi insiden berat badan lebih, dengan kata lain akan meningkatkan jumlah kegemukan (Subardja 2004). Pendapatan suatu keluarga juga akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sarana berman dan olah raga bagi anak. Keluarga dengan pendapatan tinggi cenderung menyediakan sarana yang bersifat hemat waktu dan tenaga, sehingga energi yang digunakan untuk aktifitas berkurang Jumlah Anggota Keluarga. Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi status gizi. Masalah yang terjadi pada keluarga dengan jumlah keluarga yang banyak dan sedikit pasti ada pebedaan. Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran anak yang cukup dekat akan lebih banyak menimbulkan banyak masalah. Dalam aktifitas makan bersama, anak yang lebih kecil akan mendapatkan jatah makanan lebih sedikit. Menurut Apriadji (1986) menyatakan bahwa anak yang terlalu banyak, selain menyulitkan dalam mengurusnya, juga kurang bisa menciptakan suasana tenang dirumah. Lingkungan keluarga yang tidak tenang akan mempengaruhi ketenangan jiwa dan akan berdampak terhadap nafsu makan anggota lainya. Aktivitas Fisik. Aktifitas fisik merupakan komponen penting dalam pengeluaran energi dalam tubuh, disamping metabolisme faal dan spesifik dynamic action pada jenis-jenis makanan (Suyono 1986). Aktivitas fisik merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan berat badan.
14 18 Penurunan aktifitas fisik pada saat ini sangat berpengaruh pada perubahan keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan pada masyarakat industry (Institut of Medicine of the National Academies 2001). Anak dengan kegemukan atau overweight biasanya kurang melakukan aktifitas. Orang yang selalu aktif melakukan aktifitas ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan umur (WHO 1995). Hal yang terjadi pada anak-anak dengan adanya sedentary life, anak-anak menghabiskan waktunya banyak bermain dengan peralatan elektronik, mulai dari computer, televisi, hingga video game dibandingkan bermain diluar. Anak-anak dibawah usia delapan tahun mengahabiskan waktu rata-rata 2,5 jam untuk menonton televisi, dan anak yang berusia diatas delapan tahun mengahabiskan 4,5 jam di depan telivisi atau video game. Anak-anak yang menonton televisi lebih dari empat jam sehari, lebih mudah menjadi gemuk daripada anak yang menonton televisi dua jam sehari atau kurang (Gavin 2005). Penelitian di Amerika pada anak-anak, menunjukkan bahwa anak dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dari pada anak dengan lama waktu menonton 2 jam per hari (Hidayati et al 2006). Selain aktifitas menonton TV, jumlah waktu tidur juga berhubungan dengan kegemukan. Anak dengan waktu tidur lebih sedikit berisiko lebih tinggi untuk mengalami kegemukan (Chaput et al. 2006). Kemungkinan tersebut disebabkan karena orang gemuk memiliki kualitas tidur yang buruk, hal ini berhubungan dengan gangguan dari hormone dan kelenjar neuroendokrin (vioque et al. 2000). Penurunan titik berat pada pelajaran olahraga di sekolah dibarengi dengan penurunan fitness pada anak-anak. Aktifitas fisik yang kurang adalah risiko utama untuk perkembangan obesitas pada anak-anak dan dewasa (Institute of Medicine of National Academiees 2001). Genetik. Genetik mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap terjadinya obesitas. Faktor genentik anak yaitu faktor keturunan dari orang tua yang berhubungan dengan status gizi. Anak dari orang tua dengan berat badan normal mempunyai peluang 10 persen berkegemukan ( Purwati et al. 2004). Menurut Bouchard C (1998), mengatakan Indeks Massa tubuh (IMT) adalah
15 19 salah satu bentuk genetic, seseorang yang IMT orang tuanya gemuk cenderung anaknya menjadi gemuk. Anak yang salah satu orang tua mengalami obesitas, maka kemungkinan anak mengalami gizi lebih peluangnya adalah 40 % dan peluang anak mengalami gizi lebih meningkat menjadi 80 % jika kedua orang tua obesitas (Khomsan 2002). Hasil penelitian menyatakan, bahwa keturunan body mass atau lemak tubuh yang turun temurun, merupakan proporsi yang bisa diterangkan oleh transmisi genentik. Gen bisa menyebabkan peningkatan terjadinya obesitas, selain asupan berlebih, dan aktifitas fisik yang kurang (Bouchard C, Perusse L, Rice T, Rao DC. 1998). Indeks Mass Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Menurut Supariasa et al. (2002), penggunaan IMT biasanya digunakan pada orang dewasa. IMT= BB(Kg) TB 2 (m 2 ) Keterangan IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat badan (Kg) TB = Tinggi Badan (m) Klasifikai status gizi dengan menggunakan IMT orang dewasa disajikan pada tabel berikut : Tabel 3 Kategori ambang batas IMT (Kg/m 2 ) untuk Indonesia Kurus Katagori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan IMT <17,0 17,0-18,5 Normal >18, Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingak berat Sumber : Departemen Kesehatan (Depkes) (1996) >27,0
16 20 Kerangka Pemikiran Anak usia 6-14 tahun : adalah usia masa peralihan dari balita menjadi anak dan remaja, ditandai dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai dengan membesar dan atau meningginya organ tubuh. Anak usia 6-14 tahun secara mental sudah mempunyai keinginan sendiri dan terkesan tidak mau diatur. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan masalah gizi. Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada anak usia 6-14 tahun merupakan masalah penting karena akan terbawa pada saat dewasa, selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi efektifitas belajar. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2000) Karakteristik individu dan keluarga nantinya akan berhubungan dengan pengetahuan gizi yang dimiliki, Pengetahuan tentang gizi dan makanan akan mempengaruhi pola dan kebiasaan makan serta konsumsi pangan. Konsumsi pangan selanjutnya akan mempengaruhi status gizi melalui pengukuran indeks masa tubuh (IMT). Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga, pendidikan, pekerjaan utama ) dan demografi merupakan faktor risiko yang secara langsung dapat dikaitkan dengan kegemukan seseorang. Status ekonomi yang lebih makmur secara tidak disadari dapat mengarahkan pada konsumsi berlebih yang akhirnya menyebabkan status gizi berlebih. Selain faktor faktor yang telah disebutkan terdahulu, pola aktifitas fisik akan berpotensi untuk menyebabkan kegemukan juga akan menentukan kecenderungan seseorang menjadi gemuk karena kurang aktifitas secara fisik. bagan kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1.
17 21 Karakteristik Anak Jenis kelamin Umur Pengetahuan gizi anak Karakteristik Keluarga Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Jumlah anggota keluarga Penghasilan keluarga Kebiasaan makan Frekuensi makan sayuran Frekuensi makan buahbuahan Frekuensi makan makanan berlemak Frekuensi makan /minuman manis Frekuensi makan jeroan Konsumsi gizi Kegemukan Aktifitas fisik Status Kesehatan Genetik (IMT orang tua) = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 Kerangka Konsep
18 22 Hipotesis 1. Ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan kgemukan anak. 2. Ada hubungan aktifitas fisik dengan kegemukan anak. 3. Ada hubungan status kesehatan dengan kegemukan anak. 4. Ada hubungan konsumsi energi, dan protein dengan kegemukan anak. 5. Ada hubungan antara kebiasaan makan (buah, sayuran, makanan berlemak, makan/minum, manis, jeroan) dengan kegemukan anak. 6. Ada hubungan antara genetik orang tua (IMT Ayah ) dengan kejadian kegemukan anak. 7. Ada pengaruh sosial ekonomi keluarga, aktifitas fisik, genetik orang tua (IMT ayah ) status kesehatan, perilaku konsumsi, konsumsi energi dan protein, terhadap kegemukan anak.
PEMBAHASAN Status Gizi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Karakteristik Anak Jenis Kelamin.
54 PEMBAHASAN Status Gizi Secara keseluruhan, prevalensi anak usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan yang tidak gemuk adalah 87,3% dan yang gemuk adalah 12,7%. Jika ditelusuri lebih jauh, prevalensi
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGEMUKAN PADA ANAK USIA 6-14 TAHUN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANWAR MUSADAT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGEMUKAN PADA ANAK USIA 6-14 TAHUN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANWAR MUSADAT Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Nutrisi 2.1.1 Definisi Status Nutrisi Status nutrisi merupakan hasil interaksi antara makanan yang dikonsumsi dan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Menurut Supariasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu tantangan yang paling serius. Masalahnya adalah global dan terus mempengaruhi negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini
Lebih terperincienergi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan
KESEIMBANGAN ENERGI Jumlah energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 1 kg sebesar
Lebih terperinciB A B II TINJAUAN PUSTAKA
B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Overweight Overweight (kelebihan berat badan atau kegemukan) didefinisikan sebagai berat badan di atas standar. Pengertian lainnya overweight adalah kelebihan berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hadi (2003) ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin
4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Balita 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan sumber daya manusia di masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciGambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.
102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain perubahan fisik karena bertambahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,
Lebih terperinciMilik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia
umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme
Lebih terperinciMETODE. n = Z 2 P (1- P)
18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia menghadapai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada
Lebih terperinciNARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH
NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH Berdasarkan Surat Ijin/Penugasan Dekan FIK UNY No 1737/H.34.16/KP/2009 FAKULTAS
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, definisi sehat adalah keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas hanya pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas sehingga membutuhkan nutrisi yang
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran
30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Konsumsi pangan merupakan faktor penentu yang penting dalam menentukan status kepadatan tulang khususnya pada saat pertumbuhan seperti pada masa remaja.
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Obesitas merupakan sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang
Lebih terperinciGIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes
GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes Introduction Gizi sec. Umum zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan memperbaiki jaringan tubuh. Gizi (nutrisi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan fisik yang dikerjakan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang sangat berarti. Artinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Usia Dini Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan Gizi pada Balita Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Snack
5 TINJAUAN PUSTAKA Snack Makanan ringan atau snack adalah istilah bagi makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang atau makan malam). Makanan yang dianggap makanan ringan adalah sesuatu
Lebih terperinciKEBUTUHAN & KECUKUPAN GIZI. Rizqie Auliana, M.Kes
KEBUTUHAN & KECUKUPAN GIZI Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar Gemukkah saya? Kuruskah saya? Sudah cukupkah saya makan? Sehatkah saya?.. Berapa kebutuhan gizi kita? Kebutuhan gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)
anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,
Lebih terperincianak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.
WHO memberi batasan anak usia sekolah adalah anak dengan usia 6-12 tahun. Mereka berbeda dengan orang dewasa, karena anak mempunyai ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang, sampai berakhirnya
Lebih terperinci