PEMBAHASAN Status Gizi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Karakteristik Anak Jenis Kelamin.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHASAN Status Gizi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Karakteristik Anak Jenis Kelamin."

Transkripsi

1 54 PEMBAHASAN Status Gizi Secara keseluruhan, prevalensi anak usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan yang tidak gemuk adalah 87,3% dan yang gemuk adalah 12,7%. Jika ditelusuri lebih jauh, prevalensi gemuk pada anak laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 14,6% dan 10,6%. Prevalensi anak yang gemuk ini adalah lebih besar daripada data nasional, yaitu 9,5% untuk anak laki-laki dan 6,4 % untuk anak perempuan (Depkes 2008). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegemukan pada anak, antara lain adalah disebabkan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan berupa aktifitas fisik, social ekonomi dan gizi (Hidyati et al. 2006). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Karakteristik Anak Jenis Kelamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang gemuk (14,6%) lebih banyak daripada anak perempuan yang gemuk (10,6%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata (p=0,000) antara jenis kelamin dengan kegemukan pada anak (Tabel 23). Hal ini terjadi karena anak laki-laki umumnya lebih banyak meluangkan waktu untuk santai dibandingkan perempuan seperti lebih banyak menghabiskan waktu didepan televisi, internet, dan play station. Sedangkan perempuan sudah mulai banyak membantu pekerjaan orang tua seperti mencuci, memasak, dan mengurus rumah. Selain itu pada usia 6-14 tahun, anak perempuan sudah memperhatikan penampilan (bady image). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suryana (2002) di Kota Bogor diacu dalam Kusumajaya (2007), yakni terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan kegemukan. Hasil yang serupa juga diperoleh pada penelitian di Jakarta (Kusumajaya, 2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan status gizi. Ketiga kajian tersebut memperkuat hasil temuan Paul et al.(2005) yang menunjukkan bahwa prevalensi overweight pada anak laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Hasil kajian ini memperkuat pernyataan Apriadji (1986) yang menyatakan bahwa

2 55 jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi. Umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak umur 6-9 tahun yang gemuk lebih bayak (19,0%) dibandingkan umur tahun (7,8%). Hasil uji Chi Square Menunjukkan bahwa ada hubungan nyata antara umur dengan kegemukan anak (p=0,000). Hal ini dimungkinkan karena anak usia tahun sudah mulai banyak aktifitasnya baik yang tergolong aktifitas berat maupun aktifitas sedang seperti, mencuci, bemain bola, mengikuti klub olahraga, senam, dan membantu orang tua ke sawah dan ke ladang. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Aritaki (1993) yaitu bahwa kegemukan paling sering terjadi pada pada umur 5-6 tahun dan pada masa remaja. Namun Hui (1985) menyatakan bahwa anak - anak dapat bertambah berat badannya secara nyata pada semua tingkatan umur. Karakteristik Keluarga Pendidikan Orang Tua (ayah). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang gizi, khususnya gizi lebih. Salah satu faktor pemicu terjadinya masalah gizi lebih adalah karena ketidaktahuan atau kurang informasi. Faktor pendidikan berperan dalam menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diberikan (Apriadji 1986). Selain itu, tingkat pendidikan ayah yang lebih tinggi dapat memberi peluang lebih besar dalam mendapatkan pekerjaan lebih baik dengan gaji lebih tinggi. Pendapatan yang lebih tinggi berpeluang untuk menyediakan makanan dengan kuantitas dan kualitas lebih baik. Namun jika tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang memadai, maka kesempatan untuk makan secara berlebih juga lebih besar, sehingga kemungkinan terjadinya kegemukan pada keluarga yang pendapatannya lebih besar adalah lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (37,2%) pendidikan ayah adalah SD dan SLTP (20,2%). Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p > 0,05) antara pendidikan ayah dengan kegemukan (Tabel 39) pada (p<0,05). Ini berarti bahwa pendidikan ayah

3 56 tidak berhubungan dengan kegemukan. Hal ini terjadi karena sebagian besar ayah berpendidikan SD dan SLTP. Tingkat pendidikan umumnya berkaitan dengan pekerjaan dan penghasilan lebih baik. Penghasilan berkaitan dengan kemampuan untuk penyediaan pangan di rumah. Menurut Engel et al. (1994), menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar. Menurut WHO (2000), sejalan dengan meningkatnya pendapatan per kapita, kecenderungan pola makan pun berubah, yaitu terjadi peningkatan dalam hal asupan lemak dan protein serta gula. Peningkatan pendapatan juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi makan diluar rumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan Indraaryani (2009 ) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan orang tua (ayah) dengan kegemukan anak. Hal ini juga sejalan dengan Riyanti (2002), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara IMT anak dengan tingkat pendidikan ayah. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2001) di Denpasar, yang menunjukkan bahwa anak sekolah yang memiliki ayah berpendidikan SMA dan pendidikan tinggi berisiko 1,3 kali untuk menjadi obes dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah berpendidikan SMA kebawah. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Semakin tinggi pendidikan ayah semakin mudah untuk mendapat pekerjaan lebih baik sehingga dapat menghasilkan pendapatan lebih tinggi, dan anggaran untuk penyediaan konsumsi pangan pun akan semakin meningkat. Menurut Sediaoetama (1987) menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan dan gizi menjadi faktor yang menonjol dalam mempengaruhi pola konsumsi makan. Pekerjaan Orang Tua (ayah). Pekerjaan orang tua akan menentukan besarnya pendapatan keluarga dalam sebuah keluarga. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p > 0,05) antara pekerjaan orang tua dengan kegemukan. Hasil ini mengindikasikan bahwa tidak adanya hubungan nyata antara pekerjaan orang tua dengan kegemukan. Hal ini

4 57 diduga karena pekerjaan orang tua anak paling banyak (70,2%) ada pada kategori petani, nelayan dan buruh dengan pendapatan yang relatif homogen. Padahal tingkat pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap penyediaan makanan yang lebih lanjut berpengaruh terhadap konsumsi. Penyediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas ditentukan oleh pendapatan dan daya beli yang dimiliki. Sedangkan pendapatan pada penelitian ini ternyata tidak berhubungan nyata. Hasil ini tidak sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan, dapat mempengaruhi kebiasaan makan (Suhardjo 1989a). Pekerjaan orang tua juga secara tidak langsung, melalui pendapatan dapat menentukan fasilitas yang dimiliki keluarga sehingga dapat menentukan tipe aktifitas fisik anggota keluarga. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Holman (1987) diacu dalam Novitasari (2005) bahwa sesuai hukum Bennet semakin meningkat pendapatan seseorang maka konsumsi akan bergeser ke arah konsumsi pangan dengan harga yang lebih mahal. Hal ini berarti ketika seseorang mempunyai pekerjaan yang baik, maka kemungkinan akan bisa memilki penghasilan yang lebih besar, sehingga akan mempunyai kemampuan untuk mengadakan makanan yang bergizi. Tapi sebaliknya ketika pekerjaan tidak ada maka akan sedikit mempunyai penghasilan, sehingga pengadaan makanan baik kuantitas maupun kualitas akan menjadi berkurang. Jumlah Anggota Keluarga. Berdasarkan kategori BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga dibagi dua yaitu keluarga kecil, jika jumlah anggota keluarga 4 orang, sedangkan jika > 4 orang tergolong jumlah keluarga besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak gemuk maupun tidak, proporsi jumlah anggota keluarga kecil maupun besar adalah tidak jauh berbeda. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab tidak ada korelasi yang nyata antara jumlah anggota keluarga dengan kegemukan (Tabel 39). Hal ini sejalan dengan penelitian Adiningrum (2008), yang menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian kegemukan. Apriadji (1986) menyatakan bahwa keluarga dengan banyak anak dan kelahiran dekat akan menimbulkan banyak masalah. Seharusnya, dengan lebih

5 58 banyaknya anggota keluarga akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk. Hal ini terjadi karena terlalu banyaknya jumlah angota keluarga selain menyulitkan dalam mengurusnya, juga bisa menciptakan suasana tidak tenang dirumah, khususnya bagi keluarga yang berpenghasilan rendah. Penelitian ini berbeda dengan pernyatan Suhardjo (1989) bahwa terdapat hubungan sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi anggota keluarga tersebut. Penghasilan Keluarga. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p > 0,05 ) antara penghasilan keluarga dengan kegemukan (Tabel 39). Pada penelitian ini proporsi keluarga yang pengeluarannya diatas kuintil 3 lebih besar daripada keluarga dengan penghasilan dibawah kuintil 3. Seharusnya, dengan lebih banyaknya keluarga pada kuintil 3 keatas menyebabkan kegemukan anak semakin besar, tapi kenyataanya anak yang tidak gemuk lebih banyak daripada yang gemuk. Hal ini mengindikaikan bahwa penghasilan yang tinggi belum tentu digunakan untuk menyediakan makanan yang ber gizi. Padahal menurut Holman (1987) diacu dalam Novitasari (2005) bahwa sesuai hukum Bennet semakin meningkat pendapatan seseorang maka konsumsi akan bergeser kearah konsumsi pangan dengan harga yang lebih mahal dan bergizi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Indraaryani (2009), yang menyatakan tidak ada hubungan yang nyata antara penghasilan keluarga dengan status gizi. Walaupun hal ini berbeda dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2003), yang menunjukkan bahwa kejadian obesitas terdapat pada keluarga yang mempunyai pendapatan yang tinggi atau golongan menengah ke atas. Sosial Ekonomi Keluarga.Keadaan sosial ekonomi kaitannya dengan gizi dapat ditinjau dari tingkat pendidikan formal, pengetahuan gizi, pendapatan dan besar keluarga. Hasil penelitian tentang sosial ekonomi memperlihatkan bahwa anak yang gemuk pada status sosial keluarga tinggi adalah lebih rendah (11,2%) dibandingkan status sosial ekonomi keluarga yang rendah yaitu 12,9% (Tabel 28). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p > 0.05) antara status sosial ekonomi keluarga dengan kegemukan anak (p=0,169).

6 59 Padahal dengan status sosial ekonomi tinggi seharusnya kemungkinan kegemukannya lebih tinggi karena memiliki kemampuan untuk menyediakan pangan cukup bahkan biasanya berlebih. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Meilany (2001), yang menujukkan bahwa anak obes berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan menengah keatas, karena semakin tinggi sosial ekonomi seseorang semakin mudah untuk mengakses pangan. Genetik Orang Tua (IMT Ayah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase anak gemuk dengan IMT orang tua kategori gemuk adalah lebih besar (15,0%) dibandingkan dengan orang tuanya tidak gemuk (12,3%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan nyata (p=0,048) antara status IMT orang tua dengan kegemukan anak (Tabel 29). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Purwati e al. (2005) bahwa anakanak dari orang tua dengan berat badan normal mempunyai peluang 10 % menjadi gemuk, apabila salah satu orang tuanya menderita kegemukan, maka peluangnya menjadi 40-50%. Bila kedua-duanya menderita kegemukan maka peluangnya menjadi 70-80%. Ebbeling et al. (2002), menyatakan bahwa seseorang sering menghubungkan berat badannya dengan faktor genetik, karena gen dapat mempengaruhi kecenderungan peningkatan berat badan. Akan tetapi pengaruh gen itu hanya sedikit, karena tidak hanya genetik tapi juga faktor kebiasaan dan lingkungan berperan dalam terjadinya obesitas. Status Kesehatan Hasil penelitian (Tabel 30) menunjukkan bahwa proporsi anak gemuk yang sakit dan sehat adalah hampir sama yaitu masing-masing 12,9% dan 12,7%. Hasil uji chisquare menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p= 0,972) antara status kesehatan anak dengan kegemukan anak. Pada penelitian ini proporsi anak gemuk antara yang sehat dan yang sakit hampir sama, padahal seharusnya anak yang selalu sehat kemungkinan untuk menjadi gemuk lebih besar, karena tidak terkena sakit yang menyebabkan nafsu makan berkurang, sehingga asupan gizi menjadi rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa anak yang gemuk juga sering sakit. Selain itu, hal ini dimungkinkan pula karena pada kuesioner pertanyaan tentang penyakit tidak menyatakan tingkat keparahan, dan hanya

7 60 bersifat kualitatif, yakni pernah sakit atau tidak pernah sakit dalam sebulan terakhir. Oleh karena itu status kesehatan tidak menujukan perbedaan yang nyata antara anak gemuk dengan tidak gemuk. Menurut Depkes RI (2005). Bahwa pada anak yang mendapat makanan cukup, tetapi sering terkena diare atau demam akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah dan dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi. Aktifitas Fisik Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi anak yang gemuk dengan aktifitas fisik kurang adalah lebih banyak (9,8%) daripada aktifitas fisiknya cukup (6,8%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan nyata (p=0,005) antara aktifitas fisik dengan kegemukan anak. Rissanen et al. (1991) menyatakan bahwa rendahnya dan menurunya aktifitas fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya kegemukan. Sebagai contoh para atlet yang berhenti melakukan latihan olah raga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumajaya (2007) yang menunjukkan bahwa kejadian kegemukan adalah lebih banyak pada responden yang kebiasaan olahraganya kurang dari 3 kali seminggu dibandingkan dengan paling tidak 3 kali seminggu. Demikian pula hasil kajian Paul et al. (2005) yang menunjukkan ada hubungan nyata antara aktifitas fisik dengan overweight dan obesitas. Lebih lanjut Sadoso (1992) menyatakan bahwa orang yang tidak aktif berolah raga cenderung terjadi penambahan berat badan, dibandingkan dengan orang yang melakukan olahraga. Institut of Medicine of the National Academies (2001) menyatakan bahwa risiko utama aktfitas fisik kurang adalah terjadinya obesitas pada anak-anak dan dewasa. Frekuensi berolahraga empat kali seminggu dengan waktu 10 menit setiap hari adalah lebih efektif untuk menurunkan berat badan daripada berolahraga sesekali selama menit. Aktifitas fisik merupakan komponen penting dalam pengeluaran energi dalam tubuh, disamping metabolisme faal dan spesifik dynamic action (Suyono 1986). Aktifitas fisik yang teratur akan membantu untuk mencegah peningkatan kembali berat badan (Klein et al. 2004).

8 61 Aktivitas fisik merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan berat badan. Penurunan aktifitas fisik pada saat ini sangat berpengaruh pada perubahan keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan pada masyarakat industri (Institut of Medicine of the National Academies 2001). Anak dengan kegemukan atau obes biasanya kurang melakukan aktifitas fisik. Orang yang selalu aktif ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan umur (WHO 1995). Anak-anak yang menonton televisi lebih dari empat jam sehari, lebih mudah menjadi gemuk daripada anak yang menonton televisi dua jam sehari atau kurang (Gavin 2005). Penelitian di Amerika pada anak-anak menunjukkan bahwa anak dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki risiko obesitas sebesar 5.3 kali lebih besar, daripada anak dengan lama waktu menonton 2 jam per hari (Hidayati et al 2006). Perilaku Konsumsi Kebiasaan Makan Buah. Kebiasaan makan menurut Khumaidi (1989) adalah tingkah laku individu atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya, meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Hasil penelitian (Tabel 32) menunjukkan bahwa proporsi anak gemuk yang mengkonsumsi buah dengan kategori kurang adalah lebih banyak (8,6%) dibandingkan dengan yang mengkonsumsi buah cukup (6,6%). Hal ini mengindikasikan bahwa anak yang gemuk mempunyai perilaku konsumsi buah yang kurang baik. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan nyata (p=0,045) antara kebiasaan makan buah dengan kegemukan anak (Tabel 32). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin sedikit seseorang mengkonsumi buah, maka semakin besar kemungkinannya untuk menjadi gemuk karena buah merupakan pangan yang mengandung serat yang bisa menurunkan resiko kegemukan. Menurut Newby et al. (2005 bahwa pola makan tinggi serat, seperti sayuran, buah-buahan, serat dan kacang-kacangan berhubungan terbalik dengan IMT. Hal ini berarti bahwa kejadian overweight dan obesitas akan berkurang dengan semakin sering orang mengkonsumsi buah. Selain itu, penelitian Drapeau et al.

9 62 (2004) menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan yang tinggi dapat menurunkan berat badan atau mencegah kenaikan berat badan. Penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Hui ( 1985) bahwa sayur dan buah juga mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi. Walaupun demikian hasil ini berbeda dengan penelitian Kusumajaya (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi buah dengan kegemukan. Kebiasaan Makan Sayur. Hasil penelitian (Tabel 33) menunjukkan bahwa proporsi anak gemuk yang mengkonsumsi sayur kurang adalah lebih besar (8,4%) dibandingkan kategori cukup (7,6%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p=0,517) antara kebisaan makan sayur dengan kegemukan anak. Penelitian ini mengindikasikan perbedaan konsumsi antara yang cukup dan kurang adalah tidak berbeda jauh. Keadaan ini dimungkinkan karena jumlah dan porsi sayuran yang dikonsumsi masih kurang kurang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kusumajaya (2007) dan Irawati (2000) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan nyata antara konsumsi sayuran dengan kegemukan. Hasil tersebut berbeda dengan peryataan Newby et al. (2005) bahwa pola makan tinggi serat, seperti sayuran, buah-buahan, serat dan kacang-kacangan, berhubungan terbalik dengan IMT, kejadian overweight dan obesitas. Lebih lanjut Hui (1985) menyatakan bahwa sayuran dan buah-buahan dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak. Kebiasaan Makan/Minum Manis. Hasil penelitian (Tabel 34) menunjukkan bahwa proporsi anak gemuk yang makan minum manis dengan kategori jarang lebih kecil (7,5%) dibandingkan kategori sering (8,6%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p=0,311) antara kebiasaan makan minuman manis dengan kegemukan anak. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan antara konsumsi makanan manis yang gemuk dan tidak gemuk adalah tidak begitu jauh. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2001) bahwa kasus obesitas antara lain disebabkan oleh konsumsi energi

10 63 yang tinggi. Konsumsi energi yang diperoleh dari makanan dan minuman sehari - hari jika berlebihan tanpa diimbangi dengan aktifitas fisik yang tinggi akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan energi. Lebih lanjut Humayrah (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara kebiasaan makan/minuman manis dengan kegemukan. Kebiasaan Makan Makanan Berlemak. Hasil penelitian (Tabel 35) menunjukkan bahwa proporsi anak yang gemuk dan mengkonsumsi makanan berlemak kategori sering adalah lebih tinggi (8,1%) dibanding kategori jarang (5,2%). Hal ini mengindikasikan bahwa anak yang sering mengkonsumsi makanan berlemak cenderung lebih banyak. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan nyata (p=0,037) antara kebiasaan makan makanan berlemak dengan kegemukan (Tabel 35). Pada penelitian ini anak cenderung banyak mengkonsumsi sumber makanan berlemak, khususnya lemak jenuh, seperti dari minyak goreng, santan dan mentega, seperti kebiasaan makan pempek, krupuk/kemplang, celimpungan, gulai, celimpungan dan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwati et al (2005), bahwa minyak dan santan dapat menyebabkan kegemukan, karena selain tinggi kalori, lemak juga dapat diajangkau pembeliannya oleh sebagian masyarakat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Suryana (2002) diacu dalam Kusumajaya (2007), di Kota Bogor yang menyatakan bahwa ada hubungan nyata antara konsumsi makanan berlemak dengan kegemukan. Di Indonesia konsumsi lemak per orang per hari dibatasi 25 % dari kebutuhan AKG sesuai dengan anjuran PUGS (Depkes 1996). Berdasarkan laporan WHO (1995) bahwa lemak berkontribusi terhadap penambahan berat badan orang dewasa. Makanan berlemak merupakan sumber kalori paling besar. selain itu lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. Bila makanan berlemak dikonsumsi secara berlebihan dengan tidak diiringi aktifitas fisik yang cukup dapat mengakibatkan berat badan naik, atau terjadinya kegemukan. Kebiasaan Makan Jeroan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi anak kategori gemuk yang sering konsumsi jeroan adalah lebih tinggi (7,8%)

11 64 dibandingkan dengan yang jarang (4,9%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p=0,457) antara kebiasaan makan jeroan dengan kegemukan (Tabel 36). Hal ini dimungkinkan karena konsumsi jeroan yang sering belum tentu porsinya banyak. Keadaan ini ditunjang oleh kemampuan untuk membeli jeroan relatif rendah baik dalam bentuk ketersediaan jeroan yang jarang maupun daya belinya yang rendah. Hal ini berbeda dengan penelitian Humayrah (2009) yang menunjukkan ada hubungan nyata antara konsumsi jeroan dengan kegemukan. Konsumsi Energi. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi anak gemuk yang konsumsi energi kategori lebih adalah lebih banyak (13,9%) dibandingkan konsumsi energinya normal (10,9%). Hasil uji chi square menyatakan bahwa ada hubungan nyata (p=0,000) antara konsumsi energi perkapita dengan kegemukan anak (Tabel 37 ). Hal ini dimungkinkan bahwa dengan ketersedian energi ditingkat rumah tangga yang cukup, kemungkinan anggota keluarga untuk mengakses makanan juga tercukupi. Provinsi Sumatera Selatan sebagai daerah lumbung pangan, untuk ketersediaan pangan bisa diakses sampai ketingkat rumah tangga dan individu, khususnya berkaitan dengan sumber energi. Terbukti salah satu budaya konsumsi pangan masyarakat Sumatera Selatan adalah terbiasa mengkonsumsi makananmakanan sumber energi, selain makanan pokok nasi adalah makanan seperti kerupuk, kemplang, pempek, yang merupakan makanan yang berasal dari tepung terigu dan ikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Padmiari dan Hadi (2003). bahwa obesitas pada kasus disebabkan konsumsi energi yang tinggi. Hardinsyah dan Tambunan (2004) menyatakan bahwa makan berlebih dapat menyebabkan akumulasi energi yang disimpan sebagai cadangan energi. Menurut Depkes (2002) bahwa kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Konsumsi Protein Proporsi anak gemuk yang konsumsi proteinnya lebih adalah lebih banyak (14,2%) dibandingkan yang normal (11,9%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan nyata (p=0,015) antara konsumsi

12 65 protein dengan kegemukan anak. Kelebihan konsumsi protein ini diduga ketersedian sumber protein di Provinsi Sumatera Selatan cukup berlimpah. Sebagaimana di ketahui Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah yang mempunyai banyak sungai dan rawa-rawa sebagai habitat ikan seperti ikan gambus, seluang, patin, belida dan jenis lainnya, sehingga akses masayarakat terhadap pemenuhan sumber protein dapat terpenuhi dengan mudah. Kemudahan mengakses sumber protein dengan murah dan mudah menjadikan masyarakat Provinsi Sumatera Selatan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Gambaran tersebut menjadikan anggota keluarga termasuk anak-anak lebih banyak yang mengkonsumsi sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Hal ini dimungkinkan karena konsumsi protein yang melebihi kebutuhan akan terakumulasi menjadi energi yang tersimpan. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kegemukan Faktor-faktor yang mempunyai peluang untuk meningkatkan risiko terjadinya kegemukan antara lain adalah jenis kelamin, aktifitas fisik, dan kebiasaan makan buah. Peluang risiko kegemukan pada anak dengan jenis kelamin perempuan 0,454 kali (CI=0,414-0,721) lebih rendah dibanding laki-laki. Hal ini berarti bahwa anak laki-laki mempunyai peluang risiko kegemukan lebih besar dibandingkan perempuan. Anak yang mempunyai aktifitas kurang mempunyai peluang risiko mengalami kegemukan 1,491 kali lebih besar dibanding yang aktifitasnya cukup (CI : 1,135 1,958). Anak yang kebiasaan makan buahnya kurang mempunyai peluang risiko mengalami kegemukan 1,420 kali lebih besar dibandingkan yang cukup (CI=1,070-1,883). Dari tiga variabel independen yang mempengaruhi kegemukan, maka aktifitas fisik anak merupakan faktor dominan terhadap kejadian kegemukan pada anak usia 6-14 tahun di Sumatera Selatan dengan OR = 1,491 (95% CI : 1,135 1,958). Aktifitas fisik menjadi faktor dominan pada penelitian ini dimungkinkan karena anak gemuk pada usia 6-14 tahun aktifitas fisiknya masih kurang. Hal ini terjadi karena kurang melakukan aktifitas fisik berat dan sedang serta mulainya mengikuti perilaku sedentary life seperti banyak menghabiskan waktu menonton

13 66 TV atau menggunakan internet serta main game/ps. Padahal aktifitas fisik merupakan komponen penting dalam pengeluaran energi dalam tubuh, disamping metabolisme faal dan spesifik dynamic action (Suyono 1986). Aktifitas fisik yang teratur akan membantu untuk mencegah peningkatan kembali berat badan (Klein et al.2004). Anak-anak yang menonton televisi lebih dari empat jam sehari, lebih mudah menjadi gemuk, daripada anak yang menonton televisi dua jam sehari atau kurang (Gavin 2005). Penelitian di Amerika pada anak-anak menunjukkan bahwa anak dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar, daripada anak dengan lama waktu menonton TV 2 jam per hari (Hidayati et al 2006). Aktivitas fisik merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan berat badan. Penurunan aktifitas fisik pada saat ini sangat berpengaruh pada perubahan keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan pada masyarakat industri (Institut of Medicine of the National Academies 2001). Anak dengan kegemukan atau obesitas biasanya kurang melakukan aktifitas fisik. Orang yang selalu aktif ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan umur (WHO 1995). Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, sehingga hanya dapat memberikan gambaran adanya hubungan faktor resiko dengan kegemukan. Desain ini tidak dapat menggambarkan adanya hubungan sebab akibat (kausal) antar variabel independen dengan variabel dependen. Hal ini disebabkan karena kedua variabel tersebut diukur pada saat yang bersamaan. Namun dengan dilakukannya analisis multivariat diharapkan masih dapat memberikan hasil yang baik untuk mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan pada anak usia 6-14 tahun di Sumatera Selatan. Berdasarkan teori dan hasil studi yang ada, banyak faktor penyebab yang mempengaruhi kegemukan. Namun penggunaan data sekunder mempunyai keterbatasan variabel, sehingga peneliti tidak dapat menganalisis semua faktor penyebab tersebut, misalnya saja, seseorang yang ditanyakan tentang kebiasaan

14 67 konsumsi buah pada saat menjawab belum tentu benar-benar kurang konsumsi buahnya, karena hanya didasarkan pada data recall tanpa disertai informasi yang memadai. Untuk konsumsi, data ini lebih menggambarkan ketersediaan tingkat rumah tangga bukan gambaran konsumsi individu. Bias informasi juga dapat terjadi pada saat wawancara, misalnya saja pertanyaan enumerator tidak dapat dimengerti oleh responden. Kemungkinan lain, sampel bisa menutup-nutupi jawaban dari pertanyaan yang ditanyakan karena dianggap hal terlalu pribadi misalnya pengeluaran rumah tangga. Penulis menyadari bahwa data yang diperoleh sudah melalui proses verifikasi, editing dan cleaning, sehingga bias penelitian baik pada pengumpulan data sampai cleaning dapat terjadi karena penulis tidak terlibat langsung dalam survei ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional karena pengambilan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu tantangan yang paling serius. Masalahnya adalah global dan terus mempengaruhi negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

Bagan Kerangka Pemikiran "##

Bagan Kerangka Pemikiran ## KERANGKA PEMIKIRAN Olahraga pendakian gunung termasuk dalam kategori aktivitas yang sangat berat (Soerjodibroto 1984). Untuk itu diperlukan kesegaran jasmani, daya tahan tubuh yang prima, dan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arah pembangunan jangka menengah Indonesia ke-2 (2010-2014) adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain perubahan fisik karena bertambahnya

Lebih terperinci

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )²

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )² BAB 4 METODOLOGI PENELITIP AN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini mengenai kebiasaan makan cepat saji (fast food modern), aktivitas fisik dan faktor lainnyaa dengan status gizi mahasiswa penghuni Asrama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dimasa mendatang masalah penyakit tidak menular akan menjadi perioritas masalah kesehatan di indonesia, salah satu masalah tersebut adalah masalah hipertensi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung dari pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014 POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014 Hetty Gustina Simamora Staff Pengajar STIKes Santa Elisabeth Medan ABSTRAK Pola

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast BAB I PENDAHULUAN A. LARAR BELAKANG Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast foods) yang mengandung tinggi kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia menghadapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight merupakan masalah kesehatan dunia dengan jumlah prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek yang diamati adalah karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian kesehatan umum pada populasi dunia, jauh dari target yang diharapkan di tahun 2020 (Balaban, 2011). Sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa penyakit kronis sehingga mengakibatkan umur harapan hidup (UHH) seseorang menurun adalah obesitas. World Health Organization

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku 126 KERANGKA PEMIKIRAN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktek gizi seimbang yang selanjutnya diterapkan dalam konsumsi energi dan zat gizi. Faktor tersebut diantaranya adalah pengetahuan,sikap,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

Petunjuk : isilah dan beri lingkaran pada poin jawaban yang disediakan! I. Identitas Responden 1. ID Responden: [ ] [ ] 2.

Petunjuk : isilah dan beri lingkaran pada poin jawaban yang disediakan! I. Identitas Responden 1. ID Responden: [ ] [ ] 2. L-2 KUESIONER PENELITIAN POLA MAKAN, AKTIFITAS FISIK DAN STATUS GIZI DIHUBUNGKAN DENGAN LEMAK TUBUH PADA PRAMUSAJI UNIT PELAYANAN GIZI GEDUNG A RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA TAHUN 2009 Assalamu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelebihan berat badan saat ini merupakan masalah yang banyak terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur lebih dari 30 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling serius. Masalah obesitas pada anak ini meluas dan terus mempengaruhi banyak negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di negara maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi, maka masalah gizi lebih dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status gizi anak. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Anak Usia 6-14 Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Anak Usia 6-14 Tahun 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia 6-14 Tahun Definisi Definisi anak usia 6-14 tahun adalah usia masa peralihan dari balita menjadi anak-anak dan remaja, ditandai dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat dinegara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai dampak keberhasilan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK DI SDN 176 KOTA PEKANBARU Eka Maya Saputri Ahmad Satria Efendi Juli Selvi Yanti ABSTRAK Obesitas pada anak adalah kondisi medis pada anak

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil 13 KERANGKA PEMIKIRAN Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Menurut Sediaoetama (1996), pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.pemilihan desain cross sectional karena penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 13 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak dengan status gizi lebih merupakan salah satu tantangan paling serius dalam bidang kesehatan masyarakat di abad 21. Hal ini merupakan masalah global yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki masalah gizi kurang (undernutrition) dan masalah gizi lebih (overnutrition) pada saat yang bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah Dasar (SD) Insan Kamil beralamat di Jalan Raya Dramaga Km. 6 Bogor. Sekolah ini pertama kali didirikan pada tahun 1986. SD Insan Kamil memiliki 2 gedung

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif deskriptif yang menggunakan data primer yaitu dengan cara meminta responden untuk mengisi kuesioner

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

ejournal Boga, Volume 3 Nomor 3, Yudisium Oktober Tahun 2014 Halaman 47-50

ejournal Boga, Volume 3 Nomor 3, Yudisium Oktober Tahun 2014 Halaman 47-50 47 PENDAHULUAN Pola konsumsi makanan remaja adalah kebiasaan makan meliputi jenis dan jumlah makanan, serta frekuensi makan yang dikonsumsi remaja pada waktu tertentu (Suhardjo, 1989). Remaja adalah individu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa : BAB V PEMBAHASAN A. Sistem Penyelenggaraan Makan Siang Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan yang mempekerjakan 22.563 orang telah menyediakan kantin untuk tenaga kerja, hal ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Penelitian mengenai studi karakteristik pertumbuhan anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2011 dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan disekolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. ini anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan disekolah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan anak usia sekolah dasar dimana pada masa ini mereka mengalami pertumbuhan dan memiliki karakteristik mulai ingin mencoba mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara kegemukan dan usia harapan hidup seseorang (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Begitu pula obesitas pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci